Cerebral Palsy
Cerebral Palsy
CEREBRAL PALSY
Nama : Khairunnisa
No. Stambuk : N 111 17 020
Pembimbing : dr. Kartin Akune, Sp.A
Cerebral palsy adalah kelainan yang disebabkan oleh kerusakan otak yang
mengakibatkan kelainan pada fungsi gerak dan koordinasi, psikologis dan kognitif
sehingga mempengaruhi proses belajar mengajar.6
Cerebral palsy atau CP terjadi pada 2-2,5 dari 1000 bayi yang terlahir
didunia. Rasio laki dan perempuan 1,4:1. Cerebral Palsy atau paralisis otak
merupakan kelainan dengan beberapa tipe dan tingkatan, dapat terjadi segera
sebelum lahir, pada waktu lahir atau sesaat setelah lahir. Kelainan ini dapat
bermanifestasi mulai pada masa bayi, anak-anak dan menetap seumur hidupnya,
secara klinis berupa gangguan terhadap fungsi otot volunter dan persepsi dan
kadang-kadang disertai gangguan mental. Kelainan tersebut adalah kondisi
seumur hidup yang mempengaruhi komunikasi antara otak dan otot, menyebabkan
keadaan permanen dan sikap gerakan yang tidak terkoordinasi.6
Pada tahun 1860, seorang dokter bedah kebangsaan Inggris bernama
William Little pertama kali mendeskripsikan satu penyakit yang ada pada saat itu
membingungkan yang menyerang anak-anak pada usia tahun pertama yang
kesulitan memegang obyek, merangkak dan berjalan. Penderita tersebut tidak
bertambah membaik dengan bertambahnya usia tetapi juga tidak bertambah
memburuk. Kondisi ini disebut Little’s disease selama beberapa tahun, yang saat
ini dikenal sebagai spastic diplegiaa. Penyakit ini merupakan salah satu dari
penyakit yang mengenai pengendalian fungsi pergerakan dan digolongkan dalam
terminology cerebral palsy atau umumnya disingkat CP.1
Faktor resiko terjadinya serebral palsy terbagi atas 3 yaitu prenatal,
perinatal dan postnatal. Salah satu factor resiko terjadinya CP adalah prematuritas.
Bayi prematuritas memiliki pembuluh darah yang imatur sehingga rentan untuk
terjadi perdarahan sehingga meningkatkan resiko untuk terjadinya serebral palsi.
Berdasarkan klasifikasinya, cerebral palsy terbagi atas 4 klasifikasi yakni
tipe spastik, atetoid/dyskinesia, ataksid, dan campuran. Manifestasi klinis penyakit
ini beracam-macam; tergantung pada lokasi yang terkena, yaitu apakah kelainan
terjadi secara luas di korteks dan batang otak atau hanya terbatas pada daerah
tertentu. Pemeriksaan perkembangan motoric, sensorik dan mental perlu
dilakukan secermat mungkin. Walaupun, pada cerebral palsy, kelainan dan
gerakan motoric dan postur merupakan ciri utama, tidak boleh dilupakan bahwa
penyakit ini sering juga disertai oleh gangguan bukan motoric, seperti retardasi
mental, kejang-kejang, gangguan psikologik dan lainnya.6
Manifetasi gangguan motoric atau postur tubuh dapat berupa spastisitas,
rigiditas, ataksia, tremor, atonik/hipotonik, serta dyskinesia (sulit melakukan
gerakan volunter).1
KASUS
IDENTITAS
Nama : An. MA
Jenis kelamin : Laki-Laki
Tanggal lahir : 11 November 2015
Umur : 2 Tahun
Alamat : Jalan Setiabudi, Lorong S. Parman
Tanggal Pemeriksaan : 15 November 2017
ANAMNESIS
Keluhan utama : Keterlambatan perkembangan
Riwayat penyakit sekarang :
Pasien anak laki-laki umur 2 tahun datang ke poli anak dengan keluhan
keterlambatan perkembangan. Saat ini pasien belum bisa merangkak, berdiri, dan
berjalan dikarenakan kedua kaki terasa kaku. Sementara itu anggota gerak yang
lain tidak mengalami kekakuan. Sebelumnya pasien pernah mengalami kejang
saat pasien berumur 1 tahun, kejang diawali dengan demam. Pada saat itu pasien
sudah diberikan obat penurun panas tetapi panas tidak turun, lalu diikuti dengan
kejang, kejang terjadi lebih dari 15 menit, kemudian kaki pasien menjadi kaku.
