Khutbah Pertama:
َُ ً َ ْ ََ َ ْ ُ ْ ْ ُُ َ َْ َ ﱠ َﱠ َْ
،ا َ ْﻤ ُﺪ ِ اﻟ ِﺬي أﻟﻒ ﺑ ن ﻗﻠﻮ ِب اﻟــﻤﺆ ِﻣ ِﻨ ن ﻓﺄﺻﺒﺤﻮا ِﺑ ِﻨﻌﻤ ِﺘ ِﮫ ِإﺧﻮاﻧﺎ ﻣﺘﺤ ِﺎﺑ ن
ْ ّ َ َ ْ ُ َ ْ
ً َو َأ ْﺷ َ ُﺪ َأ ﱠن ُﻣ َﺤ ﱠﻤﺪا،إﻻ ﷲ َو ْﺣ َﺪ ُﻩ َﻻ َﺷﺮْ َﻚ َﻟ ُﮫ إ َﻟ ُﮫ ْ َ ﱠوﻟ ْ ن َو ْ ﺧﺮْ ﻦ َ ْ َُ َْ َ َ ﱠ
وأﺷ ﺪ أن ﻻ ِاﻟـﮫ
ِ ِ ِ ِ ِ َ
ْ ْ ْ َ ُ
. ﺧﺎ ِﺗ ُﻢ ﻧ ِ َﻴ ِﺎء َو ِإ َﻣ ِﺎم اﻟـ ُـﻤ ْﺮ َﺳ ِﻠ ْ ن،َﻋ ْﺒ ُﺪ ُﻩ َو َر ُﺳﻮﻟ ُﮫ
َ ْ ْ ُ َ َ ْ ََ َ ْ ََ ََ َ َ ﱠُ ﱠ َ ّ َ َ ّ ْ ََ َ ّ َ ُ َ ﱠ
وﻣﻦ ﺗ ِﺒﻌ ﻢ ِﺑ ِﺈﺣﺴ ٍﺎن،ِﺎﺑ ِﮫ وﻋ ِآﻟ ِﮫ وأ،اﻟﻠ ﻢ ﺻ ِﻞ وﺳ ِﻠﻢ ﻋ ﺳ ِﻴ ِﺪﻧﺎ ﻣﺤﻤ ٍﺪ
ْ ّ ْ َ َ
.اﻟﺪﻳﻦ ِ ِإ ﻳﻮ ِم
َ ْ ُ ْ ُ ْ ُ َ َ َ َ َﱠ َ ْ َ ْ َ َ ْ ُ ْ ُْ َ َ َ َ ُْ َ َﱠ
.ﷲ وﻃﺎﻋ ِﺘ ِﮫ ﻟﻌﻠﻜﻢ ﺗﻔ ِ ﻮن ِ او ِﺻﻴﻜﻢ وﻧﻔ ِ ِﺑﺘﻘﻮى:ﷲ ِ ﺎﻋﺒﺎد ِ أﻣﺎ ﻌﺪ؛ ﻓﻴ
َ َُ َﱠ ُ ْ ُ ْ ْ َ ْ َ ﱡَ ﱠ َ ُ ﱠ َ َ َ ُ َ َ
ﻳﻦ َآﻣﻨﻮا اﺗﻘﻮا اﻟﻠﮫ َﺣ ﱠﻖ ﺗﻘﺎ ِﺗ ِﮫ َوﻻ ))ﻳﺎ أ ﺎ اﻟ ِﺬ:ﷲ َﻌﺎ ِ اﻟﻘﺮ ِآن اﻟﻜ ِﺮ ِﻢ ﻗﺎل
َ َ
ُْ َ ُ ﱠ
.((ﺗ ُﻤﻮﺗ ﱠﻦ ِإﻻ َوأﻧﺘ ْﻢ ُﻣ ْﺴ ِﻠ ُﻤﻮن
Setiap kita pasti mendambakan menjadi pribadi yang shalih. Juga keluarga, istri,
anak dan keturunan kita. Sebagaimana doa yang diajarkan Nabi Ibrahim alaihissalam:
َ َر ّب َ ْﺐ ﻣ َﻦ ﱠ
اﻟﺼﺎ ِ ِ ن ِ ِ ِ
“Ya Tuhanku, berilah aku anak yang termasuk orang-orang yang sholeh.”
