Anda di halaman 1dari 35

BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Mahasiswa

2.1.1 Pengertian Mahasiswa

Mahasiswa adalah seseorang yang sedang menuntut ilmu ditingkat

perguruan tinggi, baik negeri atau swasta atau lainya, setingkat dengan perguruan

tinggi. Mahasiswa dinilai memiliki tingkat intelektualitas yang tinggi, kecerdasan

serta kerencanaan dalam bertindak. Berfikir kritis dan bertindak dengan cepat dan

tepat merupakan sifat yang cenderung pada diri setiap mahasiswa, merupakan

prinsip saling melengkapi (Siswoyo, 2007). Menurut Kamus Besar Indonesia

(KBI) mahasiswa adalah orang yang belajar di perguruan tinggi (KBBI, 2017).

Seorang mahasiswa di kategorikan tahap perkembangan usia 18-25 tahun.

Pada tahap ini digolongkan pada masa akhir remaja menuju masa dewasa awal di

mana dari segi perkembangan, tugas perkembangan pada usia mahasiswa ini

adalah pemantapan pendirian individu (Yusuf, 2012).

Mahasiswa pada remaja akhir dinamakan sebagai masa kesempurnaan

remaja (adolescence proper) dan merupakan puncak perkembangan emosi. Pada

tahap ini terjadi perubahan dari kencenderungan mementingkan diri sendiri ke

kecenderungan memperhatikan orang lain dan kecenderungan mementingkan

harga diri. Gejala lain yang timbul dalam proses tahap ini adalah dorongan seksual

yang meningkat. Pada remaja akhir hormon gonadotropic mulai ada dalam urin.

Hormon inilah yang mempunyai tanggung jawab pada pertumbuhan seksual dan

produksi sel telur serta spermatozoa (Sarwono, 2010).

7
s
8

Dari uraian diatas dapat disimpulkan bahwa, mahasiswa adalah seseorang

yang sedang yang terdaftar dan menjalani pendidikan diperguruan tinggi baik

negeri atau swasta atau sederajat rentang usia 18-25 tahun dan berada di rentang

remaja akhir. Pada penelitan ini subyek yang digunakan adalah mahasiswa yang

sedang menempuh Program Studi X di Universitas X usia 18-24 tahun.

2.1.2 Karakteristik Perkembangan Mahasiswa

Seperti hanya transisi dari sekolah dasar menuju sekolah tingkat pertama

melibatkan kemungkinan stres, begitu pula masa transisi dari sekolah menengah

atas menuju perguruan tinggi. Terdapat banyak kesanamaan perubahan yang sama

pada masa kedua transisi itu. Transisi ini melibatkan gerakan menuju satu struktur

sekolah yang lebih besar dan tidak bersifat pribadi, seperti interaksi dengan

kelompok sebaya dari daerah atau lebih beragam dalam meningkatkan perhatian

pada presentasi dan penilaiannya (Santrock, 2009).

Perguruan tinggi dapat menjadi penemuan intelektual dan pertumbuhan

kepribadian. Mahasiswa berubah saat merespon terhadap kurikulum yang

menawarkan wawasan dan cara berfikir baru seperti terhadap mahasiswa lain

yang berbeda dalam soal pandangan dan nilai, terhadap kultur mahasiswa yang

berbeda dengan kultur pada umumnya, dan dengan fakultas yang memberikan

model baru. Pilihan perguruan tinggi yang mewakili pengerjaan terhadap hasrat

yang menggebu atau awal karir masa depan (Papalia et al., 2008).Pada usia

remaja akhir, terdapat masa transisi yang akan dialami. Masa transisi tersebut

menurut Gunarsa (1978) dalam (Kusmiran, 2011) adalah sebagian berikut:


9

1. Transisi fisik berkaitan dengan perubahan bentuk tubuh

Bentuk tubuh remaja sudah berbeda dengan anak-anak, tetapi belum

sepenuhnya menempilkan bentuk tubuh orang dewasa. Hal ini menyebabkan

kebingungan peran, didukung pula dengan sikap masyarakat yang kurang

konsisten.

2. Transisi dalam kehidupan emosi

Perubahan hormonal dalam tubuh remaja berhubungan erat dengan

peningkatan kehidupan emosi. Remaja sering memperlihatkan ketidakstabilan

emosi. Remaja tampak sering gelisah, cepat tersinggung, melamun dan sedih

tetapi di lain sisi akan gembira, tertawa, ataupun marah-marah.

3. Transisi dalam kehidupan sosial

Lingkungan sosial anak semakin bergeser ke luar dari keluarga, dimana

lingkungan teman sebaya mulai memegang peranan penting. Pergeseran

ikatan pada teman sebaya merupakan upaya remaja untuk mandiri

(melepaskan ikatan dengan keluarga).

4. Transisi dalam nilai-nilai moral

Remaja mulai meninggalkan nilai-nilai yang dianutnya dan menuju nilai-

nilai yang dianut orang dewasa. Saat ini remaja mulai meragukan nilai-nilai

yang diterima pada waktu kanak-kanak dan mulai mencari nilai sendiri

4. Transisi dalam pemahaman

Remaja mengalami perkembangan kognitif yang pesat sehingga mulai

mengembangkan kemampuan berfikir abstrak.


10

2.2 Konsep Perilaku

2.2.1 Pengertian Perilaku

Perilaku merupakan seperangkat perbuatan/tindakan seseorang dalam

melakukan respon terhadap sesuatu dan kemudian dijadikan kebiasaan karena

adanya nilai yang diyakini. Perilaku manusia pada dasarnya terdiri atas komponen

pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor). Dalam

konteks ini, setiap perbuatan seseorang dalam merespon sesuatu pastilah

terkonseptualisasi dari ketiga ranah ini. Perbuatan seseorang atau respon

seseorang didasari oleh seberapa jauh pengetahuannya terhadap rangsang tersebut,

bagaimana perasaan dan penerimanya serta sebagian besar ketrampilan dalam

melakukan perbuatan yang diharapkan (Mubarak, 2011)

Sedangkan secara psikologis, menurut Skiner yang dikutip oleh Maulana

(2009), perilaku merupakan respon atau reaksi seseorang terhadap stimulus

(rangsangan dari luar). Oleh karena perilaku ini terjadi melalui proses adanya

stimulus terhadap organisme, dan organisme tersebut merespon, maka teori Skiner

ini disebut teori “S-O-R” atau Stimulus-Organisme-Respon. Ada dua respon, yaitu

respondent respons atau reflexive, yakni respon yang ditimbulkan oleh

rangsangan-rangsangan (stimulus) tertentu yang disebut eliciting stimuli, karena

menimbulkan respon-respon yang relatif tetap. Respondents respons juga

mencakup perilaku emosional, misalnya mendengar berita musibah akan

menimbulkan rasa sedih, mendengar berita suka atau gembira, akan menimbulkan

rasa suka cita. Kedua adalah operant respons atau instrumental respons, yakni

respon yang timbul dan berkembang kemudian diikuti oleh stimulus tertentu.
11

Stimulus yang terakhir ini disebut reinforcing stimulation atau reinforcer, karena

berfungsi untuk memperkuat respon.

