Anda di halaman 1dari 32

HUBUNGAN KEBISINGAN DENGAN STRESS

KERJA PADA TENAGA KERJA UNIT WEIVING DI


PT. KOESUMA NANDA PUTRA KLATEN

SKRIPSI

Untuk Memenuhi Persyaratan


Memperoleh Gelar Sarjana Sains Terapan

AJI WIDYARTA
R.0215112

PROGRAM DIPLOMA 4 KESELAMATAN DAN KESEHATAN KERJA


FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS SEBELAS MARET
SURAKARTA
2018
BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang Masalah


Kebisingan merupakan salah satu masalah yang sering ditemukan di
lingkungan kerja. Bising adalah bunyi yang tidak dikehendaki yang dapat
mengganggu kesehatan. Bunyi yang tidak dikehendaki akan memberikan
efek kurang baik bagi kesehatan. Kebisingan merupakan masalah yang
sampai sekarang belum bisa ditanggulangi secara baik karena
merupakan salah satu faktor yang diabaikan dari lingkungan kerja
sehingga dapat menjadi ancaman serius bagi kesehatan para pekerja
(Rahmawati, 2015).

Tingginya tingkat kebisingan kerja tetap menjadi masalah di semua


wilayah di dunia. Di Amerika Serikat ( AS ) lebih dari 30 juta pekerja yang
terkena bahaya kebisingan ( NIOSH, 1998 ). Di Jerman, 4 – 5 juta orang
( 12 – 15% dari angkatan kerja ) yang terkena tingkat kebisingan
didefinisikan sebagai bahaya oleh WHO ( WHO, 2001 ). Sedangkan di
Indonesia yang masih terus membangun, taraf bising akan terus naik
terutama dari jalan raya dan dari industri.

Di Indonesia nilai ambang batas (NAB) yang disepakati sebagai


pedoman batas aman untuk bekerja agar tidak kehilangan daya dengar untuk
pemaparan 8 (delapan) jam sehari dan 5 (lima) hari kerja atau 40 jam kerja
seminggu adalah 85 dB(A) (PER.13/MEN/X/2011 Tahun 2011).

Kebisingan mempunyai pengaruh terhadap tenaga kerja. Untuk


beberapa orang yang rentan, kebisingan dapat menyebabkan rasa pusing,
kantuk, sakit, tekanan darah tinggi, tegang dan stress yang diikuti dengan
sakit maag, kesulitan tidur (Anizar, 2009)
Hal ini terbukti dengan beberapa literatur telah menunjukkan bahwa
unsur-unsur tertentu seperti suara bising dari mesin, suhu udara, yang terlalu
tinggi atau terlalu rendah, dan banyak kondisi penghambat lain mempunyai
potensi sebagai penyebab stres di dalam lingkungan kerja ( Pandji Anoraga,
2006:113 ).

Beberapa survei mengenai stress kerja akibat dari kebisingan telah


dilakukan. Survei yang dilakukan oleh Northwestren National Life
menyatakan bahwa 25% pekerja yang bekerja di tempat bising mengaku
mengalami stres yang sangat parah. Sedangkan survei dari Families and
Work Institute menyatakan bahwa 25% pekerja sering dan sangat sering
stress oleh lingkngan pekerjaannya yang bising. Universitas Yale
mengumumkan bahwa 29% pekerja melaporkan bahwa mereka merasa
sakit atau sangat stress di tempat kerja akibat mesin yang bising ( Syamsul
Arifin, 2001:1 ).

Hasil penelitian Harrianto pada tahun 2010 menemukan adanya


182.700 kasus stress akibat kerja di inggris. Dimana sumber penyebab
gangguan stres tidak hanya karena pekerjaan itu sendiri, tetapi dapat karena
adanya stressor fisik, emosional dan mental. Stressor fisik di tempat kerja,
seperti kebisingan.

PT. Koesuma Nanda Putra merupakan perusahaan tekstil yang


didirikan tahun 1949. Proses produksinya mulai dari weiving (penenunan),
inspecting dan folding (pemeriksaan), dan finishing. Unit weiving mengolah
benang menjadi kain jadi yang ditenun menggunakan mesin tenun. Unit
weiving menimbulkan kebisingan yang tinggi karena proses dari mesin-
mesin tenun yang bekerja daripada unit lainnya. Hasil Survei awal peneliti
melakukan pengukuran intensitas kebisingan pada unit weiving. Dari hasil
pengukuran didapatkan rata – rata kebisingan pada unit weiving 95,3 dBA
(Data Primer, September 2018)
Mesin – mesin yang digunakan menghasilkan kebisingan di area
kerja. Jumlah mesin yang digunakan ada 1000 mesin tenun, dalam
pengoperasiannya 1 pekerja betanggung jawab untuk 12 mesin tenun.
Pekerjaan dilakukan selama 8 jam dengan 3 shift kerja dan mendapatkan
waktu istirahat 60 menit di lokasi. Dari hasil wawancara ke beberapa
pekerja terdapat keluhan banyak pekerja mengalami pusing, cepat lelah, dan
susah tidur yang termasuk gejala stress kerja.

Berdasarkan permasalahan tersebut maka peneliti tertarik mengkaji


hubungan antara karakteristik pekerja dengan stress kerja akibat kebisingan
pada pekerja di unit weiving PT. Koesuma Nanda Putra Klaten.

B. Rumusan Masalah
Apakah ada hubungan antara kebisingan dengan stress kerja pada
tenaga kerja unit weiving di PT. Koesuma Nanda Putra ?