(QS. As-Saffaat: 100)
َ َ ﱠ َ َ ْ َ َ ْ َ ْ َو َ َ ُ ّ ﱠ َ ُ ﱠ َ َ ْ ُ َ ْ ْ َ ْ ﱠ
اﺟ َﻌﻠﻨﺎ ِﻟﻠ ُﻤﺘ ِﻘ ناﺟﻨﺎ وذ ِر ﺎ ِﺗﻨﺎ ﻗﺮة أﻋ ٍن و
ِ ر ﻨﺎ ﺐ ﻟﻨﺎ ِﻣﻦ أز
ِإ َﻣ ًﺎﻣﺎ
1
“Wahai Rabb kami, anugerahkanlah kepada kami istri-istri kami dan
keturunan kami sebagai penyenang hati (kami), dan jadikanlah kami imam
bagi orang-orang yang bertakwa.” (QS. al- Furqan: 74).
Untuk bisa memiliki keturunan yang shalih, tentunya tidak cukup hanya dengan
berdo’a. Lebih dari itu, setiap kita harus melakukan usaha dan mengerahkan segala daya
dan upaya agar mampu memperolehnya. Oleh karena itu, mari kita simak penjelasan al-
Quran, bagaimana sesungguhnya ciri dari generasi yang shalih, agar bisa menjadi acuan
bagi kita untuk mengupayakannya. Allah berfirman dalam Surat Ali Imron:
Menurut Ibnu Katsir dalam tafsirnya, ayat-ayat ini turun berkenaan dengan para
pendeta Ahlul Kitab yang beriman kepada Nabi Muhammad seperti, ‘Abdullah bin
Salam, Asad bin `Ubaid, Tsa’labah bin Syu’bah dan yang lainnya. Maksudnya, tidak sama
antara Ahlul Kitab yang telah dicela oleh ayat sebelumnya dengan Ahlul Kitab yang
masuk agama Islam. Oleh karena itu Allah berfirman: laisuu sawaa-a (“Mereka itu tidak
sama.”) Artinya, mereka itu tidak berada pada tingkatan yang sama, ada yang beriman
2
Berdasarkan ayat ini, terdapat karakteristik yang melekat pada pribadi shalih, dan
output atau buah yang dihasilkannya. Adapun karakteristik pribadi yang shalih adalah:
Pertama; berlaku lurus. Hal ini kita pahami dari firman-Nya: “min ahlil kitaabi
ummatun qooimah” (Di antara ahlul Kitab itu ada golongan yang berlaku lurus.) Disebut berlaku
lurus karena mereka senantiasa menjalankan perintah Allah subhanahu wata'ala, mentaati
syari’at-Nya, serta mengikuti ajaran Nabi-Nya. Dalam istilah yang lebih lazim biasa
Menjadi pribadi yang istiqamah tentunya tidak mudah. Apalagi bagi kita yang
hidup di era dimana fitnah dunia mengepung kita dari setiap penjuru. Akan tetapi itulah
nilai lebih dari pribadi yang shalih. Ia mampu mengendalikan dirinya, mampu
menjauhi larangan-Nya.
