Anda di halaman 1dari 25

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 latar belakang


The American Academy of Pediatrics (AAP) dan The American Academy of family
Physician (AAFP) mendefinisikan otitis media akut sebagai suatu infeksi dari telinga tengah
dengan onset akut dan terdapatnya efusi telinga tengah serta terdapat tanda-tanda peradangan
dari telinga tengah. Otitis media dengan efusi atau disebut juga dengan otitis media serosa
(OMS) adalah cairan di dalam telinga bagian tengah tanpa disertai gejala dan tanda infeksi.
OMS biasanya terjadi ketika tuba eustachius tertutup dan cairan terperangkap di dalam
telinga bagian tengah.
Tanda dan gejala dari Otitis Media Akut (OMA) muncul ketika cairan yang
terperangkap di dalam telinga tengah terinfeksi oleh bakteri patogen. Bulging dari membrana
timpani mamiliki nilai prediktif yang paling tinggi saat mengevaluasi ada tidaknya otitis
media serosa. Selain itu dapat pula ditemukan beberapa hal lain yang dapat mengindikasi
terjadinya otitis media serosa, misalnya terdapat gerakan membrane timpani yang terbatas
pada saat diperiksa dengan pneumatic otoscopy dan terlihat cairan di belakang membrane
timpani ketika cairan yang ada di dalam telinga tengah telah terinfeksi.
Otitis media serosa, lebih dikenal sebagai cairan dalam telinga tengah (Middie Ear
Effusion), adalah kondisi yang paling sering menyebabkan hilangnya pendengaran pada anak.
Normalnya, ruang di belakang gendang telinga yang terdiri dari tulang-tulang pendengaran
diisi oleh udara. Hal inilah yang memungkinkan terjadinya transmisi suara normal. Ruangan
ini dapat terisi oleh cairan selama periode flu atau pada kondisi infeksi saluran nafas bagian
atas. Ketika flu sembuh, cairan ini secara keseluruhan akan di alirkan keluar dari telinga
melalui sebuah saluran yang menghubungkan telinga luar dengan hidung yaitu tuba
eustachius. Tuba eustachius tidak dapat kering dengan baik pada anak-anak. Cairan yang
telah terakumulasi didalam ruang di telinga tengah seringkali terblokir untuk keluar.

1
1.2 Tujuan
1.2.1 Tujuan Umum
Mengetahui dan memahami tentang otitis media efusi.

1.2.2 Tujuan Khusus


Untuk mengetahui dan memahami tentang definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, diagnosa, diagnosis banding, penatalaksanaan , komplikasi, dan prognosis otitis
media efusi.

1.3 Manfaat
1.Sebagai sumber media informasi mengenai otitis media efusi
2.Untuk memenuhi tugas referat kepanitraan klinik senior di Bagian Ilmu Penyakit Telinga,
Hidung, dan Tenggorokkan RSUD Solok 2019.

2
BAB II

TINJAUAN KEPUSTAKAAN

2.1 Anatomi telinga tengah

Gambar 1. Anatomi telinga tengah

Telinga tengah digambarkan seperti sebuah kotak (kubus) dengan batas-batas seperti
berikut:

 Batas luar : membran timpani.


 Batas depan :tuba eustachius yang menghubungkan daerah telinga tengah
dengan nasofaring.
 Batas bawah : vena (bulbus) jugularis yang superior lateral menjadi sinus
sigmoideus dan ke tengah menjadi sinus cavernous, cabang aurikulus saraf
vagus masuk telinga tengah dari dasarnya.
 Batas belakang : additus ad antrum yaitu lubang yang menghubungkan telinga
tengah dengan antrum mastoid.
 Batas dalam : berturut – turut dari atas ke bawah kanalis semi sirkularis
horizontal, kanalis fasialis, tingkap oval, tingkap bundar, dan promontorium.
 Batas atas : tegmen timpani.

3
Membran timpani

Membran timpani berbentuk bundar dan cekung bila dilihat dari arah liang teling dan
terlihat terlihat oblik terhdap sumbu liang telinga. Bagian atas disebut pars flaksida
(membrane Shrapnell), sedangkan bagian bawah pars tensa (membrane propria). Pars flaksida
hanya berlapis dua, yaitu bagian luar ialah lanjutan epitel kulit liang telinga dan bagian dalam
dilapisi oleh sel kubus bersilia, seperti epitel mukosa saluran napas. Pars tensa mempunyai
satu lapis lagi di tengah, yaitu lapisan yang terdiri dari serat kolagen dan sedikit serat elastin
yang berjalan radier di bagian luar dan sirkuler pada bagian dalam.

Bayangan penonjolan bagian bawah maleus pada membrane timpani disebut sebagai
umbo. Dari umbo bermula suatu reflex cahaya (cone of light) kearah bawah yaitu pada pukul
7 untuk membrane timpani kiri dan pukul 5 untuk membrane timpani kanan. Reflek cahaya
adalah cahaya dari luar yang dipantulkan oleh membrane timpani. Di membrane timpani
terdapat 2 macam serabut, sirkuler dan radier. Serabut inilah yang menyebabkan timbulnya
reflex cahaya yang berupa kerucut.

Gambar 2. Membran timpani

Membrane timpani dibagi dalam 4 kuadran, dengan menarik garis searah prosessus
longus maleus dan garis yang tegak lurus pada garis itu di umbo, sehingga didapatkan bagian
atas depan ,atas belakang, bawah depan serta bawah belakang untuk menyatakan letak
perforasi membrane timpani.

