Anda di halaman 1dari 7

Makalah Pancasila

“Kelebihan Pemikiran Soekarno”

Kelompok 9
1. Fiki Faiha Mauhibah 18/428862/TK/47364
2. Irfan Farizky Nur Hapsara 18/428866/TK/47368
3. Teguh Ramadhan 17/413575/TK/46015
4. Hanif Haniya Pranarum 18/428864/TK/47366
5. Alif Gala Buana 15/379907/TK/43172
6. Nabila Mumtaz Prasetyo 18/425159/TK/46854
7. Kevin Ardesagara 15/384943/TK/43605
8. Khemal Muhammad S. 17/413558/TK/45998
9. Rayhan Tito Kharisma 15/384958/TK/43620
10. Riswandha Tegar S. 18/425169/TK/46864
11. M. Bagaskara Widyo P. 18/428876/TK/47378
12. Ramadhana Priwiambodo 15/384957/TK/43619
13. Imron Hanif Amin 17/410246/TK/45603

Fakultas Teknik
Universitas Gadjah Mada
2018
Soekarno adalah presiden pertama Republik Indonesia serta sebagai salah satu
tokoh yang berpengaruh di Indonesia. Pemikiran-pemikiran yang dikemukakannya,
menyebar hingga ke dunia internasional. Soekarno lahir pada tanggal 6 Juni 1901 di Lawang
Seketeng, Surabaya. Pada masa kecilnya, Soekarno menggemari perwayangan yang
diperlihatkan oleh Ayahnya yang menyukai perwayangan. Soekarno juga pada masa
kecilnya, dekat dengan pembantu rumah tangga yang bekerja di rumahnya yang bernama
Sarinah. Pembantu rumah tangganya suka memberikan pembelajaran hidup kepada
Soekarno tentang kasih sayang kepada manusia terutama rakyat jelata. Dari kegemaran
wayang yang ditularkan oleh ayahnya serta pembelajaran yang diberikan oleh pembantu
rumah tangganya, membentuk kepribadian Soekarno yang dikenal hingga saat ini yang
berjiwa nasionalis dan berperi kemanusian. Kepribadian yang terbentuk pada Soekarno ini
melahirkan pemikiran-pemikiran dalam memajukan bangsa Indonesia untuk melepas
belenggu dari penjajahan. Pemikiran yang dikemukakan tercantum di bawah ini :

1. Pemikiran Soekarno Tentang Pancasila


Dalam pidato Soekarno pada tanggal 1 Juli 1945 yang kemudian diperingati sebagai
hari lahirnya Pancasila ialah momentum bagi Soekarno dalam pembahasan mengenai
ideologi yang akan dibawa oleh Indonesia. Dalam pandangan Soekarno pada saat pidato,
Pancasila yang merupakan dasar dari bangsa dan negara Indonesia menganut sebuah
fundamen, filsafat, dan pikiran yang sedalam-dalamnya, sebagai suatu jiwa hasrat yang
sedalam-dalamnya untuk diatasnya didirikan gedung Indonesia merdeka yang kekal dan
abadi.

Prinsip dasar pertama yang kemudian dijelaskan oleh Soekarno adalah mengenai
kebangsaan, dalam hal ini kebangsaan yang dimaksud adalah seluruh manusia-manusia yang
menurut geo-politik telah ditentukan oleh Allah SWT. Tinggal dikesatuannya semua pulau-
pulau Indonesia dari ujung utara sumatra sampai ke Irian.

Prinsip kedua dari konsep Soekarno adalah internasionalisme, yaitu peri-


kemanusiaan dalam berhubungan dengan manusia lainnya, khususnya di Indonesia dan
umumnya yang berada di dunia. Dengan prinsip ini, maka Indonesia akan menuju pada
persatuan dunia dan persaudaraan dunia. Dalam hal ini, Soekarno berpandangan bahwa kita
bukan saja harus mendirikan negara Indonesia merdeka, tetapi kita harus menuju pula
kepada kekeluargaan bangsa-bangsa.

