Anda di halaman 1dari 44

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG MASALAH

Ilmu kedokteran sangat berkembang pesat seiring berjalannya waktu serta

penelitian-penelitian yang begitu banyak. Namun, hasil karya penelitian-penelitian

para ilmuan tidak terlalu popular dimata masyarakat pada umumnya. Hal ini

disebabkan oleh masalah komunikasi diantara mereka yang menyebabkan masalah

informasi serta pemahaman terhadap suatu penyakit. Pemahaman yang keliru tersebut

akan mudah tersebar dari satu ke satu orang lainnya dan diturunkan dari generasi ke

generasi.

Kosakata asam urat di masyarakat kita sering disamakan dengan rasa tidak enak

yang disebabkan gangguan saraf dan otot. Asam urat adalah terjemahan dari kata uric

acid. Adapun uric acid ini berarti zat yang berasal dari urin atau air seni. Asam urat

memang ditemukan di air seni penderita yang memiliki radang sendi.

Asam urat, penyakit radang sendi yang sering disalahartikan. Banyaknya

anggapan pada masyarakat pada umumnya yang menganggap bahwa nyeri sendi lutut

dan nyeri punggung belakang atau low back pain, dikaitkan dengan peningkatan

kadar asam urat dalam darah.

Sedangkan peningkatan kadar asam urat dalam darah atau dikenal dengan istilah

hiperurisemia yang terjadi karena kadar asam urat yang berlebih. Asam urat ini

1
berasal dari sisa produk dari metabolisme zat makanan yang disebut purin. Pada

umumnya, normalnya asam urat akan disalurkan ke ginjal untuk dibuang melalui urin

bersama zat-zat sisa lainnya serta zat-zat yang berlebihan dalam tubuh.

Berdasarkan data The National Institutes of Health (NIH) pada tahun 2002,

jumlah penderita asam urat di Amerika Serikat mencapai 2,1 juta. Sebagian besar

penderita adalah pria berusia 40-50 tahun (90%) dan wanita (10%) pada masa

menopause (www.hanyawanita.com) Menurut WHO, Indonesia merupakan Negara

terbesar ke-4 di dunia yang penduduknya menderita asam urat dan berdasarkan

Buletin Natural, di Indonesia 35% terjadi pada pria di bawah usia 34 tahun.

Pada penelitian ini gejala klinis yang dicondongkan adalah yang diakibatkan oleh

peningkatan kadar asam urat dalam darah yaitu nyeri sendi lutut dan nyeri sendi

tulang belakang atau low back pain.

Dari berbagai hal tersebutlah yang mendasari penulis untuk mentehaui “apakah

betul, ada hubungan antara nyeri sendi lutut dan nyeri sendi tulang belakang dengan

peningkatan kadar asam urat dalam darah?”. Dengan penelitian ini kami akan

membuktikan secara ilmiah apakah diantaranya memiliki hubungan erat yang saling

mempengaruhinya ataukah hanyalah mitos belaka yang masih diyakini oleh

mayarakat pada umumnya.

1.2 RUMUSAN MASALAH


Memperlihatkan uraian pada latar belakang, dan kondisi subyek penelitian yang

menyangkut hubungan antara keluhan nyeri sendi lutut dan low back pain dengan

2
peningkatan kadar asam urat dalam darah. Maka rumusan masalah untuk penelitian

ini adalah bagaimana hubungan antara keluhan nyeri sendi lutut dan nyeri pinggang

bawah dengan peningkatan kadar asam urat dalam darah.

1.3 TUJUAN PENELITIAN

1.3.1 Tujuan Umum


Untuk mengetahui apakah ada hubungan langsung setiap keluhan nyeri sendi

terhadap peningkatan kadar asam urat dalam darah.

1.3.2 Tujuan Khusus

1. Untuk mengetahui apakah ada hubungan langsung setiap keluhan nyeri sendi

lutut dan low back pain terhadap peningkatan kadar asam urat dalam darah
2. Untuk mengetahui juga faktor lain apa saja yang dapat mempengaruhi nyeri

sendi lutut dan low back pain.

1.4 MANFAAT PENELITIAN

Penelitian ini diharapkan bermanfaat untuk:

1. Masyarakat umum, untuk memberikan gambaran umum dan

pemahaman kepada masyarakat tentang hubungan langsung dari peningkatan

kadar asam urat dalam darah terhadap nyeri sendi lutut dan low back pain atau

hubungannya terhadap faktor-faktor lain, yang dapat menimbulkan kesadaran

3
untuk mencegah faktor-faktor yang bisa menyebabkan nyeri sendi lutut dan

low back pain


2. Departemen kesehatan dan berbagai instansi terkait lainnya diharapkan agar

hasil penelitian ini dapat member masukan dalam rangka untuk mencegah dan

mengurangi angka kejadian nyeri sendi lutut dan low back pain
3. Penelitian ini juga semoga dapat bermanfaat sebagai bahan bacaan, acuan

ataupun perbandingan bagi peneliti-peneliti selanjutnya.


4. Bagi peneliti sendiri pada khususnya, semoga proses serta hasil ini dapat

memberi masukan dan pembelajaran yang sangat berharga terutama untuk

perkembangan keilmuan peneliti.

BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 ASAM URAT


2.1.1 Pengertian Asam Urat
Gout (pirai) merupakan kelompok heterogenous yang berhubungan dengan

genetik pada metabolism purin (hiperuricemia). (Suzanne C.Smeltzer, 2001)

Asam urat adalah produk akhir atau produk buangan yang dihasilkan dari

metbolisme atau pemecahan purin. Asam urat merupakan antioksidan dari manusia

dan hewan, tetapi bila dalam jumlah berlebihan dalam darah akan mengalami

pengkristalan dan dapat menimbulkan gout. Asam urat mempunyai peran sebagai

antioksidan bila kadarnya yang tidak berlebihan dalam darah, namun bila kadarnya

4
yang berlebihan asam urat akan berperan sebagai proooksidan (McCrudden Francis

H. 2000).

Secara alamiah, purin ini sudah terdapat dalam tubuh kita sendiri dan dijumpai

pada semua makanan dari sel yang hidup, yakini makanan dari tanaman (sayur, buah,

dan kacang-kacangan) aaupun hewan (daging,jeroan, dan ikan sarden). Jadi asam urat

merupakan hasil metabolisme di dalam tubuh kita, karena pada setiap metabolisme

normal dihasilkan asam urat. Sedangkan pemicunya adalah makanan, dan senyawa

lain yang banyak mengandung purin. Tubuh telah menyediakan 85% senyawa purin

untuk kebutuhan setiap harinya. Ini berarti bahwa kebutuhan purin dari makanan

hanya sekitar 15%. (www.dechacare.com)

Kadar asam urat dapat diketahui melalui hasil pemeriksaan darah sera urin.

Nilai rujukan kadar asam urat dalam darahh pada laki-laki yaitu 2,3 – 6,1 mg/dl (E.

Spicher, Jack Smith W. 1994).

2.2 PENINGKATAN ASAM URAT (HIPERURISEMIA)


2.2.1 Pengertian Hiperurisemia

Hiperurisemia adalah keadaan di mana terjadi peningkatan kadar asam urat

darah di atas normal. Hiperurisemia bisa terjadi karena peningkatan metabolism asam

urat (overproduction), penurunan pengeluaran asam urat urin, atau gabungan

keduanya.

5
Banyak batasan untuk menyatakan hiperuricemia, secara umum kadar asam urat

di atas 2 standar deviasi hasil laboratorium pada populasi normal dikatakan sebagai

hiperuricmia (Schumacher, 1992). Batasan pragmatis yang sering digunakan untuk

hiperuricemia adalah suatu keadaan di mana terjadi peningkatan kadar asam urat yang

bisa mencerminkan ada patologi. Dari data didapatkan hanya 5-10% pada laki-laki

normal mempunyai asam urat di atas 7 mg%, dan sedikit dari gout mempunyai kadar

asam urat di bawah kadar tersebut. Jadi kadar asam urat di atas 7 mg% pada laki-laki

dan 6 mg% pada perempuan dipergunakan sebagai batasan hiperurisemia

(Emmerson, 1983; WHO, 1992 ; Cohen et al,1994; Kelley & Wortmann, 1997 :

Becker & Meenaskshi, 2005).

Kejadian yang pasti dari hiperurisemia dan gout di masyarakat pada saat ini

masih belum jelas. Pravalensi hiperurisemia di masyarakat diperkirakan antara 2,3

sampai 17,6%. Sedangkan pravalensi gout bervariasi antara 1,6 sampai 13,6 per

seribu penduduk (Kelleyy & Wortmann, 1997). Pravalensi hiperurisemia dan gout

pada penduduk Maori di Selandia Baru cukup tinggi dibandingkan dengan bangsa

Eropa. Prevalensi hiperurisemia pada laki-laki 24,5% dan perempuan23,9%,

sedangkan pevalensi gout 6,4% (Klemp et al,1996).

Hiperurisemia yang berkepanjangan dapat menyebabkan gout atau pirai,

namun tidak semua hiperurisemia akan menimbulkan kelainan patologi berupa gout.

Gout atau pirai adalah penyakit akibat dari penumpukan kristal monosodium urat

pada jaringan akibat peningkatan kadar asam urat (Terkeltaub, 2001 ; Becker &

6
Meenaskshi, 2005). Penyakit gout terdiri dari kelainan arthritis pirai atau arthritis

gout, pembentukan tophus, kelainan ginjal berupa nefropati urat dan pembentukan

batu urat pada saluran kencing (Terkeltaub, 2001: Kelley & Wortmann, 1997; Becker

& Meenaskshi, 2005).