4
Kavum Timpani

Kavum timpani terletak didalam pars petrosa dari tulang temporal, bentuknya
bikonkaf. Diameter anteroposterior atau vertikal 15 mm, sedangkan diameter transversal
2-6 mm. Kavum timpani mempunyai 6 dinding yaitu : bagian atap, lantai, dinding lateral,
dinding medial, dinding anterior, dinding posterior.

Atap kavum timpani.

Dibentuk tegmen timpani, memisahkan telinga tengah dari fosa kranial dan lobus
temporalis dari otak. bagian ini juga dibentuk oleh pars petrosa tulang temporal dan
sebagian lagi oleh skuama dan garis sutura petroskuama.

Lantai kavum timpani

Dibentuk oleh tulang yang tipis memisahkan lantai kavum timpani dari bulbus
jugularis, atau tidak ada tulang sama sekali hingga infeksi dari kavum timpani mudah
merembet ke bulbus vena jugularis.

Dinding medial.

Dinding medial ini memisahkan kavum timpani dari telinga dalam, ini juga
merupakan dinding lateral dari telinga dalam.

Dinding posterior

Dinding posterior dekat keatap, mempunyai satu saluran disebut aditus, yang
menghubungkan kavum timpani dengan antrum mastoid melalui epitimpanum.

5
Dibelakang dinding posterior kavum timpani adalah fosa kranii posterior dan sinus
sigmoid.

Dinding anterior

Dinding anterior bawah adalah lebih besar dari bagian atas dan terdiri dari
lempeng tulang yang tipis menutupi arteri karotis pada saat memasuki tulang tengkorak
dan sebelum berbelok ke anterior. Dinding ini ditembus oleh saraf timpani karotis
superior dan inferior yang membawa serabut-serabut saraf simpatis kepleksus timpanikus
dan oleh satu atau lebih cabang timpani dari arteri karotis interna. Dinding anterior ini
terutama berperan sebagai muara tuba eustachius.

Kavum timpani terdiri dari :

1. Tulang-tulang pendengaran terdiri dari :

 Malleus ( hammer / martil).


 Inkus ( anvil/landasan)
 Stapes ( stirrup / pelana)

2. Otot-otot pada kavum timpani

Terdiri dari : otot tensor timpani ( muskulus tensor timpani) dan otot stapedius
( muskulustapedius)

3. Saraf Korda Timpani

Merupakan cabang dari nervus fasialis masuk ke kavum timpani dari


analikulus posterior yang menghubungkan dinding lateral dan posterior. Korda
timpani juga mengandung jaringan sekresi parasimpatetik yang berhubungan dengan
kelenjar ludah sublingual dan submandibula melalui ganglion ubmandibular. Korda
timpani memberikan serabut perasa pada 2/3 depan lidah bagian anterior.

4. Pleksus Timpanikus

Berasal dari n. timpani cabang dari nervus glosofaringeus dan dengan nervus
karotikotimpani yang berasal dari pleksus simpatetik disekitar arteri karotisinterna.

6
Saraf Fasial

Meninggalkan fosa kranii posterior dan memasuki tulang temporal melalui meatus
akustikus internus bersamaan dengan N. VIII. Saraf fasial terutama terdiri dari dua komponen
yang berbeda, yaitu:

1. Saraf motorik untuk otot-otot yang berasal dari lengkung brankial kedua (faringeal)
yaitu otot ekspresi wajah, stilohioid, posterior belly m. digastrik dan m. stapedius.

2. Saraf intermedius yang terdiri dari saraf sensori dan sekretomotor parasimpatetis
preganglionik yang menuju ke semua glandula wajah kecuali parotis.

Tuba Eustachius

Menghubungkan rongga timpani dgn nasofaring,panjang 3,5 cm. Bagian 1/3 posterior
terdapat dinding tulang dan bagian 2/3 anterior terdapat dinding tulang rawan. Dilapisi oleh
epitel silindris bertingkat bersilia dan epitel selapis silindris bersilia degan sel goblet dekat
farings. Dinding tuba biasanya kolaps,tetapi selama proses menelan dinding tuba akan
terpisah dan udara masuk ke rongga telinga tengah sehingga tekanan udara pada kedua sisi
membran timpani seimbang dengan tekanan atmosfer. Tuba auditiva meluas dari dinding
anterior cavum timpani ke bawah,depan,dan medial sampai ke nasophaynx. Sepertiga
posteriornya adalah tulang,dan dua pertiga anteriornya dalah tulang rawan. Berhubungan
dengan nasopharinx setelah berjalan diatas tepi atas m. constrictor pharynges superior.

Tuba auditiva berfungsi untuk membuat seimbang tekanan udara dalam cavum
timpani dengan nasopharing.

7
Prosesus Mastoideus

Tulang mastoid adalah tulang keras yang terletak di belakang telinga, didalamnya
terdapat rongga seperti sarang lebah yang berisi udara. Rongga-rongga udara ini ( air cells )
terhubung dengan rongga besar yang disebut antrum mastoid. Kegunaan air cells ini adalah
sebagai udara cadangan yang membantu pergerakan normal dari gendang telinga, namun
demikian hubungannnya dengan rongga telinga tengah juga bisa mengakibatkan perluasan
infeksi dari telinga tengah ke tulang mastoid yang disebut sebagai mastoiditis

Rongga mastoid berbentuk seperti bersisi tiga dengan puncak mengarah ke kaudal.
Atap mastoid adalah fosa kranii media. Dinding medial adalah dinding lateral fosa kranii
posterior. Sinus sigmoid terletak dibawah duramater pada daerah ini.