Prinsip ketiga kemudian menerapkan dasar mufakat, dasar perwakilan, dan dasar
permusyawaratan. Dengan begitu, dengan cara mufakat, kita perbaiki segala hal, juga
keselamatan agama, yaitu dengan jalan pembicaraan atau permusyawaratan di dalam
Badan Perwakilan Rakyat. Sebenarnya pada dasar yang ketiga ini Soekarno ingin
memberikan sebuah pembagian secara proporsional terhadap berbagai elemen yang ada di
Indonesia, sehingga apapun keputusan nanti akan diperjuangkan oleh berbagai elemen
dalam memberikan pengaruh.

keempat adalah prinsip mengenai kesejahteraan sosial, yaitu sebuah prinsip yang
memungkinkan tidak akan adanya kemiskinan di dalam Indonesia merdeka. Dengan prinsip
seperti ini diharapkan bahwa Indonesia merdeka akan menjadi bangsa yang sejahtera, jauh
dari kelaparan, dan cukup pangan.

Hal 1
Prinsip kelima adalah prinsip yang menghimpun semua agama yang ada di dalam
bangsa dan negara ini, yaitu prinsip tentang ketuhanan. Dengan adanya prinsip ini, maka
bukan saja bangsa Indonesia ber-Tuhan tetapi masing-masing orang Indonesia hendaknya
ber-Tuhan. Tuhannya sendiri.

Konsep itulah yang dikenal dengan Pancasila, yaitu lima dasar yang mempunyai arti filosofis
yang berasal dari bangsa dan negara Indonesia.

Dalam bagian lain, menurut Soekarno dapat saja Pancasila itu diperas hingga
menjadi satu dan kemudian dapat dikenal dengan sebutan gotong-royong. Konsep gotong-
royong ini merupakan konsep dinamis, bahkan lebih dinamis dari perkataan kekeluargaan.
Sebab konsep gotong-royong ini menggambarkan suatu usaha, satu amal, satu pekerjaan
secara bersama-sama. Gotong-royong adalah pembanting tulang bersama, pemerasan
keringat bersama, perjuangan bantu-biantu bersama. Amal semua buat kepentingan semua,
keringat semua kebahagiaan semua. Prinsip gotong royong ada di antara yang kaya dan
yang tidak kaya, antara Islam dan yang Kristen yang menjadi bangsa Indonesia.

2. Sosio Nasionalisme dan Sosio Demokrasi


Pancasila, menurut Soekarno, apabila dibagi menjadi 3 sila atau tri sila, maka isinya adalah :

1. Sosio Nasionalisme
2. Sosio Demokrasi
3. Ketuhanan

Dari ketiga isi bagian tersebut, dijelaskan 2 bagian lebih luas, yaitu Sosio Nasionalisme dan
Sosio Demokrasi.

A. Sosio-Nasionalisme

Bung Karno mendefenisikan sosio-nasionalisme sebagai nasionalisme massa-rakyat,


yaitu nasionalisme yang mencari selamatnya massa-rakyat. Bung Karno mengatakan, cita-
cita sosio-nasionalisme adalah memperbaiki keadaan-keadaan di dalam masyarakat,
sehingga masyarakat yang kini pincang itu menjadi keadaan yang sempurna, tidak ada lagi
kaum tertindas, tidak ada kaum yang celaka, dan tidak ada lagi kaum yang papa-sengsara.
Karena itu, kata Bung Karno, sosio-nasionalisme adalah nasionalisme kaum marhaen.
Dengan demikian, sosio-nasionalisme menentang borjuisme dan keningratan. Inilah tipe
nasionalisme yang menghendaki “masyarakat tanpa klas”. Sebagai konsekuensinya, sosio-
nasionalisme menganggap kemerdekaan nasional bukan sebagai tujuan akhir. Bung Karno
berulang-kali menyatakan kemerdekaan hanya sebagai “jembatan emas” menuju cita-cita
yang lebih tinggi. Dalam tulisannya, “Mencapai Indonesia Merdeka”, yang diterbitkan pada
tahun 1933, Bung Karno menegaskan bahwa tujuan pergerakan nasional kita mestilah
mengarah pada pencapaian masyarakat adil dan sempurna, yang di dalamnya tidak ada lagi
penghisapan. Berarti, tidak boleh ada imperialisme dan kapitalisme.

