PENDAHULUAN
KACAU 1
Tujuan
Adapun tujuan dari laporan ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui identifikasi (definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, gejala klinis, dan cara mendiagnosis) diagnosis
banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan
fisik (PF), dan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario.
2. Untuk mengetahui korelasi klinis diagnosis banding/diferensiasi (DD)
sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil
pemeriksaan laboratorium pada skenario.
3. Untuk mengetahui identifikasi diagnosis definitif (DX) (terapi, komplikasi,
dan prognosis) dari hasil korelasi klinis.
1.2 Manfaat
KACAU 2
BAB II
PEMBAHASAN
2.2 Skenario
KACAU
Sekitar 2 bulan yang lalu sejak ibunya meninggal, Pak Segar, 35 tahun
sering marah-marah dirumah pada istri dan anaknya, hingga membanting
barang-barang serta menuduh istrinya ingin meracuninya. Saat ini ia pun
sering tidak mau mandi dan berganti pakaian dan sudah tidak mau lagi pergi
ke pasar, tempat selama ini ia berjualan, karena menurutnya ada orang jahat
yang ingin membunuhnya.
Sejak satu tahun terakhir ini, istrinya sering memergokinya tengah bicara
sendiri di kamar, dan belakangan ini semakin sering. Sebelumnya pak Segar
memang sering berprasangka buruk terhadap orang lain dan mudah curiga,
namun tidak pernah sampai menuduh istrinya sendiri ingin membunuhnya. Ia
juga orang yang suka menyendiri. Tidak ada keluarga menderita penyakit
serupa.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan
psikiatri didapatkan : tought of echo, waham kejar, halusinasi auditorial. Apa
KACAU 3
yang terjadi pada pak Segar, bagaimana hal itu bisa terjadi dan bagaimana
mengatasinya?
KACAU 4
2.3 Pembahasan LBM
I. Klarifikasi Istilah
1. Tought of echo : Isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi
pikiran ulangan walaupun isinya sama namun
kualitasnya berbeda (Maslim,2013).
1. Apakah ada hubungan antara usia dan jenis kelamin terhadap kejadian
gangguan psikotik?
2. Apakah ada hubungan kejadian ibunya meninggal sejak 2 bulan yang
lalu dengan keadaan pasien pada skenario?
KACAU 5
III. Brainstorming
KACAU 6
a. Stressor fisik-biologik, seperti penyakit yang sulit
disembuhkan, cacat fisik atau kurang berfungsinya salah satu
anggota tubuh, wajah yang tidak cantik atau ganteng, dan
postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal (seperti : terlalu kecil,
kurus, pendek, atau gemuk).
KACAU 8
IV. Rangkuman Permasalahan
Bagan
KACAU
Skizofrenia
KACAU 9
Penjelasan bagan
KACAU 10
V. Learning Issues
1. Jelaskan korelasi klinis diagnosis banding/diferensiasi (DD) sesuai
dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil
pemeriksaan psikiatri pada skenario!
2. Identifikasi (definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala
klinis, dan cara mendiagnosis) diagnosis kerja (Dx) sesuai dengan
gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan
psikiatri pada skenario!
3. Identifikasi diagnosis definitif (DX) (terapi, komplikasi, dan
prognosis) dari hasil korelasi klinis!
VI. Referensi
1. Korelasi klinis diagnosis banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan
gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan
psikiatri pada skenario.
a. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. 2017. Buku Ajar
Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
b. Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan
Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5
c. Sadock, B. J., Sadock, V. A. 2010. Kaplan & Sadock’s Pocket
Handbook of Clinical Psychiatry, Fifth edition. New York:
Lippincot Williams &Wilkins.
