Anda di halaman 1dari 33

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar belakang

Gangguan psikosis adalah gangguan kejiwaan berupa hilang kontak


dengan kenyataan yaitu penderita kesulitan membedakan hal nyata dengan
tidak, umumnya akan dimulai dengan kesulitan konsentrasi, berbicara tidak
jelas dan kesulitan mengingat. Penderita gangguan psikosis akan terlihat
menyendiri dengan emosi yang datar tetap secara mendadak emosi menjadi
sangat tinggi atau depresi
Skizofrenia merupakan gangguan mental yang ditandai dengan
gangguan proses pikir dan emosi. Pada umumnya gejala yang muncul adalah
halusinasi dengar, paranoid atau waham, cara berfikir kacau, dan disertai
disfungsi sosial. Gejala yang muncul biasa dalam usia dewasa muda, dengan
prevalensi global 0,3 % sampai 0,7%. Diagnosis ditegakkan berdasarkan
pengamatan perilaku danpengalaman yang dilaporkan.
Faktor lingkungan bisa menjadi penyebab gangguan ini dan perkembangan
skizofrenia. Faktor genetika juga berperan dalam proses penurunan sifat
gangguan pada anggota keluarga. Resiko terbesar penyakit skizofrenia ini
adalah 6,5%. Satu teori mengasumsikan keterlibatan genetik dalam evolusi
sifat manusia yaitu alami, namun belum ada teori resminya hingga saat ini.
Selain faktor genetika, faktor lingkungan seperti tempat tinggal, penggunaan
obat, stres juga mampu mempengaruhi. Penderita yang diberikan dukungan
oleh orang sekitarnya akan berkembang lebih baik daripada yang lebih banyak
dikritik oleh orang tuanya. Faktor lainnya yang memiliki peranan penting juga
seperti isolasi sosial, disfungsi keluarga, pengangguran, dankondisi ekonomi
yang buruk atau kehidupan yang penuh tekanan dari oprang orang sekitar.

KACAU 1
Tujuan
Adapun tujuan dari laporan ini, yaitu:
1. Untuk mengetahui identifikasi (definisi, epidemiologi, etiologi,
patofisiologi, gejala klinis, dan cara mendiagnosis) diagnosis
banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan
fisik (PF), dan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario.
2. Untuk mengetahui korelasi klinis diagnosis banding/diferensiasi (DD)
sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil
pemeriksaan laboratorium pada skenario.
3. Untuk mengetahui identifikasi diagnosis definitif (DX) (terapi, komplikasi,
dan prognosis) dari hasil korelasi klinis.

1.2 Manfaat

Adapun manfaat dari laporan ini, yaitu:


1. Agar mahasiswa dapat memahami identifikasi (definisi, epidemiologi,
etiologi, patofisiologi, gejala klinis, dan cara mendiagnosis) diagnosis
banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan
fisik (PF), dan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario.
2. Agar mahasiswa dapat memahami korelasi klinis diagnosis
banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan
fisik (PF), dan hasil pemeriksaan laboratorium pada skenario.
3. Untuk mengetahui identifikasi diagnosis definitif (DX) (terapi, komplikasi,
dan prognosis) dari hasil korelasi klinis.

KACAU 2
BAB II

PEMBAHASAN

2.1 Data Tutorial

Hari / Tanggal Sesi 1 : Senin, 3 Desember 2018

Hari / Tanggal Sesi 2 : Rabu, 5 Desember 2018

Tutor : dr. Ronanarasafa

Moderator : Farida Yuni Pertiwi

Sekretaris : Grantina Nugraha

2.2 Skenario
KACAU

Sekitar 2 bulan yang lalu sejak ibunya meninggal, Pak Segar, 35 tahun
sering marah-marah dirumah pada istri dan anaknya, hingga membanting
barang-barang serta menuduh istrinya ingin meracuninya. Saat ini ia pun
sering tidak mau mandi dan berganti pakaian dan sudah tidak mau lagi pergi
ke pasar, tempat selama ini ia berjualan, karena menurutnya ada orang jahat
yang ingin membunuhnya.
Sejak satu tahun terakhir ini, istrinya sering memergokinya tengah bicara
sendiri di kamar, dan belakangan ini semakin sering. Sebelumnya pak Segar
memang sering berprasangka buruk terhadap orang lain dan mudah curiga,
namun tidak pernah sampai menuduh istrinya sendiri ingin membunuhnya. Ia
juga orang yang suka menyendiri. Tidak ada keluarga menderita penyakit
serupa.
Hasil pemeriksaan fisik didapatkan dalam batas normal. Pada pemeriksaan
psikiatri didapatkan : tought of echo, waham kejar, halusinasi auditorial. Apa

KACAU 3
yang terjadi pada pak Segar, bagaimana hal itu bisa terjadi dan bagaimana
mengatasinya?

KACAU 4
2.3 Pembahasan LBM

I. Klarifikasi Istilah
1. Tought of echo : Isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau
bergema dalam kepalanya (tidak keras), dan isi
pikiran ulangan walaupun isinya sama namun
kualitasnya berbeda (Maslim,2013).

2. Waham Kejar : Keyakinan seorang penderita yang yakin dirinya


dikejar-kejar orang, sehingga memunculkan
perilaku yang bersembunyi dan ketakutan
(Maramis,2009).

