Anda di halaman 1dari 127

BAHAN AJAR

ADMINISTRASI KEPEGAWAIAN

Suhardi Mukhlis, Drs


LEKTOR, NIPY 125 033 012

SEKOLAH TINGGI ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK


RAJA HAJI
Tanjungpinang, Maret 2005
BAB I
PENDAHULUAN

Pengadaan pegawai memiliki sasaran utama, yaitu diperolehnya sejumlah


pegawai tertentu sebagai sumberdaya dengan kualifikasi tertentu sesuai
dengan kebutuhan pekerjaan/jabatan tertentu pula. Dengan kata lain, titik
berat perhatian program-program dalam pengadaan pegawai adalah
memecahkan masalah kemampuan kerja (ability to work) pegawai yang
ditempatkan dalam organisasi.

Tahap kegiatan dalam lingkup pengadaan pegawai dilakukan secara


berturut-turut melalui sub-sub fungsi operasional pengadaan, yaitu: fungsi
perencanaan pegawai, panarikan, seleksi, penempatan, dan
pembekalan bagi pegawai yang bersangkutan sebelum melaksanakan
tugas jabatannya.

p
PENGADAAN PEGAWAI
(PROCUREMENT OF PERSONNEL)
1. PERENCANAAN PEGAWAI (HUMAN RESOURCES
/MANPOWER PLANNING)
2. PENARIKAN PEGAWAI (RECRUITMENT)
3. SELEKSI PEGAWAI (SELECTION)
4. PENEMPATAN PEGAWAI (PLACEMENT)
5. PEMBEKALAN
(INDOCTRINATION/INDUCTION/ORIENTATION)
BAB II
PERENCANAAN PEGAWAI

2.1. Pengertian

Perencanaan pegawai didefenisikan sebagai proses menentukan


kebutuhan pegawai dan berarti mempertemukan kebutuhan
tersebut agar supaya pelaksanaannya berintegrasi dengan rencana
organisasi (Andrew E. Sikula, dalam A. A. Anwar Prabu
Mangkunegara, 1988:2).

2.2. Komponen

A. A. Anwar Prabu Mangkunegara (1988:3-5), mengemukakan


bahwa ada beberapa komponen yang perlu diperhatikan dalam
perencanaan pegawai, sebelum program tindakan (action
programs) dilaksanakan terhadap pegawai, yaitu:

1. Tujuan

Perencanaan pegawai harus didasarkan kepada kepentingan


individu, organisasi, dan nasional. Tujuan perencanaan
pegawai adalah untuk menciptakan pegawai dimasa yang
akan datang bagi kebutuhan organisasi.

2. Perencanaan organisasi

Perencanaan organisasi adalah merupakan serangkaian


aktivitas yang berorientasi pada perubahan-perubahan
positif untuk mencapai efektivitas manajemen.

Konsef perencanaan organisasi dan perencanaan pegawai


merupakan hal yang saling berhubungan, yaitu dimana
pegawai merupakan input penting bagi perencanaan
organisasi. Dengan kata lain, setiap ada perencanaan harus
mengikutsertakan perencanaan pegawai.

Beberapa factor yang dapat mempengaruhi perencanaan


organisasi adalah sebagai berikut:
a. Peramalan bisnis

Yaitu peramalan mengenai ekonomi secara umum, seperti


tingkat inflasi, tingkat upah, harga, biaya, dan tingkat
suku bunga. Perkembangan ekonomi mempunyai
pengaruh yang sangat besar dan sulit untuk diestimasi.

b. Perluasan dan Perkembangan Usaha

Maksudnya, apabila organisasi akan memperluas dan


mengembangkan kegiatan usaha, perlu persiapan sedini
mungkin dan menjadi input untuk perencanaan
organisasi.

c. Rancangan dan Perubahan Struktur

Yaitu dengan adanya perkembangan ilmu pengetahuan


dan teknologi modern, organisasi perlu mengadakan
perubahan struktur agar aktivitas organisasinya tidak
mengalami hambatan.

d. Falsafah Manajemen

Perencanaan organisasi harus sesuai dengan falsafah


manajemen yang dianut.

e. Peranan Pemerintah

Perubahan kebijakan pemerintah, seperti dalam


menentukan harga dasar, pajak, produk eksport dapat
mempengaruhi organisasi.

f. Produk dan Kemampuan Manusia

Maksudnya, dengan adanya pengembangan produk baru


melalui teknologi modern, memerlukan kampuan pegawai
yang memadai dan sesuati tuntutan.
3. Pengauditan Pegawai

Yang dimaksud dengan pengauditan pegawai adalah


penelusuran secara formal dan sistematis mengenai
efektivitas program kepegawaian melalui penelitian,
pengumpulan dan penganalisaan data pegawai untuk suatu
periode tertentu.

Asfek yang perlu mendapat perhatian dalam mengaudit


pegawai adalah sebagai berikut:

a. Kualitas Kekuatan Kerja

Yaitu bertujuan untuk memperbaiki kualitas pegawai


setiap waktu. Perbaikan kualitas ini dapat ditempuh
dengan cara memperkerjakan pegawai yang berkualitas
atau dengan meningkatkan kualitas pegawai yang ada
melalui program pelatihan dan pendidikan.

b. Penentuan Kualitas

Yaitu melalui analisa jabatan untuk menentukan tugas,


tanggung jawab, kondisi kerja, dan interelasi antar
jabatan.

c. Daftar Kemampuan

Daftar kemampuan/skill inventory umumnya berisikan


data mengenai keahlian, kecakapan, prestasi kerja, dan
informasi-informasi lain yang menunjukkan nilai secara
keseluruhan dari masing-masing pegawai. Daftar
kemampuan sangat bermanfaat dalam mendayagunakan
pegawai yang ada dalam organisasi.

d. Kehilangan Harapan/expected Losses

Yaitu dalam mengaudit pegawai harus mengestimasi


turnover yang akan terjadi akibat pensiun, berhenti, cuti,
izin, absen, dan meninggal sehingga organisasi tidak
kehilangan harapan untuk mengisi kekosongan jabatan.
e. Perubahan Secara Intern

Perubahan secara intern meliputi promosi jabatan,


penurunan jabatan (demosi), dan transfer jabatan.

4. Peramalan Pegawai

Peramalan pegawai berorientasi pada masa yang akan datang


dan penyesuaian-penyesuaian terhadap perubahan eksternal
organisasi.

Beberapa faktor yang mempengaruhi peramalan pegawai,


diantaranya: tingkat produksi, pesaing, perubahan teknologi,
kondisi permintaan dan penawaran, dan perencanaan karier.

5. Sistem Perencanaan Pegawai

Ada dua kegiatan dalam perencanaan pegawai, yaitu:

a. Penyusunan anggaran pegawai/penyusunan formasi,

Suatu kegiatan memadukan antara jumlah pegawai yang


tersedia dengan yang dibutuhkan. Tujuannya untuk
mendapatkan gambaran mengenai kebutuhan pegawai.
Hal-hal yang perlu diperhatikan, antara lain:

1. Dasar penyusunan

Harus berdasarkan atas jenis dan sifat pekerjaan,


perkiraan beban kerja, perkiraan kapasitas pegawai,
jenjang dan jumlah jabatan yang tersedia serta alat
yang diperlukan.

2. Sistem penyusunan

Ada dua system yaitu: system sama (TOP= Tabel


Organisasi dan Perlengkapan) merupakan system yang
menentukan jumlah dan kualitas pegawai yang sama
bagi semua satuan organisasi yang sama (tidak
memperhatikan besar kecilnya beban kerja). Sistem
kedua, yaitu system ruang lingkup (DSP=Daftar
Susunan Pegawai) yang menentukan jumlah dan
kualitas pegawai berdasarkan jenis, sifat, dan beban
kerja yang dipikul pada suatu organisasi.

3. Analisa kebutuhan pegawai

Merupakan suatu proses analisis yang logis dan teratur


untuk mengetahui jumlah dan kualitas pegawai yang
diperlukan dalam suatu unit organisasi.

4. Anggaran belanja pegawai.

Untuk menyusun anggaran belajan, perlu


memperhatikan kemampuan organisasi dan asas
prioritas.

b. Penyusunan Program Pegawai

merupakan kegiatan-kegiatan mengisi formasi. Kegiatan-


kegaitan ini disebut program tindakan (action programs),
yang bertujuan agar adanya aplikasi dan implementasi
serta untuk mengubah perencanaan pegawai yang
merupakan konseftual intangible ke dalam operasional
tangible. Secara umum program-program tindakan
meliputi:

1. rencana rekrutmen,
2. rencana seleksi,
3. rencana promosi,
4. rencana pelatihan dan pengembangan,
5. rencana pengembangan karier,
6. rencana pemeliharaan (kompensasi-benefit), dan
7. rencana pemberhentian (pensiun/PHK)
KOMPONEN PERENCANAAN PEGAWAI
1. TUJUAN
a. individu
b. organisasi
c. nasional
2. PERENCANAAN ORGANISASI
a. Peramalan bisnis
b. Perluasan dan perkembangan usaha
c. Rancangan dan perubahan struktur
d. Palsafah manajemen
e. Peranan pemerintah
f. Produk dan kemampuan manusia
3. PENGAUDITAN PEGAWAI
a. Kualitas kekuatan kerja
b. Penentuan kualitas
c. Daftar kemampuan
d. Kehilangan harapan
e. Perubahan secara intern
4. PERAMALAN PEGAWAI
5. SISTEM PERENCANAAN PEGAWAI
A. Penyusunan anggaran pegawai/penyusunan formasi
1. dasar penyusunan,
2. system penyusunan,
3. analisa kebutuhan pegawai,
4. anggaran belajar pegawai
B. Penyusunan Program Pegawai
1. rencana rekrutment
2. rencana seleksi
3. rencana promosi
4. rencana pelatihan dan pengembangan,
5. rencana pengembangan karier,
6. rencana pemeliharaan (kompensasi/benefit)
7. rencana pemberhentian
2.3. Kepentingan Perencanaan Pegawai

Perencanaan pegawai yang dilakukan secara sistematis dan dengan


teknik yang akurat akan bermanfaat bagi:

1. Individu

Dapat membantu meningkatkan keterampilan atau keahlian


pegawai yang bersangkutan, dan dapat menggunakan potensi dan
keterampilannya secara maksimal. Manfaat lain, perencanaan
pegawai dapat memberikan kepuasan dalam bekerja, yaitu
adanya rencana karier.

2. Organisasi

Dapat memberikan kontribusi untuk meningkatkan efisiensi dan


produktivitas organisasi dalam jangka panjang. Hal ini dapat
dicapai dengan adanya pegawai yang berpotensi dan berkualitas
melalui program promosi yang diselenggarakan oleh organisasi.

3. Nasional

Dapat mempersiapkan pegawai-pegawai yang berpotensi tinggi


yang dapat dimanfaatkan oleh pemerintah dalam rangka
meningkatkan produktivitas nasional, seperti tenaga ahli dan
konsultan. Disamping itu perencanaan pegawai dapat
memberikan informasi tentang permintaan dan penawaran
akanpegawai yang dikaitkan dengan kemajuan teknologi.

MANFAAT PERENCANAAN PEGAWAI


1. INDIVIDU
2. ORGANISASI
3. NASIONAL
2.4. Model Perencanaan Pegawai

Ada beberapa model perencanaan pegawai, yaitu:

1. Model system perencanaan pegawai

Model ini terdiri atas lima komponen, yaitu meliputi: 1) tujuan, 2)


perencanaan organisasi, 3) pengauditan pegawai, 4) peramalan
pegawai, dan 5) pelaksanaan program pegawai.

2. Model sosio-ekonomik Bettelle

Model ini digunakan untuk mempelajari karakteristik kekuatan


kerja, ukuran pasar kerja, area geografis, dan sosio-ekonomik
yang besar (makro).

3. Model perencanaan pegawai dari Vetter

Model ini digunakan untuk peramalan dan perencanaan


kebutuhan pegawai.

MODEL PERENCANAAN PEGAWAI

1. MODEL SYSTEM PERENCANAAN PEGAWAI,


2. MODEL SOSIO-EKONOMIC BETTELLE,
3. MODEL PERENCANAAN PEGAWAI DARI VETTER
BAB III
PENARIKAN PEGAWAI

Pengertian

Tindakan atau proses dari suatu usaha organisasi untuk


mendapatkan tambahan pegawai. Penarikan pegawai melibatkan
dalam mendapatkan pegawai yang mampu berfungsi sebagai infut
organisasi (Andrew E. Sikula, dalam A. A. Anwar Prabu
Mangkunegara, 1988:12)

3.2. Sumber-Sumber

Ada 2 (dua) sumber dalam penarikan pegawai, yaitu:

A. Dalam Organisasi (internal source)

Melalui proses memutasikan pegawai berdasarkan hasil


evaluasi terhadap penilaian prestasi kerja dan kondite
pegawai yang ada. Ada 3 (tiga) bentuk mutasi:

1. Promosi jabatan

Memindahkan dari satu jabatan kepada tingkat jabatan


yang lebih tinggi dari jabatan sebelumnya. Bentuk promosi
jabatan ada 2 (dua):

a. Promosi kering (dry promotion)

Kenaikan pangkat/jabatan yang diikuti dengan


meningkatnya tugas, wewenang, dan tanggung jawab,
tetapi tidak disertai dengan kenaikan gaji/pendapatan.

b. Promosi kecil (small scall promotion)

Peningkatan dalam bobot tugas dan tanggung jawab


(meningkat dari jabatan yang tidak memerlukan
keterampilan ke jabatan yang memerlukan keterampilan
tertentu), tanpa adanya kenaikan pangkat.
2. Transfer/rotasi pekerjaan

Pemindahan bidang pekerjaan pegawai kepada bidang


pekerjaan lainnya dengan tidak merubah tingkat
jabatannya. Ada 3 (tiga) bentuk pemindahan, yaitu:

a. atas dasar tujuan, ada 5 (lima) macam:

1. production transfer,

dari jabatan yang satu ke jabatan yang sama dalam


lingkup bagian/produksi yang berbeda.

2. reflecement transfer,

pegawai yang lebih senior (masa dinas lebih lama)


kepada jabatan yang sama pada departemen/bagian
yang berbeda untuk menggantikan pegawai yang
lebih yunior (kurang masa dinasnya) atau yang
diberhentikan.

3. versatility transfer,

pemindahan pegawai dengan maksud agar yang


bersangkutan dapat melakukan pekerjaan/ahli dalam
berbagai lapangan pekerjaan.

4. shift transfer,

pemindahan pegawai dari shift yang satu ke shift


yang lain (dari pagi ke siang, atau malam).

5. remedial transfer,

pemindahan pegawai dari jabatan yang satu ke


jabatan yang lain/ke jabatan yang sama pada
departemen yang berbeda dengan maksud agar
pegawai yang bersangkutan dapat bekerjasama.
b. atas dasar unit aktivitas

pemindahan atas dasar unit aktivitas dimana pegawai


melakukan pekerjaannya (contoh: seksi satu ke seksi
lain atau cabang satu ke cabang lain).

c. atas dasar lama masa tugas, ada dua macam, yaitu:

1. Temporary transfer (sementara)

Dimaksudkan hanya untuk sementara waktu (akan


dilakukan pemindahan kembali pada jabatan
semula).

2. Permanent transfer

Pemindahan seorang pegawai untuk memangku


jabatan yang baru untuk selama-lamanya sampai
tiba waktunya pegawai yang bersangkutan
dipindahkan lagi ke jabatan lain (karena promosi
atau sebab-sebab lain).

3. Demosi Jabatan

Adalah penurunan jabatan pegawai dari satu jabatan


kepada tingkat jabatan yang lebih rendah atas dasar
kondite, dan prestasi kerjanya atau akibat terjadinya
penyederhanaan struktur organisasi. Ada 3 (tiga) sebab:

1. tidak cakap (tidak mampu melakukan pekerjaan)


2. indisipliner (tidak disiplin),
3. rasionalisasi (penyesuaian jumlah bobot dengan
personil).

B. Luar Organisasi (external source)

1. Iklan/advertensi (advertising),
2. Biro tenaga kerja (employment agency),
3. Rekomendasi dari pegawai lama (recommendation of
present employess)
4. Lembaga pendidikan (schools and colleges),
5. Serikat pekerja (labour unions),
6. Pelamar secara insidentil (casual applicants),
7. Nepotisme (nepotism),
8. Sewa kontrak (leasing).

SUMBER DALAM PENARIKAN PEGAWAI


A. DALAM ORGANISASI
1. Promosi Jabatan
a. promosi kering
b. promosi kecil
2. Transfer/Rotasi Pekerjaan
a. Atas dasar tujuan
1. production transfer
2. reflecement transfer
3. versatility transfer
4. remedial transfer
b. Atas dasar unit aktivitas
c. Atas dasar lama masa tugas
1. temporary transfer
2. permanent transfer
3. Demosi Jabatan
a. tidak cakap,
b. indisipliner
c. rasionalisasi
B. LUAR ORGANISASI

3.3. Kriteria Dalam Penarikan

Beberapa kriteria perlu diperhatikan dalam penarikan pegawai agar


pelaksanaannya dapat mencapai sasaran yang diharapkan, yaitu:

1. memperhatikan petunjuk/ketentuan dari kantor departemen tenaga


kerja (agency guidelines),

penarikan pegawai harus dilakukan dengan memperhatikan


petunjuk dan ketentuan-ketentuan ketenagakerjaan yang
dikeluarkan oleh kantor departemen tenaga kerja.
2. kualifikasi dari pelamar (applicant qualifications)

penarikan pegawai harus dilakukan dalam rangka memenuhi


kebutuhan pegawai dengan kualifikasi tertentu. Oleh karena itu
kualifikasi para calon pegawai merupakan hal yang mutlak perlu
diperhatikan.

3. petunjuk pimpinan (executive order),

petunjuk pimpinan perlu diperhatikan terutama bagi para


pelaksana penarikan pegawai, karena petunjuk pimpinan tersebut
merupakan kebijakan organisasi dalam hal penarikan pegawai
tersebut.

4. nepotisme (nepotism),

apabila dikehendaki, penarikan pegawai dapat dilakukan hanya


dari sumber keluarga pengelola (perusahaan) – tidak untuk
organisasi publik, seperti pemerintah. Hal tersebut dilakukan agar
kedudukan kunci dalam organisasi tetap berada dalam tangan
keluarga atau kelompok inti (klik) tertentu.

5. tanggung jawab sosial (social responsibility)

penarikan pegawai harus dilakukan dengan memperhatikan


tanggung jawab sosial organisasi terhadap masyarakat sekitarnya.
Misalnya kewajiban untuk memajukan masyarakat sekitarnya
dengan cara memberikan kesempatan yang lebih besar bagi para
calon yang bersumber dari masyarakat sekitar organisasi tersebut
berada.

6. peraturan-peraturan negara (state laws).

Penarikan pegawai harus dilakukan dengan memperhatikan


ketentuan-ketentuan yang ditetapkan oleh negara melalui berbagai
macam peraturan yang dikeluarkan. Misalnya tentang usia
minimal, upah minimal, waktu kerja, dan lain sebagainya.
3.4. Evaluasi

sebagai langkah akhir dari pelaksanaan suatu program


penarikan pegawai adalah melakukan evaluasi terhadap
keberhasilannya, yaitu dapat dilihat dengan menggunakan
beberapa indikator, antara lain:

1. Jumlah pelamar,

Jumlah pelamar dapat dijadikan indicator keberhasilan program


penarikan yang dilakukan, walaupun dalam tingkat kecermatan yang
relatif kecil. Hal ini disebabkan karena besarnya jumlah pelamar
hanya akan menunjukkan efektivitas dari metoda penarikan minat para
pelamar untuk menggunakan kesempatan yang dibuka oleh organisasi,
tetapi tidak sepenuhnya dapat menjamin diperolehnya pegawai yang
dibutuhkan (secara kualitatif).

2. Jumlah penawaran,

Jumlah pegawai yang mampu ditawarkan/diberikan oleh pelaksana


penarikan pegawai kepada bagian yang membutuhkannya, merupakan
indicator yang lebih baik untuk melihat keberhasilan program
penarikan.

3. Jumlah pegawai yang diterima,

Jumlah pegawai yang diterima untuk bekerja pada organisasi,


menunjukkan indikasi yang lebih mendekati keberhasilan dari program
penarikan pegawai, karena dari data tersebut dapat ditunjukkan
prosentase yang disumbangkan oleh program penarikan kepada
pemenuhan kebutuhan pegawai secara kuantitatif dan kualitatif.

4. Jumlah penempatan pegawai yang tepat,

Jumlah penempatan pegawai yang tepat menunjukkan


keberhasilan kita mencari dan memilih pegawai yang
dibutuhkan untuk menduduki jabatan tertentu.
BAB IV
SELEKSI

Pengertian

Pengambilan keputusan tentang mempekerjakan sejumlah pegawai


dari suatu kelompok calon pegawai yang potensial (Andrew E.
Sikula, dalam Bambang Wahyudi, 1991:80)

Proses Seleksi

Ada 4 (empat) komponen dalam suatu proses seleksi, yaitu:

1. Kuantitas (jumlah) pegawai yang dibutuhkan

Jumlah pegawai yang dibutuhkan ditetapkan melalui analisa


beban kerja dan kapasitas kerja (work load and work force
analysis). Dengan membandingkan beban kerja yang dihadapi,
sebagai pencerminan dari forecasting aktivitas yang dilakukan
oleh organisasi, dengan kapasitas kerja yang dimiliki oleh
organisasi dan pegawai secara individual akan dapat ditetapkan
banyaknya pegawai yang dibutuhkan untuk mendukung kegiatan
yang harus dilakukan guna mencapai tujuan organisasi.

2. Standard kualifikasi pegawai yang dibutuhkan

Diperlukan untuk memperbandingkannya dengan kualifikasi yang


ditawarkan oleh para calon pegawai. Standard kualifikasi
pegawai diperoleh dari persyaratan jabatan (job specification)
atau dari diskripsi jabatan (job description) yang dihasilkan dari
suatu analisa jabatan (job analysis).

3. Kualifikasi sejumlah calon pegawai

Tersedianya sejumlah calon pegawai dengan kualifikasi yang


mereka tawarkan masing-masing merupakan salah satu
komponen yang harus tersedia dalam suatu proses seleksi.
Calon-calon pegawai tersebut diperoleh sebagai hasil dari
pelaksanaan program penarikan pegawai (recruitment) yang
telah dilakukan.
Prosedur dan Pendekatan Seleksi

Serangkaian tahap atau langkah dengan menggunakan berbagai


macam metoda/teknik seleksi yang harus dilalui oleh para calon
pegawai peserta seleksi untuk memilih beberapa pegawai yang
sesuai dengan kebutuhan organisasi. Ada 2 (dua) macam
pendekatan seleksi, yaitu:

1. Successive hurdles selection approach

Dalam pendekatan ini setiap calon pegawai/peserta seleksi


diharuskan mengikuti prosedur seleksi secara bertahap. Pada
setiap tahap seleksi dilakukan pengujian atau evaluasi. Hanya
calon yang dinyatakan lulus yang berhak mengikuti tahap seleksi
selanjutnya.

