Anda di halaman 1dari 34

BAB I

PENDAHULUAN

Profil jaringan lunak wajah memiliki nilai estetik yang perlu dipertimbangkan

dalam perawatan ortodontik. Profil wajah seseorang tidak hanya bergantung pada

kelainan oklusi saja, sehingga dalam menegakkan diagnosis yang tepat perlu

dibantu suatu analisis profil jaringan lunak.Apabila gigi geligi masih utuh dengan

susunan oklusi yang optimal maka dapat dinyatakan mempunyai hubungan

jaringan lunak yang harmonis.1

Perawatan ortodonti merupakan perawatan pada hubungan gigi geligi dan

struktur kraniofasial sehingga mendapatkan hasil perawatan dengan keharmonisan

pada penampilan wajah.Hasil perawatan ortodonti yang baik terlihat dari adanya

kesempurnaan penampilan wajah, fungsi dan estetik yang ideal.2

Dalam menetapkan suatu rencana perawatan juga harus didukung beberapa

analisis karena analisis jaringan keras dento-skeletal tidak cukup akurat. Dengan

menggabungkan analisis dento-skeletal dan analisis profil jaringan lunak dalam

menentukan suatu rencana perawatan akan didapat suatu hasil perawatan yang

sempurna.1

Perubahan yang terjadi pada profil jaringan lunak pada terapi ortodonti dapat

menyebabkan suatu masalah yang besar sehingga teknik atau metode yang biasa

dilakukan dari analisis jaringan lunak telah dikembangkan. Analisis jaringan

lunak dibedakan menjadi analisis profil, analisis bibir dan analisis lidah. 2 Analisis

1
jaringan lunak ini jarang digunakan karena terapi ortodonti lebih cenderung

mengkoreksi jaringan keras.

Angle menggunakan istilah seperti seimbang, harmonis, baik dan buruk

dalam hubungan terhadap profil. Pada tahun 1907 Angle mengatakan bahwa

ilmu ortodontik tidak dapat dipisahkan dari seni berkaitan dengan wajah manusia.

Mulut merupakan faktor yang paling menentukan dalam keseimbangan wajah.

Menurut Angle, estetis wajah tergantung pada posisi insisif atas.1

2
BAB II

TITIK REFERENSI PADA JARINGAN LUNAK

2.1 Pandangan Lateral

Pada analisis profil jaringan lunak digunakan beberapa titik sebagai acuan

referensi. Berikut merupakan anatomi profil jaringan lunak yaitu : (terlihat pada

gambar 2.1)

1. Trichion
2. Superior crease
3. Ridge supraorbical
4. Kening
5. Glabella
6. Dasar Hidung
7. Jembatan Hidung
8. Ujung Hidung
9. Basis Nasal
10. Septum Nasal
11. Nostril
12. Ala Nasi
13. Pipi
14. Filtrum
15. Bibir atas
16. Bibir bawah
17.Dagu
18.Sudut bibir
19.Sudut mulut
20.JaringanlunakMenton

Gambar 2.1 Anatomi Profile Jaringan Lunak

3
Jaringan lunak pada foto sefalometri tampak sebagai area radiopaaque, terlihat

samar yang menutupi struktur tulang wajah dibawahnya . Berikut merupakan

gambaran radiografi profil jaringan lunak (Gambar 2.2 ).

1. Kening

2. Jembatan Hidung

3. Ujung Hidung

4. Dasar Hidung

5. Bibir Atas

6. Bibir Bawah

7. Dagu

8. Mata

9. Pipi

10. Ala Nasi

11. Nostril

Gambar 2.2 Radiografi Profil Jaringan Lunak

4
Analisis profil ditentukan oleh titik referensi jaringan lunak

Gambar 2.3 Titik Referensi Analisis pada Jaringan Lunak

tr : trichion ls: : labrale superius

n : jaringan lunak nasion sto :stomion

no : ujung hidung li :labrale inferius

sn :subnasalle sm : submentale

ss : subspinale pog : jaringan lunak pogonion

gn : jaringan lunak gnathion

5
2 titik skeletal yang digunakan untuk menentukan garis referensi pada analisis
profil jaringan lunak

Or :Orbitale
P : Porion

Pada literature lain dapat juga digambarkan sebagai berikut :

