KELOMPOK 4
PEMBIMBING FAKULTAS:
dr. Khusnul Muflikah, M. Sc
2019
LEMBAR PENGESAHAN
LAPORAN PRAKTIK LAPANGAN
BLOK 7.4, FOUNDATION FOR CLINICAL ROTATION
Disusun Oleh:
Telah disetujui:
Pada tanggal 5 Januari 2019
A. Latar Belakang
Hipertensi atau tekanan darah tinggi merupakan masalah yang
ditemukan pada masyarakat baik di negara maju maupun berkembang
termasuk Indonesia. Hipertensi merupakan suatu keadaan meningkatnya
tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan diastolik
lebih dari sama dengan 90 mmHg. Hipertensi dapat diklasifikasikan
menjadi dua jenis yaitu hipertensi primer atau esensial yang penyebabnya
tidak diketahui dan hipertensi sekunder yang dapat disebabkan oleh
penyakit ginjal, penyakit endokrin, penyakit jantung, dan gangguan anak
ginjal. Hipertensi seringkali tidak menimbulkan gejala, sementara tekanan
darah yang terus-menerus tinggi dalam jangka waktu lama dapat
menimbulkan komplikasi (Sidabutar, 2009).
Berdasarkan data dari WHO tahun 2000, sekitar 972 juta orang
atau 26,4% penduduk dunia menderita hipertensi, dengan perbandingan
50,54% pria dan 49,49 % wanita. Jumlah ini cenderung meningkat tiap
tahunnya (Ardiansyah, 2012). Prevalensi hipertensi di Indonesia sebesar
26,5% pada tahun 2013, tetapi yang terdiagnosis oleh tenaga kesehatan
dan/atau riwayat minum obat hanya sebesar 9,5%. Hal ini menandakan
bahwa sebagian besar kasus hipertensi di masyarakat belum terdiagnosis
dan terjangkau pelayanan kesehatan (Kemenkes RI, 2013). Profil data
kesehatan Indonesia tahun 2011 menyebutkan bahwa hipertensi
merupakan salah satu dari 10 penyakit dengan kasus rawat inap terbanyak
di rumah sakit pada tahun 2010, dengan proporsi kasus 42,38% pria dan
57,62% wanita, serta 4,8% pasien meninggal dunia (Kemenkes RI, 2012).
Secara nasional Provinsi Jawa Tengah menempati peringkat ke-tiga
setelah Jawa Timur dan Bangka Belitung. Data Riskesdas (2010) juga
menyebutkan hipertensi sebagai penyebab kematian nomor tiga setelah
stroke dan tuberkulosis, jumlahnya mencapai 6,8% dari proporsi penyebab
kematian pada semua umur di Indonesia (Depkes, 2010). Menurut Profil
Kesehatan Jawa Tengah Tahun 2012, kasus tertinggi penyakit tidak
menular di Jawa Tengah tahun 2012 pada kelompok penyakit jantung dan
pembuluh darah adalah penyakit hipertensi esensial, yaitu sebanyak
554.771 kasus (67,57%) lebih rendah dibanding tahun 2011 (634.860
kasus/72,13%).
Hipertensi merupakan salah satu faktor resiko terbesar penyebab
morbiditas dan mortalitas pada penyakit kardiovaskular (Kearney dkk.,
2005).Sejak tahun 1999 hingga 2009, angka kematian akibat hipertensi
meningkat sebanyak 17,1% (Go dkk., 2014) dengan angka kematian akibat
komplikasi hipertensi mencapai 9,4 juta per tahunnya (WHO, 2013).
Penyakit hipertensi dapat mengakibatkan infark miokard, stroke, gagal
ginjal, dan kematian jika tidak dideteksi secara dini dan ditangani dengan
tepat (James dkk., 2014). Sekitar 69% pasien serangan jantung, 77%
pasien stroke, dan 74% pasien congestive heart failure (CHF) menderita
hipertensi dengan tekanan darah >140/90 mmHg (Go dkk., 2014).
Hipertensi menyebabkan kematian pada 45% penderita penyakit jantung
dan 51% kematian pada penderita penyakit stroke pada tahun 2008 (WHO,
2013). Selain itu, hipertensi juga menelan biaya yang tidak sedikit dengan
biaya langsung dan tidak langsung yang dihabiskan pada tahun 2010
sebesar $46,4 milyar (Go dkk., 2014).
Hipertensi sangat erat hubungannya dengan faktor gaya hidup dan
pola makan. Gaya hidup sangat berpengaruh pada bentuk perilaku atau
kebiasaan seseorang yang mempunyai pengaruh positif maupun negatif
pada kesehatan. Penyakit ini menjadi muara beragam penyakit degeneratif
yang bisa mengakibatkan kematian. Hipertensi juga berdampak kepada
mahalnya pengobatan dan perawatan yang harus ditanggung para
penderitanya dikarenakan sifatnya yang kronis. Kurangnya pengetahuan
akan memberi efek negatif terhadap upaya pencegahan dan
penanggulangan hipertensi.
Hasil studi pendahuluan yang dilakukan peneliti dengan metode
pengolahan data sekunder terhadap pasien Puskesmas 2 Sokaraja,
Banyumas menyatakan bahwa penyakit yang perlu menjadi perhatian
utama pada daerah kecamatan sokaraja adalah penyakit hipertensi.