Pneumatisasi prosesus mastoideus ini dapat dibagi atas :

1. Prosesus Mastoideus Kompakta ( sklerotik), diomana tidak ditemui sel-sel.

2. Prosesus Mastoideus Spongiosa, dimana terdapat sel-sel kecil saja.

3. Prosesus Mastoideus dengan pneumatisasi yang luas, dimana sel-sel disini besar.

Antrum Mastoid

Merupakan ruangan didalam os temporal yang dilapisi mukosa dengan epitel


squamous simplex danmerupakan lanjutan dari cavum timpani. Antrum melanjut ke cavum
timpani melalui aditus ad antrum. Atap antrum mastoid adalah tegmen timpani (berbatasan
dengan fossa kranii media, bagian medialnya Canalis semisirkularis lateralis dan posterior.
Pertemuan antara tegmen dan sinus lateralis disebut sinodural angle. Dasar antrum berbatasan
dengan canalis falopii pars horisontalis.

2.2 Fisiologi Pendengaran

Suara atau bunyi yang masuk ditangkap oleh daun telinga, kemudian diteruskan
kedalam liang telinga luar yang akan menggetarkan gendang telinga. Getaran ini akan
diteruskan dan diperkuat oleh tulang-tulang pendengaran yang saling berhubungan yaitu
malleus, incus dan stapes. Stapes akan menggetarkan tingkap lonjong (oval window) pada
rumah siput yang berhubungan dengan scala vestibuli sehingga cairan didalamnya yaitu

8
perilimfe ikut bergetar. Getaran tersebut akan dihantarkan ke rongga dibawahnya yaitu scala
media yang berisi endolimfe sepanjang rumah siput. Didalam scala media terdapat organ
corti yang berisi satu baris sel rambut dalam (Inner Hair Cell) dan tiga baris sel rambut luar
(Outer Hair Cell) yang berfungsi mengubah energi suara menjadi energi listrik yang akan
diterima oleh saraf pendengaran yang kemudian menyampaikan atau meneruskan energi
listrik tersebut kepusat sensorik mendengar di otak sehingga kita bisa mendengar suara atau
bunyi tersebut dengan sadar.

2.3 Definisi Otitis Media Efusi

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Secara mudah, otitis media terbagi atas
otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (otitis media serosa, otitis media
sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME, otitis media mucoid).
Adanya cairan di telinga tengah tanpa dengan membran timpani utuh tanpa tanda-
tanda infeksi disebut juga sebagai otitis media dengan efusi.Apabila efusi tersebut encer
disebut otitis media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis media
mukoid (glue ear).

2.4 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, infeksi telinga tengah adalah masalah kesehatan utama yang
ditemukan pada bayi dan anak. Suatu survei yang melakukan skrining pada anak-anak yang
sehat usia bayi sampai 5 tahun menunjukkan sebanyak 15-40% memiliki efusi pada telinga
tengah. Studi lain, pada anak yang diperiksa secara berkala selama 1 tahun, 50-60% peserta
dan 25% anak usia sekolah ditemukan efusi pada telinga tengah, dengan puncak insiden pada
musim dingin.
Sekitar 80% anak-anak mengalami episode otitis media dengan efusi saat berusia
kurang dari 10 tahun. Lima persen dari anak-anak usia 2-4 tahun mengalami hilangnya
pendengaran karena efusi telinga tengah yang menetap selama 4 bulan atau lebih. Prevalensi
otitis media dengan efusi didapatkan paling tinggi pada kelompok usia 2 tahun ke bawah dan
menurun secara drastis pada anak di atas 6 tahun.

9
2.5 Etiologi

Otitis media serosa dapat terjadi akibat kondisi-kondisi yang berhubungan dengan
pembukaan dan penutupan tuba eustachius yang sifatnya periodik. Penyebabnya dapat berupa
kelainan kongenital, akibat infeksi atau alergi, atau dapat dapat juga disebabkan akibat
blokade tuba (misalnya pada adenoid dan barotrauma).
Tuba eustachia immature merupakan kelainan kongenital yang dapat menyebabkan
terjadinya timbunan cairan di telinga tengah. Ukuran tuba eustachius pada anak dan dewasa
berlainan dalam hal ukuran. Beberapa anak mewarisi tuba eustachius yang kecil dari kedua
orang tuanya, hal inilah yang dapat meningkatkan kecenderungan terjadinya tendensi atau
kecenderungan infeksi telinga tengah dalam keluarga. Selain itu, otitis media serosa juga
lebih sering terjadi pada anak dengan ”cleft palatal” (terdapatnya celah pada daerah palatum).
Hal ini desebabkan karena otot-otot ini tumbuh tidak sempurna pada anak dengan ”cleft
palate”.
Membrana mukosa dari telinga tengah dan tuba eustachius berhubungan dengan
membran mukosa pada hidung, sinus, dan tenggorokan. Infeksi pada area-area ini
menyebabkan pembengkakan membrana mukosa yang mana dapat mengakibatkan blokade
dari tuba eustachius. Sedangkan reaksi alergi pada hidung dan tenggorokan juga
menyebabkan pembengkakan membrana mukosa dan memblokir tuba eustachius. Reaksi
alergi ini sifatnya bisa akut, seperti pada hay fever tipe reaksi ataupun bersifat kronis seperti
pada berbagai jenis sinusitis kronis.Adenoid dapat menyebabkan otitis media serosa apabila
adenoid ini terletak di daerah nasofaring, yaitu area disekeliling dan diantara pintu tuba
eustachius.Ketika membesar, adenoid dapat memblokir pembukaan tuba eustachius.
(Steward, D, 2008). Kegagalan fungsi tuba eustachi dapat pula disebabkan oleh rinitis kronik,
sinusitis, tonsilitis kronik, dan tumor nasofaring.
Selain itu, otitis media serosa kronis dapat juga terjadi sebagai gejala sisa dari otitis
media akut (OMA) yang tidak sembuh sempurna. Terapi antibiotik yang tidak adekuat pada
OMA dapat menonaktifkan infeksi tetapi tidak dapat menyembuhkan secara sempurna
sehingga akan menyisakan infeksi dengan grade rendah. Proses ini dapat merangsang mukosa
untuk menghasilkan cairan dalam jumlah banyak. Jumlah sel goblet dan mukus juga
bertambah.