C. Tujuan Penelitian
1. Tujuan umum
Untuk mengetahui hubungan kebisingan dengan stress kerja pada tenaga
kerja unit weiving di PT. Koesuma Nanda Putra.
2. Tujuan Khusus
a. Untuk mengetahui intensitas kebisingan unit weaving di PT.
Koesuma Nanda Putra Klaten.
b. Untuk mengetahui stress kerja akibat kebisingan unit weaving di PT.
Koesuma Nanda Putra Klaten
c. Untuk mengetahui hubungan kebisingan dengan stress kerja akibat
unit weiving di PT. Koesuma Nanda Putra Klaten
D. Manfaat Penelitian
1. Manfaat Teoritis
Hasil penelitian ini diharapkan dapat menambah wawasan
pengetahuan tentang hubungan kebisingan dengan stress kerja pada
tenaga kerja unit weiving.
2. Manfaat Praktis
a. Bagi Peneliti
1) Dapat menambah wawasan, khususnya tentang stress kerja
dalam penerapan Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) yang
telah diperoleh.
2) Dapat memperoleh pengalaman dalam mengimplemetasikan
ilmu Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3) khususnya
mengenai faktor fisik kebisingan secara langsung di
Perusahaan.
3) Dapat memperoleh pengalaman bagi peneliti untuk melakukan
penelitian dalam bentuk tulisan ilmiah tentang Keselamatan dan
Kesehatan Kerja (K3) khususnya mengenai masalah yang
berhubungan dengan faktor bahaya mental-psikologi.
b. Bagi Tenaga Kerja
Tenaga kerja dapat mengetahui hubungan antara kebisingan
dengan stress kerja sehingga dapat melakukan upaya pencegahan
terhadap stress kerja yang disebabkan karena kebisingan.
c. Bagi Perusahaan
1) Perusahaan lebih mengetahui tentang kebisingan yang ada di
perusahaan.
2) Mendapatkan masukan dalam upaya pengendalian stress kerja
pada tenaga kerja di unit weaving.
BAB II

LANDASAN TEORI

A. Tinjauan Pustaka

1. Kebisingan

1.1 Pengertian Kebisingan


Bunyi atau suara yang ditimbulkan oleh getaran akan
didengar sebagai rangsangan pada sel saraf pendengar. Bunyi atau
suara tersebut merambat melalui media udara atau penghantar
lainnya. Ketika bunyi atau suara tersebut tidak dikehendaki karena
mengganggu orang yang bersangkutan maka bunyi-bunyian atau
suara demikian dinyatakan sebagai kebisingan (Suma’mur, 2014).

Kebisingan adalah semua suara yang tidak dikehendaki yang


bersumber dari alat-alat proses produksi dan/atau alat-alat kerja
yang pada tingkat tertentu dapat menimbulkan gangguan
pendengaran (PERMENAKERTRANS No. 13/MEN/X/2011).

Kebisingan adalah bunyi keras dan tidak dikehendaki oleh


manusia yang merupakan hasil aktivitas buatan manusia dan alam
yang dapat mengganggu dan membahayakan kesehatan Ramdan
(2013).
Bising (noise) adalah bunyi yang ditimbulkan oleh
gelombang suara dengan intensitas dan frekuensi yang tidak
menentu. Di sektor industri, bising berarti bunyi yang sangat
mengganggu dan membuang energi (Harrianto, 2010).

Dari definisi yang telah disebutkan, bisa disimpulkan bahwa


kebisingan merupakan bunyi atau suara yang tidak diinginkan,
menyebabkan bunyi yang keras dengan intensitas yang tidak
menentu dan membahayakan bagi kesehatan yang bersumber dari
alat - alat kerja hingga menyebabkan gangguan pendengaran dan
non pendengaran bagi tenaga kerja yang terpapar.

Jadi, setiap manusia memiliki presepsi sendiri terhadap


bunyi yang didengar. Kebisingan yang tidak diinginkan dapat
mengganggu baik komunikasi, kenyamanan, keselamatan bahkan
kesehatan dan akan menyebabkan stress apabila tingkat kebisingan
yang dihasilkan melebihi nilai ambang batas (NAB). Semakin tinggi
tingkat kebisingannya akan semakin kompleks gangguan yang
ditimbulkan.

1.2 Jenis – jenis Kebisingan


Jenis kebisingan yang sering ditemukan dalam industri dan
sektor lainnya adalah Kebisingan kontinu yang dibagi menjadi
bising dengan frekuensi yang besar dapat ditemukan dalam bising
mesin, kipas angin, dapur pijar dan lain-lain. Dan bising dengan
frekuensi yang sempit, dapat ditemukan dalam bising gergaji
sirkuler, katup gas dan lain-lain (Suma’mur, 2014). Kebisingan
berulang dapat ditemukan dalam lingkungan sekitar seperti lalu
lintas, suara pesawat di bandara (Suma’mur, Soedirman 2014).
Kebisingan impulsif merupakan bunyi yang mempunyai intensitas
tinggi tetapi tidak terus menerus dapat ditemukan dalam bising
pukulan palu, tembakan bedil atau meriam dan ledakan. Sedangkan
impulsif berulang terus menerus dalam jangka waktu tertentu, dapat
ditemukan dalam mesin tempa di perusahaan atau tempaan tiang
pancang bangunan (Ramdan, 2013). Jenis – jenis kebisingan
menurut Ramdan (2013) dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

Tabel 1.1 Jenis - jenis Kebisingan

Sumber: Higiene Industri, 2013

1.4 Nilai Ambang Batas Kebisingan


Nilai ambang batas adalah keadaan yang dapat diterima oleh
tenaga kerja tanpa menimbulkan gangguan kesehatan atau
timbulnya penyakit atau kelainan dalam pekerjaan sehari – hari
dalam waktu kerja 8 jam sehari atau 40 jam seminggu. Dalam
penerapannya, NAB bukan merupakan pemisah antara batas aman
dan bahaya, melainkan digunakan untuk kadar standar
perbandingan, pedoman, perencanaan alat pengendali, substitusi
bahan beracun dengan bahan yang relative tidak beracun, serta
membantu menentukan terjadinya gangguan kesehatan atau
penyakit akibat kerja (Sugeng Budiono, 2003:19).