2. Compensatory selection approach

Dalam pendekatan ini semua calon pegawai/peserta seleksi


diberikan kesempatan yang sama untuk mengikuti seluruh
tahapan seleksi yang telah ditentukan. Dengan pendekaktan ini
maka kelemahan dan kekuarangan dari seorang calon pegawai
pada suatu bidang tertentu akan dapat dikompensasikan oleh
kekuatan dan kelebihannya pada bidang yang lain.

Metode/Teknik Seleksi

Beberapa macam metoda/teknik seleksi, diantaranya yang lazim


digunakan dalam seleksi pegawai adalah sebagai berikut:

1. Blanko isian/lamaran (application blank)

Penggunaan blanko lamaran dimaksudkan untuk memperoleh


informasi lengkap mengenai identitas pelamar.

2. Testing

suatu prosedur sistematis untuk mengetahui secara sampling,


sikap, perilaku, kemampuan, bakat setiap calon pegawai. Ada
beberapa jenis/tipe testing, sebagai berikut:
A. test prestasi (achievement test),

a. test akademik (acedemic test/knowledge test),


untuk menguji kemampuan akademik seseorang – test
disesuaikan dengan disiplin ilmu pelamar.

b. test keterampilan (practical test/performance test),


untuk mengukur kemampuan praktika para pelamar;
pelamar diminta mengerjakan beberapa kegiatan yang
erat kaitannya dengan operasi organisasi.

B. test psikologi (psychological test)

untuk mengukur dan menguji motivasi, tingkat kecerdasan,


kepribadian, bakat, dan minat para calon pegawai.
Umumnya dikenal jenis-jenis sebagai berikut:

a. test bakat (atitude test),

dimaksudkan untuk mencari bakat atau kemampuan


potensi yang dimiliki seseorang. Meliputi:

1. test kemampuan sesuatu yang bersifat mekanis


(mechanical reasoning),
2. abstrak (abstract reasoning),
3. kemampuan menarik kesimpulan secara tepat (space
relations),
4. kemampuan memanipulasi angka-angka (numerical
ability)

b. test minat (vocational interest test),

untuk mengetahui hal-hal apa yang disukai atau tidak


disukai oleh seseorang.

c. test kepribadian (personality test),

untuk mengukur karakteristik seseorang, seperti tingkat


emosi, kematangan, tanggung jawab, dan objektivitasnya.

d. projective test,
untuk mengukur kemampuan seseorang dalam
menginterpretasikan suatu masalah.

e. test kecerdasan (intelegence test/test IQ),

merupakan teknis seleksi yang paling umum digunakan


untuk mengukur tingkat kecerdasan seseorang.

3. Wawancara (interview),

Merupakan suatu komunikasi atau interaksi verbal antara dua


orang atau lebih untuk suatu tujuan tertentu. Dalam kaitannya
dengan proses seleksi, tujuan utama yang ingin dicapai adalah:

a. memilih calon pegawai yang paling mampu dan sesuai dengan


keperluan organisasi.
b. Untuk menyampaikan informasi tentang organisasi kepada
calon pegawai sehingga calon pegawai sepenuhnya
menyadari sifat dan hakekat pekerjaan yang akan
dilakukannya serta mengetahui kondisi organisasi yang
sebenarnya.
c. Memastikan bahwa calon pegawai yang dipilih memang betul-
betul bermint bekerja.

Ada beberapa tipe/jenis wawancara yang dapat dipergunakan


sesuai dengan klasifikasi sebagai berikut:

1. Dari tujuannya, dikenal:

a. wawancara untuk seleksi,

sebagai salah satu tahapan dari suatu prosedur seleksi


dalam pemilihan calon pegawai.

b. wawancara untuk pengumpulan data, appraisal, conseling


(teknik wawancara sering digunakan sebagai alat untuk
mengumpulkan data dalam kegiatan-kegiatan penelitian,
penilaian, dan konseling).
2. Dari teknik/strukturnya, dikenal adanya:

a. Dept interview/planned interview/action interview

Pewawancara terlebih dahulu merencanakan pertanyaan-


pertanyaan dengan batasan-batasan dan pola tertentu.

b. stress interview

suatu teknik wawancara yang mengharuskan pewawancara


menekan atau menyudutkan orang yang diwawancara agar
memberikan informasi dengan sebenar-benarnya, sejelas-
jelasnya, dan selengkap-lengkapnya.

Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam wawancara, adalah


sebagai berikut:

1. Personal biases

Harus disadari kemungkinan terjadinya kekaburan/bias dari


arah yang seharusnya dituju.

2. Prasangka (prajudice)

Pewawancara harus bersikap objective kepada seluruh calon


pegawai yang diwawancarainya.

3. Emosional

Selama wawancara berlangsung, pewawancara harus dapat


mengendalikan emosinya, walaupun calon pegawai bersikap
kurang menyenangkan atau mengjengkelkan.

4. Kesan sesaat (hello effect)

Harus disadari akan kemungkinan timbulnya pendapat pribadi


pewawancara yang ditimbulkan oleh adanya kesan sesaat
yang mempengaruhi penilaian tentang calon pegawai, baik
yang bersifat negatif atau positif. Kesan sesaat ini biasanya
timbul dan berumber dari penampilan calon pegawai.
5. Ciptakan kondisi suasana yang baik dan bersahabat,

Selama wawancara berlangsung pewawancara harus dapat


menciptakan kondisi/suasana yang menyenangkan, janganlah
menunjukkan sikap acuh tak acuh atau tiedak memperdulikan.

6. Hindarkanlah sikap banyak bicara, sedikit mendengar,

Untuk mendapatkan informasi yang sebanyak-banyaknya dan


benar, pewawancara janganlah mendominasi pembicaraan.

7. Pewawancara harus memiliki keperibadian yang baik,


menyenangkan, pengalaman yang luas, ilmu pengetahuan
yang cukup,

8. usahakan agar wawancara berjalan sesuai dengan rencana,


baik yang menyangkut waktu, tempat, jenis, dan banyaknya
pertanyaan,

4. Pengujian Kesehatan (medical examination)

Melalui pengujian kesehatan dapat diketahui apakah calon


pegawai sesuai dan sehat badannya dan sesuai kondisi fisiknya
dengan standard kondisi yang dibutuhkan. Ada beberapa tujuan
utama dari pengujian kesehatan, yaitu:

1. menentukan apakah kualifikasi fisik para calon pegawai cukup


memenuhi syarat,
2. mengidentifikasi kondisi fisik para calon pegawai pada saat
diterima bekerja,
3. mencegah dipekerjakannya orang dengan panyakit tertentu,
4. membantu pelaksanaan proses penempatan pegawai yang
sesuai dengan kemampuan fisiknya.

5. Penelusuran Latar Belakang (background investigation and


reference check).

Untuk mendapatkan dan mengetahui kondisi calon pegawai


dimasa yang lalu, organisasi dapat menghubungi
sekolah/universitas, tempat asal bekerja atau pada orang-orang
yang mengenalinya. Dalam metode ini, biasanya seorang calon
pegawai mengisi formulir yang disediakan organisasi, kemudian
untuk menguji kebenarannya dilakukan melalui wawancara.
Untuk instansi-instansi pemerintah, metoda ini dikenal dengan
clearence test atau screening.

METODE/TEKNIK SELEKSI
1. BLANKO ISIAN/LAMARAN
2. TESTING
A. TEST PRESTASI
1. test akademik
2. test leterampilan
B. TEST PSIKOLOGI
1. test bakat
2. test minat
3. test kepribadian
4. projective test
5. terst kecerdasan
3. WAWANCARA
A. TUJUAN
1. untuk seleksi
2. untuk pengumpulan data
B. TEKNIK/STRUKTUR
1. dept interview/planned/action
2. stress interview
C. PERHATIKAN
1. personnal biases
2. prasangka
3. emosional
4. kesan sesaat
5. kondisi/suasana (baik dan bersahabat)
6. sikap (hindari banyak bicara sedikit mendengar)
7. pewawancara (memiliki kepribadian baik, menyenangkan,
pengalaman luas dan ilmu pengetahuan cukup)
8. sesuai dengan rencana (waktu, tempat, jenis dan banyak
pertanyaan)
4. PENGUJIAN KESEHATAN
5. PENELUSURAN LATAR BELAJAR
BAB V
PENEMPATAN (PLACEMENT)

Setelah calon pegawai dinyatakan diterima/lulus, maka calon yang


bersangkutan akan ditempatkan pada jabatan atau unit kerja sesuai
dengan kualifikasi yang dimilikinya.

Penempatan (placement) tidak diartikan hanya pada pegawai baru,


tetapi penempatan juga berlaku untuk pegawai lama dalam posisi
dan jabatan yang baru, sebagai akibat adanya program mutasi.

Akibat dari kesalahan penempatan, diantaranya dapat:

1. Meningkatkan labour turn over (LTO),


2. Timbulnya konflik,
3. Timbul/meningkatnya angka kecelakaan kerja.

Untuk menghindari kesalahan penempatan pegawai, maka dasar


yang harus digunakan oleh organisasi adalah job analysis, job
description, dan job specification.
BAB VI
PEMBEKALAN (ORIENTASI)

Tujuan pembekalan adalah sebagai berikut:

1. untuk membentuk sikap pegawai yang baik terhadap kebijaksanaan


organisasi,
2. untuk membantu menimbulkan semangat dan antusiasme pegawai
yang bersangkutan,
3. mempercepat proses integrasi pegawai beru dengan organisasi,
4. untuk mengatasi rasa canggung dan mengurangi konflik yang mungkin
timbul selama masa kerja percobaan.

Menurut Andrew F. Sikula (dalam Bambang Wahyudi, 1991:95),


informasi-informasi yang umum diberikan organisasi selama program
pembekalan adalah sebagai berikut:

1. Mengenai perjanjian kerja atau serikat kerja (collective bargaining


agreement),
2. Ketentuan-ketentuan , kebijaksanaan dan sejarah organisasi
(company history, policies and practices)
3. Pabrik dan fasilitas yang dimiliki perusahaan/organisasi (company
plants and facilites),
4. produk-produk atau jasa yang dihasilkan perusahaan/organisasi
(campany product or service),
5. tanggung jawab perusahaan/organisasi terhadap para pegawai
(company responsibility to the employees),
6. program pelayanan perusahaan/organisasi (company service
program)
7. kunjungan ke pabrik/perusahaan/organisasi dan departemen-
departemen (departement and plant tours)
8. system penilaian prestasi kerja (employee appraisal and
performance system).
9. tanggung jawab pegawai terhadap organisasi (employee
responsibilities to the campany),
10. Rencana/program kesehatan dan kesejahteraan (health and benefit
plans),
11. Perkenalan dengan rekan sekerja (instroduction to fellow
employess),
12. Struktur organisasi (organization structure),
13. Prosedur dan kebijaksanaan penggajian (pay policies and
procedures),
14. Kebijaksanaan promosi (promotion polices),
15. Peraturan-peraturan (rules of conduct),
16. Program keselamatan kerja (safety program),
17. kesempatan untuk mengikuti pelatihan dan pengembangan (training
and development opportunities),
18. Jadwal dan tugas kerja (work assigment and schedule).
PENGEMBANGAN PEGAWAI

1. TRAINING AND DEVELOPMENT


2. PENGEMBANGAN KARIER

BAB VII
PENGEMBANGAN PEGAWAI

Pendahuluan

Fungsi pengembangan pegawai, kegiatannya dimulai dengan


melakukan penilaian terhadap prestasi kerja setiap individu yang
berada dalam organisasi, sehingga akan dikektahui secara pasti
kualitas pegawai yang dimiliki pada suatu periode tertentu.

Dengan penilaian prestasi kerja akan dapat diketahui kemungkinan


pengembangan pegawai yang bersangkutan, baik melalui
mengikutsertakan dalam program-program pelatihan dan
pengembangan maupun program pengembangan karier.

Pelatihan dan pengembangan pegawai dalam suatu organisasi


dimaksudkan sebagai usaha penyesuaian atau menghilangkan
adanya jurang pemisah (gap) antara kemampuan kerja sebenarnya
dengan kemampuan kerja yang dibutuhkan. Kegiatan dimulai
dengan penentuan kebutuhan akan pelatihan dan pengembangan
yang dapat diketahui melalui hasil dari penilaian prestasi kerja.

Pengertian T & D

Pelatihan (training) adalah suatu proses pendidikan jangka pendek


yang mempergunakan prosedur sistematis dan terorganisir dimana
pegawai non manajerial mempelajari pengetahuan dan keterampilan
teknis dalam tujuan yang terbatas.

Pengembangan (development) adalah merupakan suatu proses


pendidikan jangka panjang yang mempergunakan prosedur
sistematis dan terorganisir dimana pegawai manajerial mempelajari
pengetahuan konseptual dan teoritis guna mencapai tujuan yang
umum.

Dengan demikian, istilah pelatihan ditujukan kepada pegawai


pelaksana dalam rangka untuk meningkatkan pengetahuan dan
keterampilan teknis, sedangkan pengembangan diperuntukkan bagi
pegawai tingkat manajerial dalam rangka untuk meningkatkan
kemampuan konseptual, kemampuan dalam pengambilan keputusan,
dan memperluas human ralation.

Perbedaan antara pelatihan dan pengembangan

Berdasarkan dimensi belajarnya dapat dibedakan sebagai berikut:

Dimensi Pelatihan Pengembangan


Belajar

Siapa Non manajer Manajer

Apa Keterampilan teknis Kemampuan teori dan


konsepsi

Mengapa Tujuan khusus Tujuan umum


berhubungan dengan
jabatan

Waktu Jangka pendek Jangka Panjang

Sedangkan menurut Robert L. Kaltz (dalam Bambang Wahyudi,


1991:123), perbedaan antara pelatihan dan pengembangan terletak
pada bobot materi program dengan asumsi bahwa dalam suatu
organisasi ada 3 (tiga) macam kemampuan yang harus dimiliki,
yaitu:

1. Kemampuan/keterampilan teknis,
2. Kemampuan untuk melakukan interaksi, dan
3. Kemampuan teori/konsepsi

Komponen T & D
Komponen-komponen pelatihan dan pengembangan terdiri atas:

1. Tujuan dan sasaran,

jelas dan dapat diukur.

2. Para pelatih (trainers),

berkualitas yang memadai,

3. Materi,

disesuaikan dengan tujuan yang hendak dicapai.

4. Metode,

sesuai dengan tingkat kemampuan pegawai yang menjadi


peserta.

5. Peserta (trainee).

memenuhi persyaratan yang ditentukan.

3.5. Prinsif Perencanaan T & D


MC. Gehee (dalam A. A. Anwar Prabu Mangkunegara, 1988:23)
mengemukakan prinsif-prinsif perencanaan pelatihan dan
pengembangan pegawai adalah sebagai berikut:

1. materi harus diberikan secara sistematis dan berdasarkan


tahapan-tahapan,
2. tahapan-tahapan tersebut harus disesuaikan dengan tujuan yang
hendak dicapai,
3. penatar harus mampu memotivasi dan menyebarkan respon yang
berhubungan dengan serangkaian materi pelajaran,
4. adanya penguat (reinforcement) guna membangkitkan respon
yang positif dari peserta.
5. Menggunakan konsep shaping (pembentukan) perilaku.

Tahapan T & D
Tahapan-tahapan penyusunan pelatihan dan pengembangan adalah
sebagai berikut:

1. mengidentifikasi kebutuhan pelatihan dan pengembangan (job


study),
2. menetapkan tujuan dan sasaran pelatihan dan pengembangan,
3. menetapkan criteria keberhasilan dengan alat ukur,
4. menetapkan metode pelatihan dan pengembangan,
5. mengadakan percobaan (try out) dan revisi,
6. mengimplementasikan dan mengevaluasi.

3.7. Tujuan T & D

Tujuan pelatihan dan pengembangan adalah sebagai berikut:

1. meningkatkan penghayatan jiwa dan ideologi,


2. meningkatkan produktivitas kerja,
3. meningkatkan kualitas kerja,
4. meningkatkan ketetapan perencanaan pegawai,
5. meningkatkan sikap moral dan semangat kerja,
6. meningkatkan rangsangan agar pegawai mampu berprestasi
secara maksimal,
7. meningkatkan kesehatan dan keselamatan kerja,
8. meningkatkan perkembangan pegawai.

3.8. Faktor-Faktor Yang Perlu Diperhatikan dalam T & D


Faktor-faktor yang perlu diperhatikan dalam pelatihan dan
pengembangan adalah sebagai berikut:

1. perbedaan individu pegawai,


2. hubungannya dengan job analisis,
3. motivasi,
4. partisipasi aktif,
5. seleksi peserta,
6. seleksi penatar,
7. metode pelatihan dan pengembangan.

3.9. Kebutuhan T & D

T & D diharapkan dapat mencapai hasil lain dari pada memodifikasi


perilaku pegawai. Hal ini juga perlu mendapat dukungan secara
organisasi dan tujuan, seperti produksi, distribusi barang dan
pelayanan lebih efisien, menekan biaya operasi, meningkatkan
kualitas dan hubungan pribadi lebih efektip.

Goldstein dan Bukton, 1982 (dalam A. A. Anwar Prabu


Mangkunegara, 1988) mengemukakan ada tiga analisis kebutuhan
pelatihan dan pengembangan, yaitu:

1. organizational analysis,
2. job or task analysis, and
3. person analysis.

Ad. 1. Analisis organisasi

Menganalisis tujuan organisasi, sumberdaya yang ada dan


lingkungan organisasi yang sesuai dengan realita. Hal ini
dapat dilakukan dengan cara mengadakan survei mengenai
sikap pegawai terhadap kepuasan kerja, persepsi pegawai,
dan sikap pegawai dalam administrasi. Disamping itu pula
dapat menggunakan turn over, absensi, kartu pelatihan dan
pengembangan, daftar kemajuan pegawai, dan data
perencanaan pegawai.

Ad. 2. Analisis job dan tugas

Analisis job dan tugas merupakan dasar untuk


mengembangkan program job training. Sebagaimana
program training dimaksudkan untuk membantu pegawai
meningkatkan pengetahuan, skill, dan sikap terhadap suatu
pekerjaan.
Ad. 3. Analisis Pegawai

Analisis pegawai difokuskan pada identifikasi khusus


kebutuhan training bagi pegawai yang bekerja pada jobnya.
Kebutuhan training pegawai dapat dianalisis secara individu
maupun kelompok.

a. Kebutuhan individu dari pelatihan

Analisis kebutuhan individu dari pelatihan dapat dilakukan


dengan cara observasi oleh supervisor, evaluasi
keterampilan, kartu kontrol kualitas, dan test keterampilan
pegawai.

b. Kebutuhan kelompok dari pelatihan

kebutuhan kelompok dari pelatihan dapat diprediksi


dengan pertimbangan informal dan observasi oleh
supervisor maupun manajer.

3.10. Prinsif Belajar Dalam T & D

Setiap pelatihan dan pengembangan pada dasarnya bertujuan


untuk menghilangkan (memperkecil gap atau perbedaan antara job
requirement (ketentuan jabatan) dengan potensi yang dimiliki oleh
pegawai. Dus pelatihan dan pengembangan yang dilakukan harus
mampu merubah perilaku pegawai sesuai dengan kepentingan
organisasi. Dalam kaitan ini kita perlu mempelajari dan
mengetahui teori belajar (learning theory), sebab belajar
(learning) adalah salah satu proses fundamental yang mendasari
perilaku, dan kebanyakan perilaku dalam organisasi adalah
perilaku yang dipelajari, termasuk persepsi, sikap, tujuan, dan
reaksi emosional.

Sesuai dengan sasaran pelatihan dan pengembangan pegawai yang


hakekatnya adalah merubah perilaku seorang pegawai secara
relatif permanen, maka pemahaman tentang teori belajar akan
sangat berguna dalam menjamin keberhasilan suatu program
pelatihan dan pengembangan.

Teori belajar pada dasarnya dapat dibagi menjadi 2 (dua)


kategori, yaitu:
1. teori stimulus respon, dan
2. teori kognitif.

Ad. 1. Teori stimulus respon

Menurut teori ini, belajar merupakan hasil dari asosiasi


antara stimulus-respon (s-r) sehingga pemecahan masalah
yang dihadapi dilakukan secara coba-coba (trial and error).

Yang dimaksud dengan stimulus ialah suatu petunjuk adanya


peristiwa untuk suatu respon (tanggapan). Stimulus-stimulus
akan menetapkan tingkat bagi respon atau serangkaian
respon. Dalam beberapa hal stimulus yang menimbulkan
respon itu jelas. Tetapi dalam hal-hal lain stimulus untuk
tanggapan khusus tidak jelas.

Sedangkan yang dimaksud dengan respon merupakan hasil


keperilakuan dari stimulus, yaitu aktivitas dari orang yang
bersangkutan tanpa memandang apakah stimulus itu dapat
diidentifikasi atau aktivitas tersebut dapat diamati. Respon
akan selalu terkait dengan stimulus, sehingga jika stimulus
terjadi, tanggapan akan mengikutinya.

Ada 3 (tiga) teori yang termasuk dalam teori stimulus


respon, yaitu:

a. Teori koneksionisme dari Edward L Thorndike


(Thorndike’s Connectionisme).

Teori ini menyatakan bahwa belajar merupakan hasil


dari asosiasi tentang hubungan antara rangsangan
(stimulus) yang diterima pada indera manusia dengan
tanggapannya (respon) yang berbentuk perilaku.
Sehubungan dengan teori ini, dikemukakan beberapa
hokum dasar, sebagai berikut:

1. The law of effect

Penguatan dan pelemahan ikatan/koneksi antara


stimulus respon ditentukan oleh konsekuensi yang
mengikuti suatu respon. Contoh suatu respon yang
disertai/diikuti oleh keadaan yang tidak
menyenangkan cenderung atau kemungkinan besar
respon tersebut akan dipertahankan atau diulangi
kembali. Sedangkan respon yang disertai/diikuti oleh
keadaan yang tidak menyenangkan (hukuman)
kemungkinan besar respon tersebut akan dihentikan
atau tidak akan diulangi kembali.

2. The law of exercise

Ikaktan/koneksi antara stimulus – respon akan


diperkuat dengan adanya latihan (law of use) dan
ikatan itu akan melemah apabila latihan
dihentikan/dikurangi (law of disuse). Yang dimaksud
diperkuat adalah kemungkinan akan adanya
pengulangan respon yang sama seperti respon yang
sebelumnya pada pengulangan stimulasinya (practice
makes perfect).

3. The law of readiness

Ada tiga kemungkinan, yaitu:

a. apabila seseorang siap melaksanakan tindakan,


maka melakukan tindakan itu akan menimbulkan
kepuasan,
b. apabila seseorang siap melakukan tindakan,
kemudian dihambat/dihalangi, maka akan
menimbulkan kejengkelan/keadaan yang tidak
menyenangkan.
c. Apabila seseorang tidak siap melakukan tindakan,
kemudian ia dipaksa untuk melakukan tindakan,
maka akan menimbulkan kejengkelan/keadaan
yang tidak menyenangkan.