B. Sosio-Demokrasi

Secara sederhana, sosio-demokrasi dapat diartikan sebagai demokrasi masyarakat.


Suatu demokrasi yang berdiri diatas dua kaki dalam masyarakat, tidak tundik pada
Hal 2
kepentingan satu kelompok saja, atau demokrasi yang diartikan sama dengan demokrasi ala
Prancis atau Inggris. Sosio-demokrasi adalah demokrasi sejati yang mencari keberesan
politik dan ekonomi, demokrasi politik dan demokrasi ekonomi. Suatu bentuk demokrasi
yang tidak hanya focus pada kesetaraan politik belaka, melainkan juga melirik masalah
kesejahteraan masyarakat secara menyeluruh dengan kata lain adanya suatu, menurut
George Jellineck, welfare state.

3. Pemikiran Islam Soekarno


Seperti yang kita ketahui bersama, Soekarno adalah seorang Muslim. Namun,
ternyata Soekarno bukanlah lahir dari keluarga yang kental nuansa Islamnya. Sang
ayahanda, Raden Sukemi Sosrodihardjo, lebih dikenal sebagai penganut kepercayaan teosofi
Jawa atau Kejawen, meskipun secara formal beragama Islam. Sementara ibunda Soekarno,
Idayu, bukan penganut Islam. Ibunda Bung Karno adalah seorang pemeluk agama Hindu-
Bali.
Soekarno secara tegas menolak pandangan sebagian kalangan Islam yang
memandang ‘kembali ke era khalifah’ sebagai tolok ukur kemajuan Islam. Ia juga menolak
interpretasi hukum syariat secara kaku karena hal itu akan menyebabkan umat Islam
menentang modernitas.
Terkait hal tersebut, Soekarno memang seorang Muslim yang modernis dan
rasionalis. Ia secara tegas menganjurkan umat Islam untuk menyerap perkembangan
teknologi dan ilmu pengetahuan (IPTEK) meskipun bukan produk peradaban Islam. Oleh
karena itu pula Soearno sangat menentang kultur taklid dalam umat Islam. Taklid
merupakan pola pengajaran agama Islam tanpa referensi yang logis dan mudah dipahami.
Soekarno sendiri tidak senang dengan sebagian kalangan Islam yang gemar sekali
melontarkan kata-kata atau tudingan ‘kafir’ sebagai refleksi ketidaksenangannya terhadap
kaum non-Islam. Padahal realitasnya hal itu justru menggambarkan sikap mereka yang
terbelakang dan anti-kemajuan.
Soekarno sangat tidak sepakat dengan kecenderungan sebagian orang Islam kala itu
(bahkan hingga kini) yang terlalu gegabah menolak segala hal berbau modern sebagai
produk kafir yang haram digunakan umat Islam. Dalam hal ini, watak progresif dalam
keberagamaan Soekarno tampak dengan jelas melampaui zamannya.
Progresifitas Soekarno juga terlihat ketika ia menanggapi adanya pemikiran
sebagian orang islam yang hanya memperhatikan hal-hal yang tidak substansial dalam
agama. Terhadap kaum Islam yang semacam ini, Soekarno menjuluki mereka sebagai Islam
Sontoloyo. Ia pun menuliskan pandangannya mengenai Islam Sontoloyo itu dalam sebuah
artikel berjudul sama yang dimuat media Pandji Islam (1940) :
“Islam melarang kita memakan babi. Islam juga melarang kita menghina kepada si
miskin, memakan haknya anak yatim, memfitnah orang lain, menyekutukan Tuhan yang Esa
itu. Malahan yang belakangan ini dikatakan dosa yang terberat, dosa datuknya dosa. Tetapi
apa yang kita lihat? Coba tuan menghina si miskin, makan haknya anak yatim, memfitnah
orang lain, musyrik didalam tuan punya pikiran dan perbuatan, maka tidak banyak orang

Hal 3
yang menunjuk kepada tuan dengan jari seraya berkata: tuan menyalahi Islam. Tetapi coba
tuan makan daging babi, walau hanya sebesar biji asampun dan seluruh dunia akan
mengatakan tuan orang kafir! Inilah gambaran jiwa Islam sekarang ini: terlalu
mementingkan kulit saja, tidak mementingkan isi.”