3. Halusinasi : Mendengar suara atau bunyi yang berkisar dari


auditorial suara sederhana sampai suara yang berbicara
mengenai pasien dan memerintahkan untuk
melakukan sesuatu sehingga pasien terganggu
oleh suara tersebut (Stuart,2007).

II. Identifikasi Masalah

1. Apakah ada hubungan antara usia dan jenis kelamin terhadap kejadian
gangguan psikotik?
2. Apakah ada hubungan kejadian ibunya meninggal sejak 2 bulan yang
lalu dengan keadaan pasien pada skenario?

KACAU 5
III. Brainstorming

1. Apakah ada hubungan antara usia dan jenis kelamin terhadap


kejadian gangguan psikotik?

Gangguan psikosis adalah gangguan kejiwaan berupa hilang


kontak dengan kenyataan yaitu penderita kesulitan membedakan hal
nyata dengan tidak, umumnya akan dimulai dengan kesulitan
konsentrasi, berbicara tidak jelas dan kesulitan mengingat. Penderita
gangguan psikosis akan terlihat menyendiri dengan emosi yang datar
tetap secara mendadak emosi menjadi sangat tinggi atau depresi
(Alvarez,2009).

Onset para penderita gangguan psikosis fase awal kebanyakan saat


remaja dan berlangsung hingga dewasa. Penelitian oleh Subandi dan
Good tahun 2002 di Yogyakarta menyebutkan penderita gangguan
psikotik fase awal terbanyak adalah usia 15-29 tahun atau dewasa
muda yaitu sebanyak 66,4%. Penderita gangguan psikotik fase awal
dalam 5 tahun akan memiliki kemungkinan relaps sebesar 80%
walaupun sudah terdeteksi dini. Gangguan psikotik lebih banyak
diderita oleh laki-laki pada umur 15-25 tahun,sedangkan pada wanita
akan sedikit melambat yaitu pada umur 25-35 tahun (Alvarez,2009).

2. Apakah ada hubungan kejadian ibunya meninggal sejak 2 bulan


yang lalu dengan keadaan pasien pada skenario?

Faktor pemicu stres itu dapat diklasifikasikan ke dalam beberapa


kelompok berikut (Yusuf,2004) :

KACAU 6
a. Stressor fisik-biologik, seperti penyakit yang sulit
disembuhkan, cacat fisik atau kurang berfungsinya salah satu
anggota tubuh, wajah yang tidak cantik atau ganteng, dan
postur tubuh yang dipersepsi tidak ideal (seperti : terlalu kecil,
kurus, pendek, atau gemuk).

b. Stressor psikologik, seperti negative thinking atau berburuk


sangka, frustrasi (kekecewaan karena gagal memperoleh
sesuatu yang diinginkan), hasud (iri hati atau dendam), sikap
permusuhan, perasaan cemburu, konflik pribadi, dan keinginan
yang di luar kemampuan.

c. Stressor Sosial, seperti iklim kehidupan keluarga, hubungan


antar anggota keluarga yang tidak harmonis (broken home),
perceraian, suami atau istri selingkuh, suami atau istri
meninggal, anak yang nakal (suka melawan kepada orang tua,
sering membolos dari sekolah, mengkonsumsi minuman keras,
dan menyalahgunakan obat-obatan terlarang) sikap dan
perlakuan orang tua yang keras, salah seorang anggota
mengidap gangguan jiwa dan tingkat ekonomi keluarga yang
rendah, lalu ada faktor pekerjaan : kesulitan mencari pekerjaan,
pengangguran, kena PHK (Pemutusan Hubungan Kerja),
perselisihan dengan atasan, jenis pekerjaan yang tidak sesuai
dengan minat dan kemampuan dan penghasilan tidak sesuai
dengan tuntutan kebutuhan sehari-hari, kemudian yang terakhir
ada iklim lingkungan : maraknya kriminalitas (pencurian,
perampokan dan pembunuhan), tawuran antar kelompok
(pelajar, mahasiswa, atau warga masyarakat), harga kebutuhan
pokok yang mahal, kurang tersedia fasilitas air bersih yang
memadai, kemarau panjang, udara yang sangat panas atau
dingin, suara bising, polusi udara, lingkungan yang kotor (bau
KACAU 7
sampah dimana-mana), atau kondisi perumahan yang buruk,
kemacetan lalu lintas bertempat tinggal di daerah banjir atau
rentan longsor, dan kehidupan politik dan ekonomi yang tidak
stabil.

Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan gejala-gejala individu


yang mengalami stres memiliki gejala fisikal, gejala emosional, gejala
intelektual dan gejala interpersonal yang dapat mempengaruhi
seseorang. Stres tersebut bisa di lihat dari dua sudut, yang pertama
dari sudut biologis berupa gejala fisik yang menyangkut organ tubuh
manusia dengan proses stres itu sendiri. Stres yang terjadi dipengaruhi
oleh stressor kemudian di terima oleh reseptor yang mengirim pesan
ke otak. Stressor tersebut kemudian di terima oleh otak khususnya
otak bagian depan yang mengakibatkan bekerjanya kelenjar di dalam
organ tubuh dan otak. Organ tubuh dan otak saling bekerja sama untuk
menerjemahkan proses stres yang pada akhirnya akan mempengaruhi
sistem fungsi kerja tubuh bisa berupa sakit kepala, tidur tidak teratur,
nafsu makan menurun, mudah lelah atau kehilangan daya energi, otot
dan urat tegang pada leher dan bahu, sakit perut, telapak tangan
berkeringat dan jantung berdebar (Yusuf,2004).
Kemudian sudut yang kedua berupa gejala psikis yang menyangkut
keadaan mental, emosi dan pola pikir seseorang yang ditunjukkan
dengan susah berkonsentrasi, daya ingat menurun atau mudah lupa,
produktivitas atau prestasi kerja menurun, sering merasa jenuh,
gelisah, cemas, frustrasi, mudah marah dan mudah tersinggung. Jika
kedua sudut tersebut digabungkan maka akan membentuk suatu
keterkaitan bahwa baik fisik maupun psikis saling mempengaruhi satu
sama lain saat proses stres terjadi (Yusuf,2004).