2.2.2 Etiologi Hiperurisemia


Penyebab hiperurisemia dan gout dapat dibedakan dengan hiperurisemia

primer, sekunder dan idiopatik. Hiperurisemia dan gout primer adalah hiperurisemia

dan gout tanpa disebabkan penyakit atau penyebab lain. Hiperurisemia dan gout

sekunder adalah hiperurisemia dan gout yang diakibatkan karena penyakit atau

penyebab lain. Hiperurisemia dan gout idiopatik adalah hiperurisemia yang tidak jelas

penyebab primer, kelainan genetik, tidak ada kelainan fisiologi atau anatomi yang

jelas (Schumacher Jr, 1992; Kelley & Wortmann, 1997)


2.2.2.1 Hiperurisemia dan Gout Primer
Hiperurisemia primer terdiri dari hipeurisemia dengan kelainan

molecular yang masih belum jelas dan hiperurisemia karena adanya kelainan enzim

spesifik.

Hiperurisemia primer kelainan molekular yang belum jelas terbanyak

didapatkan yaitu mencapai 99%, terdiri dari hiperurisemia karena underexcretion (80-

7
90%) dan karena overproduction (10-20%). Hiperurisemia primer karena kelainan

enzim spesifik diperkirakan hanya 1%, yaitu karena peningkatan aktivitas varian dari

enzim phoribosylpyrophosphate (PRPP) synthetase, dan kekurangan sebagian dari

enzim hypoxanthine phosphoribosyltranferase (HPRT) (Kelley & Wortmann, 1997;

Becker & Meenaskshi, 2005; Wortmann, 2005).

Hiperurisemia primer karena underexcretion kemungkinan disebabkan

karena faktor genetic dan menyebabkan gangguan pengeluaran asam urat sehingga

menyebabkan hiperurisemia. Keadaan ini telah lama dikenal, peneliti Garrod telah

lama mengetahui, terjadi gangguan pengeluaran asam urat ginjal yang menyebabkan

hiperurisemia primer (dikutip: Kelley & Wortmsnn, 1997). Kelainan patologi ginjal

yang berhubungan dengan underexcretion tidak menunjukkan gambaran spesifik.

Peneliti Massari PU mendapatkan gambaran patologi pada ginjal berupa skelosis

glomerulus yang global fokal dan segmental dengan fokus atropi tubulus, peradangan

intertisial kronis, perubahan basal membran tanpa adanya deposit electro-dense,

Leuman EP mendapatkan focal tubulointstertitiil nephrophathy, Puig mendapatkan

gambaran lesi interstitial tubulus ginjal, dan Simmond mendapatkan kelainan nefritis

interstitiil non spesifik (Massari et al, 1980; Leuman; 1098; Puig et al; 1993;

Simmonds, 1994). Bagaimana kelainan molekular dari ginjal sehingga menyebabkan

gangguan pengeluaran asam urat belum jelas diketahui. Kemungkinan disebabkan

karena gangguan sekresi asam urat dari tubulus ginjal (Cohen et al, 1994; Reiter et al,

1995; Kelley & Wortmann, 1997). Kadar fractional uric acid clearance pada

8
hiperurisemia primer tipe underexcretion didapatkan lebih rendah dari orang normal

(Gibson et al, 1984; Kelley & Wortmann, 1997; Becker & Meenaskshi, 2005).

Terdapat suatu kelainan yang disebut familial juvenile gout (FJHN)

yaitu hiperurisemia akibat adanya penurunan pengeluaran asam urat pada ginjal

dalam suatu keluarga ynag diturunkan secara genetic (Moro, 1991; Puig et al, 1993;

Simmonds, 1994; Saeki, 1995; Reiter et al, 1995). Kelainan ini sering ditemukan

secara autosomal dominant. Secara klinis sering terjadi pada usia muda, mengenai

laki dan perempuan, terjadi penurunan fractional uric acid clearance (FUAC) dan

sering menyebbkan penurunan fungsi ginjal secara cepat (Simmonds, 1994). Kelainan

molekular dari FJHN belum diketahui, kemingkinan karena kelainan gen yang

menyebabkan penurunan fungsi pengeluaran asam urat ginjl, kemingkinan melalui

kelainan transporter asam urat pada basal membran atau pada brush border dari

tubulus proksimal ginjal (Simmonds, 1994)

Hiperurisemia primer karena kelainan enzim spesifik akibat

peningkatan aktivitas varian dari enzim PRPP synthetase menyebabkan peningkatan

pembentukan purine nucleotide melalui sintesis de novosehingga terjadi

hiperurisemia tipe overproduction. Telah diketahui enzim ini disandi oleh DNA pada

kromosom X dan diturunkan secara dominan (Kamatami, 1994; Kelley & Wortmann,

1997; Becker & Meenaskshi, 2005; Wortmann, 2005)

9
Hiperurisemia primer karena kelainan enzim spesifik yang disebabkan

kekurangan sebagian dari enzim HPRT disebut sindrom Kelley-Seegmiller. Enzim

HPRT berperan dalam mengubah purine bases menjadi purine nucleotide dengan

bantuan PRPP dalam proses pemakaian ulang dari metabolism purin. Kekurangan

enzim HPRT menyebabkan peningkatan produksi asam urat sebagai akibat

peningkatan de novo biosintesis. Diperkirakan terdapat tiga mekanisme

overproduction asam urat. Pertama, kekurangan enzim menyebabkan kekurangan

inosine monophosphate (IMP) atau purine nucleotide yang mempunyai efek feedback

inhibition proses biosintesis de novo. Kedua, penurunan pemakaian ulang

menyebabkan peningkatan jumlah PRPP yang tidak digunakan. Peningkatan jumlah

PRPP menyebabkan biosintesis de novo meningkat. Ketiga, kekurangan enzim HPRT

menyebabkan hypoxanthine tidak bisa diubah kembali menjadi IMP, sehingga terjadi

peningkatan oksidasi hypoxanthine menjadi asam urat (KELLEY & Wortmann,

1997). Kekurangan enzim HPRT diturunkan secara X-linked dan bersifat resesif

sehingga didapatkan terutama pada laki-laki. Telah diketahui terjadi berbagai jenis

mutasi genetik dari kelainan enzim ini (Kamatami, 1994; Kelley & Wortmann, 1997;

Becker & Meenaskshi, 2005; Wortmann, 2005)

2.2.2.2 Hiperurisemia dan Gout Sekunder

Hiperurisemia dan gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok,

yaitu kelainan yang menyebabkan peningkatan biosintesis de novo, kelainan yang

10
menyebabkan peningkatan degradasi ATP atau pemecahan asam nukleat dan kelainan

yang menyebabkan underexcretion.

Hiperurisemia sekunder karena peningkatan biosintesis de novo terdiri

dari kelainan karena kekurangan menyeluruh enzim HPRT pada sindrom Lesh-

Nyhan, kekurangan enzim glucose 6-phosphatase pada glycogen storage disease

(Vob Gierkee), dan kelainan karena kekurangan enzim fructose-1-phospate aldolase.

Intinya adalah hiperurisemia dan gout sekunder adalah hiperurisemia

dan gout yang disebabkan karena penyakit lain atau penyebab lain. Hiperurisemia dan

gout sekunder dibagi menjadi beberapa kelompok, yaitu kelainan yang menyebabkan

peningkatan ATP atau pemecahan asam nukleat dan kelainan yang menyebabkan

underexcretion.

2.2.2.3 Pemeriksaan Penunjang Untuk Menentukan Penyebab

Hiperurisemia

Secara umum penyebab hiperurisemia dapat ditentukan dengan

anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan penunjng yang diperlukan

(Emmerson, 1983; Kelley & Wortmann, 1997).

Anamnesis terutama ditujukan untuk mendapatkan faktor keturunan,

dan kelainan atau penyakit lain sebagai penyebab sekunder hiperurisemia. Apakah

ada keluarga yang menderita hiperurisemia atau gout. Untuk mencari penyebab

hiperurisemia sekunder perlu ditanyakan apakah pasien peminum alkohol, memakan

11
obat-obatan tertentu secara teratur, adanya kelainan darah, kelainan ginjal atau

penyakit lainnya.

Pemeriksaan fisik untuk mencari kelainan atau penyakit sekunder

terutama menyangkut tanda-tanda anemia atau phletora, pembesaran organ limfoid,

keadaan kardiovaskular dan tekanan darah, keadaan dan tand kelainan ginjal serta

kelainan pada sendi.

Pemeriksaan penunjang ditujukan untuk mengarahkan dan memastikan

penyebab hiperurisemia. Pemeriksaan penunjang yang dikerjakan dipilih berdasarkan

perkiraan diagnosis setelah dilakukan anamnesis dan pemeriksaan fisik (Kelley &

Wortmann, 1997). Pemeriksaan penunjang yang rutin dilakukan adalah pemeriksaaan

darah rutin untuk asam urat darah dan kreatinin darah, pemeriksaan urin rutin untuk

asam urat urin dan kratinin urin 24 jam dan pemeriksaan penunjang lain yang

diperlukan Pemeriksaan enzim sebagai penyebab hiperurisemia dilaksanakan

tergantung pada perkiraan diagnosis.

Pemeriksaan asam urat dalam urim 24 jam penting dikerjakan untuk

mengetahui penyebab dari hiperurisemia apakah overproduction atau underexcretion.

Kadar asam urat dalam urin 24 jam di bawah 600 mg/hari adalah normal pada orang

dewasa yang makan pantang purin selama 3-5 hari sebelum pemeriksaan. Namun

anjuran untuk makan pantang purin selama 3-5 hari sering tidak praktis. Maka pada

orang yang makan biasa tanpa pantang makan purin kadar asam urat urin 24 jam di

12
atas 1000 mg/hari adalah abnormal (hipersekresi asam urat), dan kadar 800-1000

mg/hari adalah borderline (Kelley & Wortmann, 1997; Becker & Meenaskshi, 2005).