10
2.6 Klasifikasi
Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas 2 jenis:
1. Otitis media serosa akut:
 Adalah keadaan terbentuknya sekret di telinga tengah secara tiba-tiba
yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba.
 Pada otitis media serosa akut, secret terjadi secara tiba-tiba di telinga
tengah dengan disertai rasa nyeri pada telinga.
2. Otitis media serosa kronis:
 Pada keadaan kronis, secret terbentuk secara bertahap tanpa rasa nyeri
dengan gejala-gejala pada telinga yang berlangsung lama.

2.7 Patofisiologi

Dalam kondisi normal, mukosa telinga bagian dalam secara konstan mengeluarkan
sekret, yang akan dipindahkan oleh sistem mukosilier ke nasofaring melalui tuba eustachius.
Sebagai konsekuensi, faktor yang mempengaruhi produksi sekret yang berlebihan, klirens
sekret yang optimal, atau kedua-duanya dapat mengakibatkan pembentukan suatu cairan di
telinga tengah.
Ada 2 mekanisme utama yang menyebabkan OME :
a. Kegagalan fungsi tuba eustachi
Kegagalan fungsi tuba eustachi untuk pertukaran udara pada telinga tengah
dan juga tidak dapat mengalirkan cairan.
b. Peningkatan produksi sekret dalam telinga tengah
Dari hasil biopsi mukosa telinga tengah pada kasus OME didapatkan
peningkatan jumlah sel yang menghasilkan mukus atau serosa.

11
Gambar 3. Bagan patofisiologi otitis media efusi

Otitis media serosa terjadi terutama akibat adanya transudat atau plasma yang
mengalir dari pembuluh darah ke telinga tengah yang sebagian besar terjadi akibat adanya
perbadaan tekanan hidrostatik, sedangkan pada otitis media mukoid, cairan yang ada di

12
telinga tengah timbul akibat sekresi aktif dari kelenjar dan kista yang terdapat di dalam
mukosa telinga tengah, tuba eustachius, dan rongga mastoid. Faktor utama yang berperan
disini adalah terganggunya fungsi tuba eustachius.
Otitis media serosa sering timbul setelah otitis media akut. Cairan yang telah
terakumulasi dibelakang gendang telinga selama infeksi akut dapat tetap menetap walau
infeksi mulai mengalami penyembuhan. Selain itu, otitis media serosa dapat pula terjadi
tanpa didahului oleh infeksi, dan dapat terjadi akibat penyakit gastroesophagal reflux atau
hambatan tuba eustachius oleh karena infeksi atau adenoid yang membesar. Otitis media
serosa sering sekali terjadi pada anak-anak dengan usia antara 3 bulan sampai 3 tahun.
Seringkali mengikuti infeksi traktus respiratorius bagian atas adalah otitis media
serosa. Sekresi dan inflamasi menyebabkan suatu oklusi relatif dari tuba eustachius.
Normalnya, mukosa telinga tengah mengabsorbpsi udara di dalam telinga tengah. Apabila
udara dalam telinga tengah tidak diganti akibat obstruksi relatif dari tuba eustachius, maka
akibatnya terjadi tekanan negatif dalam telinga tengah dan menyebabkan suatu efusi yang
serius.Efusi pada telinga tengah ini menjadi suatu media pertumbuhan mikroba dan dengan
adanya ISPA dapat terjadi penyebaran virus-virus dan atau bakteria dari saluran nafas bagian
atas ke telinga bagian tengah.
Barotrauma adalah keadaan dengan terjadinya perubahan tekanan yang tiba-tiba di
luar telinga tengah sewaktu di pesawat terbang atau penyelam, yang menyebabkan tuba gagal
untuk membuka.Apabila perbedaan tekanan melebihi 90 mmHg, maka otot yang normal
aktivitasnya tidak mampu membuka tuba.Pada keadaan ini terjadi tekanan negatif di rongga
telinga tengah, sehingga cairan keuar dari pembuluh kapiler mukosa dan kadang-kadang
disertai ruptur pembuluh darah sehingga cairan di telinga tengah dan rongga mastoid
tercampur darah.
Saat lahir, tuba Eustahius berada pada bidang paralel dengan dasar tengkorak, sekitar
10 derajat dari bidang horizontal dan memiliki lumen yang pendek dan sempit. Seiring
dengan pertambahan usia, terutama saat mencapai usia 7 tahun, lumen tuba eustachius
menjadi lebih lebar, panjang, dan membentuk sudut 45 derajat terhadap bidang horizontal
telinga. Dengan struktur yang demikian, pada anak usia< 7 tahun, sekresi dari nasofaring
lebioh mudah mencapai telinga tengahdan membawa kuma patogen ke telinga tengah. Selain
itu terdapat faktor resiko pada anak, baik dari struktur anatomi (adanya anomali kraniofasial,
sindrom down, cleft Palate, hipertrofi adenoid, GERD), fungsional (cerebral palsy, sindrom
down, imunodefisiensi), maupun dari faktor lingkungannya (bottle feeding, menyandarkan
botol di mulut pada posisi tengadah (supine position), perokok pasif, status ekonomi rendah).

