Anda di halaman 1dari 21

PANDUAN PENYUSUNAN NERACA LAHAN (LAND ACCOUNT)

1. Pendahuluan

Neraca lahan merupakan salah satu bagian penting dari System of Environmental Economic
Accounting (SEEA) – Central Framework, yang di Indonesia diimplementasikan dalam bentuk Sistem
Terintegrasi Neraca Ekonomi Lingkungan (SISNERLING). Neraca lahan mencakup analisis tentang
perubahan kondisi lahan, yang biasanya direpresentasikan oleh tutupan lahan (land cover) atau
penggunaan lahan (land use). Mengingat lahan merupakan aset yang sangat berharga, informasi
yang disajikan di dalam neraca lahan akan sangat berguna untuk mengevaluasi pola pemanfaatan
lahan yang selama ini terjadi, sekaligus untuk memberikan pijakan bagi rencana penataan dan
pengelolaan lahan terbaik di masa yang akan datang.

Di Indonesia, lembaga yang bertanggung jawab untuk menyusun dan mempublikasikan dokumen
SISNERLING adalah Badan Pusat Statistik (BPS). Dokumen SISNERLING terbaru yang diterbitkan oleh
BPS adalah SISNERLING 2012-2016, yang diterbitkan pada akhir 2017. Selain neraca lahan, aspek lain
yang disajikan dalam SISNERLING adalah neraca aset sumberdaya kayu, dan neraca aset sumberdaya
mineral dan energi. Mengingat SISNERLING merupakan dokumen yang harus diterbitkan secara
reguler dan kontinyu, upaya perbaikan penyusunannya pun senantiasa perlu dilakukan.

Penyusunan neraca lahan memerlukan kemampuan teknis dalam hal pengolahan dan penyajian
data, baik berupa angka maupun peta. Tabel neraca lahan perlu disusun secara ringkas dan
informatif, sehingga memudahkan pengguna untuk bisa memahaminya dengan mudah. Disamping
itu, bentuk-bentuk perubahan kondisi lahan (land cover atau land use) juga perlu ditampilkan dalam
bentuk peta, sehingga informasi perubahan tersebut secara spasial dapat diidentifikasi.

Untuk menunjang tugas BPS dalam menyusun neraca lahan secara efektif dan berkesinambungan,
diperlukan ketersediaan staf BPS yang memiliki kemampuan teknis dalam mengakses sumber data,
mengolah data, serta menyajikan data perubahan lahan sesuai standar SEEA. Kemampuan ini
mencakup pula kemampuan dasar dalam mengolah data spasial. Disamping itu, diperlukan juga
kemampuan analisis untuk mendeskripsikan hal-hal penting berkaitan dengan perubahan lahan yang
terjadi yang berpotensi relevan dengan beberapa kebijakan pemanfaatan lahan. Dalam konteks ini,
pelatihan terhadap staf BPS yang bertugas menangani penyusunan neraca lahan menjadi penting
untuk dilakukan.

Buku panduan ini disusun untuk memberikan petunjuk teknis penyusunan neraca lahan, dengan
sasaran utama para staf BPS yang selama ini terlibat dalam pembuatan dokumen neraca lahan.
Dengan keterampilan dan pengalaman yang sebelumnya telah dimiliki oleh para staf tersebut, buku
panduan ini diorientasikan untuk memberikan penyegaran, dan dalam beberapa hal juga diharapkan
dapat membantu perbaikan penyusunan neraca lahan di waktu yang akan datang. Buku panduan ini
mencakup petunjuk untuk penyusunan tabel neraca lahan dan penyusunan matriks perubahan
tutupan lahan. Sedangkan panduan penyajian peta tutupan lahan dibuat secara terpisah.
2. Sumber data penyusunan neraca lahan

Penyusunan neraca lahan dapat didasarkan pada kondisi tutupan lahan atau kondisi penggunaan
lahan. Terdapat dua sumber utama yang sangat potensial untuk digunakan dalam penyusunan
neraca lahan, yaitu peta tutupan lahan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK)
dan peta pengunaan lahan dari Badan Informasi Geospasial (BIG). Sumber data yang selanjutnya
digunakan dan dibahas dalam buku panduan ini adalah peta tutupan lahan dari KLHK, dengan
mempertimbangkan beberapa kondisi berikut:
a. Peta tutupan lahan dari KLHK diproduksi secara reguler, sehingga ketersediaannya lebih
mampu menjamin kesinambungan penyusunan neraca lahan. Peta ini tersedia sejak tahun
1990 dengan frekuensi lima tahunan. Pada periode 2000-2012, peta ini diproduksi dengan
frekuensi yang lebih tinggi, yaitu setiap tiga tahun. Selanjutnya, sejak 2012 KLHK selalu
memproduksi peta tutupan lahan setiap tahunnya.
b. Peta tutupan lahan dari KLHK secara konsisten diproduksi untuk seluruh kawasan di
Indonesia, dan memungkinkan untuk dianalisis di setiap provinsinya. Hal ini akan lebih
mendukung dilakukannya analisis perubahan kondisi lahan baik secara nasional maupun
regional.
c. Peta tutupan lahan dari KLHK memiliki kelas-kelas tutupan lahan yang cukup detil, yaitu 23
kelas. Untuk tutupan lahan berupa hutan misalnya, peta ini lebih lanjut mengklasifikannya
kedalam tujuh tipe hutan yang berbeda. Ketersediaan kelas-kelas tutupan lahan yang lebih
detil ini juga memungkinkan untuk dilakukannya analisis perubahan tutupan lahan secara
lebih spesifik, termasuk didalamnya perubahan dari satu tipe hutan ke tipe hutan lainnya.
d. Peta tutupan lahan dari KLHK memiliki tingkat akurasi yang cukup baik, karena dihasilkan
dari klasifikasi citra satelit Landsat yang memiliki tingkat resolusi spasial sedang, yaitu 30m,
serta didasarkan pada peta dasar dengan skala 1 : 250.000.

