Anda di halaman 1dari 41

BAB I.

PENDAHULUAN
Demam dengue (DF) merupakan penyakit virus yang sering muncul
dengan keluhan sakit kepala, nyeri otot, sendi dan tulang, ruam dan leukopenia
sebagai gejala-gejalanya. Demam berdarah dengue ditandai dengan adanya 4
gejala khas: demam tinggi, fenomena perdarahan, selalu dengan hepatomegali dan
pada banyak kasus adanya tanda gagal sirkulasi. Beberapa pasien bisa mengalami
syok hipovolemi akibat adanya kebocoran plasma. Hal ini dinamakan dengue
shock syndrome dan bisa berakibat fatal1.
Dengue pada anak-anak biasanya terjadi pada masa pra sekolah dan tahun-
tahun awal sekolah yang ditandai dengan demam yang tiba-tiba, sakit kepala
hebat, sakit di belakang mata, sakit pada ekstremitas dan punggung,
limfadenopati, dan ruam petechie dan makulopapul.2
Demam berdarah dengue (dengue haemorrhagic fever), ialah penyakit
yang terdapat pada anak dan dewasa dengan gejala utama demam, nyeri otot dan
sendi, yang biasanya memburuk setelah dua hari pertama. Uji torniquet akan
positif dengan/ tanpa ruam disertai beberapa atau semua gejala perdarahan seperti
petechie yang timbul serentak, purpura, echimosis, epitaksis, hematemesis,
melena, trombositopenia, masa perdarahan dan masa protrombin memanjang,
hematokrit meningkat dan gangguan maturasi megakariosit.3
Epidemi dengue/ dengue like epidemic dilaporkan sepanjang abad 19 dan
awal abad ke-20 di Amerika, Eropa Selatan, Afrika Utara, Mediterania Timur,
Asia dan Australia dan beberapa pulau di Samudra Hindia, Pasifik Selatan dan
Tengah, dan Karibia. Demam dengue dan demam berdarah dengue meningkat
kasus insiden dan distribusinya lebih dari 40 tahun yang lalu, dan pada tahun
1996, 2500-3000 juta orang yang tinggal pada daerah ini beresiko terserang virus
dengue. Setiap tahunnya diperkirakan ada lebih dari 20 juta kasus infeksi yang
mengakibatkan sekitar 24.000 kematian1.
Kasus DHF pertama kali di Indonesia ditemukan di Surabaya pada tahun
1968, tetapi konfirmasi virologis baru didapat tahun 1972, lalu menyebar ke
berbagai daerah di Indonesia. Makin ramai lalu lintas manusia di suatu daerah,
makin besar pula kemungkinan penyebaran penyakit ini.4

1
Selama epidemi dengue, serangan terjadi sekitar 40-50%, tetapi bisa
mencapai 80-90%. Diperkirakan rata-rata terdapat 500.000 kasus DHF yang
dirawat di rumah sakit setiap tahunnya. Setidaknya 2,5% kasus mengalami
kematian. Tanpa penanganan yang tepat, kematian pada DHF bisa mencapai lebih
dari 20%. Dengan dukungan terapi suportif intensif modern, angka kematian
dapat ditekan sampai kurang dari 1%.5

1.1 Epidemiologi
Penyakit ini pertama kali dikenal sebagai DHF sejak pertama kali di
Filipina pada tahun 1953. Sindroma ini secara etiologi berhubungan dengan virus
dengue sejak serotipe 1,2 dan 4 diisolasi pada pasien di Filipina tahun 1956.
Selama 3 dekade selanjutnya , DHF dan DSS ditemui di Kamboja, Cina, India,
Indonesia, Laos, Malaysia, Maldives, Sri Lanka, Vietnam dan pada beberapa
Kepulauan Pasifik. Diperkirakan untuk setiap kasus renjatan yang terjadi di rumah
sakit, telah terjadi 150-200 kasus silent dengue infection.1,6

Tabel. 1
Laporan global tentang dengue dan demam berdarah dengue, 1956-1995
Interval waktu Jumlah tahun Jumlah kasus Rata-rata kasus
per tahun
1956-1980 25 1547760 61910
1981-1985 5 1304305 260861
1986-1990 5 1776140 355228
1991-1995 5 1704050 340810
Sumber: 1

Kasus DHF cenderung meningkat pada musim hujan, kemungkinan besar karena:

2
 Perubahan musim mempengaruhi frekuensi gigitan nyamuk, karena pengaruh
musim hujan, puncak jumlah gigitan terjadi pada siang dan sore hari.
 Perubahan musim mempengaruhi manusia sendiri dalam sikapnya terhadap
gigitan nyamuk, misalnya dengan lebih banyak berdiam di rumah selama
musim hujan.3

BAB II. TINJAUAN PUSTAKA

3
2.1 Transmisi Virus Dengue
Virus dengue ditularkan kepada manusia melalui gigitan nyamuk Aedes,
secara prinsip Aedes aegepty, dan dianggap sebagai arbovirus (arthropode-borne-
virus). Sekali terinfeksi, nyamuk tersebut memiliki virus seumur hidupnya, lalu
menularkannya kepada manusia yang rentan saat nyamuk menghisap darah.
Nyamuk betina yang terinfeksi juga menurunkan virus kepada generasi berikutnya
melalui telurnya, tetapi hal ini tidak terlalu sering dan tidak signifikan terhadap
penularannya kepada manusia. Manusia merupakan host utama virus , walaupun
studi menunjukkan bahwa monyet pada beberapa tempat di dunia bisa terinfeksi
dan mungkin sebagai sumber penularan virus tersebut kepada nyamuk. Virus
bersirkulasi pada darah manusia yang terinfeksi rata-rata pada saat demam, dan
nyamuk yang tidak terinfeksi tertular virus dari manusia yang mengandung virus.
Virus berkembang di tubuh nyamuk selama periode 8-10 hari sebelum dapat
ditularkan kepada manusia lainnya.1

2.2 Virus
Virus dengue merupakan famili Flaviviridae. 4 serotipe dengue virus
(DEN-1, DEN-2, dll) dapat dibedakan secara metode serologi. Infeksi pada
manusia oleh 1 serotipe menghasilkan kekebalan yang lama terhadap reinfeksi
oleh serotipe yang sama, tetapi hanya sementara dan melindungi secara parsial
terhadap serotipe yang lain. Virus dengue punya banyak karakteristik dengan
flavivirus lain, memiliki genom RNA tunggal yang dikelilingi oleh sebuah
nukleokapsul icosahedral dan dilapisi lemak pembungkus. Diameter rata-rata
virus 50 nm. Genom Flavivirus rata-rata panjangnya 11 kb (kilobases), dan
sequence genom lengkap diketahui dari isolasi 4 serotipe virus dengua. Genom ini
disusun dari 3 struktur protein gen, encoding nukleokapsul atau inti protein (C),
sebuah membran yang berhubungan dengan protein (M), protein pembungkus (E)
dan tujuh gen protein non struktural.1

2.3 Vektor
Ae. Aegypti merupakan spesies nyamuk tropikal dan sub tropikal yang
ditemukan di seluruh dunia, biasanya pada garis lintang yang bersesuaian 35 0N

4
dan 35 0S rata rata pada suhu musim dingin pada 10 0C. Walaupun Ae.aegypti
ditemukan di utara sejauh 450N, penyebaran terjadi pada musim panas, dan
nyamuk tidak dapat bertahan hidup pada musim dingin. Distribusi Ae.aegypti juga
dibatasi ketinggian, biasanya tidak ditemukan di atas 1000 meter tetapi pernah
dilaporkan pada ketinggian 2121 meter di India, pada 2000 meter di Kolombia
dengan suhu rata-rata 170C, dan pada 2400 meter di Eritrea. Ae.aegypti
merupakan salah satu nyamuk yang paling efisien pada arbovirus, karena nyamuk
ini banyak hidup dekat manusia dan sering hidup dalam ruangan.1
Kasus dengue juga bisa ditularkan melalui Ae.albopictus, Ae.polynesiensis
dan beberapa spesies Ae.scotellaris. Salah satu faktor kesulitan eradikasi
Ae.aegypti karena telur nyamuk ini dapat hidup lama pada kekeringan, kadang-
kadang lebih dari setahun.1