KACAU 8
IV. Rangkuman Permasalahan
Bagan
KACAU

GEJALA KLINIS: PEMERIKSAAN FISIK

 Sering marah-marah  Normal


 Sering menuduh
PEMERIKSAAN PSIKIATRI
(curiga)
 Berbicara sendiri  Tought of echo
 Suka menyendiri  Waham kejar
 Halusinasi auditorial

DIAGNOSIS BANDING (DD)  Skizofrenia


 Skizotipal
 Gangguan
KORELASI KLINIS
waham
 Psikotik akut
DIAGNOSA KERJA (DX) & sementara

Skizofrenia

Definisi Etiologi Gejala Terapi Prognosis


Klinis

Epidemiologi Patofisiologi Cara Komplikasi


mendiagnosa

KACAU 9
Penjelasan bagan

Gangguan psikotik adalah gangguan kejiwaan berupa hilang kontak


dengan kenyataan yaitu penderita kesulitan membedakan hal nyata dengan
yang tidak, umumnya akan dimulai dengan kesulitan konsentrasi, berbicara
tidak jelas, dan kesulitan mengingat.

Adapun faktor internal dan faktor eksternal yang dapat mengganggu


psikologi seseorang sehingga dapat menyebabkan suatu gangguan psikosis.
Salah satu gangguan psikosis adalah skizofrenia. Emosi yang tidak stabil,
penyimpangan isi pikiran dan persepsi merupakan gejala klinis pada
skizofrenia. Berdasarkan gejala yang dialami oleh pasien yang disertai dengan
hasil pemeriksaan fisik dan pemeriksaan psikiatri dapat disimpulkan
sementara bahwa pasien mengalami skizofrenia.

KACAU 10
V. Learning Issues
1. Jelaskan korelasi klinis diagnosis banding/diferensiasi (DD) sesuai
dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil
pemeriksaan psikiatri pada skenario!
2. Identifikasi (definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala
klinis, dan cara mendiagnosis) diagnosis kerja (Dx) sesuai dengan
gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan
psikiatri pada skenario!
3. Identifikasi diagnosis definitif (DX) (terapi, komplikasi, dan
prognosis) dari hasil korelasi klinis!

VI. Referensi
1. Korelasi klinis diagnosis banding/diferensiasi (DD) sesuai dengan
gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan
psikiatri pada skenario.
a. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. 2017. Buku Ajar
Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
b. Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan
Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5
c. Sadock, B. J., Sadock, V. A. 2010. Kaplan & Sadock’s Pocket
Handbook of Clinical Psychiatry, Fifth edition. New York:
Lippincot Williams &Wilkins.

2. Identifikasi (definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala


klinis, dan cara mendiagnosis) diagnosis kerja (Dx) sesuai dengan
gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil pemeriksaan
psikiatri pada skenario.
a. Barlow, H. D. & Durand, M.V. 2007. Psikologi abnormal.
Jakarta: Penerbit Pustaka belajar

KACAU 11
b. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. 2017. Buku Ajar
Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.
c. Kazadi. 2008. Factors Associated With Relapse in
Schizophrenia. SAJP, volume 14, no. 2
d. Maslim, Rusdi. 2013. Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan
Ringkas PPDGJ-III dan DSM-5
e. Sadock, B. J., Sadock, V. A. (2010) Kaplan & Sadock’s Pocket
Handbook of Clinical Psychiatry, Fifth edition. New York:
Lippincot Williams &Wilkins.
f. Veague, H.B., 2007. Psychological Disorder: Schizofrenia,
Edisi 1, 75-8, Infobase pubhlising, New York.

3. Identifikasi diagnosis definitif (DX) (terapi, komplikasi, dan


prognosis) dari hasil korelasi klinis.
a. Barlow, H. D. & Durand, M.V. 2007. Psikologi abnormal.
Jakarta: Penerbit Pustaka belajar
b. Elvira, Sylvia D dan Gitayanti Hadisukanto. 2017. Buku Ajar
Psikiatri. Jakarta: Badan Penerbit Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia.