2.2.2 Pengelompokan Perilaku

Berdasarkan teori “S-O-R”, maka perilaku manusia dapat dikelompokkan

menjadi dua, yaitu:

1. Perilaku tertutup (covert behavior) yakni respon seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk terselubung atau tertutup (covert). Respon atau reaksi terhadap

stimulus ini masih terbatas pada perhatian, persepsi, pengetahuan/kesadaran,

dan sikap yang terjadi pada orang yang menerima stimulus tersebut, dan

belum dapat diamati secara jelas oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut

covert behavior atau unobservable behavior, misalnya: seorang ibu hamil

tahu pentingnya periksa kehamilan.

2. Perilaku terbuka (overt behavior) yakni respon seseorang terhadap stimulus

dalam bentuk tindakan nyata atau terbuka. Respon terhadap stimulus tersebut

sudah jelas dalam bentuk tindakan atau praktek, yang dapat dengan mudah

dapat diamati atau dilihat oleh orang lain. Oleh sebab itu disebut overt

behavior.

2.2.3 Determinan Perilaku

Perilaku adalah bentuk respon atau reaksi terhadap stimulus dari luar

organisme (orang), dalam memberikan respon sangat bergantung pada

karakteristik atau faktor-faktor lain dari orang yang bersangkutan. Hal ini berarti

bahwa meskipun stimulusnya sama bagi beberapa orang, namun respon tiap-tiap

orang berbeda. Faktor-faktor yang membedakan respon terhadap stimulus yang


12

berbeda disebut determinan perilaku. Determinan perilaku ini dapat dibedakan

menjadi dua, yakni (Notoatmodjo, 2010):

1. Faktor internal, yakni karakteristik orang yang bersangkutan, yang bersifat

given atau bawaan, misalnya tingkat kecerdasan, tingkat emosional, jenis

kelamin, dan sebagainya.

2. Faktor eksternal, yakni lingkungan, baik lingkungan fisik, sosial, budaya,

ekonomi, politik, dan sebagainya. Faktor lingkungan ini sering merupakan

faktor dominan yang mewarnai perilaku seseorang.

2.2.4 Proses Adopsi Perilaku Kesehatan

Seseorang mengadopsi perilaku baru (berperilaku baru), di dalam diri

orang tersebut terjadi proses yang berurutan, yakni:

1. Awareness (kesadaran), yakni orang tersebut menyadari dalam arti

mengetahui stimulus (objek) terlebih dahulu.

2. Interest, yakni orang mulai tertarik pada stimulus.

3. Evaluation (menimbang-nimbang baik dan tidaknya stimulus tersebut bagi

dirinya). Hal ini berarti sikap responden sudah lebih baik lagi.

4. Trial, orang telah mulai mencoba perilaku baru.

5. Adoption, subjek telah berperilaku baru sesuai dengan pengetahuan,

kesadaran, dan sikapnya terhadap stimulus (Notoatmodjo, 2010). Apabila

penerimaan perilaku baru atau adopsi perilaku melalui proses seperti ini

didasari oleh pengetahuan, kesadaran, dan sikap yang positif, maka perilaku

tersebut akan bersifat langgeng. Sebaliknya apabila perilaku itu tidak didasari

oleh pengetahuan dan kesadaran maka tidak akan berlangsung lama.


13

2.2.5 Domain Perilaku Kesehatan

Mengacu pada teori Bloom dan Lawrence Green dalam Notoatmodjo

(2010). Benyamin Bloom membagi perilaku manusia ke dalam 3 domain, ranah

atau kawasan yakni kognitif (cognitive), afektif (affective), psikomotor

(psychomotor). Dalam perkembangannya, teori Bloom ini dimodifikasi untuk

pengukuran hasil kesehatan yakni:

1. Pengetahuan (Knowledge)

Merupakan hasil dari tahu, dan ini terjadi setelah orang melakukan

penginderaan terhadap suatu objek tertentu. Penginderaan terjadi melalui panca

indera manusia, yakni indera penglihatan, pendengaran, penciuman, rasa, dan

raba. Sebagian besar pengetahuan manusia diperoleh melalui mata dan telinga.

a. Tingkat Pengetahuan di dalam Domain Kognitif.

Pengetahuan yang tercakup dalam domain kognitif mempunyai 6

tingkatan:

1) Tahu (know). Tahu diartikan sebagai mengingat suatu materi yang

telah dipelajari sebelumya. Termasuk ke dalam pengetahuan tingkat

ini adalah mengingat kembali (recall) sesuatu spesifik dari seluruh

bahan yang dipelajari atau rangsangan yang telah diterima.

2) Memahami (comprehension). Memahami diartikan sebagai suatu

kemampuan untuk menjelaskan tentang objek yang diketahui, dan

dapat menginterpretasikan materi tersebut secara benar. Orang telah

paham terhadap objek atau materi harus dapat menjelaskan,

menyebutkan contoh, menyimpulkan, meramalkan, dan sebagainya

terhadap objek yang dipelajari.


14

3) Aplikasi (aplication). Aplikasi diartikan sebagai kemampuan untuk

menggunakan materi yang telah dipelajari pada situasi atau kondisi

sebenarnya.

4) Analisis (analysis). Analisis adalah suatu kemampuan untuk

menjabarkan materi atau suatu objek ke dalam komponen-komponen,

tetapi masih di dalam satu struktur organisasi, dan masih ada

kaitannya satu sama lain.

5) Sintesis (synthesis). Sintesis menunjukkan kepada suatu kemampuan

untuk meletakkan atau menghubungkan bagian-bagian di dalam suatu

bentuk keseluruhan yang baru. Dengan kata lain sintesis adalah suatu

kemampuan untuk menyusun formulasi baru dari formulasi-formulasi

yang ada.

6) Evaluasi (evaluation) Evaluasi ini berkaitan dengan kemampuan

untuk melakukan justifikasi atau penilaian terhadap suatu materi atau

objek.

Pengukuran pengetahuan dapat dilakukan dengan wawancara atau

angket yang menanyakan tentang isi materi yang ingin diukur dari subjek.

Pengetahuan atau kognitif merupakan domin yang sangat penting untuk

membentuk tindakan seseorang (oven behavior). Pengetahuan dipengaruhi

oleh pengalaman seseorang, kemudian pengalaman tersebut dapat

diekspresikan, diyakini sehingga menimbulkan motivasi serta faktor lainya

yang dapat mempengaruhi pengetahuan (Aritonang, 2015).

Informasi yang baik dan benar, dapat menurunkan permasalahan

kesehatan reproduksi pada remaja. Semakin tinggi pengetahuan kesehatan


15

reproduksi seseorang maka semakin rendah perilaku seksual. Perilaku

yang didasarkan pada pengetahuan akan lebih langgeng dibanding dengan

perilaku yang tidak didasari dengan pengetahuan (Kumalasari, 2014).

b. Faktor yang Mempengaruhi Pengetahuan

1) Pendidikan dapat mempengaruhi seseorang termasuk juga perilaku

seseorang akan pola hidup terutama dalam memotivasi untuk sikap

berperan serta dalam pembangunan. Pada umumnya makin tinggi

pendidikan seseorang makin mudah menerima informasi. Aisyah

(2013), mengatakan semakin tinggi tingkat pendidikan, maka semakin

tinggi pula tingkat pengetahuan dan kesadaran dalam kesehatan

reproduksinya.