3. Luaran utama neraca lahan

Terdapat tiga luaran utama dalam penyusunan neraca lahan, yaitu tabel neraca lahan, peta tutupan
lahan, serta matriks perubahan tutupan lahan. Tabel neraca lahan mencantumkan luasan dari setiap
tipe tutupan lahan (23 tipe) pada dua tahun yang berbeda, yang lebih lanjut disebut opening extent
(luasan di tahun awal) dan closing extent (luasan di tahun akhir). Informasi lainnya yang dimuat di
dalam tabel ini adalah berupa tipe perubahannya, yang secara ringkas dibedakan menjadi
penambahan luas (additions) dan pengurangan luas (reductions). Di dalam standar SEEA, sebenarnya
pada masing-masing tipe perubahan luas tersebut perlu diklasifikasikan lebih lanjut, yaitu berupa
penambahan atau pengurangan luas karena aktivitas manusia (managed expansion/regression),
penambahan atau pengurangan luas secara alami (natural expansion/regression), serta penambahan
atau pengurangan luas karena penilaian ulang (upward/downward reappraisals). Namun analisis
seperti ini masih sulit untuk dilakukan dengan menggunakan data atau peta yang tersedia, sehingga
informasi yang dimuat hanya berupa penambahan atau pengurangan luas saja. Tabel 1 menampilkan
contah luaran berupa tabel neraca lahan untuk skala nasional, dengan mengambil tahun 2009 dan
2014 sebagai opening dan closing years.
Tabel 1. Contoh tabel neraca lahan untuk Indonesia periode 2009-2014
Tipe tutupan Luasan di tahun Penambahan luas Pengurangan Luasan di tahun
lahan 2009 (1000 ha) (1000 ha) luas (1000 ha) 2014 (1000 ha)
Hutan lahan 39672 7 -536 39143
kering primer
Hutan lahan 38461 446 -1325 37583
kering sekunder
Hutan mangrove 1510 36 -15 1531
primer
Hutan gambut 5489 5 -155 5339
primer
Hutan tanaman 4487 580 -22 5044
Semak 15182 617 -606 15193
Perkebunan 9513 944 -3 10455
Pemukiman 2559 36 -3 2591
Lahan kososng 2995 827 -219 3603
Tertutup awan 30 0 -30 0
Padang rumput 3332 0 -192 3140
Badan air 3753 4 -1 3756
Hutan mangrove 1381 47 -23 1405
sekunder
Hutan gambut 7318 74 -996 6395
sekunder
Semak rawa 8716 320 -597 8439
Pertanian lahan 10165 193 -71 10287
kering
Pertanian lahan 26275 794 -168 26902
kering dan semak
Sawah 7634 31 -77 7588
Tambak 840 10 -2 848
Pelabuhan 18 0 0 18
udara/laut
Transmigrasi 321 1 -35 287
Pertambangan 476 106 0 582
Rawa 1572 30 -32 1570
Jumlah 191701 191701

Luaran utama kedua dari neraca lahan adalah peta tutupan lahan untuk dua tahun yang berbeda
(opening dan closing years). Peta ini memvisualisasikan sebaran keseluruhan kelas tutupan lahan di
dua tahun yang berbeda tersebut. Dengan membandingkan keduanya, lokasi-lokasi terjadinya
perubahan tipe tutupan lahan yang cukup signifikan akan lebih mudah diidentifikasi. Contoh peta
tutupan lahan Indonesia untuk tahun 1990 dan 2014 ditampilkan pada Gambar 1 dan Gambar 2.
Prosedur penyajian peta tutupan lahan secara lebih detil tidak disajikan dalam panduan ini, namun
disusun secara terpisah dalam bentuk panduan tersendiri.
Gambar 1. Peta tutupan lahan Indonesia tahun 1990
Gambar 2. Peta tutupan lahan Indonesia tahun 2014
Luaran utama ketiga adalah matriks perubahan tutupan lahan. Matriks ini memberikan informasi
pelengkap bagi tabel neraca lahan, dimana bentuk perubahan tutupan lahannya ditampilkan secara
eksplisit dari satu tipe tutupan lahan ke tipe tutupan lahannya. baik berupa penambahan maupun
pengurangan. Contoh matriks perubahan tutupan lahan Indonesia tahun 2009 – 2014 tercantum
pada Tabel 2.
Tabel 2. Matriks perubahan tutupan lahan Indonesia 2009-2014 (Area dalam km2)

Coastal fish pond


Plantation forest
Primary dry land

Airport/seaport
Perennial crops

Transmigration
Disturbed peat

Wetland shrub

Dry cultivation
Opening stock

swamp forest

swamp forest
Degraded dry

Closing stock
Primary peat

Shrubby dry
Settlement
land forest

cultivation
mangrove

mangrove
Disturbed
Bare land

Rice field
Primary

Swamp
Savana

Mining
(2009)