Mengingat banyaknya faktor resiko yang dapat menyebabkan hipertensi,
maka peneliti tertarik mengkaji lebih dalam mengenai faktor resiko yang
paling berpengaruh dalam menimbulkan hipertensi di kecamatan sokaraja
melalui proses mencari kasus, pengisian kuisioner, dan analisis data.
B. Tujuan
1. Tujuan Umum
Melakukan analisis kesehatan komunitas tentang faktor risiko
hipertensi di wilayah kerja Puskesmas 2 Sokaraja, Banyumas.
2. Tujuan Khusus
a. Mengidentifikasi masalah-masalah kesehatan yang banyak
terjadi di wilayah Puskesmas 2 Sokaraja
b. Menyusun rencana penyelesaian masalah hipertensi dalam
masyarakat secara komprehensif
c. Melakukan penatalaksanaan masalah hipertensi dalam masyarakat
d. Menentukan faktor risiko yang paling berpengaruh terhadap
kejadian hipertensi di wilayah kerja Puskesmas 2 Sokaraja,
Banyumas.
e. Mencari alternatif pemecahan masalah hipertensi di wilayah
kerja Puskesmas 2 Sokaraja, Banyumas.
C. Manfaat
1. Manfaat Teoritis
Menambah pengetahuan di bidang kesehatan dalam mencegah
penyakit hipertensi, terutama faktor risiko yang dapat menimbulkan
terjadinya penyakit hipertensi.
2. Manfaat Praktis
a. Manfaat bagi masyarakat
Meningkatkan pemahaman masyarakat mengenai penyakit
hipertensi, faktor risiko dan cara untuk mencegah penyakit
tersebut sehingga diharapkan dapat mengontrol tekanan darah
dan mengurangi komplikasi hipertensi
b. Manfaat bagi puskesmas
Membantu program enam dasar pelayanan kesehatan
puskesmas yang berkaitan dengan masalah hipertensi seperti
promosi kesehatan sehingga dapat digunakan sebagai bahan
pertimbangan menentukan kebijakan yang harus diambil untuk
menyelesaikan masalah.
c. Manfaat bagi mahasiswa
Menjadi dasar untuk penelitian lebih lanjut mengenai masalah
kesehatan di wilayah kerja Puskesmas 2 Sokaraja, Banyumas.
II. ANALISIS SITUASI
3. Status Gizi
Jumlah balita yang ada sebanyak 3832 anak, yang ditimbang
sebanyak 2148 atau 89.1% yang naik berat badannya setelah ditimbang
sebanyak 1541 atau 62%. BGM sebanyak 7 anak (5 %) dan gizi buruk
sebanyak 3 anak mendapatkan perawatan 3.
Jumlah ibu hamil tahun 2015 sebanyak 678 orang, mendapat Fe 1
sebanyak 678 orang (100%), mendapat Fe 3 sebanyak 661 (97.4%).
Jumlah ibu nifas sebanyak 633 orang, mendapat Vit A sebanyak 639
orang (100,9%).
C. Situasi Upaya Kesehatan
1. Pelayanan Kesehatan Dasar
a. Pelayanan Kesehatan Ibu dan Bayi
1) Pelayanan K4
a) Jumlah ibu hamil di wilayah Puskesmas 2 Sokaraja pada
tahun 2017 = 678
b) Jumlah kunjungan K4= 661 atau 97.5%. Jumlah
kunjungna K4 tahun 2016=597 atau 89.1%.Standar
pelayanan minimal untk cakupan kunjungan ibu hamil K4
=95%.
Dengan demikian untuk wilayah Puskesmas 2 Sokaraja
sudah memenuhi standar pelayanan minimal yang
diharapkan.
2) Cakupan Pertolongan oleh Nakes
a) Jumlah ibu hamil yang melahirkan tahun 2017=633
b) Jumlah yang ditolong oleh Nakes dari iu bersalin
tersebut=633 atau sebesar 100% dibanding tahun 2016
persalian oleh Nakes 100,8% mengalami kenaikan 0,8%.
Standar Pelayanan Minimal untuk pertolongan
persalianan oleh Nakes sebesar 90%. Dengan demikian
Puskesmas 2 Sokaraja telah memenuhi standar pelayanan
minimal.
3) Bumil Risti
a) Ibu hamil resti yang datang dan ditemukan/dirujuk
sebanyak 163 orang.
b) Ibu hamil resti yang dirujuk dan ditangani =163 orang atau
100% Standar .
Pelayanan Minimal untuk ibu hamil resti yang dirujuk
dan ditangani=100%, dengan demikian Puskesmas 2
Sokaraja untuk Bumil Risti sudah memenuhi Standar
Pelayanan Minimal.
4) Cakupan Kunjungan Neonatus
a) Jumlah ibu bersalin=633 orang
b) Cakupan neonatus=633 atau 100%
Standar Pelayanan Minimal untuk cakupan kunjungan
neonatus 90%. Untuk cakupan Kunjungan Neonatus sudah
memenuhi Standar Pelayanan Minimal.
5) Cakupan Kunjungan Bayi
a) Jumlah bayi= 637
b) Jumlah kunjungan bayi=637 (100%).
