Pada referat ini akan dilakukan pembahasan secara spesifik mengenai krisis
adrenal sebagai salah satu kegawat daruratan penyakit dalam. Referat ini disusun
berdasarkan dari sumber-sumber yang membahas mengenai definisi, epidemiologi,
etiologi, patofisiologi, tanda, gejala, diagnosis banding, langkah diagnosa, dan
tatalaksana penyakit.
Akhir kata, penulis mengucapkan terima kasih kepada Tuhan Yang Maha Esa
dan kepada dr. Widya Wirawan Sp. PD sebagai pembimbing dalam pembuatan referat
tentang krisis adrenal ini. Semoga referat ini dapat bermanfaat bagi kita semua.
1
Jakarta, 1 Juni 2014
Table of Contents
Table of Contents
Pendahuluan....................................................................................................................... 3
Latar Belakang.......................................................................................................................... 3
Tujuan.......................................................................................................................................... 4
Tinjauan Pustaka............................................................................................................... 5
Hipotalamus dan Kelenjar Pituitari.................................................................................... 5
Kelenjar Adrenal....................................................................................................................... 6
Mineralokortikoid.................................................................................................................................. 7
Glukokortikoid........................................................................................................................................ 7
Krisis Adrenal.................................................................................................................. 10
Definisi...................................................................................................................................... 10
Epidemiologi........................................................................................................................... 11
Etiologi...................................................................................................................................... 12
Patofisiologi............................................................................................................................. 13
Temuan Klinis......................................................................................................................... 15
Anamnesa............................................................................................................................................... 15
Pemeriksaan Fisik............................................................................................................................... 16
Pemeriksaan Penunjang...................................................................................................... 16
Laboratorium........................................................................................................................................ 16
Pencitraan.............................................................................................................................................. 16
Lain-lain.................................................................................................................................................. 16
Diagnosa Banding.................................................................................................................. 17
Tatalaksana Gawat Darurat................................................................................................. 18
Medikasi.................................................................................................................................... 18
Tatalaksana Lanjutan.............................................................................................................................. 19
2
Pendahuluan
Latar Belakang
3
Tujuan
4
Tinjauan Pustaka
Kelenjar pituitari terdiri dari dua lobus utama, yaitu pituitari posterior
dan pituitari anterior. Hipotalamus merupakan bagian dari otak yang
mengeluarkan sembilan hormon peptida. Dua dari hormon tersebut disimpan di
pituitari posterior (oksitosin dan vasopresin), dan tujuh sisanya (TRH, CRH,
GnRH, GHRH, GHIH, PRH, dan PIH) dibawa melalui hubungan vaskular spesial
(sistem portal hipotalamus-hipofisis) ke pituitari anterior, dimana mereka
mengatur pelepasan dari hormon-hormon pituitari anterior.
5
merupakan hormon yang menstimulasi sekresi kortisol oleh korteks adrenal dan
mendorong pertumbuhan dari korteks adrenal. Follicle Stimulating
Hormone/FSH membantu regulasi gamet (ova dan sperma) pada kedua jenis
kelamin. Pada perempuan, FSH menstimulasi pertembuhan dan perkembangan
dari folikel ovaria, yang di dalamnya terdapat sel telur. Hal tersebut juga
mempromosi sekresi dari hormon estrogen oleh ovarium. Pada laki-laki, FSH
dibutuhkan dalam produksi sperma. Luteinizing Hormone/LH membantu
mengontrol sekresi hormon seks pada kedua jenis kelamin, selain fungsi-fungsi
penting lainnya bagi perempuan. Pada perempuan, LH berguna untuk ovulasi
dan luteinisasi (yaitu, formasi dari korpus luteum di ovarium pada saat ovulasi).
LH juga meregulasi sekresi estrogen dan progesteron. Pada laki-laki, hormon
yang sama menstimulasi sel Leydig di testis untuk mensekresi testosteron.
Prolactin/PRL berguna untuk menyokong pertumbuhan payudara dan produksi
susu (laktasi) pada perempuan. Fungsinya pada laki-laki belum diketahui pasti,
walau terdapat bukti bahwa PRL dapat memicu produksi reseptor LH pada testis.
Studi-studi terkini juga menyimpulkan bahwa prolaktin memperkuat sistem
imun dan mendukung pertubuhan pembuluh darah baru.
Kelenjar Adrenal
Korteks adrenal terdiri dari tiga bagian: zona glomerulosa, bagian terluar;
zona fasikulata, bagian tengah; dan zona retikularis, bagian terdalam. Korteks
adrenal memproduksi beberapa jenis hormon adrenokortikal, semuanya
merupakan steroid yang berasal dari satu molekul yaitu kolesterol. Berdasarkan
kerjanya, steroid adrenal dapat dibagi menjadi tiga kategori:
6
1. Mineralokortikoid, terutama aldosteron, mempengaruhi keseimbangan
mineral (elektrolit), spesifiknya adalah keseimbangan Na + dan K+.
