Anda di halaman 1dari 17

I.

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang

Beras merupakan sumber karbohidrat utama bagi sebagian penduduk Asia,

untuk mendapatkan beras tersebut harus melalui tahapan-tahapan yang sistematis

sehingga memperoleh hasil yang optimal. Dalam pengertian sehari-hari yang

dimaksud beras adalah gabah yang bagian kulitnya sudah dibuang dengan cara

digiling dan disosoh menggunakan alat pengupas dan penggiling (huller) serta

penyosoh (polisher). Gabah yang hanya terkupas bagian kulit luarnya (sekam),

disebut beras pecah kulit (brown rice). Sedangkan beras pecah kulit yang seluruh

atau sebagian dari kulit arinya telah dipisahkan dalam proses penyosohan, disebut

beras giling (milled rice). Beras yang biasa dikonsumsi atau dijual di pasar adalah

dalam bentuk beras giling.

Beras merupakan komoditas strategis ditinjau dari aspek sosial politik. Hal ini

antara lain karena beras merupakan makanan pokok hampir semua penduduk

Indonesia. Beras diproduksi hampir di semua kabupaten/kota di Indonesia dengan

total produksi 75,56 juta ton GKG dengan surplus sebesar 10,57 juta ton beras

(aram I BPS 2015).

Disamping itu penggilingan padi atau Rice Milling Unit (RMU) memegang

peranan penting dalam rantai pasok beras sampai ke konsumen dan memperkirakan

jumlah produksi dan ketersediaan beras yang siap konsumsi dalam suatu wilayah.
Melalui pendataan jumlah RMU dan jumlah gabah yang diproses menjadi beras

secara cermat dapat dijadikan indikator jumlah produksi beras dan ketersediaan

stok beras di suatu wilayah.

B. Tujuan

1. Mengetahui bagian-bagian rice mill unit yang digunakan dan fungsinya

2. Mengetahui prinsip kerja rice mill unit

3. Mengukur laju dan rendemen penggilingan gabah

4. Mengetahui bagian-bagian alat pengeringan yang digunakan dan fungsinya

5. Mengetahui prinsip kerja alat pengeringan


II. TINJAUAN PUSTAKA

Penggilingan adalah proses pemisahan sekam dan kulit luar kariopsis dari biji

padi agar diperoleh beras yang dapat dikonsumsi. Penggilingan beras berfungsi

untuk menghilangkan sekam dari bijinya dan lapisan aleuron, sebagian mapun

seluruhnya agar menghasilkan beras yang putih serta beras pecah sekecil mungkin.

Setelah gabah dikupas kulitnya dengan menggunakan alat pecah kulit, kemudian

gabah tersebut dimasukkan ke dalam alat penyosoh untuk membuang lapisan

aleuron yang menempel pada beras. Selama penyosohan, terjadi penekanan

terhadap butir beras sehingga terjadi butir patah. Menir merupakan kelanjutan dari

butir patah menjadi bentuk yang lebih kecil daripada butir patah (Damardjati,

1988). Skala usaha industri jasa penggilingan padi ditentukan oleh besar kecilnya

kapasitas giling terpasang yang dimiliki suatu penggilingan padi. Suatu

penggilingan padi digolongkan sebagai penggilingan padi berskala kecil bila

kapasitas penggilingannya tidak lebih dari 1500 kg beras per jam (Departemen

Pertanian, 2001).

Beras merupakan bahan pangan yang tidak dapat dipisahkan dari kehidupan

masyarakat Indonesia, baik di kota maupun di pedesaan. Dengan konsumsi beras

yang masih sangat tinggi, yaitu sekitar 130 kg/kapita per tahun, maka beras yang

harus disediakan setiap tahunnya dalam suatu desa ekologi dapat diperhitungkan

berdasarkan jumlah penduduk desa tersebut. Kegagalan dalam memenuhi

kebutuhan beras secara mandiri, berarti pengaliran sumberdaya ekonomi keluar

desa karenan harus membeli beras dari luar desa.( Sovan, M., 2002.) Skala usaha

industri jasa penggilingan padi ditentukan oleh besar kecilnya kapasitas giling
terpasang yang dimiliki suatu penggilingan padi. Suatu penggilingan padi