Disamping tiga hukum dasar di atas, Edward L.


Thorndike juga mengemukakan beberapa hukum
tambahan sebagai prinsif-prinsif dalam belajar, yaitu:

1. Multiple response

Apabila seseorang dihadapkan pada suatu masalah, ia


akan mencoba menggunakan berbagai respon sampai
ia menemukan respon yang tepat untuk memecahkan
masalah tersebut (trial and error).

2. Set or attitude

Bahwa respon yang diberikan oleh seseorang


tergantung pada keseluruhan sikap atau set-nya, baik
yang sifatnya menetap/mantap, seperti budaya dan
lingkungan tertentu, maupun yang sifatnya temporer,
seperti rasa capek, mengantuk, dan sebagainya.

3. Prepotency of elements

Prinsif ini mengungkapkan bahwa seseorang akan


mampu bereaksi dengan memilih elemen-elemen yang
penting dan mengabaikan elemen-elemen/bagian yang
tidak penting atau membingungkan, sehingga setiap
situasi yang sama akan ditangani dengan respon yang
berbeda atau sebaliknya.

4. Response by analogy

Respon seseorang akan dipengaruhi oleh respon yang


telah dikenal sebelumnya, sehingga apabila seseorang
dihadapkan pada keadaan yang mirip dengan keadaan
yang telah dikenal sebelumnya, maka orang tersebut
akan memberikan respon yang hampir sama.

5. Associative shifting

Respon dapat dijaga dengan melalui suatu rangkaian


perubahan dalam situasi yang menstimulasi.
Elemen stimulasi sebagaian demi sebagian akan
diganti dengan elemen stimulus yang besar sama
sekali.

b. Teori classical conditioning dari Ivan Petrovich Pavlov


(Pavlov’s classical conditioning).

Prinsif dasar dari classical conditioning (CC) adalah


pemasangan (pairing) dari dua stimulus yang berbeda
kondisinya, yaitu:
1. conditioning stimulus (CS)

setimulus ini disebut juga stimulus netral, karena


belum menghasilkan respon tertentu.

2. unconditioned stimulus (UC)

stimulus ini secara konsisten menghasilkan suatu


respon otomatis/refleks, yang dikenal dengan
unconditioned response (UR).

c. Teori operant conditioning dari B. F. Skinner

Dalam teorinya yang merupakan pengembangan teori


stimulus respon dari Thorndike, skinner membagi
conditioning (pengkondisian) menjadi 2 (dua) bentuk,
yaitu:

1. Respondent

Yaitu respon yang disebabkan oleh stimulus yang


sudah dikenal atau tingkah laku yang dikendalikan
oleh stimulus. Tingkah laku yang terbentuk disebut
sebagai respondent behavior.

2. Operant behavior

Adalah respon yang tidak memerlukan kaitan dengan


stimulus yang dikenal sehingga tingkah laku yang
muncul tergantung individu.

Ad. 2. Teori Kognitif

Dalam teori kognitif, proses belajar tidak saja melibatkan


assosiasi stimulus-respon, tetapi juga struktur kognitifnya
seperti daya ingat (memori), persepsi, harapan, dan
sebagainya.

Yang dimaksud kognitif disini menurut Morgan, King, dan


Robinson adalah sesuatu proses pembentukan pendapat yang
bersumber dari suatu informasi tertentu.
Menurut teori kognitif perubahan perilaku seseorang terjadi
tanpa harus diberi reinforcement (penguatan) secara
eksplisit. Seseorang akan terus mempelajari assosiasi-
assosiasi dan hubungan-hubungan baru diantara berbagai
peristiwa/kejadian melalui pengalaman yang pernah
dialaminya. Dalam proses belajar seseorang akan
menyimpan dan menyusun informasi yang diperolehnya
dalam kondisi belajar tertentu. Bila suatu saat dievaluasi
atau diuji, maka respons yang muncul dari orang tersebut
tergantung pada informasi yang tersimpan dalam struktur
kognitifnya serta situasi yang dihadapi.

Dalam teori ini, dikenal seorang tokoh yaitu Edward C.


Tolman dengan teorinya Tolman’s sign learning. Dalam
teori ini tidak hanya sekedar mempelajari serangkaian
respons (conditioning), tetapi juga mencakup pengertian
untuk memilih respon yang paling tepat untuk suatu stimulus
yang sesuai dengan harapan dan peta kognitif (kognitif map)
tentang lingkungan sekitarnya.

Dari beberapa teori belajar yang sudah dikemukakan, baik


teori stimulus-respon maupun teori kognitif, apabila
dihubungkan dengan pelatihan dan pengembangan, dapat
ditarik beberapa kesimpulan sebagai berikut:

1. apabila hasil program T & D memungkinkan tercapainya


tujuan pribadi para peserta, maka proses belajar yang
maksimal akan terjadi.
2. reinforcement (penguatan) dalam bentuk reward
(imbalan) cenderung lebih efektip dalam menciptakan
proses belajar dibandingkan dengan pemberian hukuman
(punishment).
3. proses belajar tidak hanya menjadi lebih efektip dan
berhasil bila terdapat reinforcement yang cukup, tetapi
juga bila peserta diberi tahu hasil dari setiap program T
& D dalam lingkungan organisasi dan industri,
keikutsertaan secara aktif dengan berulang-ulang
melakukan tugas atau materi yang dipelajari cenderung
meningkatkan keahlian dalam kerja.
4. untuk materi-materi yang baru, waktu pelatihan harus
dibagi dalam beberapa bagian dengan jarak antara tiap
bagian. Dalam jarak antara bagian tersebut dilakukan
aktivitas lain yang dapat membantu mengingatkan materi
yang dipelajari.
5. perbedaan pada setiap individu dan kesiapan/kemampuan
mental peserta mempunyai pengaruh yang kuat bagi
berhasil tidaknya suatu program T & D.

TEORI BELAJAR DALAM T & D


1. TEORI STIMULUS RESPON
a. TEORI KONEKSIONISME (Edward L. Thorndike)

hukum dasar

- the law of effect


- the law of exircise
- the law of readiness

hukum tambahan

1. multiple response
2. set of attitude
3. prepotency of elements
4. response by analogy
5. associative shifting

b. TEORI CLASSICAL CONDITIONING (Ivan Petrovich


Povlov)
1. conditioning stimulus (CS)
2. unconditioning stimulus (US)
c. TEORI OPERANT CONDITIONING (B.F. Skinner)
1. Respondent
2. Operant behavior
2. TEORI KOGNITIF
Metode-Metode T & D

Metode-metode dalam training/pelatihan adalah sebagai berikut:

1. On the job training (pelatihan di tempat kerja)

Adalah merupakan suatu bentuk latihan keterampilan pegawai


operasional (pelaksana teknis) dengan cara penugasan untuk
bekerja langsung sambil belajar.

Penekanan untuk belajar dan hampir seluruhnya berupa praktek


dan dilakukan dalam pembatasan waktu tertentu. Secara
singkat pembimbing/pelatih ialah atasan langsung (lini
supervisi) yang merupakan kepala bagian dimana calon
berpraktek.

2. Vestibule school/sekolah vestibul (ruang khusus)

Yaitu bentuk latihan kerja dengan pembentukan unit atau


bagian khusus tempat latihan kerja dilakukan, dilengkapi
dengan mesin-mesin/peralatan dan bahan baku sehingga
keadaannya persis sama dengan praktek (dalam pabrik atau
kantor).

3. Apprenticeship (magang)

Program magang dirancang untuk tingkat keterampilan yang


lebih tinggi. Program magang lebih mengutamakan pendidikan
jika dibandingkan dengan pelatihan di tempat kerja, artinya
program magang melibatkan pengetahuan dalam melakukan
suatu keterampilan. Program magang biasanya
menggabungkan pelatihan di tempat kerja dengan pengalaman
dari sekolah untuk mata pelajaran tertentu.

4. Special cources (kursus-kursus khusus)

Adalah merupakan kursus-kursus keterampilan dalam bidang-


bidang yang lebih khusus/sempit. Dalam praktek, kadang-
kadang lebih banyak menyajikan teori daripada
praktek/lapangan.
Sedangkan metode untuk pengembangan/development, unsur-unsur
pimpinan umumnya dikelompokkan atas:

a. Decision making skills (keterampilan dalam pengambilan


keputusan)

Adalah suatu proses memilih alternatif yang terbaik, meliputi


cepat, tepat dan tegas. Metode-metode dalam decision making
skills adalah sebagai berikut:

1. in basket

merupakan metode pengembangan dengan cara membekali


calon dengan seluruh data organisasi/perusahaan yang
diperlukan, kemudian kepadanya diminta mengambil suatu
keputusan yang tepat untuk memecahkan masalah dalam
organisasi/perusahaan tersebut.

Bentuk ini merupakan suatu stimulus yang bersifat


pendidikan perorangan, bukan kelompok untujk mengambil
keputusan, terutama keputusan atas masalah yang rumit dan
sulit serta mendesak dengan tujuan utamanya untuk
meningkatkan kemampuan pimpinan menilai dan
menentukan prioritas/pilihan.

2. business game

metode ini merupakan suatu bentuk latihan simulasi yang


dilakukan dalam kelas. Pengorganisasian para pesertanya
dilakukan dengan membagi peserta ke dalam beberapa team
yang bertugas untuk secara kompetitif memecahkan masalah
tertentu dari suatu organisasi tiruan.

Sasaran yang ingin dicapai dengan metode ini adalah


kemampuan untuk mengambil keputusan bersama atau suatu
keputusan yang integral.

3. studi kasus (case study/telaah kasus),

metode studi kasus (case study) ini dilaksanakan dengan


cara para peserta diminta untuk membahas masalah/kasus
tertentu dalam organisasi.
Pembahasannya dapat dilakukan secara tertulis maupun
lisan. Kasus yang dibahas biasanya merupakan kasus nyata
yang dikumpulkan dari berbagai organisasi. Sasaran yang
ingin dicapai dengan menggunakan metode ini adalah:

a. menemukan masalah, baik besar atau kecil dari suatu


kasus (kemampuan mendiagnosis),
b. memiliki kemampuan untuk memisahkan fakta yang
penting dari yang tidak penting,
c. menganalisa pokok masalah dan menggunakan logika
untuk menjembatani kesenjangan (gap) yang ada di
dalam fakta-faktanya (kemampuan menganalisis),
d. menemukan berbagai cara untuk memecahkan masalah.

b. Interpersonal skills (keterampilan antar pribadi)

Yaitu pengembangan yang berorientasi pada perilaku untuk


meningkatkan kemampuan untuk mengerti tentang orang lain
atau berinteraksi dengan orang lain. Metode-metodenya,
antara lain:

1. Role playing (permainan peran)

Adalah merupakan latihan berupa stimulasi untuk


mengajarkan kepada peserta cara berperan/berinteraksi
secara individual dalam kelompok kerjasama.

Peserta dilatih untuk mengambil bagian dalam proses


kerjasama dengan kelompoknya dan dalam situasi tertentu
harus mampu berinteraksi dan berkomunikasi dengan rekan-
rekannya melalui gerakan atau mimik muka tanpa harus
berbicara.

2. Sensitivity training (latihan kepekaan)

Metode ini dipergunakan apabila sasaran pokok dari


pelatihan dan pengembangan yang dilakukan adalah
mengembangkan kesadaran dan kepekaan peserta terhadap
pola tingkah laku pribadinya dan orang lain. Beberapa
sasaran khusus dari metode ini, antara lain:
a. peningkatan keterbukaan terhadap orang lain,
b. perhatian yang lebih besar kepada orang lain,
c. peningkatan toleransi atas perbedaan individual,
d. pengurangan sikap prasangka yang bersifat etnik,
e. pemahaman atas proses kelompok,
f. peningkatan kemampuan mendengarkan pendapat orang
lain,
g. peningkatan kepercayaan dan pemberian dukungan
kepada orang lain.

c. Job Knowledge (pengetahuan tentang pekerjaan)

Yaitu penataran bagi pimpinan agar lebih menguasai jabatan


yang dipercayakan kepadanya. Metode-metode dalam job
knowledge sebagai berikut:

1. on the job experience (pengalaman di tempat kerja)

yaitu dengan cara menugaskan sesesorang untuk bekerja


secara langsung dalam organisasi/perusahaan tanpa
dibatasi waktu.

2. coaching

merupakan metode pendidikan untuk mengembangkan


seseorang dalam jabatannya secara intensif dan bersifat
individu.

3. under study (pemain pengganti)

merupakan metode pengembangan dalam kepemimpinan


dengan cara menugaskan calon untuk berkarya secara
langsung, tetapi dalam posisi sebagai wakil kepala yang
dikaderkan untuk menggantikan kepala/atasan.

d. Organization knowledge (pengetahuan tentang organisasi)

Bertujuan untuk meningkatkan pengetahuan peserta tentang


organisasi secara keseluruhan atau tentang jabatan-jabatan
dalam organisasi. Metode-metodenya, antara lain:
1. position rotation (rotasi jabatan)

merupakan metode pengembangan bagi pimpinan dengan


cara memutasikan seseorang pada berbagai jabatan secara
periodic dalam organisasi/perusahaan sehingga yang
bersangkutan dapat mengetahui keseluruhan jabatan.

2. multiple management (manajemen ganda)

merupakan bentuk latihan kepemimpinan dengan cara


membentuk suatu unit organisasi yang berfungsi sebagai staf
penasehat dan di dalamnya terdapat calon pemimpin yang
bertugas membantu manajemen organisasi/perusahaan
dalam bentuk nasehat-nasehat atas masalah yang dihadapi
organisasi/perusahaan. Unit ini disebut dewan direktur
(yunior board of directore).

e. pengetahuan umum (general knowledge)

merupakan bentuk pengembangan yang berupa usaha


meningkatkan pengetahuan umum dalam berbagai bidang.
Metode-metodenya adalah:

1. kursus-kursus khusus (special courses)

yaitu kursus-kursus dalam bidang tertentu yang umumnya


memerlukan waktu singkat dan merupakan suatu asfek
tertentu dalam bidang kepemimpinan.

2. pertemuan-pertemuan khusus (special meetings)

yaitu untuk memperluas wawasan berfikir pimpinan dengan


cara mengadakan rapat-rapat, lokakarya, seminar, dan lain-
lain dengan topik tertentu yang umumnya berlangsung
dalam waktu singkat.

3. bacaan-bacaan pilihan (selective readings)

merupakan bentuk pengembangan pimpinan, tidak dalam


kegiatan praktek langsung dalam organisasi/perusahaan,
tetapi memberikan tugas-tugas rutin berupa bacaan yang
harus dianalisa/diterjemahkan.
f. special individual needs (kebutuhan khusus perorangan)

metode-metodenya:

1. proyek-proyek khusus (special projects),

tumbuh dari suatu analisis atas kelemahan individu. Dari


penugasan proyek, peserta memperoleh pengalaman yang
berharga dan pelajaran-pelajaran lainnya yang berkaitan
dengan proyek tersebut.

2. penugasan-penugasan panitia (committee assignments)

ditugaskan sehubungan dengan pekerjaan organisasi, dalam


hal ini harus dilengkapi pula dengan personil yang mampu.
METODE T & D
METODE TRAINING

1. ON THE JOB TRAINING (pelatihan di tempat kerja)


2. VESTIBULE SCHOOL (sekolah vestibul/ruang khusus)
3. APPRENTICESHIP (magang)
4. SPECIAL COURSE (kursus-kursus khusus)

METODE DEVELOPMENT
1. DECISION MAKING SKILLS (keterampilan mengambil keputusan)
a. in basket,
b. business game,
c. studi kasus
2. INTERPERSONAL SKILL (keterampilan antar pribadi)
a. role playing (permainan peran)
b. sensitivity training (latihan kepekaan)
3. JOB KNOWLEDGE (pengetahuan tentang pekerjaan)
a. on the job experience (pengalaman di tempat kerja)
b. coaching
c. under study (pemain pengganti)
4. ORGANIZATION KNOWLEDGE (pengetahuan tentang organisasi)
a. position rotation (rotasi jabatan)
b. multiple management (manajemen ganda)
5. GENERAL KNOWLEDGE (pengetahuan umum)
a. kursus-kursus khusus,
b. pertemuan-pertemuan khusus
c. bacaan-bacaraan pilihan
6. SPECIAL INDIVIDUAL NEED
a. proyek-proyek khusus (spesial projects)
b. penugasan-penugasan panitia (commite assignment)
3.12. Evaluasi T & D

Goldstein dan Buxton berpendapat bahwa evaluasi pelatihan dan


pengembangan dapat didasarkan pada kriteri (pedoman dari
ukuran kesuksesan) dan rancangan percobaan.

a. Kriteria dalam evaluasi T & D

ada 4 (empat) kriteria yang dapat digunakan sebagai pedoman


dari ukuran kesuksesan T & D, yaitu:

1. kiteria pendapat

kriteria ini didasarkan pada bagaimana pendapat peserta


pelatihan mengenai pelatihan yang telah dilakukan.

2. kiteria belajar

criteria belajar dapat diperoleh dengan menggunakan tes


pengetahuan, tes keterampilan yang mengukur skill, dan
kemampuan peserta.

3. kiteria perilaku

kriteria perilaku dapat diperoleh dengan menggunakan tes


keterampilan kerja. Sejauhmana ada perubahan perilaku
peserta sebelum pelatihan dan setelah pelatihan.

4. kiteria hasil

kriteria hasil dapat dihubungkan dengan hasil diperoleh,


seperti menekanan turnover, berkurangnya tingkat absen,
meningkatkan produktivitas, meningkatnya
penjualan/pelayanan, meningkatkan kualitas kerja,
pelayanan dan produksi.

b. Rancangan perubahan dalam evaluasi T & D

dalam mengevaluasi pelatihan dapat dilakukan dengan


membuat rancangan percobaan. Peserta diberikan tes sebelum
pelatihan (pretest) dan kemudian setelah pelatihan kembali tes
pelatihan (posttest).
3.13. Pengembangan Karier

Pengertian

Menurut pendapat Andrew J. Dubrin (1982:197), pengembangan


karier adalah aktivitas kepegawaian yang membantu pegawai-
pegawai merencanakan karir masa depan mereka di
organisasi/perusahaan agar organisasi/perusahaan dan pegawai
yang bersangkutan dapat mengembangkan diri secara maksimal.

3.13.2. Tujuan

Tujuan pengembangan karier dikemukakan oleh Andrew J.


Durbin (1982:198) sebagai berikut:

1. To aid in achieving individual and organizational goals


(membantu dalam mencapai tujuan individu dan organisasi),

Pengembangan karier membantu pencapaian tujuan


organisasi dan tujuan individu. Seorang pegawai yang sukses
dengan prestasi kerja sangat baik kemudian menduduki posisi
jabatan yang lebih tinggi, hal ini berati tujuan organisasi dan
tujuan individu tercapai.

2. To indicate concern for the welfare of individuals


(menunjukkan hubungan kesejahteraan pegawai).

Organisasi merencanakan karier pegawai dengan


meningkatkan kesejahteraan agar pegawai lebih tinggi
loyalitasnya.

3. To help individuals realize their potential (membantu


pegawai menyadari kemampuan potensi mereka).

Pengembangan karier membantu menyadarkan pegawai akan


kemampuannya untuk menduduki suatu jabatan tertentu sesuai
dengan potensi dan keahliannya.
4. To strengthen the relationship between the individual and
the organization (memperkuat hubungan pegawai dengan
organisasi).

Pengembangan karier akan memperkuat hubungan dan sikap


pegawai terhadap organisasi.

5. To demonstrate social responsibility (membuktikan tanggung


jawab social)

Pengembangan karier suatu cara menciptakan iklim kerja


yang positif dan pegawai-pegawai menjadi lebih bermental
sehat.

6. To aid affirmative action (EEO) programs (membantu


memperkuat pelaksanaan program-program organisasi),

Pengembangan karier membantu program-program


organisasi lainnya agar tercapainya tujuan organisasi.

7. To reduce turnover and personnel costs (mengurangi


turnover dan biaya kepegawaian)

Pengembangan karier dapat menjadikan turnover rendah dan


begitu pula biaya kepegawaian menjadi lebih efektip.

8. To encourage analysis of the total person (menggiatkan


analisis dari keseluruhan pegawai),

Perencanaan karier dimaksudkan mengintegrasikan


perencanaan kerja dan kepegawaian.

9. mengurangi keusangan profesi dan manajerial,

pengembangan karier dapat menghidarkan dari keusangan


dan kebosanan profesi dan manajerial.

10. to encourage the long range point of view (menggiatkan suatu


pemikiran/pandangan jarak waktu yang panjang).

Pengembangan karier berhubungan dengan jarak waktu yang


panjang. Hal ini karena menempatkan suatu posisi jabatan
memerlukan persyaratan dan kualifikasi yang sesuai dengan
porsinya.

3.13.3. Unsur Pengembangan Karier


Edwin B. Flippo menyebutkan ada tiga unsur yang harus
diperhatikan dalam langkah penyusunan program
pengembangan karier, yaitu:

1. career need assessment (manaksir kebutuhan karier)

Organisasi/perusahaan harus memberikan kesempatan dan


membantu setiap anggotanya untuk mengambil keputusan
yang tepat tentang pengembangan karier dirinya.

Mereka harus didorong dengan berbagai informasi


sebanyak-banyaknya dan petunjuk agar mampu mengukur
kebutuhan akan karier yang mungkin dicapainya dikemudian
hari.

2. opportunity career (kesempatan karir)

Dengan informasi tentang kesempatan karier yang ada


dalam organisasi, maka setiap pegawai dan calon pegawai
mengetahui dengan jelas berbagai kemungkinan jabatan
yang dapat didudukinya.

3. need opportunity alignment (penyesuaian kebutuhan dan


kesempatan karier)

Dengan pelaksananaannya, penyesuaian tersebut dapat


dilakukan dengan bantuan program mutasi pegawai atau
program pelatihan dan pengembangan pegawai.

Dengan program mutasi pegawai dimungkinkan dilakukan


penyesuaian melalui pemindahan dari satu jabatan ke
jabatan yang lain sesuai dengan jalur pengembangan karir
yang diinginkan atau tersedia. Sedangkan dengan program
pelatihan dan pengembangan pegawai berarti akan
dilakukan peningkatan kemampuan pegawai yang
bersangkutan untuk disesuaikan dengan kemampuan yang
dibutuhkan oleh jabatan yang diinginkan berasarkan
rencana pengembangan karier yang ditetapkan.

Mutasi Personal

3.14.1. Pendahuluan

Mutasi personal atau yang dikenal dengan istilah personal


transfer diartikan sebagai suatu perubahan
posisi/jabatan/pekerjaan/tempat kerja dari seorang pegawai yang
dilakukan baik secara vertikal maupun horizontal.

Mutasi secara vertikal mengandung arti bahwa pegawai yang


bersangkutan dipindahkan pada posisi/jabatan/pekerjaan yang
lebih tinggi/rendah dari sebelumnya.

Sedangkan mutasi secara horizontal mengadung arti terjadinya


perubahan posisi/jabatan/pekerjaan/tempat, namun masih dalam
level/tingkat yang sama.