6
Gambar 2.4 Landmark Permukaan Jaringan Lunak Kraniofasial

Gambar 2.5 Landmark jaringan lunak sefalometri lateral

Tabel 2.1 Landmark Permukaan Jaringan Lunak Kraniofasial (gambar 2.4)


Landmark (abreviasi) Definisi

7
Verteks (V’) Titik tertinggi pada pasien dalam posisi NHP
Trichion (Tr) Titik tengah pertemuan garis rambut dan dahi (dari
bahasa Yunani trikhos: rambut; istilah alternatif lainnya
adalah crinion (dari bahasa Latin crinis: rambut)
Catatan: untuk menentukan trichion pada pasien dengan
garis rambut yang sudah naik, pasien diinstruksikan
untuk menaikkan alisnya. Bagian paling superior
kontraksi otot frontalis mengindikasikan posisi trichion
Eurion (Eu’) Bagian paling menonjol di jaringan lunak pada kedua sisi
lateral tengkorak pada regio parietal dan temporal:
merupakan titik paling lateral kepala
Glabella (G’) Titik paling prominen di garis tengah dahi, antara kedua
alis; terletak pada level yang sama dengan glabella pada
tulang frontalis
Opisthocranion (Op’) Titik paling menonjol di posterior occipitalis, paling jauh
dari glabella
Frontotemporale (Ft’) Titik paling medial pada krista temporal tulang frontalis;
jarak linier Ft’ – Ft’ menunjukkan lebar bitemporal (dahi)
jaringan lunak
Nasion (N’ atau Na’) Titik di garis tengah regio nasofrontal dan radiks nasal;
terletak pada level yang sama dengan nasion skeletal
Palpebrale superius Titik tertinggi di bagian tengah batas bebas kelopak
(Ps) matas atas
Exocanthion (Ex) Titik di lateral chantus dimana kelopak mata atas dan
bawah bertemu
Endocanthion (En) Titik di medial chantus dimana kelopak mata atas dan
bawah bertemu
Palpebrale inferius Titik terbawah di tengah margin bebas kelopak mata
(Pi) bawah
Orbitale (Or’) Titik terbawah lingkar orbital inferior yang dapat
dipalpasi
Rhinion (Rh’) Titik pada jaringan lunak yang menutupi ujung kaudal
sutura internasal; menandai pertemuan nasal
osseokartilago; rhinion pada tulang adalah titik
kraniometrik di ujung kaudal sutura internasal

8
Zygion (Zy’) Titik paling lateral pada jaringan lunak yang menutupi
arkus zygomatikus; posisinya identik dengan zygion
skeletal tulang zygomatikus. Jarak Zy’-Zy’ menunjukkan
lebar fasial bizygomatikus jaringan lunak
Tragion (Tr) Takik di margin superior pada kedua tragus
Pronasale (Prn) Titik paling prominen di ujung hidung
Columella breakpoint Titik di tengah kolumella, dimana kolumella menjadi
(C’) semakin horizontal, meluas ke posterior ke subnasale
Alare (Al) Titik paling lateral pada tiap kontur alar
Alar curvature point Titik paling lateral posterior kurvatura tiap basis ala
(Ac) nasal, mengindikasikan insersi fasial ke tiap ala nasal
Subnasale (Sn) Titik terdalam di midpoint dimana basis kolumella nasal
bertemu bibir atas
Supralabiale (Spl) Titik di midpoint dengan kecekungan terbesar pada
kontur fasial bibir atas; disebut juga “titik A jaringan
lunak”
Labrale superius (Ls) Titik di midpoint yang menunjukkan batas vermillion
mukokutan bibir atas
Stomion superius Titik paling bawah di midline bibir atas
(Sts)
Stomion (St) Titik kontak antara bibir atas dan bawah di midline
paling anterior; jika bibir terpisah saat posisi istirahat,
titik stomion inferior dan superior dapat dibedakan
Cheilion (Ch) Titik yang terletak pada tiap komisura oral lateral, pada
sudut mulut
Stomion inferius (Sti) Titik paling superior di midline bibir bawah
Labrale inferius (Li) Titik di midline yang menunjukkan batas vermillion
mukokutan bibir bawah
Sublabiale (Sbl) Titik dengan kecekungan terbesar pada kontur fasial bibir
bawah jaringan lunak antara labrale inferius dan menton
jaringan lunak. Titik ini merupakan titik terdalam di lipat
mentolabial, juga dinamakan titik B jaringan lunak
Pogonion (Pog’) Titik paling prominen di midline jaringan lunak pada
dagu
Gnathion (Gn’) Titik paling anterior inferior di jaringan lunak kontur
dagu; dapat ditentukan dengan inspeksi titik pada