Di Indonesia Nilai ambang batas (NAB) yang disepakati


sebagai pedoman perlindungan dan batas aman untuk bekerja agar
tidak kehilangan daya dengar untuk pemaparan 8 (delapan) jam
sehari dan 5 (lima) hari kerja atau 40 jam kerja seminggu adalah 85
dB(A). NAB kebisngan tersebut merupakan ketentuan dalam
PERMENAKERTRANS No. 13/MEN/X/2011 (Suma’mur, 2014)
yaitu sebagai berikut :

Tabel 2.1 Nilai Ambang Batas Kebisingan


No Waktu Intensitas Pemaparan (dBA)
1. 8 jam 85
2. 4 jam 88
3. 2 jam 91
4. 1 jam 94
5. 30 menit 97
6. 15 menit 100
7. 7,5 menit 103
8. 3,75 menit 106
9. 1,88 menit 119
10. 0,94 menit 112
11. 28,12 detik 115
12. 14,06 detik 118
13. 7,03 detik 121
14. 3,52 detik 124
15. 1,76 detik 127
16. 0,88 detik 130
17. 0,44 detik 133
18. 0,22 detik 136
19. 0,11 detik 139
Sumber: PERMENAKERTRANS No. 13/MEN/X/2011

Untuk melindungi pekerja dari efek kebisingan yang


membahayakan, maka sesuai dengan Nilai Ambang Batas (NAB)
tentang kebisingan juga telah diatur secara internasional oleh ISO
(International Standard Organization) dan OSHA (Occupational
Safety and Health Association), yaitu sebagai berikut :

Tabel 1.3 Nilai Ambang Batas Kebisingan menurut OSHA dan


ISO 140001

Intensitas (dB) Waktu kerja


ISO OSHA (jam)
85 90 8
- 92 6
88 95 4
- 97 3
91 100 2
94 105 1
97 110 0,5
Sumber: http://www.osha.gov/SLTC/noisehearingconservation/
1.3 Dampak Kebisingan Pada Kesehatan
Suara dianggap bising apabila suara tersebut mengganggu
aktivitas manusia seperti membaca dan mendengarkan, jadi suara itu
adalah kebisingan bagi orang tersebut meskipun bagi orang lain
tidak terganggu suara tersebut. Pengaruh suara banyak kaitannya
dengan faktor psikologis dan emosional, tetapi suara juga dapat
berpengaruh pada berkurangnya pendengaran dan sudah banyak
kasus yang diakibatkan karena tingginya intensitas suara yang
didengar dan karena paparannya yang terlalu lama terhadap
kebisingan tersebut.

Kebisingan masuk melalui indra pendengaran, hal ini dapat


menyebabkan kerusakan berupa penurunan pendengaran. Awalnya
kebisingan hanya bersifat sementara dan dapat pulih kembali jika
sudah berhenti bekerja di tempat bising. Akan tetapi apabila terus
bekerja di tempat yang terpapar bising lebih dari 85 dB maka akan
menimbulkan dampak buruk berupa bising yang menetap dan tidak
bisa disembuhkan, selain itu kebisingan yang terus menerus
menyebabkan kegelisahan, pusing, stress meningkat, dan masalah
peredaran darah. Dampak kebisingan ini banyak terjadi di
lingkungan kerja bidang industri dan bidang produksi lainnya.
Dampak kebisingan juga dapat dilihat dari tabel dibawah ini :

Tabel 1.4 Akibat - Akibat Kebisingan

Sumber: Higiene Industri, 2013


1.5 Pengaruh Kebisingan
Kebisingan menimbulkan berbagai pengaruh kurang baik
pada tenaga kerja, antara lain pengaruh fisiologi, pengaruh
psikologi, dan pengaruh komunikasi. Pengaruh negatif kebisingan
terhadap manusia (Suma’mur, 2014) adalah :

a. Gangguan Fisiologis

Gangguan fisiologis adalah gangguan yang mula-mula timbul


akibat kebisingan. Contoh gangguan fisiologis seperti
naiknya tekanan darah, nadi menjadi cepat, emosi meningkat,
vasokontriksi pembuluh darah, otot menjadi tegang dan
metabolisme tubuh meningkat. Kebisingan dapat pula
mempengaruhi keseimbangan bekerjanya saraf simpatis dan
parasimpatis.

b. Gangguan Psikologis

Terhadap kegiatan hidup sehari-hari kebisingan dapat


mengganggu konsentrasi dan menyebabkan pengalihan
perhatian sehingga tidak fokus terhadap masalah yang sedang
dihadapi. Kebisingan dapat menyebabkan rasa terganggu
yang merupakan reaksi psikologis seseorang. Kebisingan
yang tidak terkendali dengan baik juga dapat menimbulkan
efek lain yang salah satunya berupa meningkatnya kelelahan
tenaga kerja.