Kunjungan bayi tahun 2017 mengalami penurunan ntuk
wilayah Puskesmas 2 Sokaraja, sesuai Standar Pelayanan
Minimal(90% tahun 2015).
6) Cakupan Bayi dengan BBLR yang Ditangani
a) Jumlah bayi dengan BBLR= 20
b) Jumlah bayi dengan BBLR tertangani=20 atau 100%.
Standar Pelayanan Minimal untuk cakupan BBLR
ditangani 100%, untuk wilayah Puskesmas 2 Sokaraja
Cakupan Bayi dengan BBLR sudah memenuhi Standar
Pelayanan Minimal.
b. Pelayanan Keluarga Berencana(KB)
Jumlah PUS di wilayah Puskesmas 2 Sokaraja tahun 2015
adalah 5633 orang. Jumlah peserta KB baru sebanyak 4474 orang,
peserta KB aktif= 4474 atau 70%. Standar Pelayanan
Minimal=70%, dengan demikian untuk Pelayanan Keluarga
Berencana sudah memenuhi Strandar Pelayanan Minimal.
6. Hipertensi 1 1 1 1 1 1
A. Definisi
Hipertensi didefinisikan sebagai peningkatan tekanan darah sistolik
sedikitnya 140 mmHg atau tekanan darah diastolik sedikitnya 90 mmHg.
Perjalanan penyakit hipertensi sangat perlahan. Penderita hipertensi
mungkin tak menunjukkan gejala selama bertahun-tahun. Masa laten ini
menyelubungi perkembangan penyakit sampai terjadi kerusakan organ
yang bermakna. Bila terdapat gejala maka biasanya bersifat non-spesifik,
misalnya sakit kepala atau pusing (Price, 2005). Hipertensi juga
merupakan penyakit yang dapat terjadi akibat berbagai macam faktor
termasuk lingkungan, gaya hidup dan genetik (Yeni et al., 2010).
B. Faktor Risiko
Hipertensi memiliki dua garis besar faktor resiko yang dapat
mempengaruhi kejadiannya, yaitu faktor resiko yang dapat dimodifikasi
dan faktor yang tidak dapat dimodifikasi.
1. Faktor risiko yang dapat dimodifikasi
a. Konsumsi garam
Asupan nutrisi yang mampu mempengaruhi kejadian
hipertensi salah satunya adalah natrium atau garam. Garam
merupakan faktor yang sangat penting dalam patogenesis
hipertensi. Asupan garam kurang dari tiga gram setiap hari
memiliki prevalensi hipertensi yang rendah sedangkan jika asupan
garam antara 5-15 gram per hari menyebabkan prevalensi
hipertensi meningkat antara 15-20%, oleh karena itu WHO
menganjurkan untuk pembatasan konsumsi garam dapur hingga 6
gram sehari atau setara dengan 2400 mg natrium (Mannan et al.,
2012).
Pada dasarnya konsumsi natrium bersama klorida yang
terdapat dalam garam dapur dengan jumlah normal dapat
membantu mempertahankan keseimbangan cairan tubuh untuk
mengatur tekanan darah, namun natrium dalam jumlah yang
berlebih dapat menahan air (retensi), sehingga meningkatkan
volume darah, akibatnya jantung harus bekerja lebih keras untuk
memompanya dan tekanan darah menjadi tinggi. Beberapa peneliti
membuktikan bahwa mereka yang memiliki kecenderungan
menderita hipertensi secara keturunan memiliki kemampuan yang
lebih rendah untuk mengeluarkan garam dari tubuhnya (Mannan et
al., 2012).
b. Konsumsi lemak
Kebiasaan konsumsi lemak jenuh memiliki hubungan yang
erat dengan peningkatan berat badan yang berisiko terjadinya
hipertensi. Konsumsi lemak jenuh juga meningkatkan risiko
aterosklerosis yang berkaitan dengan kenaikan tekanan darah, jika
konsumsinya berlebihan dan akan meningkatkan terjadinya plak
dalam pembuluh darah. Patofisiologi dimulai ketika lipoprotein
sebagai alat angkut lipida bersikulasi dalam tubuh dan dibawa ke
sel-sel otot, lemak dan sel-sel lain. Begitu juga pada trigliserida
dalam aliran darah dipecah menjadi gliserol dan asam lemak bebas
oleh enzim lipoprotein lipase yang berada pada sel-sel endotel
kapiler (Vilareal, 2008).
Kolesterol yang banyak terdapat dalam LDL akan menumpuk
pada dinding pembuluh darah dan membentuk plak. Plak akan
bercampur dengan protein dan ditutupi oleh sel-sel otot dan
kalsium yang akhirnya berkembang menjadi aterosklerosis.