9
interseksi tangent vertikal terhadap pogonion jaringan
lunak dan tangent horizontal ke menton jaringan lunak,
meluas ke kurvatura anterior inferior jaringan lunak dagu
Menton (Me’) Titik terbawah jaringan lunak dagu di midline; titik ini
merupakan titik terbawah yang digunakan untuk
pengukuran tinggi wajah
Gonion (Go’) Titik paling lateral di sudut mandibula (gonial); letaknya
dekat dengan gonial skeletal, jarak Go’-Go’
menunjukkan lebar jaringan lunak bigonial
Titik servikal (C) Titik terdalam antara regio submental dan permukaan
anterior leher di bidang midsagital. Titik ini terletak di
interseksi tangent horizontal ke bidang submental dan
tangent vertikal ke bidang leher anterior

2.2Pandangan Frontal
Penilaian terhadap fotografi frontal adalah penting dalam analisis disproporsi
dan asimetri wajah terhadap bidang tranversal dan vertikal. Sebelum
menganalisis, harus ditentukan terlebih dahulu dua titik pada orbital dan garis
nasion perpendikuler. Dari pandangan frontal, dapat dianalisis proporsi wajah
secara frontal, simetri wajah dan bentuk wajah.
NHP adalah posisi alami kepala sebagai pembawaan pasien, karenanya sangat
cocok untuk menilai hubungan skeletal dan kelainan wajah.Hal pertama yang
diperiksa ketika pasien telah duduk di dental chair adalah Natural Head Posture
(NHP/ postur alami kepala). Pemeriksaan ini lebih menekankan pada keadaan
fisiologinya daripada anatominya, dan variasi tiap-tiap individu, tetapi hal ini
relatif tetap untuk masing-masing individu.3
Cara pemeriksaannya yaitu dengan meminta pasien untuk duduk tegak dan
menatap lurus kedepan dengan pandangan mata jarak sedang. Dapat berupa
dinding didepannya atau cermin, sehingga pasien menatap matanya sendiri.

10
Proporsi wajah secara frontal dapat dianalisis dengan menggunakan bidang

vertical dan horizontal. Dengan menggunakan bidang vertikal, wajah dapat dibagi

menjadi tiga bagian, bagian atas dari batas garis rambut ke titik glabella, bagian

tengah dari titik glabella ke titik subnasal, dan bagian bawah dari titik subnasal ke

titik menton. Cara menilai lebar wajah dapat dilakukan dengan menggunakan

garis-garis vertikal yang membagi wajah menjadi lima bagian yang sama.

Gambar 2.6. Proporsi wajah secara frontal. (a) Pembagian wajah berdasarkan
bidang vertikal, (b) Pembagian wajah berdasarkan bidang
horizontal

Simetri wajah dapat dianalisis dengan cara wajah dibagi dua dengan

menggunakan garis simetri wajah yang melalui titik glabella, puncak hidung, titik

tengah bibir atas dan titik tengah dagu.

11
Gambar 2.7 Garis simetri wajah. Wajah dapat dibagi sepanjang bidang sagital
dengan menggunakan garis simetri wajah

Bentuk wajah dapat dinilai berdasarkan indeks morfologi wajah. Bentuk

morfologi wajah mempunyai hubungan terhadap lengkung gigi geligi, walaupun

hubungan secara langsung tidak dapat dipastikan. Titik-titik yang menjadi

pedoman adalah nasion, zygoma, dan gnathion.

Gambar 2.8. Bentuk wajah.

Bentuk kepala dapat menggambarkan keadaan lengkung dentoalveolar pada


seseorang. Martin dan Seller pada tahun 1957, merumuskan cephalic dan facial
index untuk mengevaluasi bentuk kepala dan bentuk wajah.
.