(2014)
Water
forest

Shrub

Cloud
Primary 396719 -4423 -376 -49 -2 -284 65 -1 -1 -6 -12 -187 -12 -3 391427
dryland forest
Degraded 384613 4423 -2 -371 -3890 -1245 -35 - 32 7 -3 -10 -20 -21 - -51 -1 -6 -222 -1 375827
dryland forest 3971 3400
Primary 15104 2 347 -2 -2 -7 6 2 -84 -27 -8 -9 -4 -4 -3 3 15313
mangrove
Primary peat 54894 -347 -135 -126 -174 46 -711 -45 -1 -5 -3 53393
swamp forest
Plantation 44867 371 135 250 -32 -5 387 11 -1 8 2285 2191 -40 -66 -4 -74 158 50443
forest
Shrub 151825 376 3890 2 -250 -1357 -19 -395 56 86 -8 5 38 932 - - -44 -6 -181 3 151928
5 1126 2676
Perennial crops 95134 49 1245 126 32 1357 -15 1587 7 9 -1 15 1239 1895 124 979 471 -1 196 -13 113 104545
Settlement 25591 2 35 2 5 19 15 -7 5 2 3 -3 47 189 -3 25 1 2 -20 4 25914
Bare land 29947 284 3971 7 174 -387 395 -1587 7 10 24 3 49 2805 350 -151 123 45 -10 2 -52 27 36034
Cloud 297 -65 -32 -6 -46 -56 -7 -10 -1 -3 -70
Savana 33324 1 -7 -2 -11 -865 -9 -5 -24 -15 -3 -79 -136 -607 3 -1 -161 31404
Water 37534 3 1 8 1 -3 15 2 7 4 1 -11 2 37563
Degraded 13805 10 84 -8 -5 -15 -2 -49 3 363 -90 -9 -10 -10 -19 9 -10 1 14049
mangrove
Degraded peat 73180 1 27 711 -2285 -38 -1239 -3 - 1 -2 -363 - -69 -109 -2 -16 -35 -53 63955
swamp forest 2805 2946
Wetland shrub 87164 6 20 8 45 -2191 -932 -1895 3 -350 3 79 90 2946 -148 -178 -152 -30 -23 -73 84394
Dry cultivation 101651 12 21 1 40 1126 -124 -47 151 13 -7 9 69 148 -517 211 -1 8 -10 -5 102869
6
Dry cultivation 262752 187 3400 9 5 66 2676 -979 -189 -123 70 60 -4 10 109 178 517 -21 -2 111 -356 -7 269017
& shrub 7
Rice 76336 51 4 4 44 -471 3 -45 -3 -1 10 2 152 -211 21 -1 -1 18 -33 3 75881
Coastal fish 8403 4 6 1 -25 10 1 19 16 30 1 2 1 11 8480
pond
Airport/seaport 175 1 -1 1 177
Transmigration 3208 6 -196 -2 -2 -9 -8 -111 -18 2869
Mining 4758 12 222 3 3 74 181 13 20 52 11 10 35 23 10 356 33 5816
Swamp 15724 3 1 -3 -158 -3 -113 -4 -27 16 -2 -1 53 73 5 7 -3 -11 15705
1
Total 1917006 1917006
4. Prosedur penyusunan tabel land cover account

4.1. Mengambil data dari peta land cover


Sumber data untuk penyusunan tabel neraca lahan adalah peta tutupan lahan. Format dari peta
ini adalah dalam bentuk shape file (shp) dengan tipe polygon. File shp ini tersusun dari beberapa
file, salah satunya berupa file dBase (dbf). File ini memuat attribute table dari file shp dan
memungkinkan untuk dibuka dan dianalisis lebih lanjut di program Microsoft Excel. Berikut ini
adalah langkah-langkah membuka dan mengambil data dari file dbf dengan menggunakan file
“sumatera.shp” sebagai contoh.
a. Buka program Microsoft Excel
b. Klik “File”, kemudian “Open” dan pilih file shp yang akan dibuka.
c. Pada pilihan jenis file yang akan dibuka, pilih “dBase files” (Gambar 3)

Gambar 3. Cara membuka file dBase

d. Buka file “sumatera.dbf” dengan double click, selanjutnya akan tertampilkan data sebagai
berikut (Gambar 4):
Gambar 4. Tampilan data “sumatera.dbf” di Microsoft Excel

File diatas terdiri empat field (kolom) yaitu “k_prop” yang berisi kode propinsi, “PL09_ID” yang
berisi kode jenis tutupan lahan pada tahun 2009, “PL14_ID” yang berisi kode tipe tutupan lahan
pada tahun 2014, dan “ha” yang berisi data luasan dengan satuan hektar. Setiap baris dari tabel
diatas merupakan data untuk satu polygon pada peta, yang mendeskripsikan tipe tutupan lahan
pada tahun 2009 dan 2014 di polygon tersebut beserta luasannya. Selanjutnya simpanlah data
diatas kedalam format Excel, misal dengan nama file “sumatera”. Hal ini untuk menjamin bahwa
keseluruhan operasi pengolahan data berikutnya dilakukan pada file dengan format Excel. Tidak
perlu melakukan perubahan apapun pada file “sumatera.dbf” karena file ini selalu terikat
dengan shapefile. Untuk itu setelah memindahkan data “sumatera.dbf” ke file Excel sebaiknya
“sumatera.dbf” segera ditutup tanpa melakukan “save.”