2.4 Host
Pada manusia, masing-masing dari 4 serotipe virus dengue berhubungan
dengan demam dengue dan demam berdarah dengue. Studi di Kuba dan Thailand
menunjukkan hubungan yang tinggi antara infeksi DEN-2 dan DHF/ DSS, tetapi
pada tahun 1976-1978 di Indonesia, tahun 1980-1982 di Malaysia, tahun 1989-
1990 di Tahiti dan pada tahun 1983 di Thailand, DEN-3 merupakan serotipe yang
sering terdapat pada pasien. Fase infeksi akut, diikuti masa inkubasi 3-14 hari,
berakhir 5-7 hari dan diikuti respon imun. Infeksi pertama menghasilkan imunitas
yang lama tetapi tidak menetap dan hanya melindungi sebagian terhadap 3 jenis
serotipe lainnya.1

2.5 Patologi
Dari hasil otopsi, semua pasien yang meninggal karena DHF menunjukkan
beberapa tingkatan perdarahan. Berdasarkan frekuensinya, perdarahan ditemukan
di kulit dan jaringan sub kutan, pada mukosa traktus gastrointestinal, dan pada
jantung dan hati. Perdarahan gastrointestinal banyak terjadi tetapi perdarahan sub
arakhnoid dan serebral jarang terlihat. Efusi berat dengan kandungan protein yang
tinggi (terutama albumin) umumnya terdapat pada rongga abdomen dan pleura,
tetapi jarang pada rongga perikardial. Mikroskop cahaya pada pembuluh darah

5
tidak menunjukkan perubahan yang berarti pada dinding pembuluh darah. Kapiler
dan venula pada sistem organ yang terkena menunjukkan perdarahan
ekstravaskular melalui diapedesis dan perdarahan perivaskular, dengan adanya
infiltrasi perivaskular oleh sel limfosit dan sel mononuklear. Bukti morfologi
adanya gumpalan intravaskular pada pembuluh kecil ditemui pada pasien dengan
perdarahan berat.1,3
Pada kebanyakan kasus fatal, jaringan limfosit menunjukkan peningkatan
aktivitas sistem limfosit B dengan proliferasi aktif sel plasma dan sel
limfoblastoid, dan pusat germinal aktif. Terdapat bukti yang menunjukkan bahwa
proliferasi imunoblas secara luas dan perubahan limfosit terjadi. Kemudian
bermanifestasi terhadap penurunan pulpa putih splen, limfositolisis, dan
fagositosis limfositik.1
Pada hati, terdapat fokal nekrosis sel hati, pembengkakan, munculnya
councilman bodies dan nekrosis hyalin pada sel Kupffer. Proliferasi leukosit
mononuklear dan kurangnya leukosit polimorfonuklear terjadi pada sinusoid dan
biasanya pada daerah portal. Lesi pada hati secara khas menyerupai virus demam
kuning setelah 72-96 jam terinfeksi, saat kerusakan parenkim terbatas.1,3,6,7
Pada otopsi, antigen virus dengue ditemukan terutama di hati, splen, timus,
nodus limfatikus dan sel paru. Virus juga diisolasi pada otopsi dari jaringan
tulang, otot, jantung, ginjal, paru, nodus limfatikus dan traktus gastrointestinal.
Studi pada ginjal menunjukkan glomerulonefritis tipe komplek imun ringan yang
berakhir kira-kira setelah 3 minggu tanpa adanya perubahan yang tersisa.1

2.6 Patogenesa
Hingga saat ini sebagian besar sarjana masih menganut the secondary
heterologous infection hypothesis yang menyatakan bahwa DHF dapat terjadi
apabila seseorang telah terinfeksi dengue pertama kali dan mendapat infeksi
berulang dengan tipe virus dengue yang berlainan. Penyelidikan volume plasma
131
pada penderita DHF dengan menggunakan I labelled human albumin sebagai
indikator membuktikan bahwa plasma merembes selama perjalanan penyakit
mulai dari permulaan masa demam dan mencapai puncaknya pada masa
renjatan.6,7

6
Hal ini berdasarkan hipotesis antibodi heterotipe dari infeksi dengue
sebelumnya yang merangsang replikasi virus pada leukosit. Lebih jauh, proses
imunologi membantu dalam menghancurkan sel yang terinfeksi virus yang
mengakibatkan pelepasan histamin dan zat vasoaktif dan prokoagulan, pelepasan
interferon gamma, dan aktivasi komplemen.8
Penyelidikan terakhir membuktikan adanya imun kompleks dan aktivasi
sistem komplemen yaitu C3a dan C5a anafilatoksin memegang peranan penting
dalam kerusakan dinding kapiler yang meninggikan permeabilitas kapiler pada
DHF/ DSS yang ditemukan pada hari ke-5 dan ke-7 sakit.4,7

2.7 Diagnosa Klinis


Infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatis atau dapat menimbulkan
demam undiffrentiated, demam dengue (DF) atau demam berdarah dengue (DHF)
dengan kebocoran plasma yang dapat menimbulkan syok.9

Demam Dengue
Anak yang lebih besar dan orang dewasa dapat mengalami baik sindrom
demam atau penyakit klasik yang dapat melemahkan dengan onset mendadak
demam tinggi, kadang-kadang dengan dua puncak (double saddle), sakit kepala
berat, nyeri di belakang mata, nyeri otot, tulang dan sendi, mual dan muntah, dan
ruam. Biasanya ditemukan leukopenia dan mungkin tampak trombositopenia.6,9
Pada beberapa kasus epidemik, DF dapat disertai dengan komplikasi
perdarahan, seperti epistaksis, perdarahan gusi, perdarahan gastrointestinal,
hematuria dan menorrhagi. Nyeri di bagian otot terutama dirasakan bila tendon
dan otot perut ditekan. Komplikasi lain yang jarang adalah orkhitis, ovaritis,
keratitis, dan retinitis.3,7,9
Demam Berdarah Dengue
Kasus dengue ditandai dengan adanya 4 manifestasi klinis mayor: demam
tinggi, fenomena perdarahan, dan sering adanya hepatomegali dan kegagalan
sirkulasi. Trombositopenia sedang sampai nyata disertai dengan hemokonsentrasi
secara bersamaan, merupakan temuan laboratorium pada kasus DHF. Perubahan
patofisiologi utama yang menentukan keparahan penyakit pada DHF dan yang

7
membedakannya dari DF adalah adanya rembesan plasma, yang ditandai dengan
adanya peningkatan hematokrit (misalnya hemokonsentrasi), efusi serosa dan
hipoproteinemia. Trombositopenia dan hemokonsentrasi dapat terdeteksi sebelum
demam menghilang dan onset syok.7,9,10