Oleh orang tuanya, pasien dibawa ke IGD Rumah Sakit Undata Palu. Pasien
akhirnya didiagnosis dengan Cerebral Palsy.
Saat berobat lanjut poli klinik tidak ada keluhan seperti demam (-), batuk (-
), flu (-), kejang (-), mual (-), muntah (-). BAK lancar, BAB biasa.
Riwayat Natal
Pasien lahir secara spontan dibantu oleh dokter dan bidan, lahir dengan usia
kehamilan 32 minggu, lahir langsung menangis dengan berat 1300 g dan panjang
badan 45 cm
Riwayat Post-Natal
Riwayat kejang (+), riwayat trauma (-), riwayat kuning (-), riwayat
meningitis (-)
Riwayat Socioekonomi :
Keluarga pasien tergolong ekonomi menengah keatas, pekerjaan ibu adalah
ibu rumah tangga dan bapak sebagai wiraswasta.
Anamnesis Makanan :
- Asi : Saat lahir sampai 6 Bulan
- Bubur saring : Saat usia 6 bulan sampai sekarang
Riwayat Imunisasi :
Imunisasi dasar tidak lengkap
PEMERIKSAAN FISIK
Keadaan umum : sakit sedang
Kesadaran : composmentis
Berat badan : 15 kg
Panjang bada : 84 cm
Status gizi : BB/TB : Obesitas (Z- score (3) SD)
Tanda vital : Denyut nadi : 110 x/menit
Suhu : 36,80C
Pernapasan : 28 x/menit
Kulit : Ruam (-), Efloresensi (-), sianosis (-), Turgor kembali segera.
Kepala : Normocephal, rambut sukar untuk dicabut.
Mata : Konjungtiva hiperemis (-/-), sklera ikterik (-/-), gerakan bola mata
normal, refleks cahaya (+/+).
Hidung : Sekret (-/-), pernapasan cuping hidung (-)
Telinga : Otorhea (-/-)
Mulut : Bibir tidak tampak sianosis, bibir kering (-),lidah kotor (-) tidak
hiperemis, tonsil T1/T1 tidak hiperemis.
Leher : pembesaran kelenjar getah bening (-), pembesaran kelenjar tiroid (-).
Paru
- Inspeksi : pergerakan dinding dada simetris bilateral, retraksi (-).
- Palpasi : vocal fremitus kanan sama dengan kiri
- Perkusi : sonor pada semua lapang paru.
- Auskultasi : bronkovesikuler +/+, rhonki -/-, wheezing -/-
Jantung
- Inspeksi : Ictus cordis tidak tampak
- Palpasi : Ictus cordis teraba pada Spasium intercostalis V linea
midclavicula sinistra.
- Perkusi : Batas jantung atas pada spasium interkosta II linea
parasternal sinistra; batas jantung kanan pada spasium
interkosta III linea midclavicula dekstra; batas jantung kiri
pada spasium interkosta V linea midclavikula sinistra.
- Auskultasi : Bunyi jantung I & II murni reguler, murmur (-), gallop (-)
Abdomen
- Inspeksi : Kesan datar
- Auskultasi : Peristaltik usus (+) kesan normal
- Perkusi : Timpani, ascites (-)
- Palpasi : Nyeri tekan epigastrium (-), organomegali (-).