12
Cephalic index = lebar maksimum tengkorak
Panjang maksimum tengkorak

Berdasarkan nilai cephalic index, bentuk kepala dapat dibagi menjadi tiga
kategori, yaitu :
a. Mesocephalic, bentuk kepala sedang, oval / lonjong
b. Dolicocephalic, bentuk kepala panjang dan sempit
c. Brachycephalic , bentuk kepala lebar dan pendek

Bentuk kepala dan bentuk wajah saling berhubungan. Facial index


menurut Martin dan Seller pada tahun 1957, didapat dari :
Facial Index = Tinggi Morfologi wajah (jarak antara nasion dan gnation)
Lebar Bizygometic (jarak antara kedua titik zygomatikus)

Berdasarkan facial index, bentuk wajah dapat dikategorikan menjadi :


a. Mesoprosop , bentuk wajah sedang
b. Leptoprosop , bentuk wajah panjang dan sempit
c. Euryprosop , bentuk wajah pendek dan lebar

13
Gambar 2.9. Bentuk kepala dan wajah, A. Bentuk kepala mesocephalic dengan bentuk
wajah mesoproshop, B. Bentuk kepala brachycephalic dengan bentuk wajah
euryproshop, C dan D . Bentuk kepala dolicocephalicdengan bentuk wajah
leptoproshop

Peran ras dan kelompok populasi serta keanekaragaman kultural berpengaruh

besar terhadap bentuk profil wajah seseorang, ras Kaukasoid (Orang Eropa dan

Amerika putih) mempunyai bentuk yang lurus. Sedang ras Mongoloid (Asia

termasuk Indonesia bagian barat dan tengah) bentuk profilnya lebih cembung.4

14
BAB III

ANALISIS JARINGAN LUNAK

Analisis pada jaringan lunak dibedakan menjadi1 :

1. Analisis Wajah/ Facial Form

2. Analisis Posisi Bibir/ Lip position

3. Analisis Lidah

3.1 Analisis Wajah/ Facial Form

Pengukuran untuk analisis wajah berhubungan dengan dagu, pipi, kening dan

hidung. Dalam hal ini hubungan yang diperhatikan yaitu bibir dengan dagu, bibir

atas dengan bibir bawah.

1) Analisis Proporsi Wajah

Analisis proporsi wajah ditentukan dengan membagi wajah menjadi 3

bagian, yaitu:

1) 1/3 Frontal (tr-n)

2) 1/3 Nasal (n-sn)

3) 1/3 Gnathic (sn-gn)

15
Gambar 3.1 PembagianWajah dalam 3 bagian pada Analisis Proporsi

Proporsi wajah ideal dapat dibagi menjadi 5 bagian yaitu central, medial kanan
dan kiri, serta lateral kanan dan kiri.

Gambar 3.2 Proporsi dan kesimetrisan wajah

Jarak antar mata dan lebar mata, seharusnya sama dan berada di seperlima
tengah dan seperlima medial. Hidung dan dagu seharusnya berada ditengah dan di

16
seperlima tengah dengan lebar hidung sama atau sedikit lebih lebar dari seperlima
tengah. Jarak interpupil (garis titik-titik) seharusnya sama dengan lebar mulut.1
Proporsi vertikal wajah dibagi menjadi tiga bagian yang idealnya sama besar,
tetapi pada ras kaukasia modern, sepertiga bawah wajah seringkali sedikit lebih
panjang daripada sepertiga tengah. Bagian sepertiga bawah dibagi lagi menjadi :
jarak mulut adalah sepertiga dari jarak dasar hidung dan dagu.1


Gambar 3.3 . Proporsi vertikal wajah, dilihat dari frontal


lateral, dibagi menjadi tiga bagian

Wajah bagian atas dimulai dari batas rambut atau puncak kening (trichion)
sampai ke dasar kening diantara alis. Wajah bagian tengah dimulai dari dasar
kening sampai dasar hidung (subnasal) dan wajah bagian bawah dimulai dari
dasar hidung sampai dasar dagu (menton). Wajah bagian bawah dibagi menjadi
tiga lagi, yaitu jarak bibir atas kearah atas yaitu sepertiga bagian wajah bawah dan
jarak bibir bawah kearah bawah yaitu duapertiga bagian wajah bawah.4

17
Proporsi yang hampir sama dapat ditemui pada ketinggian wajah anterior

(n-gn), bagian tengah wajah (n-sn) sebesar 45%, dan bagian bawah wajah (sn-

gn) sebesar 55% sebagai tinggi total wajah.