13
2.8 Manifestasi Klinis

1.Otitis Media Serosa Akut

Gejala yang menonjol pada otitis media serosa akut biasanya pendengaran berkurang.
Selain itu pasien juga dapat mengeluh rasa tersumbat pada telinga atau suara sendiri
terdengar lebih nyaring atau berbeda, pada telinga yang sakit (diplacusis binauralis). Kadang-
kadang terasa seperti ada cairan yang bergerak dalam telinga pada saat posisi kepala berubah.
Rasa sedikit nyeri di dalam telinga dapat terjadi pada saat awal tuba terganggu, yang
menyebabkan timbul tekanan negatif pada telinga tengah. Tapi setelah sekret terbentuk,
tekanan negatif ini perlahan-lahan menghilang. Rasa nyeri dalam telinga tidak pernah ada
bila penyebab timbulnya sekret ada virus atau alergi. Tinitus, vertigo, atau pusing kadang-
kadang ada dalam bentuk yang ringan. Pada otoskopi tampak membrana timpani retraksi.
Kadang-kadang tampak gelembung udara atau permukaan cairan dalam cavum timpani. Tuli
konduktif dapat dibuktikan dengan garpu tala.

Bakley, B. W (2005) menuliskan bahwa meskipun otitis media serosa seringkali


muncul tanpa nyeri, cairan yang terkumpul dalam telinga tengah dapat mengurangi
pendengaran, pemahaman pembicaraan, gangguan perkembangan bahasa, belajar serta
gangguan tingkah laku. Apalagi bila otitis media serosa sering kali terjadi pada anak-anak.
Pada kebanyakan anak, otitis media serosa terjadi secara asimptimatis terutama pada anak-
anak dibawah 2 tahun. Karena anak-anak memerlukan pendengaran untuk belajar berbicara,
maka hilangnya pendengaran akibat cairan di telinga tengah dapat menyebabkan
keterlambatan bicara. Anak-anak mulai belajar mengucapkan kata pada usia 18 bulan.
Apabila kejadian ini berulang selama berbulan-bulan pada tahun-tahun belajar bicara, maka
terjadi ”misspronounciation” atau kesalahan pelafalan yang berat yang akan membutuhkan
terapi bicara.
Masalah cairan dalam telinga tengah ini paling sering ditemukan pada anak dan
biasanya bermanifestasi sebagai tuli konduktif. Merupakan penyebab tersering gangguan
pendengaran pada usia sekolah. Keterlambatan berbahasa dapat terjadi jika keadaan ini
berlangsung lama. Anak-anak jarang mengemukakan bahwa mereka mempunya kesulitan
dalam pendengaran. Guru dapat mengatakan bahwa anak-anak ini kurang perhatiannya
terhadap pelajaran. Umumnya orang dewasa dapat menjelaskan gejala-gejala yang
dialaminya secara lebih dramatis, dapat berupa perasaan ”tersumbat” dalam telinganya dan
menurunnya ketajaman pendengaran. Mereka dapat merasakan adanya perbaikan

14
pendengaran dengan perubahan posisi kepala. Akibat gerakan cairan dalam telinga tengah
dapat terjadi tinitus, tapi pusing jarang menjadi masalah.
Pada pemeriksaan fisik memperlihatkan imobilitas gendang telinga`pada penilaian
dengan otoskop pneumatik. Setelah otoskop ditempelkan rapat-rapat di liang telinga,
diberikan tekanan positif dan negatif. Jika terdapat udara dalam timpanum, maka udara itu
akan tertekan sehingga membrana timpani akan terdorong kedalam pada pemberian tekanan
positif, dan keluar pada tekanan negatif. Gerakan menjadi lambat atau tidak terjadi pada otitis
media serosa atau mukoid. Pada otitis media serosa, membrana timpani tampak berwarna
kekuningan, sedangkan pada otitis media mukoid terlihat lebih kusam dan keruh. Maleus
tampak pendek, retraksi dan berwarna kapur. Kadang-kadang tinggi cairan atau gelembung
otitis media serosa dapat tampak lewat membrana timpani yang semitransparan.

2.Otitis Media Serosa Kronik

Perasaan tuli pada otitis media serosa kronik lebih menonjol (40-45 dB), oleh karena
adanya sekret kental atau glue ear. Pada anak-anak yang berumur 5-8 tahun keadaan ini
sering diketahui secara kebetulan waktu dilakukan pemeriksaan THT atau dilakukan uji
pendengaran. Pada otoskopi terlihat membran timpani utuh, retraksi, suram, kuning
kemerahan atau keabu-abuan.