Adapun penjelasan untuk setiap kode tutupan lahan tercantum pada Tabel 3.
Tabel 3. Kode tipe tutupan lahan
Kode Tipe tutupan lahan
2001 Hutan lahan kering primer
2002 Hutan lahan kering sekunder
2004 Hutan mangrove primer
2005 Hutan rawa gambut primer
2006 Hutan tanaman
2007 Semak
2010 Perkebunan
2012 Pemukiman
2014 Lahan kosong
2500 Tertutup awan
3000 Padang rumput
5001 Badan air
20041 Hutan mangrove sekunder
20051 Hutan rawa gambut sekunder
20071 Semak rawa
20091 Pertanian lahan kering
20092 Pertanian lahan kering dan semak
20093 Sawah
20094 Tambak
20121 Pelabuhan udara/laut
20122 Areal transmigrasi
20141 Pertambangan
50011 Rawa

4.2. Menghitung luasan setiap tipe tutupan lahan di opening dan closing years
Cara paling simpel untuk melakukan penghitungan luasan lahan adalah dengan menggunakan
“Pivot Table” di Microsoft Excel. Adapun tahapan untuk melakukan operasi ini adalah sebagai
berikut:

a. Sekali lagi, pastikan Anda sudah bekerja di file Excel “sumatera”, bukan lagi di
“sumatera.dbf.” Buka Pivot Table dengan cara klik “Insert” kemudian pilih “Pivot Table”
(Gambar 5)

Gambar 5. Pivote Table di Microsoft Excel


Selanjutnya akan muncul tampilan berikut:

b. Pada isian “Table/Range” masukkan rentang data yang ada, yang untuk data “sumatera” ini
mulai dari sel A1 hingga D87730. Alternatif lainnya bisa dilakukan dengan meng-klik kotak di
sebelah kanan dari isian “Table/Range”, kemudian data yang akan dianalisis di-blok. Untuk
pilihan penempatan hasil Pivot Table, pilih “Existing Worksheet”, kemudian klik kotak di
sebelah kanan “Location” dan pilih salah satu sel di worksheet tersebut. Tampilannya
adalah sebagai berikut:

c. Klik “OK” untuk membuka Pivot Table, selanjutnya akan muncul tampilan sebagai berikut:
d. Pada bagian kanan Pivot Table, drag “PL09_ID” ke posisi “ROW”, “PL_14_ID” ke posisi
“COLUMN” dan “ha” ke posisi “∑ VALUES”. Pastikan untuk memilih “Sum oh ha” dalam “∑
VALUES”. Berikutnya akan muncul tampilan sebagai berikut:

Untuk keperluan analisis berikutnya, sebaiknya data hasil Pivot Table di-copy dan di-paste ke
sheet baru, dengan pilihan paste berupa values.

e. Dari data Pivot Table tersebut selanjutnya dapat diketahui luasan lahan dari masing-masing
tipe tutupan di opening year (tahun 2009), yaitu data yang tercantum di kolom “Grand
Total” (kolom terakhir). Sedangkan luasan lahan dari masing-masing tipe tutupan di closing
year (tahun 2014) adalah data yang tercantum di baris “Grand Total” (baris terakhir). Data
luasan tersebut tercantum pada Tabel 4.
Tabel 4. Luasan tipe-tipe penutupan lahan tahun 2009 dan 2014
Kode Tipe tutupan lahan Luas 2009 Luas 2014
(ha) (ha)
2001 Hutan lahan kering primer 4066302 4018543
2002 Hutan lahan kering sekunder 6319532 5775335
2004 Hutan mangrove primer 165426 160909
2005 Hutan rawa gambut primer 322615 265849
2006 Hutan tanaman 1316372 1850304
2007 Semak 3805447 3267573
2010 Perkebunan 5890381 6235720
2012 Pemukiman 766833 774068
2014 Lahan kosong 1273506 1582764
2500 Tertutup awan 7138 0
3000 Padang rumput 459219 431981
5001 Badan air 513416 512230
20041 Hutan mangrove sekunder 412853 410786
20051 Hutan rawa gambut sekunder 2025439 1538915
20071 Semak rawa 3045245 2735697
20091 Pertanian lahan kering 5419838 5430825
20092 Pertanian lahan kering dan semak 9509133 10348797
20093 Sawah 1612348 1579773
20094 Tambak 202372 200759
20121 Pelabuhan udara/laut 4214 4123
20122 Areal transmigrasi 90753 85095
20141 Pertambangan 193435 203949
50011 Rawa 223435 231258

4.3. Menghitung additions dan reductions


a. Untuk menentukan penambahan luas dari masing-masing tipe tutupan lahan (additions)
antara tahun 2009-2014, kurangilah luas total suatu tipe lahan pada tahun 2014 dengan luas
tipe lahan tersebut yang tidak berubah dalam rentang tahun 2009-2014. Pada data hasil
Pivot Table, luas total setiap tipe tutupan lahan pada tahun 2014 berada di baris terbawah,
sedangkan luas lahan yang tidak berubah antara 2009-2014 untuk setiap tipe tutupan lahan
berada di sel diagonal. Perlu diperhatikan bahwa sudah tidak terdapat kode tutupan lahan
2500 (tertutup awan) pada tahun 2014, sehingga perlu kehati-hatian dalam menentukan sel
diagonal.