KACAU 11
b. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. 2017. Buku Ajar
Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
c. Kazadi. 2008. Factors Associated With Relapse in
Schizophrenia. SAJP, volume 14, no. 2
d. Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan
Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5
e. Sadock, B. J., Sadock, V. A. (2010) Kaplan & Sadock’s Pocket
Handbook of Clinical Psychiatry, Fifth edition. New York:
Lippincot Williams &Wilkins.
f. Veague, H.B., 2007. Psychological Disorder: Schizofrenia,
Edisi 1, 75-8, Infobase pubhlising, New York.
KACAU 12
VII. Pembahasan Learning Issues
ANAMNESIS
KACAU 13
menuduh + + +/- +/-
Malas
merawat diri + - - -
Suka
menyendiri + + - -
Sering
berbicara + +/- - +/-
sendiri
Keterangan:
+ : Berisiko.
+/- : Kurang Berisiko.
- : Tidak Berisiko.
KACAU 14
2. Identifikasi (definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala
klinis, dan cara mendiagnosis) diagnosis kerja (Dx) sesuai dengan
gejala klinis, dan hasil pemeriksaan fisik (PF) pada skenario!
a. Definisi
b. Epidemiologi
KACAU 15
nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin
(Kazadi, 2008).
c. Etiologi
b. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari
ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut
neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan
neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli
mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas
KACAU 16
neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian
bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang
abnormal terhadap dopamine.Banyak ahli yang berpendapat
bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup
untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti
serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan
peranan (Durand & Barlow, 2007).
c. Factor psikososial
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana
interaksi dalam keluarga mempengaruhi penderita
skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother
kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang
ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang
diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-
anaknya. keluarga pada masa kanak-kanak memegang
peranan penting dalam pembentukan kepribadian(Durand
& Barlow, 2007).
d. Klasifikasi
a. Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang
mencolok atau halusinasi Auditorik.Waham biasanya
adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya,
tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham
kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga
muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan,
menjaga jarak dan suka berargumentasi, dan agresif (Elvira,
2017).
KACAU 17
b. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)
c. Tipe Katatonik
KACAU 18
e. Tipe residual
e. Patogenesis
KACAU 19
Makna patofisiologis khusus dikaitkan dengan dopamin.
Availabilitas dopamin atau agonis dopamin yang berlebihan dapat
menimbulkan gejala skizofrenia. Penghambatan pada reseptor
dopamin-D2 telah sukses digunakan dalam penatalaksanaan
skizofrenia. Di sisi lain, penurunan reseptor D2 yang ditemukan
pada korteks prefrontalis dan penurunan reseptor D1 dan D2
berkaitan dengan gejala negatif skizofrenia., seperti kurangnya
emosi. Penurunan reseptor dopamin mungkin terjadi akibat
pelepasan dopamin yang meningkat dan ini tidak memiliki efek
patogenetik (Tyaswati, 2017).
KACAU 20
1. Efektivitas obat-obat neuroleptik (misalya fenotiazin) pada
skizofrenia, ia bekerja memblok reseptor dopamin pasca
sinaps (tipe D2).
2. Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis
yang terjadi sukar dibedakan, secara klinik dengan psikosis
skizofrenia paranoid akut. Amfetamin melepaskan dopamin
sentral. Selain itu, amfetamin juga memperburuk
skizofrenia.
3. Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus
kautdatus, nukleus akumbe dan putamen pada skizofrenia.
KACAU 21
patogenesis dan patofisiologi skizofrenia.Hipotesis dopamin
pada skizofrenia mengusulkan bahwa skizofrenia adalah
hasil dari disfungsi neurotransmisi dopaminergik di
otak.Kemungkinan terdapat beberapa subtipe biologis yang
berbeda dari orang dengan skizofrenia.Temuan yang
berbeda dari penelitian yang diterbitkan tentang
neuroreseptor pada orang dengan skizofrenia mungkin hasil
dari perbedaan subkelompok biologis yang tidak diketahui
dari populasi orang dengan sindrom klinis
skizofrenia.Sebuah subkelompok biologis orang dengan
skizofrenia tampaknya memiliki penurunan basal, level
tonik dopamin intrasinaptik yang mengakibatkan
hiperfungsi sistem dopaminergik pada skizofrenia. Gejala-
gejala positif skizofrenia, menyajikan pada masa remaja dan
dewasa muda, termasuk halusinasi, delusi, dan masalah
proses berpikir, yang diduga hasil dari sebuah kelebihan
fase intermiten dopamin di sinaps dalam subkelompok
orang yang bermanifestasi sindrom klinis skizofrenia.