Gambar 3.4 Proporsi Ketinggian Wajah Anterior (bagian tengah dan bawah
wajah)

2) Analisis Profil Angular (Kecembungan Wajah)

Subtelny membuat perbedaan antara kecembungan:

a) Profil Skeletal

Titik referensi profil skeletal adalah N-A-Pog dengan nilai rata-rata

175º. Kecembungan profil menurun dengan pertambahan usia.

b) Profil Jaringan Lunak

Titik referensi profil jaringan lunak ditentukan dari titik n-sn-pog

dengan nilai rata-rata 161º dan tidak berubah dengan pertambahan

usia.

c) Profil total jaringan lunak ( termasuk hidung)

18
Profil total jaringan lunak ditentukan oleh titik n-no-pog dengan nilai

rata-rata 137 º untuk laki-laki dewasa dan 133 º pada wanita dewasa.

Pada anak laki-laki berusia 12 tahun nilai rata-ratanya adalah 137,5 º

dan 132,9 º pada anak perempuan dan sudut ini meningkat dengan

pertambahan usia. Peningkatan dari kecembungan total wajah

jaringan lunak disebabkan oleh pertumbuhan anterior hidung.

Gambar 3.5 Analisis Subtelny Untuk Menentukan Kecembungan Wajah


a) profil Skeletal b) Profil Jaringan Lunak c) Profil Total Jaringan Lunak

Profil Kelas I Kelas II Kelas III


Profil Skeletal 1740 1780 1810

Profil Jar. Lunak 1590 1630 1680

Profil Total 1330 1330 1390


Tabel 3.1 Nilai rata-rata kecembungan

Profil wajah dapat juga ditentukan dengan menghubungkan dua buah garis
referensi, yaitu :

19
 Garis referensi pertama, yaitu garis yang menghubungkan bagian
terluar dahi ( bagian menonjol dahi diantara alis) dengan jaringan
lunak di titik A (titik terdalam dari lengkung bibir atas).
 Garis referensi kedua, yaitu garis yang menghubungkan jaringan
lunak di titik A dengan jaringan lunak pogonion (titik tertinggi dari
kontur dagu).4
Berdasarkan ketentuan diatas, maka profil wajah dibagi menjadi :
a. Lurus (straight / Orthognatic facial profile),kedua garis referensi
tadi membentuk atau hampir membentuk garis lurus.
b. Cembung (convex), jaringan lunak titik A berada lebih didepan dari
jaringan lunak pogonion, namun derajat kecembungannya
bervariasi pada masing-masing individu.
c. Cekung (concave), jaringan lunak titik A berada lebih dibelakang
dari jaringan lunak pogonion, dan besarnya derajat kecekungan
bervariasi pada masing-masing individu.

Gambar 3.6. Profil wajah A. Profil lurus (orthognatic facial profile), B. Profil
cembung, C. Profil cekung

20
Untuk menentukan sudut fasial, sudut yang dibentuk oleh FHP (Orbita –
Porion) dengan jaringan lunak yang menghubungkan garis Nasion ke Pogonion.
Sudut ini dapat berupa :
a. Orthognatic face, sudut fasial adalah sekitar 90o , pada pasien, hal
ini dapat berarti normal atau maloklusi kelas I.
b. Anterior divergent, sudut fasial besar, atau lebih dari 90o, keadaan
pasien adalah maloklusi kelas III, yaitu keadaan mandibula lebih
kedepan.
c. Posterior divergent, sudut fasial kecil, atau kurang dari 90o,
keadaan pasien adalah maloklusi kelas II, dimana maksila maju
dan mandibula lebih kebelakang. (Phulari, 2011)

Gambar 3.7 Facial Divergence, A. Orthognatic face, B.