Kadar asam urat urin 24 jam di atas 800 mg/hari dengan makan biasa tanpa pantang

purin merupakan tanda hipersekresi asam urat (Schumacher Jr, 1992).

Batasan overproduction asam urat adalah kadar asam urat urin 24 jam

di atas normal, kadar 1000 mg/hai pada orang yang makan biasa tanpa pantang purin

dapat dikatakan overproduction (Becker & Meenaskshi, 2005). Cohen MG

mengatakan apabila kadar asam urat urin 24 jam lebih dari 670 mg/hari pada diet

rendah pruin perlu diteliti kemungkinan adanya kelainan overproduction karena

keturunan. Overproduction dapat juga diketahui dengan menghitung perbandingan

asam urat urin 24 jsm dan kreatinin urin 24 jm atau perbandingan kliren asam urat

dan kliren kreatinin fractional uric acid clearance (FUAC) yaitu perbandingan kliren

urat dibagi kliren kreatinin dikalikan 10o. Nilai perbandingan asam urat kreatininurin

lebih besar dari 0,75 menyatakan adanya overproduction.

Dengan data dari anamnesis, pemeriksaan fisik, dan pemeriksaan

penunjang terutama kadar asam urat dalam darah dan pemeriksaan asam urat dan

kreatinin urin 24 jam dapat diperkirakan faktor penyebab hiperurisemia sehingga

penanganan hiperurisemia dapat diberikan secara menyeluruh dan rasional.

2.3 LOW BACK PAIN


2.3.1 Defenisi Low Back Pain (LBP)

13
Low back pain (LBP) adalah nyeri di daerah punggung antara sudut bawah

kosta (tulang rusuk) sampai lumbosakral (sekitar tulang ekor). Nyeri juga bisa

menjalar ke daerah lain seperti punggung bagian atas dan pangkal paha (Rakel,

2002). LBP atau nyeri punggung bawah merupakan salah satu gangguan

muskuloskeletal yang disebabkan oleh aktivitas tubuh yang kurang baik (Maher,
Salmond & Pellino, 2002).
2.3.2 Klasifikasi Low Back Pain (LBP)
Menurut Bimariotejo (2009), berdasarkan perjalanan kliniknya LBP terbagi

menjadi dua jenis, yaitu:


2.3.2.1 Acute Low Back Pain
Acute low back pain ditandai dengan rasa nyeri yang menyerang
secara tiba-tiba dan rentang waktunya hanya sebentar, antara beberapa hari sampai

beberapa minggu. Rasa nyeri ini dapat hilang atau sembuh. Acute low back pain

dapat disebabkan karena luka traumatik seperti kecelakaan mobil atau terjatuh, rasa

nyeri dapat hilang sesaat kemudian. Kejadian tersebut selain dapat merusak jaringan,

juga dapat melukai otot, ligamen dan tendon. Pada kecelakaan yang lebih serius,

fraktur tulang pada daerah lumbal dan spinal dapat masih sembuh sendiri. Sampai

saat ini penatalaksanan awal nyeri pinggang akut terfokus pada istirahat dan

pemakaian analgesik.
2.2.2.2 Chronic Low Back Pain
Rasa nyeri pada chronic low back pain bisa menyerang lebih dari 3
bulan. Rasa nyeri ini dapat berulang-ulang atau kambuh kembali. Fase ini biasanya

memiliki onset yang berbahaya dan sembuh pada waktu yang lama. Chronic low

back pain dapat terjadi karena osteoarthritis, rheumatoidarthritis, proses degenerasi

discus intervertebralis dan tumor.


2.3.3 Penyebab Low Back Pain (LBP)
Beberapa faktor yang menyebabakan terjadinya LBP, antara lain:
2.2.3.1 Kelainan Tulang Punggung (Spine) Sejak Lahir

14
Keadaan ini lebih dikenal dengan istilah Hemi Vertebrae. Menurut

Soeharso (1978) kelainan-kelainan kondisi tulang vertebra tersebut dapat berupa

tulang vertebra hanya setengah bagian karena tidak lengkap pada saat lahir. Hal ini

dapat menyebabkan timbulnya low back pain yang disertai dengan skoliosis ringan.
Selain itu ditandai pula adanya dua buah vertebra yang melekat
menjadi satu, namun keadaan ini tidak menimbulkan nyeri. Terdapat lubang di tulang

vertebra dibagian bawah karena tidak melekatnya lamina dan keadaan ini dikenal

dengan Spina Bifida. Penyakit spina bifida dapat menyebabkan gejala-gejala berat

sepert club foot, rudimentair foof, kelayuan pada kaki, dan sebagainya. namun jika

lubang tersebut kecil, tidak akan menimbulkan keluhan.


Beberapa jenis kelainan tulang punggung (spine) sejak lahir adalah:
a. Penyakit Spondylisthesis
Pada spondylisthesis merupakan kelainan pembentukan korpus vertebrae, dimana

arkus vertebrae tidak bertemu dengan korpus vertebrae (Bimariotejo, 2009).

Walaupun kejadian ini terjadi sewaktu bayi, namun ketika berumur 35 tahun baru

menimbulkan nyeri akibat kelinan-kelainan degeneratif. Nyeri pinggang ini

berkurang atau hilang bila penderita duduk atau tidur dan akan bertambah, bila

penderita itu berdiri atau berjalan (Bimariotejo, 2009). Soeharso (1978) menyebutkan

gejala klinis dari penyakit ini adalah:


1. Penderita memiliki rongga badan lebih pendek dari semestinya. Antara dada

dan panggul terlihat pendek.


2. Pada punggung terdapat penonjolan processus spinosus vertebra yang

menimbulkan skoliosis ringan.


3. Nyeri pada bagian punggung dan meluas hingga ke ekstremitas bawah.

15
4. Pemeriksaan X-ray menunjukan adanya dislokasi, ukuran antara ujung spina

dan garis depan corpus pada vertebra yang mengalami kelainan lebih panjang

dari garis spina corpus vertebrae yang terletak diatasnya.


b. Penyakit Kissing Spine
Penyakit ini disebabkan karena dua tau lebih processus spinosus bersentuhan.

Keadan ini bisa menimbulkan gejala dan tidak. Gejala yang ditimbulkan adalah low

back pain. Penyakit ini hanya bisa diketahui dengan pemeriksaan X-ray dengan

posisi lateral (Soeharso, 1978).


c. Sacralisasi Vertebrae Lumbal Ke V
Penyakit ini disebabkan karena processus transversus dari vertebra lumbal ke V

melekat atau menyentuh os sacrum dan/atau os ileum (Soeharso, 1978).


2.2.3.2 Low Back Pain karena Trauma
Trauma dan gangguan mekanis merupakan penyebab utama LBP

(Bimariotejo, 2009). Pada orang-orang yang tidak biasa melakukan pekerjaan otot

atau melakukan aktivitas dengan beban yang berat dapat menderita nyeri pinggang

bawah yang akut.


Gerakan bagian punggung belakang yang kurang baik dapat

menyebabkan kekakuan dan spasme yang tiba-tiba pada otot punggung,

mengakibatkan terjadinya trauma punggung sehingga menimbulkan nyeri. Kekakuan

otot cenderung dapat sembuh dengan sendirinya dalam jangka waktu tertentu. Namun

pada kasus-kasus yang berat memerlukan pertolongan medis agar tidak

mengakibatkan gangguan yang lebih lanjut (Idyan, 2008).


Menurut Soeharso (1978), secara patologis anatomis, pada low back

pain yang disebabkan karena trauma, dapat ditemukan beberapa keadaan, seperti:
a. Perubahan pada sendi Sacro-Iliaca

16
Gejala yang timbul akibat perubahan sendi sacro-iliaca adalah rasa nyeri pada os

sacrum akibat adanya penekanan. Nyeri dapat bertambah saat batuk dan saat posisi

supine. Pada pemerikasaan, lassague symptom positif


b. Perubahan pada sendi Lumba Sacral
Trauma dapat menyebabkan perubahan antara vertebra lumbal V dan sacrum, dan

dapat menyebabkan robekan ligamen atau fascia. Keadaan ini dapat menimbulkan

nyeri yang hebat di atas vertebra lumbal V atau sacral I dan dapat menyebabkan

keterbatasan gerak.
2.2.3.3 Low Back Pain karena Perubahan Jaringan
Kelompok penyakit ini disebabkan karena terdapat perubahan
jaringan pada tempat yang mengalami sakit. Perubahan jaringan tersebut tidak hanya

pada daerah punggung bagian bawah, tetapi terdapat juga disepanjang punggung dan

anggota bagian tubuh lain (Soeharso, 1978).


Beberapa jenis penyakit dengan keluhan LBP yang disebabakan oleh

perubahan jaringan antara lain:


a. Osteoartritis (Spondylosis Deformans)
Dengan bertambahnya usia seseorang maka kelenturan otot-ototnya juga menjadi

berkurang sehingga sangat memudahkan terjadinya kekakuan pada otot atau sendi.

Selain itu juga terjadi penyempitan dari ruang antar tulang vetebra yang

menyebabkan tulang belakang menjadi tidak fleksibel seperti saat usia muda. Hal ini

dapat menyebabkan nyeri pada tulang belakang hingga ke pinggang (Idyan, 2008).
b. Penyakit Fibrositis
Penyakit ini juga dikenal dengan Reumatism Muskuler. Penyakit ini ditandai

dengan nyeri dan pegal di otot, khususnya di leher dan bahu. Rasa nyeri memberat

saat beraktivitas, sikap tidur yang buruk dan kelelahan (Dieppe, 1995 dalam Idyan,

2008).
c. Penyakit Infeksi

17
Menurut Diepee (1995) dalam Idyan (2008), infeksi pada sendi terbagi atas dua

jenis, yaitu infeksi akut yang disebabkan oleh bakteri dan infeksi kronis, disebabkan

oleh bakteri tuberkulosis. Infeksi kronis ditandai dengan pembengkakan sendi, nyeri

berat dan akut, demam serta kelemahan.