4. Pemikiran Sosialisme Soekarno


Soekarno kerap dianggap sebagai kaum nasionalis, walau begitu beliau sangat lantang
menyatakan bahwa sosialisme merupakan tujuan akhir dari perjuangan kemerdekaan.
Dalam tulisannya, Soekarno menyatakan “maksud pergerakan kita haruslah suatu
masyarakat yang adil dan makmur, yang tidak ada tindasan dan hisapan, yang tidak ada
kapitalisme dan imperialisme.” Menurutnya, masyarakat yang terbelakang tidak bisa
mewujudkan sosialisme, karena masyarakat semacam itu tidak bisa mendatangkan
kesejahteraan sosial. Sebab, bagi Soekarno, esensi dari sosialisme adalah kesejahteraan
sosial atau kemakmuran bagi semua orang.

Sosialisme indonesia adalah perwujudan dari kepribadian Indonesia yang bercorak


gotong royong yang dalam. Dalam konsep gotong royong ini tidak seorang pun dianggap
lebih tinggi atau lebih rendah dari yang lain, sebab semuanya memiliki kedudukan yang
sama. Dengan tidak adanya penggolongan kelas, persatuan dan kesatuan dalam masyarakat
dapat dengan mudah terjadi, sehingga ketertiban dan keamanan akan senantiasa terjaga
keberadaannya. Sosialisme di Indonesia juga memgang teguh prinsip kesetaraan, sehingga
diskriminasi dikarenakan perbedaan suku, agama, ras, dan lainnya, sangatlah dilarang.

Sosialisme Indonesia adalah perwujudan dari kepribadian Indonesia yang bercorak


gotong royong yang dalam artinya dapat berupa membanting tulang bersama, memeras
keringat bersama, berjuang saling tolong menolong untuk kepentingan dan kebahagiaan
bersama.

Dengan menganut ideologi sosialisme, sebuah negara dapat mendapat tingkat efisiensi yang
tinggi dalam bidang ekonomi, karena sarana dan prasarana produksi diatur oleh negara dan
tidak akan mengalami ketertinggalan dalam kekuatan pasar. Kesejahteraan masyarakat akan
lebih besar jika menggunakan ideologi sosialisme, karena masyarakat dianggap setara
derajatnya oleh negara. Pemerataan sosial membuat tidak adanya jurang pemisah antara
yang kaya dengan yang miskin.

5. Demokrasi Politik dan Demokrasi Ekonomi


Demokrasi adalah sistem pemerintahan dengan semboyan Dari Rakyat, Oleh Rakyat,
dan Untuk Rakyat. Menurut Soekarno, demokrasi adalah suatu cara pemerintahan
memberikan memberikan hak kepada semua rakyat untuk ikut memerintah. Istilah
demokrasi ada pertama kali di Perancis dan negara barat lainnya. Sistem demokrasi ini
berkembang setelah feodalisme runtuh akibat adanya perlawanan dari rakyat. Akan tetapi,
Soekarno mengkritik keras terhadap demokrasi yang yang berkembang di dunia barat
karena setelah feodalisme runtuh dan berganti menjadi demokrasi, sistem pemerintahan
dikendalikan oleh kaum borjuis. Kaum borjuis merupakan kelompok-kelompok pemegang
modal dan pengusaha. Menurut Soekrno, borjuis adalah cikal bakal kapitalisme global yang
tidak menghendaki rakyat dapat berdaulat dalam bidang politik, ekonomi, dan lain-lain.