Anterior divergent, C. Posterior divergent

3) Ketebalan dari Profil Jaringan Lunak

Subtelny menentukan ketebalan dari profil jaringan lunak sebagai berikut :

a. Ketebalan dari jaringan lunak nasion konstan.

b. Ketebalan pada sulkus labialis superior bertambah kira-kira 5 mm.

c. Ketebalan dari jaringan lunak dagu bertambah kira-kira 2 mm.

Burstone memberikan nilai rata-rata dapat dilihat pada tabel 3.2 dan

gambar 3.8 :

21
Tabel 3.2 Ketebalan profil jaringan lunak (Burstone)

Gambar 3.8 Analisis Burstone. Titik skeletal : (1) subspinale, (2) insisif sup., (3) proyeksi titik
B, (4) insisif inf., (5) supramentale, (6) pogonion. Titik jaringan lunak : (A) subnasale, (B)
sulkus labialis sup., (C) labrale sup., (D) labrale inf., (E) sulkus labialis inf., (F) menton, (G)
glabela.

3) Metode Analisis Wajah/ Facial Form Analisis AM. Schwarz

AM. Schwarz membagi profil wajah dalam tiga bidang yaitu Frankfurt, Orbita

dan Nasion. Tipe profil wajah dinilai berdasarkan letak titik Sn terhadap bidang

22
Nasion yang tegak lurus Frankfurt. Apabila Sn terletak pada bidang Nasion

disebut Average Face, apabila dibelakang Nasion disebut Retro Face dan apabila

didepan bidang Nasion disebut Ante Face.

3.2 Analisis Posisi Bibir

Metode Analisis Posisi Bibir ada 3, yaitu :

1) Analisis Ricketts

Untuk menganalisa profil jaringan lunak secara sefalometri radiografi.

Ricketts (1960), menggunakan garis yang ditarik dari jaringan lunak pogonion ke

ujung hidung, garis ini dinamakan garis estetik (garis E). Relasi normal pada

bibir atas berada 2-3 mm dibelakang garis E, untuk bibir bawah garis berada 1-2

mm dibelakang garis E.

Gambar 3.9 Garis E pada Analisis Rickett

23
2) Analisis Bibir Steiner

Pada analisis bibir Steiner digunakan titik referensi yang ditarik garis yang

berbentuk S yang terletak antara subspinal ujung hidung ke pogonion. Menurut

Steiner garis bibir terletak dibelakang garis S.

Gambar 3.10 Garis S pada Analisis Steiner

3) Analisis Bibir Holdaway

Pada analisis bibir Holdaway digunakan garis H yaitu garis yang ditarik dari

bibir atas ke garis NB. Sudut yang dibentuk dari dua garis ini disebut dengan

sudut H. Dengan sudut ANB 1-3º, sudut H menjadi 7-8º. Perubahan dari sudut

ANB akan menyebabkan perubahan pada sudut H.

Holdaway mendefinisikan profil sempurna sebagai berikut:

a) Sudut ANB 2º, sudut H 7-8º

b) Bibir bawah menyentuh garis jaringan lunak (garis yang menghubungkan

jaringann lunak pogonion dan bibir atas, diteruskan sejauh SN)

c) Proporsi relative pada hidung dan bibir atas harus seimbang

24
d) Ujung hidung berjarak 9 mm lebih ke anterior dari garis jaringan lunak

(pada usia 13 tahun).

e) Tidak ada tegangan bibir (lip tension)

Gambar 3.11 Analisis Holdaway

Sudut ANB Sudut ideal H Sudut ANB Sudut Ideal H


100 200 20 80
80 170 00 50
0 0
6 14 -20 20
40 110 -40 -10
Tabel 3.3 Hubungan antara sudut ANB dan sudut H

Bibir atas akan tegang apabila terdapat perbedaan ketebalan jaringan lunak,

(A-sn) dan ketebalan dari bagian merah bibir atas lebih besar dari + 1 mm

(Holdaway). Eliminasi dari tegangan bibir setiap retraksi 3 mm dari insisif akan

menghasilkan retraksi 1 mm dari bibir atas.