2.2.3.4 Low Back Pain karena Pengaruh Gaya Berat
Gaya berat tubuh, terutama dalam posisi berdiri, duduk dan berjalan

dapat mengakibatkan rasa nyeri pada punggung dan dapat menimbulkan komplikasi

pada bagian tubuh yang lain, misalnya genu valgum, genu varum, coxa valgum dan

sebagainya (Soeharso, 1987). Beberapa pekerjaan yang mengaharuskan berdiri dan

duduk dalam waktu yang lama juga dapat mengakibatkan terjadinya LBP (Klooch,

2006 dalam Shocker, 2008). Kehamilan dan obesitas merupakan salah satu faktor

yang menyebabkan terjadinya LBP akibat pengaruh gaya berat. Hal ini disebabkan

terjadinya penekanan pada tulang belakang akibat penumpukan lemak, kelainan

postur tubuh dan kelemahan otot (Bimariotejo, 2009).


2.3.4 Faktor Resiko Low Back Pain (LBP)
Faktor resiko nyeri pinggang meliputi usia, jenis kelamin, berat badan, etnis,

merokok, pekerjaan, paparan getaran, angkat beban yang berat yang berulang-ulang,

membungkuk, duduk lama, geometri kanal lumbal spinal dan faktor psikososial

(Bimariotejo, 2009). Sifat dan karakteristik nyeri yang dirasakan pada penderita LBP

bermacam-macam seperti nyeri terbakar, nyeri tertusuk, nyeri tajam, hingga terjadi

kelemahan pada tungkai (Idyan, 2008). Nyeri ini terdapat pada daerah lumbal bawah,

disertai penjalaran ke daerah-daerah lain, antara lain sakroiliaka, koksigeus, bokong,

kebawah lateral atau posterior paha, tungkai, dan kaki (Bimariotejo, 2009)

2.4 NYERI

18
2.4.1 Definisi Nyeri
Nyeri merupakan suatu kondisi yang lebih dari sekedar sensasi tunggal yang

disebabkan oleh stimulus tertentu. Nyeri bersifat subjektif dan sangat bersifat

individual. Stimulus nyeri dapat berupa stimulus yang bersifat fisik dan/atau mental,

sedangkan kerusakan dapat terjadi pada jaringan aktual atau pada fungsi ego seorang

individu (Mahon, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).


Nyeri adalah pengalaman sensori dan emosional yang tidak menyenangkan

akibat dari kerusakan jaringan yang aktual maupun potensial (Smeltzer & Bare,

2002). Nyeri merupakan mekanisme fisiologis yang bertujuan untuk melindungi diri.

Nyeri merupakan tanda peringatan bahwa terjadi kerusakan jaringan, yang harus

menjadi pertimbangan utama keperawatan saat mengkaji nyeri (Clancy & Mc. Vicar,

1992 dalam Potter & Perry, 2005).


Namun, ada pasien yang secara fisik tidak mampu melaporkan nyeri secara

verbal, sehingga perawat juga bertanggung jawab terhadap pengamatan perilaku

nonverbal yang dapat terjadi bersama dengan nyeri. Dengan demikian, ada 4 atribut

pasti dalam pengalaman nyeri, yaitu : nyeri bersifat individu, tidak menyenangkan,

merupakan suatu kekuatan yang mendominasi dan bersifat tidak berkesudahan

(Mahon, 1994 dalam Potter & Perry, 2005).


2.4.2 Fisiologi Nyeri
Fisiologi nyeri terdiri atas 3 fase, yaitu resepsi, persepsi dan reaksi (Potter &

Perry, 2005). Stimulus penghasil nyeri mengirimkan impuls melalui serabut saraf

perifer. Serabut nyeri memasuki medula spinalis dan menjalani salah satu dari

beberapa rute saraf dan akhirnya sampai di dalam masa berwarna abu-abu di medula

spinalis. Pesan nyeri dapat berinteraksi dengan sel-sel inhibitor, mencegah stimulus

19
nyeri sehingga tidak mencapai otak atau ditransmisi tanpa hambatan ke korteks

serebral, maka otak menginterpretasi kualitas nyeri dan memproses informasi tentang

pengalaman dan pengetahuan yang lalu serta asosiasi kebudayaan dalam upaya

mempersepsikan nyeri (McNair, 1990 dalam Potter & Perry, 2005).


2.4.2.1 Resepsi
Nyeri terjadi karena ada bagian/organ yang menerima stimulus nyeri

tersebut, yaitu reseptor nyeri (nosiseptor). Nosiseptor merupakan ujung-ujung saraf

yang bebas, tidak bermielin atau sedikit bermieln dari neuron aferen. Nosiseptor

tersebar luas pada kulit dan mukosa dan terdapat pada struktur-struktur yang lebih

dalam seperti pada visera, persendian, dinding arteri, hati dan kandung empedu

(Kozier, 2004).
Nosiseptor memberi respon terhadap stimuli yang membahayakan

seperti stimuli kimiawi, thermal, listrik atau mekanis. Spasme otot menimbulkan

nyeri karena menekan pembuluh darah yang menjadi anoksia. Pembengkakan

jaringan menjadi nyeri akibat tekanan (stimulus mekanis) kepada nosiseptor yang

menghubungkan jaringan (Kozier, 2004).


Impuls saraf, yang dihasilkan oleh stimulus nyeri, menyebar

disepanjang saraf perifer dan mengkonduksi stimulus nyeri: serabut A-Delta

bermielin dan cepat dan serabut C yang tidak bermielinasi dan berukuran sangat kecil

serta lambat. Serabut A mengirim sensasi yang tajam, terlokalisasi dan jelas yang

melokalisasi sumber nyeri dan mendeteksi intensitas nyeri (Jones & Cory,1990 dalam

Potter & Perry, 2005). Serabut C menyampaikan impuls yang terlokalisasi buruk,

viseral dan terus menerus (Puntillo, 1988 dalam Potter & Perry, 2005).

20
Transmisi stimulus nyeri berlanjut di sepanjang serabut saraf aferen

dan berakhir di bagian kornu dorsalis medula spinalis. Di dalam kornu dorsalis,

neurotransmiter seperti substansi P dilepaskan, sehingga menyebabkan suatu

transmisi sinapsis dari saraf perifer (sensori) ke saraf traktus spinotalamus (Paice,

1991 dalam Potter & Perry, 2005), yang memungkinkan impuls nyeri ditransmisikan

lebih jauh ke dalam sistem saraf pusat. Di traktus ini juga terdapat serabut-serabut

saraf yang berakhir di otak tengah, yang menstimulasi daerah tersebut untuk

mengirim stimulus kembali ke bawah kornu dorsalis di medulla spinalis (Paice, 1991

dalam Potter & Perry, 2005).


Setelah impuls nyeri naik ke medula spinalis, informasi ditransmisikan

dengan cepat ke otak, termasuk pembentukan retikular, system limbik, talamus, dan

korteks sensori dan korteks asosiasi. Seiring dengan transmisi stimulus nyeri, tubuh

mampu menyesuaikan diri atau memvariasikan resepsi nyeri. Terdapat serabut saraf

di traktus spinotalamus yang berakhir di otak tengah, menstimulasi daerah tersebut

untuk mengirim stimulus kembali ke bawah kornu dorsalis di medula spinalis.

Serabut ini disebut sistem nyeri desenden, yang bekerja dengan melepaskan

neuroregulator yang menghambat transmisi stimulus nyeri (Paice, 1991 dalam Potter

& Perry, 2005)


Impuls nyeri kemudian ditransmisikan dengan cepat ke pusat yang

lebih tinggi di otak, talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut mentransmisikan

pesan nyeri ke berbagai area otak, termasuk korteks sensori dan korteks asosiasi (di

kedua lobus parietalis), lobus frontalis dan sistem limbik (Paice, 1991 dalam Potter &

Perry, 2005). Di dalam sistem limbik diyakini terdapat sel-sel yang mengontrol

21
emosi, khususnya untuk ansietas. Dengan demikian, sistem limbik berperan aktif

dalam memproses reaksi emosi terhadapnyeri (Potter & Perry, 2005).


2.4.2.2 Persepsi
Persepsi merupakan titik kesadaran seseorang terhadap nyeri. Stimulus

nyeri ditransmisikan ke talamus dan otak tengah. Dari talamus, serabut

mentransmisikan pesan nyeri ke berbagai area otak (Paice, 1991 dalam Potter & Pery

2005). Setelah transmisi saraf berakhir di dalam pusat otak yang lebih tinggi, maka

individu akan mempersepsikan sensasi nyeri dan terjadilah reaksi yang kompleks.

Faktor-faktor psikologis dan kognitif berinteraksi dengan faktor-faktor

neurofisiologis dalam mempersepsikan nyeri. Meinhart dan McCaffery (1983)

menjelaskan 3 sistem interaksi persepsi nyeri sebagai sensori-diskriminatif, motivasi-

afektif dan kognitif-evaluatif (Potter & Perry, 2005). Persepsi menyadarkan individu

dan mengartikan nyeri itu sehingga kemudian individu dapat bereaksi. Penjelasannya

dapat dilihat pada tabel di bawah ini:

Tabel 1. Sistem Interaksi Persepsi Nyeri No Sistem Interaksi Persepsi Nyeri

No Sistem Interaksi Persepsi Nyeri


1. Sensori-Diskriminatif
a. Transmisi nyeri terjadi antara talamus dan korteks sensori.
b. Seorang individu mempersepsikan lokasi, keparahan dan karakter

nyeri
c. Faktor-faktor yang menurunkan tingkat kesadaran (mis. Analgesik,

anestetik, penyakit serebral) menurunkan persepsi nyeri.


d. Faktor-faktor yang meningkatkan kesadaran terhadap stimulus (mis.