c. Gangguan Komunikasi

Gangguan komunikasi akibat kebisingan telah terjadi apabila


komunikasi pembicaraan dalam pekerjaan harus dijalankan
dengan suara yang kekuatannya tinggi dan lebih nyata lagi
apabila dilakukan dengan cara berteriak. Gangguan
komunikasi seperti itu menyebabkan terganggunya
pekerjaan. Gangguan komunikasi dapat sangat berbahaya
terutama pada penggunaan tenaga kerja baru oleh karena
timbulnya salah faham dan salah pengertian .

d. Gangguan Pendengaran

Pengaruh utama kebisingan terhadap kesehatan adalah


kerusakan pada indera pendengar, yang menyebabkan
ketulian progresif. Mula-mula efek kebisingan pada
pendengaran bersifat sementara dan pemulihan terjadi secara
cepat sesudah dihentikan kerja di tempat kerja bising. Tetapi
bekerja terus menerus di tempat bising berakibat kehilangan
daya dengar yang menetap dan tidak pulih kembali.

1.6 Pengendalian Kebisingan


Kebisingan dapat dikendalikan dengan empat cara (Suma’mur,
2014) yaitu:

a. Pengurangan Kebisingan pada Sumbernya

Pengurangan kebisingan pada sumbernya dapat dilakukan


misalnya dengan menempatkan peredam pada sumber getaran,
tetapi umumnya hal itu dilakukan dengan melakukan riset dan
membuat perencanaan mesin atau peralatan kerja yang baru.
Membuat desain dan memproduksi mesin baru dengan standar
intensitas kebisingan yang lebih baik sangat tergantung pada
permintaan para usahawan sebagai pengguna mesin tersebut
kepada pihak pabrik sebagai produsennya. Bukan saja tingkat
bahaya kebisingan yang menjadi perhatian melainkan juga
intensitas kebisingan yang ditimbulkan dirancang supaya tidak
mengganggu tenaga kerja dalam melaksanakan pekerjaannya
sehingga dengan demikian dapat memelihara efisiensi dan
produktivitas kerja.
b. Penempatan Penghalang pada Jalan Transmisi

Isolasi tenaga kerja, mesin, atau unit operasi merupakan upaya


mengurangi kebisingan. Untuk itu perencanaan harus matang dan
material yang dipakai untuk isolasi harus mampu menyerap
suara. Penutup atau pintu ke ruang isolasi harus mempunyai
bobot yang cukup berat, menutup lobang yang ditutupnya dan
lapisan dalamnya terbuat dari bahan yang menyerap suara agar
tidak terjadi getaran yang lebih hebat.

c. Proteksi dengan Sumbat atau Tutup Telinga

Tutup telinga (ear muff) biasanya lebih efektif daripada sumbat


telinga (ear plug) dan dapat lebih besar menurunkan intensitas
kebisingan yang sampai ke saraf pendengar. Alat tersebut harus
diseleksi sehingga dipilih yang tepat ukurannya bagi pemakainya.
Alat-alat ini dapat mengurangi intensitas kebisingan sekitar 10-
25 dB.

d. Pelaksanaan Waktu Paparan bagi Intensitas di atas NAB

Untuk intensitas kebisingan yang melebihi NAB telah ada standar


waktu paparan yang diperkenankan sesuai Kep-51/Men/1999.
Pelaksanaan waktu kerja harus sesuai dengan ketentuan tersebut.
Tujuannya agar efek negatif dari kebisingan dapat ditekan
semaksimal mungkin.
2. Stress Kerja

2.1 Pengertian Stress Kerja


Menurut Waluyo (2009) Stress kerja dapat diartikan sebagai
sumber atau stressor kerja yang menyebabkan reaksi individu berupa
reaksi fisiologis, psikologis dan perilaku. Lingkungan pekerjaan
berpotensi sebagai stressor kerja. Stressor kerja merupakan segala
kondisi pekerjaan yang dipersepsikan karyawan sebagai suatu
tuntutan dan dapat menimbulkan stres kerja.

Beehr dan Newman dalam Luthans (2006) mendefinisikan


stress kerja sebagai kondisi yang muncul dari interaksi antara
menusia dan pekerjaan serta dikarakterisasikan oleh perubahan
manusia yang memaksa mereka untuk menyimpang dari fungsi
normal mereka. Pengertian lain yang hampir sama menyebutkan
bahwa stress merupakan interaksi antara karakter lingkungan, dengan
perubahan psikologis dan fisiologis yang menyebabkan
penyimpangan dari performa normal mereka (Anthony et.al., 1996
dalam Anik Widiyanti, 2008) :

“interaction between the individual and the environment


characterize by psychological and psysiological changes that cause
a deviation of the normal performance”.

Sebelum terjadi stress, perlu terdapat stressor (pemicu


stress) yang cukup bermakna dan spesifik untuk setiap individu.
Stressor psikososial adalah setiap keadaan atau peristiwa yang
menyebabkan perubahan dalam kehidupan seseorang sehingga orang
itu terpaksa mengadakan adaptasi atau menanggulangi stressor yang
timbul (Roestam, 2003).
2.2 Jenis – jenis Stress Kerja
Menurut Quick dan Quick dalam Dhini (2010),
mengkategorikan jenis stres menjadi dua berdasarkan presepsi
individu yang dialaminya, yaitu :

1. Stress Positif (Eustress)

Eustress merupakan stress yang bersifat menyenangkan dan


memuaskan. Termasuk kesejahteraan individu dan juga
organisasi yang dilihat pada pertumbuhan, fleksibilitas,
kemampuan adaptasi, dan tingkat performance yang tinggi.