Pembuluh darah koroner yang menderita aterosklerosis selain
menjadi tidak elastis, juga mengalami penyempitan sehingga
tahanan aliran darah dalam pembuluh koroner juga naik, yang
nantinya akan memicu terjadinya hipertensi (Vilareal, 2008).
c. Konsumsi alkohol
Konsumsi alkohol yang terlalu sering dapat menyebabkan
peningkatan tekanan darah, dengan estimasi global sekitar 16%
untuk kejadian hipertensi yang disebabkan oleh alkohol. Terjadi
peningkatan tekanan darah sebesar 1 mmHg untuk setiap 10 gram
alkohol yang dikonsumsi, tetapi efek ini reversibel dalam waktu 2 –
4 minggu setelah melakukan pengurangan asupan alkohol per hari
(Puddey & Beilin, 2006).
d. Stres
Dampak stres pada perkembangan hipertensi diyakini
melibatkan respon sistem saraf simpatik, di mana terjadi pelepasan
katekolamin yang menyebabkan peningkatan denyut jantung, curah
jantung (cardiac output), dan tekanan darah. Telah banyak
penelitian tentang bagaimana respon saraf simpatis terhadap stres
akut. Tetapi, belum dipahami bagaimana proses stres memberikan
kontribusi terhadap peningkatan tekanan darah yang berkelanjutan
dari waktu ke waktu. Proses tersebut diduga terjadi melalui
pengulangan aktivasi sistem saraf simpatik, kegagalan untuk
kembali ke “level istirahat” pasca kejadian stres berlangsung,
kegagalan untuk membiasakan diri terhadap pajanan berulang dari
jenis stres yang sama, atau kombinasi dari mekanisme-mekanisme
tersebut yang bertanggung jawab terhadap perkembangan
hipertensi (Spruill, 2010).
e. Merokok
Nikotin dalam tembakau merupakan penyebab meningkatnya
tekanan darah segera setelah hisapan pertama. Zat nikotin yang
terdapat dalam rokok dapat mengakibatkan kerusakan endotel
pembuluh darah yang dapat memicu terjadinya plak dan
penyempitan lumen (Gunawan, 2011), selain itu nikotin juga
mampu meningkatkan pelepasan epinefrin yang dapat
mengakibatkan terjadinya penyempitan dinding arteri. Nikotin
diserap oleh pembuluh-pembuluh darah amat kecil di dalam paru-
paru dan diedarkan ke aliran darah dan mencapai otak. Otak
bereaksi terhadap nikotin dengan memberi sinyal pada kelenjar
adrenal untuk melepas epinefrin (adrenalin). Hormon yang kuat ini
akan menyempitkan pembuluh darah dan memaksa jantung untuk
bekerja lebih berat karena tekanan yang lebih tinggi. Zat lain dalam
rokok adalah Karbon monoksida (CO) yang juga mengakibatkan
jantung akan bekerja lebih berat untuk memberi cukup oksigen ke
sel-sel tubuh (Mannan et al., 2012).
f. Obesitas
Obesitas atau kegemukan ditentukan dengan membandingkan
antara berat badan dengan tinggi badan kuadrat dalam meter,
sehingga menghasilkan Indeks Masa Tubuh (IMT) (Basha, 2004).
Obesitas dapat terjadi ketika seseorang lebih banyak
mengkonsumsi lemak dan protein tanpa memperhatikan serat.
Semakin besar masa tubuh, makin banyak darah yang dibutuhkan
untuk memasok oksigen dan makanan ke jaringan tubuh. Hal ini
menunjukkan bahwa volume darah yang beredar melalui pembuluh
darah menjadi meningkat sehingga memberi tekanan lebih besar
pada dinding arteri (Khomsan, 2003).
Kelebihan berat badan juga meningkatkan frekuensi denyut
jantung.Banyak penelitian dilakukan dan menghasilkan dugaan
bahwa meningkatnya berat badan normal relatif sebesar 10%
mengakibatkan kenaikan tekanan darah 7 mmHg, oleh karena itu,
penurunan berat badan dengan membatasi kalori bagi orang-orang
yang obesitas dapat dijadikan langkah positif untuk mencegah
terjadinya hipertensi (Suparto, 2010).
g. Aktivitas fisik
Aktivitas fisik sangat mempengaruhi stabilitas tekanan darah.
Pada orang yang tidak aktif melakukan kegiatan fisik cenderung
mempunyai frekuensi denyut jantung yang lebih tinggi. Hal
tersebut mengakibatkan otot jantung bekerja lebih keras pada setiap
kontraksi. Makin keras usaha otot jantung dalam memompa darah,
makin besar pula tekanan yang dibebankan pada dinding arteri
sehingga meningkatkan tahanan perifer yang menyebabkan
kenaikkan tekanan darah. Kurangnya aktivitas fisik juga dapat
meningkatkan risiko kelebihan berat badan yang akan
menyebabkan risiko hipertensi meningkat. Studi epidemiologi
membuktikan bahwa olahraga secara teratur memiliki efek
antihipertensi dengan menurunkan tekanan darah sekitar 6-15
mmHg pada penderita hipertensi. Olahraga banyak dihubungkan
dengan pengelolaan hipertensi, karena olahraga secara teratur dapat
menurunkan tahanan perifer yang akan menurunkan tekanan darah
(Andrea, 2013).
2. Faktor risiko yang tidak dapat dimodifikasi
a. Riwayat keluarga hipertensi
Seseorang dengan riwayat keluarga hipertensi, sebagian
gennya akan berinteraksi satu sama lain dengan lingkungan yang
akan meningkatkan tekanan darah. Riwayat keluarga dekat yang
mempunyai hipertensi akan meningkatkan risiko hipertensi sebesar
4 kali lipat (Nurkhalida, 2003). Conelius (2014) melaporkan bahwa
seseorang yang normal dengan riwayat hipertensi pada keluarga
terjadi penurunan aktivitas saraf parasimpatis yang signifikan.