Sindrom Syok Dengue


Keadaan pasien yang berkembang ke arah syok tiba-tiba memburuk
setelah demam 2-7 hari. Perburukan ini terjadi pada waktu atau segera setelah
penurunan suhu tiba-tiba antara hari ke-3 dan ke-7 sakit. Terdapat tanda khas dari
kegagalan sirkulasi: kulit menjadi dingin, bintik merah, dan kongesti; sianosis
sekitar oral sering terjadi; nadi cepat. Pasien pada awalnya menjadi letargi,
kemudian menjadi gelisah dan dengan cepat memasuki tahap kritis dari syok.9
DSS biasanya ditandai dengan nadi cepat, lemah dengan penurunan
tekanan nadi (<20 mmHG, tanpa mempehatikan tingkat tekanan) atau hipotensi
dengan kulit dingin dan lembab dan gelisah. Pasien dapat melewati tahap syok
berat, dengan tekanan darah atau nadi menjadi tidak terbaca. Namun, kebanyakan
pasien tetap sadar hampir pada tahap terminal. Durasi syok pendek, secara khas
pasien meninggal dalam 12-24 jam, atau sembuh dengan cepat setelah terapi
pengganti volume yang tepat. Syok yang tidak teratasi dapat menimbulkan
komplikasi, dengan adanya asidosis metabolik, perdarahan berat saluran cerna dan
organ lainnya, dan mempunyai prognosis yang buruk. Pasien dengan perdarahan
intrakranial dapat mengalami kejang dan koma. Ensefalopati, yang dilaporkan,
kadang dapat terjadi dalam hubungannya dengan gangguan metabolik dan
elektrolit atau perdarahan intrakranial.9
Pemulihan pasien DSS yang teratasi berlangsung singkat dan tidak rumit.
Bahkan pada kasus syok yang berat, jika syok telah teratasi, pasien yang dapat
bertahan akan membaik dalam 2-3 hari, walaupun efusi pleura dan asites masih
tampak. Ruam makulopapuler atau tipe rubella jarang terdapat pada DHF
dibandingkan pada DF dan mungkin terlihat pada tahap awal atau tahap lanjut
penyakit. Perjalanan DHF kira-kira 7-10 hari.9

8
Definisi Kasus Pada Demam Berdarah Dengue
Semua hal berikut ini harus ada:
 Demam , atau riwayat demam akut, berlangsung 2-7 hari, kadang bifasik.
 Kecendrungan perdarahan, dibuktikan paling tidak dengan satu hal berikut:
 Tes torniquet positif.
 Petechie, echimosis, atau purpura.
 Perdarahan dari mukosa, saluran gastrointestinal, tempat injeksi atau
lainnya.
 Hematemesis atau melena.4,9
 Trombositopenia (100.000 sel per mm3 atau kurang)
 Adanya rembesan plasma karena peningkatan permeabilitas vaskuler, ditandai
adanya:
 Peningkatan hematokrit ≥ 20% di atas rata-rata usia, jenis kelamin dan
populasi.
 Penurunan hematokrit setelah tindakan penggantian volume ≥ 20%
nilai normal.9

Definisi Kasus Sindrom Syok Dengue


Keempat kriteria DHF, ditambah bukti kegagalan sirkulasi yang ditandai adanya:
 Nadi lemah dan cepat.
 Tekanan nadi lemah.
Atau ditandai dengan:
 Hipotensi sesuai usia, dan
 Kulit dingin dan lembab serta gelisah.9
Tingkat Keparahan Demam Berdarah Dengue
Derajat I : Demam disertai gejala konstitusional non spesifik, satu-satunya
manifestasi perdarahan adalah tes torniquet positif dan atau
mudah memar.
Derajat II : Perdarahan spontan selain pada derajat I, biasanya bentuk
perdarahan kulit atau perdarahan lain.

9
Derajat III : Gagal sirkulasi yang ditandai dengan nadi cepat dan lemah serta
penurunan tekanan nadi atau hipotensi, dengan adanya kulit
dingin dan lembab serta gelisah.
Derajat IV : Syok berat dengan tekanan darah atau nadi tidak teraba.3,4,6,7,9

2.8 Diagnosa Laboratorium


Pada DF akan dijumpai leukopenia pada hari ke-2 atau hari ke-3 dan titik
terendah pada saat kenaikan suhu kedua kalinya. Air seni mungkin ditemukan
albuminuria ringan. Sumsum tulang pada awal sakit biasanya hiposeluler, dan
pada hari kelima terdapat gangguan maturasi, sedangkan pada hari ke-10 biasanya
sudah kembali normal.3
Anti dengue IgM yang dideteksi dengan MAC-ELISA tampak pada
sebagian pasien dengan infeksi primer saat masih demam, dan pada sebagian lagi
tampak dalam 2-3 hari penurunan suhu tubuh. Pada pasien dengue 80%
menunjukkan kadar antibodi IgM yang terdeteksi pada hari ke-5 sakit, dan 99%
pada hari ke-10. Sekali terdeteksi, kadar IgM meningkat dengan cepat dan tampak
memuncak sekitar 2 minggu setelah muncul gejala, lalu turun sampai kadar yang
tidak terdeteksi selama 2-3 bulan. Anti dengue IgG tampak setelahnya.11
Infeksi sekunder dengan virus dengue mengakibatkan timbulnya kadar
IgG anti dengue sebelum atau bersamaan dengan IgM. Bila terdeteksi, kadar IgG
meningkat dengan cepat, dengan puncak 2 minggu setelah onset gejala, lalu turun
dalam 3-6 bulan. Netralisasi antibodi terhadap virus terjadi dengan cepat yang
meningkat seiring dengan peningkatan demam dan mempengaruhi penemuan
virus dari serum.11
Interpretasi pemeriksaan serologi haemaaglutination inhibiton test, yaitu:
 Pada infeksi primer, titer antibodi HI masa akut, bila serum diperoleh sebelum
hari ke-4 sakit < 20 dan titer akan naik ≥ 4 kali pada masa konvalesen tapi
tidak lebih 1:1280.
 Pada infeksi sekunder, adanya infeksi baru ditandai titer antibodi HI < 1:20
pada masa akut, sedangkan pada masa konvalesen titer ≥ 1:2560. Tanda lain
infeksi sekunder bila titer antibodi akut ≥ 1:20 dan titer naik ≥ pada masa
konvalesen.7

10
Tabel.2
Spesimen yang cocok untuk kultur
Sumber Bahan
Pasien Serum, plasma, leukosit yang dicuci untuk menghilangkan
antibodi, cairan serebrospinal.
Autopsi Jaringan homogenis atau potongan, mis: hepar, paru, limpa,
timus, cairan serebrospinal, plasma.
Vektor Nyamuk Nyamuk.
Sumber: 11

Pendekatan Diagnostik
 Isolasi virus
 Deteksi antigen pada jaringan terfiksasi
 Reverse Transcription – PCR Amplification of Dengue RNA
 Tes serologis
 MAC – ELISA
 Tes inhibisi-hemaaglutinasi
 Tes netralisasi
 Immunoassay dot-blot
 Tes fiksasi-komplemen11

Tabel.3 Interpretasi hasil tes

Type of test Specimen Positive result Negative result

Virus isolation and Serum taken less Confirms etiology and Does not rule out Dengue
typing than 4 days after identifies the Dengue virus infection. The rate of false
onset type negatives depends mainly
on the conditions of
shipment

11
Type of test Specimen Positive result Negative result

RT-PCR (reverse Under investigation. The


transcriptase- general impression is that
polymerase chain under routine conditions it
reaction) will yield less false
negatives than virus
isolation

IgM ELISA Serum taken after Confirms that the etiology False negatives are
the first week of is a Flavivirus (*) common in sera taken very
onset close to the onset of the
disease (**)

Hemagglutination Single serum taken Single serum: Titer >/= Single serum: tited < 1280
Inhibition Assay within the first week 1280 Not informative
(HAI) after onset Suggestive of secondary
infection

Paired sera: 1st Paired sera: 4-fold Paired sera: less than 4-fold
serum taken during increase in titer increase in titer
the first week after Confirms that the etiology Rules out that the etiology
onset and the 2nd is a Flavivirus (*) is a Flavivirus
one taken 10 to 15
days after the 1st.
(*) Together with Clinical presentation and epidemiological knowledge it confirms a recent exposure to a
Dengue virus.
(**) This is the reason to prefer sera taken after the first week.