2. Glukokortikoid, terutama kortisol, berperan penting dalam metabolisme
glukosa, protein, dan lemak serta adaptasi terhadap stres.
3. Hormon seks sama seperti yang diproduksi oleh gonad (testis pada laki-
laki, ovari pada perempuan). Hormon seks adrenokortikal yang terbanyak
dan terpenting adalah dehydroepiandrosterone, sebuah androgen, atau
hormon seks “pria”.
Mineralokortikoid
Glukokortikoid
7
Secara keseluruhan, efek metabolisme kortisol adalah untuk
meningkatkan konsentrasi gula darah dengan mengorbankan simpanan protein
dan lemak. Secara spesifik, kortisol menjalankan fungsi-fungsi berikut:
Stimulasi glukoneogenesis pada liver; perubahan molekul non-
karbohidrat (yaitu, asam amino) menjadi karbohidrat di dalam liver
(gluko berarti “glukosa”; neo berarti “baru”; genesis berarti
“produksi”). Diantara makan atau ketika saat berpuasa, glikogen
(simpanan glukosa) dalam liver cenderung habis. Otak kita hanya
dapat menggunakan glukosa sebagai sumber energi, oleh karena itu
glukoneogenesis berperan penting dalam menyediakan sumber energi
bagi otak ketika glikogen sudah habis.
Inhibisi penggunaan glukosa oleh jaringan selain otak, hal ini
membantu meningkatkan konsentrasi glukosa darah dari
glukoneogenesis.
Stimulasi degradasi protein oleh jaringan, terutama jaringan otot.
Dengan terjadinya degradasi protein menjadi asam amino oleh
jaringan, maka asam amino tersebut dapat digunakan sebagai bahan
mentah oleh liver untuk proses glukoneogenesis.
Membantu lipolisis, yaitu penghancuran lipid (lemak) yang disimpan
di dalam jaringan adiposa, kemudian menjadi asam lemak bebas di
dalam darah. Hal ini dapat digunakan oleh jaringan sebagai pengganti
gula untuk energi sementara, selagi otak menggunakan sisa gula yang
ada untuk energinya.
8
kortisol. Walaupun peran spesifik kortisol dalam adaptasi terhadap stres belum
diketahui, tetapi ada teori yang menyebutkan bahwa sejak zaman primitif, ketika
manusia dalam keadaan dibawah tekanan, sehingga ia harus menahan makan
saat sedang bertarung. Kortisol membuat protein dan lemak yang tersimpan
berubah menjadi karbohidrat, yang berguna sebagai makanan bagi otak. Asam
amino yang bebas karena degradasi protein juga berguna sebagai blok
pembangun jika terjadi kerusakan terhadap jaringan di tubuh.
Efek anti-inflamasi dan supresi imun yang diberikan oleh kortisol berguna untuk
menahan dan mengecek keseimbangan dari sistem imun tubuh. Imunitas tubuh
yang berlebihan dapat menyebabkan bahaya, oleh karena itu peran kortisol
dalam reaksi imun berguna untuk menjaga homeostasis. Sebagai contoh, kortisol
menghentikan sebagian produksi mediator kimia seperti prostaglandin dan
leukotrien; kortisol menekan migrasi neutrofil ke daerah luka dan menghambat
kerja fagositik; dan kortisol juga menghentikan proliferasi dari fibroblas pada
penyembuhan luka. Kortisol juga menurunkan respons imun tubuh dengan cara
menghambat produksi antibodi oleh limfosit.
9
atrofi ireversibel dari sel yang memproduksi kortisol sehingga lama-lama tubuh
tidak akan dapat memproduksi kortisolnya sendiri.
10
Krisis Adrenal
Definisi
Krisis adrenal akut adalah keadaan mengancam nyawa yang disebabkan
oleh kekurangan kortisol di dalam darah yang diproduksi oleh kelenjar adrenal.
Ketika seseorang diduga memiliki insufisiensi adrenal dan menunjukkan gejala-
gejala seperti otot melemah, tekanan darah rendah atau syok, dan sangat
mengantuk atau koma maka orang tersebut diduga memiliki krisis adrenal atau
krisis Addison.
11
Epidemiologi
12
konsekutif, hanya 22 (1.1%) yang menunjukkan perdarahan adrenal bilateral
(PAB); tetapi, hanya sebanyak 15% yang meninggal dalam keadaan syok yang
memiliki PAB.
Tidak ada penjelasan atau data mengenai perbedaan ras, jenis kelamin
ataupun usia di dalam literatur.