2.9 Diagnosis

a. Anamnesis
Diagnosis OME seringkali sulit ditegakkan karena prosesnya sendiri yang kerap tidak
bergejala (asimptomatik), atau dikenal dengan silent otitis media. Dengan absennya gejala
seperti nyeri telinga, demam, ataupun telinga berair, OME sering tidak terdeteksi baik oleh
orang tuanya, guru, bahkan oleh anaknya sendiri.
Anamnesis yang lengkap dan teliti mengenai keluhan yang dirasakan dan riwayat
penyakit sebelumnya harus ditanyakan misalnya:
- Pendengaran berkurang atau terdengar suara sendiri lebih keras
- Telinga rasa seperti tertutup/penuh dan tidak nyaman
- Telinga berdengung(tinitus)
- Ada nyeri yang dirasakan atau tidak terasa nyeri pada telinga
- Pada anak-anak ditanyakan ada tidak gangguan bicara, penurunan prestasi
belajar dan masalah perilaku sejak akhir-akhir ini.

15
- Riwayat alergi
- Riwayat infeksi saluran napas bagian atas dan riwayat infeksi telinga berulang.
Riwayat dalam keluarga dengan sakit yang sama dari anamnesa, selanjutnya bisa
dilakukan pemeriksaan fisik untuk memperkuat diagnosa kerja.

b. Pemeriksaan fisik
Pemeriksaan fisik yang dilakukan antara lain :
 Nyeri tarik ?
 Nyeri tekan tragus ?
 Inspeksi kondisi liang telinga luar
Beberapa instrumen penunjang juga membantu menegakkan diagnosis OME, antara
lain:
Otoscope. Pemeriksaan otoskop bertujuan untuk memeriksa liang dan gendang telinga
dengan jelas. Dengan otoskop dapat dilihat adanya gendang telinga yang menggembung,
perubahan warna gendang telinga menjadi kemerahan atau agak kuning dan suram, serta
cairan di liang telinga. Pemeriksaan otoskopik dapat memperlihatkan:
 Membran timpani yang retraksi (tertarik ke dalam), dan opaque
yang ditandai dengan hilangnya refleks cahaya
 Warna membran timpani bisa merah muda cerah hingga biru
gelap.
 Processus brevis maleus terlihat sangat menonjol dan Processus
longus tertarik medial dari membran timpani.
 Adanya level udara-cairan (air fluid level).

Gambar 4. Otitis media dengan efusi

16
Pneumatic otoscope
Pemeriksaan ini dilakukan untuk menilai respon gendang telinga terhadap
perubahan tekanan udara. Gerakan gendang telinga yang berkurang atau tidak ada
sama sekali dapat dilihat dengan pemeriksaan ini. Kehadiran efusi di telinga tengah
terdeteksi oleh alat penumatic otoscope. Gelembung udara dibelakang membrane
timpani terlihat melalui pneumatic otoscope sebagai gelebung udara yang bergerak
dan merupakan tanda klasik efusi serosa

Pemeriksaan Tuba
Untuk menilai ada tidaknya oklusi tuba, bisa dilakukan pemeriksaan tuba
misalnya dengan manuver Valsava, pulitzer balik.

Tes Pendengaran dengan Garpu Tala


Pemeriksaan dilakukan sebagai salah satu langkah skrining ada tidaknya
penurunan pendengaran yang biasa timbul pada otitis media efusi. Pada pasien
dilakukan tes Rinne, Weber, dan Swabach. Pada otitis media didapatkan gambaran
tuli konduktif.

Tabel 1. Tes pendengaran

c. Pemeriksaan penunjang
Impedance audiometry (tympanometry)
Pemeriksaan ini digunakan untuk mengukur perubahan impedans akustik sistem
membran timpani telinga tengah melalui perubahan tekanan udara di telinga luar.
Timpanogram tipe A merupakan gambaran dimana tekanan telinga tengah kurang
lebih sama dengan tekanan atmosfer (contoh: gambaran normal), timpanogram tipe B
adalah gambaran datar tanpa compliance (contoh: adanya efusi di telinga tengah),

17
timpanogram tipe C (contoh: adanya tekanan negatif pada telinga tengah). Pada otitis
media efusi, biasanya didapatkan timpanogram tipe B.

Tabel 2. Tipe-tipe timpanogram


Pure tone Audiometry
PTA digunakan untuk menentukan derajat ketulian dan jenis ketulian. Dalam
kebanyakan kasus audiogram menunjukkan rata-rata penurunan adalah 28 db. Perlu
diingat bahwa dalam kasus-kasus ringan sedikit atau tidak penurunan terlihat mungkin
hadir. Variasi ini mungkin berkaitan dengan jumlah dan jenis cairan (serous atau
mucous) dan lokasi yang tepat dalam telinga tengah. Perlu diketahui bahwa
audiometri tidak diperlukan untuk mendiagnosis otitis media efusi, tetapi hal ini tetap
berguna dalam mengungkapkan sejauh mana gangguan pendengaran yang dialami dan
dalam mengukur efektivitas pengobatan

Tabel 3. Derajat tuli

18
2.10 Diagnosa Banding

Beberapa penyakit yang harus diperhatikan untuk menyingkirkan diagnosis


banding antara lain:
 otitis media akut
 adenoid hipertropi
 bening nasopharyngeal masses

Tabel 4. Diagnosis banding OME

2.11 Terapi

a. Terapi non bedah

Tatalaksana otitis media efusi secara medikamentosa dapat dikatakan kontroversial,


dan penerapannya tergantung dari setiap negara. Terapi medikamentosa dapat berupa
decongestan, anti histamin, antibiotik, perasat valsava (bila tidak ada tanda-tanda infeksi jalan
napas atas), dan hiposensitisasi alergi.
Dekongestan dapat diberikan melalui tetes hidung, atau kombinasi anti histamin
dengan dekongestan oral. Namun kepustakaan lain menuliskan bahwa antihistamin maupun
dekongestan tidak berguna bila tidak ada kongesti nasofaring.
Dasar dari pemberian antibiotik adalah berdasarkan penelitian dari hasil kultur bakteri
cairan otitis media efusi. Cairan serosa dan mukoid yang dikumpulkan pada miringotomi
untuk diteliti, hasilnya ditemukan biakan kultur positif pada 40% spesimen. Hasil biakan
kultur tersebut mengandung organisme yang identik dengan organisme yang didapat dari
timpanosentesis otitis media akut. Maka, pemilihan antibiotik pada otitis media serosa dan