KACAU 12
VII. Pembahasan Learning Issues

1. Jelaskan korelasi klinis diagnosis banding/diferensiasi (DD) sesuai


dengan gejala klinis, hasil pemeriksaan fisik (PF), dan hasil
pemeriksaan psikiatri pada skenario!
Dari skenario didapatkan diagnosis banding/diferensiasi (DD)
(Elvira,2017; Maslim,2013; Sadock,2010):
Skizofrenia
Skizotipal
Gangguan waham
Psikotik akut & sementara

ANAMNESIS

Data Diri Skizofrenia Skizotipal Gangguan Psikotik akut


Waham & sementara
Jenis kelamin
 Laki-laki + + + +
Usia
 35 tahun + + + +

Keluhan Skizofrenia Skizotipal Gangguan Psikotik akut


Pasien Waham & sementara
Onset 1 tahun
(makin buruk + - - -
dalam 2 bulan
terakhir)
Sering marah + - - -
Sering

KACAU 13
menuduh + + +/- +/-
Malas
merawat diri + - - -
Suka
menyendiri + + - -
Sering
berbicara + +/- - +/-
sendiri

PEMERIKSAAN FISIK & PEMERIKSAAN PSIKIATRI

Hasil Pemeriksaan Skizofrenia Skizotipal Gangguan Psikotik


Waham akut &
sementara
Pemeriksaan Fisik
 Normal + + + +
Pemeriksaan Psikiatri
 Tought of + - - +/-
echo
 Waham kejar + - + +/-
 Halusinasi + +/- - +/-
auditorial

Keterangan:
 + : Berisiko.
 +/- : Kurang Berisiko.
 - : Tidak Berisiko.

KACAU 14
2. Identifikasi (definisi, epidemiologi, etiologi, patofisiologi, gejala
klinis, dan cara mendiagnosis) diagnosis kerja (Dx) sesuai dengan
gejala klinis, dan hasil pemeriksaan fisik (PF) pada skenario!

Didapatkan dari korelasi klinis bahwa diagnosis definitif/kerja


(DX) dari skenario adalah Skizofrenia.

a. Definisi

Skizofrenia adalah istilah yang digunakan untuk


menggambarkan suatu gangguan psikiatrik mayor yang ditandai
dengan adanya perubahan pada persepsi, pikiran, afek, dan
perilaku seseorang (Sadock, 2010).

b. Epidemiologi

Skizofrenia dapat ditemukan pada semua kelompok


masyarakat di berbagai daerah dan biasanya onsetnya pada usia
remaja akhir atau awal masa dewasa. Pada laki-laki biasanya
gangguan ini mulai pada usia lebih muda yaitu 15-25 tahun
sedangkan pada perempuan lebih lambat yaitu sekitar 25-35 tahun.
Insiden skizofrenia lebih tinggi pada laki-laki daripada
perempuan dan lebih besar di daerah urban dibandingkan daerah
rural (Elvira, 2017).
Pasien skizofrenia juga berisiko untuk bunuh diri dan
perilaku menyerang.Bunuh diri merupakan penyebab kematian
pasien skizofrenia yang terbanyak, hampir 10% dari pasien
skizofrenia yang melakukan bunuh diri.Pasien skizofrenia beresiko
meningkatkan risiko penyalahgunaan zat, terutama ketergantungan

KACAU 15
nikotin. Hampir 90% pasien mengalami ketergantungan nikotin
(Kazadi, 2008).

c. Etiologi

Terdapat beberapa pendekatan yang dominan dalam


menganalisa penyebab skizofrenia, antara lain:
a. Factor genetic
Faktor keturunan juga menentukan timbulnya
skizofrenia. Hal ini telah dibuktikan dengan penelitian
tentang keluarga-keluarga penderita skizofrenia terutama
anak-anak kembar satu telur, bagi kembar satu telur
(monozigot) 61 – 86%, kembar dua telur (heterozigot) 2 -
15%, bagi saudara kandung 7 – 15%; bagi anak dengan
salah satu orangtua yang menderita skizofrenia 7 – 16%;
bila kedua orangtua menderita skizofrenia 40 – 68%.
Risiko untuk mengalami skizofrenia semakin tinggi dengan
semakin banyaknya jumlah anggota keluarga yang
memiliki penyakit ini dan tingkat keparahan pada orang-
orang yang mengalami gangguan ini berbeda-beda(dari
ringan sampai berat), ini karena Skizofrenia melibatkan
lebih dari satu gen, sebuah fenomena yang disebut
quantitative trait loci (Durand & Barlow, 2007).

b. Faktor Biokimia
Skizofrenia mungkin berasal dari
ketidakseimbangan kimiawi otak yang disebut
neurotransmitter, yaitu kimiawi otak yang memungkinkan
neuron-neuron berkomunikasi satu sama lain. Beberapa ahli
mengatakan bahwa skizofrenia berasal dari aktivitas

KACAU 16
neurotransmitter dopamine yang berlebihan di bagian
bagian tertentu otak atau dikarenakan sensitivitas yang
abnormal terhadap dopamine.Banyak ahli yang berpendapat
bahwa aktivitas dopamine yang berlebihan saja tidak cukup
untuk skizofrenia. Beberapa neurotransmitter lain seperti
serotonin dan norepinephrine tampaknya juga memainkan
peranan (Durand & Barlow, 2007).

c. Factor psikososial
Banyak penelitian yang mempelajari bagaimana
interaksi dalam keluarga mempengaruhi penderita
skizofrenia. Sebagai contoh, istilah schizophregenic mother
kadang-kadang digunakan untuk mendeskripsikan tentang
ibu yang memiliki sifat dingin, dominan, dan penolak, yang
diperkirakan menjadi penyebab skizofrenia pada anak-
anaknya. keluarga pada masa kanak-kanak memegang
peranan penting dalam pembentukan kepribadian(Durand
& Barlow, 2007).

d. Klasifikasi

a. Tipe Paranoid
Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah waham yang
mencolok atau halusinasi Auditorik.Waham biasanya
adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau keduanya,
tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham
kecemburuan, keagamaan, atau somalisas) mungkin juga
muncul. Ciri-ciri lainnya meliputi ansietas, kemarahan,
menjaga jarak dan suka berargumentasi, dan agresif (Elvira,
2017).

