Anda di halaman 1dari 51

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 LATAR BELAKANG

Penyakit paru obstruktif kronik adalah penyakit paru kronik yang di tandai
oleh hambatan aliran di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversibel atau
reversibel pasial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya.1 Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit paru kronik
yang ditandai oleh hambatan aliran udara di saluran napas yang bersifat progresif
nonreversibel atau reversibel parsial.2 Karakteristik hambatan aliran udara pada
PPOK disebabkan oleh hubungan antara obstruksi saluran napas kecil (obstruksi
bronkitis kronik) dan kerusakan parenkim (emfisema) yang bervariasi pada setiap
individu.3
Akhir-akhir ini PPOK semakin menarik dibicarakan karena prevalensi dan
angka mortilitas yang terus meningkat. Di amerika kasus kunjungan pasien
PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan
perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000.1
World Health Organization (WHO) memperkirakan bahwa menjelang
tahun 2020 prevalensi PPOK akan meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit
tersering peringkatnya akan meningkat dari keduabelas menjadi kelima dan
sebagai penyebab kematian akan meningkat dari keenam menjadi ke tiga.
Berdasarkan survei kesehatan rumah tangga Depkes RI tahun 1992, PPOK,
bersama asma bronkial menduduki peringkat ke enam. Merokok merupakan
faktor resiko terpenting penyebab PPOK disamping faktor resiko lainnya seperti
polusi udara, faktor genetik dan lainnya.2,3
Pada PPOK dapat terjadi eksaserbasi akut yang merupakan perburukan
gejala pernapasan dibandingkan dengan kondisi sebelumnya yang terjadi secara
akut. Gejala eksaserbasi yaitu sesak bertambah, produksi sputum meningkat, dan
perubahan warna sputum (sputum menjadi purulen). Keadaan ini akan

1
memperburuk penurunan faal paru. Saat fase ini berlalu nilai faal paru tidak akan
kembali ke nilai dasar.3,4
Penyebab eksaserbasi antara lain yaitu merokok, infeksi virus, infeksi
bakteri, dan polusi udara. Eksaserbasi akut akan menurunkan status kesehatan
pasien PPOK. Untuk memperkecil timbulnya gangguan status kesehatan maka
pasien PPOK harus mencegah eksaserbasi ulangan dan mengurangi frekuensi
eksaserbasi. Karakteristik umum PPOK eksaserbasi akut penting untuk diketahui
dalam hal pertimbangan diagnosis, pengobatan, prognosis, dan kualitas hidup
pasien.1,4

1.2 TUJUAN PENULISAN

Tujuan penulisan ini adalah untuk memberikan informasi mengenai


tentang Fisiologi Saluran Pernafasan, Definisi, Epidemiologi, Etiologi dan Faktor
Resikoi, patogenesis, Gejala Klinis, Diagnosa Banding, Penegak Diagnosa,
Penatalaksanaan, Komplikasi dari Penyakit Paru Obstruktif Kronik.

2
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 FISIOLOGI SALURAN PERNAFASAN

Fungsi utama respirasi (pernapasan) adalah memperoleh O2 untuk


digunakan oleh sel tubuh dan untuk mengeluarkan CO2 yang diproduksi oleh sel.
Respirasi mencakup dua proses yang terpisah tetapi berkaitan: respirasi internal
dan respirasi eksternal. Istilah respirasi internal atau respirasi sel merujuk kepada
proses-proses metabolik intrasel yang dilakukandi dalam mitokondria, yang
menggunakan O2dan menghasilkan CO2 selagi mengambil energi dari molekul
nurrien, Istilah respirasi eksternal merujuk kepada seluruh rangkaian kejadian
dalam pertukaran O2 dan CO2 antara lingkungan eksternal dan sel tubuh. Sistem
respirasi mencakup saluran napas yang menuju paru, paru itu sendiri, dan
struktur,struktur thoraks (dada) yang berperan menyebabkan aliran udara masuk
dan keluar paru melalui saluran napas. Saluran napas adalah tabung atau pipa
yang mengangkut udara antara atmosfer dan kantung udara (alveolus), alveolus
merupakan satu-sarunya tempat pertukaran gas anrara udara dan darah. Saluran
napas berawal dari saluran nasal (hidung). Saluran hidung membuka ke dalam
faring (tenggorokan), yang berfungsi sebagai saluran bersama untuk sistem
pernapasan dan pencernaan. Terdapat dua saluran yang berasal dari faring trakea,
yang dilalui oleh udara untuk menuju paru, dan esofagus, yang dilalui oleh
makanan untuk menuju lambung. Udara dalam keadaan normal masuk ke faring
melalui hidung, tetapi udara juga dapat masuk melalui mulut ketika saluran
hidung tersumbat; yaitu, anda dapat bernapas melalui mulut ketika anda pilek.
Karena faring berfungsi sebagai saluran bersama untuk udara dan makanan maka
sewaktu menelan terjadi mekanisme refleks yang menutup trakea agar makanan
masuk ke esofagus dan bukan ke saluran napas. Esofagus selalu tertutup kecuali
ketika menelan untuk mencegah udara masuk ke lambung sewaktu bernapas.1,5