19
mukoid serupa dengan otitis media akut. Hasil penelitian terkini, membuktikan bahwa
penggunaan antibiotik terbukti efektif hanya pada sejumlah kecil pasien, dan efeknya
cenderung bersifat jangka pendek. Oleh karena itu, penggunaannya tidak selalu mutlak,
mengingat efek sampingnya (seperti gastroenteritis, reaksi atopik, risiko resistensi) tidak
sebanding dengan keefektifannya.
Hiposensitisasi alergi hanya dilakukan pada kasus-kasus yang jelas memperlihatkan
alergi dengan tes kulit. Bila terbukti alergi makanan, maka diet perlu dibatasi. Tatalaksana
lain yang masih kontroversial keefektifannya antara lain: penggunaan steroid, dan mukolitik.
Penggunaan kedua golongan ini kontroversial karena hasil studi banding dengan placebo,
tidak menunjukan perbedaan atau hanya sedikit perbaikan.

b. Terapi Bedah

Beberapa pilihan untuk tatalaksana bedah antara lain: miringitomi, pemasangan tuba
timpanostomi, adenoidektomi. Pemasangan tuba timpanostomi untuk sebagai ventilasi, yang
memungkinkan udara masuk ke dalam telinga tengah, dengan demikian menghilangkan
keadaan vakum.
Tuba timpanostomi terdapat dua macam: short term (contoh: grommets), long term
(contoh: T-tubes). Tuba jangka pendek dapat bertahan hingga 12 bulan, sedangkan tuba
jangka panjang dapat digunakan hingga bertahun-tahun. Tuba ventilasi dibiarkan pada
tempatnya sampai terlepas sendiri dalam jangka waktu 6-12bulan. Sayangnya karena cairan
seringkali berulang, beberapa anak memerlukan tuba yang dirancang khusus sehingga dapat
bertahan lebih dari 12 bulan. Keburukan tuba yang tahan lama ini adalah menetapnya
perforasi setelah tuba terlepas. Namun pemasangan tuba ventilasi dapat memulihkan
pendengaran dan membenarkan membran timpani yang mengalami retraksi berat terutama
bila ada tekanan negatif yang menetap.

20
Gambar 5. Timpanostomi

Tindakan miringitomi dan aspirasi efusi tanpa pemasangan tuba timpanostomi


dibuktikan hanya berguna untuk efek jangka pendek. Berdasarkan studi oleh Gates, tindakan
miringitomi diikuti pemasangan tuba timpanostomi, dapat mempercepat perbaikan
pendengaran, mempersingkat durasi penyakit, mengurangi angka rekurens. Luka insisi
setelah miringitomi biasanya sembuh dalam 1minggu, namun, biasanya disfungsi tuba
eustachius membutuhkan waktu lebih lama untuk sembuh (biasanya 6minggu). Oleh karena
ini, tindakan miringitomi saja, akan meningkatkan angka rekurens.
Manfaat adenoidektomi pada otitis media serosa kronik masih diperdebatkan.
Tentunya tindakan ini cukup berarti pada individu dengan adenoid yang besar, dimana
tindakan adenoidektomi dapat menghilangkan obstruksi hidung – nasofaring, memperbaiki
fungsi tuba eustachius, dan mengeliminasi sumber reservoir bakteri . Namun sebagian besar
anak tidak memenuhi kategori tersebut. Penelitian mutakhir (Gates) melaporkan bahwa
adenoidektomi terbukti menguntungkan sekalipun jaringan adenoid tersebut tidak
menyebabkan obstruksi. Namun, mengingat risiko post operasi (seperti perdarahan),
adenoidektomi biasanya baru dipertimbangkan ketika penggunaan tuba timpanostomi gagal
untuk menangani otitis media efusi.

Pilihan Terapi

Kebanyakan pasien dengan otitis media efusi, tidak membutuhkan terapi, terutama
jika gangguan pendengarannya ringan, oleh karena resolusi spontan sering terjadi. Dalam 3
bulan pertama setelah onset atau setelah diagnosis, disarankan untuk diobservasi atau dapat
diberikan tatalaksana non bedah terlebih dahulu. Dalam jangka waktu tersebut, menurut studi,

21
cairan dapat menghilang hingga 90 persen. Cairan yang tetap bertahan setelah 3 bulan,
merupakan indikasi bedah.
Keputusan untuk melakukan intervensi bedah tidak hanya berdasarkan lamanya
penyakit. Derajat gangguan dan frekuensi parahnya gangguan pendahulu juga perlu
dipertimbangkan . Intervensi lebih awal dan agresif disarankan perlu dilakukan pada pasien
dengan:
 Keterlambatan berbicara dan tumbuh kembang
 Otitis media unilateral
 Gangguan pendengaran bermakna (> 40 db: indikasi relative, 21-40 db:
indikasi relative)
 Pasien dengan sindrom (contoh: down syndrome), atau dengan palate schizis

Sumber lain membagi pilihan terapi berdasarkan onset akut atau kronis. Pada otitis
media efusi akut, pengobatan medikal diberikan vasokonstriktor lokal (tetes hidung), anti
histamin, perasat valsava bila tidak ada tanda infeksi jalan napas atas. Setelah satu atau dua
minggu, bila gejala masih menetap, dilakukan miringitomi, dan bila masih belum sembuh
maka dilakukan miringotomi serta pemasangan pipa ventilasi (Grommet). Pada otitis media
efusi kronis, pengobatan harus dilakukan miringotomi dan pemasangan pipa ventilasi
Grommet.