Sumber: 12

Temuan Laboratorium
Trombositopenia dan hemokonsentrasi merupakan gejala khas pada DHF.
Penurunan jumlah trombosit sampai di bawah 100.000 per mm 3 biasanya dijumpai
antara hari ke-3 dan ke-8, sering sebelum atau bersamaan dengan perubahan
hematokrit. Hemokonsentrasi dengan peningkatan hematokrit 20% atau lebih
dianggap menjadi bukti adanya peningkatan permeabilitas vaskuler dan kebocoran
plasma. Perlu diperhatikan bahwa kadar hematokrit dapat dipengaruhi baik
penggantian dini volume atau oleh perdarahan.11

12
Pada DHF, jumlah sel darah putih bervariasi pada awal penyakit, berkisar
dari leukopenia sampai leukositosis ringan. Albuminuria ringan yang bersifat
sementara kadang-kadang terjadi. Pada kebanyakan kasus, faktor koagulasi atau
faktor fibrinolitik menunjukkan penurunan fibrinogen, protrombin, faktor VIII,
faktor XII, dan antitrombin III. Penurunan antiplasmin-alpha (inhibitor alpha-
plasmin) dijumpai pada beberapa kasus. Pada kasus berat dengan kelainan hati
yang nyata, terdapat penurunan pada kadar faktor protrombin, vitamin K, faktor V,
VII, IX, dan X.3,11
Temuan lainnya terdapat adanya hipoproteinemia, hiponatremia, dan
peningkatan kadar serum aspartat aminotransferase. Asidosis metabolik sering
terjadi pada kasus syok yang lama. Pemeriksaan sinar X pada dada menunjukkan
adanya efusi pleura, kebanyakan pada sisi kanan. Pada syok berat, efusi pleura
bilateral bisa terdapat.11

2.9 Diagnosa Banding


Pada fase awal demam, diagnosa banding DHF/ DSS termasuk infeksi
virus, bakteri, dan parasit dengan spektrum luas. Syok menyingkirkan diagnosa
demam chikungunya. Trombositopenia yang nyata dengan hemokonsentrasi yang
bersamaan membedakannya dengan infeksi akibat bakteri atau
meningokoksemia.11
Penyakit darah seperti idiopathic thrombocytopenic purpura (ITP),
leukemia pada setadium lanjut dan anemia aplastik dapat pula memberikan gejala-
gejala yang mirip DHF. Pemeriksaan sumsum tulang dapat memberi kepastian
diagnosis.3

2.10 Komplikasi dan Manifestasi Yang Jarang


Manifestasi ini termasuk fenomena sistem saraf pusat seperti kejang,
spastisitas, perubahan kesadaran, dan parese sementara. Bentuk kejang halus
kadang terjadi pada fase demam pada bayi. Intoksikasi air akibat pemberian cairan
isotonik berlebihan untuk mengatasi pasien DHF/ DSS dengan hiponatremi dapat
menimbulkan ensefalopati. Perawatan dengan sangat hati-hati harus dilakukan

13
untuk mencegah komplikasi iatrogenik termasuk sepsis, pneumonia, infeksi luka,
dan hidrasi berlebihan.11
Serotipe dengue 1, 2, dan 3 telah diisolasi dari pasien yang meninggal
karena gagal hati, dengan infeksi dengue primer maupun sekunder. Hepatosit
nekrosis sekunder ditemukan meluas pada beberapa kasus ini. Manifestasi lainnya
mencakup gagal ginjal dan sindrom uremik hemolitik, kadang pada pasien dengan
keadaan defisiensi glukosa-6-fosfat dehisrogenase (G6PD) dan hemoglobinopati.11

2.11 Pengobatan
Kehilangan Volume Plasma
Demam berdarah dengue diterapi dengan penggantian cairan yang hilang
pada gastrointestinal. Pada terapi analgesik jangan diberikan obat yang dapat
menurunkan fungsi trombosit. Terapi cairan segera dengan plasma ekspander atau
saline isotonik perlu untuk memenuhi defisit cairan yang disebabkan oleh
berkeringat, puasa, rasa haus, muntah dan diare.13
Perubahan hemostatik pada DHF meliputi 3 elemen: perdarahan vaskuler,
1
trombositopenia dan kelainan pembekuan darah. Sekitar /3 pasien yang
mengalami syok, kebanyakan dengan syok yang sukar diatasi, ditandai adanya
perdarahan, terutama berasal dari traktus gastrointestinal. Kebanyakan pada
pasien yang meninggal terjadi perdarahan gastrointestinal. Dengan pemberian
cairan yang sesuai dan cukup, DSS cepat menjadi reversibel. Resusitasi yang
cepat dan dini pada syok dan perbaikan kelainan metabolik dan elektrolit akan
mencegah koagulasi intravaskuler yang menyeluruh.14

Demam Berdarah Dengue


Selama fase demam akut, terdapat resiko kejang. Tirah baring perlu selama
masa demam. Antipiretik dapat diberikan untuk menjaga suhu tubuh tetap di
bawah 400C terutama pada pasien dengan riwayat kejang demam. Salisilat jangan
diberikan karena bisa menyebabkan perdarahan dan asidosis. Parasetamol lebih
baik untuk menurunkan deman tetapi harus digunakan dengan hati-hati, berikut
dosis parasetamol yang digunakan:

14
<1 tahun 60 mg/ dosis
1-3 tahun 60-120 mg/ dosis
3-6 tahun 120 mg/ dosis
6-12 tahun 240 mg/ dosis14,15
Dosis tersebut harus diberikan jika suhu tubuh lebih dari 390C, tetapi
jangan diberikan lebih dari 6 dosis dalam periode 24 jam. Kebutuhan cairan untuk
rumatan dihitung berdasarkan rumus Halliday & Segar.14

Tabel.4 Menghitung Kebutuhan Rumatan Cairan Infus Intra Vena


Berat badan (Kg) Jumlah rumatan (ml) yang diberikan
dalam 24 jam
10 100/ kg
10-20 1000 + 50 utk setiap kenaikan per kg
BB
>20 1500 + 20 utk setiap kenaikan per kg
BB
Sumber: 14

Contoh penggantian volume cairan


Seorang anak berusia 2 tahun (BB normal 10 kg) dengan DHF grade II dengan
keadaan sebagai berikut:
 Demam tinggi selama 3 hari.
 Gejala memburuk pada hari ke-4 saat suhu turun.
 Pada pemeriksaan fisik: suhu ≤ 37 0C, nadi 120 X/ menit, TD 100/ 70 mmHg,
petechie, tes torniquet positif dan pembesaran hati 2 cm.
 Pada pemeriksaan laboratorium ditemui: 0-1 trombosit/ lapang pandang
dengan minyak imersi (100 X), hematokrit 45% (batasan normal 35%).14

15
Pemberian cairan intravena perlu jika terjadi kenaikan >20% hematokrit dan tanda
awal kegagalan sirkulasi (nadi cepat dan keadaan memburuk). Langka-langkah
berikut harus segera dilakukan:
 Menghitung jumlah kebutuhan cairan yang diperlukan, berdasarkan pekiraan
terjadi dehidrasi sekitar 5%:
 Cairan pengganti : 10 x 50 = 500 ml
 Cairan rumatan harian : 10 x 100 = 1000 ml
 Total kebutuhan cairan : 500 + 1000 = 1500 ml/ hari
 Berikan 500 ml glukosa 5% (50 g/l) terlarut dengan perbandingan 1:1 atau 1:2
dalam larutan fisiologis (volume cairan tidak boleh lebih dari 500 ml per
pemberian, atau jangan lebih dari 6 jam pemberian)
 Periksa vital sign seiap 1-2 jam dan hematokrit setiap 3-4 jam; monitor urin
output dan keadaan pasien.
 Aturlah pemberian cairan intravena berdasarkan vital sign, hematokrit dan
produksi urin.14

Indikasi Rawat Inap


Rawat inap untuk terapi cairan intravena perlu jika terdapat dehidrasi berat (>10%
dari berat tubuh total) dan perlu pemberian cairan yang cepat.

Tanda-tanda dehidrasi antara lain:


 Takikardi.
 Peningkatan waktu pengisian kapiler.
 Kulit dingin, belang atau pucat.
 Penurunan nadi perifer.
 Perubahan status mental.
 Oliguria.
 Peningkatan hematokrit yang tiba-tiba atau peningkatan hematokrit yang
berkelanjutan walaupun dengan pemberian cairan.
 Tekanan nadi yang lemah (<20 mmHg).