2. Stress Negatif (Distress)

Distress merupakan stress yang merusak atau bersifat tidak


menyenangkan. Stress dirasakan sebagai suatu keadaan dimana
individu mengalami rasa cemas, ketakutan, khawatir, atau stress.
Sehingga individu mengalami keadaan psikologis yang negatif,
menyakitkan, dan timbul keinginan untuk menghindarinya.

2.3 Mekanisme Stess dalam Tubuh


Menurut Heryati dalam Hardiyatun (2011), Stresor pertama
kali ditampung oleh panca indera dan diteruskan ke pusat emosi yang
terletak di sistem saraf pusat. Aksis HPA memegang peranan penting
dalam beradaptasi terhadap stress baik stress eksternal maupun
internal. Ketika berespon terhadap ketakutan, marah, cemas, dan hal-
hal yang tidak menyenangkan atau bahkan juga terhadap harapan
dapat terjadi peningkatan aktivitas aksis HPA. Sesuai dengan gambar
tersebut :
Stresor

Korteks

Sistem Limbik

Hipotalamus

Hipofisis (pituitary)

Glukokortikoid (kortisol)

Gambar 2.1 Mekanisme Aksis HPA

2.4 Gejala – gejala Stress Kerja


Menurut Sunyoto dalam Hardiyatun (2011) ada tiga
kategori umum dari gejala stress, yaitu :
1. Gejala Fisiologis
Gejala fisiologis merupakan gejala awal yang bisa diamati,
terutama pada penelitian medis dan ilmu kesehatan. Stress
cenderung berakibat pada perubahan metabolisme tubuh,
meningkatnya detak jantung dan pernafasan, peningkatan tekanan
darah, timbulnya sakit kepala, serta yang lebih berat lagi terjadinya
serangan jantung.

2. Gejala Psikologis
Dari segi psikologis, stress dapat menyebabkan
ketidakpuasan. Hal itu merupakan efek psikologis yang paling
sederhana dan paling jelas. Namun bisa saja muncul keadaan
psikologis lainnya, misaalnya ketegangan, kecemasan, mudah
marah, kebosanan, suka menunda-nunda. Terbukti bahwa jika
seseorang diberikan sebuah pekerjaan dengan peran ganda atau
berkonflik, ketidakjelasan tugas, wewenang, dan tanggung jawab
pemikul pekerjaan, maka stress dan ketidakpuasan akan
meningkat.

3. Gejala Perilaku
Gejala stress yang dikaitkan dengan perilaku mencakup
dalam produktivitas, absensi, dan tingkat keluarnya karyawan,
juga perubahandalam kebiasaan makan, merokok dan konsumsi
alkohol, bicara cepat, gelisah, dan gangguan tidur.

2.5 Faktor Penyebab Stress Kerja


Dalam Hardiyatun (2011) Faktor penyebab terjadinya stress
kerja pada individu, antara lain :
1. Usia
Kebanyakan kinerja fisik mencapai puncak dalam usia
pertengahan 20-an dan kemudian menurun dengan
bertambahnya usia. Peran faktor umur memberikan respon
terhadap situasi yang potensial menimbulkan stress kerja.
Penelitian pada kelompok usia lebih dari 40 tahun dan dibawah
40 tahun, dengan indikator adrenalin dan tekanan darah,
mendapatkan hasil bahwa kelompok umur > 40 tahun lebih
rentan dalam menghadapi stress kerja.
2. Masa kerja
Masa kerja dapat diartikan sebagai jangka waktu
seseorang bekerja, dihitung dari mulai bekerja sampai sekarang
dia masih bekerja. Semakin lama seseorang dalam bekerja
maka semakin banyak dia telah terpapar bahaya yang
ditimbulkan oleh lingkungan kerja tersebut.
3. Pendidikan
Secara umum pendidikan bertujuan mengembangkan
dan memperluas pengetahuan, pengalaman serta pengertian
individu. Semakin tinggi pendidikan seseorang makin mudah
seseorang berpikir secara luas, makin tinggi daya inisiatifnya
dan makin mudah pula untuk menemukan cara-cara yang
efisien guna menyelesaikan pekerjaannya dengan baik.
Dampak lain pendidikan adalah bahwa pendidikan dapat
bertindak sebagai suatu penunjang dalam mengontrol diri. Tiap-
tiap individu melalui pelajaran dalam berbagai aspek kehidupan
dapat mempertahankan kesehatan fisik dan mentalnya.
4. Riwayat penyakit
Penyakit akan menyebabkan hipo atau hipertensi suatu
organ, akibatnya akan merangsang syaraf tertentu. Dengan
perangsangan yang terjadi akan menyebabkan pusat syaraf otak
akan terganggu atau terpengaruh yang dapat menurunkan
kondisi fisik seseorang.
5. Kepribadian
Faktor kepribadian seseorang (ekstrovert atau introvert)
sangat berpengaruh terhadap stressor yang diterima. Konflik
yang diterima oleh dua orang dapat mengakibatkan reaksi yang
berbeda satu dengan yang lainnya.

6. Hubungan sosial

Hubungan tidak baik antara karyawan di tempat


kerja adalah faktor yang potensial sebagai penyebab terjadinya
stress ditempat kerja. Kecurigaan antar pekerja, kurangnya
komunikasi, ketidaknyamanan dalam melakukan pekerjaan
merupakan tanda- tanda adanya stress akibat kerja.