Perubahan saraf otonom ini diturunkan melalui genetik yang
berperan dalam kejadian hipertensi.
b. Usia
Insidensi hipertensi meningkat seiring dengan bertambahnya
usia. Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007
Kementerian Kesehatan RI, prevalensi hipertensi di Indonesia pada
usia di atas 18 tahun mencapai 29,8%. Prevalensi ini semakin
bertambah seiring dengan bertambahnya usia. Prevalensi hipertensi
pada golongan umur 55-64 tahun, 65-74 tahun dan >75 tahun,
masing-masing mencapai 53,7%, 63,5%, dan 67,3% (Dharmeizar,
2012). Usia menyebabkan arteri kehilangan elastisitas atau
kelenturan sehingga pembuluh darah akan berangsur-angsur
menyempit dan menjadi kaku, selain itu, pada usia lanjut
sensitivitas pengatur tekanan darah yaitu refleks baroreseptor mulai
berkurang. Hal ini mengakibatkan tekanan darah meningkat seiring
dengan bertambahnya usia (Syukraini, 2009).
c. Jenis kelamin
Prevalensi hipertensi antara wanita dan pria sebenarnya sama
saja, namun sebelum memasuki usia lanjut, satu diantara lima
orang pria dewasa memiliki peluang untuk hipertensi. Hal ini lebih
tinggi dibandingkan dengan wanita. Wanita terlindungi dari
penyakit kardiovaskular sebelum menopause karena adanya peran
hormon estrogen yang mampu melindungi kerusakan pada endotel
pembuluh darah, selain itu juga estrogen dapat meningkatkan kadar
High Density Lipoprotein (HDL). Saat menginjak masa
premenopause wanita akan kehilangan hormon estrogennya
sehingga hipertensi mudah saja untuk terjadi pada wanita sesuai
dengan faktor resiko yang lain (Basha, 2004).
C. Etiologi
Sebagian besar hipertensi yang dialami masyarakat tidak diketahui
penyebab medisnya, yang dikenal sebagai hipertensi primer (esensial).
Kondisi ini terjadi pada 90% penderita hipertensi, sedangkan 10% lainnya
dapat dideteksi penyebab definitifnya, yang dikenal dengan hipertensi
sekunder (Sherwood, 2012). Beberapa ahli berpendapat bahwa hipertensi
primer mempunyai kecenderungan genetik yang kuat bahkan sebagian
peneliti mengemukakan adanya suatu mutasi genetik yang terkadang dapat
dipengaruhi oleh tingkah laku maupun lingkungan sekitar penderita
(Bolivar, 2013).
D. Klasifikasi
Berikut adalah klasifikasi tekanan darah pada orang dewasa
menurut Joint National Committee (JNC) 7 (Chobanian et al., 2003) :
Tabel 4.1 Klasifikasi Tekanan Darah JNC 7 (Chobanian et al., 2003)
Angiotensin
I
Angiotensin II
Hipertensi
Genetik
Nutrisi
Stress
Obesitas
Hipertensi
Rokok
Aktivitas fisik
Gambar 4.3 Kerangka Konsep
J. Hipotesis
1. Terdapat hubungan antara riwayat keluarga dengan kejadian
hipertensi di desa cakupan wilayah kerja Puskesmas II Sokaraja tahun
2018.
2. Terdapat hubungan antara nutrisi dengan kejadian hipertensi di desa
cakupan wilayah kerja Puskesmas II Sokaraja tahun 2018.
3. Terdapat hubungan antara stress dengan kejadian hipertensi di desa
cakupan wilayah kerja Puskesmas II Sokaraja tahun 2018.
4. Terdapat hubungan antara obesitas dengan kejadian hipertensi di desa
cakupan wilayah kerja Puskesmas II Sokaraja tahun 2018.
5. Terdapat hubungan antara rokok dengan kejadian hipertensi di desa
cakupan wilayah kerja Puskesmas II Sokaraja tahun 2018.
6. Terdapat hubungan antara aktivitas fisik dengan kejadian hipertensi di
desa cakupan wilayah kerja Puskesmas II Sokaraja tahun 2018.
V. METODE PENELITIAN
A. Rencana Penelitian
Penelitian menggunakan studi observasional analitik dengan
pendekatan cross sectional. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui
faktor risiko hipertensi yang ada pada masyarakat di wilayah kerja
Puskesmas 2 Soakaraja dimana pengamatan atau pengambilan data
dilakukan satu kali melalui kuisioner dan tanpa dilakukan intervensi
terhadap subjek penelitian (Sastroasmoro, 2011).
B. Populasi dan Sampel
1. Populasi
Populasi adalah sejumlah subjek yang memiliki karakteristik
tertentu yang sesuai dengan tujuan penelitian. Populasi dalam penelitian
bisa berupa manusia, hewan coba, data rekam medis, data laboratorium,
dan lain-lain. Populasi penelitian dibedakan menjadi dua yaitu populasi
target dan populasi terjangkau (Sastroasmoro, 2011).
a. Populasi target
Populasi target pada penelitian ini adalah semua warga di wilayah
kerja Puskesmas 2 Sokaraja.
b. Populasi terjangkau
Populasi terjangkau pada penelitian ini adalah warga di wilayah
kerja Puskesmas 2 Sokaraja pada tahun 2018.
