OBSTRUKSI JAUNDICE/IKTERUS
1. Definisi
Ikterus obstruktif adalah kegagalan aliran bilirubin ke duodenum, dimana
kondisi ini akan menyebabkan perubahan patologi di hepatosit dan ampula vateri
(Sherly, 2008). Ikterus obstruktif, disebabkan oleh obstruksi duktus biliaris (yang
sering terjadi bila sebuah batu empedu atau kanker menutupi duktus koledokus) atau
kerusakan sel hati (yang terjadi pada hepatitis), kecepatan pembentukan bilirubin
adalah normal, tapi bilirubin yang dibentuk tidak dapat lewat dari darah ke dalam usus.
Dengan demikian, ikterus obstruktif merupakan jaundice atau kekuningan yang
disebabkan oleh obstruksi yang menghalangi bilirubin mengalir ke jejunum.
Obstruksi jaundice dapat terjadi akibat adanya hambatan saluran empedu.
Sumbatan saluran empedu dapat terjadi karena kelainan pada dinding saluran
misalnya adanya tumor atau penyempitan karena trauma (iatrogenik). Batu empedu
dan cacing askaris sering dijumpai sebagai penyebab sumbatan di dalam lumen
saluran. Pankreatitis, tumor kaput pankreas, tumor kandung empedu atau anak sebar
tumor ganas di daerah ligamentum hepatoduodenale dapat menekan saluran empedu
dari luar menimbulkan gangguan aliran empedu. Beberapa keadaan yang jarang
dijumpai sebagai penyebab sumbatan antara lain kista koledokus, abses amuba pada
lokasi tertentu, divertikel duodenum dan striktur sfingter papila vater.
Klasifikasi
Menurut Benjamin IS 1988, klasifikasi ikterus obstruksi terbagi atas 4 tipe yaitu :
a. Tipe I : Obstruksi komplit.
Obstruksi ini memberikan gambaran ikterus. Biasanya terjadi karena tumor
kaput pancreas, ligasi duktus biliaris komunis, kolangiokarsinoma, tumor
parenkim hati primer atau sekunder.
b. Tipe II : Obstruksi intermiten.Obstruksi ini memberikan gejala-gejala dan
perubahan biokimia yang khas serta dapat disertai atau tidak dengan serangan
ikterus secara klinik. Obstruksi dapat disebabkan oleh karena koledokolitiasis,
tumor periampularis, divertikel duodeni, papiloma duktus biliaris, kista
koledokus, penyakit hati polikistik, parasit intra bilier, hemobilia.
c. Tipe III : Obstruksi inkomplit kronis.
Dapat disertai atau tidak dengan gejala-gejala klasik atau perubahan biokimia
yang pada akhirnya menyebabkan terjadinya perobahan patologi pada duktus
bilier atau hepar. Obstruksi ini dapat disebabkan oleh karena striktur duktus
biliaris komunis (kongenital, traumatik, kolangitis sklerosing atau post
radiotherapy), stenosis anastomosis bilio-enterik, stenosis sfingter Oddi,
pankreatitis kronis, fibrosis kistik, diskinesia.
d. Tipe IV : Obstruksi segmental.
Obstruksi ini terjadi bila satu atau lebih segmen anatomis cabang biliaris
mengalami obstruksi. Obstruksi segmentalini dapat berbentuk obstruksi
komplit, obstruksi intermiten atau obstruksi inkomplit kronis. Dapat
disebabkan oleh trauma (termasuk iatrogenik), hepatodokolitiasis, kolangitis
sklerosing, kolangiokarsinoma.
2. Etiologi
Penyebab terjadinya jaundice obstruktif adalah adanya obstruktif post hepatik
yang antara lain disebabkan oleh 6 :
1. Obstruksi dalam lumen saluran empedu:
a. Batu
b. Parasit (ascaris)
2. Kelainan di dinding saluran empedu
a. Atresia bawaan
b. Striktur traumatic
c. Tumor saluran empedu
3. Penekanan saluran empedu dari luar
a. Tumor caput pancreas
b. Tumor ampula Vateri
c. Pankreatitis
d. Metastasis di dalam ligamentum hepaoduodenale
3. Gejala dan Tanda Klinis
a. Ikterus, hal ini disebabkan penumpukkan bilirubin terkonjugasi yang ada dalam
b. Nyeri perut kanan atas, nyeri yang dirasakan tergantung dari penyebab dan
beratnya obstruktif. Dapat ditemui nyeri tekan pada perut kanan atas maupun
kolik bilier.