2.6 Pengendalian Stress Kerja


Cartwright, et. al. dalam Tarwaka (2010) memberikan cara-
cara untuk mengurangi stress kerja secara lebih spesifik yaitu
melalui :
1. Redesain tugas-tugas pekerjaan.
2. Redesain lingkungan kerja.
3. Menerapkan waktu kerja yang fleksibel.
4. Menerapkan manajemen partisipatoris.
5. Melibatkan karyawan dalam pengembangan karier.
6. Menganalisis peraturan kerja dan menetapkan tujuan.
7. Mendukung aktivitas sosial.
8. Membangun kerja tim yang kompak.
9. Menetapkan kebijakan ketenagakerjaan yang adil dan lain-
lain.
3. Hubungan Kebisingan dengan Stress Kerja
Kebisngan merupakan bunyi yang mengganggu
dan bersumber dari alat – alat produksi yang memiliki
intensitas tinggi melebihi Nilai Ambang Batas (NAB) yang
telah ditentukan sehingga menimbulkan gangguan pada
kesehatan. Sedangkan stress kerja adalah reaksi individu
yang disebabkan oleh lingkungan kerja sebagai stressor
sehingga menyebabkan perubahan reaksi fisiologis,
psikologis, dan perilaku yang menyimpang dari keadaan
normal. Kebisingan dapat mengakibatkan stress. Efek awal
dari kebisingan adalah takut dan perubahan kecepatan
detak jantung, kecepatan respirasi, tekanan darah,
metabolisme, ketajaman penglihatan, ketahanan kulit
terhadap listrik dan lain-lain. Ada penelitian yang
menunjukkan bahwa bising yang berkepanjangan akan
mengakibatkan naiknya tekanan darah secara permanen.
Perubahan dalam tubuh seperti ini akan menurunkan
kenyamanan sehingga efektivitas dalam melakukan
pekerjaan pun akan menurun (Anizar, 2009).
B. Kerangka Pemikiran

Kebisingan

Diatas Dibawah
NAB NAB

Ditampung
Panca Indra

Sistem Limbik

Hipotalamus

Hipofisis
(pituitary)
Keterangan :

= Tidak diteliti
Glukokortikoid
(kortisol) = Diteliti

Peningkatan
Internal : Aksis HPA Ekstermal :
1. Beban kerja 1. Keluarga
2. Kondisi Fisik 2. Lingkungan
3. Karakteristik Stress 3. Sosial

Gambar 2.2 Kerangka Pemikiran Hubungan Antara Kebisingan dan Stress Kerja

C. Hipotesis
Ada hubungan antara kebisingan dengan stress kerja pada tenaga kerja
unit weiving di Pt. Koesuma Nanda Putra Klaten.
BAB III
METODE PENELITIAN

3.1 Jenis Penelitian


Jenis penelitian ini adalah survei analitik dengan desain penelitian
menggunakan desain penelitian cross sectional dimana suatu penelitian
yang mempelajari hubungan antara faktor risiko (independen) dengan faktor
efek (dependen), dimana melakukan observasi atau pengukuran variabel
sekali dan sekaligus pada waktu yang sama (Hardiyatun, 2011).

3.2 Tempat dan Waktu Penelitian


Penelitian dilakukan di unit weaving PT. Koesuma Hadi, Jl. Pedan -
Karangdowo, Tandantraman, Kalangan, Pedan, Kabupaten Klaten, Jawa
Tengah 57468 pada bulan April - Juni 2019.

3.3 Populasi Penelitian


Populasi diartikan sebagai wilayah generalisasi yang terdiri atas
obyek atau subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik tertentu yang
ditetapkan oleh peneliti untuk dipelajari dan kemudian ditarik
kesimpulannya (Sugiyono,2012). Penelitian ini dilakukan pada populasi
tenaga kerja unit weaving shift 1 yang berjumlah 100 tenaga kerja.

3.4 Sampel Penelitian


Pemilihan sampel menggunakan teknik probability sampling
dengan teknik sampling yang digunakan yaitu simple random sampling
karena pengambilan sampel dari populasi dilakukan secara acak tanpa
memperhatikan strata yang ada dalam populasi itu (Sugiyono,2012).

Besarnya sampel pada penelitian ini diambil dari jumlah populasi


tenaga kerja unit weaving shift 1 di PT. Koesuma Nanda Putra. Sampel pada
penelitian ini adalah tenaga kerja unit weaving di PT. Koseoma Nanda Putra
yang memenuhi kriteria inklusi sebagai berikut :

1. Usia (18-45 tahun)


2. Masa Kerja ( > 5 Tahun )
3. Sehat secara fisik
4. Bersedia menjadi sampel penelitian
Sedangkan kriteria ekslusi pada sampel ini adalah :
1. Responden mengalami sakit saat penelitian
2. Responden tidak hadir saat pengambilan data

Didapatkan hasil dari kriteria inklusi dan ekslusi diatas maka


diperoleh perkiraan sampel sebanyak 83 tenaga kerja. Penghitungan
sampel yang digunakan pada penelitian ini menggunakan rumus dari Isaac
dan Michael (Sugiyono, 2015), sebagai berikut :

𝜆2 . 𝑁. 𝑃. 𝑄
𝑛= 2
𝑑 (𝑁 − 1) + λ2 . 𝑃. 𝑄

12 . 83.0,5.0,5
𝑛=
0,052 (83 − 1) + 12 . 0,5.0,5

20,75
𝑛=
0,455

𝑛 = 45.64
Keterangan :
Λ2 dengan dk = 1, taraf kesalahan bisa 1%, 5%, 10%
N = populasi
P = Q = 0,5
D = 0,05
Berdasarkan perhitungan diatas, didapatkan sampel minimal yang akan
digunakan dalam penelitian ini sebanyak 45 tenaga kerja unit weaving di
PT. Kosoema Nanda Putra Klaten.
3.5 Desain Penelitian