digolongkan sebagai penggilingan padi berskala kecil bila kapasitas

penggilingannya tidak lebih dari 1500 kg beras per jam (Departemen Pertanian,

2001). Menurut data tahun 1990-1997, yang dirilis oleh Departemen Pertanian RI

(1998), lebih dari 50% penggilingan padi yang ada di Indonesia tergolong dalam

penggilingan padi dengan skala kecil dan lebih dari 36% adalah rice milling unit,

yang dari segi kapasitas juga termasuk penggilingan padi kecil. Dari sekitar 82 ribu

unit industri jasa penggilingan padi berskala kecil ini, setiap tahunnya dihasilkan

lebih dari 24 juta ton beras atau sekitar 95% dari kapasitas giling seluruh

penggilingan padi di Indonesia.(Karsyno, F., P. Simatupang, E. Pasandaran dan Sri

Adiningsih.2001)

Pada proses penggilingan, dihasilkan beras sosoh yang dipisahkan menjadi

beberapa ukuran, yaitu beras kepala, beras patah, dan menir. Mutu beras giling

dikatakan baik apabila hasil dari proses penggilingan diperoleh beras kepala yang

banyak dengan beras patah dan menir minimal (Waries, A. 2006).

Namun, beras patah dan menir yang dihasilkan memang tidak dikehendaki.

Yang dikehendaki adalah sebanyak mungkin beras kepala. Namun timbulnya beras

patah dan menir tidak dapat dihindari terutama terjadi pada proses penyosohan,

yaitu pada saat menggosok permukaan beras untuk melepaskan bagian bekatul.

(Ritonga, 2008).

Rice milling unit (RMU) merupakan jenis mesin penggilingan padi generasi

baru yang kompak dan mudah dioperasikan, dimana proses pengolahan gabah

menjadi beras dapat dilakukan dalam satu kali proses (one pass process). RMU
rata-rata mempunyai kapasitas giling kecil yaitu antara 0.2 hingga 1.0 ton/jam,

walau mungkin sudah ada yang lebih besar lagi. Mesin ini bila dilihat fisiknya

menyerupai mesin tunggal dengan fungsi banyak, namun sesungguhnya memang

terdiri dari beberapa mesin yang disatukan dalam rancangan yang kompak dan

bekerja secara harmoni dengan tenaga penggerak tunggal.

Di dalam RMU sesungguhnya terdapat bagian mesin yang berfungsi

memecah sekam atau mengupas gabah, bagian mesin yang berfungsi memisahkan

BPK dan gabah dari sekam lalu membuang sekamnya, bagian mesin yang berfungsi

mengeluarkan gabah yang belum terkupas untuk dikembalikan ke pengumpan,

bagian mesin yang berfungsi menyosoh dan mengumpulkan dedak, dan bagian

mesin yang berfungsi melakukan pemutuan berdasarkan jenis fisik beras (beras

utuh, beras kepala, beras patah, dan beras menir). Kesemua fungsi tersebut dikemas

dalam satu mesin yang kompak dan padat, sehingga praktis dan mudah digunakan.

Secara umum, mesin-mesin yang digunakan dalam usaha industri

penggilingan padi bila ditinjau dari kapasitasnya dapat dibagi menjadi dua jenis

yaitu rice milling unit (RMU) dan rice milling plant (RMP). Perbedaan yang

mendasar antara keduanya adalah pada ukuran, kapasitas dan aliran bahan dalam

proses penggilingan yang dilakukan. RMP biasanya memiliki kapasitas giling yang

lebih besar daripada RMU yaitu antara 1.0 hingga 5.0 ton/jam.

Pada prinsipnya, RMU dan RMP (Rice Milling Plant) adalah dua nama yang

sama bila ditinjau dari segi fungsi, yaitu mesin-mesin penggilingan padi yang

berfungsi mengkonversi gabah kering menjadi beras putih yang siap untuk

dikonsumsi. Bila RMU merupakan satu mesin yang kompak dengan banyak fungsi,
maka, RMP merupakan jenis mesin penggilingan padi yang terdiri dari beberapa

unit mesin yang terpisah satu sama lain untuk masing-masing fungsinya dalam

proses penggilingan beras. Karena terpisah, unit-unit pada RMP dapat memiliki

kapasitas yang berbeda, sehingga waktu operasional tiap unit tidak sama untuk

jumlah padi yang sama.


III. METODOLOGI

A. Alat dan Bahan

1. Rice mill unit

2. Gabah

3. Timbangan

4. Kantong plastik

5. Stopwatch

6. Pengering tipe rak

B. Prosedur Kerja

1. Amati dan gambar bagian-bagian rice mill unit dan penegring tipe rak dan

tuliskan fungsinya masing-masing.