Ansietas, gangguan tidur) meningkatkan persepsi nyeri.


2. Motifasi-Afektif
a. Interaksi antara pembentukan sistem retikular dan sistem limbik

22
menghasilkan persepsi nyeri.
b. Pembentukan retikular menghasilkan respons pertahanan,

menyebabkan individu menginterupsi atau menghindari stimulus

nyeri.
c. Sistem limbik mengontrol respon emosi dan kemampuan yaitu

koping nyeri.
3. Kognitif-Evaluatif
a. Pusat kortikal yang lebih tinggi di otak mempengaruhi persepsi.
b. Kebudayaan, pengalaman dengan nyeri, dan emosi, mempengaruhi

evaluasi terhadap pengalaman nyeri.


c. Membantu seseorang untuk menginterpretasi intensitas dan kualitas

nyeri sehingga dapat melakukan suatu tindakan


Sumber : Potter & Perry. 2005. Buku Ajar Fundamental Keperawatan: Konsep,

Proses, dan Praktik, Edisi 4 Volume 2. EGC: Jakarta

2.4.2.3 Reaksi
Reaksi terhadap nyeri merupakan respons fisiologis dan perilaku
yang terjadi setelah mempersepsikan nyeri. Reaksi terhadap nyeri meliputi beberapa

respon antara lain:


a. Respon Fisiologis
Potter dan Perry (2005) menyatakan, nyeri dengan intensitas yang

ringan hingga sedang dan nyeri yang superfisial akan menimbulkan reaksi “flightor

fight”, yang merupakan sindrom adaptasi umum. Stimulasi pada cabang simpatis

pada sistem saraf otonom menghasilkan respon fisiologis dan system saraf

parasimpatis akan menghasilkan suatu aksi.

23
b. Respon Perilaku
Gerakan tubuh yang khas dan ekspresi wajah yang

mengindikasikan nyeri meliputi menggeretakkan gigi, memegang bagian tubuh


yang terasa nyeri, postur tubuh membengkok, dan ekspresi wajah yang menyeringai.

Seorang klien mungkin menangis atau mengaduh, gelisah atau sering memanggil

perawat. Namun kurangnya ekspresi tidak selalu berarti bahwa klien tidak mengalami

nyeri (Potter dan Perry, 2005).


Mahon (1994) mencatat bahwa nyeri dapat memiliki sifat yang

mendominasi, yang mengganggu kemampuan individu berhubungan dengan oarang

lain dan merawat diri sendiri.


Meinhart dan McCaffery (1983) dalam Potter dan Perry, (2005),

mendeskripsikan 3 fase pengalaman nyeri, yaitu:


1. Antisipasi terhadap nyeri memungkinkan individu untuk belajar tentang nyeri dan

upaya untuk menghilangkannya


2. Sensasi nyeri terjadi ketika merasakan nyeri. Individu bereaksi terhadap nyeri

dengan cara yang berbeda-beda, tergantung toleransinya


3. Toleransi bergantung pada sikap, motivasi dan nilai yan diyakini seseorang. Fase

akibat terjadi ketika nyeri berkurang atau berhenti. Klien mungkin masih memerlukan

perhatian perawat. Jika klien mengalami serangkaian episode nyeri yang berulang,

maka respon akibat dapat menjadi masalah kesehatan yang berat. Perawat membantu

klien memperoleh kontrol dan harga diri untuk meminimalkan rasa takut akan

kemungkinan pengalaman nyeri.


2.4.3 Klasifikasi Nyeri
2.4.3.1 Nyeri Umum
Klasifikasi nyeri secara umum dibagi menjadi 2 yaitu: nyeri akut dan
nyeri kronik. Klasifikasi ini didasarkan pada waktu/durasi terjadinya nyeri.
a. Nyeri Akut

24
Nyeri akut adalah nyeri yang berlangsung tidak lebih dari 6 bulan dan serangan

nyeri bersifat mendadak. Penyebab nyeri diketahui dan daerah nyeri juga dapat

diidentifikasi (Long, 1996). Nyeri akut yang tidak diatasi secara adekuat mempunyai

efek yang membahayakan di luar ketidaknyamanan yang disebabkannya karena dapat

mempengaruhi sistem pulmonari, kardiovaskuler, gastrointestinal, endokrin dan

imunologik (Benedetti et al, 1984; Yeager et al, 1987, dalam Potter & Perry, 2005).
b. Nyeri Kronik
Nyeri kronik adalah nyeri yang berlangsung selama lebih dari 6 bulan. Nyeri

kronik berlangsung diluar waktu penyembuhan yang diperkirakan, karena biasanya

nyeri ini tidak memberikan respon terhadap pengobatan yang diarahkan pada

penyebabnya. Jadi, nyeri ini biasanya dikaitkan dengan kerusakan jaringan (Guyton

& Hall, 1997). Nyeri kronik mengakibatkan supresi pada fungsi sistem imun yang

dapat meningkatkan pertumbuhan tumor, depresi dan ketidakmampuan. Perbedaan

nyeri akut dan nyeri kronik terlihat pada tebel 2

Tabel 2. Perbandingan Nyeri Akut dan Kronis Kar

Karakteristik Nyeri akut Nyeri kronis


Pengalaman Suatu kejadian Suatu situasi, status

ekstensi
Sumber Eksternal atau dari dalam Tidak diketahu, tidak

dirubah, pengobatan lama


Serangan Mendadak Mendadak, berkembang,

terselubung
Waktu Transient Lama (Berbulan-bulan

sampai bertahun-tahun)
Pernyataan nyeri Daerah nyeri tidak Daerah nyeri dapat

25
diketahui dengan pasti dibedakan. Intensitas nyeri

sukar dievaluasi
Gejala klinis Respon khas, gejala lebih Pola respon bervariasi

jelas
Pola Membatasi diri Berlangsung terus,

intensitas bervariasi
Kegiatan Berusaha membebaskan Memodifikasi pengalaman
diri dari nyeri nyeri
Sumber: Long, B C. 1996. Perawatan Medikal Bedah (Suatu Pendekatan Proses

Keperawatan). Yayasan IAPK Pajajaran: Bandung

2.4.3.2 Nyeri Spesifik


Nyeri spesifik terdiri atas beberapa macam, antara lain:
a. Nyeri Somatis
Nyeri somatis yaitu nyeri yang umumnya bersumber dari kulit dan jaringan di

bawah kulit (superfisial) pada otot dan tulang (Long, 1996). Contoh, nyeri yang

dirasakan saat kulit tertusuk benda yang runcing.


b. Nyeri Menjalar (Referred Pain),
Nyeri yang dirasakan di bagian tubuh yang jauh letaknya dari jaringan yang

menyebabkan rasa nyeri, biasanya dari cedera organ visceral (Hidayat, 2006).

Contoh, orang yang mendapat serangan jantung mengeluh nyeri pada bagian lengan

kiri sedangkan jaringan yang rusak terjadi pada miokardium.


c. Nyeri Viseral
Nyeri viseral merupakan nyeri yang berasal dari bermacam- macam organ visera

dalam abdomen dan dada (Guyton & Hall, 1997). Contoh, nyeri pada ulkus peptikum.
2.4.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Respon Nyeri
Beberapa faktor mempengaruhi nyeri yang dialami oleh pasien, termasuk:
2.4.4.1 Pengalaman Masa Lalu
Pengalaman sebelumnya tidak selalu berarti bahwa individu tersebut

akan menerima nyeri dengan mudah di masa yang akan datang. Apabila individu

26
sejak lama sering mengalami serangkaian episode nyeri tanpa pernah sembuh atau

menderita nyeri yang berat, maka ansietas akan muncul. Sebaliknya, apabila individu

mengalami nyeri dengan jenis yang sama berulang-ulang, tetapi nyeri tersebut

berhasil dihilangkan, akan lebih mudah individu tersebut menginterpretasikan sensasi

nyeri (Potter & Perry, 2005).


2.4.4.2 Ansietas
Ansietas seringkali meningkatkan persepsi nyeri, tetapi nyeri juga

dapat menimbulkan suatu perasaan ansietas. Individu yang sehat secara emosional,

biasanya lebih mampu mentoleransi nyeri dari pada individu yang memiliki status

emosional yang kurang stabil (Potter & Perry, 2005).


2.4.4.3 Budaya
Budaya dan etnis mempunyai pengaruh terhadap bagaimana seseorang

berespon terhadap nyeri dan mengekpresikan nyeri. Terdapat variasi yang signifikan

dalam ekspresi nyeri pada budaya yang berbeda. Individu mempelajari apa yang

diharapkan dan apa yang diterima oleh kebudayaan mereka (Kozier, 2004).
2.4.4.4 Usia
Usia merupakan variabel penting yang mempengaruhi nyeri khususnya

pada lansia dan anak-anak. Pada lansia, cara berespons terhadap nyeri mungkin

berbeda, persepsi nyeri mungkin berkurang, kecuali pada lansia yang sehat mungkin

tidak berubah (Potter & Perry, 2005).


2.4.4.5 Makna Nyeri
Makna seseorang dikaitkan dengan nyeri mempengaruhi pengalaman

nyeri dan cara seseorang beradaptasi terhadap nyeri. Individu akan mempersepsikan

nyeri dengan cara berbeda-beda, apabila nyeri tersebut member kesan ancaman, suatu

kehilangan, hukuman dan tantangan (Potter & Perry, 2005).