c. Warna urin gelap (Bilirubin terkonjugasi). Urin yang berwarna gelap karena
berkurang atau bahkan tidak ada sehingga tidak terbentuk urobilinogen yang
f. Anoreksia, nausea dan penurunan berat badan. Gejala ini menunjukkan adanya
g. Demam
Penumpukan bilirubin
Ikterus
Pre Operasi Konsetrasi asam empedu Kulit dan selaput lendir Pre Operasi
intraluminal menurun tampak kekuningan
Luka post
Hepar tidak mampu operasi
Nyeri Akut Pasien belum Penurunan kalsium mengubah bilirubin
mendapat terkonjugasi menjadi Adanya port d
bilirubin terkonjugasi entre
informasi
cukup Defisiensi vitamin
mengenai larut lemak
tindakan Peningkatan
Malnutrisi Peningkatan bilirubin
risiko infeksi
oleh kuman
Kurang
Pengetahuan Ketidakseimbangan Kulit gatal/ pruritus
nutrisi kurang dari
kebutuhan tubuh Risiko Infeksi
Kerusakan Integritas
Kulit
Komplikasi
Salah satu penyulit dari drainase interna pada ikterus obstruktif adalah gagal
ginjal akut (GGA). GGA pada penderita ikterus obstruktif lanjut pasca drenase interna
sampai saat ini masih merupakan komplikasi klinis yang mempunyai risiko kematian
tinggi. Pada penderita ikterus obstruktif lanjut yang mengalami tindakan pembedahan
sering mengalami komplikasi pasca operatif. Komplikasi ini berhubunga dengan
endoktoksemia sistemik terjadi melalui 2 mekanisme yang pertama, tidak adanya
empedu pada traktus gastrointestinal yang bersifat “detergen like” sehingga terjadi
transolakasi endotoksin melalui mukosa usus. Dengan tidak adanya empedu dan
cinjugated bilirubin di traktus gastrointestinal akan menganggu funngsi barier usus
sehingga terjadi over growth bakteri, terutama bakteri gram negatif, yang dapat
menyebabkan translokasi bakteri maupun endotoksinnya kedalam sirkulasi.
Mekanisme kedua, ikterus obstruktif menyebabkan menurunnya fungsi kupffer
sebagai “clearance of endotoxin” sehingga endotoksin semakin meningkat di dalam
sirkulasi.
Perubahan hemodinamika ginjal yang terjadi pada pasien denga ikterus
obstruktif bersifat reversible. Oleh karena itu harus segera dilakukan intervensi
optimal untuk mencegah semakin memburuknya fungsi ginjal. Pencegahan terjadinya
gagal ginjal akut pada pembedahan ikterus obstruktif dengan melakukan ekspansi
volume cairan dari intaseluler menuju ekstraseluler dan menurunkan terjadinya
endotoksinemia.
Komplikasi yang terjadi pada ikterus obstruktif adalah sepsis primer,
perdarahan gastrointestinal, koagulopati, gangguan penyembuhan luka bedah dan
gagal ginjal akut (GGA).
6. Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan Laboratorium
serum bilirubin direk dan indirek, alkali fosfatase, transaminase, amilase, dan
ditemukan pada pasien dengan obstruksi maligna, pada mereka yang levelnya
pada obstruksi bilier dan mungkin meningkat terlebih dahulu pada pasien
indirek yang jelas meningkat. Pada keadaan normal bilirubin tidak dijumpai di
dalam urin. Bilirubin indirek tidak dapat diekskresikan melalui ginjal sedangkan
bilirubin yang telah dikonjugasikan dapat keluar melalui urin. Karena itu
empedu masuk ke dalam lumen usus (pigmen tidak dapat mencapai usus).
2. Hematologi
pada kolestasis. Umumnya, pada pasien dengan penyakit batu kandung empedu
kali nilai normal dan menurun dengan cepat begitu penyebab obstruksi
dihilangkan. Meningkatnya leukosit terjadi pada kolangitis. Pada karsinoma
pankreas dan kanker obstruksi lainnya, bilirubin serum meningkat menjadi 35-
tetap normal.
namun penanda tersebut tidak spesifik dan mungkin saja meningkat pada
3. Pencitraan
4. USG
parenkim hati, duktus yang melebar, adanya batu atau massa tumor. Ketepatan
akurasi 95%, memperlihatkan batu kandung empedu dan duktus biliaris yang
berdilatasi, namun tidak dapat diandalkan untuk batu kecil atau striktur. Juga
dapat memperlihatkan tumor, kista atau abses di pankreas, hepar dan struktur
yang mengelilinginya.