KACAU 17
b. Tipe Disorganized (tidak terorganisasi)

Ciri utama skizofrenia tipe disorganized adalah


pembicaraan kacau, tingkah laku kacau dan afek yang datar
atau inappropriate. Pembicaraan yang kacau dapat disertai
kekonyolan dan tertawa yang tidak erat kaitannya dengan
isi pembicaraan (Elvira, 2017).

c. Tipe Katatonik

Ciri utama skizofrenia tipe ini adalah gangguan


pada psikomotor yang dapat meliputi ketidakbergerakan
motorik (waxy flexibility). Aktivitas motor yang
berlebihan, negativism yang ekstrim, sama sekali tidak mau
bicara dan berkomunikasi (mutism), gerakan-gerakan yang
tidak terkendali, mengulang ucapan orang lain (echolalia)
atau mengikuti tingkah laku orang lain (echopraxia)
(Elvira, 2017).

d. Tipe tak terinci / Undifferentiated

Pasien mempunyai halusinasi, waham, dan gejala-


gejala psikosis aktif yang menonjol (misalnya kebingunan
dan inkoheren) atau memenuhi kriteria skizofrenia tapi
tidak dapat digolongkan dalam type paranoid, katatonik,
heberfrenik, residual atau depresi pasca scizofrenia (Elvira,
2017).

KACAU 18
e. Tipe residual

Tipe ini merupakan kategori yang dianggap telah


terlepas dari skizofrenia tetapi masih memperlihatkan
gejala-gejala residual atau sisa, seperti keyakinan keyakinan
negatif, atau mungkin masih memiliki ide-ide tidak wajar
yang tidak sepenuhnya delusional. Gejala-gejala residual
itu dapat meliputi menarik diri secara sosial, pikiran-
pikiran tak logis, inaktivitas, dan afek datar (Elvira, 2017).

f. Depresi pasca skizofrenia

Merupakan episode depresif yang berlangsung lama


dan terjadi setelah serangan skizofrenia selama 12 bulan
terakhir. Gejala skizofrenia masih ada tetapi tidak menonjol,
gejala yang menetap ini bisa gejala positif atau negative tapi
paling sering negative (Elvira, 2017).

e. Patogenesis

Pada skizofrenia terdapat penurunan aliran darah dan


ambilan glukosa, terutama di korteks prefrontalis.Selain itu,
migrasi neuron abnormal selama perkembangan otak secara
patofisologis sangat bermakna.Atrofi penonjolan dendrit dari sel
piramidal telah ditemukan pada korteks prefrontalis dan girus
singulata. Penonjolan dendrit mengandung sinaps glutaminergik,
sehingga transmisi glutamineriknya terganggu. Selain itu, pada
area yang terkena, pembentukan GABA dan atau jumlah neuron
GABAnergik tampaknya berkurang sehingga penghambatan sel
piramidal menjadi berkurang (Tyaswati, 2017).

KACAU 19
Makna patofisiologis khusus dikaitkan dengan dopamin.
Availabilitas dopamin atau agonis dopamin yang berlebihan dapat
menimbulkan gejala skizofrenia. Penghambatan pada reseptor
dopamin-D2 telah sukses digunakan dalam penatalaksanaan
skizofrenia. Di sisi lain, penurunan reseptor D2 yang ditemukan
pada korteks prefrontalis dan penurunan reseptor D1 dan D2
berkaitan dengan gejala negatif skizofrenia., seperti kurangnya
emosi. Penurunan reseptor dopamin mungkin terjadi akibat
pelepasan dopamin yang meningkat dan ini tidak memiliki efek
patogenetik (Tyaswati, 2017).

Dopamin berperan sebagai transmiter melalui beberapa


jalur (Silbernagl, 2003):
a. Jalur dopaminergik ke sistem limbik (mesolimbik)
b. Jalur dopaminergik ke korteks (sistem mesokorteks)
mungkin penting dalam perkembangan skizofrenia
c. Pada sistem tubuloinfundibular, dopamin mengatur
pelepasan hormon hipofisis (terutama pelepasan prolaktin)
d. Dopamin mengatur aktivitas motorik pada sitem
nigrostriatum

Serotonin mungkin juga berperan dalam menimbulkan


gejala skizofrenia. Kerja serotonis yang berlebihan dapat
menimbulkan halusinasi dan banyak obat antipsikotik akan
menghambat reseptor 5-HT2A (Tyaswati, 2017).
Hipotesis yang paling banyak yaitu adanya gangguan
neurotransmitter sentral yaitu terjadinya peningkatan aktivitas
dopamin sentral (hipotesis dopamin). Hipotesis ini dibuat
berdasarkan tiga penemuan utama (Elvira, 2017):

KACAU 20
1. Efektivitas obat-obat neuroleptik (misalya fenotiazin) pada
skizofrenia, ia bekerja memblok reseptor dopamin pasca
sinaps (tipe D2).
2. Terjadinya psikosis akibat penggunaan amfetamin. Psikosis
yang terjadi sukar dibedakan, secara klinik dengan psikosis
skizofrenia paranoid akut. Amfetamin melepaskan dopamin
sentral. Selain itu, amfetamin juga memperburuk
skizofrenia.
3. Adanya peningkatan jumlah reseptor D2 di nukleus
kautdatus, nukleus akumbe dan putamen pada skizofrenia.