2. Sampel
a. Teknik pengambilan sampel
Sampel survei adalah masyarakat desa cakupan wilayah
Puskesmas 2 Sokaraja yang pernah menderita hipertensi dan
tercatat dalam data sekunder puskesmas. Metode pengumpulan
sampel yang digunakan adalah purposes sampling non-random,
yaitu menggunakan sampel sejumlah semua orang yang
kompeten atau berhubungan langsung dengan suatu kejadian,
dalam praktik lapangan kali ini, yang dipilih sebagai sampel
adalah warga desa penderita hipertensi pada bulan Juli –
November 2018.
b. Besar sampel
Besar sampel dalam penelitian ini digunakan untuk
mengetahui hipotesis korelasi antar kedua variabel penelitian
populasi. Rumus besar sampel yang digunakan ialah sebagai
berikut:
Z a2 PQ
n=
d2
Keterangan
n : Besar sampel
Za2 : 1,96
P : Proporsi prevalensi kejadian (0,17)
Q : 1-P (0,83)
d : Presisi ditetapkan (0,1)
Z a2 PQ
n=
d2
1,96 x 0,17 x 0,83
n=
0,12
n = 28
n = 28 + (28 x 10%) = 28 + 3 = 31
Dari hasil perhitungan besar sampel didapatkan jumlah
sampel minimal sebanyak 31 orang.
c. Kriteria inklusi dan eksklusi
1) Kriteria inklusi
Kriteria inklusi yang digunakan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut:
a) Bersedia menjadi subyek penelitian dengan menandatangani
lembar persetujuan menjadi subyek penelitian setelah
membaca lembar informed consent.
b) Subjek penelitian berdomisili di wilayah kerja Puskesmas 2
Sokaraja yaitu Desa Jompo Kulon, Banjarsari Kidul,
Banjaranyar, Klahang, Lemberang, Karangduren, Sokaraja
Lor, dan Kedondong, Kecamatan Sokaraja, Kabupaten
Banyumas.
2) Kriteria eksklusi
Kriteria eksklusi yang digunakan pada penelitian ini
adalah sebagai berikut :
a) Tidak kooperatif dalam melakukan tahapan pengambilan
data.
b) Memiliki riwayat penyakit yang dapat mempengaruhi
tekanan darah seperti gangguan jantung, gangguan
kelenjar tiroid, diabetes melitus, dan gangguan ginjal.
C. Variabel Penelitian
1. Variabel terikat : kejadian hipertensi
2. Variabel bebas :
a. Usia
b. Jenis Kelamin
c. Riwayat Keluarga
d. Obesitas
e. Aktivitas fisik
f. Kualitas Tidur
g. Asupan Garam
h. Asupan Lemak
i. Merokok
j. Konsumsi alkohol
D. Definisi Operasional
Tabel 5.1 Definisi Operasional
Variabel Keterangan Skala
Kejadian Keadaan seseorang memiliki tekanan darah Nominal
Hipertensi sistolik ≥140 mmHg dan atau diastolik ≥90
mmHg yang diukur dengan menggunakan
sphygmomanometer dalam kondisi istirahat
pada posisi duduk.
Dikategorikan menjadi:
1. Hipertensi
2. Tidak hipertensi
Usia Rentang kehidupan seseorang yang diukur Nominal
dengan satuan tahun.
Dikategorikan menjadi:
1. Berisiko (> 60 tahun)
2. Tidak berisiko (< 60 tahun)
A. Hasil
Variabel F %
1. Hipertensi
a. Hipertensi 32 64%
b. Non-hipertensi 18 36%
2. Usia
a. Berisiko 22 44%
b. Tidak berisiko 28 56%
3. Jenis kelamin
a. Laki-laki 10 20%
b. Perempuan 40 80%
4. Riwayat keluarga
a. Ya 20 40%
b. Tidak 30 60%
5. Obesitas
a. Obesitas 32 64%
b. Non-obesitas 18 36%
6. Aktivitas fisik
a. Cukup 28 56%
b. Kurang 22 44%
7. Tidur
a. Baik 14 28%
b. Buruk 36 72%
8. Garam
a. Ya 10 20%
b. Tidak 40 80%
9. Lemak
a. Ya 11 22%
b. Tidak 39 78%
10. Merokok
a. Ya 3 6%
b. Tidak 47 94%
11. Alkohol
a. Ya - -
b. Tidak 50 100%
Sumber: Data Penelitian yang Diolah
Berdasarkan Tabel 6.1. didapatkan responden penelitian yang
menderita hipertensi sebanyak 32 orang (64%). Jenis kelamin
terbanyak yaitu perempuan sebanyak 40 orang (80%). Terdapat 10
responden (20%) yang mengonsumsi garam lebih dari 1 sendok teh
per hari, 11 responden (22%) yang mengonsumsi makanan berlemak
lebih dari 3 kali seminggu, 47 responden (94 %) tidak merokok, 36
orang (72%) tidak mengalami stres, 22 orang responden (44%)
memiliki aktivitas fisik kurang, dan 20 responden (40%) mempunyai
riwayat keluarga hipertensi. Tabel 6.2. menyebutkan bahwa seluruh
responden penelitian memiliki usia lebih atau sama dengan 30 tahun.