Genitalia : Normal
Anggota gerak : Akral hangat ,ekstremitas inferior spastik (+)
Otot-otot : Hipotrofi (-), atrofi (-) kesan normal
Refleks : Fisiologis +/+, patologis (Refleks babinsky +/+)
Refleks moro (+)
Refleks palmar grasp (+)
Refleks plantar grasp (+)
Refleks tonik neck (+)
Refleks parasut (-)
Refleks landau (-)
PEMERIKSAAN PENUNJANG : -
RESUME :
Pasien anak laki-laki umur 2 tahun datang ke poli anak dengan keluhan
keterlambatan perkembangan. Saat ini pasien belum bisa merangkak, berdiri, dan
berjalan dikarenakan kedua kaki terasa kaku. Sementara itu anggota gerak yang
lain tidak mengalami kekakuan. Sebelumnya pasien pernah mengalami kejang
saat pasien berumur 1 tahun, kejang diawali dengan demam. Pada saat itu pasien
sudah diberikan obat penurun panas tetapi panas tidak turun, lalu diikuti dengan
kejang, kejang terjadi lebih dari 15 menit, kemudian kaki pasien menjadi kaku.
Oleh orang tuanya, pasien dibawa ke IGD Rumah Sakit Undata Palu. Pasien
akhirnya didiagnosis dengan Cerebral Palsy.
Saat berobat lanjut poliklinik tidak ada keluhan seperti demam (-), batuk
(-), flu (-), kejang (-), mual (-), muntah (-). BAK lancar, BAB biasa.
Dari pemeriksaan fisik didapatkan keadaan pasien sakit sedang, kesadaran
composmentis, status gizi baik. Pemeriksaan tanda vital diperoleh suhu 36,80C,
pernapasan 28 x/menit, nadi 110 x/menit. Pada ekstremitas didapatkan ekstremitas
spastik (+)pada kedua tungkai.
TERAPI :
1. Fisioterapi
ANJURAN :
MRI
DISKUSI
Pada kasus ini pasien pernah mengalami kejang saat pasien berumur 1 tahun.
Kejang berulang ini merupakan salah satu yang resiko tinggi terjadinya cerebral
palsy, hal ini terjadi karena pada kejang dapat menyebabkan kerusakan otak.
Cerebral palsy dapat diklasifikasikan berdasarkan gejala dan tanda klinis
neurologis. Hingga saat ini cerebral palsy diklasifikasikan berdasarkan kerusakan
gerakan yang terjadi dan dibagi dalam kategori yaitu:4
1. Cerebral palsy spastik
Merupakan bentuk cerebral palsy terbanyak (70-80%), otot mengalami
kekakuan dan secara permanen akan menjadi kontraktur. Jika kedua tungkai
mengalami spastisitas, pada saat seseorang berjalan, kedua tungkai tampak
bergerak kaku dan lurus. Gambaran klinis ini membentuk karakteristik berupa
ritme berjalan yang dikenal dengan gaya gunting (scissors gait). Hal ini
disebabkan oleh kerusakan dibagian otak yang berbentuk pyramid,
didalamnya terdapat saraf yang paling bertautan dengan otak bagian luar yang
berperan sebagai pengatur inisiatif gerakan cepat. Cerebral palsy spastik
dibagi berdasarkan jumlah ekstremitas yang terkena yaitu:
a. Monoplegia. Bila hanya mengenai 1 ekstremitas saja, biasanya lengan
b. Diplegia. Keempat ekstremitas terkena, tetapi kedua kaki lebih berat dari
pada kedua lengan
Pada kasus ini pasien mengalami cerebral palsy tipe spastik, karena pada
pemeriksaan fisik didapatkan kedua ekstremitas inferior mengalami kekakuan
sehingga disebut spastik tipe diplegia. Spastisitas pada anak-anak dapat
disebabkan oleh proses penyakit yang mempengaruhi upper motor neuron dalam
system saraf pusat. Cedera pada upper motor neuron menurunkan input kortikal.
Manifestasi klinis penyakit ini beracam-macam; tergantung pada lokasi
yang terkena, yaitu apakah kelainan terjadi secara luas di korteks dan batang otak
atau hanya terbatas pada daerah tertentu. Pemeriksaan perkembangan motoric,
sensorik dan mental perlu dilakukan secermat mungkin. Walaupun, pada cerebral
palsy, kelainan dan gerakan motoric dan postur merupakan ciri utama, tidak boleh
dilupakan bahwa penyakit ini sering juga disertai oleh gangguan bukan motoric,
seperti retardasi mental, kejang-kejang, gangguan psikologik dan lainnya5.