6. Pemeriksaan Radiologi
7. Penatalaksanaan
2) Penatalaksanaan Bedah
Penanganan bedah pada penyakit kandung empedu dan batu empedu dilaksanakan
untuk mengurangi gejala yang sudah berlangsung lama, untuk menghilangkan
penyebab kolik bilier dan untuk mengatasi kolesistitis akut. Pembedahan dapat
efektif kalau gejala yang dirasakan klien sudah mereda atau bisa dikerjakan sebagai
suatu prosedur darurat bilamana kondisi pasien mengharuskannya.
a) Kolesistektomi
Kolesistektomi merupakan salah satu prosedur yang paling sering dilakukan, di
Amerika lebih dari 600.000 orang menjalani pembedahan ini setiap tahunnya.
Dalam prosedur ini, kandung empedu diangkat setelah arteri dan duktus sistikus
diligasi.
b) Minikolesistektomi
Minikolesistektomi merupakan prosedur bedah untuk mengeluarkan kandung
empedu lewat insisi selebar 4 cm.
c) Kolesistektomi Laparoskopik (atau endoskopik)
Prosedur ini dilakukan lewat luka insisi yang kecil atau luka tusukan melalui
dinding abdomen pada umbilikus. Pada prosedur kolesistektomi endoskopik,
rongga abdomen ditiup dengan gas karbon dioksida (pneumoperitoneum) untuk
membantu pemasangan endoskop dan menolong dokter bedah melihat struktur
abdomen.
d) Koledokostomi
Dalam koledokostomi, insisi dilakukan pada duktus koledokus untuk
mengeluarkan batu.
e) Bedah Kolesistostomi
Kolesistostomi dikerjakan bila kondisi pasien tidak memungkinkan untuk
dilakukan operasi yang lebih luas atau bila reaksi infalamasi yang akut membuat
system bilier tidak jelas. (Smeltzer & Bare, 2002 )
B. Konsep Dasar Asuhan Keperawatan
1. Pengkajian
Pengkajian pada klien dengan obstruksi jaundice dilakukan mulai dari pengumpulan
data yang meliputi : biodata, riwayat kesehatan, keluhan utama, sifat keluhan, riwayat
kesehatan masa lalu, pemeriksaan fisik, pola kegiatan sehari-hari. Hal yang perlu
dikaji :
Aktivitas/istirahat kelelahan.
gelisah.
Sirkulasi takikardia, berkeringat
Eliminasi urin berwarna teh.
feses berwarna pekat/lempung.
distensi abdomen.
teraba massa pada kuadran kanan atas.
Makanan/cairan napsu makan menurun, tidak toleransi terhadap
lemak dan makanan "pembentuk gas"; regurgitasi
berulang, nyeri epigastrium, tidak dapat makan,
flatus, dispepsia.
anoreksia, mual/muntah.
adanya penurunan BB.
Keamanan kulit kekuningan, pruritus.
kulit kering.
sklera kekuningan.
demam, menggigil.
Pernapasan peningkatan frekuensi pernapasan.
pernapasan tertekan ditandai oleh napas pendek,
dangkal.
Nyeri abdomen atas berat, dapat menyebar ke
Nyeri/Kenyamanan punggung atau bahu kanan.
kolik epigastrium tengah sehubungan dengan
makan.
nyeri mulai tiba-tiba dan biasanya memuncak dalam
30 menit.
Nyeri lepas, otot tegang atau kaku bila kuadran
kanan atas ditekan.
2. Diagnosa keperawatan
3. Intervensi Keperawatan
Lesmana L.: Buku Ajar Penyakit Dalam Jilid I. Edisi 3. Jakarta : Balai Penerbit Fakultas
Kedokteran Universitas Indonesia. 2000. 380-384.
Price, Sylvia Anderston. Patofisiologi Konsep Klinis Preose-Proses Penyakit. Jilid 1.
Jakarta : Penerbit Buku Kedokteran EGC. 1994. Schwartz S, Shires G, Spencer F.
Prinsip-prinsip Ilmu Bedah (Principles of Surgery). Edisi 6. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2000. 459-464.
Sjamsuhidajat R, de Jong W. Buku Ajar Ilmu Bedah. Edisi 2. Jakarta : Penerbit Buku
Kedokteran EGC. 2005. 570-579
NANDA. 2012. Diagnosis Keperawatan: definisi dan klasifikasi 2012-2014. Jakarta: EGC
NANDA. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan Diagnosis Medis dan NANDA
Nic-Noc Edisi Revisi Jilid 3. Yogyakarta: Mediaction