2) Usia seseorang yang bertambah akan diikuti oleh dengan perubahan

aspek fisik dan psikologi. Semakin cukup umur, tingkat kematangan

dan kekuatan seserang akan lebih matang dalam berfikir dan bekerja.

3) Minat sebagai suatu keinginan yang tinggi terhadap sesuatu sehingga

membuat seseorang untuk mecoba dan menekuni sesuatu hal dan pada

akhirnya diperoleh pengetahuan yang mendalam.

4) Pengalaman adalah suatu kejadian yang dialami sesorang dalam

berinteraksi dengan lingkungannya. Pengalaman yang kurang baik

ataupun yang menyenanagkan sangat berpengaruh terhadap psikologi

seseorang, sehingga berdampak pada sikap dalam kehidupanya.

5) Pekerjaan dimana status ekomoni seseorang akan menentukan

tersedianya suatu fasilitas yang diperoleh untuk kegiatan tertentu

sehingga status sosial ekonomi mempengaruhi seseorang.


16

6) Kebudayaan lingkungan sekitar. Kebudayaan dimana tempat kita

tinggal dan budaya setempat memunyai andil yang sangat besar dalam

pembentukan pengetahuan dan sikap. Budaya tabu disebagian

masyarakat Indonesia dalam membicarakan urusan seksualitas dalam

wacana publik merupakan salah satu hambatan kultural dalam

mengembangkan pengetahuan kesehatan reproduksi yang rasional dan

bertanggung jawab. Faktor keturunan dan pola asuh orangtua sejak

kecil mendasari pengetahuan yang dimiliki oleh remaja dalam berfikir

selama jenjang hidupnya.

2. Sikap

Sikap merupakan reaksi atau respon yang masih tertutup dari seseorang

terhadap suatu stimulus atau objek. Manifestasi sikap tidak dapat langsung dilihat,

tetapi hanya ditafsirkan terlebih dahulu dari perilaku yang tertutup. Sikap secara

nyata menunjukkan konotasi adanya kesesuaian reaksi terhadap stimulus tertentu

yang dalam kehidupan sehari-hari merupakan reaksi yang bersifat emosional

terhadap stimulus sosial. Sikap belum merupakan suatu tindakan atau aktivitas,

akan tetapi, merupakan predisposisi tindakan suatu perilaku. Sikap itu masih

merupakan reaksi tertutup, bukan merupakan reaksi terbuka atau tingkah laku

yang terbuka. Sikap merupakan kesiapan untuk bereaksi terhadap objek di

lingkungan tertentu sebagai suatu penghayatan terhadap objek. Sikap mempunyai

tiga komponen pokok, yaitu: a) Kepercayaan (keyakinan), ide, dan konsep

terhadap suatu objek. b) Kehidupan emosional atau evaluasi terhadap suatu objek.

c) Kecenderungan untuk bertindak (tend to behave) (Notoatmodjo, 2010).


17

Sikap merupakan predisposisi yang memunculkan adanya perilaku yang

sesuai dengan sikapnya. Sikap tumbuh diawali dari pengetahuan yang di

ekspsikan sebagai suatu hal yang baik maupun tidak baik, kemudian di

internalisasikan ke dalam dirinya (Damimunthe et al., 2012). Semakin tinggi

sikap positif (permisif) terhadap perilaku seksual pada remaja mengakibatkan

semakin besar kecenderungan remaja untuk melakukan hubungan fisik yang lebih

jauh dengan lawan jenisnya (Sarwono, 2010). Penelitian yang dilakukan pada

remaja SMK PARTA Gandingrejo Kabupaten Pringsewu menunjukan hubungan

antara sikap dengan perilaku seksual dengan intensi untuk melakukan hubungan

seksual. Semakin positif sikap remaja terhadap perilaku seksual maka semakin

intensinya untuk melakukan perilaku seksual (Kumalasari, 2014).

a. Tingkatan Sikap

1) Menerima (reveiving), diartikan mau dan memperhatikan stimulus

yang diperhatikan

2) Merespon (responding), memberikan jawaban terhadap setiap

pertanyaan yang di berikan baikan jawaban itu benar atau salah.

3) Menghargai (valuing), mengajak atau mendiskusikan dengan orang

lain

4) Bertanggung jawab (responsible), menerima segala resiko yang

diperbuat

b. Faktor yang Mempengaruhi Sikap menurut Wawan A (2010)

1) Pengalaman pribadi

Pengalaman pribadi akan meninggalkan kesan yang kuat apalagi

melibatkan faktor emosional.


18

2) Pengaruh orang lain yang dianggap penting

Adanya motivasi dan keinginan berafiliasi dan menghindari konflik

dengan orang yang berpengaruh.

3) Pengaruh kebudayaan

Kebudayaan memberikan pengalaman individu dalam besikap karena

telah tertanam pengaruh sikap tanpa disadari.

4) Media massa

Berita yang disampaikan cenderung dipengaruhi oleh sifat penulis

akibatnya berpengaruh terhadap sikap konsumen.

5) Lembaga agama

Konsep moral yang diberikan pada lembaga pendidikan agama

menentukan sistem kepercayaan sehingga mempengaruhi sikap

sesorang

c. Cara pengukuran sikap

Menurut Azwar (2011), ada berbagai cara untuk melakukan pengukuran

sikap yaitu:

1) Thrustone

Metode penskalaan Thrustone sering disebut sebagai metode

interval tampak setara. Metode penskalaan pernyataan sikap ini dengan

pendekatan stimulus yang artinya penskalaan dalam pendekatan ini

ditujukan untuk meletakkan stimulus atau pernyataan sikap pada suatu

kontinum psikologis yang akan menunjukkan derajat favourable atau

unfavourable pernyataan yang bersangkutan.Dengan metode ini perlu

ditetapkan adanya sekelompok orang yang akan bertindak sebagai panel


19

penilai (judging group). Tugasnya adalah menilai satu penyataan per

satu dan kemudian menilai atau memperkirakan derajat favourable atau

unfavourablenya menurut suatu kontinum yang bergerak dari 1 sampai

dengan 11 titik. Anggota panel tidak boleh dipengaruhi oleh rasa setuju

atau tidak setujunya pada isi pernyataan melainkan semata-mata

berdasarka penilaiannya pada sifat favourablenya.

Dalam menentukan penilaian derajat favourable atau unfavourable

setiap pernyataan sikap, kepada kelompok penilai disajikan suatu

kontinum psikologis dalam bentuk deretan kotak-kotak yang diberi

huruf A sampai dengan K.

A B C D E F G H I J K

Tidak Netral favourable

favourable

Kotak berhuruf A yang berasa paling kiri merupakan tempat untuk

meletakkan pernyataan sikap yang berisi afek paling tidak favourable.

Sebaliknya kotak berhuruf K adalah tempat meletakkan pernyataan

yang paling unfavourable serta kotak F merupakan tempat meletakkan

sikap yang dianggap netral. Sebelum itu, apabila terdapat penilai yang

meletakkan lebih dari 30 pernyataan ke dalam satu kotak yang sama,

maka penilai dianggap tidak melakukan penilaian dengan cara yang

semestinya dan hasil penilaiannya harus tidak ikut dianalisis.