2.4.4.6 Gaya Koping

27
Nyeri dapat menyebabkan seseorang merasa kehilangan control

terhadap lingkungan atau hasil akhir dari peristiwa-peristiwa yang terjadi, jadi gaya

koping mempengaruhi kemampuan individu dalam mengatasi nyeri. Klien seringkali

menemukan berbagai cara untuk mengembangkan koping terhadap efek fisik dan

psikologis dari nyeri. Sumber-sumber koping seperti berkomunikasi dengan keluarga

pendukung, melakukan latihan atau menyanyi klien selama ia mengalami nyeri

penting untuk dipahami (Potter & Perry, 2005).


2.4.5 Mekanisme Penurunan Nyeri
2.4.5.1 Teori Pengendalian Gerbang (Gate Control Theory)
Teori pengendalian gerbang (Melzack & Wall, 1982 dalam Potter & Perry,

2005) menjelaskan mengapa terkadang sistem saraf pusat menerima stimulus

berbahaya dan terkadang tidak, meskipun pada kerusakan jaringan hebat,

mengabaikannya. Teori ini mengusulkan bahwa impuls nyeri dapat diatur atau bahkan

dihambat oleh mekanisme pertahanan di sepanjang sistem saraf pusat. Mekanisme

pertahanan/gerbang ini dapat ditemukan di sel-sel gelatinosa substansia di dalam

kornu dorsalis pada medula spinalis, talamus dan system limbik (Clancy & Mc Vicar,

1992 dalam Potter & Perry, 2005).


Teori ini mengatakan bahwa impuls nyeri dihantarkan saat sebuah pertahanan

dibuka dan impuls dihambat saat sebuah pertahanan tertutup. Upaya menutup

pertahanan tersebut merupakan dasar terapi menghilangkan nyeri. Transmisi impuls

nyeri melalui pintu gerbang sumsum tulang belakang dipengaruhi oleh:


a. Aktivitas Serabut Sensori
Gerbang akan terbuka dengan adanya perangsangan serabut A delta dan C yang

melepaskan substansi P untuk mentransmisi impuls melalui mekanisme gerbang.

Sinyal nyeri ini bisa diblok dengan stimulasi serabut A beta.

28
Serabut saraf A beta adalah serat saraf bermielin yang besar sehingga mengantarkan

impuls ke sistem saraf pusat jauh lebih cepat daripada serabut A delta atau serabut C.

Serabut ini berespon terhadap masase ringan pada kulit, pergerakan dan stimulasi

listrik (Kenworthy, 2002).


Ketiga hal ini, dalam bahasa non fisiologi, membuat otak tetap “sibuk” sehingga

mencegahnya untuk terlalu terganggu dengan impuls yang datang dari sumber nyeri.

Serabut ini banyak terdapat di kulit sehingga stimulasi kulit dapat menurunkan

persepsi nyeri (Guyton & Hall, 1997). Apabila masukan yang dominan berasal dari

serabut A beta, maka gerbang akan menutup. Diyakini mekanisme penutupan ini

dapat terlihat saat seorang perawat menggosok punggung pasien dengan lembut

(Potter & Perry, 2005).


b. Neuroregulator: Endorphin
Neuroregulator atau substansi yang mempengaruhi transmisi stimulus saraf

memegang peranan yang penting dalam suatu pengalaman nyeri. Substansi ini

ditemukan di lokasi nosiseptor, di terminal saraf dalam kornu dorsalis pada medula

spinalis (Potter & Perry, 2005).


Neuroregulator dibagi menjadi 2 kelompok, yakni
neurotransmiter dan neuromodulator. Neurotransmiter seperti substansi P mengirim

impuls listrik melewati celah sinaps di antara 2 serabut saraf. Serabut saraf tersebut

adalah eksitator dan inhibitor. Neuromodulator memodifikasi aktivitas neuron dan

menyesuaikan atau memvariasikan transmisi stimulus nyeri tanpa secara langsung

mentransfer tanda saraf melalui sebuah sinap (Potter & Perry, 2005).
Endorphin (berasal dari kata endogenous morphin) dan juga enkefalin, serotonin,

noradrenalin dan gamma-aminobutyric acid (GABA) adalah contoh neuromodulator.

Enkefalin dan endorphin diduga dapat menghambat impuls nyeri dengan memblok

29
transmisi impuls ini di dalam otak dan medulla spinalis. Kadarnya yang berbeda

diantara individu menjelaskan mengapa stimuli nyeri yang sama dirasakan berbeda

oleh orang yang berbeda. Kadar ini dikendalikan oleh gen (Guyton & Hall, 1997;

Potter & Perry, 2005). Tehnik distraksi, konseling dan pemberian plasebo merupakan

upaya untuk melepaskan endorphin (Potter & Perry, 2005).


2.4.6 Intensitas Nyeri
Intensitas nyeri adalah gambaran tentang seberapa parah nyeri dirasakan oleh

individu, pengukuran intensitas nyeri sangat subjektif dan individual dan

kemungkinan nyeri dalam intensitas yang sama dirasakan sangat berbeda oleh dua

orang yang berbeda. Pengukuran nyeri dengan pendekatan objektif yang paling

mungkin adalah menggunakan respon fisiologik tubuh terhadap nyeri itu sendiri.

Namun, pengukuran dengan tehnik ini juga tidak dapat memberikan gambaran pasti

tentang nyeri itu sendiri (Tamsuri, 2007).

2.5 SENDI LUTUT


2.5.1 Definisi Sendi Lutut
Persendian atau artikulasio adalah suatu hubungan antara dua buah tulang atau

lebih yang dihubungkan melalui pembungkus jaringan ikat pada bagian luar dan pada

bagian dalam terdapat rongga sendi dengan permukaan tulang yang dilapisi oleh

tulang rawan. Fungsi dari sendi secara umum adalah untuk melakukan gerakan pada

tubuh
Sendi lutut merupakan bagian dari extremitas inferior yang menghubungkan

tungkai atas (paha) dengan tungkai bawah. Fungsi dari sendi lutut ini adalah untuk

mengatur pergerakan dari kaki. Dan untuk menggerakkan kaki ini juga diperlukan

antara lain :
a. Otot- otot yang membantu menggerakkan sendi

30
b. Kapsul sendi yang berfungsi untuk melindungi bagian tulang yang bersendi

supaya jangan lepas bila bergerak


c. Adanya permukaan tulang yang dengan bentuk tertentu yang mengatur

luasnya gerakan.
d. Adanya cairan dalam rongga sendi yang berfungsi untuk mengurangi gesekan

antara tulang pada permukaan sendi.


e. Ligamentum-ligamentum yang ada di sekitar sendi lutut yang merupakan

penghubung kedua buah tulang yang bersendi sehingga tulang menjadi kuat

untuk melakukan gerakan-gerakan tubuh.


Sendi lutut ini termasuk dalam jenis sendi engsel , yaitu pergerakan dua

condylus femoris diatas condylus tibiae. Gerakan yang dapat dilakukan oleh sendi ini

yaitu gerakan fleksi , ekstensi dan sedikit rotatio. Jika terjadi gerakan yang melebihi

kapasitas sendi maka akan dapat menimbulkan cedera yang antara lain terjadi

robekan pada capsul dan ligamentum di sekitar sendi.


2.5.2. Jenis Sendi Pada Lutut
Persendian pada sendi lutut termasuk dalam jenis sendi synovial (synovial

joint), yaitu sendi yang mempunyai cairan sinovial yang berfungsi untuk membantu

pergerakan antara dua buah tulang yang bersendi agar lebih leluasa. Secara anatomis

persendian ini lebih kompleks daripada jenis sendi fibrous dan sendi cartilaginosa.
Permukaan tulang yang bersendi pada synovial joint ini ditutupi oleh lapisan

hyaline cartilage yang tipis yang disebut articular cartilage , yang merupakan

bantalan pada persambungan tulang. Pada daerah ini terdapat rongga yang

dikelilingi oleh kapsul sendi. Dalam hal ini kapsul sendi merupakan pengikat

kedua tulang yang bersendi agar tulang tetap berada pada tempatnya pada

waktu terjadi gerakan.


Kapsul sendi ini terdiri dari 2 lapisan :

31
1. Lapisan luar
Disebut juga fibrous capsul , terdiri dari jaringan connective yang kuat

yang tidak teratur Dan akan berlanjut menjadi lapisan fibrous dari

periosteum yang menutupi bagian tulang. Dan sebagian lagi akan menebal

dan membentuk ligamentum.


2. Lapisan dalam Disebut juga synovial membran, bagian dalam membatasi

cavum sendi dan bagian luar merupakan bagian dari articular cartilage..

Membran ini tipis dan terdiri dari kumpulan jaringan connective. Membran

ini menghasilkan cairan synovial yang terdiri dari serum darah dan cairan

sekresi dari sel synovial. Cairan synovial ini merupakan campuran yang

kompleks dari polisakarida protein , lemak dan sel sel lainnya. Polisakarida

ini mengandung hyaluronic acid yang merupakan penentu kualitas dari

cairan synovial dan berfungsi sebagai pelumas dari permukaan sendi

sehingga sendi mudah digerakkan


Ada 2 condylus yang menutupi bagian ujung bawah sendi pada femur dan 2

tibial condylus yang menutupi meniscus untuk stabilitas artikulasi femorotibial.

Patella yang merupakan jenis tulang sesamoid terletak pada segmen inferior dari

tendon quadriceps femoris, bersendi dengan femur, dimana patella ini terletak

diantara 2 condylus femoralis pada permukaan anteroinferior.