Hal 4
Selain itu, demokrasi yang terapkan oleh dunia barat merupakan demokrasi sempit yang
hanya mengambil sisi keuntungan oleh pihak tertentu saja. Dalam tulisannya di Fikiran
Ra’jat pada tahun 1932, Soekarno mengemukakan kelemahan-kelamahan sistem demokrasi
yang dianut oleh dunia barat :

“Tetapi, . . . di semua negeri modern itu kapitalisme subur dan meradjalela! Disemua negeri
modern itu kaum proletar ditindas hidupnja. Di semua negeri modern itu kini hidup miljunan
kaum penganggur, upah dan nasib kaum buruh adalah upah nasib kokoro, disemua negeri
modern itu rakjat tidak selamat, bahkan sengsara sesengsara-sengsaranja. Inikah hatsilnya
demokrasi jang dikeramatkan orang?

"Amboi, parlemen! Tiap-tiap kaum proletar kini bisa ikut memilih wakil kedalam parlemen
itu, tiap-tiap kaum proletar kini bisa ikut mememrintah! Ja, tiap-tiap kaum proletar kini,
kalau dia mau, bisa mengusir minister, menjatuhkan minister itu terpelanting daripada
kursinya. Tetapi pada saat jang ia bisa mendjadi “radja” diparlemen itu, pada saat itu djuga
ia sendiri bisa diusir dari paberik dimana ia bekerdja dengan upah kokoro, dilemparkan
diatas djalan, menjadi orang pengangguran! Inikah “demokrasi jang dikeramatkan orang?"
(Ibid. 173)

Dari pernyataan yang dikemukakannnya, sistem demokrasi pada dunia barat tidak
ada membawa perubahan yang berarti terhadap kemakmuran rakyat dan hampir tidak ada
perbedaan dengan sistem feodal dimana sama-sama menyengsarakan rakyat. Oleh karena
itu, menurut Soekarno, sistem demokrasi yang dianut Indonesia bukanlah sistem demokrasi
buatan barat yang hanya bersifat individualistik dan kapitalisme, tetapi demokrasi yang
mengedepankan kemakmuran rakyat dengan menerapkan sistem ekonomi dan politik yang
baik.

Demokrasi yang dikemukakan Soekarno adalah demokrasi politik dan demokrasi


ekonomi yang bertumpu pada kerangka dasar Socio-Nasionalisme dan Socio-Demokrasi.
Demokrasi yang dikemukakannya dilandaskan berdasarkan nasionalisme yang menjunjung
tinggi keadilan serta dilandaskan atas senasib hidup dalam mengalami penjajahan untuk
bisa terlepas dari belenggu penjajah serta bisa menciptakan kemakmuran rakyat. Kelebihan
sistem demokrasi ini adalah tidak melihat latar belakang seseorang untuk menjadi
pemegang kekuasaan dalam mengatur negara seperti dilihat golongan bangsawan, pemilik
modal atau lainnya, yang dilihat adalah kemampuan dan kecakapan dalam memajukan
bangsa yang dilandasi jiwa nasionalisme yang mengedapankan kemakmuran rakyat tanpa
membuat rakyat sengsara sehingga sistem demokrasi ini tidak menimbulkan kesenjangan
antara pemimpin dengan rakyat dan demokrasi ini sesuai dengan semboyan Dari Rakyat,
Oleh Rakyat, dan Untuk Rakyat.

Hal 5
DAFTAR PUSTAKA

https://www.google.co.id/amp/s/guruppkn.com/kelebihan-dan-kekurangan-ideologi-
sosialisme/amp diakses pada tanggal 26 November 2018

http://www.berdikarionline.com/bung-karno-revolusi-indonesia-menuju-sosialisme/
diakses pada tanggal 26 November 2018

http://www.berdikarionline.com/islam-dalam-pemikiran-soekarno/ diakses pada tanggal 26


November 2018

https://www.selasar.com/jurnal/33840/Demokrasi-Politik-dan-Demokrasi-Ekonomi-
Pemikiran-Ir-Soekarno diakses pada tanggal 26 November 2018

Anda mungkin juga menyukai