b. Gunakan cara yang kurang lebih sama untuk menentukan pengurangan luas dari masing-
masing tipe tutupan lahan (reductions) dalam periode 2009-2014. Untuk penghitungan
reductions ini kurangkanlah luas total suatu tipe tutupan lahan di tahun 2009 dengan
dengan luas tipe lahan tersebut yang tidak berubah dalam rentang tahun 2009-2014. Luas
total setiap tipe tutupan lahan pada tahun 2009 berada di kolom paling kanan, sedangkan
luas lahan yang tidak berubah antara 2009-2014 untuk setiap tipe tutupan lahan berada di
sel diagonal. Seperti dalam penentuan additions, perlu kehati-hatian dalam menentukan sel
diagonal karena sudah tidak terdapat kode tutupan laha 2500 (tertutup awan) pada tahun
2014.

Hasil yang seharusnya didapatkan setelah penghitungan additions dan reductions adalah
sebagai berikut:

Tabel 5. Neraca lahan Sumatera 2009-2014


Kode Tipe tutupan lahan Luas 2009 Penambahan Pengurangan Luas 2014
(ha) luas (ha) luas (ha) (ha)
2001 Hutan lahan kering 4066302 48 47807 4018543
primer
2002 Hutan lahan kering 6319532 35860 580057 5775335
sekunder
2004 Hutan mangrove 165426 0 4517 160909
primer
2005 Hutan rawa 322615 0 56766 265849
gambut primer
2006 Hutan tanaman 1316372 731905 197974 1850304
2007 Semak 3805447 263767 801641 3267573
2010 Perkebunan 5890381 402645 57306 6235720
2012 Pemukiman 766833 8932 1697 774068
2014 Lahan kosong 1273506 602698 293440 1582764
2500 Tertutup awan 7138 0 7138 0
3000 Padang rumput 459219 458 27696 431981
5001 Badan air 513416 482 1669 512230
20041 Hutan mangrove 412853 10742 12810 410786
sekunder
20051 Hutan rawa 2025439 54238 540762 1538915
gambut sekunder
20071 Semak rawa 3045245 256560 566108 2735697
20091 Pertanian lahan 5419838 102717 91729 5430825
kering
20092 Pertanian lahan 9509133 952654 112990 10348797
kering dan semak
20093 Sawah 1612348 28322 60897 1579773
20094 Tambak 202372 5936 7549 200759
20121 Pelabuhan 4214 0 91 4123
udara/laut
20122 Areal transmigrasi 90753 0 5659 85095
20141 Pertambangan 193435 10543 29 203949
50011 Rawa 223435 36235 28412 231258
4.4. Mengevaluasi konsistensi hasil penghitungan
Untuk menghindari adanya kesalahan perhitungan karena faktor kekurangtelitian dalam
melakukan analisis data, perlu dilakukan pengujian bahwa semua perhitungan telah dilakukan
dengan benar. Adapun langkah ujui konsistensi hasil perhitungan tersebut adalah sebagai
berikut:

a. Terhadap tabel neraca lahan, untuk setiap tipe pebutupan lahan lakukan operasi berikut di
Microsoft Excel:
“Luas 2009 + Penambahan luas – Pengurangan luas – Luas 2014”
b. Lakukan operasi perhitungan di atas untuk sel tipe tutupan lahan pertama (kode 2001),
kemudian copy untuk keseluruhan tipe tutupan lahan lainnya.
c. Jika semua perhitungan yang telah dilakukan sebelelumnya benar, maka akan didapatka
hasil 0 untuk semua tipe tutupan lahan seperti pada tampilan berikut:

Tabel 6. Uji konsistensi neraca lahan Sumatera 2009-2014


Kode Tipe tutupan lahan Luas 2009 Penambahan Pengurangan Luas 2014 Hasil uji
(ha) luas (ha) luas (ha) (ha) konsistensi
2001 Hutan lahan kering 4066302 48 47807 4018543 0
primer
2002 Hutan lahan kering 6319532 35860 580057 5775335 0
sekunder
2004 Hutan mangrove 165426 0 4517 160909 0
primer
2005 Hutan rawa gambut 322615 0 56766 265849 0
primer
2006 Hutan tanaman 1316372 731905 197974 1850304 0
2007 Semak 3805447 263767 801641 3267573 0
2010 Perkebunan 5890381 402645 57306 6235720 0
2012 Pemukiman 766833 8932 1697 774068 0
2014 Lahan kosong 1273506 602698 293440 1582764 0
2500 Tertutup awan 7138 0 7138 0 0
3000 Padang rumput 459219 458 27696 431981 0
5001 Badan air 513416 482 1669 512230 0
20041 Hutan mangrove 412853 10742 12810 410786 0
sekunder
20051 Hutan rawa gambut 2025439 54238 540762 1538915 0
sekunder
20071 Semak rawa 3045245 256560 566108 2735697 0
20091 Pertanian lahan 5419838 102717 91729 5430825 0
kering
20092 Pertanian lahan 9509133 952654 112990 10348797 0
kering dan semak
20093 Sawah 1612348 28322 60897 1579773 0
20094 Tambak 202372 5936 7549 200759 0
20121 Pelabuhan 4214 0 91 4123 0
udara/laut
20122 Areal transmigrasi 90753 0 5659 85095 0
20141 Pertambangan 193435 10543 29 203949 0
50011 Rawa 223435 36235 28412 231258 0