16
 Hipotensi.14

Sindrom Syok Dengue


Syok merupakan keadaan darurat. Anak-anak bisa masuk dan keluar dari keadaan
syok selama periode 48 jam. Pemberian cairan dengan segera untuk menambah
volume plasma sangat penting.14

Penatalaksanaan DHF dengan syok:


 RL 20 cc/ kgBB dalam 30 menit, bila syok teratasi cairan dikurangi menjadi
10 cc/ kgBB.
 Bila syok berulang, berikan plasma ekspander 10-20 cc/ kgBB/ jam.
 Transfusi bila ada perdarahan.
 Medikamentosa:
o Ampisilin.
o Gentamisin.
o Kortikosteroid bila ada ensefalopati.
o Koreksi asidosis bila ada indikasi.10

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam perawatan penderita:


 Tempat/ kamar perawatan diusahakan terpisah dengan penderita penyakit lain.
 Penderita yang tidak syok selain diberi minum banyak juga diberi makanan
lunak.
 Penderita yang syok dihindarkan dari kemungkinan dekubitus dengan
menyelang-nyeling posisi tidurnya.
 Personal higiene penting untuk diperhatikan.4

Penggantian Segera Plasma Yang Hilang


Cairan yang digunakan untuk meningkatkan volume plasma termasuk berikut ini:
 Larutan fisiologis.
 Ringer laktat atau Ringer asetat.
 Larutan glukosa 5% 1:1 atau 1:2 dalam larutan fisiologis.
 Plasma, pengganti plasma (misalnya: dextran 40% atau albumin 5%)14

17
Sedatif
Terapi sedatif diperlukan pada beberapa kasus untuk merestrain anak
Defisit cairan
dengan agitasi. Gelisah bisa berhubungan
5% dengan insufisiensi perfusi jaringan
yang membutuhkan panggantian volume secara cepat, dan agitasi juga dapat
Terapi intravena inisial:
muncul sebagai tanda awalGlukosa
gagal hati. Dosis
5% dlm lar tunggal klorhidrat (12,5-50 mg/ kg)
fisiologis (6-7
secara oral atau rektal dianjurkan (dosis jangan melebihi 1 gr).14
ml/kgBB/hr)

Anti Konvulsan
PERBAIKAN TIDAK ADA PERBAIKAN
Hematokrit turun, nadi Hematokrit dan nadi naik,
dan TD stabil, Kejang
produksi yang mungkin timbul diberantas dengan anti
TDkonvulsan. Namun
turun <20 mmHg,
urin meningkat produksi urin4 turun
harus diperhatikan apakah ada depresi fungsi vital (pernapasan, jantung).

Heparin
Pada penderita
Penurunan terapi dengan prolonged
VITAL shock, DIC diperkirakan
SIGN ATAU merupakan
Peningkatan terapi
intravena (5ml/kgBB/hr) HEMATOKRIT JELEK intravena 10 ml/kgBB/hr)
penyebab utama perdarahan hebat, khususnya perdarahan gastrointestinal. Hal ini
dibuktikan dengan kadar trombosit dan fibrinogen yang rendah. Dalam keadaan
ini pemberian heparin dapat dipertimbangkan.4
PERBAIKAN PERBAIKAN TIDAK ADAPERBAIKAN
Terapi Oksigen
Gambar.1 Alur pemberian cairan
Terapi pengganti
oksigen harus pada pasien
diberikan pada semua pasien syok, tetapi harus
DHF dan peningkatan hematokrit >20%
berhati-hati
Penurunan terhadap ketakutan pasien pada saat diberikan masker oksigen.14
terapi Peningkatan terapi
intravena (3 intravena (15
ml/kgBB/hr) ml/kgBB/hr)

VITAL SIGN TDK STABIL


Produksi urin turun,
PERBAIKAN LANJUT Tanda-tanda syok

Pemasangan akses vena


sentral dan kateter urin,
Penghentian terapi Pemerian cairan cepat
intravena setelah 24-48
jam

PENINGKATAN HEMATOKRIT PENURUNAN


(atau distress) HEMATOKRIT

VITAL SIGN DAN


HEMATOKRIT STABIL
Diuresis cukup Terapi Koloid
Intravena Transfusi Darah

18
PERBAIKAN
Transfusi Darah
Transfusi darah hanya diindikasikan pada kasus dengan perdarahan yang
signifikan (hematemesis dan melena) dan pada pemeriksaan berkala menunjukkan
penurunan hematokrit, misalnya dari 50% hingga 40%, tanpa adanya perbaikan
klinis walaupun dengan pemberian cairan, menandakan perdarahan internal yang
signifikan. Transfusi dengan whole blood lebih diperlukan, dan jumlah yang
diberikan harus sesuai dengan konsentrasi sel darah merah. Fresh frozen plasma
atau konsentrat trombosit digunakan pada keadaan koagulopati yang
menyebabkan perdarahan masif.3,14

Monitoring Pasien Syok


Pemantauan hal berikut harus dilakukan secara rutin pada, yaitu:

19
 Nadi, tekanan darah dan pernapasan harus dicatat tiap 30 menit (atau lebih
sering) hingga syok teratasi.
 Jumlah hematokrit atau hemoglobin harus dinilai tiap 2 jam selama 6 jam
pertama, lalu tiap 4 jam hingga stabil.
 Balance cairan harus tetap dijaga, catat jenis cairan dan jumlah pemberian
untuk menilai kecukupan terapi cairan. Frekuensi dan jumlah urin juga harus
dicatat.14

TANDA VITAL TDK STABIL


Penurunan urin output,
Tanda syok

Segera, pemeberian cairan cepat: 10-20 ml/ kgBB


Ringer laktat, ringer asetat atau glukosa 5% dalam
larutan saline, bolus intravena (ulangi jika perlu)

PERBAIKAN TDK ADA PERBAIKAN

Atur terapi intravena Oksigen

PENURUNAN PENINGKATAN HEMATOKRIT


OKSIGEN

Transfusi darah (10ml/ kgBB 20 Plasma 10-20 ml/ kgBB atau


jika hematokrit masih >35%) Pengganti plasma, atau
Albumin 5%, bolus intravena
(ulangi jika perlu)
Catt: pada keadaan asidosis, larutan hiperosmolar atau ringer laktat
jangan diberikan.

Kriteria berikut harus dijumpai sebelum pasien sembuh dari DHF/ DSS
dipulangkan:
 Hilangnya demam setidaknya 24 jam tanpa penggunaan antipiretik.
 Kembalinya nafsu makan.
 Perbaikan klinis.
 Produksi urin baik.
 Hematokrit stabil.
 Telah melewati setidaknya 2 hari setelah sembuh dari syok.
 Tidak ada distress pernapasan pada afusi pleura atau asites.
 Jumlah trombosit lebih dari 50.000 per mm3.10,14

2.12 Pencegahan dan Pemberantasan


Prinsip dalam pencegahan DHF:
 Memanfaatkan perubahan keadaan nyamuk akibat pengaruh alamiah dengan
melaksanakan pemberantasan vektor pada saat sedikit terdapatnya kasus DHF/
DSS.
 Memutuskan lingkaran penularan dengan menahan kepadatan vektor pada
tingkat sangat rendah.

