Meswari melangkah pelan dan hati-hati. Beban yang ia pikul selama ini adalah dua buah karung beras milik Pak Karmin. Meswari sudah berpengalaman agar setiap perjalanannya selamat. Yakni berjalan perlahan sambil menjaga agar titik berat beban dan badannya tetap berada pada telapak kiri atau kanannya. Pemindahan titik berat dari kaki kiri ke kanannya pun harus dilakukan dengan baik. Meswari harus memperhitungkan tarikan napas serta ayunan tangan demi keseimbangan yang sempurna. Meski demikian Meswari pagi ini sudah terjatuh tiga kali, pada saat itu trotoar tua basah bekas jejak-jejak keringat itu lengang. Satu dua orang hanya melirik melihat tubuh tua itu tumbang, lantas pergi, lalu berbaur kembali dengan dunianya. Meswari yang sedari tadi bergeming kemudian bangkit. Dengan wajah pucat, pandangan kunang-kunang, dan nadi di lehernya yang menonjol keluar dari kulitnya, ia berusaha berdiri, lantas mengambil kembali karung beras yang isinya sebagian menggelinding ke jalan raya. Entah mengapa itu terjadi hingga berulang-ulang, tapi kini anak manusia yang lebih mirip orang orangan sawah itu berusaha melangkah lebih pelan dan berhati-hati. Wajah pucat itu dibalut rasa gelisah membayangkan wajah Pak Karmin yang memerah, melihat beras-beras yang ia panggul kini tinggal tiga perempat bagiannya. Tapi itu tidak masalah baginya. Setidaknya dia tidak pingsan di trotoar itu. “Hey, Meswari! Sudah berapa kali aku bilang, sudahi sajalah pekerjaan mu itu, lihatlah matamu kini bahkan hanya bersisa bagian putihnya saja.” Teriak Bandi, memecah bayang bayang wajah Pak Karmin. Kedai kopi yang cukup ramai itu membuat setiap orang yang bicara disana harus sedikit berteriak ketika bicara. Sebenarnya Bandi sudah memerhatikan Meswari sejak tadi siang, Bandi sudah menduga bahwa wajah yang dulunya ceria itu saat ini sedang di tutup kelabu tak kasat mata. Sudah beberapa kali juga Bandi menasihati Meswari untuk berhenti bekerja. Tapi Meswari tidak mendengarkan, lalu pergi meninggalkan kedai. Masih lima ratus meter lagi kios Pak Karmin, tidak banyak yang dapat Meswari lakukan di perjalanan kecuali mengangkat puluhan kilo beras di pundaknya atau terombang-ambing dalam lautan imajinasinya itu. Samudera memorinya adalah musuh bebuyutan Meswari. Itu bahkan jauh lebih buruk dibanding dengan wajah merah Pak Karmin saat marah, atau ketika karung beras itu jatuh menimpa tubuhnya sekalipun, tetap saja memori tua itu jauh lebih kelam dari apapun. Luka mendalam itu mungkin tidak akan pernah sembuh, semakin Meswari berusaha sembuh, semakin parah juga luka itu berbekas dalam tubuhnya. Sudah kesepuluh kalinya benak Meswari terjerembab dalam jebakan imajinya sendiri. Contohnya tadi pagi, sebelum Meswari terjatuh untuk kedua kalinya di trotoar, wajah istrinya itu tervisualisasikan begitu jelas tepat di hadapannya. Meswari membersihkan matanya yang tidak kotor, memastikan bahwa dia tidak sedang berhalusinasi. Tapi itu memang halusanasinya saja. Tidak berlangsung lama visualisasi itu. Wajah istrinya terlihat nyata, Tapi sayang, halusinasinya tidak berlangsung lama. Bahkan Meswari tidak sempat menyentuhnya. Tubuhnya telanjur jatuh. Kehilangan keseimbangan. Sudah tujuh hari, Meswari ditinggal istrinya pergi selama-lamanya. Akal sehat Meswari sebenarnya sudah terganggu sejak dua hari setelah kepergian istrinya, ditambah dengan masalah pribadinya yang terus menerus muncul setiap harinya. mungkin itulah yang menyebabkan hari demi hari halusinasinya itu semakin parah. Meswari sebenarnya sudah melakukan beberapa solusi- solusi dari teman-temannya. Tapi tetap saja, mungkin pikiran yang menghantuinya itu sudah tertancap dalam benaknya. Sepuluh menit berlalu, tak terasa, samar-samar kios Pak Karmin sudah terlihat batang hidungnya sejauh mata memandang. Terlihat dalam kios itu Pak Karmin sedang duduk menunggu pelanggannya di depan kios. Meswari sudah siap dimarahi Pak Karmin untuk ketiga kalinya. Meswari melangkahkan kakinya santai, mendekati bilik kios itu. Ketika pijakan pertama kaki Meswari memijak lantai bersih kios milik Pak Karmin, wajah Pak Karmin menyelidik, lalu menatap wajah Meswari. Meswari berkeringat. Tapi ada yang aneh, wajah