2. Catat prinsip kerja rice mill dan pengering tipe rak

3. Ukur laju pengering gabah

4. Hitung rendeman penggilingan


IV. HASIL DAN PEMBAHASAN

A. Hasil

Terlampir

B. Pembahasan

Indonesia merupakan negara agraris sebagian besar penduduknya banyak

tinggal di desa dan bekerja sebagai petani. Masyarakat Indonesia juga sebagian

besar masih mengkonsumsi beras sebagai makanan utama, maka padi masih

menjadi prioritas utama para petani untuk ditanam. beras merupakan salah satu

kebutuhan pokok Indonesia dengan jumlah yang cukup melimpah dan mudah

didapat.

Oleh sebab itu untuk memenuhi kebutuhan akan makanan pokok yang baik,

beras harus melalui beberapa proses. Mula-mula setelah padi dipanen, bulir padi

atau gabah dipisahkan dari jerami. Pemisahan dilakukan dengan memukulkan

seikat padi sehingga gabah terlepas atau dengan bantuan mesin pemisah gabah.

Gabah yang terlepas lalu dikumpulkan dan dikeringkan. Dalam hal ini proses

pengeringan gabah merupakan salah satu faktor penentu kualitas beras.

Kondisi cuaca yang tidak menentu terutama saat musim hujan akan

mengakibatkan proses pengeringan alami berlangsung tidak optimal, menjadikan

hasil pertanian berjamur dan rusak karena lembabnya udara. Umumnya kadar air

yang tinggi memicu berkembangnya jamur dan mikroba. Tingkat kekeringan yang
rendah berdampak pada kualitas dan harga produk. Akibatnya, harga jual produk

menjadi rendah dan petani pun mengalami kerugian yang tidak sedikit.

Untuk mencegah kerugian yang dialami para petani, maka pengeringan padi

menjadi penting mengingat berhasil tidaknya pengolahan selanjutnya menjadi

beras. Pengeringan dilakukan untuk mencegah perkecambahan biji, untuk

mempertahankan kualitas bijian, dan untuk mencapai level kadar air dimana tidak

memungkinkan bakteri dan jamur berkembang.

Selama proses pengeringan berlangsung, maka terjadi dua proses yang utama,

yaitu perpindahan panas dari udara pengering ke butiran gabah untuk menguapkan

air di permukaan butiran gabah yang selanjutnya terjadi konduksi panas ke dalam

butiran, dan perpindahan air dari dalam ke permukaan butiran (difusi) yang

selanjutnya terjadi penguapan ke udara pengering. Pada perpindahan massa dari

bahan ke udara dalam bentuk uap air terjadi pengeringan permukaan bahan. Setelah

kenaikan suhu terjadi pada seluruh bagian bahan maka terjadi pergerakan air secara

difusi sampai kadar air dalam bahan menurun sesuai yang diinginkan.

Dengan demikian sistem pengeringan buatan diperlukan sebagai alternatif

untuk mengatasi hal tersebut. Berbagai macam bentuk mesin pengering beredar di

masyarakat. Mesin pengering tipe bak (Batch dryer) adalah salah satu tipe

pengering yang sering digunakan dalam proses pengeringan gabah.

Jenis penelitian ini merupakan penelitian eksperimen, yang terdiri atas 2

faktor. Faktor A adalah tebal tumpukan dengan 3 taraf yaitu (5 cm, 10 cm, dan 15

cm) dan Faktor B adalah suhu pengeringan yaitu ( 40 °C, 45 °C dan 50 °C), dengan
demikian banyaknya perlakuan yang dicobakan ada sebanyak 9 kombinasi

perlakuan. Setiap kombinasi perlakuan diulang sebanyak 3 kali.

Penelitian ini dilakukan di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP)

Batangkaluku, Kabupaten Gowa. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan April

sampai bulan Mei 2017 di Balai Besar Pelatihan Pertanian (BBPP) Batangkaluku,

Kabupaten Gowa.

Peralatan yang digunakan dalam penelitian ini yaitu mesin pengering bak

(Batch dryer), Kotak Kayu, Timbangan, Stopwatch, Termometer Batang, Digital

Moisture Tester,G-won hitech KD 0691.dan ATK. Sedangkan bahan yang

digunakan dalam penelitian ini yaitu; gabah basah varietas Ciherang. Bahan

diperoleh dari petani dijalan Tamalalang Desa Parangmata Kecematan Galesong

Kabupaten Takalar Sulawesi Selatan.