21
 Mengusahakan pemberantasan vektor di pusat penyebaran yaitu, rumah sakit
dan sekolah termasuk pula daerah penyangga sekitarnya.
 Mengusahakan pemberantasan vektor di semua daerah berpotensi penularan
tinggi.
 Imunisasi dan pemberian antivirus saat ini masih dalam tahap penelitian.3,6

Pemberantasan DHF didasarkan pemutusan rantai penularan dapat dilaksanakan


dengan cara berikut:
1. Perlindungan perorangan terhadap gigitan nyamuk Ae aegypti dengan cara
meniadakan sarang nyamuk dalam rumah. Cara terbaik adalah dengan
pemasangan kasa penolak nyamuk.
Cara lain yang dapat digunakan:
- Menggunakan repellant nyamuk dan insektisida dalam bentuk semprotan.
- Menuangkan air panas pada bak mandi pada saat berisi air sedikit.
- Memberikan cahaya matahari secara langsung lebih banyak.
- Menguras bak mandi, tempayan dan tempat penampungan air minimal 1X
dalam seminggu.
2. Pemberantasan vektor jangka panjang dengan membuang secara baik kaleng,
botol, ban dan semua yang mungkin dapat menjadi tempat nyamuk bersarang.
3. Bila dana dan sarana terbatas, pemberantasan dapat dibantu dengan bahan
kimia.6

Beberapa cara yang dapat digunakan:


1. Membunuh larva dengan butir-butir abate SG 1% pada tempat penyimpanan
air dengan dosis 1 ppm, yaitu 10 gram untuk 100 liter air.
2. Melakukan fogging dengan malathion atau fenitrotion dalam dosis 438
gram/ha di dalam rumah dan halaman rumah dengan larutan 4% dalam solar
atau minyak tanah. Fogging dilakukan sekurang-kurangnya 2 kali dengan
jarak antara 10 hari di rumah penderita dan 100 meter di sekelilingnya, rumah
sakit tempat penderita dirawat dan sekitarnya, sekolah penderita dan
sekitarnya, dan sekolah, rumah sakit dan pasar disekitarnya.6,7

22
BAB III. ILUSTRASI KASUS

PRESENTASI KASUS

I. IDENTITAS PASIEN
Nama : An.S I
Umur : 6 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Suku : Aceh
Agama : Islam
Alamat : Lamtemen Barat
No.CM / Reg. : 108237/ 0006425

23
Tanggal Masuk : 07 Juli 2006
Tanggal Keluar : 12 Juli 2006

II. IDENTITAS KELUARGA


AYAH
Nama : Tn.A
Umur : 40 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : S1
Pekerjaan : PNS
Alamat : Lamtemen Barat

IBU
Nama : Ny.T
Umur : 33 tahun
Agama : Islam
Pendidikan : SMU
Pekerjaan : IRT
Alamat : Lamtemen Barat
III.ANAMNESA

Alloanamnesa : Ibu Pasien

A. Keluhan Utama
Badan dingin

B. Keluhan Tambahan
Muntah, lemah

C. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dibawa keluarganya dengan keluhan lemas dan
seluruh tubuh dingin sejak 2 hari sebelum masuk RS. Pasien juga
mengeluh muntah sebanyak 1 kali dengan volume ± 120 cc yang berisi
makanan. Kira-kira 2 hari yang lalu pasien mengeluh keluar darah dari

24
hidungnya ± 0,5 cc. Sejak 4 hari sebelum masuk RS pasien mengalami
demam tinggi, demam naik turun, biasanya naik pada malam hari, setelah
demam turun pasien berkeringat tetapi tidak disertai menggigil. Pasien
pernah dibawa berobat ke mantri, tetapi keluhan tidak berkurang.

D. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya

E. Riwayat Penyakit Keluarga


Dalam keluarga pasien tidak ada yang pernah menderita penyakit
seperti ini.

F. Riwayat Pemakaian Obat


Phenobiotik

G. Riwayat Kehamilan dan Persalinan


Ibu pasien dalam keadaan sehat selama hamil. Persalinan ditolong
bidan Pasien lahir spontan dengan kehamilan cukup bulan, segera
menangis. Berat badan lahir 3300 gr dengan panjang badan 48 cm.

H. Riwayat Imunisasi
Pasien mendapat imunisasi.
Usia 0 bulan : BCG, Hepatitis B-1
Usia 1 bulan : Hepatitis B-2
Usia 2 bulan : Polio-1, DPT-1
Usia 4 bulan : Polio-2, DPT-2
Usia 6 bulan : Hepatitis B-3, Polio-3, DPT-3
Usia 9 bulan : Campak

I. Riwayat Pemberian Makanan :


Usia 0 – 4 bln : ASI
Usia 4 – 8 bln : ASI + PASI + Nasi Tim

25
Usia 8 – 12 bln : ASI + Nasi Biasa

J. Riwayat Perkembangan & Pertumbuhan :


Usia 0 – 4 bln : Mengikuti objek dengan mata
Usia 4 – 8 bln : Tengkurap, merangkak
Usia 8 – 12 bln : Masih merangkak, belajar bicara

IV. PEMERIKSAAN FISIK

1. STATUS PRESENT
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Apatis
Frekuansi jantung : 142 x/menit
Frekuensi nafas : 30 x/menit
Temperatur : 370C
Berat badan sekarang : 20 kg
Berat badan ideal : 7n-5 = 7x6 – 5 = 18,5 kg
2 2
Status gizi : BBS x 100% = 20 x 100 % = 108%
BBI 18,5
(gizi baik)

Kebutuhan cairan : 1000 cc + 500 cc = 1500 cc/ hari.

Kebutuhan kalori : 90 kal/ kgBB/hari


90 kal x 20 kg = 1800 kkal/ hari
Kebutuhan protein : 40-60 gr/ hari

2. STATUS GENERAL
KULIT
Warna : Putih
Turgor : kembali cepat

26
Icterus : (-)
Anemi : (-)
Sianosis : (-)
Udema : (-)
Tes torniquet : (+)

KEPALA
 Bentuk : Kesan Normocephali
 Rambut : Berwarna hitam, sukar dicabut
 Mata : Cekung (-), pupil isokor, reflek
cahaya (+/+), Konjungtiva anemis
(-/-), sklera ikterik (-/-)
 Telinga : Serumen (-)
 Hidung : Sekret (-), NCH (-)
 Mulut
 Bibir : Pucat (-), sianosis (-)
 Gigi geligi : Karies (-)
 Lidah : Beslag (-), tremor (-)
 Mukosa : Basah (+)

LEHER
 Bentuk : Kesan simetris
 Kelenjar Getah Bening : Kesan simetris, Pembesaran KGB (-)
 Brudzinski sign : (-)
 Kaku kuduk : (-)

THORAK
 Bentuk dan Gerak : Kesan simetris
 Tipe Pernafasan : Thorako Abdominal

27
 Retraksi : (-)

A. PARU-PARU
DEPAN
KANAN KIRI
 Palpasi Fremitus (N) Fremitus (N)
 Perkusi Sonor Sonor
 Auskultasi Vesikuler (N) Vesikuler (N)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
BELAKANG
KANAN KIRI
 Palpasi Fremitus (N) Fremitus (N)
 Perkusi Sonor Sonor
 Auskultasi Vesikuler (N) Vesikuler (N)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)

B. JANTUNG
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat.
Palpasi : Ictus cordis teraba pada ICR IV, 1 cm medial linea
mid clavicula sinistra
Perkusi : Batas-batas jantung
 Atas : ICR II sinistra
 Kiri : 1 cm linea midclavicula sinistra
 Kanan : linea parasternalis dekstra
Auskultasi : BJ I > BJ II, Reguler, bising (-)

ABDOMEN
 Inspeksi : Kesan simetris

28
 Palpasi : Distensi abdomen (-), Nyeri tekan (-), Lien dan
hepar teraba 2 cm.
 Perkusi : Tympani usus (+), pekak hati (+), asites (-)
 Auskultasi : Peristaltik usus (↑)

GENETALIA : Laki-laki, kelainan kongenital (-).

ANUS : (+), Tidak ada kelainan.

EKSTREMITAS
EKSTREMITAS SUPERIOR INFERIOR
Kanan Kiri Kanan Kiri
Sianotik - - - -
Edema - - - -
Ikterik - - - -
Gerakan Aktif Aktif Aktif Aktif
Tonus otot Normotonus Normotonus Normotonus Normotonus
Sensibilitas N N N N
Atrofi Otot - - - -
Tonus - - - -
Reflek Fisiologis N N N N
Reflek Patologis - - - -

V. LABORATORIUM (Tanggal 07 Juli 2006)


 Hematologi
Hemoglobin : 11,5 gr/dl
Hematokrit : 36 %
Leukosit : 7,9 × 103/ul
LED : 15 mm/jam
Trombosit : 60 × 103/ul
Diftel
Eosinofil :0 %
Basofil :0 %
Netrofil batang :2 %
Netrofil segmen : 65 %

29
Limfosit : 30 %
Monosit :3 %

 Urine Rutin
Warna : Kuning jernih
Bau : Khas
Kekeruhan : (-)
Protein : (-)
Reduksi : (-)

 Feses Rutin
Warna : Kuning
Konsistensi : Lunak
Baru : Khas
Lendir : (-)
Darah : (-)
Parasit : (-)
Telur Cacing : (-)

 Uji Sensitifitas
DDR : (-)
Widal : (-)

VI. RESUME

A. Identitas Pasien
Pasien adalah seorang anak laki-laki , 6 tahun, ayah tamatan S1,
pekerjaan PNS, Ibu tamatan SMU, pekerjaan IRT.