3
Tonjolan anterior laring membentuk jakun ("Adam’s apple"). Pita suara,
dua pita jaringan elastik yang melintang di pintu masuk laring, dapat diregangkan
dan diposisikan dalam berbagai bentuk oleh otot laring. Sewaktu udara dilewatkan
melalui pita suara yang kencang, lipatan tersebut bergetar untuk menghasilkan
berbagai suara bicara. Bibir, lidah, dan palatum mole memodifikasi suara menjadi
pola suara yang dapat dikenali. Sewaktu menelan, pita suara melaksanakan fungsi
yang tidak berkaitan dengan bicara; keduanya saling mendekat untuk menutup
pintu masuk ke trakea.1,5
Di belakang laring, trakea terbagi menjadi dua cabang utama, bronkus
kanan dan kiri, yang masing-masing masuk ke paru kanan dan kiri. Di dalam
masing-masing paru,bronkus terus bercabang-cabang menjadi saluran napas yang
semakin sempit, pendek, dan banyak, seperti percabangan sebuah pohon. Cabang-
cabang yang lebih kecil dikenal sebagai bronkiolus. Di ujung bronkiolus terminal
berkelompok alveolus, kantung-kantung udara halus tempat pertukaran gas antara
udara dan darah Agar aliran udara dapat masuk dan keluar bagian paru tempat
pertukaran berlangsung, kontinum saluran napas penghantar dari pintu masuk
melalui bronkiolus terminal hingga alveolus harus tetap terbuka. Tiakea dan
bronkus besar adalah tabung yang cukup kaku tak berotot yang dikelilingi oleh
serangkaian cincin tulang rawan yang mencegah saluran ini menyempit.
Bronkiolus yang lebih kecil tidak memiliki tulang rawan untuk menjaganya terap
terbuka. Dinding saluran ini mengandung otor polos yang disarafi oleh sistem
saraf otonom dan peka terhadap hormon dan bahan kimia lokal tertentu. Faktor-
faktor ini mengatur jumlah udara yang mengalir dari atmosfer ke setiap
kelompokn alveolus, dengan mengubah derajat kontraksi otot polos bronkiolus
sehingga mengubah kaliber saluran napas terminal.1,5

4
Alveolus adaiah kelompok-kelompok kantung mirip anggur yang
berdinding tipis dan dapat mengembang di ujung cabang saluran napas
penghantar. Dinding alveolus terdiri dari satu lapisan sel alveolus tipe I yang
gepeng. Dinding anyaman padat kapiler paru yang mengelilingi setiap alveolus
juga memiliki ketebalan hanya satu sel. Ruang interstisium antara sebuah alveolus
dan anyaman kapiler di sekitarnya membentuk sawar yang sangat tipis, dengan
ketebalan hanya 0,5 Fm yang memisahkan udara di alveolus dari darah di kapiler
paru. (Satu lembar kertas memiliki ketebalan 50 kali daripada sawar darah-udara
ini). Tipisnya sawar ini mempermudah pertukaran gas. Selain itu, perremuan
udara alveolus dengan darah memiliki luas yang sangar besar bagi pertukaran gas.
Paru mengandung sekitar 300 juta alveolus, masing-masing bergaris tengah 300
pm. Sedemikian padatnya anyaman kapiler paru sehingga setiap alveolus
dikelilingi oleh lembaran darah yang hampir kontinyu. Selain berisi sel alveolus
tipe I yang tipis, epitel alveolus juga mengandung sel alveolus tipe II. Sel sel ini
mengeluarkan surfaktan paru, satu kompleks fosfolipoprotein yang mempermudah
ekspansi paru (dijelaskan kemudian). Selain itu, terdapat makrofag alveolus yang
berjaga- jaga di dalam iumen kantung udara ini. Terdapat dua buah paru, masing-
masing dibagi menjadi beberapa lobus dan masing-masing mendapat satu
bronkus. Jaringan paru itu sendiri terdiri dari serangkaian saluran napas yang
sangat bercabang-cabang, alveolus, pembuluh darah paru, dan sejumlah besar
jaringan ikat elastik. Satu-satunya otot di dalam paru adalah otot polos di dinding
arteriol dan dinding bronkiolus, di mana keduanya berada di bawah kontrol. Tidak
terdapat otot di dalam dinding alveolus untuk mengembangkan atau