Tabel 2.1 Disajikan Contoh Hasil Penilaian Misalnya untuk nomor

1 dan 2
20

no item Interval
ABCDEFGHIJK
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
F
1p
Pk
F
2p
Pk

Huruf f berarti frekuensi, yaitu banyaknya anggota kelompok

penilai yang menempatkan pernyataan nomor 1 ke dalam kotak tertentu.

Selanjutnya kotak p berarti proporsi yang merupakan perbandingan

antara frekuensi pada setiap huruf dan banyaknya subyek kelompok

penilai seluruhnya. Jadi p= f/N. Huruf pk berarti proporsi kumulatif,

yaitu jumlah proporsi pada interval atau angka tertentu ditambah semua

proporsi di bawahnya.

Bila angka dalam tabel semuanya sudah terisi, selanjutnya

menghitung nilai mediannya yang diberi lambang S yaitu:

0,5−𝑝𝑘𝑏𝑥
S=bb+( 𝑝
) i

bb = Batas bawah angka yang berisi median

pkb = proporsi kumulatif di bawah kategori angka yang berisi median

p = proporsi pada kategori angka yang berisi median

I = luas interval angka yang dalam hal ini sama dengan 1

Nilai S merupakan nilai yang menunjukkan bobot favourable suatu

pernyataan. Semakin besar angka yang diperoleh seseorang berarti

sikapnya semakin positif karena untuk memperoleh angka yang besar


21

tentulah ia menyetujui pernyataan-pernyataan yang nilai skalanya besar

yang letaknya pada kontinum berada pada daerah favourable.

Selain menghitung nilai S, harus dicari juga nilai Q. Nilai Q

merupakan indikator penyebaran penilaian dari 50% anggota kelompok

penilai. Dengan kata lain nilai Q merupakan ukuran variasi distribusi

penilaian dari 50% kelompok penilai terhadap suatu pernyataan. Nilai Q

dihitung dengan rumus

Q = C75 – C25

0,75−𝑝𝑘𝑏𝑥 0,25−𝑝𝑘𝑏𝑥
C75=bb+( 𝑝
) i dan C25=bb+( 𝑝
) i

Setelah semua pernyataan memiliki nilai S dan Q, maka sudah siap

itu dipilih mana pernyataan yang diinginkan. Kriteria item yang baik

adalah pernyataan yang mempunyai nilai Q kecil dan mempunyai nilai

S yang bermacam-macam sehingga di dalam skala sikap itu terdiri atas

berbagai tingkatan nilai S yang selisih besarnya kurang lebih sama

diantara satu pernyataan dengan pernyataan lainnya. Guna menentukan

skor sikap responden, pemeriksa hanya memperhatikan pernyataan-

pernyataan yang disetujui oleh responden saja. Nilai skala seluruh

pernyataan yang disetujui oleh responden kemudian dijadikan dasar

pemberian skor, melalui perhitungan median atau mean nilai-nilai skala

tersebut. Skor responden yang telah dihitung lewat cara komputasi

mean atau komputasi median merupakan representasi sikap responden

yang kanya dapat dikembalikan letaknya pada kontinum yang terdiri

atas 11 tingkatan. Jadi, suatu skor sikap responden yang mendekati

angka 11 menunjukkan adanya kecenderungan bersikap positif,


22

sedangkan skor yang mendekati angka 1 mengindikasikan adanya sikap

yang negatif dan skor yang berada di sekitar angka 6 menunjukkan

adanya sikap yang netral.

2) Likert

Menurut Likert dalam buku Azwar (2011), sikap dapat diukur

dengan metode rating yang dijumlahkan (Method of Summated

Ratings). Metode ini merupakan metode penskalaan pernyataan sikap

yang menggunakan distribusi respon sebagai dasar penentuan nilai

skalanya. Nilai skala setiap pernyataan tidak ditentukan oleh derajat

favourablenya masing-masing akan tetapi ditentukan oleh distribusi

respon setuju dan tidak setuju dari sekelompok responden yang

bertindak sebagai kelompok uji coba (pilot study) yang jenjangnya bisa

tersusun atas sangat setuju, setuju, netral antara setuju dan tidak, kurang

setuju, sama sekali tidak setuju.

Penskalaan ini apabila dikaitkan dengan jenis data yang dihasilkan

adalah data ordinal. Selain pilihan dengan lima skala seperti contoh

diatas, kadang digunakan juga skala dengan tujuh atau sembilan tingkat.

Prosedur penskalaan dengan metode rating yang dijumlahkan

didasari oleh 2 asumsi (Azwar, 2011), yaitu:

a) Setiap pernyataan sikap yang telah ditulis dapat disepakati sebagai

pernyataan yang favorable atau pernyataan yang unfavourable.

b) Jawaban yang diberikan oleh individu yang mempunyai sikap positif

harus diberi bobot atau nilai yang lebih tinggi daripada jawaban yang

diberikan oleh responden yang mempunyai pernyataan negatif.


23

Suatu cara untuk memberikan interpretasi terhadap skor individual

dalam skala rating yang dijumlahkan adalah dengan membandingkan

skor tersebut dengan harga rata-rata atau mean skor kelompok di mana

responden itu termasuk (Azwar, 2011).

Salah satu skor standar yang biasanya digunakan dalam skala model

Likert adalah skor-T, yaitu:

𝑋−𝑥
T=50+10 ( )
𝑠

Keterangan:

X = Skor responden pada skala sikap yang hendak diubah menjadi skor T

x= Mean skor kelompok

s = Deviasi standar skor kelompok

Harga X dan s tidak dilakukan pada distribusi skor total

keseluruhan responden, yaitu skor sikap para responden untuk

keseluruhan pernyataan. Skor sikap yaitu skor X perlu diubah ke dalam

skor T agar dapat diinterpretasikan. Skor T tidak tergantung pada

banyaknya pernyataan, akan tetapi tergantung pada mean dan deviasi

standar pada skor kelompok. Jika skor T yang didapat lebih besar dari

nilai mean maka mempunyai sikap cenderung lebih favourable atau

positif. Sebaliknya jika skor T yang didapat lebih kecil dari nilai mean

maka mempunyai sikap cenderung unfavourable atau negatif (Azwar,

2011). Sikap dapat bersifat positif dan dapat pula bersifat negatif yaitu :

a) Sikap positif, kecenderungan tindakan adalah mendekati,

menyenangi, mengharapkan obyek tertentu.


24

b) Sikap negatif, terdapat kecenderungan untuk menjauhi, menghindari,

membenci, tidak menyukai obyek tertentu.

3) Indirect Method, pengukuran sikap secara tidak langsung yakni mengamati

(eksperimen) perubahan sikap/pendapat.

3. Praktek atau Tindakan (practice)

Suatu sikap belum otomatis terwujud dalam suatu tindakan (overt

behavior). Untuk mewujudkan sikap menjadi suatu perbuatan nyata

diperlukan faktor pendukung atau suatu kondisi yang memungkinkan. Selain

itu juga diperlukan faktor pendukung dari pihak lain

2.3 Konsep Kesehatan Reproduksi

2.3.1 Pengertian Kesehatan Reproduksi

Menurut WHO (1992), sehat adalah suatu keadaan sejahtera fisik, mental dan

sosial yang utuh, bukan hanya bebas dari penyakit atau kecatatan dalam segala

aspek yang berhubungan dengan sistem reproduksi fungsi serta prosesnya (Pinem,

2009).