Gejala-gejala negatif skizofrenia, termasuk apatis,
penarikan, dan kurangnya motivasi, yang diduga hasil dari
defisit tonik intermiten dopamin dalam sinaps pada
subkelompok orang dengan sindrom klinis skizofrenia
(Brasic, 2013).
Dengan demikian, populasi orang dengan
skizofrenia benar-benar termasuk beberapa kelompok
biologis yang tidak diketahui yang berbeda masing-masing
dengan pola khas disfungsi neuroreceptors tercermin dalam
pola unik kepadatan neuroreceptor dan distribusi di bagian
tertentu dari otak.Tujuan dari studi pencitraan dari
neuroreceptors di skizofrenia adalah untuk membedakan
karakteristik identifikasi unik dari masing-masing kelompok
KACAU 22
biologis dari populasi orang dengan sindrom klinis
skizofrenia (Robert, 2006).
Penemuan bahwa gejala positif skizofrenia diatasi
ketika 60% sampai 80% dari neuroreseptor dopamin
menyerupai D2 di otak ditempati oleh obat-obatan
antipsikotik yang ditunjukkan oleh PET merupakan
kemajuan besar dalam pengembangan obat baru untuk
mengobati orang dengan skizofrenia. PET memungkinkan
dokter untuk menentukan dosis optimal obat yang
memblokir reseptor D2 dopamin untuk menghasilkan efek
terapeutik dengan efek samping minimal. Dosis antipsikotik
tipikal mengakibatkan lebih besar dari 80% hunian reseptor
dopamin D2 di otak yang ditunjukkan oleh PET dapat
meningkatkan risiko pengembangan diskinesia tardive,
gangguan gerak lain, dan efek samping lainnya mungkin
dengan dosis yang lebih tinggi. Dengan demikian, studi
pencitraan densitas dan distribusi reseptor D2 dopamin
sebelum dan sesudah administrasi agen terapi untuk
skizofrenia merupakan alat untuk mengidentifikasi dosis
terapi (Brasic, 2013).
Selain itu hipotesis bahwa aktivitas dopaminergik
berlebihan yang berperan dalam gangguan kognitif
beberapa orang dengan skizofrenia dikonfirmasi oleh studi
hewan.Misalnya, gangguan memori kerja terjadi pada tikus
dengan reversibel peningkatan jumlah reseptor dopamin D2
di otak.Temuan ini memberikan bukti bahwa karakteristik
overaktivitas dopaminergik dari subkelompok biologis dari
populasi orang dengan skizofrenia dapat menyebabkan
gangguan kronis dalam memori kerja.Pada tikus reseptor
dopamin D1 dan D2 berbeda-beda memodulasi
penghambatan asam gamma amino butirat (GABA) di
KACAU 23
neuron piramidal kortikal prefrontal.Temuan ini
menyediakan mekanisme yang mungkin untuk defisit
memori dari subkelompok biologis dari populasi orang
dengan skizofrenia. Pengamatan ini dapat memberikan
dasar untuk hipotesis tentang kemungkinan disfungsi
prefrontal manusia dengan skizofrenia yang akan diuji
melalui eksperimen neuroimaging (Brasic, 2013).
f. Gejala Klinis
Gejala positif
Waham
Halusinasi
KACAU 24
Jenis halusinasi audiotorial berupa suara satu orang
atau beberapa orang, orang yang dikenal atau belum,
isinya komentar tentang pasien ataupun perintah.