Manifetasi gangguan motoric atau postur tubuh dapat berupa spastisitas,
rigiditas, ataksia, tremor, atonik/hipotonik, serta dyskinesia (sulit melakukan
gerakan volunter). Gejala-gejala tersebut dapat timbul sendiri atau merupakan
kombinasi dari gejala-gejala diatas3.
Tanda awal CP biasanya tampak pada usia < 3 tahun, dan orangtua sering
mencurigai ketika kemampuan perkembangan motorik tidak normal. Bayi dengan
CP sering mengalami keterlambatan perkembangan, misalnya tengkurap, duduk,
merangkak, tersenyum atau berjalan. Sebagian mengalami abnormalitas tonus
otot. Penurunan tonus otot/hipotonia; bayi tampak lemah dan lemas, kadang
floppy. Peningkatan tonus otot/hypertonia, bayi tampak kaku. Pada sebagian
kasus, bayi pada periode awal tampak hipotonia dan selanjutnya berkembang
menjadi hipertonia setelah 2-3 bulan pertama. Anak-anak CP mungkin
menunjukkan postur abnormal pada satu sisi tubuh.4,5
Dalam menegakkan diagnosis CP perlu melakukan pemeriksaan
kemampuan motorik bayi dan melihat kembali riwayat medis mulai dari riwayat
kehamilan, persalinan, dan kesehatan bayi. Perlu juga dilakukan pemeriksaan
refleks dan mengukur perkembangan lingkar kepala anak. Refleks adalah gerakan
dimana tubuh secara otomatisasi bereaksi sebagai respon terhadap stimulus
spesifik. sebagai contoh, jika bayi baru lahir mendengar suara keras secara
mendadak ataupun dengan menepuk tempat tidur bayi secara mendadak, maka
keempat ekstremitas & akan abduksi disertai pengembangan jari-jari, yang
dikenal dengan refleks moro. Secara normal, refleks tersebut akan menghilang
pada usia 6 bulan, tetapi pada penderita CP , refleks tersebut akan bertahan lebih
lama. Hal tersebut merupakan salah satu dari beberapa refleks yang harus
diperiksa..1,4,5
Langkah selanjutnya dalam diagnosis CP adalah menyingkirkan penyakit
lain yang menyebabkan masalah pergerakan yang terpenting, harus ditentukan
bahwa kondisi anak tidak bertambah buruk. Walaupun gejala dapat berubah
seiring waktu, CP sesuai dengan definisinya tidak dapat menjadi progresif. Jika
anak secara progresif kehilangan kemampuan motorik, ada kemungkinan terdapat
masalah yang berasal dari penyakit lain, misalnya penyakit genetik, penyakit
muskuler, kalinan metabolik, tumor SSP.
Pemeriksaan khusus neuroradiologik untuk mencari kemungkinan
penyebab CP perlu dikerjakan, salah satu pemeriksaan CT scan kepala yang
merupakan pemeriksaan pencitraan untuk mengetahui struktur jaringan otak. CT
scan dapat menjabarkan area otak yang kurang berkembang, kista abnormal atau
kelainan lainnya. Dengan informasi CT scan, dokter dapat menentukan prognosis
penderita CP8.
MRI kepala, merupakan teknik pencitraan yang canggih, menghasilkan
gambar yang lebih baik dalam hal struktur atau area abnormal dengan lokasi dekat
dengan tulang dibanding dengan CT scan kepala.9
Pemeriksaan lain yang dapat menggambarkan masalah dalam jaringan
otak adalah USG kepala. USG dapat digunakan pada bayi sebelum tulang kepala
mengeras dan ubun-ubun menutup. Walaupun hasilnya kurang akurat dibanding
CT scan dan MRI, teknik tersebut dapat mendeteksi kista dan struktur otak, lebih
murah dan tidak membutuhkan periode lama pemeriksaannya9.