Menurut arah gerakannya sendi lutut termasuk dalam sendi engsel ( mono

axial joints )yaitu sendi yang mempunyai arah gerakan pada satu sumbu. Sendi lutut

ini terdiri dari bentuk conveks silinder pada tulang yang satu yang digunakan untuk

berhubungan dengan bentuk yang concave pada tulang lainnya.


2.5.3 Anatomi Sendi Lutut

32
Sendi lutut merupakan persendian yang paling besar pada tubuh manusia. Sendi

ini terletak pada kaki yaitu antara tungkai atas dan tungkai bawah. Pada dasarnya

sendi lutut ini terdiri dari dua articulatio condylaris diantara condylus femoris

medialis dan lateralis dan condylus tibiae yang terkait dan sebuah sendi pelana ,

diantara patella dan fascies patellaris femoris.


Secara umum sendi lutut termasuk kedalam golongan sendi engsel, tetapi

sebenarnya terdiri dari tiga bagian sendi yang kompleks yaitu :


1. condyloid articulatio diantara dua femoral condylus dan meniscus dan

berhubungan dengan condylus tibiae


2. satu articulatio jenis partial arthrodial diantara permukaan dorsal dari patella

dan femur.
Pada bagian atas sendi lutut terdapat condylus femoris yang berbentuk bulat,

pada bagian bawah terdapat condylus tibiae dan cartilago semilunaris. Pada bagian

bawah terdapat articulatio antara ujung bawah femur dengan patella. Fascies

articularis femoris . tibiae dan patella diliputi oleh cartilago hyaline. Fascies

articularis condylus medialis dan lateralis tibiae di klinik sering disebut sebagai

plateau tibialis medialis dan lateralis.


2.5.4 Ligamentum Pada Sendi Lutut
2.5.4.1 Ligamentum extrakapsular
1. Ligamentum Patellae Melekat (diatas) pada tepi bawah patella dan

pada bagian bawah melekat pada tuberositas tibiae. Ligamentum patellae ini

sebenarnya merupakan lanjutan dari bagian pusat tendon bersama m. quadriceps

femoris. Dipisahkan dari membran synovial sendi oleh bantalan lemak intra patella

dan dipisahkan dari tibia oleh sebuah bursa yang kecil. Bursa infra patellaris

superficialis memisahkan ligamentum ini dari kulit.

33
2. Ligamentum Collaterale Fibulare Ligamentum ini menyerupai tali

dan melekat di bagian atas pada condylus lateralis dan dibagian bawah melekat pada

capitulum fibulae. Ligamentum ini dipisahkan dari capsul sendi melalui jaringan

lemak dan tendon m. popliteus. Dan juga dipisahkan dari meniscus lateralis melalui

bursa m. poplitei.
3. Ligamentum Collaterale Tibiae Ligamentum ini berbentuk seperti

pita pipih yang melebar dan melekat dibagian atas pada condylus medialis femoris

dan pada bagian bawah melekat pada margo infraglenoidalis tibiae. Ligamentum ini

menembus dinding capsul sendi dan sebagian melekat pada meniscus medialis. Di

bagian bawah pada margo infraglenoidalis, ligamentum ini menutupi tendon m.

semimembranosus dan a. inferior medialis genu .


4. Ligamentum Popliteum Obliquum Merupakan ligamentum yang

kuat, terletak pada bagian posterior dari sendi lutut, letaknya membentang secara

oblique ke medial dan bawah. Sebagian dari ligamentum ini berjalan menurun pada

dinding capsul dan fascia m. popliteus dan sebagian lagi membelok ke atas menutupi

tendon m. semimembranosus.
5. Ligamentum Transversum Genu Ligamentum ini terletak membentang

paling depan pada dua meniscus , terdiri dari jaringan connective, kadang- kadang

ligamentum ini tertinggal dalam perkembangannya , sehingga sering tidak dijumpai

pada sebagian orang.


2.5.4.2 Ligamentum intrakapsular
Ligamentum cruciata adalah dua ligamentum intra capsular yang

sangat kuat, saling menyilang didalam rongga sendi. Ligamentum ini terdiri dari dua

34
bagian yaitu posterior dan anterior sesuai dengan perlekatannya pada tibiae.

Ligamentum ini penting karena merupakan pengikat utama antara femur dan tibiae.
1. Ligamentum Cruciata Anterior
Ligamentum ini melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan berjalan

kearah atas, kebelakang dan lateral untuk melekat pada bagian posterior permukaan

medial condylus lateralis femoris. Ligamentum ini akan mengendur bila lutut ditekuk

dan akan menegang bila lutut diluruskan sempurna. Ligamentum cruciatum anterior

berfungsi untuk mencegah femur bergeser ke posterior terhadap tibiae. Bila sendi

lutut berada dalam keadaan fleksi ligamentum cruciatum anterior akan mencegah

tibiae tertarik ke posterior.


2. Ligamentum Cruciatum Posterior
Ligamentum cruciatum posterior melekat pada area intercondylaris posterior dan

berjalan kearah atas , depan dan medial, untuk dilekatkan pada bagian anterior

permukaan lateral condylus medialis femoris. Serat- serat anterior akan mengendur

bila lutut sedang ekstensi, namun akan menjadi tegang bila sendi lutut dalam keadaan

fleksi. Serat-serat posterior akan menjadi tegang dalam keadaan ekstensi.

Ligamentum cruciatum posterior berfungsi untuk mencegah femur ke anterior

terhadap tibiae. Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi , ligamentum cruciatum

posterior akan mencegah tibiae tertarik ke posterior.


2.5.5 Cartilago Semilunaris (Meniscus)
Cartilago semilunaris adalah lamella fibrocartilago berbentuk C , yang pada

potongan melintang berbentuk segitiga. Batas perifernya tebal dan cembung, melekat

pada bursa. Batas dalamnya cekung dan membentuk tepian bebas . Permukaan

atasnya cekung dan berhubungan langsung dengan condylus femoris. Fungsi

35
meniscus ini adalah memperdalam fascies articularis condylus tibialis untuk

menerima condylus femoris yang cekung.


1. Cartilago Semilunaris Medialis
Bentuknya hampir semi sirkular dan bagian belakang jauh lebih lebar daripada

bagian depannya. Cornu anterior melekat pada area intercondylaris anterior tibiae dan

berhubungan dengan cartilago semilunaris lateralis melalui beberapa serat yang

disebut ligamentum transversum. Cornu posterior melekat pada area intercondylaris

posterior tibiae. Batas bagian perifernya melekat pada simpai dan ligamentum

collaterale sendi. Dan karena perlekatan inilah cartilago semilunaris relatif tetap.
2. Cartilago Semilunaris Lateralis
Bentuknya hampir sirkular dan melebar secara merata. Cornu anterior melekat

pada area intercondylaris anterior, tepat di depan eminentia intercondylaris. Cornu

posterior melekat pada area intercondylaris posterior, tepat di belakang eminentia

intercondylaris. Seberkas jaringan fibrosa biasanya keluar dari cornu posterior dan

mengikuti ligamentum cruciatum posterior ke condylus medialis femoris. Batas

perifer cartilago dipisahkan dari ligamentum collaterale laterale oleh tendon m.

popliteus, sebagian kecil dari tendon melekat pada cartilago ini. Akibat susunan yang

demikian ini cartilago semilunaris lateralis kurang terfiksasi pada tempatnya bila di

bandingkan dengan cartilago semilunaris medialis.


2.5.6 Kapsula Articularis
Kapsula articularis terletak pada permukaan posterior dari tendon m.

quadriceps femoris dan didepan menutupi patella menuju permukan anterior dari

femur diatas tubrositas sendi. Kemudian capsula ini berlanjut sebagai loose membran

yang dipisahkan oleh jaringan lemak yang tebal dari ligamentum patellae dan dari

bagian tengah dari retinacula patellae menuju bagian atas tepi dari dua meniscus dan

36
ke bawah melekat pada ligamentum cruciatum anterior . Selanjutnya capsula

articularis ini menutupi kedua ligamentun cruciatum pada sendi lutut sebagai suatu

lembaran dan melintasi tepi posterior ligamentum cruciatum posterior. Dari tepi

medial dan lateral dari fascies articularis membentuk dua tonjolan , lipatan synovial,

plica alares yang terkumpul pada bagian bawah. Kesemuanya hal ini membentuk

suatu synovial villi.


Plica synovialis patellaris, membentang pada bagian belakang yang mengarah

pada bidang sagital menuju cavum sendi dan melekat pada bagian paling bawah dari

tepi fossa intercondyloidea femoris. Plica ini merupakan lipatan sagital yang lebar

pada synovial membran. Lipatan ini membagi cavum sendi menjadi dua bagian ,

berhubungan dengan dua pasang condylus femoris dan tibiae.


Lipatan capsul sendi pada bagian samping berjalan dekat pinggir tulang rawan.

Sehingga regio epicondylus tetap bebas. Kapsul sendi kemudian menutupi permukaan

cartilago , dan bagian permukaan anterior dari femur tidak ditutupi oleh cartilago.
Pada tibia capsul sendi ini melekat mengelilingi margo infraglenoidalis, sedikit

bagian bawah dari permukaan cartilago, selanjutnya berjalan kebawah tepi dari

masing- masing meniscus.


2.5.7 Bursa Pada Sendi Lutut
Bursa sendi merupakan suatu tube seperti kantong yang terletak di bagian

bawah dan belakang pada sisi lateral didepan dan bawah tendon origo m. popliteus.

Bursa ini membuka kearah sendi melalui celah yang sempit diatas meniscus lateralis

dan tendon m. popliteus. Banyak bursa berhubungan sendi lutut. Empat terdapat di

depan, dan enam terdapat di belakang sendi. Bursa ini terdapat pada tempat terjadinya

gesekan di antara tulang dengan kulit, otot, atau tendon.