Kesehatan reproduksi adalah keadaan sejahtera fisik, mental, sosial secara

utuh tidak hanya bebas dari penyakit atau cacatan dalam segala hal yang berkaitan

dengan sistem, fungsi, dan proses reproduksinya (Kumalasari, 2014).

2.3.2 Ruang Lingkup Kesehatan Reproduksi

Ruang lingkup kesehatan reproduksi secara luas meliputi (DEPKES RI,

2008):

1. Kesehatan ibu dan bayi baru lahir

2. Keluarga berencana (KB)

3. Pencegahan dan penanggulangan komplikasi aborsi


25

4. Pencegahan dan penanggulangan infeksi saluran reproduksi (ISR) termasuk

PMS-HIV/AIDS

5. Kesehatan reproduksi remaja

6. Pencegahan dan penanganan infertilitas

7. Kanker pada usila dan osteoporosis

8. Berbagai aspek kesehatan reproduksi lain, misalnya kanker serviks, mutilasi

genital, fistula dan lain-lain

2.3.3 Anatomi dan Fungsi Organ Reproduksi

1. Wanita

Organ reproduksi wanita terbagi menjadi organ reproduksi bagian luar dan

organ reproduksi bagian dalam.

a. Organ reproduksi bagian luar:

1) Vulva, yaitu daerah organ kelamin luar pada wanita yang terdiri labia

majora, labia minora, mons pubis, bulbus vestibuli, vestibulum vaginae,

glandula vestibularis major dan minor, serta orificium vaginae.

2) Labia majora, yaitu berupa dua buah lipatan bulat jaringan lemak yang

ditutupi kulit dan memanjang ke bawah dan ke belakang dari mons

pubis

3) Mons pubis, yaitu bantalan berisi lemak yang terletak di permukaan

anterior simfisis pubis. Setelah pubertas, kulit mons pubis akan ditutupi

oleh rambut ikal yang membentuk pola tertentu.

4) Payudara/kelenjar mamae yaitu organ yang berguna untuk menyusui.

b. Organ reproduksi bagian dalam:


26

1) Labia minora adalah : labia sebelah dalam dari labia majora dan

berakhir dengan klitoris, ini identik dengan penis sewaktu masa

perkembangan janin yang kemudian mengalami atrofi. Di bagian

tengah klitoris terdapat lubang uretra untuk keluarnya air kemih saja

2) Hymen yaitu selaput tipis yang bervariasi elastisitasnya berlubang

teratur di tengah, sebagai pemisah dunia luar dengan organ dalam.

Hymen akan sobek dan hilang setelah wanita berhubungan seksual

(coitus) atau setelah melahirkan.

3) Vagina yaitu berupa tabung bulat memanjang terdiri dari otot-otot

melingkar yang di kanan kirinya terdapat kelenjar (Bartolini)

menghasilkan cairan sebagai pelumas waktu melakukan aktifitas

seksual

4) Uterus (rahim) yaitu organ yang berbentuk seperti buah peer, bagian

bawahnya mengecil dan berakhir sebagai leher rahim/cerviks uteri.

Uterus terdiri dari lapisan otot tebal sebagai tempat pembuahan,

berkembangnya janin. Pada dinding sebelah dalam uterus selalu

mengelupas setelah menstruasi

5) Tuba uterina (fallopi), yaitu saluran di sebelah kiri dan kanan uterus,

sebagai tempat melintasnya sel telur/ovum.

6) Ovarium yaitu organ penghasil sel telur, dan menghasilkan hormon

esterogen dan progesteron. Organ ini berjumlah 2 buah.

c. Fungsi organ

Organ-organ reproduksi tersebut mulai berfungsi saat menstruasi pertama

kali pada usia 10-14 tahun dan sangat bervariasi. Pada saat itu, kelenjar
27

hipofisa mulai berpengaruh kemudian ovarium mulai bekerja menghasilkan

hormon esterogen dan progesteron. Hormon ini akan mempengaruhi uterus

pada dinding sebelah dalam dan terjadilah menstruasi. Setiap bulan pada masa

subur terjadi ovulasi dengan dihasilkannya sel telur/ovum untuk dilepaskan

menuju uterus lewat tuba uterina. Produksi hormon estrogen dan progesteron

hanya berlangsung hingga masa menopause, kemudian tidak berproduksi lagi.

Kelenjar payudara juga dipengaruhi oleh hormon estrogen dan progesteron

sehingga payudara akan membesar.

2. Pria

Alat kelamin pria juga dibedakan menjadi alat kelamin pria bagian luar dan

alat kelamin bagian dalam.

a. Organ reproduksi bagian luar:

1) Penis organ reproduksi berbentuk bulat panjang yang berubah

ukurannya pada saat aktifitas seksual. Bagian dalam penis berisi

pembuluh darah, otot dan serabut saraf. Pada bagian tengahnya

terdapat saluran air kemih dan juga sebagai cairan sperma yang di sebut

uretra.

2) Skrotum, yaitu organ yang tampak dari luar berbentuk bulat, terdapat 2

buah kiri dan kanan, berupa kulit yang mengkerut dan ditumbuhi

rambut pubis.

b. Organ reproduksi bagian dalam:

1) Testis merupakan isi skrotum yang berjumlah 2 buah, terdiri dari

saluran kecil-kecil membentuk anyaman, sebagai tempat pembentukan

sel spermatozoa.
28

2) Vas deferens merupakan saluran yang membawa sel spermatozoa,

berjumlah 2 buah.

3) Kelenjar prostat merupakan sebuah kelenjar yang menghasilkan cairan

kental yang memberi makan sel-sel spermatozoa dan memproduksi

enzim-enzim.

4) Kelenjar vesikula seminalis kelenjar yang menghasilkan cairan untuk

kehidupan sel spermatozoa, secara bersama-sama cairan tersebut

menyatu dengan spermatozoa menjadi produk yang disebut semen,

yang dikeluarkan setiap kali pria ejakulasi.

c. Fungsi organ:

Organ-organ tersebut mulai berfungsi sebagai sistem reproduksi dimulai

saat pubertas sekitar usia 11-14 tahun. Aktifitas yang diatur oleh organ-organ

tersebut antara lain:

1) Keluarnya semen atau cairan mani yang pertama kali. Hal ini

berlangsung selama kehidupannya.

2) Testis yang menghasilkan sel spermatozoa akan bekerja setelah

mendapat pengaruh hormon testosteron yang dihasilkan oleh sel-sel

interstisial Leydig dalam testis

2.3.4 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kesehatan Reproduksi

Menurut Taufan (2010), faktor yang mempengaruhi kesehatan remaja adalah:

1. Kebersihan organ genital

Kesehatan reproduksi remaja ditentukan dengan bagaimana remaja tersebut

dalam merawat dan menjaga kebersihan organ genitalnya. Bila organ reproduksi

lembab dan basah, maka keasaman akan meningkat dan hal tersebut dapat
29

memudahkan pertumbuhan jamur. Remaja perempuan lebih mudah terkena

infeksi pada area genital bila tidak menjaga kebersihan organ genitalnya karena

organ vagina terletak di dekat dengan anus

2. Akses terhadap pendidikan kesehatan

Kesehatan reproduksi remaja hendaknya diajarkan di sekolah dan di dalam

lingkungan keluarga agar sehingga memperoleh informasi yang tepat. Hal-hal

yang diajarkan di dalam kurikulum pendidikan kesehatan reproduksi remaja

mencakup tentang tumbuh kembang remaja, organ-organ reproduksi, tindakan

seksual berisiko, dan Penyakit Menular Seksual (PMS).