Populasi
(100)

Inklusi dan Simple Random


Ekslusi Sampling

Sampel
(45)

Intensitas Kebisingan

Uji Spearman

Stress Kerja

3.6 Variabel Penelitian


1. Variabel Bebas

Merupakan variabel yang mempengaruhi atau yang menjadi


sebab perubahannya atau timbulnya variabel terikat. Variabel bebas
dalam penelitian ini yaitu kebisingan.
2. Variabel Terikat

Merupakan variabel yang dipengaruhi atau yang menjadi


akibat karena adanya variabel bebas. Variabel terikat pada penelitian
ini yaitu stress kerja.

3. Variabel Pengganggu

Merupakan variabel yang mempengaruhi (memperkuat dan


memperlemah) hubungan antara variabel bebas dengan variabel
terikat. Variabel pengganggu pada penelitian ini yaitu :

a. Variabel pengganggu terkendali dalam penelitian ini yaitu


usia, masa kerja, riwayat penyakit pendengaran.

b. Variabel pengganggu tidak terkendali dalam penelitian ini


yaitu pendidikan, kepribadian, hubungan sosial.

3.7 Definisi Operasional Variabel Penelitian


1. Kebisingan

Suara atau bunyi yang ditimbulkan oleh mesin tenun yang


digunakan pada unit weaving. Pada penelitian ini digunakan alat
untuk mengukur intensitas kebisingan yang terdapat pada unit
weaving tersebut.

Alat ukur : Sound Level Meter

Satuan : dB(A)

Skala Pengukuran : Rasio


2. Stress Kerja

Respons tubuh berupa respon fisiologis, psikologis maupun


perilaku terhadap stressor yang dialami yang tertuang dalam
kuesioner.

Alat ukur : Kuesioner

Skala Pengukuran : Interval

3.8 Peralatan dan Bahan Penelitian


Peralatan dan bahan yang digunakan dalam penelitian yaitu :

1. Sound Level Meter


Alat yang digunakan untuk mengukur intensitas kebisingan yang
terdapat dalam suatu ruangan tersebut.
Merek alat : Sound Level Meter RION NA-20
Satuan : dB(A)
Teknik pengukurannya adalah:

a. Memutar switch ke A.

b. Memutar FILTER-CAL-INT ke arah INT.

c. Memutar level switch sesuai dengan tingkat kebisingan yang


terukur.

d. Menggunakan meter dynamic characteristic selector switch


“FAST” karena jenis kebisingannya continue.

e. Pengukuran dilakukan selama 1-2 menit, mengarahkan


mikropon ke sumber kebisingan.

f. Jarak sound level meter dengan sumber bising adalah sesuai


dengan posisi tenaga kerja selama kerja.

g. Pengkuran dilakukan dari beberapa titik yaitu : depan, belakang,


samping, dan diantara mesin yang digunakan.
h. Membaca angka skala setelah panah penunjuk dalam keadaan
stabil.

2. Kuesioner
Pengukuran dilakukan dengan menggunakan kuesioner
TMAS (Taylor Manifest Anxiety Scale) dari Janet A. Taylor (1958).
Kuesioner TMAS adalah kuesioner yang dikembangkan untuk mengukur
tingkat kecemasan yang menimbulkan perubahan fisiologis dan
psikologis. Dalam kuesioner ini skor yang paling tinggi menunjukan
individu memiliki tingkat kecemasan tinggi, sebaliknya skor yang paling
rendah menunjukan individu memiliki tingkat kecemasan rendah.

Kuesioner TMAS berisi 50 item pertanyaan yang mana terdiri atas 12


pertanyaan unfavourable dan 38 pertanyaan favourable masih – masing
item pertanyaan diberi penilaian “ya” atau “tidak” sesuai dengan kondisi
individu dengan memberi tanda “X” pada kolom pertanyaan.

Tabel 5 Pembagian Pertanyaan Favorable dan Unfavorable


Aitem Nomor Aitem
Favorable 2, 5, 6, 7, 8, 10, 11, 13, 14, 16, 17, 19, 21, 22, 23, 24,
25, 26, 27, 28, 30, 31, 32, 33, 34, 35, 36, 37, 39, 40,
41, 42, 43, 44, 45, 46, 47, 48, 49
Unfavorable 1, 3, 4, 9, 12, 15, 18, 20, 29, 32, 38, 50

Gardos (Subandi, 2002), membagi tingkat kecemasan

menjadi 3 skala berdasarkan hasil pengukuran T-MAS:

a. Skor < 16 : Kecemasan ringan

b. Skor 17−33 : Kecemasan sedang

c. Skor > 34 : Kecemasan Berat


Tabel 6 Blueprint skala TMAS
Aspek Indikator Nomor Aitem Jumlah
Fisiologis a. Gemetar 1, 2, 4, 8, 10, 12, 14, 15, 18
b. Berkeringat 16, 17, 18, 19, 20, 21, 23,
c. Detak jantung 24, 34, 35
meningkat
d. Tangan dan kaki
dingin
e. Tersipu-sipu
f. Jantung berdebar
g. Kehabisan nafas
h. Gangguan tidur
Psikologis a. Panik 3, 5, 6, 7, 9, 11, 13, 22, 32
b. Tegang 25, 26, 27, 28, 29, 30, 31,
c. Bingung 32, 33, 36, 37, 38, 39, 40,
d. Tidak bisa 41, 42, 43, 44, 45, 46, 47,
48, 49, 50
berkonsentrasi
e. Kesadaran diri
f. Kurang percaya
diri