Halusinasi ini terjadi saat sadar penuh, jika terjadi saat
ingin tidur: hipnogogik, dan jika terjadi saat bangun
tidur: hipnopompik (Elvira, 2017).
Pembicaraan terganggu
o Dalam pembicaraan tiba-tiba tidak dapat
melanjutkan isi pembicaraan.
o Inkoheren: berbicara tidak selaras dengan lawan
bicara (bicara kacau).
o Neologisme: menggunakan kata-kata yang hanya
dimengerti oleh diri sendiri, tetapi tidak
dimengerti oleh orang lain (Elvira, 2017).
Perilaku disorganisasi
Gejala Negatif
KACAU 25
g. Diagnosis
ANAMNESA
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Segar
Umut : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku /Bangsa :-
Agama :-
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan :-
Pekerjaan : Berjualan di Pasar
Alamat :-
Cara masuk RS :-
KACAU 26
C. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA
Tidak diketahui
D. RIWAYAT KELUARGA
Tidak ada
E. RIWAYAT PRIBADI
KACAU 27
A. DESKRIPSI UMUM
1. PENAMPILAN
a. Ekspresi wajah -
b. Postur dan gerakan -
c. Kerapihan (pakaian dan dandanan) -
2. Perilaku dan aktivitas psikomotorik -
3. Sikap terhadap pemeriksa -
B. MOOD, AFEK, EMOSI, KESERASIAAN
a. Mood Marah
b. Afek -
c. Keserasian -
d. Empati
C. BICARA
a. Kecepatan -
b. Kuantitas -
c. Pengucapan -
D. GANGGUAN PERSEPSI
a. Halusinasi (persepsi tanpa objek) Auditorial
b. Ilusi (kesalahan mempersepsikan objek) -
c. Depersonalisasi (persepsi diri yang salah) -
d. Derealisasi (persepsi terhadap lingkungan -
yang salah)
E. ALAM PIKIRAN
a. Proses dan bentuk pikir -
b. Isi Pikiran : waham, obsesi, preokupasi Waham kejar
F. SENSORIUM DAN FUNGSI KOGNITIF
a. Kesiagaan dan tingkat kesadaran -
b. Orientasi waktu -
Orientasi tempat
KACAU 28
Orientasi orang
c. Daya ingat segera -
Daya ingat sedang
Daya ingat jangka pendek
Daya ingat jangka panjang
d. Konsentrasi dan perhatian -
e. Pikiran abstrak -
f. Intelegensi dan kemampuan informasi
(tingkat pengetahuan)
g. Bakat kreatif -
h. Kemampuan menolong diri sendiri -
G. PENGENDALIAN IMPULS
a. Pengendalian Impuls -
Baik
Terganggu
H. DAYA NILAI
a. Daya Nilai Sosial -
b. Daya nilai Realitas -
c. Uji Daya nilai -
I. TILIKAN -
J. TARAF DAPAT DIPERCAYA
a. Dapat dipercaya -
b. Tidak Dapat dipercaya
KACAU 29
MEKANISME DIAGNOSA MULTIAKSIAL
a. Terapi
Terapi biologis
KACAU 30
Obat APG II lebih dianjurkan karena efek sampingnya
hanya mengantuk atau EPS (ekstrapiramidal syndrome)
(Elvira, 2017).
b. Fase stabilisasi
c. Fase rumatan
Terapi psikososial
KACAU 31
fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para
peserta terapi saling memberikan feedback tentang pikiran
dan perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada
situasi sosial yang mendorong peserta untuk
berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman
peserta dalam kemampuan berkomunikasi (Durand,
2007).
Keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk
mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif
maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan
untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama.
Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita
dan cara cara untuk menghadapinya (Durand, 2007).
b. Prognosis
KACAU 32
BAB III
PENUTUP
3.1 Kesimpulan
KACAU 33