Rerata usia responden yang didapatkan sebesar 57,81 ± 10.11 tahun,
dengan usia termuda 35 tahun dan usia tertua 82 tahun.
Tabel 6.2. Karakteristik Usia Responden
Karakteristik Min Max Mean
Usia 35 82 57.81(± 10.475)
Keterangan. n: jumlah sampel; Min: Minimum; Max: Maximum, Mean: Rerata
Sumber: Data Penelitian yang Diola
2. Analisis Bivariat
Penelitian ini menggunakan CI 95% sehingga variabel
dinyatakan berhubungan signifikan apabila p value kurang dari 0,05
atau nilai X2 hitung lebih besar dari X2 tabel. Namun setelah
dianalisis, hanya 2 variabel yang memenuhi syarat Chi-Square,
sehingga analisis variabel lainnya menggunakan uji Fisher.
Berdasarkan pengujian tersebut diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 6.3. Hasil Analisis Bivariat
Non-
Hipertensi P
Variable Kategori Hipertensi keterangan
value
N % N %
Berisiko 10 20% 8 16%
Tidak
Usia Tidak ,962
22 44% 10 20% signifikan
berisiko
Laki-laki 4 8% 6 12%
Jenis ,077
Tidak
Kelamin signifikan
Perempuan 28 56% 12 24%
Iya 32 64% 0 0%
Obesitas ,000 Signifikan
Tidak 18 36% 0 0%
Cukup 32 64% 0 0%
Aktivitas ,000 Signifikan
Fisik Kurang 18 36% 0 0%
Ya 3 6% 0 0%
Merokok ,017 Signifikan
Tidak 32 64% 15 30%
3. Analisis Multivariat
Variabel selanjutnya dianalisis menggunakan analisis
multivariat untuk menilai faktor resiko mana yang paling berhubungan
dengan kejadian hipertensi. Metode yang digunakan untuk analisis
multivariat yaitu metode regresi logistik. Kekuatan hubungan masing-
masing variabel ditentukan dari nilai OR. Berdasarkan pengujian
tersebut diperoleh hasil sebagai berikut :
Tabel 6.4. Hasil Analisis Multivariat
B S.E. Wald df Sig. Exp(B)
Step Constant -,575 ,295 3,814 1 ,051 ,563
0
Tabel 7.1. Kriteria dan Skoring Efektivitas dan Efisiensi Jalan Keluar
Skor M I V C
(jumlah biaya
yang
(besarnya (kelanggengan (kecepatan
diperlukan
masalah yang selesainya penyelesaian
untuk
dapat diatasi) masalah) masalah)
menyelesaika
n masalah)
1 Sangat kecil Sangat tidak Sangat Sangat murah
langgeng lambat
2 Kecil Tidak langgeng Lambat Murah
3 Cukup besar Cukup langgeng Cukup cepat Cukup murah
4 Besar Langgeng Cepat Mahal
5 Sangat besar Sangat langgeng Sangat cepat Sangat mahal
A. Latar Belakang
Paradigma kesehatan di Negara berkembang telah berubah. Dahulu,
masalah kesehatan berupa penyakit tidak menular (PTM) merupakan milik
negara-negara maju, sedangkan Negara berkembang turut dikaitkan
dengan permasalahan penyakit menular. Negara maju seperti Amerika
selalu berhubungan dengan permasalahan obesitas, sindrom metabolik,
hipertensi maupun diabetes yang dikaitkan dengan gaya hidup sedentary
atau kurang gerak dan kelebihan nutrisi. Kini, penyakit tidak menular tidak
hanya menjadi masalah negara maju, namun menjadi masalah kesehatan
secara global.
Salah satu PTM yang menjadi masalah kesehatan yang sangat serius
saat ini adalah hipertensi. Hipertensi disebabkan oleh adanya tekanan
darah yang tinggi melebihi nilai normal yang didefinisikan sebagai
peningkatan tekanan darah sistolik lebih dari sama dengan 140 mmHg dan
atau tekanan darah diastolik lebih dari sama dengan 90 mmHg pada dua
kali pengukuran dengan selang waktu lima menit dalam keadaan cukup
istirahat atau tenang. Hipertensi dikenal juga sebagai silent killer atau
pembunuh terselubung yang tidak menimbulkan gejala atau asimptomatik
seperti penyakit lain (JNC VII, 2013). Faktor yang dapat mempengaruhi
hipertensi terdiri dari faktor risiko yang dapat diubah dan tidak dapat
diubah. Faktor risiko yang dapat diubah diantaranya adalah merokok,
obesitas, aktivitas fisik, konsumsi garam, konsumsi kopi, dan stress,
sedangkan faktor yang tidak dapat diubah seperti jenis kelamin, umur, dan
genetik (Frisoli et al., 2011).
Diperkirakan seperempat penduduk dunia menderita hipertensi dan
jumlah tersebutakan terus meningkat menjadi sekitar sepertiga penduduk
dunia pada tahun 2025. Di seluruh dunia, sekitar 972 juta orang atau
26,4% dari seluruh manusia di bumi mengidap hipertensi. Angka ini
kemungkinan akan meningkat menjadi 29,2% di tahun 2025. Dari 972 juta
pengidap hipertensi, 333 juta berada di negara maju dan 639 sisanya
berada di negara sedang berkembang, termasuk Indonesia (WHO, 2013).