Dengan pengertian seperti tersebut di atas, maka suatu mutasi


pegawai secara vertikal biasanya diikuti dengan perubahan dari
wewenang dan tanggung jawab, status, kekuasaan, dan
pendapatan, baik ke tingkat yang lebih tinggi maupun tingkat
yang lebih rendah.

Sebaliknya dengan mutasi horizontal yang sesuai dengan


pengertiannya tidak diikuti dengan perubahan tingakat wewenang
dan tanggung jawab, status, kekuasaan dan pendapatan. Yang
berubah dalam mutasi secara horizontal hanyalah bidang tugas
atau areal tempat tugasnya.

Tujuan Mutasi

Tujuan secara umum dilaksanakan program mutasi personal


adalah untuk menciptakan/meningkatkan efisiensi dan efektivitas
kerja dalam organisasi.

Secara khusus, pelaksanaan mutasi personal akan mampu


menghasilkan beberapa tujuan khusus yang merupakan sasaran,
antara lain sebagai berikut:
1. menciptakan keseimbangan antara pegawai dengan jabatan
yang ada dalam organisasi.

Sehingga dapat menjamin terjadinya kondisi kepegawaian


yang stabil (personal stability). Stabilitas kepegawaian akan
terwujud apabila penempatan pegawai dalam suatu organisasi
dapat dilakukan secara tepat (the right man on the right job),

2. Membuka kesempatan untuk pengembangan karier.

Tujuan ini dimaksudkan untuk mendorong atau merangsang


pegawai agar berupaya menjangkau karier yang lebih tinggi,
yang berarti pula bahwa mereka akan berusaha mencurahkan
kemampuannya yang ditopang oleh semangat kerja yang
tinggi.

3. Memperluas dan menambah pengetahuan.

Memperluas wawasan dan pengetahuan merupakan kebutuhan


yang perlu mendapat perhatian dalam suatu organisasi.
Dengan demikian pegawai yang ada, wawasan dan
pengetahuannya tidak terbatas atau terpaku hanya pada satu
bidang tertentu saja. Dengan mutasi personal berarti terbuka
kesempatan bagi pegawai untuk memperluas wawasan dan
pengetahuannya dalam organisasi yang bersangkutan.

4. Menghilangkan kejenuhan terhadap suatu jabatan

Apabila seorang pegawai terus menerus dari tahun ke tahun


memegang jabatan yang sama, maka akan menimbulkan
kebosanan dan kejenuhan yang akibatnya sangat berbahaya.
Kebosanan dan kejenuhan akan menimbulkan pegawai yang
bersangkutan terjebak pada rutinitas kerja dan menurunkan
gairah serta semangat kerjanya. Untuk itu perlu terus
diupayakan adanya penyegaran-penyegaran.

5. Memberikan imbalan terhadap prestasi kerja.

Suatu mutasi personal dapat dipergunakan untuk memberikan


imbalan sebagai penghargaan kepada pegawai yang
berprestasi, yaitu dalam bentuk peningkatkan
jabatan/posisi/pekerjaan.
Peningkatan ini selain diikuti dengan meningkatnya wawasan
dan tanggung jawab, biasanya diikuti pula dengan
peningkatan pendapatan yang diterima.

6. Membuka kesempatan terjadinya persaingan dalam


meningkatkan prestasi kerja.

Setiap organisasi mempunyai kesempatan yang sama untuk


meraih posisi/jabatan/pekerjaan yang lebih tinggi. Namun
kesempatan yang tersedia terbatas, sehingga setiap pegawai
harus mengikuti persaingan dengan sesama rekan kerja dalam
meningkatkan prestasi kerjanya.

7. Sebagai pelaksanaan sanksi terhadap pelanggaran

Apabila seorang pegawai melakukan pelanggaran atau tidak


mampu memperlihatkan prestasi yang baik, mutasi personal
dapat dijadikan alat untuk menghukum, yakni dengan jalan
menurunkan posisi/jabatan/pekerjaan ke tingkat yang lebih
rendah (demosi).

Landasan Mutasi

Secara mendasar berbagai landasan pertimbangan mutasi


personal yang dilakukan dapat digolongkan ke dalam beberapa
landasan dasar, yaitu:

1. Sistem merit (prestasi)

Dalam system merit, yang dijadikan landasan oleh organisasi


untuk melakukan mutasi personal adalah prestasi kerja
(kecakapan, bakat, pengalaman, dan kesehatan sesuai
kriteria) dari pegawai yang bersangkutan. Dengan dasar
pertimbangan ini, maka hanya pegawai yang berprestasilah
yang dapat terus mengembangkan kariernya, sementara
mereka yang berprestasi dibawah standard akan tersisihkan.
Kualitas harus dibuktikan dengan ujian, ijazah dan
keterangan-keterangan lain.
2. Sistem senioritas (carier system/system meningkat)

Landasan mutasi personal yang dipergunakan dalam system


ini adalah senioritas seseorang pegawai. Senioritas diartikan
sebagai lamanya masa kerja seseorang yang diakui
organisasi, baik pada jabatan yang bersangkutan maupun
dalam organisasi secara keseluruhan. Dalam senioritas
tercermin pula pengertian usia serta pengalaman kerja
seseorang.

3. Sistem Patronage (kawan)

merupakan system mutasi personal yang paling subyektif.


Dasar pertimbangan yang dipergunakan dalam system ini
adalah hubungan politik, keluarga, kenalan, klik atau koneksi.
biasanya dijumpai dalam organisasi perusahaan milik
keluarga. Beberapa hubungan subyektif, antara lain:

a. politik,
b. non politik (nepotisme), seperti: keluarga, kawan akrab,
teman yang baik

3.14.4. Bentuk-Bentuk Mutasi

Beberapa bentuk mutasi personal dapat dipergunakan dalam


suatu organisasi yang secara garis besar dapat diklasifikasikan
dalam 2 (dua) golongan, yaitu:

1. Mutasi vertikal,
2. Mutasi horizontal.

Ad. 1. Mutasi Vertikal, terdiri atas:

1. Promosi

suatu promosi diartikan sebagai perubahan


posisi/jabatan/pekerjaan dari tingkat yang lebih rendah ke
tingkat yang lebih tinggi. Perubahan ini biasanya akan diikuti
dengan meningkatnya tanggung jawab, hak serta status sosial
seseorang. Bentuk-bentuk promosi adalah sebagai berikut:
a. Promosi sementara (temporary promotion)

Dilaksanakan untuk jangka waktu sementara

b. Promosi tetap (permanent promotion)

Berlangsung dalam jangka waktu relatif lama dan bersifat


defenitip

c. Promosi kecil (small scale promotion)

Dilaksanakan dalam bentuk upgrading untuk meningkatkan


kecakapan pegawai yang bersangkutan.

d. Promosi kering (dry promotion)

Dilakukan dengan disertai peningkatan dalam wewenang,


hak, dan tanggung jawab tetapi pendapatannya tidak
mengalamai perubahan.

2. Demosi

Demosi (demotion) merupakan suatu bentuk mutasi vertikal


berupa penurunan pangkat/posisi/jabatan/pekerjaan ke tingkat
yang lebih rendah. Penurunan
pangkat/posisi/jabatan/pekerjaan ini secara otomatis diikuti
dengan menurunnya pendapatan. Bentuk-bentuk demosi
adalah sebagai berikut:

a. penangguhan kenaikan pangkat,

terjadi sebagai akibat ketidakmampuan seorang pegawai


melaksanakan tugas dalam jabatannya, karena
pelanggaran disiplin atau terkena hukuman pidana.

b. Pembebastugasan (skorsing)

Dilakukan dengan membebastugaskan seorang pegawai


dari posisi/jabatan/pekerjaannya, tetapi masih memperoleh
pendapatan secara penuh. Biasanya dilakukan karena
suatu pelanggaran disiplin atau alasan-alasan lain seperti
alasan keamanan dan politis.
c. Pemberhentian (retiring)

Merupakan bentuk mutasi vertikal yang paling akhir


berupa pemberhentian seorang pegawai dari
posisi/jabatan/pekerjaan yang sekaligus diikuti dengan
pemutusan hubungan kerja dan pemberhentian
pembayaran pendapatan (upah/gaji). Dapat berbentuk:

1. pemberhentian dengan hormat, karena beberapa


alasan:

a. pensiun,

apabila seorang pegawai telah mencapai batas usia


atau masa kerja maksimum sesuai dengan peraturan
organisasi dan perjanjian kerja yang telah disepekati
atau karena alasan-alasan lain.

b. atas permintaan sendiri,


c. layoff

suatu pemberhentian yang prakarsanya berasal dari


organisasi sebagai akibat harus dilakukannya
penghapusan suatu jabatan/pekerjaan atau karena
pengurangan pegawai (rasionalisasi).

2. pemberhentian tidak dengan hormat,

suatu pemberhentian berupa pemutusan hubungan kerja


secara paksa dan sepihak yang dilakukan sebagai
akibat pelanggaran disiplin yang sangat berat atau
karena putusan pengadilan.

Dalam pemberhentian (retiring), perlu diperhatikan


beberapa factor antara lain:

1. faktor kontradiktif

harus disadari bahwa suatu pemberhentian pegawai


selalu dihadapkan pada masalah terjadinya kontradiksi
kepentingan antara organisasi dan pegawai.
2. faktor obyektif tentang kebutuhan riil organisasi,

kadang-kadang suatu organisasi secara obyektif masih


membutuhkan seorang pegawai yang memiliki
kemampuan dan keahlian tertentu yang masih langka.
Tetapi berdasarkan ketentuan organisasi pegawai yang
bersangkutan seharusnya diberhentikan, misalnya
karena masa kerjanya telah habis.

3. faktor sosial

pemberhentian atau pemutusan hubungan kerja oleh


suatu organisasi hendaknya dilakukan dengan
memperhatikan secara matang dampak sosial yang
mungkin terjadi.

Ad. 1. Mutasi horizontal

Suatu mutasi horizontal yang merupakan pemindahan


pegawai dari satu posisi/jabatan/pekerjaan ke yang lain
tetapi masih dalam tingkat/level manajemen yang sama
sering diistilahkan pula sebagai transfer. Berdasarkan
tujuannya, dikenal bentuk-bentuk, antara lain:

1. Job rotation (perputaran jabatan)

Adalah merupakan bentuk mutasi personal yang


dilakukan secara horizontal. Bentuk mutasi semacam
ini biasanya dilakukan dengan tujuan antara lain untuk
menambah pengetahuan seorang pegawai dan
menghidarkan terjadinya kejenuhan. Dikenal beberapa
istilah, antara lain:

c. mutasi tempat (tour of area)

adalah merupakan pemindahan seorang pegawai


dari satu tempat/daerah kerja ke tempat/daerah
kerja yang lain, tetapi masih dalam
jabatan/posisi/pekerjaan yang tingkat/level sama.
d. mutasi jabatan (tour of duty)

adalah merupakan pemindahan seorang pegawai


dari suatu jabatan ke jabatan lain pada tingkat/level
yang sama dan dalam lokasi yang sama pula.
Misalnya seorang kepala bagian keuangan di kantor
cabang Tanjungpinang dipindahkan menjadi kepala
bagian kepegawaian di kantor cabang
Tanjungpinang.

e. Rehabilitasi

Adalah merupakan suatu kebijaksanaan organisasi


untuk menempatkan kembali seorang pegawai pada
posisi/jabatan/pekerjaannya yang terdahulu setelah
pegawai yang bersangkutan menyelesaikan tugas
tertentu. Misalnya setelah mengikuti pendidikan dan
pelatihan, menjalani wajib militer atau alasan lain.

2. Production transfer

Adalah suatu bentuk mutasi horizontal yang ditujukan


untuk mengisi kekosongan pekerjaan pada suatu
posisi/jabatan/pekerjaan tertentu yang harus segera
diisi agar kontinuitas produksi dan peningkatannya
dapat terjamin.

3. Replecement transfer

Adalah suatu penggantian pegawai dalam organisasi


yang ditujukan untuk mempertahankan pegawai yang
berpengalaman dengan cara mengganti pekerja-pekerja
yang masih baru.

4. Versality transfer

Adalah merupakan suatu bentuk mutasi horizontal yang


bertujuan untuk menempatkan pegawai yang memiliki
kecakapan tertentu pada jabatan-jabatan yang memang
membutuhkan kecakapan tersebut.
5. Shift transfer

Suatu bentuk mutasi horizontal berupa pemindahan


sekelompok pegawai yang melaksanakan suatu
pekerjaan/jabatan yang sama. Pemindahan tersebut
terjadi karena jabatan/pekerjaan tersebut harus
dilakukan oleh banyak pegawai yang masing-masing
tergabung dalam bentuk kelompok-kelompok kerja.

6. Remidal transfer

Adalah merupakan suatu bentuk mutasi horizontal yang


bertujuan untuk menempatkan seorang pegawai pada
jabatan/posisi/pekerjaan yang sesuai dengan kondisi
kerja yang bersangkutan.

Berdasarkan sumber gagasan dilakukannya mutasi dikenal


bentuk-bentuk sebagai berikut:

1. Personal transfer

Atas kehendak/keinginan pegawai yang bersangkutan.

2. Production transfer

Atas prakarsa organisasi sendiri

Berdasarkan jangka waktu pelaksananaan mutasi, dikenal


bentuk-bentuk sebagai berikut:

1. Temporary transfer

Dilakukan dengan memindahkan untuk sementara waktu


seorang pegawai pada jabatan tertentu sampai pejabat yang
defenitip menempati posnya.

2. Permanent transfer

Pemindahan seorang pegawai dilakukan untuk jangka waktu


lama dan bersifat depenitif.
Syarat-syarat

Agar pelaksanaan mutasi personal dapat berjalan sesuai dengan


yang diharapkan dan tidak menimbulkan permasalahan baru bagi
organisasi, ada beberapa persyaratan yang perlu diperhatikan,
antara lain:

1. setiap mutasi yang dilakukan hendaknya jangan sampai


dirasakan sebagai suatu hukuman bagi pegawai yang
sangkutan.
2. hendaknya mutasi dilakukan untuk memperkuat kerjasama
kelompok.
3. mengurangi kejenuhan/kebosanan dari seorang pegawai.
BENTUK-BENTUK MUTASI
A. VERTIKAL
1. PROMOSI

a. sementara,
b. tetap,
c. kecil,
d. kering

2. DEMOSI

a. penangguhan kenaikan pangkat,


b. pembebastugasan,
c. pemberhentian:
1. dengan hormat,
- pensiun,
- atas permintaan sendiri,
- layoff
2. tidak dengan hormat,
factor-faktor:
1. kontradiktif,
2. objektif tentang kebutuhan ril organisasi,
3. social

B. HORIZONTAL
1. Job Rotation,

- mutasi tempat,
- mutasi jabatan,
- rehabilitas.

2. Production transfer
3. Replecement transfer
4. Versality transfer
5. Shif transfer
6. Remidial transfer
SUMBER-SUMBER GAGASAN MUTASI
A. PERSONAL TRANSFER
B. PRODUCTION TRANSFER

JANGKA WAKTU MUTASI


A. TEMPORARY TRANSFER
B. PERMANENT TRANSFER

3.14.5. Permasalahan Mutasi

Beberapa permasalahan yang harus dihadapi dalam mutasi


personal, adalah sebagai berikut:

1. formasi kepegawaian dalam organisasi. Suatu kebijaksanaan


mutasi personal seringkali tidak dapat dilaksanakan karena
tidak tersedianya formasi pegawai.
2. permasalahan senioritas. Hambatan yang bersumber dari
pengaruh senioritas yang kadang-kadang memiliki
kecenderungan memiliki keengganan pegawai senior untuk
memberikan kesempatan kepada pegawai yang lebih muda
(yunior).
3. adanya anggapan atau pandangan yang berisifat etis/moral
terhadap suatu mutasi personal yang seringkali merugikan,
khususnya bagi pegawai yang bersangkutan,
4. kesulitan dalam menentukan standard untuk mutasi personal.
Seringkali pelaksanaan kebijaksanaan mutasi personal
mengalami kesulitan dalam menentukan secara objektif dasar
penilaian yang akan menjadi dasar mutasi seseorang.
BAB VIII
KOMPENSASI

8.1. Pengertian

Kompensasi yaitu segala sesuatu yang berbentuk barang, uang dan


jasa yang diterima pegawai karena jasa yang telah diberikan kepada
organisasi atau segala sesuatu yang diterima para pegawai sebagai
balas jasa untuk kerja mereka.

8.2. Kepentingan

Kompensasi sangat penting bagi:

1. Pegawai, dan

Hal ini karena kompensasi merupakan sumber penghasilan bagi


mareka dan keluarga. Kompensasi juga merupakan gambaran
dalam status social bagi pegawai. Tingkat penghasilan sangat
berpengaruh dalam menentukan standard kehidupan.

2. organisasi/majikan/perusahaan

Bagi organisasi/majikan/perusahaan, kompensasi merupakan


faktor utama dalam kepegawaian. Kebijakan kepegawaian
banyak berhubungan dengan pertimbangan untuk menentukan
kompensasi pegawai. Tingkat besar kecilnya kompensasi
pegawai sangat berkaitan dengan tingkat pendidikan, tingkat
jabatan, dan masa kerja pegawai. Maka dari itu dalam
menentukan kompensasi pegawai perlu didasarkan kepada
penilaian prestasi, kondisi pegawai, tingkat pendidikan, jabatan,
dan masa kerja pegawai. Kompensasi yang diberikan kepada
pegawai sangat berpengaruh pada tingkat kepuasan kerja dan
motivasi kerja, serta hasil kerja.

Organisasi yang menentukan gaji/upah dengan


mempertimbangkan standard kehidupan normal, akan
memungkinkan pegawai bekerja dengan penuh motivasi. Hal ini
karena motivasi kerja pegawai banyak dipengaruhi oleh
terpenuhi tidaknya kebutuhan minimal kehidupan pegawai dan
keluarganya.
8.3. Faktor-Faktor

Penentuan besarnya kompensasi dipengaruhi oleh beberapa faktor,


menurut Leon C. Megginson (1981:401) adalah sebagai berikut:

1. Goverment factors (factor pemerintah)

Peraturan pemerintah yang berhubungan dengan penentuan


standard gaji minimal, pajak pengahasilan, penetapan harga
bahan baktu, biaya transportasi/angkutan, inflasi maupun
devaluasi sangat mempengaruhi organisasi dalam menentukan
kebijakan kompenasi pegawai.

2. Collective bargaining (penawaran bersama antara organisasi


dan pegawai)

Kebijakan dalam penentuan kompensasi dapat dipengaruhi pula


pada saat terjadinya tawar menawar mengenai besarnya
gaji/upah yang harus diberikan oleh organisasi kepada
pegawainya. Hal ini tertuma dilakukan oleh organisasi dalam
merekrut pegawai yang mempunyai keahlian dalam bidang
tertentu yang sangat dibutuhkan di organisasi.

3. Standard and cost of living (standard dan biaya hidup pegawai)

Kebijakan kompensasi perlu memperhatikan standard dan biaya


hidup minimal pegawai. Hal ini karena kebutuhan dasar pegawai
harus terpenuhi. Dengan terpenuhinya kebutuhan dasar pegawai
dan keluarga maka pegawai akan merasa aman. Terpenuhinya
kebutuhan dasar dan rasa aman pegawai akan memungkinkan
pegawai dapat bekerja dengan penuh motivasi untuk mencapai
tujuan organisasi.

4. Comparable wages (ukuran perbandingan upah)

Kebijakan dalam menentukan kompensasi dipengaruhi pula oleh


ukuran besar kecilnya organisasi, tingkat pendidikan pegawai,
masa kerja pegawai. Artinya perbandingan tingkat upah pegawai
perlu memperhatikan tingkat pendidikan, masa kerja dan ukuran
organisasi.
5. Supply and demand (permintaan dan persediaan)

Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu


mempertimbangkan tingkat persediaan dan permintaan pasar.
Artinya kondisi pasar pada saat itu perlu dijadikan bahan
pertimbangan dalam menentukan tingkat upah pegawai.

6. Ability to pay (kemampuan membayar)

Dalam menentukan kebijakan kompensasi pegawai perlu


didasarkan pada kemampuan organisasi dalam membayar
upah/gaji. Artinya jangan sampai menentukan kebijakan
kompensasi di luar batas kemampuan yang ada pada organisasi.

8.4. Bentuk-bentuk Kompensasi

ada dua bentuk kompensasi pegawai, yaitu:

1. Bentuk langsung (direct)

Meliputi upah dan gaji, upah adalah pembayaran berupa uang


untuk suatu pelayanan kerja atau uang yang biasanya dibayar
kepada pegawai yang diberikan per jam, per hari, per setengah
hari, per minggu. Sedangkan gaji merupakan uang yang dibayar
kepada pegawai atas jasa pelayanan yang diberikan secara
bulanan.

Dalam pemberian upah dan gaji, ada beberapa prinsif yang


harus diperhatikan, yaitu:

a. tingkat bayaran,

diberikan tinggi, rata-rata, atau rendah tergantung kondisi


organisasi.

b. struktur pembayaran,

berhubungan dengan rata-rata pembayaran, tingkat


pembayaran, dan klasifikasi jabatan di organisasi.
c. penentuan bayaran individu,

perlu didasarkan pada rata-rata tingkat bayaran, tingkat


pendidikan, masa kerja, dan prestasi kerja pegawai.

d. metode pembayaran,

berdasarkan waktu (per jam, per hari, minggu, bulanan) dan


berdasarkan pada pembagian hasil.

e. kontrol pembayaran

merupakan pengendalian secara langsung dan tidak langsung


dari biaya kerja.

Dalam pemberian upah dan gaji, ada dua syarat yang harus
dipenuhi, yaitu:

1. Internal cosistency (prinsif keadilan)

Artinya pemberian upah/gaji harus sesuai dengan


pengorbanan yang telah diberikan seseorang.

2. External cosistency (prinsif kelayakan)

Harus membandingkan dengan organisasi lain yang sejenis,


peraturan pemerintah (upah minimum), tingkat kebutuhan fisik
minimum, dan lain-lain yang ada di luar organisasi.

2. Bentuk tidak langsung (indirect)

Meliputi pelayanan (service) dan keuntungan (benefit). Benefit


adalah nilai keuangan (moneter) langsung untuk pegawai yang
secara cepat dapat ditentukan. Contoh: pensiun, Askes, asuransi
hari tua, asuransi kecelakaan, asuransi kesehatan, tunjangan hari
raya, tunjangan akhir tahun (gaji ke 13) dan lain-lain.

Service (pelayanan) adalah nilai keuangan (moneter) langsung


untuk pegawai yang tidak dapat secara langsung/mudah
ditentukan. Contoh: fasilitas olah raga, poliklinik, kefitaria,
musholla, perpustakaan, program rekriasi atau dermawisata, dan
lain-lain.
Adapun tujuan program benefit dan service adalah sebagai
berikut:

1. memperkecil turnover,
2. meningkatkan moral kerja,
3. meningkatkan keamanan (jaminan) pegawai.