Anamnesis

Keluhan Utama : Badan dingin

30
Keluhan tambahan : Muntah, lemah
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan lemas dan seluruh tubuh dingin
sejak 2 hari sebelum masuk RS, muntah sebanyak 1 kali (±120 cc) berisi
makanan, 2 hari yang lalu pasien mengeluh keluar darah dari hidungnya ±
0,5 cc. riwayat demam tinggi 4 hari sebelum masuk RS, demam naik
turun, naik pada malam hari, setelah demam turun pasien berkeringat tapi
tidak disertai menggigil.

Riwayat Penyakit Dahulu :


Pasien tidak pernah mengalami penyakit seperti ini sebelumnya

Riwayat Penyakit Keluarga :


Dalam keluarga pasien tidak ada yang pernah menderita penyakit
seperti ini.

Riwayat Pemakaian Obat :


Phenobiotik

B. Pemeriksaan Fisik
Status Present
Keadaan umum : Lemah
Kesadaran : Apatis
Frekuensi jantung : 142 x/menit
Frekuensi nafas : 30 x/menit
Temperatur : 370C
Berat badan sekarang : 20 kg
Berat badan ideal : 18,5 kg
Status gizi : 108% (gizi baik)

Status General

31
Kulit : Dalam Batas Normal (dbn)
Kepala : (dbn)
Mata : Konjungtiva anemis (-/-)
Hidung : Sekret (-), NCH (-)
Mulut : Bibir sianosis (-)
Leher : (dbn)
Thorak : simetris, retraksi (-)
Inspeksi
- Bentuk dada : Normal
- Pernapasan : Thorako Abdominal

Paru-paru
KANAN KIRI
 Palpasi Fremitus (N) Fremitus (N)
 Perkusi Sonor Sonor
 Auskultasi Vesikuler (N) Vesikuler (N)
Ronkhi (-) Ronkhi (-)
Wheezing (-) Wheezing (-)
Abdomen : dbn
Hepar : Teraba 2 cm
Lien : Tidak Teraba
Ekstremitas : dbn

C. Laboratorium
Hematologi
Hemoglobin : 11,9 gr/dl
Hematokrit : 36 %
Leukosit : 7,9 × 103/ul
LED : 15 mm/jam
Trombosit : 60 × 103/ul
Diftel : 0/0/2/65/30/3
Feses rutin : dbn

32
Urine rutin : dbn

Pemeriksaan lain :
DDR : (-)
Widal : (-)

VII. DIAGNOSIS BANDING


1. Demam berdarah dengue + gizi baik
2. Malaria + gizi baik
3. Demam tifoid + gizi baik

VIII. DIAGNOSA SEMENTARA


Demam Berdarah Dengue + gizi baik

IX. USUL PEMERIKSAAN


1. Ig G dan Ig M anti dengue
2. DDR
3. Widal
4. Kultur Darah

X. PENATALAKSANAAN
1. Suportif
Bed rest
Diet Makanan Lunak 1800 kkal/ hari + protein 40-60 gr/ hari
2. Medikamentosa
IVFD RL 10 cc/ kgBB → 30 menit = 200 cc/ 30 menit = 400 cc/ jam
= 133 gtt/ menit makro
Maintenance IVFD RL 1500 cc/ hari = 20 gtt/ menit makro.
Injeksi Ampicillin 100 mg/ kgBB = 500 mg/ 6 jam.
Paracetamol syrup cth II (K/P)

33
XI. PROGNOSA
Quo ad Vitam : Dubia ad bonam
Quo ad Sanam : Dubia ad bonam

XII. KEADAAN PULANG


Pasien pulang atas permintaan sendiri pada tanggal 12 Juli 2006, pada hari
rawatan ke-7 dengan keadaan udem palpebra dan batuk.
Keadaan umum : Baik
Kesadaran : CM
Frekuensi jantung : 126 x/i
Frekuensi nafas : 22 x/i
Suhu : 36 oC

XIII. OBAT KETIKA PULANG


Tidak diberikan obat

XIV. ANJURAN KETIKA PULANG


 Istirahat yang cukup.
 Makanan 4 sehat 5 sempurna.
 Pencegahan gigitan nyamuk:
o Memakai kelambu saat tidur.
o Menggunakan repellant.
o Menguras, menutup dan membuang benda yang
dapat menampung air.

34
FOLLOW UP PASIEN

TGL VITAL SIGN KELUHAN TERAPI


PEMERIKSAAN FISIK &
PENUNJANG

35
06/07/06 KU : Lemah Badan Mata : Conj.Pucat (-/-), Sclera Icterik -
Hari 1 Kes : Apatis dingin (-/-) Bed rest
HR : 142 x/i Hidung : NCH (-), Sekret (-) -
RR : 30 x/i Mulut : Bibir sianosis (-), Faring IVFD RL 10 cc/ kgBB = 130 gtt/
T : 37O C Hiperemis (-), Tonsil Hiperemis mnt makro
BB : 20 Kg (-) -
Leher : Pembesaran KGB (-) Maintenance IVFD RL 20 gtt/
Thorak : simetris (+), retraksi (-) mnt makro
Pulmo : Ves (+), Rh (-/-), WH (-/-) -
Cor : Bj I > BJ II, Reg, Bising (-) Inj ampicilline 500 mg/ 6 jam
Abd : Distensi (-), Peristaltik (↑), - Paracetamol cth II (K/P)
P’besaran hepar (+), p’besaran
lien (-)
Extr : Sup : edema (-/-),
Sianosis (-/-)
Inf : edema (-/-),
Sianosis (-/-)
07/07/06 KU : Lemah Lemah Mata : Conj.Pucat (-/-), Sclera Icterik -
Hari 2 Bed rest
Kes : Apatis (-/-)
-
HR : 128 x/i Hidung : NCH (-), Sekret (-) Maintenance IVFD RL 20 gtt/
mnt makro
RR : 28 x/i Mulut : Bibir sianosis (-), Faring
-
T : 35,3 C
O
Hiperemis (-), Tonsil Hiperemis Inj ampicilline 500 mg/ 6 jam
-
(-)
Paracetamol cth II (K/P)
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorak : simetris (+), retraksi (-)
Lab:
Pulmo : Ves (+), Rh (-/-), WH (-/-) - Hb = 11,9 gr%/ dl
- Ht = 36%
Cor : Bj I > BJ II, Reg, Bising (-)
- Trombosit = 60x103/μl
Abd : Distensi (-), Peristaltik (N),
P’besaran hepar (+), p’besaran
lien (-)
Extr : Sup : edema (+/+),
Sianosis (-/-)
Inf : edema (+/+),
Sianosis (-/-)

08/07/06 KU : Lemah Lemah Mata : Conj.Pucat (-/-), Sclera Icterik -


hari 3 Bed rest
Kes : Apatis (-/-)
-
HR : 120 x/i Hidung : NCH (-), Sekret (-) Maintenance IVFD RL 20 gtt/