merah yang dia bayangkan tidak juga muncul dihadapannya itu. “Sudah Mes, ini gajimu, kembalilah besok, lain kali jika kau kelelahan, jangan sekali-kali kau bekerja di tempatku” gumam Pak Karmin, Meswari kaget, lantas membalas senyum wajah Pak Karmin. Meswari sebenarnya masih ingin bekerja. Tapi dia tidak bisa menolak, karena jika karung milik Pak Karmin itu terguling lagi, dia akan merepotkan banyak orang. Akhirnya lelaki tua itu mengangguk dan berpamitan. Sore itu, ketika langit bergurat oranye di ufuk barat itu tersulam dengan lautan asap hitam yang menutup atmosfer bumi. Jaket peninggalan ayahnya sudah tepat dikenakan Meswari. Ular ular keriput itu merogoh saku jaket hitam itu. Kios milik Pak Karmin sudah lenyap sejauh mata memandang. Satu dua orang, tengah sibuk menutup tokonya. Sebagian berlarian menuju rumah- rumah nya. Ketika butiran sebesar kuaci itu menetes untuk pertama kalinya, ketika pesan berantai hawa dingin yang semenjak tadi sore menjilat seluruh tubuhnya, ketika gemuruh mulai bersahutan satu sama lain, Meswari sudah menduga hujan deras akan menerjang bumi hingga datang pagi hari nanti, seperti hujan hujan tua lainnya yang telah ia lewati. Tubuh tua itu harus menepi, harus menepi. Di bawah tudung toko yang tutup itu, Meswari menyandarkan tubuhnya di ujung tembok. Tangan keriput itu ia gosok, berharap akan timbul percikan api memancar keluar dari tangannya. Hawa dingin itu berhasil menusuk-nusuk tubuh Meswari. Tapi dia berusaha kokoh. Tudung toko itu lengang, walaupun satu dua kendaraan melintas, tapi tidak berlangsung lama. Kendaraan itu hanya sedetik lalu lenyap menyisakan senyap. Semakin malam, hujan itu tidak juga menunjukan tandanya semakin reda, sementara itu kaki-kaki Meswari sudah tidak tahan lagi menahan beban tubuhnya. Hanya hitungan waktu tubuhnya sudah sempurna ambruk menuju lantai toko itu. Makhluk basah yang menggenang di lantai toko itu meresap masuk ke dalam pori-pori pantatnya. Tidak mengapa, tidak ada cara lain. Itu satu-satunya cara sebelum tumbuhnya ambruk seluruhnya, lalu masuk ke dalam genangan air di samping atau depannya. Celana satu-satunya yang ia miliki kini sempurna basah bagian bawahnya, tapi itu tidak masalah. Yang jadi masalah, saat ini dalam suasana senyap, visualisasi itu kembali muncul di hadapan Meswari. Dimulai dengan wajah samar istrinya di seberang jalan, kemudian efek visual itu semakin jelan. Kini seluruh tubuh istrinya itu jelas terlihat dari ujung kaki hingga ujung kepalanya. Dalam derasnya hujan, wanita cantik itu melambai ke arah Meswari. Meswari terhipnotis dengan wanita itu. Ia seakan akan benar benar melihat istrinya yang memanggil-manggil Meswari, seakan tatapan wajah wanita itu menarik Meswari untuk mendekat. Tanpa sadar, tubuh Meswari kini sudah berdiri, bersiap mendekat. Kakinya melangkah perlahan mendekati ujung trotoar, jalan raya itu masih juga senyap sejak istrinya datang, yang terdengar hanyalah suara derasnya hujan yang tak berkesudahan. Kepala Meswari sudah sempurna meninggalkan tudung toko, seketika jaket peninggalan ayahnya itu basah kuyup terlahap derasnya hujan. Sementara itu, wanita di seberang jalan itu masih melambaikan tangannya yang indah. Meswari kali ini mantap terhipnotis, sudah hilang akal sehatnya, kaki-kaki mungil itu bergerak tanpa terkendali, ketika ujung kakinya tepat memijak ujung trotoar itu, halusinasi Meswari semakin menjadi-jadi. Tempat yang asalnya basah karena hujan, berubah menjadi wilayah hijau yang luas, wajah istrinya masih terlihat radius lima meter di depannya, kakinya terus berjalan, melangkah tanpa kendali. ●●● Tengah malam, Trotoar basah itu ramai dengan derasnya hujan yang menghujang bumi semenjak sore tadi. Tapi keramaian itu bertambah, puluhan orang tampak mengepul. Payung payung tampak bermekaran. Ditambah satu dua mobil ambulans datang mendekati. Begitu juga mobil polisi yang menjaga suasana agar tetap terkendali. Tubuh meswari diangkat tiga orang medis ke dalam mobil ambulans, di bawa pergi ke rumah sakit terdekat. Sementara itu dua orang saksi dibawa ke kantor polisi, dimintai keterangan. Sekaligus mobil sedan yang penyok bagian depannya juga ikut di amankan oleh polisi.