Penelitian ini akan dilakukan pengeringan gabah dengan menggunakan alat

pengering tipe bak (Batch dryer) dengan unit pemanas mengunakan bahan bakar

liquified petroleum gas (LPG), panas kemudian dialirkan ke dalam kotak/ruang

pengering gabah dengan menggunakan blower. Gabah yang digunakan pada

penelitian ini merupakan gabah basah yang baru selesai panen. Pengeringan gabah

dilakukan dengan menggunakan masing-masing 3 variasi suhu dan tebal tumpukan

dimana untuk variasi suhu terdiri dari 40 °C, 50 °C dan 60 °C, sedangkan untuk

tebal tumpukan gabah terdiri dari 5 cm, 10 cm, dan 15 cm.

Selama proses pengeringan akan diukur suhu gabah dengan menggunakan

alat termometer batang dan dilakukan pengukuran udara dalam alat pengering.

Sebelum dan setelah pengeringan gabah dilakukan pengukuran kadar air basis
menggunakan digital moisure tester, Gwon hitech KD 0691 dalam metode ini hasil

pengukuran kadar air dapat langsung diketahui. Penelitian ini juga akan dilakukan

perhitungan laju perpindahan panas yaitu dengan mengunakan persamaan pindah

panas konduksi dan konveksi, serta perhitungan perpindahan massa dimana pada

proses pengeringan dengan tipe bak (Batch dryer) memenuhi syarat utama

mekanisme perpindahan panas khusunya konduksi dan konveksi yaitu adanya

aliran fluida. Adapun perhitungan perpindahan massa dengan menggunakan

persamaan Laju penguapan air.

Penanganan pascapanen padi merupakan upaya sangat strategis dalam rangka

mendukung peningkatan produksi padi. Kontribusi penanganan pascapanen

terhadap peningkatan produksi padi dapat tercermin dari penurunan kehilangan

hasil dan ter-capainya mutu gabah/ beras sesuai persyaratan mutu. Setyono (2010)

menyatakan masalah utama dalam penanganan pascapanen padi adalah tingginya

kehilangan hasil serta gabah dan beras yang dihasilkan bermutu rendah. Hal

tersebut terjadi pada tahapan pemanenan, perontokan dan pengeringan.

Masalah utama yang dihadapi dalam penanganan pascapanen padi adalah

tingginya susut (losses) baik secara kuantitatif maupun kualitatif. Permasalahan

tersebut berakibat adanya kecenderungan tidak memberikan insentif kepada petani

untuk memperbaiki tingkat pendapatannya (Hasbullah 2007). Padi/gabah yang

kadar airnya tinggi mempunyai sifat mudah rusak dan akan mengalami susut pada

saat penanganan pascapanen dan pengolahan.

Penanganan pascapanen padi meliputi beberapa tahap kegiatan yaitu

penentuan saat panen, pemanenan, penumpukan sementara di lahan sawah,


pengumpulan padi di tempat perontokan, penundaan perontokan, perontokan,

pengangkutan gabah ke rumah petani, pengeringan gabah, pengemasan dan

penyimpanan gabah, penggilingan, pengemasan dan penyimpanan beras. Dari

rangkaian kegiatan pascapanen tersebut, ada tiga kegiatan utama yang saling terkait

satu sama lain dalam mencapai tujuan akhir yaitu mendapatkan beras giling yang

mutu serta rendemennya tinggi, yaitu; (1) panen, (2) pengeringan dan (3)

penggilingan (Sutrisno dan Raharjo 2004).

Penjemuran atau pengeringan gabah hasil panen merupakan cara untuk

mencegah perusakan gabah atau turunnya mutu gabah/beras. Di lahan rawa pasang

surut mengalami kesulitan bila panen terjadi pada musim hujan, dan dibarengi

kondisi air tanah yang tinggi (lembab). Penjemuran pada lantai tanah menggunakan

alas dari terpal plastik terkendala oleh kondisi tanah yang selalu lembab akibat air

pasang yang menggenangi pekarangan terutama pada bulan Januari-Maret.

Sehingga gabah yang dihasilkan akan mempunyai kualitas gabah yang rendah, dan

apabila digiing akan banyak yang pecah, kandungan menirnya tinggi dan warna

berasnya coklat kehitam-hitaman yang disebut sebagai beras batik.