Hipotesis Dopamin Skizofrenia

Pengenalan bahwa dopamin, suatu neurotransmitter


eksitator, yang kemungkinan memainkan peran dalam
patogenesis, patofisiologi, dan farmakoterapi skizofrenia
merupakan temuan kunci di jalan untuk meringankan
gangguan tersebut (Brasic, 2013).
Dopamin merupakan neurotransmitter endogen
biasanya ada di seluruh tubuh manusia.Untuk
memungkinkan komunikasi antara neuron, neuron
presinaptik melepaskan dopamin ke dalam sinaps untuk
melakukan perjalanan ke neuron postsynaptic dengan
mengikat reseptor dopamin dan kemudian menstimulasi
neuron pasca-sinaptik. Dopamin yang tersisa di sinaps ini
kemudian dibawa kembali ke dalam neuron presinaptik oleh
transporter dopamin untuk ditempatkan dalam paket yang
akan dilepas bila diperlukan (Brasic, 2013).
Garis besar bukti berkumpul untuk mengkonfirmasi
gagasan bahwa perubahan dalam densitas, distribusi, dan
fungsi neuroreseptor D2 dan D3 di otak berperan dalam

KACAU 21
patogenesis dan patofisiologi skizofrenia.Hipotesis dopamin
pada skizofrenia mengusulkan bahwa skizofrenia adalah
hasil dari disfungsi neurotransmisi dopaminergik di
otak.Kemungkinan terdapat beberapa subtipe biologis yang
berbeda dari orang dengan skizofrenia.Temuan yang
berbeda dari penelitian yang diterbitkan tentang
neuroreseptor pada orang dengan skizofrenia mungkin hasil
dari perbedaan subkelompok biologis yang tidak diketahui
dari populasi orang dengan sindrom klinis
skizofrenia.Sebuah subkelompok biologis orang dengan
skizofrenia tampaknya memiliki penurunan basal, level
tonik dopamin intrasinaptik yang mengakibatkan
hiperfungsi sistem dopaminergik pada skizofrenia. Gejala-
gejala positif skizofrenia, menyajikan pada masa remaja dan
dewasa muda, termasuk halusinasi, delusi, dan masalah
proses berpikir, yang diduga hasil dari sebuah kelebihan
fase intermiten dopamin di sinaps dalam subkelompok
orang yang bermanifestasi sindrom klinis skizofrenia.
Gejala-gejala negatif skizofrenia, termasuk apatis,
penarikan, dan kurangnya motivasi, yang diduga hasil dari
defisit tonik intermiten dopamin dalam sinaps pada
subkelompok orang dengan sindrom klinis skizofrenia
(Brasic, 2013).
Dengan demikian, populasi orang dengan
skizofrenia benar-benar termasuk beberapa kelompok
biologis yang tidak diketahui yang berbeda masing-masing
dengan pola khas disfungsi neuroreceptors tercermin dalam
pola unik kepadatan neuroreceptor dan distribusi di bagian
tertentu dari otak.Tujuan dari studi pencitraan dari
neuroreceptors di skizofrenia adalah untuk membedakan
karakteristik identifikasi unik dari masing-masing kelompok

KACAU 22
biologis dari populasi orang dengan sindrom klinis
skizofrenia (Robert, 2006).
Penemuan bahwa gejala positif skizofrenia diatasi
ketika 60% sampai 80% dari neuroreseptor dopamin
menyerupai D2 di otak ditempati oleh obat-obatan
antipsikotik yang ditunjukkan oleh PET merupakan
kemajuan besar dalam pengembangan obat baru untuk
mengobati orang dengan skizofrenia. PET memungkinkan
dokter untuk menentukan dosis optimal obat yang
memblokir reseptor D2 dopamin untuk menghasilkan efek
terapeutik dengan efek samping minimal. Dosis antipsikotik
tipikal mengakibatkan lebih besar dari 80% hunian reseptor
dopamin D2 di otak yang ditunjukkan oleh PET dapat
meningkatkan risiko pengembangan diskinesia tardive,
gangguan gerak lain, dan efek samping lainnya mungkin
dengan dosis yang lebih tinggi. Dengan demikian, studi
pencitraan densitas dan distribusi reseptor D2 dopamin
sebelum dan sesudah administrasi agen terapi untuk
skizofrenia merupakan alat untuk mengidentifikasi dosis
terapi (Brasic, 2013).
Selain itu hipotesis bahwa aktivitas dopaminergik
berlebihan yang berperan dalam gangguan kognitif
beberapa orang dengan skizofrenia dikonfirmasi oleh studi
hewan.Misalnya, gangguan memori kerja terjadi pada tikus
dengan reversibel peningkatan jumlah reseptor dopamin D2
di otak.Temuan ini memberikan bukti bahwa karakteristik
overaktivitas dopaminergik dari subkelompok biologis dari
populasi orang dengan skizofrenia dapat menyebabkan
gangguan kronis dalam memori kerja.Pada tikus reseptor
dopamin D1 dan D2 berbeda-beda memodulasi
penghambatan asam gamma amino butirat (GABA) di