8.5. Tujuan Kompensasi

Administrasi kompensasi mempunyai beberapa tujuan, antara lain:

1. memperoleh pegawai yang qualified,

kompensasi perlu ditetapkan cukup tinggi untuk menarik para


pelamar. Karena organisasi-organisasi bersaing dalam pasar
ketenagakerjaan, tingkat pengupahan harus sesuai dengan
kondisi suplay dan permintaan pegawai.

2. Mempertahankan para pegawai yang ada sekarang.

Bila tingkat kompensasi tidak kompetitip, niscaya banyak


pegawai yang baik (berkualitas) akan keluar. Untuk mencegah
perputaran pegawai (turnover), pengupahan harus dijaga agar
tetap kompetitip dengan organisasi-organisasi lain.

3. Menjamin keadilan

Administrasi pengupahan dan penggajian berusaha untuk


memenuhi prinsif keadilan. Keadilan atau konsistensi internal
dan ekskternal sangat penting diperhatikan dalam penentuan
tingkat kompensasi.

4. Menghargai perilaku yang diinginkan

Kompensasi hendaknya mendorong perilaku-perilaku yang


diinginkan. Prestasi kerja yang baik, pengalaman, kesetiaan,
tanggung jawab baru dan perilaku-perilaku lain dapat dihargai
melalui rencana kompensasi yang efektip.
5. Mengendalikan biaya-biaya

Suatu program kompensasi yang rasional membantu organisasi


untuk mendapatkan dan mempertahankan pegawai pada tingkat
biaya yang layak. Tanpa struktur pengupahan dan penggajian
sistematik, organisasi dapat membayar kurang (underpay) atau
lebih (overpay) kepada para pegawainya.

6. Memenuhi peraturan-peraturan legal

Program kompensasi menghadapi batasan-batasan legal.


Program kompensasi yang baik memperhatikan kendala-
kendala tersebut dan memenuhi semua peraturan pemerintah
yang mengatur kompensasi pegawai.

8.6. Sistem Penggajian

Ada 3 (tiga) system penggajian:

1. Sistem skala tunggal

memberikan gaji yang sama kepada pegawai yang berpangkat


sama, tidak memperhatikan sifat pekerjaan yang dilakukan dan
beratnya tanggung jawab yang dipikul dalam melaksanakan
pekerjaan. Keuntungan sederhana (diperlukan satu peraturan),
kerugian tidak adil.

2. Sistem skala ganda

menentukan besarnya gaji bukan saja didasarkan pada pangkat,


tetapi juga didasarkan pada sifat pekerjaan yang dilakukan,
prestasi kerja yang dicapai, dan beratnya tanggung jawab yang
dipikul dalam melaksanakan pekerjaan itu. Keuntungan
memberikan motivasi kepada pegawai yang melaksanakan beban
tugas berat dan tanggung jawab besar, kerugian menimbulkan
ketidakadilan disaat pensiun.
3. Sistem skala gabungan/campuran

perpaduan antara system skala tunggal dan system skala


gabungan melalui penetapan gaji pokok yang sama bagi pegawai
yang berpangkat sama, disamping memberikan tunjangan bagi
pegawai yang memiliki tugas yang lebih besar dan tanggung
jawab yang lebih berat.
BAB IX
INTEGRASI PEGAWAI

9.1. Pengertian Integrasi

Integrasi adalah kegiatan manajemen untuk memadukan kepentingan


dan kebutuhan para pegawai dengan sasaran organisasi. Atau
dengan kata lain, integrasi adalah merupakan
penyesuaian/penggabungan antara kepentingan individu (pegawai)
dengan tujuan/kepentingan organisasi.

Kepentingan A Kepentingan
Organisasi Pegawai
A C

B
Keterangan:

A: mendahulukan kepentingan organisasi di atas kepentingan


pegawai
B: mendahulukan kepentingan organisasi dan pegawai secara
bersama-sama
C: mendahulukan kepentingan pegawai di atas kepentingan
organisasi.

9.2. Tujuan Integrasi

Menurut Edwin B. Flippo (1989:93), integrasi bertujuan untuk


menghasilkan penyatuan (integrasi) yang cukup kokoh yang
mendorong kerjasama yang produktif dan kreatif untuk mencapai
sasaran bersama. Usaha-usaha untuk menyatukan kepentingan yang
berbeda meliputi:
1. motivasi kerja,
2. partisipasi kerja,
3. kepuasan kerja,
4. disiplin kerja,
5. komunikasi kerja,
6. kepemimpinan, dan
7. konflik kerja.

9.3. Motivasi Kerja

9.3.1. Pengertian Motivasi Kerja

Motif adalah kebutuhan yang distimulir yang berorientasi kepada


tujuan individu dalam mencapai rasa puas (William J. Stanton,
1981:108).

Motivasi adalah suatu kondisi yang menggerakkan manusia ke


arah suatu tujuan tertentu (Fillmore H. Stanford, 1969:1973)

Motivasi kerja adalah kondisi yang berpengaruh membangkitkan,


mengarahkan, dan memelihara perilaku yang berhubungan dengan
lingkungan kerja (Ernest J. Mc. Cormick, 1985:268)

9.3.2. Teori-Teori Motivasi Kerja

A. Teori kebutuhan

Kebutuhan dapat didefenisikan sebagai suatu kesenjangan atau


pertentangan yang dialami antara suatu kenyataan dengan
dorongan yang ada dalam diri.

Abraham Maslow mengemukakan ada 5 (lima) hirarki


kebutuhan manusia, sebagai berikut:

1. Kebutuhan psikologis

Yaitu kebutuhan untuk makan, minum, perlindungan fisik,


bernafas, seksual, dan lain-lain. Kebutuhan ini merupakan
kebutuhan tingkat terendah atau disebut pula sebagai
kebutuhan yang paling dasar.
2. Kebutuhan rasa aman

Yaitu kebutuhan akan perlindungan dari ancaman, bahaya,


pertentangan, dan lingkungan hidup.

3. Kebutuhan untuk merasa memiliki

Yaitu kebutuhan untuk diterima oleh kelompok, berafiliasi,


berinteraksi, dan kebutuhan untuk mencintai serta dicintai.

4. Kebutuhan akan harga diri

Yaitu kebutuhan untuk dihormati, dan dihargai oleh orang


lain.

5. Kebutuhan untuk mengaktualisasikan diri

Yaitu kebutuhan untuk menggunakan kemampuan, skill, dan


potensi, kebutuhan untuk berpendapat dengan menggunakan
ide-ide, memberi penilaian dan kritikan terhadap sesuatu.

5. self actualization needs (10%)

4. esteem needs (40%)

3. belongingness needs (50%)

2. safety and security needs (70%)

1. physiological needs (85%)

Dalam studi motivasi lainnya, David Mc. Clelland (1961),


mengemukakan ada tiga macam kebutuhan manusia, yaitu:

1. Need for achievement

kebutuhan untuk berprestasi yang merupakan refleksi dari


dorongan akan tanggungjawab untuk memecahkan masalah.
2. Need for affiliation

Yaitu kebutuhan untuk berafiliasi yang merupakan dorongan


untuk berintegrasi dengan orang lain, berada bersama orang
lain, tidak mau melakukan sesuatu yang merugikan orang
lain.

3. Need for power

Yaitu kebutuhan untuk kekuasaan yang merupakan refleksi


dari dorongan untuk mencapai otoritas, untuk memiliki
pengaruh terhadap orang lain.

B. Teori ERG (Existence, Relatedness, Growth)

Teori ERG merupakan refleksi dari nama tiga dasar kebutuhan ,


yaitu:

1. Existenced needs

Kebutuhan ini berhubungan dengan fisik dari eksistensi


pegawai, seperti: makan, minum, pakaian, bernafas, gaji,
keamanan kondisi kerja, fringe benefits.

2. Relatednees needs

Kebutuhan interpersonal, yaitu kepuasan dalam berinteraksi


dalam lingkungan kerja.

3. Growth needs

Kebutuhan untuk mengembangkan dan meningkatkan


pribadi. Hal ini berhubungan dengan kemampuan dan
kecakapan pegawai.

C. Teori Insting

Teori insting timbul berdasarkan evolusi Charles Darwin.


Selanjutnya dikembangkan oleh William James, Sigmund
Freaued, dan Mc Dougall menjadi insting sebagai konsef yang
penting dalam psikologi.
Sigmund Freaued menempatkan motivasi pada insting agresif
dan seksual. Sedangkan Mc Doaugall menyusun daftar insting
yang berhubungan dengan semua tingkah laku seperti: rasa
jijik, rasa ingin tahu, kesukaan berkelahi, rasa rendah diri,
menyatakan diri, kelahiran, reproduksi, lapar, berkelompok,
tetamakan, dan membangun.

D. Teori Drive

Teori ini menyimpulkan bahwa motivasi seorang pegawai


sangat ditentukan oleh kebutuhan dalam dirinya (drive) dan
factor kebiasaan (habit) pengalaman belajar sebelumnya (Clark
L. Hull).

E. Teori Lapangan

Teori ini merupakan pendekatan koqnitif untuk mempelajari


perilaku dan motivasi. Teori lapangan lebih memfocuskan
pada pikiran nyata seseorang pegawai ketimbang pada insting
atau habit.

Kurt Lewin berpendapat bahwa perilaku merupakan suatu


fungsi dari lapangan pada momen waktu. Ia juga mendukung
pendapat (ahli psikologi Gestalt) yang menyatakan bahwa
perilaku itu merupakan fungsi dari seseorang pegawai dengan
lingkungannya.

F. Teori x dan y (Douglas Mc Gregor)

Teori ini berdasarkan observasi Douglas Mc Gregor terhadap


tingkah laku manusia. Ia berpendapat bahwa ada dua
pendekatan mengenai tingkah laku dengan menggunakan
asumsi-asumsi mengenai sifat manusia, yaitu:

Teori x, dengan asumsi:

1. pada umumnya manusia tidak senang bekerja dan berusaha


untuk menghindar jika mungkin,
2. pada umumnya manusia ini harus diawasi dengan ketat,
dipaksa, dan diberi hukuman untuk tujuan-tujuan organisasi,
3. pada umumnya manusia ini tidak mempunyai ambisi, tidak
menginginkan tanggung jawab, bahkan lebih sukar untuk
diarahkan,
4. motivasi untuk seseorang menurut teori x hanya berlaku
lower needs (kebutuhan tingkat dasar/rendah).

Teori y, dengan asumsi:

1. bahwa bekerja adalah kodrat manusia,


2. bahwa manusia itu akan mengawasi dan mengarahkan
dirinya sendiri untuk mencapai tujuan organisasi karena
sudah ada keterikatan terhadap organisasi,
3. manusia akan mengawasi dirinya sendiri dan akan
berprestasi jika diberikan motivasi yang baik,
4. motivasi pada teori y tidak hanya pada lower needs, tetapi
juga pada higher needs.

9.4. Partisipasi Kerja

9.4.1. Pengertian Partisipasi Kerja

Partisipasi kerja adalah keterlibatan emosi dan mental pegawai


dalam situasi kelompok yang menggiatkan mereka untuk
menyumbang pada tujuan kelompok serta bertanggung jawab
terhadap hal tersebut (Keith Devis, 1985:177).

9.4.2. Aspek Partisipasi Kerja

Berdasarkan defenisi di atas, ada tiga asfek yang sangat penting


dalam partisipasi kerja, yaitu:

1. Asfek keterlibatan emosi dan mental pegawai,

Berpartisipasi berarti melibatkan emosi dan mental dari pada


kegiatan fisik. Keterlibatan psikologis pegawai lebih besar
daripada secara fisik.

2. Asfek motivasi untuk menyumbang (kontribusi),

Dalam berpartisipasi, motivasi untuk menyumbangkan ide-ide


kreatif dan membangun merupakan aspek yang sangat penting.
Pegawai-pegawai perlu diberikan kesempatan untuk
merealisasikan ide, inisiatif, dan kreatifitasnya dalam mencapai
tujuan organisasi.

3. Asfek penerimaan tanggung jawab

Partisipasi kerja menuntut pegawai untuk mampu menerima


tanggung jawab dalam kegiatan kelompok. Partisipasi
merupakan proses social yang melibatkan diri pegawai dalam
organisasi untuk mencapai keberhasilan. Pegawai yang dapat
menerima tanggung jawab dalam aktivitas kelompok akan dapat
bekerjasama dalam satu team kerja. Kesatuan dalam team
kerja merupakan kunci keberhasilan dalam bekerja.

9.4.3. Persyaratan Partisipasi Kerja

1. waktu yang memadai untuk berpartisipasi,

harus ada waktu sebelum partisipasi dilakukan. Hal ini karena


partisipasi dapat berhadapan dengan situasi yang berbahaya.

2. potensi keuntungan harus lebih besar dari pada biaya yang


diperlukan,

sebagai contoh: pegawai tidak dapat berpartisipasi apabila


mereka tidak memahami terlebih dahulu apa yang harus mereka
kerjakan. Partisipasi dalam pekerjaan yang tidak dipahami
oleh pegawai akan mengeluarkan biaya yang lebih dari pada
mereka yang telah menguasai pekerjaan.

3. ada relevansi dengan minat pegawai,

partisipasi harus berhubungan dengan minat dan lingkungan


bidang pekerjaannya.

4. kemampuan pegawai harus memadai mengenai subjek


partisipasi,

partisipasi harus mempunyai kemampuan integrasi yang cukup


dan pengetahuan mengenai subjek partisipasi harus memadai
pula.
5. kemampuan timbal balik mengkomunikasikan,

partisipasi harus mampu mengkomunikasi secara timbal balik.

6. tidak merasa terancam oleh pihak tertentu.

Partisipasi harus menghindarkan dari perasaan rasa terancam,


tertekan dan rasa terpaksa.

9.4.4. Keuntungan Partisipasi

Keuntungan partisipasi kerja dapat dikemukakan sebagai berikut:

1. output menjadi lebih tinggi,


2. kualitas kerja menjadi lebih baik,
3. motivasi kerja meningkat lebih baik,
4. adanya penerimaan perasaan karena keterlibatan emosi dan
mental,
5. harga diri pegawai menjadi lebih tinggi,
6. meningkatkan kepuasan kerja,
7. meningkatkan kerjasama dalam bekerja,
8. merendahkan strees,
9. keinginan mencapai tujuan lebih besar,
10. memperkecil turnover,
11. tingkat absensi menjadi lebih rendah,
12. komunikasi kerja lebih harmonis,

9.4.5. Partisipasi Manajemen

A. Pengertian Partisipasi Manajemen

Partisipasi manajemen adalah perilaku manajerial yang tidak


otokratis, dan paling sedikit mempunyai dua asfek, yaitu: 1)
membatasi metode kerja bawahan, dan 2) mengontrol penyesuaian
bawahan (George S. Odiorne, 1982:71).

B. Tingkat Partisipasi Manajemen

Ada 3 (tiga) tingkatan partisipasi manajemen, yaitu:

1. Direktif (langsung)
Atasan menentukan tujuan dan membatasi metode kerja secara
langsung (menentukan sendiri).

2. Demokratis

Atasan menentukan tujuan bersama-sama dengan bawahannya.


Begitu pula dalam menentukan metode kerja yang akan digunakan
dalam aktivitas kerja.

3. permisif

Atasan mempersilakan bawahan menentukan sendiri tujuan dan


metode kerja yang akan mareka gunakan.

9.5. Kepuasan Kerja

9.5.1. Pengertian Kepuasan Kerja

Kepuasan kerja adalah perasaan menyokong atau tidak menyokong


yang dialami pegawai dalam mengerjakan pekerjaannya (Keith
Devis, 1985:96)

Sedangkan Wexley dan Yulk (1977), mendefenisikan kepuasan


kerja adalah cara pegawai merasakan tentang dirinya atau
pekerjaannya.

Dus berdasarkan pendapat Keith Devis, Wexley, dan Yulk dapat


disimpulkan bahwa kepuasan kerja adalah suatu perasaan yang
menyokong diri pegawai yang berhubungan dengan pekerjaannya
maupun dengan kondisi dirinya.

9.5.2. Variabel Kepuasan Kerja

Berdasarkan pendapat Keith Devis (1985:99) ada 5 (lima) variable


dalam kepuasan kerja, yaitu:

1. turnover

pegawai-pegawai yang kurang puas, biasanya turnovernya


lebih tinggi.
2. tingkat ketidakhadiran (absen) kerja,

pegawai-pegawai yang kurang puas, cenderung tingkat


ketidakhadirannya (absen) tinggi. Mereka sering tidak hadir
kerja dengan alasan yang tidak logis dan subyektif.

3. umur

ada kecenderungan pegawai yang tua lebih merasa puas


daripada pegawai yang berumur relatif muda.

4. tingkat pekerjaan

pegawai-pegawai yang menduduki tingkat pekerjaan (jabatan)


yang lebih tinggi cenderung lebih puas dari pada pegawai yang
tingkat pekerjaan yang lebih rendah.

5. ukuran organisasi

ukuran organisasi dapat mempengaruhi kepuasan kerja


pegawai. Hal ini karena besar kecil suatu organisasi
berhubungan pula dengan koordinasi, komunikasi, dan
partisipasi pegawai.

9.5.3. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Kepuasan Kerja

ada 2 (dua) factor yang mempengaruhi kepuasan kerja, yaitu:

1. Faktor pegawai

Yaitu kecerdasan (IQ), kecakapan khusus, umur, jenis kelamin,


kondisi fisik, pendidikan, pengalaman kerja, masa kerja,
kepribadian, emosi, cara berfikir, persepsi, dan sikap kerja.

2. Faktor pekerjaan

Yaitu jenis pekerjaan, struktur organisasi, pangkat (golongan,


kedudukan, mutu pegawai, jaminan finansial, kesempatan
promosi jabatan, interaksi social, dan hubungan kerja).
9.5.4. Teori-Teori Kepuasan Kerja

ada beberapa teori tentang kepuasan kerja, yaitu:

1. Teori keseimbangan (equity theory)

Menurut teori ini, puas tidaknya pegawai merupakan hasil dari


membandingkan antara input dan outcome dirinya dengan
perbandingan input dan outcome pegawai lain (comparison
person).

2. Teori perbedaan (discrepance theory)

Teori ini berpendapat bahwa untuk mengukur kepuasan kerja


dapat dilakukan dengan cara menghitung selisih antara apa
yang seharusnya dengan kenyataan yang dirasakan pegawai.

3. Teori pemenuhan (need fulfullment theory)

Menurut teori ini kepuasan kerja pegawai tergantung pada


terpenuhi atau tidaknya kebutuhan pegawai.

4. Teori pandangan kelompok (social reperence group theory)

Menurut teori ini kepuasan kerja pegawai bukanlah tergantung


pada pemenuhan kebutuhan saja, tetapi sangat tergantung pada
pandangan dan pendapat kelompok yang oleh para pegawai
dianggap sebagai kelompok acuan.

5. Teori dua factor dari Herzberg

Dua factor yang dapat menyebabkan puas tidaknya pegawai


menurut Herzberg, yaitu: 1) factor pemeliharaan (maintenance
factor), dan 2) factor pemotivasian (motivasional factors).
Faktor pemeliharaan disebut juga dissatisfiers, hygiene factors,
job context, extrinsic factors yang meliputi: administrasi dan
kebijakan organisasi, kualitas pengawasan, hubungan dengan
pengawas, hubungan dengan subordinate, upah/gaji, keamanan
kerja, kondisi kerja, dan status. Sedangkan factor pemotivasian
disebut juga satisfier, motivators, job content, intrinsic factors
yang meliputi: dorongan berpartisipasi, pengenalan, kemajuan
(advancement), work it self, kesempatan berkembang, dan
tanggung jawab.

6. Teori pengharapan (expectancy theory) by Victor H. Vroom

Teori ini menyebutkan bahwa motivasi merupakan suatu produk


dari bagaimana seseorang menginginkan sesuatu dan
penaksiran seseorang tersebut memungkinkan aksi tertentu
yuang akan menuntunnya. Pernyataan ini dapat dirumuskan
sebagai berikut: (valensi x harapan = motivesi).

Valensi merupakan kekuatan hasrat seseorang untuk mencapai


sesuatu. Harapan merupakan kemungkinan mencapai sesuatu
dengan aksi tertentu. Motivasi merupakan kekuatan dorongan
yang mempunyai arah pada tujuan tertentu.

9.5.5. Survey Kepuasan Kerja

A. Pengertian Survey Kepuasan Kerja

Survey kepuasan kerja adalah suatu prosedur dimana pegawai-


pegawai mengemukakan perasaan mengenai jabatan atau
pekerjaannya melalui laporan kerja.

Survey kepuasan kerja juga untuk mengetahui moral pegawai,


pendapat, sikap, iklim, dan kualitas kehidupan kerja pegawai.

B. Keuntungan Survey Kepuasan Kerja

Survey kepuasan kerja dapat bermanfaat dan menguntungkan apabila


memenuhi persyaratan sebagai berikut:

1. melibatkan pemimpin dalam survey,


2. survey dirancang berdasarkan kebutuhan pegawai dan manajemen
secara orbjektif,
3. survey diadministrasikan secara wajar,
4. ada tindak lanjut atau follow up dari pimpinan, dan adanya aksi
untuk mengkomunikasikan kegunaan hasilnya dari pimpinan,
Keuntungan dari survey kepuasan kerja, antara lain:

1. Kepuasan kerja secara umum,

Keuntungan survey kepuasan kerja dapat memberikan gambaran


kepada pimpinan mengenai tingkat kepuasan kerja pegawai dalam
organisasi. Begitu pula untuk mengetahui ketidakpuasan pegawai
pada bagian dan jabatan tertentu.

2. komunikasi,

Survey kepuasan kerja sangat bermanfaat dalam


mengkomunikasikan keinginan pegawai dengan pikiran pimpinan.

3. meningkatnya sikap kerja,

survey kepuasan kerja dapat bermanfaat dalam meningkatkan


sikap kerja pegawai. Hal ini karena pegawai merasa
melaksanakan kerja dan fungsi jabatannya mendapat perhatian
dari pihak pimpinan.

4. untuk kebutuhan pelatihan.

Survey kepuasan kerja sangat berguna dalam menentukan


kebutuhan pelatihan tertentu. Pegawai-pegawai biasanya
diberikan kesempatan untuk melaporkan apa yang mereka rasakan
dari perlakuan pimpinan pada bagian jabatan tertentu.

C. Tipe-Tipe Survey Kepuasan Kerja

Ada 2 (dua) tipe survey kepuasan kerja, yaitu:

1. Tipe survey objektif

Tipe survey objektif yang paling popular menggunakan pertanyaan


pilihan berganda (multiple choice). Responden membaca semua
pertanyaan yang tersedia, kemudian memilih satu dari beberapa
alternatif jawaban yang sesuai dengan keadaannya. Disamping itu
pula ada bentuk pertanyaan yang menggunakan benar atau salah,
setuju atau tidak setuju.
2. Tipe survey deskriptif

Tipe survey diskriptif merupakan lawan dari tipe survey objektif.


Dalam tipe survey deskriptif, responden memberikan jawaban dari
pertanyaan secara bebas sesuai dengan yang mereka pikirkan atau
yang mereka inginkan. Mereka dapat menggunakan jawaban
dengan kata-kata mereka sendiri.