Dengan mengetahui secara dini mengenai kesehatan reproduksi sangat

berguna untuk kesehatan remaja, khususnya untuk mencegah tindakan seksual

pranikah, penularan penyakit menular seksual, aborsi, kanker mulut rahim,

kehamilan diluar nikah, gradasi moral bangsa, dan masa depannya

3. Pengaruh media massa

Media massa dalam memberikan informasi tentang menjaga kesehatan

khususnya kesehatan reproduksi remaja memiliki peran yang berarti bagi remaja

dalam menjaga dan merawat kesehatan reproduksinya.

4. Akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi

Pelayanan kesehatan mempunyai peran memberikan tindakan preventif

dan tindakan kuratif. Kemudahan akses terhadap pelayanan kesehatan reproduksi

memungkinkan remaja melakukan konsultasi khususnya informasi yang benar

mengenai kesehatan reproduksi. Remaja juga dapat melakukan tindakan

pengobatan apabila remaja sudah terlanjur mendapatkan masalah-masalah yang

berhubungan dengan organ reproduksi seperti penyakit menular seksual.


30

5. Hubungan harmonis dengan keluarga

Kedekatan dengan kedua orangtua merupakan hal yang berpengaruh pada

tindakan remaja. Remaja dapat berbagi dengan kedua orangtuanya tentang

masalah yang dialami. Keluarga merupakan tempat pendidikan yang paling dini

bagi seorang anak sebelum ia mendapatkan pendidikan di tempat lain. Remaja

juga dapat memperoleh informasi yang benar dari kedua orangtua mereka tentang

tindakan yang benar dan moral yang baik dalam menjalani kehidupan. Orangtua

juga dapat memberikan informasi awal tentang menjaga kesehatan reproduksi

bagi seorang remaja

2.4 Konsep Perilaku Seksual

2.4.1 Pengertian Perilaku Seksual

Perilaku seksual adalah segala tingkah laku yang didorong oleh hasrat

seksual, baik dengan lawan jenis maupun sesama jenis. Bentuk perilaku ini

bermacam-macam, mulai dari perasaan tertarik, sampai tingkah laku berkencan,

bercumbu dan bersenggama (Sarwono, 2010).

Perilaku seksual merupakan perilaku yang bertujuan untuk menarik

perhatian lawan jenis seperti mulai dari berdandan, mengelingkan mata, merayu,

menggoda dan bersiul (Kusmiran, 2011).

2.4.2 Bentuk Perilaku seksual

1. Berpelukan

Perilaku seksual berpelukan akan membuat jantung berdegup lebih cepat

dan menimbulkan rangsangan seksual pada individu. Berpelukan merupakan

bentuk perilaku seksual pranikah yang sering dilakukan oleh remaja.


31

2. Cium kering

Perilaku seksual cium kering berupa sentuhan pipi dengan pipi dan pipi

dengan bibir, dampak dari cium pipi bisa mengakibatkan imajinasi atau fantasi

seksual menjadi berkembang dan dapat menimbulkan keinginan untuk

melanjutkan kebentuk aktifitas seksual lainnya yang lebih dapat dinikmati

3. Ciuman basah

Aktifitas cium basah berupa sentuhan bibir dengan bibir. Dampak dari

cium bibir dapat menimbulkan sensasi seksual yang kuat dan menimbulkan

dorongan seksual hingga tidak terkendali, dan apabila dilakukan terus menerus

akan menimbulkan perasaan ingin mengulangi lagi

4. Petting

Suatu kegiatan meraba atau memegang bagian tubuh yang sensitif seperti

payudara, vagina, dan penis. Dampak dari tersentuhnya bagian yang paling

sensitif tersebut akan menimbulkan rangsangan seksual sehingga melemahkan

kontrol diri dan akal sehat.

5. Oral sex

Oral seksual pada laki-laki adalah ketika seseorang menggunakan bibir,

mulut dan lidahnya pada penis dan sekitarnya. Pada wanita melibatkan bagian di

sekitar vulva yaitu labia, klitoris, dan bagian dalam vagina

6. Intercource

Aktifitas seksual yang memasukan alat kelamin pria kedalam kelamin

wanita. Hal ini dipengaruhi oleh adanya romantisme aktifitas seksual, bersifat

implusif serta dipengaruhi oleh tingkat kematangan kongnitif dan sosial. Pada

saat remaja melakukan intercource pertama kali terdapat perasaan yang saling
32

bertentangan di mana perasaan menikmati, menyenangkan, indah dan kepuasaan

serta perasaan cemas, tidak nyaman, kwatair dan kecewa dan perasaan bersalah.

Menurut Hartono (2000), bentuk-bentuk perilaku seksual dapat

dikategorikan dalam tingkatan ringan dan berat.

1. Perilaku seksual tingkatan ringan, terdiri dari:

a. Berpelukan

Seni berpelukan digambarkan pada mereka yang sedang mabuk cinta.

Perkataan cinta berasal dari bahasa sansekerta yang berarti

membayangkan. Dengan demikian seni berpelukan diartikan dan berkata

dengan membayangkan sehingga kenikmatannya semakin tinggi

b. Berciuman

Berciuman merupakan salah satu bentuk mengemukakan rasa cinta yang

lazim dilakukan pasangan

c. Masturbasi/onani

Masturbasi yaitu rangsangan yang dilakukan dengan menggunakan jari

tangan atau benda lain sehingga mengeluarkan sperma/cairan dan

mencapai orgasme. Masturbasi juga dapat diartikan sebagai mencari

kepuasan atau melepas keinginan nafsu seksual dengan jalan tidak

bersenggama

2. Perilaku seksual tingkatan berat, terdiri dari:

a. Petting, yaitu melakukan ciuman, gigitan, remasan payudara dan isapan

pada klitoris atau penis untuk orgasme. Namun secara teknis pihak

wanita tetap mempertahankan kegadisannya


33

b. Coitus

Coitus yaitu melakukan senggama, dalam bahasa Latin, senggama

disebut coitus. Co yang artinya bersama dan ite artinya pergi, sehingga

senggama (Coitus) diartikan pergi bersama. Senggama sudah dianggap

sebagai pelepasan ketegangan seksual untuk memperoleh kepuasan.

2.4.3 Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Perilaku Seksual

1. Tingkat Usia

Semakin muda usia seseorang maka semakin besar risiko terjadinya

perilaku seks pranikah dikarenakan perubahan pada hormon yang terjadi seiring

dengan masa pubertas berkontribusi pada meningkatnya keterlibatan seksual pada

sikap dan hubungan dengan lawan jenis (Sarwono, 2010).