3.3 Analisis Posisi Lidah dari Radiografi Sefalometri

25
Hanya ada beberapa metode yang digunakan untuk menganalisa posisi lidah

secara radiografi. Keberhasilan dari analisa tersebut tergantung dari ketepatan

memilih garis referensinya. Syarat dari garis referensi yang akan digunakan

adalah sebagai berikut :

1. Daerah terbesar lidah harus terletak dibawah garis karena gambaran lidah tidak

dapat terlihat seluruhnya melalui foto rontgen

2. Garis yang dibuat harus berdiri sendiri dari variasi struktur skeletal

3. Posisi lidah harus tidak berubah dengan adanya perubahan posisi dari

mandibula

4. Garis yang dibuat harus tidak berubah jika ada perubahan posisi lidah

5. Harus berhubungan secara anatomis dan fungsional dengan lidah

6. Harus dibuat sesederhana mungkin

Persyaratan ini akan dapat tercapai jika garis yang dibuat berpatokan pada

titik-titik referensi yang terletak pada mandibula. Ketentuan yang ada berdasarkan

titik dan garis referensi sebagai berikut :

I : Incisal edge dari gigi insisif rahang bawah

M : Bagian cervical, distal dari Molar terakhir yang erupsi

V : Titik paling caudal dari bayangan palatum lunak atau proyeksinya terhadap

garis refe.rensi.

Titik I dan Mc saling berhubungan dan garisnya akan diteruskan sampai ke titik V

dan ini yang kemudian digunakan sebagai garis referensi.

26
Gambar 3.12 Posisi lidah dalam radiografi

Patokan transparan digunakan untuk menentukan garis-garis referensi (gambar

3.8). Garis horizontal yang ditempatkan bertepatan dengan garis referensi

ditempelkan (tracing) pada rongten dan garis vertical harus diletakkan pada garis

referensi vertical. Dari patokan 0, dimana ketiga garis bertemu, kita menggambar

4 garis tambahan, semua sebesar 30, sehingga total garis ada 7 dan ditandai dalam

satuan millimeter (mm).

3.3.1 Pengukuran Lidah

a). Penilaian Posisi Lidah

Rontgen dilakukan pada posisi oklusi, ruang antara lidah dan langit-langit

mulut dijabarkan dalam ukuran millimeter (gambar 3.8). Bila garis tersebut diberi

angka 1-7, maka pengukuran dibuat sepanjang garis 1 memberikan gambaran

27
antara palatum lunak dan dasar lidah (posterior border rongga mulut). Di antara

garis 2-6 memberikan gambaran dorsum lidah s/d langit-langit dan sepanjang

garis 7 memperlihatkan ujung lidah dan hubungan dengan I bawah.

b). Penilaian Pergerakan Lidah

Pengukuran pergerakan lidah dinilai saat oklusi dan kemudian dibandingkan

dengan posisi pada saat istirahat. Patokannya digunakan untuk mengukur tinggi

dari dorsum lidah diukur dari 7 garis yang ada dari dua foto rontgen. Kemudian

perbedaan ukuran antara posisi oklusal dan istirahat dihitung. Posisi saat oklusal

dihitung sebagai posisi 0, perubahan posisi diberi nilai positif dan nilai negatif.

Nilai positif mengindikasikan posisi lidah lebih tinggi saat posisi istirahat

daripada posisi oklusal dan sebaliknya. Hasil rata-rata (tabel 3.4).

Bagian dasar lidah (Pengukuran nomor 1). Dengan kelainan nasal, ruang kecil

ditemukan antara dasar lidah s/d palatum lunak (rata-rata 0,9 – 1,2 mm). ruang di

antara segmen ini tidak selalu berhubungan dengan bernafas melalui mulut tapi

dapat terjadi juga pada kasus-kasus lidah yang kecil (pada kasus overbite). Pada

lidah yang kecil dapat terlihat pada maloklusi kelas III, ketika pada posisi anterior

maka ruangan antara dasar lidah dan palatum lunak menjadi besar. Hal ini juga

ditemukan pada kasus yang bernafas melalui mulut

Bagian dorsum lidah (pengukuran no. 2-6) sering berhubungan dengan

maloklusi kelas II. Pada kasus overbite, dorsum lebih tinggi dibelakang dan

rendah di depan. Pada kasus yang lain, dorsum cenderung lebih rendah.