D. Pengukuran Survey Kepuasan Kerja

Mengukur kepuasan kerja dapat digunakan dengan cara:

1. skala indeks diskripsi jabatan (job description index)

dalam penggunaannya pegawai ditanya mengenai pekerjaan


maupun jabatannya yang dirasakan sangat baik dan yang sangat
buruk. Dalam skala mengukur sikap dari lima area, yaitu: 1)
kerja, 2) pengawasan, 3) gaji/upah, 4) promosi, dan 5) co-worker.
Setiap pertanyaan yang diajukan harus dijawab oleh pegawai
dengan cara menandai jawaban ya, tidak atau tidak ada jawaban.

2. skala kepuasan kerja berdasarkan ekspresi wajah (faces job


satisfacation scale)

skala ini terdiri atas segi gambar wajah-wajah orang mulai dari
sangat gembira, gembira, netral, cemberut, dan sangat cemberut.
Pegawai diminta untuk memilih ekspresi wajah yang sesuai dengan
kondisi pekerjaan yang dirasakan pada saat itu.

3. kuesikoner kepuasan kerja Minnesota (Minnesota satisfaction


questionaire)

skala ini terdiri atas pekerjaan yang dirasakan sangat tidak puas,
tidak puas, netral, memuaskan, dan sangat memuaskan. Pegawai
diminta memilih satu alternatif jawaban yang sesuai dengan
kondisi pekerjaannya.
9.6. Disiplin Kerja

9.6.1. Pengertian Disiplin Kerja

Keith Devis (1985:366) mengemukakan bahwa disiplin kerja


dapat diartikan sebagai pelaksanaan manajemen untuk
memperteguh pedoman-pedoman organisasi.

9.6.2. Macam-Macam Disiplin Kerja

Ada dua macam bentuk disiplin kerja, yaitu:

1. Disiplin preventif

Adalah suatu upaya untuk menggerakkan pegawai mengikuti


dan mematuhi pedoman kerja, aturan-aturan yang telah
digariskan oleh organisasi. Tujuan dasarnya adalah untuk
menggerakan pegawai berdisiplin diri.

2. Disiplin korektif

Disiplin korektif adalah suatu upaya menggerakkan pegawai


dalam mematuhi suatu peraturan dan mengarahkannya untuk
tetap mematuhi peraturan sesuai dengan pedoman yang
berlaku pada organisasi. Pada disiplin korektif, pegawai yang
melanggar disiplin perlu diberikan sanksi sesuai dengan
peraturan yang berlaku. Tujuan pemberian sanksi adalah
untuk memperbaiki pegawai agar memelihara peraturan yang
berlaku yang memberikan pelajaran kepada pelanggar.

9.6.3. Pendekatan Disiplin Kerja

Ada 3 (tiga) pendekatan disiplin kerja, yaitu:

1. pendekatan disiplin modern

pendekatan disiplin modern, yaitu mempertemukan sejumlah


keperluan atau kebutuhan baru di luar hukuman. Pendekatan
ini berasumsi bahwa:
a. disiplin modern merupakan suatu cara menghindarkan
bentuk hukuman secara fisik,
b. melindungi tuduhan yang benar untuk diteruskan pada
proses hukuman yang berlaku,
c. keputusan-keputusan yang semaunya terhadap kesalahan
atau prasangka harus diperbaiki dengan mengadakan
proses penyuluhan dengan mendapatkan fakta-faktanya,
d. melakukan protes terhadap keputusan yang berat sebelah
fihak terhadap kasus disiplin.

2. pendekatan disiplin dengan tradisi

Yaitu pendekatan dengan cara memberikan hukuman.


Pendekatan ini berasumsi bahwa:

a. disiplin dilakukan oleh atasan kepada bawahan, dan tidak


pernah ada peninjauan kembali bila telah diputuskan,
b. disiplin adalah hukuman untuk pelanggaran,
pelaksanaannya harus disesuaikan dengan tingkat
pelanggarannya,
c. pengaruh hukuman untuk memberikan pelajaran kepada
pelanggar maupun kepada pegawainya,
d. peningkatan perbuatan pelanggaran diperlukan hukuman
yang lebih keras,
e. pemberian hukuman terhadap pegawai yang melanggar
kedua kalinya harus diberikan hukuman yang lebih berat.

3. pendekatan disiplin bertujuan

pendekatan disiplin bertujuan berasumsi bahwa:

a. disiplin kerja harus dapat diterima dan dipakai oleh semua


pegawai,
b. disiplin bukanlah merupakan suatu hukuman, tetapi
merupakan pembentukan perilaku,
c. disiplin bertujuan untuk perubahan perilaku yang lebih
baik,
d. disiplin pegawai bertujuan agar pegawai bertanggung
jawab terhadap perbuatannya.
9.6.4. Pelaksanaan Sanksi Pelanggaran Disiplin Kerja

Ada beberapa cara pelaksananaan sanksi terhadap pelanggaran


disiplin, yaitu:

1. Pemberian peringatan

Pegawai yang melanggar disiplin kerja perlu dibeberikan


surat peringatan pertama, kedua, dan ketiga. Tujuan
pemberian peringatan adalah agar pegawai yang
bersangkutan menyadari pelanggaran yang telah
dilakukannya.

2. pemberian sanksi harus segera,

pegawai yang melanggar disiplin harus segera diberikan


sanksi yang sesuai dengan peraturan organisasi yang berlaku.
Tujuannya agar pegawai yang bersangkutan memahami
sanksi pelenggaran yang berlaku di organisasi.

3. pemberian sanksi harus konsisten

pemberian sanksi kepada pegawai yang tidak disiplin harus


konsisten. Hal ini bertujuan agar pegawai sadar dan
menghargai peraturan-peraturan yang berlaku pada
organisasi. Ketidakkonsistenan pemberian sanksi dapat
mengakibatkan pegawai merasa adanya dikriminasi pegawai,
ringatnya sanksi, dan pengabaian disiplin.

4. pemberian sanksi harus impersonal

pemberian sanksi pelanggaran disiplin harus tidak membeda-


bedakan pegawai tua, muda, pria, wanita, tetapi diberlakukan
sama sesuai dengan peraturan yang berlaku. Tujuannya agar
pegawai menyadari bahwa disiplin kerja berlaku kepada
semua pegawai dengan sanksi pelanggaran yang sesuai
dengan peraturan yang berlaku dalam organisasi.
9.6.5. Teknik-Teknik Pelaksanaan Disiplin Kerja

Ada beberapa teknik dalam melaksanakan disiplin kerja, yaitu:

1. teknik pertimbangan sedini mungkin,


2. teknik mendisiplinkan diri,
3. teknik kesediaan penyelia berdisiplin,
4. teknik menegur pegawai primadona,
5. teknik menimbulkan kesadaran diri,
6. teknik sandwich (penyelipan),
7. teknik pencegahan yang efektip.

9.7. Komunikasi Kerja

9.7.1. Pengertian Komunikasi Kerja

Komunikasi adalah pemindahan dan pemahaman informasi dari


seseorang kepada orang lain (Keith Davis, 1985:458).
Komunikasi adalah aktivitas yang menyebabkan orang lain
menginterpretasikan suatu ide, terutama yang dimaksudkan oleh
pembicara atau oleh penulis (Edwin B. Flippo, 1976:448).
Komunikasi adalah proses pemindahan pengertian, dan
pemahaman informasi dari seseorang, tempat atau sesuatu
kepada sesuatu, tempat atau orang lain (Andrew F. Sikula,
1981:94).

9.7.2. Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Komunikasi Kerja

Ada dua tinjauan faktor yang mempengaruhi komunikasi kerja,


yaitu:

1. Faktor dari pihak sender atau komunikator, meliputi:

a. keterampilan sender,

sender sebagai pengirim informasi, ide, berita, pesan perlu


menguasai cara-cara penyampaian pikiran, baik secara
tertulis maupun secara lisan.
b. sikap sender,

sikap sender sangat berpengaruh kepada receiver. Sender


yang bersikap angkuh terhadap receiver dapat
mengakibatkan informasi atau pesan yang diberikan
menjadi ditolak oleh receiver. Begitu pula sikap sender
yang ragu-ragu dapat mengakibatkan receiver menjadi
tidak percaya terhadap informasi atau pesan yang
disampaikan. Maka dari itu sender harus mampu bersikap
meyakinkan receiver terhadap pesan yang diberikan
kepadanya.

c. pengetahuan sender,

sender yang mempunyai pengetahuan yang luas dan


menguasai materi yang disampaikan akan dapat
menginformasikannya kepada receiver sejalas mungkin.
Dengan demikian receiver akan lebih mudah mengerti
pesan yang disampaikan oleh sender.

d. media saluran yang digunakan oleh sender

media atau saluran komunikasi sangat membantu dalam


penyampaian ide, informasi atau pesan kepada receiver.
Sender perlu menggunakan media saluran komunikasi yang
sangat sesuai dan menarik perhatian receiver.

2. Faktor dari pihak receiver, meliputi:

a. keterampilan receiver,

keterampilan receiver dalam mendengar dan membaca


pesan sangat penting. Pesan yang diberikan oleh sender
akan dapat dimengerti dengan baik jika receiver
mempunyai keterampilan mendengar dan membaca.

b. sikap receiver,

sikap receiver terhadap sender sangat mempengaruhi


efektivitas tindakan komunikasi. Misalnya receiver
bersikap apriori, meremehkan, berprasangka buruk
terhadap sender, maka komunikasi menjadi tidak efektip,
dan pesan menjadi tidak berarti bagi receiver. Maka dari
itu receiver haruslah bersikap positif terhadap sender,
sekalipun pendidikan sender lebih rendah dibandingkan
dengannya.

c. pengetahuan receiver,

pengetahuan receiver sangat berpengaruh pula dalam


komunikasi. Receiver yang mempunyai pengetahuan yang
luas akan lebih mudah dalam mengintrepretasikan ide atau
pesan yang diterimanya dari sender. Jika pengetahuan
receiver kurang luas sangat memungkinkan pesan yang
diterimanya menjadi kurang jelas atau kurang dapat
dimengerti oleh receiver.

d. media saluran komunikasi

media saluran komunikasi yang digunakan sangat


berpengaruh dalam penerimaan ide atau pesan. Media
saluran komunikasi berupa alat indera yang ada pada
receiver sangat menentukan apakah pesan dapat diterima
atau tidak untuknya. Jika alat indera receiver terganggu
maka pesan yang diberikan oleh sender dapat menjadi
kurang jelas dari receiver.

9.7.3. Rintangan-Rintangan Dalam Komunikasi Kerja

Menurut Keith Devis (1985:465), ada tiga rintangan dalam


berkomunikasi, yaitu:

1. rintangan pribadi,

rintangan pribadi yang dimaksud adanya hambatan pribadi


yang disebabkan karena emosi, alat indera yang terganggu,
kebiasaan yang berlaku pada norma atau budaya tertentu.

2. rintangan fisik,

rintangan fisik yang dimaksud adalah terlalu jauhnya jarak


tempat berkomunikasi antara sender dan receiver. Dalam hal
ini diperlukan media komunikasi, seperti: telepon, alat
pengeras suara, SSB (single side band), dan alat-alat
komunikasi lainnya.

3. rintangan bahasa.

Rintangan bahasa yang dimaksud adalah kesalahan dalam


menginterpretasikan istilah kata. Contoh: kata atos (sunda)
berarti sudah, atos (jawa) berarti keras.

9.7.4. Saluran Komunikasi Kerja

Menurut Edwin B. Flippo, ada 2 (dua) arah saluran komunikasi,


yaitu:

1. Saluran komunikasi pegawai bawahan terhadap atasan.

Meliputi: kontak secara tatap muka, pertemuan kelompok


pengawasan, pertemuan dengan pimpinan (top management)
secara priodik, program speak up dimana pegawai diberikan
nomor telepon untuk memanggil, kontak keluhan tanpa nama,
pertemuan pegawai dengan pemegang saham setiap tahun,
menggunakan prosedur pengaduan, kuesioner mengenai
moral, wawancara, kebijakan secara terbuka, perserikatan
buruh atau PBSI, the grapevine, ombudsmen and
ombudswomen, program penyuluhan pegawai, dan lain-lain.

2. Saluran komunikasi yang digunakan atasan kepada


bawahan.

Meliputi: perintah berantai, bulletin dinding dan poster,


majalah organisasi, surat kepada pegawai, buku pedoman
pegawai, rak informasi, system pengeras suara, pay inserts,
the prapevine, laporan tahunan, pertemuan kelompok,
perserikatan atau PBSI, dan lain-lain.
9.8. Kepemimpinan

9.8.1. Pengertian

Pemimpin adalah seseorang yang mempergunakan wewenang


dan kepemimpinannya untuk mengarahkan orang lain serta
bertanggung jawab atas pekerjaan orang tersebut dalam
mencapai suatu tujuan. Sedangkan kepemimpinan (leadership)
adalah gaya seorang pemimpin dalam melakukan tugas-tugasnya.

9.8.2. Pendekatan Kepemimpinan

Ada 3 (tiga) pendekatan dalam mempelajari kepemimpinan,


yaitu:

1. Traits approach

Yaitu dengan menelaah sifat-sifat yang dimiliki seorang


pemimpin.

2. Behavior approach

Yaitu dengan menelaah apa yang dilakukan oleh seorang


pemimpin, bagaimana ia mendelegasikan tugas-tugasnya,
bagaimana ia memotivasi, dan sebagainya.

3. Contingency approach

Yaitu situasi yang berkembang berpengaruh tehadap


efektivitas kepemimpinan. Dus efektivitas kepemimpinan
dipengaruhi oleh situasi dimana kepemimpinan itu dilakukan.

9.8.3. Sumber Wewenang Pemimpin

Ada 2 (dua) sumber wewenang pemimpin, yaitu:

1. Top down authority

Yaitu wewenang yang berasal dari atasan,

2. Bottom up authority
Yaitu pemimpin dipilih oleh mereka yang akan menjadi
bawahannya (pemimpin berasal dari bawah).

9.8.4. Gaya Kepemimpinan (style of leadership)

Adalah pola tingkah laku yang dirancang untuk mengintegrasikan


tujuan organisasi dengan tujuan individu agar mencapai suatu
tujuan tertentu. Ada 3 (tiga) gaya kepemimpinan, yaitu:

1. the autocratic leader,

gaya kepemimpinan yang terpusat pada pimpinan

2. the participative leader,

gaya kepemimpinan yang mengikutsertakan bawahan dalam


pengambilan keputusan.

3. the pree rein leader.

Gaya kepemimpinan yang mendelegasikan wewenang untuk


mengambil keputusan kepada bawahan dengan lengkap.

9.8.5. Teori Kepemimpinan

Menurut William J. Raddin, ada 3 (tiga) dimensi kepemimpinan


(teori 3 dimensi), yaitu:

1. task orientation (orientasi tugas)

tipe pemimpin dapat dilihat dari keinginannya untuk


menyelesaikan suatu pekerjaan.

2. relationship orientation (orientasi hubungan)

tipe pemimpin dapat dilihat dari kualitas perhatiannya


terhadap hubungan dengan orang lain.
3. efektive orientation (orientasi efektivitas)

yang menyebabkan seorang pemimpin yang satu berbeda


dengan yang lainnya adalah kemampuannya untuk
memperoleh produktivitas yang tinggi. Dus ada pemimpin
yang efektip dan tidak efektip.

Dari 3 (tiga) dimensi tersebut di atas, William J. Raddin membagi


kepemimpinan menjadi 8 (delapan) tipe, yaitu:

1. deserter

adalah tipe pemimpin yang kurang memperhatikan tugas


maupun terhadap orang-orang yang melaksanakannya. Cara
kepemimpinannyha tidak efektip.

2. bureacrat

adalah tipe pemimpin yang selalu mentaati prosedur dan


peraturan organisasi. Sekali peraturan ditetapkan ia akan
mematuhinya, terlepas apakah peraturan itu tepat atau tidak.
Gaya kepemimpinan ini hanya mempunyai efektivitas.

3. missionary

adalah tipe pemimpin yang hanya berorientasi pada orang


yang melaksanakan tugas (orientasi manusia).

4. developer

adalah tipe pemimpin yang memiliki orientasi atas efektivitas


dan hubungan baik dengan orang lain.

5. autocrat

adalah tipe pemimpin yang mempunyai orientasi pada tugas


dan kurang perhatian pada orang yang melaksanakannya.
6. benevolent autocrat

tipe pemimpin yang memiliki orientasi pada tugas dan


efektivitas kerja.

7. compromiser

adalah tipe pemimpin yang memiliki orientasi pada tugas dan


hubungan baik dengan orang lain.

8. executive

adalah tipe pemimpin yang mempunyai tiga sifat yaitu


orientasi pada tugas, hubungan baik, dan efektivitas.

Gamabar: teori tiga dimensi dari William J. Raddin


3 4 8
missionary developer executive

I II

orientasi 7 compromiser
pada
2 6
hubungan bureacrat benovolent
autoocrat
III IV

1 deserter autocrat 5

Orientasi
pada
tugas

9.8.6. Kriteria Seorang Pemimpin

ada beberapa kriteria atau sifat yang berguna bagi seorang


pemimpin, yaitu:
1. keinginan untuk menerima tanggung jawab,

apabila seorang pemimpin menerima kewajiban untuk


mencapai suatu tujuan, berarti ia bersedia untuk bertanggung
jawab kepada pimpinannya terhadap apa yang dilakukan
bawahannya.

2. kemampuan untuk bias perceptive,

perception (persepsi) menunjukkan kemampuan untuk


mengamati atau menemukan kenyataan dari suatu lingkungan.

3. kemampuan untuk bersikap objektif,

objektivitas adalah kemampuan untuk melihat suatu peristiwa


atau masalah secara rasional, impersonal dan tidak bias.
Objektivitas merupakan perluasan dari kemampuan
perseptive.

4. kemampuan untuk menentukan prioritas,

seorang pemimpin yang pandai adalah seseorang yang


mempunyai kemampuan untuk memilih/menentukan mana
yang penting dan mana yang tidak.

5. kemampuan untuk berkomunikasi.

kemampuan untuk memberikan dan menerima informasi


merupakan keharusan bagi seorang pemimpin. Seorang
pemimpin adalah orang yang bekerja dengan menggunakan
bantuan orang lain. Karena itu pemberian perintah,
penyampaian informasi kepada orang lain mutlak perlu
dikuasai.

9.9. Komplik Kerja

9.9.1. Pengertian

Dapat dilihat dari 3 (tiga) sudut pandang, yaitu:

1. negatif
dikaitkan dengan sifat-sifat animalistic, kebuasan, kekerasan,
barbarisme, destruktif/pengrusakan, penghancuran,
irasionalisme, tanpa kontrol emosional, huru hara,
pemogokan, perang, dan sebagainya.

2. positif

konflik dihubungkan dengan peristiwa petualangan, hal-hal


baru, inovasi, pembersihan, pemurnian, pembaharuan,
penerangan batin, kreasi, pertumbuhan, perkembangan,
rasionalitas yang dialektis, mawas diri, perubahan, dan
sebagainya.

3. netral

konflik diartikan sebagai akibat biasa dari keanekaragaman


individu manusia dengan sifat-sifat yang berbeda dan tujuan
hidup yang tidak sama pula (Kartono, 1988:172-173)

dari beberapa sudut pandang tersebut diatas, dapat disimpulkan


bahwa konflik (asal kata dari con-fligers, conflictum=saling
berbenturan) adalah semua bentuk benturan, tabrakan,
ketidaksesuaian, ketidakserasian, pertentangan, perkelahian,
oposisi, dan interaksi-interaksi yang antagonistis bertentangan.

9.9.2. Pendekatan Konflik

Untuk menangani konflik dikembangkan 3 (tiga) macam


pendekatan pemimpin, yaitu:

1. tradisional

menyatakan bahwa konflik itu sifatnya negatif, destruktif, dan


merugikan. Karena itu konflik harus dilenyapkan demi
kerukunan, dan harmoni hidup.
2. netral atau behavioral

konflik adalah merupakan ciri hakiki tingkah laku manusia


yang hidup sebagai built in clement. Konflik bersumber dari
perbedaan kodrati masing-masing individu dan kelompok.

3. modern atau interaksionalistis

menganggap konflik itu penting dan perlu dalam kehidupan.


Secara eksplisit konflik itu merangsang oposisi. Orang harus
mengembangkan manajemen konflik, menstimulir konflik, dan
harus bias memecahkannya.

9.9.3. Pengelolaan Konflik

Konflik tidak dapat dihindari dan tidak dapat dihilangkan selama


manusia masih bersifat dinamis. Oleh karena itu perlu
dikembangkan seni mengelola konflik (manajemen konflik)
dengan jalan sebagai berikut:

1. membuat standard-standard penilaian,


2. menemukan masalah-masalah kontroversil dan konflik-konflik,
3. menganalisa situasi dan mengadakan evaluasi terhadap
konflik,
4. memilih tindakan-tindakan yang tepat untuk melakukan
koreksi terhadap penyimpangan dan kesalahan-kesalahan
(Kartono, 1988:181)

9.9.4. Alat Manajemen Konflik

Alat –alat untuk mengatasi konflik-konflik yang terjadi dalam


organisasi atau masyarakat luas, antara lain adalah:

1. memecahkan masalah melalui sikap kooperatif,


2. mempersatukan tujuan,
3. menghindari konflik,
4. ekspansi dari sumber energi,
5. memperluas/memperlunak konflik,
6. kompromi,
7. tindakan otoriter,
8. merubah struktur organisasi dan struktur individual (Kartono,
1988:184).

9.9.5. Konseling

Adalah pembahasan suatu masalah dengan seseorang (pegawai)


dengan maksud membantu orang (pegawai) tersebut untuk dapat
menangani masalah secara lebih baik.

9.9.6. Fungsi Konseling

Ada beberapa fungsi konseling, yaitu:

1. memberikan nasehat,
2. penentraman hati,
3. komunikasi,
4. pengenduran ketegangan emosional, dan
5. penjernihan pemikiran.
BAB X
PEMELIHARAAN (MAINTENANCE)

Menurut Edwin B. Plippo fungsi kelima fungsi operasional


kepegawaian adalah fungsi pemeliharaan (maintenance) apa yang telah
dibentuk, yaitu suatu pegawai yang efektip dengan kemampuan dan
kemauan untuk melaksanakan tugas-tugas organisasi.

Pemeliharaan (maintenance) pada hakikatnya akan mencakup


suatu kelanjutan dari semua fungsi operasional yang telah dibahas
sebelumnya. Tetapi walaupun sebagai kelanjutan harus dilakukan usaha-
usaha khusus selain melalui proses-proses komunikasi kerja, integrasi,
dan kompensasi, juga program keselamaqtan dan kesehatan kerja dan
hubungan.

10.1. Program Keselatamatan dan Kesehatan Kerja

A. Pengertian Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Keselamatan mencakup dua istilah, yaitu resiko keselamatan dan


resiko kesehatan. Keselamatan kerja menunjukkan kondisi yang aman
atau selamat dari penderitaan, kerusakan atau kerugian di tempat
kerja.