5. Prosedur penyusunan matriks perubahan tutupan lahan


Terdapat dua opsi dalam menampilkan matriks perubahan lahan. Opsi pertama adalah
menampilkan luasan lahan riil dari setiap kombinasi tutupan lahan antara 2009 dan 2014. Opsi
kedua adalah dengan menampilkan luas perubahannya saja dari setiap kombinasi tipe tutupan
lahan tahun 2009 dan tahun 2014. Dengan demikian, untuk opsi kedua ini ditandai dengan nilai
0 untuk sel diagonal, karena merupakan perpaduan antara tipe tutupan lahan yang sama di
tahun 2009 dan 2014. Berikut ini akan diuraikan prosedur penyusunan matriks perubahan
tutupan lahan untuk kedua opsi tersebut.

5.1. Menyusun matriks perubahan tipe tutupan lahan tipe 1


Penyusunan matriks perubahan tipe tutupan lahan tipe ini dapat dilakukan dengan cara yang
sederhana. Karena matriks ini menampilkan luasan lahan riil dari setiap kombinasi tipe tutupan
lahan tahun 2009 dan 2014, maka matriks ini dapat disusun secara langsung dengan
menggunakan hasil Pivot Table, tanpa diperlukan tambahan analisis apapun. Hal yang perlu
dilakukan lebih lanjut hanyalah memodifikasi angka luasan, misal dengan satuan seratus hekar
(kilometer persegi), sehingga bisa ditampilkan dalam laporan secara lebih ringkas. Contoh
tampilan matriks tutupan lahan tipe ini tercantum pada Tabel 7.
Tabel 7. Matriks perubahan tutupan lahan Sumatera 2009-2014 (area dibulatkan dalam km2) tipe 1
2014

Coastal fish pond


Plantation forest
Primary dry land

Airport/seaport
Perennial crops

Transmigration
Disturbed peat

Wetland shrub

Dry cultivation
swamp forest

swamp forest
Degraded dry

Primary peat

Shrubby dry
Settlement
land forest

cultivation
mangrove

mangrove
Disturbed
Bare land

Rice field
Primary

Swamp
Savana

Mining
Water
forest

Shrub

Cloud

Total
2009
Primary 4018 245 0 0 0 74 0 0 105 0 1 0 0 1 0 6 44 0 0 0 0 0 0 40663
dryland forest 5
Degraded 0 57395 0 0 328 1238 95 2 2260 0 0 1 1 0 9 103 1703 16 0 0 0 44 0 63195
dryland forest
Primary 0 0 1609 0 0 1 0 0 3 0 0 0 9 27 1 0 2 0 0 0 0 2 0 1654
mangrove
Primary peat 0 0 0 2658 135 0 30 0 114 0 0 0 0 265 18 0 4 0 0 0 0 1 0 3226
swamp forest
Plantation 0 6 0 0 11184 217 109 1 1424 0 0 0 0 0 38 16 167 1 0 0 0 1 0 13164
forest
Shrub 0 89 0 0 522 30038 209 0 205 0 0 0 2 0 0 54 6917 2 10 0 0 6 0 38054
Perennial 0 0 0 0 90 14 58331 11 181 0 0 1 0 0 42 166 58 2 2 0 0 5 0 58904
crops
Settlement 0 0 0 0 0 0 7 7651 1 0 0 0 0 0 5 0 3 0 1 0 0 0 0 7668
Bare land 0 3 0 0 1733 125 642 0 9801 0 0 0 0 0 169 75 183 2 1 0 0 1 0 12735
Cloud 0 8 0 0 0 8 6 0 0 0 0 0 0 0 0 0 49 0 0 0 0 0 0 71
Savana 0 0 0 0 19 0 0 0 13 0 4315 0 0 0 82 0 0 0 4 0 0 0 158 4592
Water 0 0 0 0 0 0 0 0 7 0 0 5117 0 0 10 0 0 0 0 0 0 0 0 5134
Degraded 0 0 0 0 8 9 3 2 29 0 0 0 4000 0 40 5 11 1 12 0 0 7 0 4129
mangrove
Degraded peat 0 0 0 0 2013 11 295 0 1082 0 0 1 0 14847 1878 38 86 1 1 0 0 2 1 20254
swamp forest
Wetland shrub 0 0 0 0 2149 930 1203 2 492 0 0 0 54 247 24791 155 112 107 18 0 0 2 189 30452
Dry cultivation 0 1 0 0 44 3 433 34 38 0 0 0 0 0 46 53281 187 115 1 0 0 5 11 54198
Dry cultivation 0 5 0 0 118 1 409 12 39 0 0 0 0 2 181 298 93961 36 0 0 0 24 4 95091
& shrub
Rice 0 0 0 0 0 0 473 0 15 0 0 1 0 0 11 104 0 15515 0 0 0 4 0 16123
Coastal fish 0 0 0 0 0 4 1 25 0 0 3 0 40 0 2 0 0 0 1948 0 0 0 0 2024
pond
Airport/ 0 0 0 0 0 0 0 1 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 41 0 0 0 42
seaport
Transmigration 0 0 0 0 0 0 57 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 851 0 0 908
Mining 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 1934 0 1934
Swamp 0 0 0 0 158 3 54 0 18 0 0 0 0 0 33 7 0 0 10 0 0 0 1950 2234
Total 4018 57753 1609 2658 18503 32676 62357 7741 15828 0 4320 5122 4108 15389 27357 54308 103488 15798 2008 41 851 2039 2313 476453
5
6. Menyusun matriks perubahan tutupan lahan tipe 2
Matriks perubahan tutupan lahan tipe ini memerlukan analisis lebih lanjut dari data Pivot Table
untuk menyajikan data perubahan bersih (net) dari setiap kombinasi tipe tutupan lahan tahun
2009 dan 2014. Adapun prosedur penghitungannya adalah sebagai berikut:

a. Untuk memudahkan analisis, pastikan jumlah tipe tutupan lahan di tahun 2009 (baris) dan
2014 (kolom) sama, dimana diagonal matriks ini harus bernilai 0 (dalam tampilan matriks
sebaiknya dikosongkan). Untuk kasus peta tutupan lahan Pulau Sumatera, tipe tutupan
“cloud/tertutup awan” sudah tidak dijumpai di tahun 2014, sehingga perlu disisipkan satu
kolom untuk tipe tutupan ini pada kolom yang sesuai urutan yang ada (setelah tipe tutupan
lahan “bare land/lahan kosong” dan sebelum “savana/padang rumput.”
b. Pada setiap kombinasi tipe tutupan lahan tahun 2009 dan 2014 yang terletak diatas
diagonal, sebagai contoh kombinasi antara “hutan lahan kering primer” tahun 2009 dan
“hutan lahan kering sekunder” tahun 2014, kurangilah luasan lahan “hutan lahan kering
sekunder” tahun 2009 yang berubah menjadi “hutan lahan kering primer” di tahun 2014
dengan luasan “hutan lahan kering primer” tahun 2009 yang berubah menjadi “hutan lahan
kering sekunder” tahun 2014.
c. Untuk kombinasi sebaliknya (berada dibawah diagonal), dalam hal ini adalah kombinasi
antara “hutan lahan kering sekunder” tahun 2009 dan “hutan lahan kering primer” tahun
2014, lakukan operasi pengurangan sebaliknya. Karena ini merupakan kebalikan dari operasi
pada poin “b”, dapat pula digunakan cara pintas perhitungannya dengan mengurangi 0
dengan hasil perhitungan dari poin “b”.
d. Terapkan langkah perhitungan diatas untuk semua kombinasi perubahan tipe tutupan lahan.
e. Telah disiapkan formula yang memungkinkan Anda untuk mendapatkan hasil perhitungan
secara cepat, namun sebaiknya Anda tetap mencoba langkah–langkah perhitungan diatas.
f. Jika perhitungan dilakukan dengan benar, matriks perubahan tipe tutupan lahan (tipe 2)
untuk Pulau Sumatera antara tahun 2009 dan 2014 adalah seperti yang tercantum pada
Tabel 8.
g. Untuk matriks perubahan tutupan lahan tipe ini, tambahkan dua kolom untuk luasan area di
“opening year” yaitu tahun 2009 dan di “closing year” yaitu tahun 2014 untuk semua tipe
tutupan lahan
Tabel 8. Matriks perubahan tutupan lahan Sumatera 2009-2014 (area dibulatkan dalam km2) tipe 2

Coastal fish pond


Plantation forest
Primary dry land

Airport/seaport
Perennial crops

Transmigration
Disturbed peat

Wetland shrub

Dry cultivation
Opening stock

swamp forest

swamp forest
Degraded dry

Closing stock
Primary peat

Shrubby dry
Settlement
land forest

cultivation
mangrove

mangrove
Disturbed
Bare land

Rice field
Primary

Swamp
Savana

Mining
(1990)

(1996)
Water
forest

Shrub

Cloud
Primary 40663 -245 -74 -105 -1 -1 -5 -44 40185
dryland forest
Degraded 63195 245 -322 -1148 -95 -2 - 8 -1 -1 -9 -103 - -16 -44 57753
dryland forest 2257 1698
Primary 1654 -1 -3 -9 -27 -1 -2 -2 1609
mangrove
Primary peat 3226 -135 -30 -114 -265 -18 -4 -1 2658
swamp forest
Plantation 13164 322 135 305 -19 -1 309 19 8 2012 2111 28 -48 -1 -1 158 18503
forest
Shrub 38054 74 1148 1 -305 -194 -80 8 7 11 930 -50 - -2 -6 -6 3 32676
6917
Perennial crops 58904 95 30 19 194 -3 461 6 -1 3 295 1160 266 351 472 -1 57 -5 54 62357
Settlement 7668 2 1 3 -1 2 -3 34 9 24 1 7741
Bare land 12735 105 2257 3 114 -309 80 -461 1 13 7 29 1082 323 -37 -144 13 -1 -1 18 15828
Cloud 71 -8 -8 -6 -49 0
Savana 4592 1 -19 -13 -82 -1 -158 4320
Water 5134 1 1 -7 1 -9 1 5122
Degraded 4129 1 9 -8 -7 -3 -2 -29 14 -5 -11 -1 29 -7 4108
mangrove
Degraded peat 20254 1 27 265 -2012 -11 -295 - -1 - -38 -84 -1 -1 -2 -1 15389
swamp forest 1082 1631
Wetland shrub 30452 9 1 18 -2111 -930 -1160 3 -323 82 9 -14 1631 -109 69 -96 -15 -2 -155 27357
Dry cultivation 54198 5 103 -28 50 -266 -34 37 5 38 109 112 -11 -1 -5 -4 54308
Dry cultivation 95091 44 1698 2 4 48 6917 -351 -9 144 49 11 84 -69 -112 -36 -24 -4 103488
& shrub
Rice 16123 16 1 2 -472 -13 -1 1 1 96 11 36 -4 15798
Coastal fish 2024 6 1 -24 1 1 -29 1 15 1 10 2008
pond
Airport/seaport 42 -1 41
Transmigration 908 -57 851
Mining 1934 44 2 1 1 6 5 1 7 2 2 5 24 4 2039
Swamp 2234 -158 -3 -54 -18 15 1 155 4 4 -10 2313
8
Total 476453 476453
7. Analisis
Disamping penyajian tabel neraca lahan, peta tutupan lahan, serta matriks perubahan tutupan
lahan, perlu dilakukan analisis mengenai perubahan tipe tutupan lahan yang terjadi selama
periode kajian. Beberapa aspek yang perlu untuk diangkat dalam analisis ini antara lain adalah
fenomena perubahan tipe tutupan lahan paling dominan (misal deforestasi), tipe tutupan lahan
yang mengalami peningkatan secara signifikan, lokasi-lokasi dengan perubahan tutupan lahan
paling menonjol, dan lain-lain.