50
Jumlah

3. Alat Tulis
Alat tulis digunakan untuk mencatat data hasil pengukuran.
4. Stopwatch
Stopwatch digunakan untuk mengukur lama waktu saat melakukan tes
grid concentration.
5. Kamera Digital
Kamera digital adalah alat yang digunakan untuk mengambil gambar
yang diperlukan untuk pendokumentasian saat dilakukan pengukuran
dan pengamatan.
3.9 Cara Kerja Penelitian
Cara kerja penelitian ini dilalulan melalui tahap-tahap sebagai
berikut :
1. Tahap Persiapan
a. Peneliti membuat proposal penelitian.
b. Peneliti membuat surat pengantar dari program studi untuk.
melakukan survey awal di PT Kosoema Nanda Putra, Klaten.
c. Peneliti mengajukan surat pengantar beserta proposal survey awal
ke PT Kosoema Nanda Putra, Klaten.
d. Peneliti membuat proposal penelitian.
e. Peneliti membuat ethical clearance.
2. Tahap Pelaksanaan
a. Peneliti menentukan sampel yang akan dijadikan objek penelitian.
b. Peneliti menemui responden dan menjelaskan maksud dan tujuan
penelitian, kemudian peneliti memberikan kuesioner dan
memberikan petunjuk untuk mengisi kuesioner.
c. Peneliti memberikan batasan waktu selama 1 menit kepada
responden untuk mengisi kuesioner yang telah diberikan.
d. Setelah selesai mengisi kuesioner, peneliti melakukan pengukuran
intensitas kebisingan di unit weaving responden.
3. Tahap Penyelesaian
a. Pengumpulan semua data yang diperoleh.
b. Pengolahan dan analisis data.
c. Pembuatan laporan penelitian.

3.10 Teknik Analisi Data


Pengolahan data merupakan salah satu proses yang penting dalam
melakukan suatu penelitian, untuk memperoleh kesimpulan yang baik
maka diperlukan pengolahan data. Menurut (Notoadmodjo, 2010) kegiatan
dalam proses pengolahan data adalah:
1. Pemeriksaan Data (Editing)
Pemeriksaan data dilakukan bertujuan untuk memeriksan apakah data
yang diperoleh sesuai dan benar. Pemeriksaan data dilakukan setelah
tahap pengumpulan data dan pengambilan data selesai.
2. Pembuatan Kode (Coding)
Proses koding merupakan pemberian kode numerik (angka) terhadap
data yang berbentuk kalimat atau huruf menjadi data angka atau
bilagan.
3. Memasukkan Data (Data Entry)
Data entry adalah proses memasukkan kode yang telah dibuat dari
proses koding ke dalam program komputer, program yang digunakan
oleh peneliti adalah SPSS for window.
4. Pembersihan Data (Data Cleaning)
Data cleaning adalah proses pengecekan kembali apakah ada
kemungkinan adanya kesalahan-kesalahan kode, kemudian dilakukan
koreksi terhadap kode yang salah.
Teknik pengolahan dan analisis data dalam penelitian ini
menggunakan data kuantitatif. Program pengolahan statistik menggunakan
SPSS versi 21.0 dengan uji chi square karena skala variabel bebas adalah
nominal sedangkan skala variabel terikat adalah ordinal. Kriteria
pengukuran chi square menurut Sugiyono (2010) sebagai berikut :
1. Jika p (vaue) ≤ 0.01 maka sangat signifikan,
2. Jika p (vaue) > 0.01 tetapi ≤ 0.05 maka signifikan,
3. Jika p (vaue) > 0.05 maka tidak signifikan
3.11 Jadwal Penelitian

Tabel 7 Rencana Jadwal Penelitian


No Uraian Januari April Mei

Minggu Ke

1 2 3 4 1 2 3 4 1 2 3 4

1 Persiapan
Penelitian
2 Perencanaan

3 Pengambilan
data
4 Pengolahan
Data
5 Penyusunan
Laporan
DAFTAR PUSTAKA

Anizar. (2009). Teknik Keselamatan dan Kesehatan Kerja di Industri.

Yogyakarta: Graha Ilmu.

Buchari. (den 24 Mei 2011). Kebisingan Industri dan Hearing Conservation

Program. Hämtat från

http://repository.usu.ac.id/bitstream/123456789/1435/1/07002749.pdf

Budiono, S., & dkk. (2009). Bunga Rampai Hiperkes dan KK. Semarang:

Universitas Diponegoro.

Chandra, B. (2007). Pengantar Kesehatan Lingkungan. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran.

Faisal, Y. (1997). Dampak Debu Industri Pada Paru dan Pengendaliannya. Jurnal

Respiratory Indonesia, 17(1).

Harrianto, R. (2010). Buku Ajar Kesehatan Kerja. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran EGC.

Hawari, D. (2011). Manajemen Stress Cemas dan Depresi. Jakarta: Balai Penerbit

FKUI.

Heryati, E., & Faizah, N. (den 22 Juni 2011). Psikologi Faal. Hämtat från

http://file.upi.edu/Direktori/FIP/JUR._PEND._LUAR_BIASA/197710132

005012-EUIS_HERYATI/DIKTAT_KULIAHx.pdf

Riyanto, A. (2009). Pengolahan dan Analisis Data Kesehatan. Yogyakarta:

Jazamedia.

Anda mungkin juga menyukai