Resiko keselamatan merupakan aspek-aspek dari lingkungan kerja


yang dapat menyebabkan kebakaran, ketakutan aliran listrik,
terpotong, luka memar, keseleo, patah tulang, kerugian alat tubuh,
penglihatan dan pendengaran. Kesemua ini sering dihubungakan
dengan perlengkapan organisasi/perusahaan atau lingkungan fisik
dan mencakup tugas-tugas kerja yang membutuhkan pemeliharaan
dan latihan.

Sedangkan kesehatan kerja menunjukkan pada kondisi yang bebas


dari ganggung fisik, mental, emosi atau rasa sakit yang disebabkan
oleh lingkungan kerja.

Resiko kesehatan merupakan factor-faktor dalam lingkungan kerja


yang bekerja melebihi periode waktu yang ditentukan, lingkungan
yang dapat membuat stress emosi atau ganggung fisik.
B. Tujuan Program Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Tujuan keselamatan dan kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

1. agar setiap pegawai mendapat jaminan keselamatan dan kesehatan


kerja, baik secara fisik, social dan psikologis,
2. agar setiap perlengkapan dan peralatan kerja digunakan sebaik-
baiknya, seefektip mungkin,
3. agar semua hasil produksi dipelihara keamanannya,
4. agar adanya pemeliharaan dan peningkatan kesehatan gizi
pegawai,
5. agar meningkat kegairahan, keserasian kerja, dan partisipasi
kerja,
6. agar terhindar dari gangguan kesehatan yang disebabkan oleh
lingkungan atau kondisi kerja.
7. agar setiap pegawai merasa aman dan terlindung dalam bekerja.

C. Usaha-Usaha Peningkatan Keselamatan dan Kesehatan Kerja

Usaha-usaha yang diperlukan dalam meningkatkan keselamatan dan


kesehatan kerja adalah sebagai berikut:

1. mencegah dan mengurangi kecelakaan kebakaran dan peledakan,


2. memberikan perlatan perlindungan diri pegawai yang bekerja pada
lingkungan yang menggunakan peralatan yang berbahaya,
3. mengatur suhu, kelembaban, kebersihan udara, penggunaan warna
ruangan kerja, penerangan yang cukup terang, dan menyejukkan,
dan mencegah kebisingan,
4. mencegah dan memberikan perawatan terhadap timbulnya
penyakit,
5. memelihara kebersihan dan ketertiban, dan keserasian lingkungan
kerja,
6. menciptakan suasana kerja yang menggairahkan semangat kerja
pegawai.

D. Sebab-Sebab Terjadinya Kecelakaan Kerja dan Gangguan


Kesehatan.

1. Keadaan tempat lingkungan kerja, yang meliputi:


a. penyusunan dan penyimpanan barang-barang yang berbahaya
kurang diperhitungkan keamanannya,
b. ruang kerja yang terlalu padat dan sesak,
c. pembuangan kotoran dan limbah yang tidak pada tempatnya.

2. Pengaturan udara, yang meliputi:

a. pergantian udara di ruang kerja yang tidak baik (ruang kerja


yang berdebu, dan berbau yang tidak mengenakkan),
b. suhu udara yang tidak dikondisikan pengaturannya,

3. Pengaturan penerangan, yang meliputi:

a. pengatur dan penggunaan sumber cahaya yang tidak tepat,


b. ruang kerja yang kurang cahaya, remang-remang.

4. Pemakaian peralatan kerja, yang meliputi:

a. pengaman peralatan kerja yang usang atau rusak,


b. penggunaan mesin, alat elektronik tanpa pengaman yang baik,

5. Kontrol fisik dan mental pegawai, yang meliputi:

a. kerusakan alat indera, stamina pegawai yang stabil,


b. emosi pegawai yang tidak stabil, kepribadian pegawai yang
rapuh, cara berfikir dan kemampuan persepsi yang lemah, sikap
pegawai yang ceroboh, kurang cermat, dan kurang pengetahuan
dalam penggunaan fasilitas kerja terutama fasilitas kerja yang
membawa resiko bahaya.

E. Pendekatan Sistem Pada Manajemen


DAFTAR PUSTAKA

Tohardi, Ahmad.2002.”Manajemen Sumberdaya Manusia”.Bandung:


Mandar Maju.

Wasistiono, Sadu, Chabib Soleh, Sayekti, Dety Mulyati, dan Abu Hasan
(penyunting).2002.”Manajemen Sumberdaya Aparatur
Pemerintah Daerah”.Bandung: Fokusmedia bekerjasama dengan
Pusat Kajian Pemerintahan STPDN.

Sulistiyani, Ambar Teguh (ed).2004.”Memahami Good Governance,


dalam perspektif sumberdaya manusia”.Yogyakarta:Gava Media.

Hasibuan, Malayu S.P.2002.”Manajemen Sumberdaya Manusia”.


Jakarta: Bumi Aksara.

Nawawi, Hadari.1995.”Pengawasan Melekat, di lingkungan aparatur


pemerintah”.Jakarta: Erlangga.

Soedjatmoko.1986.”Dimensi Manusia Dalam Pembangunan”.Jakarta:


LP3ES.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.”Manajemen Konpensasi


PNS”.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan
Badan Kepegawaian Negara.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.”Manajemen Purnakarya”.Jakarta:


Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan
Kepegawaian Negara.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.”Manajemen Rekrutmen dan


Seleksi”.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah
dengan Badan Kepegawaian Negara.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.”Kebijakan SDM Aparatur


Negara”.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah
dengan Badan Kepegawaian Negara.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.”Sistem Informasi


Manajemen”.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah
dengan Badan Kepegawaian Negara.
Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.”Psikologi Kepegawaian”.Jakarta:
Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan
Kepegawaian Negara.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.”Pengawasan dan Akuntabilitas


Kepegawaian”.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi
Daerah dengan Badan Kepegawaian Negara.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.”Analisa Jabatan”.Jakarta: Badan


Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan Kepegawaian
Negara.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.”Manajemen Kinerja


SDM”.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah
dengan Badan Kepegawaian Negara.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.”Manajemen Pelatihan”.Jakarta:


Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan Badan
Kepegawaian Negara.

Pusat Pendidikan dan Pelatihan.2001.”Etika Moral dan Disiplin Pegawai


”.Jakarta: Badan Diklat Depdagri dan Otonomi Daerah dengan
Badan Kepegawaian Negara.

Jerome, Paul J.2001.”Mengatur Pergantian Karyawan”.Terjemahan


Ramelan.Jakarta: PPM.

Smalley, Larry R.2000.”Orientasi dan Pelatihan di Tempat


Kerja”.Terjemahan Ramelan.Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Kelly, P. Keith.1999.”Teknik Pembuatan Keputusan Dalam


Tim”.Terjemahan Ramelan.Jakarta: Pustaka Binaman Pressindo.

Chang, Richard Y.2002.”Membangun Tim Dinamis”.Terjemahan


Ramelan.Jakarta: PPM.

Chang, Richard Y.2001.”Sukses Melalui Kerjasama Tim”.Terjemahan


Ramelan.Jakarta: PPM.

Chang, Richard Y & Mark J. curtin.2001.”Membangun Tim


Mandiri”.Terjemahan Martinia Indriadi.Jakarta:PPM.
O’reilly, Ronald.2004.”Manajemen Sumberdaya Manusia, 63 kaidah
tak terbantah mulai dari merekrut hingga memberdayakan
karyawan”.Terjemahan Eko Prasetyo Dharmawan dan Hafidz
Siregar.Jakarta: Prestasi Pustaka Publisher.

Jerome, Pauld J.2001.”Pembinaan Karyawan Melalui Umpan


Balik”.Terjemahan Ramelan.Jakarta: PPM.

Morgan, Rebecca L.2003.”Melayani Pelanggan Kecewa, tetap efektif


dalam kondisi kesal”.Terjemahan Fiyanti Osman.Jakarta: PPM.

Brock, Susan L & Sally R.Cabbel.2001.”Menyusun Buku Pedoman


Karyawan, panduan menyajikan informasi
kepersonaliaan”.Terjemahan Erwin.Jakarta: PPM.

Chang, Richard Y & P. Keith Kelly.2003.”Langkah-Langkah


Pemecahan Masalah, pendekatan rasional, praktis, dan sudah
teruji untuk memecahkan masalah”.Jakarta: PPM.

Brounstein, Marty.2003.”Mengatasi Karyawan Bermasalah, mengubah


karyawan bermasalah menjadi produktif”.Terjemahan Hesti
Widyaningrum.Jakarta: PPM.

Wolfe, Rebecca Luhn.2001.”Office Politics, meraih posisi puncak


melalui permainan yang jujur”.Terjemahan Eka Herawaty.
Jakarta: PPM.

Triguno.2003.”Budaya Kerja, menciptakan lingkungan yang kondusive


untuk meningkatkan produktivitas kerja”.Jakarta: PT Golden
Terayon Press.

Suky, Achmad.2004.”Sistem Manajemen Kinerja, performance


management system, panduan praktis untuk merancang dan
meraih kinerja prima”.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Soeprihanto, John.2001.”Penilaian Kinerja dan Pengembangan


Karyawan”.Yogyakarta: BPFE.

Siagian, Sondang P.2002.”Kiat Meningkatkan Produktivitas


Kerja”.Jakarta: Reneka Cipta.
Ruky, Achmad S.2003.”SDM Berkualitas, mengubah visi menjadi
realitas, pendekatan mokro praktis untuk memperoleh dan
mengembangkan sumberdaya manusia berkualitas dalam
organisasi”.Jakarta: PT Gramedia Pustaka Utama.

Subri, Mulyadi.2003.”Ekonomi Sumberdaya Manusia”.Jakarta: PT


RajaGrafindo Persada.

Winardi.2002.”Motivasi dan Pemotivasian dalam Manajemen”. .Jakarta:


PT RajaGrafindo Persada.

Situmorang, Victor M & Jusuf Juhir.1998.”Aspek Hukum Pengawasan


Melekat, dalam lingkungan aparatur pemerintah”.Jakarta: Rineka
Cipta.

Sedarmayanti.2001.”Sumberdaya Manusia dan Produktivitas


Kerja”.Bandung: Mandar Maju.

Moekijat.1998.”Analisa Jabatan”.Bandung: Mandar Maju.

Kuswadi.2004.”Mungkinkah Kepuasan Pelanggan Tanpa Kepuasan


Karyawan?, cara mengukut kepuasan karyawan”.Jakarta: PT
Elex Media Komputindo.

Tunggal, Amin Widjaja.2003.”Pengukuran Kinerja Dengan Balanced


Scorecard”.Jakarta: Harvarindo.

Bacal, Robert.2004.”How to Manage Performance, 24 poin penting


untuk meningkatkan kinerja, acuan praktis untuk meningkatkan
kinerja perusahaan”.Terjemahan Jully.Jakarta: PT Bhuana Ilmu
Populer.

Ndraha, Taliziduhu.1999.”Pengantar Teori Pengembangan Sumberdaya


Manusia”.Jakarta: Rineka Cipta.

Manulang, M & Marihot AMH Manulang.2001.”Manajemen


Personalia”.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Siagian, Sondang P.2003.”Manajemen Sumberdaya Manusia”.Jakarta:


Bumi Aksara.
Siagian, Sondang P.1995.”Teori Motivasi dan Aplikasinya”.Jakarta:
Rineka Cipta.

Nawawi, Hadari.2003.”Perencanaan SDM, untuk organisasi profit yang


kompetitif”.Yogyakarta: Gadjah Mada University Press.

Halsey, George D.2003.”Bagaimana Memimpin dan Mengawasi


Pegawai Anda”.Terjemahan Anaf S. Bagindo & M.
Ridwan.Jakarta: Rineka Cipta.

Barthos, Basir.2001.”Manajemen Sumberdaya Manusia, suatu


pendekatan makro”.Jakarta: Bumi Aksara.

Dessler, Gary.1986.”Manajemen Personalia”.Tejemahan Agus


Dharma.Jakarta: Erlangga.

Dessler, Gary.1997.”Manajemen Sumberdaya Manusia”.Jilid


1.Terjemahan Benyamin Molan.Jakarta: Prenhallindo.

Dessler, Gary.1998.”Manajemen Sumberdaya Manusia”Jilid


2.Terjemahan Benyamin Molan.Jakarta: Prenhallindo.

Flippo, Edwin B.1988.”Manajemen Personalia”.Jilid 1.Terjemahan


Moh. Masud.Jakarta: Erlangga.

Flippo, Edwin B.1989.”Manajemen Personalia”.Jilid 2.Terjemahan


Moh. Masud.Jakarta: Erlangga.

Djatmika, Sastra & Marsono.1979.”Hukum Kepegawaian di


Indonesia”.Jakarta: Djambatan.

Soepomo, Iman.1987.”Pengantar Hukum Perburuhan”.Jakarta:


Djambatan.

As’ad, Moh.1986.”Psikologi Industri”.Yogyakarta: Liberty.

Lumsden, Robert J.1990.”23 Langkah Menuju Sukses dan


Prestasi”.Terjemahan Budi.Jakarta: Binarupa Aksara.
Koeswara, E.1989.”Motivasi, teori dan penelitiannya”.Bandung:
Angkasa.

Wahyudi, Bambang.1991.”Manajemen Sumberdaya


Manusia”.Bandung: Sulita.

Donaldson, Les & Edward E. Scannell.1993.”Pengembangan


Sumberdaya Manusia, panduan bagi pelatih pemula”.Terjemahan
Moh. Ya’kub Suyuti & Eno Syafrudin.Jakarta: Gaya Media
Pratama.

Moekijat.1989.”Analisa Jabatan”.Bandung: Mandar Maju.

Simorangkir, O.P.1988.”Etika Jabatan”.Jakarta: Aksara Persada


Indonesia.
Ranupandojo, Heidjrachman & Suad Husnan.1989.”Manajemen
Personalia”.Yogyakarta: BPFE.

Swasono, Yudo & Endang Sulistyaningsih.1987.”Metode Perencanaan


Tenaga Kerja, tingkat nasional, regional dan
perusahaan”.Yogyakarta: BPFE.

Handoko,T. Hani.1988.”Manajemen Personalia dan Sumberdaya


Manusia”Yogyakarta: BPFE.

Mangkunegara, A.A. Anwar Prabu.1988.”Manajemen Kepegawaian dan


Sumberdaya Manusia”.Jatinangor: KKBM Ikopin.

Arifin, Ramudi (editor).1982.”Organisasi dan Manajemen


Kepegawaian, suatu pelajaran dasar bagi pegawai koperasi
konsumsi”. Terjemahan UPT Penerbitan dan
Percetakan.Jatinangor: UPT Penerbitan dan Percetakan Ikopin.

Simanjuntak, Payaman J.1985.”Pengantar Ekonomi Sumberdaya


Manusia”.Jakarta: Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi
Universitas Indonesia.

Abdurahman, Edeng H & M. Joko Affandi (penyunting).2002.


”Wacana Pengembangan Kepegawaian”.Jakarta: Badan
Kepegawaian Negara.
Campbell, David.1986.”Mengembangkan Kreativitas”,.Terjemahan
A.M. Mangunhardjana.Yogyakarta: Kanisius.

Tjandra, Happy Sugiarto.2004.”Motiv-8, koleksi motivasi untuk karier


dan kehidupan yang lebih baik”.Jakarta: Elex Media Komputindo.

Syarifudin, Zainal & Hessel Nogi S. Tangkilisan.tanpa tahun.”Kinerja


Organisasi Publik, manajemen publik untuk menciptakan kota
bersih dan nyaman dihuni”.Yogyakarta: YPAPI.

Hor, Khoo Kheng.2003.”Sun Tzu’s Art of War in Human Resource


Management, Sun Tzu dalam manajemen Sumberdaya
Manusia”. Terjemahan Rudijanto.Jakarta: PT Bhuana Ilmu
Populer.

Hardjana, Agus M.1994.”Konflik di Tempat Kerja”.Yogyakarta:


Kanisius.

Stewart, Aileen Mitchell.1998.”Empowering People, pemberdayaan


sumberdaya manusia”.Terjemahan Agus M. Hardjana.Yogyakarta:
Kanisius.

Soepomo, Iman.1993.”Hukum Perburuhan, undang-undang dan


peraturan-peraturan”.Jakarta: Djambatan.

Djatmika, Sastra & Marsono.1987.”Hukum Kepegawaian di


Indonesia”.Jakarta: Djambatan.

Musanef.1989.”Manajemen Kepegawaian di Indonesia”.Jakarta: CV


Haji Masagung.

Nainggolan, H (penyusun).1987.”Pembinaan Pegawai Negeri


Sipil”.Jakarta: tanpa penerbit.

Moekijat.1989.”Perencanaan Sumberdaya Manusia”.Bandung: Mandar


Maju.

Manulang, M.1985.”Management Personalia”.Jakarta: Ghalia Indonesia.


-.1980.”PP No. 10 tahun 1979 dan SE BAKN No. 02/SE/1979, tentang
penilaian pelaksanaan pekerjaan pegawai negeri sipil dan PP No.
15 tahun 1979 dan SE BAKN No. 03/SE/1980, tentang daftar
urut kepangkatan pegawai negeri sipil”.Jakarta: Ghalia Indonesia.

Prakoso, Djoko.1984.”Pokok-Pokok Hukum Kepegawaian di


Indonesia”Jakarta: Ghalia Indonesia.

Brandon, David & Jones.1990.”Tangan dan Karier Anda”.Jakarta:


Effhar & Dahara Prize.

Ra’in, Riawati (penyusun).1994.”Himpunan Peraturan


Kepegawaian”.Tanjungpinang: FIA UNILAK kelas
Tanjungpinang.

.-“Undang-Undang RI Nomor: 25 tentang


Ketenagakerjaan”.Tanjungpinang: Departemen Tenaga Kerja RI,
Balai Latihan Kerja Industri Tanjungpinang.

Harefa, Andrias.2003.”Mematahkan Belenggu Motivasi,


membangkitkan energi penggerak sumberdaya manusia”Jakarta:
PT Gramedia Pustaka Utama.

Moekijat.1992.Administrasi Gaji dan Upah.Bandung:Mandar Maju.

90
PROFESIONALISME

1. Menguasai ilmu pengetahuan di bidang tertentu – ketekunan mengikuti


perkembangan ilmu yang dikuasai.

2. Kemampuan menerapkan ilmu pengetahuan yang dikuasai – berguna


kepentingan bersama.

3. Ketaatan dalam melaksanakan dan menjunjung tinggi etika keilmuan –


kemampuan untuk memahami dan menghormati nilai-nilai sosial yang berlaku
di lingkungannya.

4. Besarnya rasa tanggung jawab terhadap Tuhan, bangsa dan negara,


masyarakat, keluarga dan diri sendiri atas segala tindak tanduk dan perilaku
dalam mengemban tugas berkaitan dengan penguasaan dan penetapan ilmu
yang dimiliki

ILMU, AMAL, ETIKA, DAN TANGGUNG JAWAB

BIROKRASI PEMERINTAH ORDE BARU (1967 – 1999)

1. SANGAT KUAT,
2. SENTRALISTIK,
3. OTORITARIATN,
4. MONOLOYALITAS.

KEKUASAAN DI TANGAN PENGUASA BIROKRASI


PEMERINTAH,
BUKAN DI TANGAN RAKYAT.
PERUBAHAN PARADIGMA

1. Sentralistik ke desentralistik;
2. Otoritarian ke egalitarian/demokrasi;
3. Kedaulatan negara ke kedaulatan rakyat;
4. Bentuk organisasi besar ke ramping;
5. Rowing (semua dikerjakan sendiri) ke steering (mengarahkan, mengendalikan,
dan memberi kebijakan
6. Orientasi kekuasaan negara ke berorientasi pasar.

HARUS LAKUKAN REPOSISIONING/REFORMASI, BILA TIDAK AKAN


BERMASALAH

MASALAH-MASALAH:

1. Kelembagaan besar didukung aparatur yang kurang profesional,


2. Mekanisme kerja sentralistik,
3. Kontrol terhadap birokrasi masih dilakukan oleh pemerintah, untuk
pemerintah, dan dari pemerintah,
4. Patron klien (KKN) – hambatan mewujudkan meritrokrasi dalam birokrasi,
5. Tidak jelas dan bahkan cenderungn tidak ada sense of accountability, baikn
secara kelembagaan maupun individual,
6. Jabatan birokrasi hanya bersifat menampung pengisian jabatan structural tidak
atas kompetensi yang dibutuhkan.

PERUBAHAN STRATEGIS (LINGKUP NASIONAL)

1. PELAKSANAAN DEMOKRASI
2. PERUBAHAN SISTEM POLITIK NASIONAL
3. DILAKSANAKANNYA OTONOMI DAERAH.

PERUBAHAN MANAJEMEN PEMERINTAH

1. Sarwa negara menjadi berorientasi pasar untuk kepentingan dan ditentukan


oleh negara (putting customers first),
2. Otoritarian ke demokrasi (peran rakyat)
3. Sentralisasi ke desentralisasi (perubahan kebijakan, implementasi, dan evaluasi
kebijakan),
4. Dipengaruhi oleh tata aturan global.

BIROKRASI KERANJANG SAMPAH


(Pernyataan Megawati Sukarno Putri, 11 Pebruari 2002)
KELEMAHAN DAN CACAT PEMERINTAHAN INDONESIA

1. Perangai yang sombong;


2. Oganisasi yang tambun;
3. geraknya yang lambat;
4. sifat korup;
5. profesionalisme dan produktivitas yang rendah.

ABAD 21 ,MANUSIA TIDAK PERLU BIROKRASI LAGI


(Warren Bennis)

1. Birokrasi pemerintah sarat dengan kelemahan (seperti: tidak efisien,


mengedepankan struktur hierarkis, bertele-tele dan
menyelewengkan tujuan);

2. Birokrasi pemerintah mengidap penyakit inertia (keterbelakangan)


dan resistensi (menolak perubahan).

DESAKAN PERUBAHAN BIROKRASI

1. Reformasi politik,
2. Sistem ekonomi dunia,
3. otonomi daerah

WAJAH APARATUS PEMERINTAH BIROKRASI


(Pratikno, 1997)

1. Kecenderungan penyelewengan,
2. Sebagai abdi masyarakat,
3. Aspek inovasi,
4. Aspek budaya,

KINERJA ORANG MELAYU

1. APA TANDA SI ANAK JANTAN


bentuk keperkasaan dan keberanian (baik laki-
laki maupun perempuan)

2. MATI DI TENGAH GELANGGANG

Gelanggang adalah kehidupan yang meliputi


asfek cita-cita, harapan dan pengorbanan serta
perjuangan. Artinya tidak boleh berpangku
tangan, pekerja keras dan mati bersama cita-
cita, harapan, pengorbanan dan perjuangan.