2. Jenis Kelamin

Adanya perbedaan nilai seksual pada remaja laki-laki dan perempuan

dimanapun, laki-laki lebih cenderung untuk menyatakan bahwa mereka sudah

berhubungan seks dan sudah aktif berperilaku seksual daripada perempuan

kemudian remaja perempuan menghubungkan seks dengan cinta, sementara itu

pada remaja laki-laki kecenderungan ini jauh lebih kecil dan sebagian besar dari

hubungan seks remaja diawali dengan agresivitas remaja laki-laki. Laki-laki

memiliki peluang untuk melakukan perilaku seks dibandingkan perempuan

dikarenakan norma yang berlaku pada laki-laki lebih longgar dari pada

perempuan. Selain itu perempuan memiliki orientasi pernikahan yang lebih tinggi

dibandingkan laki-laki sehingga perempuan biasanya memiliki keinginan untuk

mempertahankan keperawanannya sebelum pernikahan (Sarwono, 2010).


34

Sedangkan pendapat Tukiran (2010), bagi remaja laki-laki, melakukan

hubungan seksual sebelum menikah tidak akan merugikan laki-laki. Remaja laki-

laki lebih banyak yang mempunyai motivasi untuk melakukan hubungan seksual

sebelum menikah karena memang remaja laki-laki lebih permisif. Dorongan untuk

melakukan hubungan seksual pada remaja laki-laki lebih besar dibandingkan

dengan dorongan seksual remaja perempuan. Kondisi pada remaja perempuan

menarik karena meskipun perempuan juga banyak mempunyai teman yang pernah

melakukan hubungan seksual sebelum menikah, hampir sama dengan laki-laki,

tetapi hanya sedikit yang mempunyai dorongan untuk melakukan hubungan

seksual. Hal tersebut terjadi karena perempuan yang akan menanggung akibatnya

secara langsung apabila melakukan hubungan seksual sebelum menikah, antara

lain terjadi kehamilan, sehingga perempuan dituntut lebih bersikap hati-hati

(Sarwono, 2010).

3. Pengetahuan

Informasi tentang kesehatan reproduksi perlu di berikan untuk

meningkatkan pemahaman remaja sehingga mereka akan berfikir sebelum

melakukan perilaku seksual beresiko, hal-hal yang dianggap benar dapat

merugikan diri sendiri (Arista, 2015).

4. Pendidikan

Pendidikan yang tinggi cenderung rendah melakukan perilaku seksual

dikarenakan pola pikir lebih dewasa dalam pengambilan suatu tindakan

mempertimbangkan sebab akibat (Umaroh et al., 2016).


35

5. Meningkatnya libido seksual

Remaja dalam mengisi peran sosial mendapatkan motivasi dari

meningkatnya energi seksual yang berkaitan dengan kematangan fisik remaja

(Sarwono, 2010).

6. Sikap

Seseorang memiliki sikap menyetujui terhadap perilaku seks bebas maka

perilaku tersebut sedikit demi sedikit mengarah pada perilaku yang berbau seks,

sampai akhirnya perilaku bebas tersebut diwujutkan dalam perilaku nyata (Yuana,

2013).

7. Adanya penundaan usia perkawinan

Adanya penundaan perkawinan baik secara hukum karena ada batas

minimum usia perkawinan yang ditetapkan dalam undang-undang perkawinan

No.1 Tahun 1974 (sedikitnya 16 tahun pada wanita dan 19 tahun pada pria)

karena tuntutan sosial maka persyaratan pernikahan semakin tinggi (pendidikan,

pekerjaan, kesiapan mental, dan lain-lain) (Nurhasana, 2014).

8. Media informasi

Paparan media massa dan pornografi pada remaja mempunyai peluang 5

kali untuk melakukan perilaku seksual beresiko. Semakin sering remaja

berintraksi dengan pornografi maka semakin bersikap mendukung terhadap

seksualitas (Arista, 2015).

9. Norma agama

Agama dijadikan norma pada masyarakat, ada semacam kontrol sosial

dalam mengambil keputusan melakukan perilaku diluar batas ketentuan agama

(Arista, 2015).
36

10. Sikap orangtua

Kualitas komunikasi antara orangtua dan remaja ditentukan oleh

kemampuan orangtua untuk terbuka dan memberi respon yang tepat pada

kesehatan reproduksi pada remaja (Rahyani et al., 2012).

11. Pergaulan bebas

Gejala ini banyak terjadi di kota-kota besar, banyak kebebasan pergaulan

antar jenis kelamin pada remaja, semakin tinggi tingkat pemantauan orangtua

terhadap anaknya, semakin rendah kemungkinan tindakan menyimpang yang akan

menimpa remaja (Sarwono, 2010).

12. Tenaga kesehatan

Pendidikan kesehatan reproduksi remaja yang benar dan jelas dari petugas

kesehatan masih kurang terakses oleh seluruh remaja (Charles 2000 dalam Ratna

2010).

13. Teman sebaya

Kedekatan teman sebaya pada remaja sangat tinggi karena menggantikan

ikatan keluarga juga merupakan sumber afeksi, simpati, dan pengertian, saling

berbagi pengalaman dan tempat mencapai otonomi dan independensi. Dengan

demikian remaja memiliki kecenderuangan untuk mengadopsi informasi yang

diterima oleh teman sebayanya tanpa memiliki dasar informasi yang singnifikan

dari sumber yang dapat dipercaya. Sejalan dengan penelitian yang dilakukan oleh

Frike K.P (2014), pada mahasiswa Fakultas Ilmu Sosial Universitas Negeri

Manado terdapat hubungan yang singnifikaan antara teman sebaya terhadap

prilaku seksual.
37

14. Gaya hidup

Seseorang memiliki gaya hidup beresiko seperti merokok, mimum-

minuman beralkohol, menggunakan narkoba cenderung melakukan perilaku

seksual (Umaroh et al., 2016).

2.4.4 Dampak Perilaku Seksual bagi Remaja

Banyak remaja yang kurang mengetahui akibat yang ditimbulkan dari

perilaku seksual yang mereka lakukan bagi kesehatan reproduksinya baik dalam

waktu dekat maupun jangka panjang (Notoatmodjo, 2010). Beberapa dampak

perilaku seksual remaja terhadap keehatan reproduksinya yaitu:

1. Hamil yang tidak dikehendaki (unwamted pregnancy)

Pemahaman yang keliru mengenai hubungan seksual yang di ketahui oleh

remaja seperti melakukan seks pertama kali, hubungan yang jarang dilakukan,

atau perempuan yang masih muda usianya, bila berhubungan seks dilakukan

sebelum atau sesudah haid, serta bila mengunakan teknik senggama terputus

(coitus interuptus). Kehamilan tidak akan terjadi sehingga semakin banyaknya

kehamilan diluar nikah.

Kehamilan dan persalinan pada usia remaja usia dibawah 20 tahun

memiliki resiko morbiditas dan mortalitas yang lebih tinggi, hal ini semakin

memburuk jika pelayanan kesehatan di wilauyah kesehatan yang sangat sulit

tersedia. Mereka beresiko 2 sampai 5 kali mengalami resiko kematian (maternal

mortality), resiko proses persalinan yang terjadi pada remaja ini memiliki resiko

lebih besar dari pada remaja diatas 17 tahun. Mereka memungkinkan mengalami

kompliksai seperti persalinan tehambat, persalinan memanjang dan persalinan-

persalinan yang sulit yang dapat mengakibatkan komplikasi jangka panjang.