Pengeringan gabah dengan menggunakan mesin pengering buatan (dryer)

modifikasi tipe flat bed yang terbuat dari bahan tembok dengan bahan bakar sekam

padi menjadi pilihan terbaik untuk mengatasi kendala alam tersebut. Penggunaan

bahan bakar sekam padi dapat menghemat penggunaan bahan bakar minyak

sekaligus memanfaatkan limbah hasil pertanian.

Box Dryer adalah mesin yang dapat mengeringkan atau mengeluarkan

kandungan air di dalam gabah dengan menggunakan dorongan udara panas yang
dilewatkan pada tumpukan gabah. Gabah yang dikeringkan diletakkan di dalam

kotak atau box dengan ketebalan sekitar 50 cm dan selama proses pengeringan tidak

perlu dilakukan pembalikan. Selain disebut dengan istilah Box Dryer, kita sering

menyebutnya juga dengan flat-bed dryer karena gabah diletakkan secara berlapis

pada satu wadah kotak selama proses pengeringan berlangsung.

Penggilingan padi adalah proses penghilangan sekam dan dedak untuk

mendapatkan beras putih. Proses dalam pengilingan padi ada beberapa jenis, yaitu:

1. Proses giling satu langkah; pada proses ini sekam dan dedak dihilangkan

dalam satu langkah dan langsung menghasilkan beras putih

2. Proses dua langkah; pada proses ini sekam dan dedak dihilangkan secara

terpisah, gabah pecah kulit dihasilkan sebagai produk intermediate.

3. Proses multi langkah; pada proses ini gabah melalui beberapa proses

operasi dan mesin yang berbeda untuk menghasilkan beras putih.

Dari permasalahan yang ada dan kondisi eksisting dari proses penanganan

pasca panen pada tahapan pengeringan dan penggilingan padi di lahan pasang surut

Sumatera Selatan, maka perlu dilakukan penelitian untuk mengetahui tingkat

kehilangan hasil pada kedua tahapan penanganan pasca panen tersebut. Adapun

tujuan penelitian ini adalah untuk: (1) mengetahui tingkat kehilangan hasil pada

tahap pengeringan dan penggilingan dan (2) mengetahui rendemen beras giling di

lahan pasang surut Sumatera Selatan.

Pengeringan gabah dengan menggunakan mesin pengering bahan bakar

sekam dilakukan dengan metode pengeringan biji-bijian lapisan tipis dengan

ketebalan maksimal 50 cm.Disiapkan gabah 2121kg GKP, yang selanjutnya dimuat


kedalam bak mesin pengering dengan ketebalan 50 cm. Pengambilan dan

pengukuran dilaksanakan sebanyak 6 ulangan mewakili lapisan atas dan bawah,

dan jarak bak pengering terhadap tungku atau burner yaitu pangkal, tengah dan

ujung.

Data yang diamati untuk mengetahui keragaan pengeringan gabah meliputi;

kadar air awal (GKP), kadar air akhir (GKG), berat gabah awal, berat gabah akhir,

suhu pengeringan pada box dryer, kecepatan udara pengering, penurunan kadar air

setiap jamnya, konsumsi sekam, konsumsi bahan bakar penggerak blower, jumlah

operator, suhu ambient dan kelembaban udara.

Selanjutnya gabah (GKG) yang telah dikeringkan dengan dua macam cara

pengeringan tersebut digiling menggunakan unit penggilingan padi yang ada di

lokasi pengkajian dengan mempertimbangkan konfigurasi alat. Mutu beras giling

yang dihasilkan selain tergantung pada alat pengupas kulit (huller) dan alat pemoles

(polisher) juga sangat tergantung pada peralatan pembersihan dan pemisahan.

Rendemen penggilingan merupakan suatu besaran yang digunakan untuk

menyatakan kualitas gabah menjadi beras. Besarnya rendemen penggilingan

diperoleh dari hasil bagi antara hasil keluaran penggilingan berupa beras dengan

bahan masukan berupa gabah.Kehilangan hasil pada penggilingan padi (Spg)

didapat dengan cara mengurangi rendemen giling teliti hasil laboratorium (Rlb)

dengan rendemen giling lapangan (Rlp) sesuai metode Suismono et al. (2008).