Hasil Riskesdas tahun 2013 menyatakan bahwa prevalensi hipertensi di
Indonesia pada penduduk dengan usia diatas 18 tahun adalah sebesar
25,8%. Provinsi Jawa Tengah mempunyai prevalensi hipertensi di atas
prevalensi nasional yaitu 26,4% (Kemenkes RI, 2013).
Hipertensi merupakan salah satu masalah kesehatan masyarakat yang
terjadi di negara maju maupun negara berkembang. Angka kejadian
hipertensi di seluruh dunia mencapai 1 miliyar orang dan sekitar 7,1 juta
kematian akibat hipertensi terjadi setiap tahunnya (Depkes RI, 2008).
Menurut Riset Kesehatan Dasar (RISKESDAS) 2007 Kementerian
Kesehatan RI, prevalensi hipertensi di Indonesia pada usia di atas 18 tahun
mencapai 29,8%. Prevalensi ini semakin bertambah seiring dengan
bertambahnya usia. Prevalensi hipertensi pada golongan umur 55-64
tahun, 65-74 tahun dan >75 tahun, masing-masing mencapai 53,7%,
63,5%, dan 67,3% (Dharmeizar, 2012). Di banyak negara, 50% dari
populasi yang berusia lebih dari 60 tahun memiliki hipertensi. Secara
keseluruhan, sekitar 20% dari masyarakat dewasa di dunia diperkirakan
mengalami hipertensi (Madhur, 2014). Berdasarkan Riskesdas 2013,
prevalensi hipertensi di Indonesia hasil pengukuran pada umur ≥18 tahun
sebesar 25,8 persen. Prevalensi hipertensi di Jawa Tengah mencapai 26,4%
(Riskesdas, 2013).
Beberapa faktor risiko yang dapat menyebabkan terjadinya
hipertensi diantaranya riwayat pada keluarga, faktor gaya hidup (merokok,
diet, berat badan, olahraga, narkoba, dan alkohol), dan faktor psikososial.
Hipertensi yang tidak terkontrol menyebabkan seseorang tujuh kali lebih
berisiko terkena stroke, enam kali lebih berisiko menderita congestive
heart failure (CHF), dan tiga kali lebih berisiko terkena serangan jantung
(Rahajeng dan Tuminah, 2009). Hipertensi merupakan penyebab kematian
nomor tiga pada semua umur di Indonesia, yakni mencapai 6,8% setelah
stroke 15,4%, dan tuberculosis 7,5% (Depkes RI, 2008). Oleh karena itu,
perlu adanya pencegahan, deteksi dini, dan pengobatan yang adekuat
untuk penderita hipertensi.
B. Tujuan
1. Meningkatkan pengetahuan masyarakat mengenai penyakit hipertensi.
2. Meningkatkan pengetahuan masyarakat terkait faktor risiko
diantaranya komplikasi yang dapat timbul akibat faktor resiko
obesitas, dan merokok, serta pentingnya pencegahan obesitas seperti
olahraga, pengaturan diet, dan cara pengolahan makanan yang sehat.
3. Menjaring penderita hipertensi dan melakukan intervensi secara
individual dengan memberikan edukasi.
4. Meningkatkan motivasi warga untuk olahraga secara rutin
C. Materi dan Bentuk KeKegiatan
a. Materi Kegiatan
Obesitas dan merokok sebagai faktor resiko terjadinya hipertensi.
b. Bentuk Kegiatan
Adapun bentuk kegiatan yang akan dilakukan ialah memberikan
konseling kepada penderita hipertensi, yaitu berupa edukasi dan motivasi
untuk menerapkan pola hidup sehat.
D. Sasaran
Peserta Prolanis di Desa Jompokulon, Banjarsari Kidul, Banjaranyar,
Klahang, Lemberang, Karangduren, Sokaraja Lor, Kedondong, yang
merupakan wilayah kerja Puskesmas II Sokaraja.
E. Pelaksanaan
1. Personil
a. Penanggung jawab : Wahyanto, S. KM, M. Kes
b. Pembimbing : dr. Khusnul Muflikhah, M.Sc
c. Pelaksana :
1) Hukama Rosyada Uswatun Hasanah
2) Fatimah
3) Ichda Qudsiy Widayati
4) Talitha Apta Nitisara
5) Helni Syahriani Hasibuan
6) Ayu Permatasari
7) Syahrefa Aulia Zahra
8) Nurul Afifah Munaya
9) Timotius Pratama
10) Lutfia Nur Azizah
11) Ezra Sari Setyaningrum
12) Arum Ridharrahman
13) Reza Muhammad Nugraha
14) Laksmi Diatmika
15) Dienazad Yoga Putri
2. Waktu dan Tempat
a. Hari : Kamis
b. Tanggal : 3 Januari 2018
c. Tempat : Rumah peserta prolanis dengan hipertensi, wilayah kerja
Puskesmas II Sokaraja
F. Rencana Anggaran
Biaya :
Fotokopi lembar konseling : Rp 30.000,00
Total : Rp 30.000,00