2.12 Komplikasi
Otitis media efusi yang tidak diobati dapat menyebabkan komplikasi:
 Atelektasi membran timpani
 Adhesive otitis media,
 Tympano/ myringosclerosis
 Ankilosis tulang pendengaran yang bisa menyebabkan pembentukan
kolesteatoma

2.13 Prognosis

Secara umum, prognosis pasien dengan otitis media efusi tergolong baik.
Kebanyakan kasus sembuh sendiri tanpa intervensi. Angka prevalensi otitis media
efusi juga menurun tajam pada anak usia 7 tahun, yang dikaitkan dengan maturasi
tuba eustachius dan fungsi imunitas.

22
2.14 Pencegahan

Beberapa tindakan pencegahan yang dapat mengurangi prevalensi otitis media


efusi: menghindari rokok atau asap rokok, memperpanjang ASI ekslusif, pada pasien
anak disarankan tidak sering ke tempat ramai berisiko (contoh: day care center,
tempat ramai lain dengan banyak penderita ISPA, dll)

23
BAB III

PENUTUP

A.Kesimpulan

Otitis media ialah peradangan sebagian atau seluruh mukosa telinga tengah, tuba
Eustachius, antrum mastoid, dan sel-sel mastoid. Secara mudah, otitis media terbagi atas
otitis media supuratif dan otitis media non supuratif (=otitis media serosa, otitis media
sekretoria, otitis media musinosa, otitis media efusi/OME, otitis media mucoid).

Otitis media serosa, lebih dikenal sebagai cairan dalam telinga tengah (Middie Ear
Effusion), adalah kondisi yang paling sering menyebabkan hilangnya pendengaran pada anak.
Adanya cairan di telinga tengah dengan membran timpani utuh tanpa tanda-tanda infeksi
disebut juga sebagai otitis media dengan efusi. Apabila efusi tersebut encer disebut otitis
media serosa dan apabila efusi tersebut kental seperti lem disebut otitis media mukoid (glue
ear).

Pada dasarnya otitis media serosa dapat dibagi atas dua jenis yaitu otitis media serosa
akutdan otitis media serosa kronis. Otitis media serosa akut adalah keadaan terbentuknya
sekret di telinga tengah secara tiba-tiba yang disebabkan oleh gangguan fungsi tuba. Batasan
antara otitis media serosa akut dan kronis hanya pada cara terbentuknya sekret.

Kebanyakan pasien dengan otitis media efusi, tidak membutuhkan terapi, terutama
jika gangguan pendengarannya ringan, oleh karena resolusi spontan sering terjadi.
Tatalaksana otitis media efusi secara medikamentosa dapat berupa decongestan, anti
histamin, antibiotik, perasat valsava (bila tidak ada tanda-tanda infeksi jalan napas atas), dan
hiposensitisasi alergi. Keputusan untuk melakukan intervensi bedah tidak hanya berdasarkan
lamanya penyakit, namun perlu turut dipertimbangkan derajat gangguan dan frekuensi
parahnya gangguan pendahulu. Beberapa pilihan untuk tatalaksana bedah antara lain:
miringitomi, pemasangan tuba timpanostomi, adenoidektomi.

24
DAFTAR PUSTAKA

1 1
Adams L George, R Lawrence, Higler A Peter. Buku Ajar Ilmu Penyakit THT. Edisi 6.
Jakarta: EGC. 1997: 88-118

Soepardi, Efiaty Arsyad; Iskandar, Nurbaiti. Editor : Otitis Media Non-Supuratif. Buku Ajar
Ilmu Kesehatan Telinga-Hidung-Tenggorokan-Kepala-Leher. Jakarta : Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2001.p 58 – 60.

Sumit K Agrawal, Aguila J Demetrio, Ahn S Min, et al. Current Diagnosis & Treatment –
Otolaryngology Head and Neck Surgery. 2th ed. USA: Mc Graw Hill. 2008

Media,Wiki. 2009. Telinga. [7 screens] Cited 2 Januari 2019. Available from :


http://id.wikipedia.org/wiki/telinga

Megantara, Imam. 2008. Informasi Kesehatan THT : Otitis Media Efusi. [5 screens] Cited 2
Januari 2019. Available from : http://www.perhati-kl.org/

Dhingra, PL. Editor : Otitis Media With Effusion. Disease of Ear, Nose, and Throat. New
Delhi : Churchill Livingstone Pvt Ltd . 1998. P 64-67

Dohar, J. E, et al. 2008. Definition of Otologic Disease. Cited 2 Januari 2019. Available from
: http://www.entjornal.com

Cook. K. 2005. Otitis Media. Cited 2 Januari 2019. Available from :


http://www.emedicine/emerg/emedicine/htm.351.topic

Levenson, M. J. 2008. Fluids in The Middle Ear—(Serous Otits Media) in Ear Surgery
Information Center. Cited 2 Januari 2019. Available from :
http://www.EarSurgeryInformationCenter-SerousOtitisMedia.mnt

25

Anda mungkin juga menyukai