KACAU 23
neuron piramidal kortikal prefrontal.Temuan ini
menyediakan mekanisme yang mungkin untuk defisit
memori dari subkelompok biologis dari populasi orang
dengan skizofrenia. Pengamatan ini dapat memberikan
dasar untuk hipotesis tentang kemungkinan disfungsi
prefrontal manusia dengan skizofrenia yang akan diuji
melalui eksperimen neuroimaging (Brasic, 2013).

f. Gejala Klinis

Gejala positif

 Waham

Waham adalah kepercayaan palsu yang tetap


dipertahankan walaupun diperlihatkan bukti yang jelas
untuk mengoreksinya.Semakin akut skizofrenia
semakin sering mengalami waham. (waham kejar, yaitu
percaya bahwa dirinya selalu dikejar-kejar orang;
waham curiga, yaitu rasa curiga yang berlebihan;
waham kebesaran, yaitu kepercayaan bahwa dirinya
adalah orang penting) (Elvira, 2017).

 Halusinasi

Halusinasi adalah gangguan penerimaan pancaindra


tanpa ada stimulus eksternal (halusinasi pendengaran,
penglihatan, pengecapan, penciuman, dan perabaan).
Jenis halusinasi yang sering terjadi pada skizofrenia
yaitu halusinasi audiotorial, tapi bisa juga terjadi
halusinasi jenis lain.

KACAU 24
Jenis halusinasi audiotorial berupa suara satu orang
atau beberapa orang, orang yang dikenal atau belum,
isinya komentar tentang pasien ataupun perintah.
Halusinasi ini terjadi saat sadar penuh, jika terjadi saat
ingin tidur: hipnogogik, dan jika terjadi saat bangun
tidur: hipnopompik (Elvira, 2017).

 Pembicaraan terganggu
o Dalam pembicaraan tiba-tiba tidak dapat
melanjutkan isi pembicaraan.
o Inkoheren: berbicara tidak selaras dengan lawan
bicara (bicara kacau).
o Neologisme: menggunakan kata-kata yang hanya
dimengerti oleh diri sendiri, tetapi tidak
dimengerti oleh orang lain (Elvira, 2017).

 Perilaku disorganisasi

Gejala Negatif

 Berkurangnya ekspresi emosi pada wajah, kontak mata,


intonasi pembicaraan, gerakan tangan, kepala.
 Avolisi yaitu berkurangnya keinginan untuk melakukan
aktivitas yang bertujuan
Dua hal ini yang paling menonjol pada skizofrenia
 Alogia yaitu jarang bicara
 Anhedonia yaitu berkurangnya kemampuan untuk
merasakan senang
 Asosialisasi yaitu berkurangnya minat untuk interaksi
social (Elvira, 2017).

KACAU 25
g. Diagnosis

ANAMNESA

A. IDENTITAS PASIEN

Nama : Segar
Umut : 35 tahun
Jenis kelamin : Laki-laki
Suku /Bangsa :-
Agama :-
Status perkawinan : Menikah
Pendidikan :-
Pekerjaan : Berjualan di Pasar
Alamat :-
Cara masuk RS :-

B. RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG

Keluhan utama : marah-marah pada istri dan anaknya,


hingga banting barang, dan menuduh
istrinya ingin meracuninya. Sering
berbicara sendiri
Onset : berbicara sendiri sejak 1 tahun yang
lalu, semakin parah 2 bulan yang lalu.
Gejala klinis :-
Faktor pencetus : ibunya meninggal 2 bulan yang lalu
Pemanfaatan waktu luang :-
Perkembangan/durasi : Sampai mengganggu pekerjaan.

KACAU 26
C. RIWAYAT PENYAKIT SEBELUMNYA
Tidak diketahui

D. RIWAYAT KELUARGA
Tidak ada

E. RIWAYAT PRIBADI

 Riwayat kehamilan dan persalinan :-


 Masa anak awal :-
 Masa anak tengah :-
 Masa anak akhir :-
 Masa dewasa
o Situasi hidup sekarang : pasien bekerja di
pasar untuk memenuhi kebutuhan keluarga.
 Riwayat psikoseksual :-
 Mimpi dan dantais :-
 Dorongan kehendak : tidak mau
mandi dan berganti pakaian dan tidak mau bekerja
 Nilai-nilai :-

KACAU 27
A. DESKRIPSI UMUM
1. PENAMPILAN
a. Ekspresi wajah -
b. Postur dan gerakan -
c. Kerapihan (pakaian dan dandanan) -
2. Perilaku dan aktivitas psikomotorik -
3. Sikap terhadap pemeriksa -
B. MOOD, AFEK, EMOSI, KESERASIAAN
a. Mood Marah
b. Afek -
c. Keserasian -
d. Empati
C. BICARA
a. Kecepatan -
b. Kuantitas -
c. Pengucapan -
D. GANGGUAN PERSEPSI
a. Halusinasi (persepsi tanpa objek) Auditorial
b. Ilusi (kesalahan mempersepsikan objek) -
c. Depersonalisasi (persepsi diri yang salah) -
d. Derealisasi (persepsi terhadap lingkungan -
yang salah)
E. ALAM PIKIRAN
a. Proses dan bentuk pikir -
b. Isi Pikiran : waham, obsesi, preokupasi Waham kejar
F. SENSORIUM DAN FUNGSI KOGNITIF
a. Kesiagaan dan tingkat kesadaran -
b. Orientasi waktu -
Orientasi tempat