5
mengempiskan alveolus selama proses bernapas. Perubahan volume paru (dan
perubahar volume alveolus yang menyertainya) ditimbulkan oleh perubahan
dalam dimensi rongga thoraks.1,5
Paru menempati sebagian besar volume rongga thoraks (dada), dan
struktur-struktur lain di dada adalah jantung dan pembuluh-pembuluh terkaitnya,
esofagus, timus, dan beberapa saraf. Dinding dada (thoraks) luar dibentuk oleh 12
pasang iga melengkung, yang berhubungan dengan sternum (tulang dada) di
anterior dan vertebra thorakalis (tulang punggung) di posterior. Sangkar iga
merupakan tulang protektif bagi paru dan jantung. Diafragma, yang membentuk
lantai rongga thoraks, adalah suatu lembaran otot rangka yang lebar, berbentuk
kubah, dan memisahkan secara total rongga thoraks dari rongga abdomen. Otot ini
ditembus hanya oleh esofagus dan pembuluh darah yang melintasi rongga thoraks
dan abdomen. Di leher, otot dan jaringan ikat menutup rongga thoraks. Satu-
satunya komunikasi antara thoraks dal atmosfer adalah melalui saluran napas ke
dalam alveolus. Seperti paru, dinding dada mengandung banyak jaringan ikat
elastik.1,5

2.2 DEFINISI

Penyakit paru obstruktif kronik adalah penyakit paru kronik yang ditandai
oleh hambatan aliran di saluran nafas yang bersifat progresif nonreversibel atau

6
reversibel pasial. PPOK terdiri dari bronkitis kronik dan emfisema atau gabungan
keduanya.3
Bronkitis kronik adalah kelainan saluran nafasa yang di tandai oleh batuk
kronik berdahak minimal 3 bulan dalam setahun, sekurang-kurangnya du tahun
berturut-turut, tidak disebabkan penyakit lainnya.3
Emfisema adalah suatu kelainan anatomis paru yang ditandai oleh
pelebaran rongga udara distal bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding
alveoli.3

7
2.3 EPIDEMIOLOGI

Akhir-akhir ini PPOK semakin menarik dibicarakan karena prevalensi dan


angka mortilitas yang terus meningkat. Di amerika kasus kunjungan pasien
PPOK di instalasi gawat darurat mencapai angka 1,5 juta, 726.000 memerlukan
perawatan di rumah sakit dan 119.000 meninggal selama tahun 2000. Sebagai
penyebab kematian, PPOK menduduki peringkat ke empat seteal penyakit
jantung, kanker dan penyakit serebro vaskular. World Health Organization
(WHO) memperkirakan bahwa menjelang tahun 2020 prevalensi PPOK akan
meningkat. Akibat sebagai penyebab penyakit tersering peringkatnya akan
meningkat dari kedua belas menjadi kelima dan sebagai penyebab kematian akan
meningkat dari keenam menjadi ke tiga. Berdasarkan survei kesehatan rumah
tangga Depkes RI tahun 1992, PPOK, bersama asma bronkial menduduki