28
maloclusio
1 2 3 4 5 6 7
n

0. 3,
Class II1 5,0 5,8 7,8 9,1 6,2
9 1
Class II1
5, 8, 10, 11, 12, 12, 10,
with mouth
1 3 2 7 3 2 0
breathing
2, 3, 10,
Class II2 3,7 7,5 9,4 8,6
1 7 4
1, 5, 10, 10, 10,
Class III 9,8 6,3
1 9 2 3 9
Class III
5, 9, 11, 12, 11,
with mouth 8,4 5,2
2 2 6 3 6
breathing
1, 5, 11,
Open bite 8,5 8,8 9,2 2,4
9 7 2
Tabel 3.4 nilai rata-rata pergerakan lidah

Ujung dari lidah (pengukuran no 7) tertarik ke belakang pada kasus klas III dan

klas II dengan pernafasan hidung (6,3 .mm), dan bahkan lebih lagi dalam kasus

overbite mendalam. Pada kasus klas II dengan pernafasan mulut ujung lidah

tertarik lebih jauh ( 10 mm),sedangkan pada klas III dengan pernafasan mulut

(5,2mm).Pada kasus open bite ujung dari lidah terdorong ke depan (2,4 mm).

Hasil Penilaian dari pergerakan lidah

Hasil penelitian dari perbandingan antara posisi lidah pada saat istirahat dan

oklusi dirangkum pada tabel 3.5.

29
Malocclusion Measurements in mm

1 2 3 4 5 6 7

Class II1 0.4 1.2 - 0.4 - - -


0.8 1.9 2.2 3.2
Class II1 with mouth 0.3 0.7 0.1 0.0 - - -
breathing 0.1 0.8 0.3
Class II2 0.2 0.0 - 0.0 - 0.0 0.9
1.4 1.2
Class III 0.6 1.3 0.8 - 0.1 0.5 3.2
0.4
Class III mouth - - 0.1 0.4 0.1 0.2 2.6
breathing 1.4 1.5
Open bite 0.5 0.5 - - 0.1 - 0.8
0.2 0.9 0.2
Tabel 3.5

Perubahan dari posisi lidah yang utama diwakili oleh posisi dari ujung

lidah. Posisi dari bagian-bagian lain dari lidah juga berubah, meskipun tidak

berhubungan dengan mandibula. Perubahan-perubahan pada posisi ujung lidah

berhubungan dengan perbedaan type dari maloklusi. Pada klas II, ujung lidah

lebih jauh ke belakang pada posisi istirahat, Pada klas III ujung lidah berada lebih

jauh kedepan. Dapat disimpulkan bahwa perubahan posisi dari ujung lidah

berhubungan pada kecenderungan malformasi mandibula.

Sebagai contoh perbandingan maloklusi pada klas II dan klas III, terlihat pada

posisi istirahat ujung lidah tertarik ke belakang pada klas II, tetapi berpindah ke

depan pada klas III.

30
31
BAB IV

KESIMPULAN

Dalam menetapkan suatu rencana perawatan harus didukung beberapa

analisis karena analisis jaringan keras dento-skeletal tidak cukup akurat. Dengan

menggabungkan analisis dento-skeletal dan analisis profil jaringan lunak dalam

menentukan suatu rencana perawatan akan didapat suatu hasil perawatan yang

sempurna.

Pada analisis jaringan lunak dibagi menjadi tiga analisis yaitu analisis

profil, analisis posisi bibir, dan analisis lidah. Analisis jaringan lunak berguna

untuk membantu menegakkan diagnosis yang tepat serta untuk menentukan

rencana perawatan ortodontik sehingga mendapatkan hasil perawatan yang

optimal.

32
DAFTAR PUSTAKA

1. Proffit, et all. Contemporary Orthodontics. Ed V. Mosby Elsevier. St.Louis,

Missioury; 2013.

2. Rakosi, Thomas. An Atlas and Manual of Cephalometric Radiography. Wolfe

Medical Publication; 1979.

3. Swennen, et all. Three Dimensional Cephalometry a Color Atlas and Manual.

Springer; 2006.

4. Farhad, et all. Facial Aesthetic Concepts and Clinical Diagnosis. Wiley

Blackwell; 2008

33
34

Anda mungkin juga menyukai