Berat gabah total yang dikeringkan dengan box dryer sebanyak 2121 kg,

pengeringan dilakukan selama sekitar 6 jam dengan ketebalan rata-rata 29 cm.

Pengeringan dengan box dryer dilakukan segera setelah panen dan perontokan
yakni pada malam hari dihari yang sama dengan pemanenan. Operator berjumlah 4

orang, konsumsi bahan bakar solar 4,6 liter, dengan suhu dan kelembaban ruang

masing–masing sebesar 30ºC dan 82%. Pengeringan dihentikan sampai kadar air

rata-rata 14-15%.

Gabah yang baru dipanen harus segera dikeringkan karena masih memiliki

kadar air yang tinggi. Tingginya kadar air mengakibatkan respirasi berjalan cepat,

mengundang tumbuhnya jamur, perkecambahan maupun terjadinya reaksi

pencoklatan yang dapat berdampak pada penurunan mutu gabah.Hasil pengkajian

pengeringan gabah Tabel 1 dan Tabel 2, menunjukkan nilai susut pengeringan

dengan cara penjemuran sinar matahari lebih rendah (2,81%) dibandingkan dengan

pengeringan box dryer (7,11%).

Pada kajian ini pengeringan gabah dengan sinar matahari dilakukan keesokan

hari setelah panen, 6 jam perhari selama 2 hari, dengan kondisi cuaca cerah terik

diselingi mendung. Suhu dan RH lingkungan sewaktu penjemuran adalah 30-32ºC,

dan 64-71%. Alas yang digunakan adalah alas terpal dan ketebalan gabah berkisar

4-5 cm dan dilakukan pembalikan setiap satu jam. Suhu gabah saat penjemuran

berkisar 32-35ºC pada bagian bawah, dan 37-46ºC pada bagian atas. Susut

pengeringan dihitung berdasarkan kadar air dan berat gabah.

Hasil yang didapat menunjukan susut pengeringan pada perlakukan

penjemuran (2,81%) lebih rendah daripada perlakuan pengeringan dengan

menggunakan mesin pengering (7,11%. Kondisi ini berbeda dari hasil penelitian

Sutrisno et al. (2006) yang melaporkan kehilangan hasil pada proses pengeringan

gabah dengan mesin box dryer adalah kurang dari 1%. Susut pengeringan dengan
box dryer dapat terjadi karena ada gabah yang tercecer selama muat (loading) dan

bongkar (unloading) gabah ke dalam bak pengering.

Apabila dibandingkan dengan nilai susut pengeringan pada agroekosistem

lahan sawah irigasi dan tadah hujan yaitu berturut-turut 0,98 dan 1,05% (Nugraha

et al. 2007), ternyata masih lebih tinggi.

Selanjutnya menurut Nugraha et al (2007) melaporkan kehilangan hasil

penjemuran di lahan pasang surut sebesar 1,52% dan menurut Sutrisno et al. (2006)

kehilangan hasil akibat penjemuran mencapai 1,5-2,2%.

Kehilangan hasil pada pengeringan dengan cara penjemuran dengan sinar

dengan cara penjemuran pada sinar matahari (61,6%). Berbeda pada RMU 2

rendemen giling pada gabah yang dikeringkan dengan menggunakan box dryer

(61,3%) rata-rata tinggi dibandingkan dengan cara penjemuran pada sinar matahari

(63,7%).Kondisi ini serupa untuk susut penggilingan pada 2 (dua) Rice Milling Unit

(RMU) menunjukkan bahwa susut giling pada gabah yang dikeringkan dengan

menggunakan box dryer (4,99%) rata-rata lebih rendah dibandingkan dengan cara

penjemuran pada sinar matahari (5,99%).


V. KESIMPULAN DAN SARAN

A. Kesimpulan

1. Rice milling unit (RMU) merupakan jenis mesin penggilingan padi generasi

baru yang kompak dan mudah dioperasikan, dimana proses pengolahan gabah

menjadi beras dapat dilakukan dalam satu kali proses (one pass process).

2. Pada prinsipnya, RMU dan RMP (Rice Milling Plant) adalah dua nama yang

sama bila ditinjau dari segi fungsi, yaitu mesin-mesin penggilingan padi yang

berfungsi mengkonversi gabah kering menjadi beras putih yang siap untuk

dikonsumsi.

B. Saran

Lebih diperbanyak lagi untuk alat Rice milling unit dan alat pengering.

Anda mungkin juga menyukai