Pada akhirnya, klinisi mungkin akan mempertimbangkan kondisi lain yang
berhubungan dengan CP, termasuk kejang, gangguan mental dan visus atau
masalah pendengaran untuk menentukan pemeriksaan penunjang yang
dibutuhkan. Jika menduga adanya penyakit kejang, EEG harus dilakukan. EEG
akan membantu untuk melihat aktivitas elektrik otak dimana akan menunjukkan
penyakit kejang. Pemeriksaan intelegensi harus dikerjakan untuk menentukan
derajat gangguan mental. Kadangkala intelegensi anak sulit ditentukan dengan
sebenarnya karena keterbatasan pergerakan, sensasi, atau bicara sehingga anak CP
mengalami kesulitan melakukan tes dengan baik. Jika diduga ada masalah visus,
harus dirujuk ke optalmologis untuk dilakukan pemeriksaan; jika terdapat
gangguan pendengaran, dapat dirujuk ke otologist6.
Pengobatan yang diberikan pada pasien cerebral palsy hanya berupa
simptomatik. Pada keadaan ini perlu kerja sama yang baik dan merupakan suatu
tim terdiri dari dokter anak, neurolog, psikiater, dokter mata, dokter THT, ahli
ortopedi, psikolog, fisioterapi, pekerja social, guru sekolah luar biasa dan orang
tua pasien6. Tindakan fisioterapi segera dimulai secara intensif. Orang tua turut
membantu program latihan di rumah. Untuk mencegah kontraktur perlu
diperhatikan posisi pasien pada waktu istrahat atau tidur. Fisioterapi ini dilakukan
sepanjang pasien hidup. Terhadap orang tua perlu diberi informasi akan kelainan
yang diderita pasien dan aspek-aspek lain yang ikut terkena. Terhadap saudara
pasien, perlu ditekankan rasa menerima keadaan pasien, keadaan pasien,
gambaran klinis pasien dan kemungkinan memakai alat bantu5.
Terapi fisik selalu dimulai pada usia tahun pertama kehidupan, segera
setelah diagnostic ditegakkan. Program terapi fisik menggunakan gerakan spesifik
mempunyai 2 tujuan yaitu mencegah kelemahan atau kemunduran fungsi otot
yang apabila berlanjut akan menyebabkan pengerutan otot (disuse atrophy) dan
yang kedua adalah menghindari kontraktur, dimana otot akan menjadi kaku yang
pada akhirnya akan menimbulkan posisi tubuh abnormal.5
Penggunaan GMFCS (Gross Motor Function Classification System) telah
terbukti menjadi alat yang efektif dalam menilai hasil bagi individu dengan CP.6
Penilaian motorik telah digunakan bersamaan dengan grafik pertumbuhan
untuk mengkarakterisasi perkembangan motorik kasar dari waktu ke
waktu.
Kecenderungan ini dapat dibagi menjadi 5 kurva pengembangan motorik
yang berbeda yang dapat dikategorikan anak-anak untuk membantu
memberikan informasi prognostik lebih lanjut untuk orang tua.
Prognosis untuk fungsi motorik tergantung pada jenis dan tingkat
keparahan kerusakan motor.
Individu dengan CP rata-rata memiliki harapan hidup yaitu 44% normal
(ini dapat diterapkan ke negara-negara dengan tingkat harapan hidup yang
bervariasi).
Risiko kematian meningkat dengan meningkatnya jumlah gangguan (mis.,
Intelektual, pendengaran, penglihatan).
Penelitian telah menunjukkan bahwa prediktor kuat kematian dini adalah
imobilitas dan kemampuan makan yang terganggu.
Harapan hidup terpendek dikaitkan dengan individu yang tidak mampu
mengangkat kepala mereka dalam posisi tengkurap.
3. Alinda Rubiati, 2012, Prevalens dan profil klinis pada anak cerebral palsy
spastik dengan epilepssi, Sari pediatric vol 14. No 1 Juni 2012.
Department ilmu kesehatan anak RSUP Fatmawati : Jakarta
4. Cerebral Palsy [Online], 2009 [cited 2010 Feb 27]; [5 screens]. Available