3. TIDUR DIPUNCAK GELOMBANG

Tidur tidak nyenyak karena memikirkan masa


depan (anak-anaknya bagi orang tua, agama,
bangsa dan negara bagi pemimpin)

4. MAKAN DI TEBING PANJANG

Menggambarkan bumi nan subur dan kaya


raya; tebing panjang ibarat batas sawah
terbentang nan luas, atau tebing pantai yang
panjang; dasar laut penuh kekayaan dan sumber
rezeki; tidak ada masalah dalam memenuhi
keperluan hidup (makan dan minum); jika ada
orang miskin di bumi kaya artinya …bila tidak
malas/tidak bersyukur dengan nikmat, pasti
kekayaannya sudah habis dirampok …

5. LANGKAH MENGHENTAM BUMI


Sikap teguh, gagah perkasa, berhati baja dan
penuh keyakinan; melaksanakan tugas dengan
rasa tanggung jawab; melangkah dengan
kepastian untuk meraih kesuksesan; kegagalan
adalah cobaan bukan mematahkan semangat
dan cita-cita.

6. LENGGANG MENGIPAS SEMAK

Mampu membedakan antara yang baik dan


buruk; Menyingkirkan yang buruk bagaikan
menguak air dalam sungai; melakukan kebaikan
untuk semua orang, ibarat melalui semak
belukar perintis jalan agar yang dibelakang
mudah melalui.

7. TANGIS TERBANG KE LANGIT

Rindu akan kebenaran; susah senang senantiasa


mengadu kepada Tuhan; pasrah dan bermohon
dengan linangan air mata hanya kepada Tuhan;
taqwa dasar kehidupan; terlanjur berbuat salah
segera bertobat; jika susah meneteskan air mata
karena kesalahan dan dosa, maka telah terjadi
pengikisan nilai yang amat dahsyad.
8. ISAK DITELAN BUMI

Tabah dan sabar; tidak mengalah dengan


musibah, bencana, malapetaka dan ujian; tidak
terlalu mengharapkan bantuan; menghadapi
ujian dengan optimis; tangis tersembunyi dalam
benak; penderitaan ditanggung sendiri dalam
hati; tidak mudah mengeluh; tegar dalam
menghadapi ujian.

9. YANG TAK KENAL KAN AIR MATA

Tidak mudah bersedih; tidak ada duka nistafa


dalam kehidupan; penuh harapan menghadapi
hari esok

10. YANG TAK KENALKAN TUNDUK KULAI

Tidak mengalah dalam perjuangan hidup;


keteguhan dan keberanian jiwa; bernilai bagi
diri dan bangsa; bersemangat dalam
menghadapi tantangan.

Tanjungpinang, medio Oktober 2004

KUALITAS
SUMBERDAYA MANUSIA
DAN OTONOMI DAERAH *)
suhardi mukhlis **)
A. Pendahuluan

Pengalaman selama krisis ekonomi menunjukkan bahwa negara-


negara seperti Korea, Jepang, Thailand, dan negara-negara lainnya
bahkan Singapura tidak terkena imbas krisis padahal negara-negara
sekitarnya mengalami krisis yang cukup parah. Bahkan Singapura
negara tetangga yang berbatasan langsung dengan propinsi Kepri tidak
terkena krisis sama sekali. Mengapa?. Jelas, langsung atau tidak
langsung, kualitas sumberdaya manusia mempunyai peran yang paling
utama dan menentukan dalam pembangunan ekonomi.

Bermacam teori telah coba menjelaskan keterkaitan antara


pengembangan sumberdaya manusia, teknologi dan pertumbuhan
ekonomi. Kaum klasik yang dipelopori oleh Solow (1957) berpendapat
bahwa teknologi dapat dianggap sebagai faktor yang bersifat eksogen
(dari luar) yang datang begitu saja ke dalam proses produksi. Siapapun
atau negara manapun memiliki kesempatan yang sama untuk
memanfaatkan teknologi dengan pengeluaran rendah atau bahkan tanpa
biaya sama sekali.

Dalam perekonomian yang terbuka, hampir semua faktor produksi


dapat berpindah tangan secara leluasa dan teknologi dapat dimanfaatkan
oleh setiap negara, maka pertumbuhan semua negara di dunia konvergen,
yang berarti kesenjangan akan berkurang. Tetapi dalam kenyataan
konvergensi yang diharapkan itu tidak pernah terjadi yang terjadi justru
sebaliknya kesenjangan yang semakin melebar antara negara maju dan
negara berkembang.
-------------------------
*) materi disampaikan dalam dialog yang diselenggarakan oleh ikatan
pelajar dan mahasiswa Natuna tanggal 12 Desember 2004,

**) staf fungsional (lektor) pada sekolah tinggi ilmu sosial dan ilmu
politik raja haji tanjungpinang, mahasiswa pascasarjana BKU
Kybernologi Unpad Bandung.
1
Melihat kenyataan ini maka berkembanglah pola pikir yang lain,
yaitu pertumbuhan endogen (dari dalam system). Inti pola pikir ini
adalah bahwa pertumbuhan ekonomi dan kemajuan serta dinamisasi
ekonomi bersumber dari dalam dan unsur dalam ini diwujudkan dalam
bentuk efisiensi dan produktivitas masyrakat.
Sumber pertumbuhan endogen, antara lain dikembangkan oleh
Romer (1990), yaitu meningkatnya stok pengetahuan dan ide baru
dalam perekonomian yang mendorong tumbuhnya daya cipta dan
inisiatif yang diwujudkan dalam kegiatan inovatif dan produktif.
Pengembangan teori pertumbuhan endogen ini meningkatkan perhatian
yang lebih besar terhadap pembangunan manusia. Apabila pengetahuan
baru dan keterampilan terkandung dalam sumberdaya manusia, dan
pembangunan ekonomi tergantung pada peningkatan teknologi,
pengetahuan dan cara-cara baru dalam proses produksi, maka
keberhasilan pembangunan akan ditentukan oleh proses akumulasi dari
kualitas sumberdaya manusia (Becker, Murphy dan Tamura dalam
Ginandjar Kartasasmita, 1996:266)

B. Kualitas Sumberdaya Manusia

Indikator kualitas sumberdaya manusia dapat dilihat dari tingkat


pendidikan dan tingkat kesehatan masyarakat. Bagi negara-negara
berkembang seperti Indonesia untuk memacu pertumbuhan ekonomi,
diperlukan sumberdaya manusia yang berkualitas. Tinggi rendahnya
kualitas sumberdaya manusia semata-mata tidak dapat diukur dengan
angka-angka, tetapi dapat dilihat dari apa yang telah dihasilkannya
(produktivitas).

Triguno (2003:75) menyebutkan kualitas mempunyai dimensi


tergantung pada produk yang diinginkan oleh masyarakat (pelanggan),
antara lain seperti kinerja, bentuk, kesesuaian, kekuatan, pelayanan,
keindahan, rasa, harga, pemenuhan kebutuhan, kemanusiaan, keamanan,
kemampuan dan lain-lain. Dan menurutnya dari dimensi tersebut yang
paling penonjol adalah “zero defec/tanpa cacat”

Kualitas sumberdaya manusia dapat digolongkan menjadi tiga


tingkatan, yaitu: 1) sempurna (terbaik), 2) asal jadi, dan 3) buruk. Makin
berkualitas sumberdaya manusia berarti makin minimalnya cacat/cela
pada manusia tersebut.

2
Secara rinci penulis susun ukuran kualitas sumberdaya manusia
yang sebagai berikut:
Sumberdaya Proses/cara kerja Produk
Manusia
Barang jasa

 beriman  cepat  kuat sesuai  pasti


 bertaqwa  tepat performanc  cepat
 bermoral  urut e  tepat
 terampil  murah  konformitas  urut
 profesional  hemat  desain me-  menyenang-
 tanggung  efisien narik kan
jawab  efektip  pemelihara-  sejuk
 sopan santun  optimal an mudah  nyaman
 ramah  aman  murah  aman
 membantu  sinergik  awet  pelayan-an
 menghargai  gotong royong  teknologi lain
orang lain  kerjasama tinggi/tepat  murah
 hormat  koordinatif  warna  diperca-
 ingin maju  consensus mena- ya
 tanggap rik  profesional
 menyenangkan
 rasa ikut  profesional  kemasan  tanpa pung-
memiliki ba- li
 pasti
 mawas diri gus  dengan ja-
 teknologi tepat
 disiplin  aman minan
guna
 semangat/ulet  dengan  dll
 memimpin de-
jaminan
 proaktif ngan ketela-
 mandiri  dll
danan/motivasi
 positif /delegasi we-
 bersih wenang
 berwibawa  dengan
 jujur jaminan
 tidak memeras  dll
 integritas
 dll

3
Perlu diingat bahwa besarnya investasi yang dilakukan dalam
sumberdaya manusia tidak akan membawa hasil bagi pertumbuhan
ekonomi tanpa disertai peningkatan kualitas sumberdaya manusia yang
dibutuhkan dan prasarana serta sarana penunjang.
Sebagaimana telah disebutkan bahwa kualitas sumberdaya manusia
dapat dilihat dari beberapa indikator, antara lain tingkat pendidikan dan
tingkat kesehatan masyarakat. Tingkat pendidikan dan tingkat
kesehatan masyarakat dapat dilihat dari besarnya pengeluaran
masyarakat dan pemerintah dalam bidang pendidikan dan kesehatan.
Sebagai perbandingan penulis tampilkan data pengeluaran masyarakat
dan pemerintah di kawasan Asean dalam bidang pendidikan dan
kesehatan sebagai berikut:

Negara Pemerintah Masyarakat

Kesehatan Pendidikan Kesehatan Pendidikan

Indonesia 3% 9% 0,7% 1,7%


Malaysia 6% 23% 1,4% 5,3%
Filiphina 3% 20% 1,3% 2,2%
Singapura 7% 19% 1,3% 3%
Thailand 9% 22% 1,4% 4,2%
Vietnam - - 1,1% 2,7%

Dari table di atas, ternyata pengeluaran masyarakat dan pemerintah


Indonesia di bidang pendidikan dan kesehatan paling kecil di kawasan
Asean, pantaslah… Jalan keluarnya ya dinaikkan. Kenaikan anggaran
pendidikan harus diimbangi dengan investasi fisik lainnya (sarana dan
prasarana) terutama di daerah-daerah terpencil. Sedangkan dalam
bidang kesehatan pemerintah harus melaksanakan program-program
kesehatan, obat-obatan dan lain-lain.

Sebagaimana dimuat dalam Undang-Undang tentang Sistem


Pendidikan Nasional, pendidikan berfungsi mengembangkan kemampuan
dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam
rangka mencerdaskan kehidupan bangsa. Sedangkan tujuan pendidikan
adalah untuk mengembangkan potensi agar menjadi manusia yang ber-
4
iman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia,
sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri, dan menjadi warga negara yang
demokratis serta bertanggung jawab.
Agar fungsi dan tujuan pendidikan tersebut di atas tercapai, maka
pendidikan harus diselenggarakan dengan prinsip-prinsip sebagai
berikut:
1. diselenggarakan secara demokratis dan berkeadilan,
2. sebagai satu kesatuan yang sistemik dengan system terbuka dan
multimakna,
3. diselenggarakan sebagai suatu proses pembudayaan dan
pemberdayaan yang berlangsung sepanjang hayat,
4. diselenggarakan dengan memberi teladan, membangun kemauan, dan
mengembangkan kreativitas,
5. diselenggarakan dengan mengembangkan budaya membaca, menulis
dan berhitung bagi segenap warga masyarakat,
6. diselenggarakan dengan memberdayakan semua komponen
masyarakat melalui peran serta dalam penyelenggaraan dan
pengendalian mutu layanan pendidikan.

Penyelenggaraan pendidikan yang konsisten terhadap fungsi, tujuan


dan prinsip-prinsif akan melahirkan sumberdaya manusia yang unggul
dan menurut Inu Kencana Syafi’ie (2003:39) sumberdaya manusia yang
unggul harus meliputi: Etika, logika dan estetika. Dengan etika manusia
akan mampu membedakan yang baik dan yang buruk dan akan
melahirkan manusia-manusia budiman. Dengan logika manusia mampu
membedakan yang benar dan yang salah dan melahirkan seorang ilmuan.
Sedangkan dengan estetika manusia dapat membedakan mana yang indah
dan mana yang jelek dan inilah yang disebut seniman.

C. Otonomi Daerah

Secara akademik otonomi daerah dan desentralisasi berbeda, tetapi


secara praktis dalam penyelenggaraan pemerintahan tidak dapat
dipisahkan. Otonomi daerah diartikan sebagai kemandirian suatu daerah
dalam kaitan pembuatan keputusan dan pengambilan keputusan
mengenai kepentingan daerahnya sendiri. Sedangkan desentralisasi
diartikan pelimpahan kewenangan dan tanggung jawab dari pemerintah
pusat kepada pemerintah daerah. Dus dengan kata lain desentralisasi
mempersoalkan pembagian kewenangan kepada organ-organ penyeleng-

5
garaan negara, sedangkan otonomi menyangkut hak yang mengikuti
pembagian wewenang tersebut.
Visi desentralisasi merupakan simbol adanya trust (kepercayaan)
dari pemerintah pusat kepada daerah di bidang politik, ekonomi, dan
sosial. Kepercayaan di bidang politik harus dipahami sebagai sebuah
proses untuk membuka ruang bagi lahirnya pemimpin pemerintahan
daerah yang dipilih secara demokratis, memungkinkan berlangsungnya
penyelenggaraan pemerintahan yang responsip. Sedangkan dibidang
ekonomi terbukanya peluang bagi pemerintah daerah mengembangkan
kebijakan regional dan lokal untuk mengoptimalkan pendayagunaan
potensi ekonomi di daerahnya. Dan di bidang sosial diupayakan
menciptakan kemampuan masyarakat untuk merespon dinamika
kehidupan di sekitarnya.

Konsekuensi dari pelaksanaan otonomi daerah adalah selain


otonomi daerah dipandang sebagai instrumen desentralisasi dalam
rangka mempertahankan keutuhan serta keberagaman bangsa juga
otonomi daerah harus didefenisikan sebagai otonomi bagi rakyat daerah,
bukan otonomi pemerintah daerah (pemda), juga bukan otonomi bagi
daerah. Dus berhasil tidaknya penyelenggaraan otonomi daerah
terutama diukur dari derajad keterlibatan masyarakat dalam
penyelenggaraan otonomi tersebut, baik sebagai kesatuan sistem maupun
sebagai individu yang merupakan bagian integral yang sangat penting
dari system pemerintahan daerah, karena secara prinsip
penyelenggaraan otonomi daerah ditujukan guna mewujudkan
masyarakat yang sejahtera di daerah yang bersangkutan. Dan menurut
Kaho (2002:115) partisipasi masyarakat dapat terjadi pada empat
jenjang, yaitu:

1. partisipasi dalam proses pembuatan keputusan,


2. partisipasi dalam pelaksanaan,
3. partisipasi dalam pemanfaatan hasil,
4. partisipasi dalam evaluasi.

Menurut penulis bagaimana mungkin mengharapkan partisipasi


masyarakat pada jenjang-jenjang tersebut di atas, apabila tidak memiliki
kualitas sumberdaya manusia.

6
4. Kualitas Sumberdaya Manusia Melayu
Keunggulan sumberdaya manusia melayu sebenarnya sudah
dibuktikan sejak tahun 1890-an dengan munculnya karya-karya besar
Raja Ali Haji serta lahirnya perkumpulan-perkumpulan pengajian, dan
percetakan di pulau Penyengat dan Lingga. Diakui pula pulau penyengat
merupakan pusat kebudayaan Melayu dan agama Islam yang utama
dengan Raja Ali Haji sebagai sosok dan simbol keunggulan.

Sesungguhnya, orang melayu telah memiliki visi dan misi jauh ke


depan yang dibuktikan lahirnya karya-karya besar Raja Ali Haji, telah
lama mengenal prinsip-prinsip manajemen modern sebagaimana tertuang
dalam ungkapan “yang patah disuruh menunggu jemuran, yang pekak
disuruh menyulut meriam, yang berani dibuat kepala lawan, kalau kaya
hendakkan emasnya, kalau alim hendakkan ilmunya”.

Sebenarnya tidak cukup kuat alasan yang menyatakan persoalan


utama otonomi daerah terletak pada kurangnya dan bahkan tidak adanya
sumberdaya manusia daerah yang berkualitas. Persoalan Produktivitas
sumberdaya manusia seharusnya tidak saja diartikan dengan stratafikasi
pendidikan lulusan perguruan tinggi, tetapi mencakup pemberdayaan
tenaga dan fikiran secara optimal. Dengan kata lain kesempatan yang
Kemauan dan kemampuan.

Kemauan dan kemampuan sumberdaya manusia melayu


sebenarnya dapat dilihat dari falsafah hidup orang melayu, sebagai
berikut:

1. Apa tanda si anak jantan

bentuk keperkasaan dan keberanian (baik laki-laki maupun


perempuan)

2. Mati di tengah gelanggang

Gelanggang adalah kehidupan yang meliputi asfek cita-cita, harapan


dan pengorbanan serta perjuangan. Artinya tidak boleh berpangku
tangan, pekerja keras dan mati bersama cita-cita, harapan,
pengorbanan dan perjuangan.

7
3. Tidur dipuncak gelombang
Tidur tidak nyenyak karena memikirkan masa depan (anak-anaknya
bagi orang tua, agama, bangsa dan negara bagi pemimpin)

4. Makan di tebing panjang

Menggambarkan bumi nan subur dan kaya raya; tebing panjang


ibarat batas sawah terbentang nan luas, atau tebing pantai yang
panjang; dasar laut penuh kekayaan dan sumber rezeki; tidak ada
masalah dalam memenuhi keperluan hidup (makan dan minum); jika
ada orang miskin di bumi kaya artinya …bila tidak malas/tidak
bersyukur dengan nikmat, pasti kekayaannya sudah habis dirampok

5. Langkah menghentam bumi

Sikap teguh, gagah perkasa, berhati baja dan penuh keyakinan;


melaksanakan tugas dengan rasa tanggung jawab; melangkah dengan
kepastian untuk meraih kesuksesan; kegagalan adalah cobaan bukan
mematahkan semangat dan cita-cita.

6. Lenggang mengipas semak

Mampu membedakan antara yang baik dan buruk; Menyingkirkan


yang buruk bagaikan menguak air dalam sungai; melakukan kebaikan
untuk semua orang, ibarat melalui semak belukar perintis jalan agar
yang dibelakang mudah melalui.

7. Tangis terbang ke langit

Rindu akan kebenaran; susah senang senantiasa mengadu kepada


Tuhan; pasrah dan bermohon dengan linangan air mata hanya kepada
Tuhan; taqwa dasar kehidupan; terlanjur berbuat salah segera
bertobat; jika susah meneteskan air mata karena kesalahan dan dosa,
maka telah terjadi pengikisan nilai yang amat dahsyad.

8
8. Isak ditelah bumi
Tabah dan sabar; tidak mengalah dengan musibah, bencana,
malapetaka dan ujian; tidak terlalu mengharapkan bantuan;
menghadapi ujian dengan optimis; tangis tersembunyi dalam benak;
penderitaan ditanggung sendiri dalam hati; tidak mudah mengeluh;
tegar dalam menghadapi ujian.

9. Yang tak kenalkan air mata

Tidak mudah bersedih; tidak ada duka nistafa dalam kehidupan;


penuh harapan menghadapi hari esok

10. Tak kenalkan tunduk kulai

Tidak mengalah dalam perjuangan hidup; keteguhan dan keberanian


jiwa; bernilai bagi diri dan bangsa; bersemangat dalam menghadapi
tantangan.

Tanjungpinang, 10 Desember 2004

DAFTAR BACAAN
Kaho, Josef Riwu, 2002, “Prospek Otonomi Daerah di Negara Republik Indonesia,
identifikasi beberapa factor yang mempengaruhi penyelenggaraannya”.
Jakarta. PT RajaGrafindo Persada.

Karim, Abdul Gaffar (Ed). 2003. “Kompleksitas Persoalan Otonomi Daerah di


Indonesia”. Yogyakarta. Pustaka Pelajar bekerjasama dengan Jurusan Ilmu
Pemerintahan Fisipol UGM.

Selamat, Muhammad Isa.2001.”Gagasan Pembangunan & Kekuatan Jatidiri, Riau


Menuju Jalan Puncak”.Bengkalis: Pusat Warisan Melayu Riau.

Triguno. 2003. “Budaya Kerja, menciptakan lingkungan yang kondusive untuk


meningkatkan produktivitas kerja”. Jakarta. PT Golden Terayon Press.

Wasistiono, Sadu dkk (Peny). 2002. “Manajemen Sumberdaya Aparatur Pemerintah


Daerah”. Bandung. Fokusmedia bekerjasama dengan Pusat Kajian
Pemerintahan STPDN.

-.2003. “Undang-Undang Republik Indonesia No. 20 tahun 2003, Tentang Sistem


Pendidikan Nasional”. Bandung. Citra Umbara.

9
analisis sumberdaya pemerintahan
by Prof. Dr. Josy Adiwisastra
tanggal 27-02-2005

pemerintahan sebagai proses harus punya sumberdaya (SDM, SDA, SD


Buatan), perlu dimanaje (merekrut, menempatkan, melindungi sumber)
sesuai dengan pelayanan publik.

SDM

- pri
- nsif, tidak semua manusia menjadi SDM,
- SDM (Keth Devis) orang-orang yang memiliki kemauan, kemampuan,
keterampilan (willing, ebility, & skill) – (konseftual, social,
skill/teknis).

SECARA MAKRO

Gizi dan makanan


Keamanan

Politik, coordinating pendidikan (informal &


Dan policy making, dan non formal) fasili-
Antara departemen tasnya.
Yang berkaitan dengan
Pembentukan sdm
SDM
Warisan
Biologik
Ekonomi
Produksi kebersihan
Pendapatan kesehatan
Industri
Nilai lingkungan
Budaya alam
MASALAH SDM

1. pertumbuhan sumberdaya manusia lebih cepat jika dibandingkan


dengan pertumbuhan kesempatan kerja;
2. penyebaran SDM tidak merata di wilayah negara;
3. tidak ada link and match antara SDM kebutuhan tenaga kerja;
4. informasi kesempatan kerja terlambat;
5. lemahnya karsa (need for achievement) *) yang rendah;
6. primordialistik.

*) need for achiepment=karsa menuju masyarakat berprestasi.

FUNGSI MSDM

1. Perencanaan
Proses yang sistematis meneliti kebutuhan akan sama untuk
menjamin persediaan SDM akan jumlah dan mutu yang sesuai
dengan kebutuhan;
2. Recruitmen dan seleksi
Proses penarikan calon pegawai yang memenuhi persyaratan
seleksi pemilihan calon pegawai agar lebih memahami persyaratan
sesuai dengan kualifikasi jabatan;

3. development (pengembangan)
peningkatan kemampuan pegawai dan performance (kinerja)
melalui pelatihan, pendidikan dan pengembangan.

4. Reward (balas jasa)


Imbalan atas kontribusi pekerjaan yang dilakukan oleh pegawai.

5. Keselamatan kerja;
6. Kesehatan kerja;
7. industrial relation;
8. penelitian SDM (cascio, managing, human, resources productivity,
quality).

1. penarikan,
2. seleksi,
3. pemeliharaan.

Anda mungkin juga menyukai