37
2.5.7.1 Bursa Anterior
1. Bursa Supra Patellaris
Terletak di bawah m. quadriceps femoris dan berhubungan erat

dengan rongga sendi.


2. Bursa Prepatellaris
Terletak pada jaringan subcutan diantara kulit dan bagian depan

belahan bawah patella dan bagian atas ligamentum patellae.


3. Bursa Infrapatellaris Superficialis
Terletak pada jaringan subcutan diantara kulit dan bagian depan

belahan bawah ligamentum patellae


4. Bursa Infapatellaris Profunda
Terletak di antara permukaan posterior dari ligamentum patellae dan

permukaan anterior tibiae. Bursa ini terpisah dari cavum sendi melalui jaringan lemak

dan hubungan antara keduanya ini jarang terjadi.


2.5.7.2 Bursa Posterior
1. Recessus Subpopliteus
Ditemukan sehubungan dengan tendon m. popliteus dan berhubungan

dengan rongga sendi.


2. Bursa M. Semimembranosus
Ditemukan sehubungan dengan insertio m. semimembranosus dan

sering berhubungan dengan rongga sendi.

Empat bursa lainnya ditemukan sehubungan dengan :


1. tendon insertio m. biceps femoris
2. tendon m. sartorius , m. gracilis dan m. semitendinosus sewaktu berjalan ke

insertionya pada tibia.


3. di bawah caput lateral origo m. gastrocnemius
4. di bawah caput medial origo m. gastrocnemius
2.5.8 Persarafan Sendi Lutut
Persarafan pada sendi lutut adalah melalui cabang-cabang dari nervus yang

yang mensarafi otot-otot di sekitar sendi dan befungsi untuk mengatur pergerakan

pada sendi lutut. Sehingga sendi lutut disarafi oleh :

38
1. N. Femoralis
2. N. Obturatorius
3. N. Peroneus communis
4. N. Tibialis
2.5.9 Suplai Darah
Suplai darah pada sendi lutut berasal dari anastomose pembuluh darah disekitar

sendi ini. Dimana sendi lutut menerima darah dari descending genicular arteri

femoralis, cabang-cabang genicular arteri popliteal dan cabang descending arteri

circumflexia femoralis dan cabang ascending arteri tibialis anterior. Aliran vena pada

sendi lutut mengikuti perjalanan arteri untuk kemudian akan memasuki vena

femoralis.

2.5.10 Sistem Lymph


System limfe pada sendi lutut terutama terdapat pada perbatasan fascia

subcutaneous. Kemudian selanjutnya akan bergabung dengan lymph node sub

inguinal superficialis. Sebagian lagi aliran lymph ini akan memasuki lymph node

popliteal, dimana aliran lymph berjalan sepanjang vena femoralis menuju deep

inguinal lymph node


2.5.11 Pergerakan Sendi Lutut
Pergerakan pada sendi lutut meliputi gerakan fleksi , ekstensi , dan sedikit

rotasi. Gerakan fleksi dilaksanakan oleh m. biceps femoris , semimembranosus, dan

semitendinosus, serta dbantu oleh m.gracilis , m.sartorius dan m. popliteus. Fleksi

sendi lutut dibatasi oleh bertemunya tungkai bawah bagian belakang dengan paha.
Ekstensi dilaksanakan oleh m. quadriceps femoris dan dibatasi mula-mula

oleh ligamentum cruciatum anterior yang menjadi tegang. Ekstensi sendi lutut lebih

lanjut disertai rotasi medial dari femur dan tibia serta ligamentum collaterale mediale

dan lateral serta ligamentum popliteum obliquum menjadi tegang , serat-serat

39
posterior ligamentum cruciatum posterior juga di eratkan. Sehingga sewaktu sendi

lutut mengalami ekstensi penuh ataupun sedikit hiper- ekstensi , rotasi medial dari

femur mengakibatkan pemutaran dan pengetatan semua ligamentum utama dari sendi,

dan lutut berubah menjadi struktur yang secara mekanis kaku. Rotasio femur

sebenarnya mengembalikan femur pada tibia , dan cartilago semilunaris dipadatkan

mirip bantal karet diantara condylus femoris dan condylus tibialis. Lutut berada

dalam keadaan hiper-ekstensi dikatakan dalam keadaan terkunci.


Selama tahap awal ekstensi , condylus femoris yang bulat menggelinding ke depan

mirip roda di atas tanah, pada permukaan cartilago semilunaris dan condylus lateralis.

Bila sendi lutut di gerakkan ke depan , femur ditahan oleh ligamentum cruciatum

posterior, gerak menggelinding condylus femoris diubah menjadi gerak memutar.

Sewaktu ekstensi berlanjut , bagian yang lebih rata pada condylus femoris bergerak

kebawah dan cartilago semilunaris harus menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk

condylus femoris yang berubah. Selama tahap akhir ekstensi , bila femur mengalami

rotasi medial, condylus lateralis femoris bergerak ke depan, memaksa cartilago

semilunaris lateralis ikut bergerak ke depan.


Sebelum fleksi sendi lutut dapat berlangsung , ligamentum-ligamentum utama

harus mengurai kembali dan mengendur untuk memungkinkan terjadinya gerakan

diantara permukaan sendi. Peristiwa mengurai dan terlepas dari keadaan terkunci ini

dilaksanakan oleh m. popliteus, yang memutar femur ke lateral pada tibia. Sewaktu

condylus lateralis femoris bergerak mundur , perlekatan m. popliteus pada cartilago

semilunaris lateralis akibatnya tertarik kebelakang. Sekali lagi cartilago semilunaris

harus menyesuaikan bentuknya pada garis bentuk condylus yang berubah.

40
Bila sendi lutut dalam keadaan fleksi 90 derajat , maka kemungkinan rotasio

sangat luas. Rotasi medial dilakukan m. sartorius, m. gracilis dan m. semitendinosus.

Rotasi lateral dilakukan oleh m. biceps femoris.


Pada posisi fleksi, dalam batas tertentu tibia secara pasif dapat di gerakkan ke

depan dan belakang terhadap femur , hal ini dimungkinkan karena ligamentum utama,

terutama ligamentum cruciatum sedang dalam keadaan kendur.


Jadi disini tampak bahwa stabilitas sendi lutut tergantung pada kekuatan tonus otot

yang bekerja terhadap sendi dan juga oleh kekuatan kigamentum. Dari faktor-faktor

ini , tonus otot berperan sangat penting, dan menjadi tugas ahli fisioterapi untuk

mengembalikan kekuatan otot ini , terutama m. quadriceps femoris, setelah terjadi

cedera pada sendi lutut.

BAB III
KERANGKA KONSEP

3.1 RANCANGAN PENELITIAN

41
Penelitian bersifat analitik dengan pendekatan cross sectional. Subjek penelitian

adalah seluruh pasien yang dirawat dengan keluhan nyeri sendi punggung dan lutut di

RS Ibnu Sina Makassar. Studi ini bertujuan untuk melihat hubungan antara

peningkatan kadar asam urat dalam darah denga nkeluhan nyeri sendi pinggung dan

lutut pada subjek penelitian dimana pengumpulan datanya ditinjau dari penderita

nyeri sendi dengan melihat kadar asam urat dalam darahnya serta memberikan

pertanyaan melalui kuesioner. Desain ini sesuai dengan tujuan dari studi ini, yaitu

untuk mengetahui hubungan antara peningkatan kadar asam urat dalam darah dengan

keluhan nyeri sendi pinggung dan lutut di RS Ibnu Sina Makassar.

3.2 LOKASI DAN WAKTU

Penilitian ini akan dilakukan di RS Ibnu Sina Makassar pada bulan April 2013

sampai dengan November 2013.

3.3 POPULASI DAN TEKNIK SAMPEL

3.3.1 Populasi

Populasi merupakan keseluruhan dari objek yang diteliti. Populasi penelitian ini

adalah seluruh pasien dengan keluhan nyeri pinggung dan lutut. Adapun sampel yang

digunakan ialah seluruh pasien dengan keluhan nyeri pinggung dan lutut di RS Ibnu

Sina Makassar.

3.3.2 Sampel

42
Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah total sampling.

3.4 INSTRUMEN PENGUMPUL DATA

3.4.1 Instrumen Penelitian

a. Kuesioner

b. Data sekunder pasien

3.4.2 Cara Pengumpulan Data

a. Memberikan kuesioner kepada pasien untuk mengetahui life style,

kegiatan, serta pola makannya


b. Mengumpulkan data sekunder pasien yang telah mengisi kuesioner untuk

mengetahui kadar asam dalam darahnya

3.5 ANALISIS DATA

3.5.1 Pengolahan Data

Data yang didapat diolah dengan menggunakan perangkat lunak statistik yaitu

IBM SPSS Statistic 20.

Dan Analisis data kualitatif secara deskriptif dan disajikan dalam bentuk narasi.

3.5.2 Etika Penelitian

43
Kode etik penelitian adalah suatu pedoman etika yang berlaku untuk setiap

kegiatan penelitian yang melibatkan antara pihak peneliti, pihak yang diteliti (subjek

penelitian), dan masyarakat yang memperoleh dampak dari hasil penelitian tersebut.

Di dalam penelitian ini, sebelum menyebarkan kuesioner, responden diminta

persetujuannya dengan menandatangani lembar informed consent. Informed consent

itu sendiri berisi pernyataan bahwa peneliti menjaga kerahasiaan responden dengan

tidakmenyampaikan apapun yang diketahui peneliti tentang responden di luar

kepentingan penelitian.

3.5.3 Sarana Penelitian

Sarana yang digunakan dalam penelitian ini meliputi kuesioner, data sekunder

pasien di RS Ibnu Sina Makasssar, alat tulis, kertas, komputer, dan alat hitung.

44

Anda mungkin juga menyukai