36
RR : 26 x/i Mulut : Bibir sianosis (-), Faring mnt makro
-
T : 36,6 O C Hiperemis (-), Tonsil Hiperemis
Paracetamol cth II (K/P)
(-) - Ranitidin ½ amp/ 8 jam
Leher : Pembesaran KGB (-)
Thorak : simetris (+), retraksi (-) Lab (14.00 WIB)
- Hb = 10,8 gr%/ dl
Pulmo : Ves (+), Rh (-/-), WH (-/-)
- Ht = 32%
Cor : Bj I > BJ II, Reg, Bising (-) - Trombosit = 40x103/μl
Abd : Distensi (-), Peristaltik (N),
P’besaran hepar (-), p’besaran
Lab (20.00 WIB)
lien (-)
- Hb = 11 gr%/ dl
Extr : Sup : edema (-/-), - Ht = 34,8%
- Trombosit = 40x103/μl
Sianosis (-/-)
Inf : edema (-/-),
Sianosis (-/-)

09/07/06 KU : Lemah Udem Mata : Conj.Pucat (-/-), Sclera Icterik -


hari 4 Bed rest
Kes : Apatis (-/-)
-
HR : 125 x/i Hidung : NCH (-), Sekret (-) Maintenance IVFD RL 15 gtt/
mnt makro
RR : 28 x/i Mulut : Bibir sianosis (-), Faring
-
T : 36,9 O C Hiperemis (-), Tonsil Hiperemis Paracetamol cth II (K/P)
-
(-)
Inj Ranitidin ½ amp/ 8 jam
Leher : Pembesaran KGB (-) -
Transfusi plasma 20 ml/ kgBB =
Thorak : simetris (+), retraksi (-)
200 ml → ½ jam
Pulmo : Ves (+), Rh (-/-), WH (-/-) -
O2 2 ltr/ mnt bila sesak
Cor : Bj I > BJ II, Reg, Bising (-)
Abd : Distensi (+), Peristaltik (N),
P’besaran hepar (-), p’besaran Lab (08.00 WIB)
lien (-) - Hb = 12,2 gr%/ dl
- Ht = 35%
Extr : Sup : edema (+/+),
- Trombosit = 45x103/μl
Sianosis (-/-)
Lab (17.00 WIB)
Inf : edema (+/+),
- Hb = 12 gr%/ dl
Sianosis (-/-) - Ht = 34,6%
- Trombosit = 45x103/μl

10/07/06 KU : Lemah - Perut Mata : Conj.Pucat (-/-), Sclera Icterik -


hari 5 Bed rest
Kes : CM kembung (-/-)
-
HR : 125 x/i - udem Hidung : NCH (-), Sekret (-) Maintenance IVFD RL 20 gtt/
mnt makro
RR : 28 x/i palpebra Mulut : Bibir sianosis (-), Faring
-
T : 37 O C - batuk Hiperemis (-), Tonsil Hiperemis Paracetamol cth II (K/P)

37
TD : 110/80 (-) -
Inj Ranitidin ½ amp/ 8 jam
mmHg Leher : Pembesaran KGB (-)
-
Thorak : simetris (+), retraksi (-) Lasix ½ amp 1x
Pulmo : Ves (+), Rh (-/-), WH (-/-)
Lab (10.00 WIB)
Cor : Bj I > BJ II, Reg, Bising (-) - Hb = 11 gr%/ dl
- Ht = 33%
Abd : Distensi (+), Peristaltik (N),
- Trombosit = 60x103/μl
P’besaran hepar (-), p’besaran
lien (-)
Extr : Sup : edema (+/+),
Sianosis (-/-)
Inf : edema (+/+),
Sianosis (-/-)

11/07/06 KU : Lemah - Perut Mata : Conj.Pucat (-/-), Sclera Icterik -


hari 6 Bed rest
Kes : CM kembung (-/-)
-
HR : 120 x/i - udem Hidung : NCH (-), Sekret (-) Maintenance IVFD RL 15 gtt/
mnt makro
RR : 24 x/i palpebra Mulut : Bibir sianosis (-),
-
T : 36 O C - batuk FaringHiperemis (-), Tonsil Paracetamol cth II (K/P)
-
TD : 110/80 Hiperemis (-)
Inj Ranitidin ½ amp/ 8 jam
mmHg Leher : Pembesaran KGB (-) -
Lasix ½ amp 1x
Thorak : simetris (+), retraksi (-)
Pulmo : Ves (+), Rh (-/-), WH (-/-) Lab (09.00 WIB)
- Hb = 11 gr%/ dl
Cor : Bj I > BJ II, Reg, Bising (-)
- Ht = 31%
Abd : Distensi (+), Peristaltik (N), - Trombosit = 110x103/μl
P’besaran hepar (-), p’besaran
lien (-), Asites (+)
Extr : Sup : edema (+/+),
Sianosis (-/-)
Inf : edema (+/+),
Sianosis (-/-)

12/07/06 KU : Lemah - Perut Mata : Conj.Pucat (-/-), Sclera Icterik -


hari 7 Bed rest
Kes : CM kembung (-/-)
-
HR : 126 x/i - udem Hidung : NCH (-), Sekret (-) Maintenance IVFD RL 15 gtt/
mnt makro
RR : 22 x/i palpebra Mulut : Bibir sianosis (-),
-
T : 36 C
O
- batuk FaringHiperemis (-), Tonsil Paracetamol cth II (K/P)
-
Hiperemis (-)
Inj Ranitidin ½ amp/ 8 jam

38
Leher : Pembesaran KGB (-) -
Lasix ½ amp 1x
Thorak : simetris (+), retraksi (-)
Pulmo : Ves (+), Rh (-/-), WH (-/-)
Cor : Bj I > BJ II, Reg, Bising (-)
Abd : Distensi (+), Peristaltik (N),
P’besaran hepar (-), p’besaran
lien (-), Asites (+)
Extr : Sup : edema (+/+),
Sianosis (-/-)
Inf : edema (+/+),
Sianosis (-/-)

DAFTAR PUSTAKA

1. WHO, General consideration, Chapter 1, dikutip dari:


http://www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/001-11.pdf

39
2. O’Brein K. Current pediatric diagnosis & treatment, 8th edition, Maruzen
Asian, New York, 1984, page: 810.

3. Noer S. Ilmu penyakit dalam, jilid I, Ed-3, Balai penerbit FKUI, Jakarta,
1996, hal: 417- 426.

4. Departemen Kesehatan RI, Demam Berdarah, Diagnosa dan pengelolaan


penderita, Jakarta, 1981, hal: 1-17.

5. WHO Media Center, Dengue and dengue haemorrhagic fever, dikutip dari:
http://w3.whosea.org/en/Section10/Section332/Section1631.htm

6. Hassan, Rusepno, Dr, Ilmu kesehatan anak, Jilid 2, Info Medika, Jakarta,
2002, hal: 607-621.

7. Soedarmo S, Demam berdarah dengue, Ed-2, ECG, Jakarta, 1999, hal: 26-60.

8. Amin P, Bhandare Sweety, Dengue , Dengue haemorrhagic fever, dengue


shock syndrome, dikutip dari :
http://www.bhj.org/journal/2001_4303_july01/ review_380.htm

9. WHO, Clinical diagnosis, Chapter 2, dikutip dari:


http://www.who.int/entity/csr/resources/publications/dengue/012-23.pdf

10. Anwar M Shidqi. Prosedur tetap pelayanan medik bagian ilmu kesehatan
anak FK Unsyiah, RSUZA, Banda Aceh, 2006, hal: 15-16.

11. Ester, Monica, Demam berdarah dengue, Ed-2, EGC, Jakarta, 1999.

12. Caribbean Epidemiology, Clinical & laboratory guidelines for dengue fever
and dengue haemorrhagic fever/ dengue shock syndrome for health care

40
providers, dikutip dari: http://www.carec.org/publications/
DENGUIDE_lab.htm

13. Hay W. Current pediatric diagnosis & treatment, 16th edition, McGraw-Hill,
New York, 2003, page: 1125.

14. WHO, Treatment, Chapter 3, dikutip dari:


http://www.who.int/entity/csr/resouces/publications/dengue/024-33.pdf

15. Behrman R. Text book of pediatric, 16th edition, Saunders Company, New
York, 2000, page: 1005-1007.

41

Anda mungkin juga menyukai