38

Remaja putri seringkali memiliki pengertahuan kurang sehingga untuk menuju

pelayananan kesehatan mereka sangat tidak percaya diri, hal ini mengakibatkan

pelayanan prenatal yang sangat terbatas yang berperan penting terhadap terjadinya

komplikaasi (Waspodo, 2011).

2. Aborsi yang tidak aman

Remaja sering kali melakukan tindakan aborsi secara diam-diam yang

dilakukan sebagai upaya agar mereka tidak dikeluarkan dari sekolah. Upaya yang

mereka lakukan tidak jarang melakukan aborsi yang tidak aman misalnya dengan

cara diurut atau minum jamu-jamuan untuk meluntutkan kandungan. Perilaku ini

berakibat pada kesehatan reproduksinya misalnya pendarahan, kanker atau

rusaknya alat kesehatan reproduksi sehingga tidak mampu lagi hamil karena

rusaknya struktur alat-alat reproduksi (Anas, 2010).

3. Angka perceraian yang tinggi

Pernikahan yang dilakukan pada saat usia muda resiko terjadi masalah

yang disebabkan pengendalian emosi yang belum stabil. Dalam sebuah

pernikahan akan dijumpai beberapa masalah yang menuntut kedewasaan dalam

menyelesaikan dan menanggulangi masalah yang terjadi jika seseorang tidak bisa

mengatasi dan mengurangi permasalahan yang dihadapi maka dapat mengarah

pada perceraian (Nurhasana, 2014).

4. PMS (Penyakit Menular Seksual)

Bagi remaja perempuan yang melakukan hubungan seksual sebelum usia

20 tahun memiliki resiko lebih besar terhadap kesehatan reproduksinya. Hal ini

dikarenakan organ reproduksi belum berfungsi secara optimal sehingga

memudahkan berkembangnya human papiloma virus yang beresiko terjadi


39

penyakit kanker rahim, PMS, infeksi saluran reproduksi dan HIV/AIDS. Survei

yang dilakukan YAI (Yayasan AIDS Indonesia) mendapati 36% adalah remaja

(Anas, 2010). Kejadian ini tidak mengejutkan jika dilihat dari kurangnya

pengetahuan akan kesehatan reproduksi. Salah satu penelitian di Tanzania

memperlihatkan bahwa perempuan muda memiliki kemungkinan untuk terinfeksi

HIV lebih dari empat kali lipat dibandingkan pria muda meskipun para perempuan

lebih tidak berpengalaman seksual dan memiliki pasangan seksual yang jauh lebih

sedikit dibandingkan pria sebayanya.

Faktor ekonomi (remaja mungkin tinggal atau bekerja di jalan dan

berparisipasi dalam “seks untuk kelangsungan hidup” atau “ transaksi seks” dan

faktor sosial (seperti terpaksa masuk ke dalam hubungan seksual) kurangnya

ketrampilan atau kekuatan untuk menegosiasikan pemakaian kondom dan

terbentur norma-norma gender, standart ganda, atau norma budaya dan agama

mengenai seksual fertilitas. Remaja mungkin ragu-ragu atau tidak dapat mencari

pengobatan untuk PMS atau HIV karena mereka khawatir keluarga atau

masyarakatnya tidak setuju, takut diperiksa, atau tidak tahu bagaimana mengenali

gejala penyakit tersebut. Selain itu, karena infeksi HIV dapat terjadi tanpa gejala,

mereka mungkin tidak tahu bahwa mereka telah terinfeksi (Azwar, 2011).

5. Kekerasan seksual remaja

Kultur budaya ketimuran yang masih menganggap seks sebagai sesuatu

yang tabu untuk dibicarakan membuat remaja kebinguangan mengenai seks.

Kebingungan mereka yang mereka alami ini seringkali menjadikan korban

potensial dalam kasus-kasus kekerasan seksual. Pada saat bersamaan, sesuai

dengan tahapan usia mereka yang mengalami pubertas, remaja juga memiliki rasa
40

ingin tahu yang besar, sekaligus banyaknya paradigma-paradigma yang mereka

dapatkan, mulai dari nilai-nilai agama hingga pengaruh-pengaruh film dan cerita-

cerita yang berbau pornografi. Hal ini telah membuat seks menjadi “sesuatu” yang

misteri dan mengundang rasa keingintahuan, membingungkan sekaligus

menggoda (Anas, 2010).

2.4.5 Pencegahan Perilaku Seksual Pranikah pada Remaja

Upaya pencegahan perilaku seksual pranikah pada remaja menurut

Soejiningsih (2008) yaitu:

1. Meningkatkan kualitas hubungan orangtua dan remaja

Sebagai orangtua hendaknya bersikap terbuka terhadap masalah seksual.

Sikap dan perilaku orangtua juga berperan sebagai contoh atau teladan anaknya

dalam menyikapi hubungan seksual pranikah.

2. Keterampilan menolak tekanan negatif dari teman

Teman sebaya atau temen bergaul mempunyai pengaruh yang besar dalam

mempengaruhi sikap dan perilaku remaja. Untuk itu perlu berinisiatif dalam

melakukan penolakan terhadap ajakan teman yang mengarah ke hal yang negatif

dalam bergaul sehingga remaja dapat bersikap bijaksana terhadap hubungan

seksual pranikah.

3. Meningkatkan religiusitas remaja yang baik

Ajaran agama untuk remaja sebaiknya tidak hanya dihotbahkan, akan

tetapi diwujudkan dalam bentuk kegiatan yang nyata yang dikaitkan dengan

masalah-masalah konseptual dalam kehidupan remaja (misalnya masalah

kesehatan reproduksi dan seksual). Dari kegiatan yang nyata akan membentuk
41

sikap remaja yang bijaksana khususnya dalam menyikapi hubungan seksual

pranikah.

3. Pembatasan atau pengaturan peredaran media pornografi

Diharapkan media memberikan manfaat yang positif yaitu lebih

menampilkan pesan-pesan seksualitas yang mendidik, karena sebenarnya media

dapat dimanfaatkan sebagai media yang ampuh dalam menyampaikan materi

pendidikan seksualitas. Dengan informasi yang positif maka akan membawa

dampak positif pula pada sikap dan perilaku remaja.

4. Promosi tentang kesehatan seksual bagi remaja yang melibatkan peran

sekolah, pemerintah dan lembaga non pemerintah.

Siswa perlu memanfaatkan layanan bimbingan konseling yang ada dalam

memberikan pendidikan seksual untuk siswa. Lembaga pemerintah ataupun

lembaga non pemerintah perlu mengadakan seminar mengenai kesehatan seksual

remaja dan pendidikan seksual secara keseluruhan. Penyampaian perlu dibuat

secara menarik agar siswa secara sadar diri dapat mengambil sikap terhadap

perilaku seksual secara bijaksana karena kesadaran diri dari remaja itu sendiri

merupakan cara yang paling penting dalam mencegah hubungan seksual pranikah.

Anda mungkin juga menyukai