Jika tidak ada PAB, tingkat keselamatan pasien dengan krisis adrenal akut
yang didiagnosa dan ditangani secara tepat, mendekati tingkat keselamatan
pasien tanpa krisis adrenal yang memiliki keparahan yang sama. Pasien yang
memiliki PAB sebelum tersedianya tes hormon atau computed tomography (CT)
scan jarang selamat. Pada satu studi, pasien yang didiagnosa menggunakan CT
memiliki tingkat keselamatan sebesar 85%. Karena angka insidens asli dari krisis
adrenal dan PAB tidak diketahui, maka tingkat mortalitasnya tidak diketahui.
Etiologi
13
Patofisiologi
14
Defisiensi hormon adrenokortikal menyebabkan kemunduran dari efek-
efek hormonal diatas, menyebabkan temuan klinis dari krisis adrenal.
Insufisiensi adrenal dibagi menjadi dua jenis, yaitu primer dan sekunder.
Perdarahan adrenal bilateral (PAB) terjadi saat ada stres fisiologis berat
(contoh: infark myokardial, syok sepsis, rumitan kelahiran) atau seiring dengan
kelainan koagulopati atau tromboemboli.
15
Temuan Klinis
Anamnesa
16
Pemeriksaan Fisik
Pemeriksaan Penunjang
Laboratorium
Pencitraan
Lain-lain
17
o Catatan: dalam keadaan gawat darurat, jangan tunda penanganan
dengan asumsi insufisiensi adrenal. Penanganan dengan
deksametason tidak mengganggu tes stimulasi ACTH ataupun
pengukuran level kortisol serum
o Tentukan nilai dasar serum kortisol dan ACTH
o Berikan 0.25 mg kosintropin (ACTH sintesis) secara intravenus
atau intramuskular
o Hitung level kortisol setiap 30 menit setelah pemberian
kosintropin
o Respons normal ditandai ketika level kortisol mencapai 18 g/dL
setelah pemberian ACTH
o Pada insufisiensi adrenal, level kortisol serum tidak dapat
meningkat walaupun telah diberikan ACTH
Tes rekam jantung/elektrokardiografi
o Dapat ditemukan peningkatan gelombang T yang menunjukkan
hiperkalemia
Kortisol urin 24 jam
o Hanya dilakukan pada kondisi tidak gawat darurat
Diagnosa Banding
Addison’s disease
Anorexia nervosa
Asidosis metabolik
Hiperkalsemia
Hiperkalemia
Hipoglikemia
Hiponatremia
Hipopituitarism
Hipotiroid
18
Tatalaksana Gawat Darurat
Jaga dan stabilkan jalan nafas, pernafasan, dan sirkulasi pada pasien krisis
adrenal
Gunakan terapi penggantian cairan secara agresif (gunakan dekstros 5%
dalam larutan salin normal).
Tangani kelainan elektrolit berikut:
o Hipoglikemi
o Hiponatremi
o Hiperkalemi
o Hiperkalsemi
Gunakan dekstros 50% jika terjadi hipoglikemia
Berikan hidrokortison (100 mg) intravena selama 6 jam. Pada saat
pemeriksaan stimulasi ACTH, deksametason (4 mg) intravena dapat
digunakan sebagai pengganti hidrokortison agar tidak mengganggu tes
level kortisol
Berikan fludrokortison setiap hari sebagai penggati mineralokortikoid
Selalu tangani underlying disease yang menyebabkan kondisi pasien
Medikasi
19
aktif setelah melalui metabolisme oleh hepar. Tidak dianjurkan
pada pasien yang mengalami penurunan fungsi hati.
o Deksametason – merupakan alternatif hidrokortison, berguna
sebagai pengganti saat dilakukan tes kortisol serum, agar tidak
mengganggu pembacaan hasil
o Fludrokortison asetat – berguna sebagai pengganti sementara
pada kasus insufisiensi adrenal primer dan sekunder.
Tatalaksana Lanjutan
20
Lakukan pemeriksaan tekanan darah, berat badan, dan elektrolit secara
reguler
Berikan edukasi terhadap pasien mengenai penyakitnya, dan terutama
untuk meningkatkan dosis steroid ketika berada di bawah kondisi stres
fisiologis.
21
1
Hahner S, Loeffler M, Bleicken B, et al. Epidemiology of adrenal crisis in chronic adrenal
insufficiency: the need for new prevention strategies. Eur J Endocrinol. Mar 2010;162(3):597-602.
2
Annane D, Sebille V, Charpentier C, et al. Effect of treatment with low doses of hydrocortisone
and fludrocortisone on mortality in patients with septic shock. JAMA. Aug 21 2002;288(7):862-
71.
3
Weant KA, Sasaki-Adams D, Dziedzic K, et al. Acute relative adrenal insufficiency after
aneurysmal subarachnoid hemorrhage. Neurosurgery. Oct 2008;63(4):645-9; discussion 649-50.
4
Hahner S, Loeffler M, Bleicken B, Drechsler C, Milovanovic D, Fassnacht M, et al. Epidemiology of
adrenal crisis in chronic adrenal insufficiency: the need for new prevention strategies. Eur J
Endocrinol. Mar 2010;162(3):597-602.