Berikut ini adalah contoh analisis perubahan tutupan lahan untuk kasus land account untuk skala
nasional dengan rentang waktu antara 1990-2014:
- Hal yang paling menonjol dari perubahan tipe tutupan lahan di Indonesia adalah tingginya
tingkat deforestasi. Indonesia kehilangan sekitar 22 juta ha hutan alam selama periode
1990-2014, dengan rata-rata laju deforestasi tahunan sebesar 1,5 juta ha.
- Fenomena deforestasi paling tinggi di Indonesia terjadi pada periode 1996-2000, dimana
sekitar 9 juta ha hutan alam telah dikonversi menjadi tutupan lahan lainnya dengan rata-rata
laju deforestasi sebesar 2,2 juta ha per tahun. Tingkat deforestasi ini menurun secara
signifikan setelah tahun 2010.
- Dibandingkan dengan tipe-tipe hutan alam lainnya, hutan lahan kering mengalami
perubahan paling signifikan selama periode 1990-2014, dimana sekitar 58% dari keseluruhan
deforestasi di Indonesia terjadi di tipe hutan ini.
- Bentuk perubahan tutupan lahan lainnya yang cukup dominan adalah tingginya
pertambahan areal perkebunan. Perkebunan di Indonesia yang didominasi oleh kelapa sawit
merupakan tipe tutupan lahan dengan tingkat perluasan yang paling tinggi selama periode
1990-2014, dengan pertambahan area sekitar 6 juta ha.
- Tingginya penmbahan luas area perkebunan tersebut dapat dikaitkan dengan tingginya laju
deforestasi, dimana sekitar 60% dari penambahan luas area perkebunan sebelumnya
merupakan area berhutan di tahun 1990.
- Semua tipe hutan alam mengalami penurunan luas selama periode 1990-2014, dan
sebaliknya, semua tipe tutupan lahan lainnya mengalami pertambahan luas selama periode
tersebut.
- Analisis neraca lahan ini juga menunjukkan adanya variasi tren perubahan tutupan lahan di
beberapa pulau besar dan kepulauan di Indonesia. Di Sumatera, perubahan hutan alam
menjadi hutan tanaman dan perkebunan telah terjadi secara signifikan sejak tahun 1990an.
Laju deforestasi tertinggi di Indonesia selama periode 1990-2014 terjadi di pulau ini (sekitar
8,9 juta ha).
- Di Kalimantan, deforestasi juga merupakan bentuk perubahan tutupan lahan yang paling
dominan, dimana sekitar 8,3 juta ha hutan alam telah dikonversi menjadi bentuk-bentuk
tutupan lahan lainnya selama periode 1990-2014, namun perubahan ini terjadi belakangan
dibandingkan dengan deforestasi di Sumatera.
- Deforestasi juga merupakan tipe perubahan tutupan lahan utama di Papua dan Sulawesi. Di
kedua pulau tersebut, konversi hutan meningkat tajam pada periode 1996-2000, dan
kemudian melambat setelah 2006. Di Sulawesi, bentuka perubahan tutupan lahan lainnya
yang signifikan adalah perluasan area pertanian lahan kering dan semak (sekitar 2 juta ha
selama periode 1990-2014).
- Pulau Jawa, Bali dan Nusa Tenggara, serta Kepulauan Maluku juga mengalami deforestasi
selama periode 1990-2014, namun dengan tingkat deforestasi yang rendah (kurang dari 600
ribu ha). bentuk perubahan tutupan lahan lainnya yang cukup dominan di beberapa pulau
tersebut adalah tingginya ekspansi wilayah pemukiman (di Jawa, sekitar 230 ribu ha) serta
tingginya konversi lahan pertanian (di Bali dan Nusa Tenggara, sekitar 500 ribu ha).

Pola analisis seperti diatas bisa dialakukan juga untuk kasus neraca lahan di Sumatera. Untuk
tujuan ini, diperlukan input tambahan berupa peta kabupaten di pulau tersebut, sehingga
analisis bisa dilakukan pada level tersebut.

Anda mungkin juga menyukai