Kedua; Selalu bersama al-Quran. “yat-luuna aayaatillaahi aanaa-al lail” (membaca ayat-
ayat Allah pada beberapa waktu di malam hari). Ciri khas generasi yang shalih adalah
mempunyai interaksi yang intens bersama al-Quran. Tidak ada hari yang berlalu tanpa al-
Qur’an. Ia menyediakan waktu khusus untuk dirinya dan keluarganya untuk berinteraksi
dengan al-Quran. Tentunya bentuk interaksi itu tidak hanya sebatas membaca, akan tetapi
Ketiga; mempunyai perhatian terhadap shalat dan tahajjud. Hal ini bisa kita pahami
dari firman-Nya: Wahum yasjuduun (Mereka selalu bersujud). Pribadi yang shalih
prioritas utama dalam aktifitas kesehariannya. Hal itu dibuktikan dengan selalu tepat
seruan Allah tersebut. Tidak pernah terlewat mengerjakan shalat berjamaah di masjid,
kecuali dalam keadaan yang tidak mampu atau diberikan udzur oleh syara’ seperti ketika
3
Pribadi yang shalih juga mempunyai slot waktu untuk berkomunikasi dengan
Allah pada keheningan malam. Disaat kebanyakan orang terlelap dalam tidur mereka, ia
bangan dari tempat tidurnya untuk menempelkan wajahnya ke tanah; bersujud kepada
Dzat yang dicintainya. Baginya, shalat tahajjud adalah kenikmatan dunia yang tiada tara.
Sebagaimana ungkapan Ibnu Taimiyyah: “Barang siapa yang belum merasakan surga
dunia yaitu shalat malam, maka ia tidak akan merasakan surga akhirat.”
Keempat; beriman kepada Allah dan hari akhir. “Yu'minuuna billahi wal yaumil
akhir”. Iman yang kuat terhadap Allah, dan keyakinan adanya hari akhir, menjadikan
setiap gerak langkahnya, selalu ia arahkan untuk mencari ridha Allah dan menjadikan
Sedangkan output atau hasil yang didapatkan dari pribadi yang shalih dapat kita
Yang pertama; Amar ma'ruf nahi munkar.” Waya'muruuna bil ma'ruufi wayanhauna
'anil munkar.” Pribadi yang shalih keberadaannya selalu bermanfaat. Tidak hanya berfikir
untuk dirinya, tetapi senantiasa berusaha mengajak kebaikan kepada setiap orang.
berada, seorang yang mempunyai pribadi shalih akan selalu menjadi yang terdepan
dalam memburu kebaikan. Ia menjadi teladan bagi lingkungan sekitarnya dalam setiap
kebaikan.
Allah kemudian menyudahi ayat ini dengan pernyataan: “Wa ulaaika minas
Semoga kita, keluarga kita, anak keturunan kita, dan saudara-saudara kita seiman
dan seaqidah, diberi karunia oleh Allah subhanahu wata'ala sebagai hamba yang shalih,
yang mampu menghiasi diri dengan karakter-karakter yang disebut dalam ayat tersebut.
4
ُْ ْ ْ َ ْ َََ َ ْ َ ﱠ ُ ْ َ ْ َ ْ َ َ ّ ْ ْ َ َ َ ُ ْ ََ ُ
اﻟﺬﻛ ِﺮ ِ و ﺎت
ِ ﻳ ﻦ ﻣ ﮫ
ِ ِ ِ ِ ﻴ ﻓ ﺎﻤ ﺑ ﻢ ﺎﻛ ﻳإ و
ِ ِ ﻌ ﻔﻧو ، ﻢ ﻴ
ِ ِﻈﻌ اﻟ آن
ﺑﺎر َك ﷲ ِ وﻟ ِ َ ِ
ﺮ ﻘاﻟ ﻢ ﻜ
ْ َُ ْ َ ْ ُ ْ ُ َ ْ ْ َ َ َ ْ َ ْ ُ َ ْ َ ْ َ ْ ََ ُ ْ َ ْ َ ْ
ﺎﺳﺘﻐ ِﻔ ُﺮ ْو ُﻩِ ،إ ﱠﻧ ُﮫ ُ َﻮ اﻟﻐﻔ ْﻮ ُر ا ِﻜﻴ ِﻢ ،أﻗﻮل ﻗﻮ ِ ﺬا وأﺳﺘﻐ ِﻔﺮ ﷲ اﻟﻌ ِﻈﻴﻢ ِ وﻟﻜﻢ ﻓ
اﻟﺮ ِﺣ ْﻴ ُﻢ
ﱠ
Khutbah Kedua:
5