KACAU 28
Orientasi orang
c. Daya ingat segera -
Daya ingat sedang
Daya ingat jangka pendek
Daya ingat jangka panjang
d. Konsentrasi dan perhatian -
e. Pikiran abstrak -
f. Intelegensi dan kemampuan informasi
(tingkat pengetahuan)
g. Bakat kreatif -
h. Kemampuan menolong diri sendiri -
G. PENGENDALIAN IMPULS
a. Pengendalian Impuls -
Baik
Terganggu
H. DAYA NILAI
a. Daya Nilai Sosial -
b. Daya nilai Realitas -
c. Uji Daya nilai -
I. TILIKAN -
J. TARAF DAPAT DIPERCAYA
a. Dapat dipercaya -
b. Tidak Dapat dipercaya

KACAU 29
MEKANISME DIAGNOSA MULTIAKSIAL

 AXIS 1 : F20  SKIZOFRENIA


 AXIS 2 : Gangguan kepribadian paranoid
 AXIS 3 :-
 AXIS 4 : Masalah keluarga, pekerjaan dan sosial
 AXIS 5 : 60-51

3. Identifikasi diagnosis definitif (DX) (terapi, komplikasi, dan


prognosis) dari hasil korelasi klinis!

a. Terapi

Terapi biologis

Tatalaksana skizofrenia hendaklah disesuaikan dengan


fase penyakit menurut American Psychiatric Association (APA).
Ada 3 fase, yaitu:
a. Fase psikotik akut
Jika seseorang mengalami skizofrenia episode
pertama atau eksaserbasi.Fase akut biasanya berlangsung
4-8 minggu. Tujuan terapi pada fase akut ini adalah untuk
mengontrol halisinasi, waham, dan mencegah pasien
melukai dirinya atau orang lain, mengendalikan perilaku
yang merusak barang-barang (Elvira, 2017).
Obat APG-1 efektif untuk mengatasi gaduh gelisah
tapi mempunyai efek samping yang serius, yaitu akatisia
atau dystonia akut (pergerakan otot yang involunter)

KACAU 30
Obat APG II lebih dianjurkan karena efek sampingnya
hanya mengantuk atau EPS (ekstrapiramidal syndrome)
(Elvira, 2017).

b. Fase stabilisasi

Pada fase ini, fase akutnya sudah di control tetapi


pasien masih sangat beresiko terjadinya skizofrenia lagi
jika ada stressor atau obat dihentikan. Oleh karena itu pada
fase ini sebisa mungkin untuk mengatasi atau menghindari
stressor dan terus melanjutkan pengobatan(dosis dan jenis
obatnya dipertahankan) (Elvira, 2017).

c. Fase rumatan

Tujuan terapi ini adalah untuk mencegah


kekambuhan dan membantu pasien kembali ke fungsi
semula. Karena sebanyal 75% orang yang mengalami
skizofrenia akan kambuh dalam 1 tahun kedepan jika tidak
melanjutkan terapinya. Untuk menentukan apakah pasien
sudah mencapai fase remisi digunakan PANSS dan
nilainya tidak boleh lebih dari 3 dan harus bertahan selama
6 bulan (Elvira, 2017).

Terapi psikososial

Pada terapi psikosial terdapat dua bagian yaitu terapi


kelompok dan terapi keluarga:
 Terapi kelompok merupakan salah satu jenis terapi
humanistik. Pada terapi ini, beberapa klien berkumpul dan
saling berkomunikasi dan terapist berperan sebagai

KACAU 31
fasilitator dan sebagai pemberi arah di dalamnya. Para
peserta terapi saling memberikan feedback tentang pikiran
dan perasaan yang dialami. Peserta diposisikan pada
situasi sosial yang mendorong peserta untuk
berkomunikasi, sehingga dapat memperkaya pengalaman
peserta dalam kemampuan berkomunikasi (Durand,
2007).
 Keluarga diberi informasi tentang cara-cara untuk
mengekspresikan perasaan-perasaan, baik yang positif
maupun yang negatif secara konstruktif dan jelas, dan
untuk memecahkan setiap persoalan secara bersama-sama.
Keluarga diberi pengetahuan tentang keadaan penderita
dan cara cara untuk menghadapinya (Durand, 2007).

b. Prognosis

Prognosis baik jika:


• Akut
• Pencetus jelas
• Dukungan keluarga-lingkungan baik

KACAU 32
BAB III

PENUTUP

3.1 Kesimpulan

Berdasarkan hasil diskusi kelompok kami bahwa pak Segar berusia 35


tahun mengalami skizofrenia, yang merupakan suatu kelainan atau gangguan
psikotik. Biasanya penyebab paling sering pada skizofrenia ini yaitu faktor
neurokimiawi, genetik, dan psikososial. Hal ini ditandai dengan hasil
pemeriksaan psikiatri pasien, yaitu adanya tought of echo, waham kejar, dan
halusinasi auditorik. Selain itu hasil pemeriksaan fisik seperti tekanan darah,
suhu, denyut nadi, dan respirasi menunjukkan hasil normal. Sehingga,
dibutuhkan terapi farmakologi dan nonfarmakologi untuk menangani kasus
ini.

KACAU 33

Anda mungkin juga menyukai