8
peringkat ke enam. Merokok merupakan faktor resiko terpenting penyebab PPOK
disamping faktor resiko lainnya seperti polusi udara, faktor genetik dan lainnya.1,3
Di negara dengan prevalensi TB yang tingggi, terdapat sejumlah besar
penderita yang sembuh setelah pengobatan TB. Pada sebagian penderita, secara
klinik timbul gejala sesak terutama pada aktiviti, radiologik menunjukkan
gambaran bekas TB ( fibrotik, klasifikasi) yang minimal, dan uji faal paru
dimasukkan dalam kategori penyakit sindrom obstruksi pasca tuberculosis
(SOPT).1,3
Fasilitas pelayanan kesehatan di Indonesia yang bertumpu di Puskesmas
sampai di rumah sakit pusat rujukan masih jauh dari fasilitas pelayanan untuk
penyakit PPOK. Di samping itu kompetensi sumber daya manusianya, peralatan
standar untuk mendiagnosis PPOK seperti spirometri hanya terdapat di rumah
sakit besar saja, sering kali jauh dari jangkauan puskesmas.1,3

2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO

Faktor yang berperan dalam peningkatan penyakit tersebut :


1. Kebiasaan merokok yang masih tinggi ( Laki-laki diatas 15 tahun 60-
70%). Kebiasaan merokok merupakan satu-satunya penyebab causal yang
terpenting, jauh lebih penting dari faktor penyebab lainnya.
dalam pencatat riwayat merokok perlu di perhatikan :
a. Riwayat merokok
- Perokok aktif
- Perokok pasif
- Bekas perokok
b. Derajat berat meokok dengan indeks Brinkman (IB), Yaitu perkalian
jumlah rata-rata batang rokok di hisap sehari dikali kan lama meroko
dalam tahun :
- Ringan : 0-200
- Sedang : 200-600
- Berat : > 600

9
2. Meningkatnya usia rata-rata penduduk dari 54 tahun pada tahun 1960-an
menjadi 63 tahun pada tahun 1990-an.
3. Hiperreaktifiti bronkus
4. Riwayat Infeksi saluran nafasa bawah berulang.
5. Devisiensi anti-tripsin alfa 1, umumnya jarang terdapat di Indonesia.
6. Riwayat terpajan polusi udara di lingkungan dan tempat kerja, Polusi
udara terutama di kota besar, dilokasi industri dan di pertambangan.1,2,3

10
2.4 PATOGENESIS

Pada bronkitis kronik terdapat pemebesaran kelenjar mukosa bronkus,


metaplasia sekl goblet Pada bronkitis kronik terdapat pembesaran kelenjar mukosa
bronkus, metaplasia sel goblet, inflamasi, hipertrofi otot polos pernapasan serta
distorsi akibat fibrosis. Emfisema ditandai oleh pelebaran rongga udara distal
bronkiolus terminal, disertai kerusakan dinding alveoli. Secara anatomik
dibedakan tiga jenis emfisema:2,3
- Emfisema sentriasinar, dimulai dari bronkiolus respiratori dan meluas ke
perifer, terutama mengenai bagian atas paru sering akibat kebiasaan
merokok lama.
- Emfisema panasinar (panlobuler), melibatkan seluruh alveoli secara
merata dan terbanyak pada paru bagian bawah.
- Emfisema asinar distal (paraseptal), lebih banyak mengenai saluran napas
distal, duktus dan sakus alveoler. Proses terlokalisir di septa atau dekat
pleura

11
Obstruksi saluran napas pada PPOK bersifat ireversibel dan terjadi karena
perubahan struktural pada saluran napas kecil yaitu : inflamasi, fibrosis, metaplasi
sel goblet dan hipertropi otot polos penyebab utama obstruksi jalan napas.3,6

12
2.5 GEJALA KLINIS

Penyakit paru obstruktif kronik sering dikaitkan dengan gejala eksaserbasi


akut. Pasien PPOK dikatakan mengalami eksaserbasi akut apabila kondisi pasien
mengamali perburukan yang bersifat akut dari kondisi sebelumnya yang stabil.
Dan dengan variasi gejala harian normal sehingga pasien memerlukan perubahan
pengobatan yang sudah biasa digunakan. Eksaserbasi aku ini biasanya disebabkan
oleh infeksi (bakteri/virus), brokospasme, polusi udara atau obat golongan sedatif.
Sekitar 1/3 penyebab eksaserbasi akut masih belum diketahui. Pasien yang
mengalami eksaserbasi akut dapat ditandai dengan gejala khas, seperti sesak nafas
yang samakin bertambah, batuk proiduktif dengan perubahan volume atau
purulensi sputum atau juga dapat memberikan gejala yang tidak khas seperti
malaise, fatigue, dan gangguan tidur. Roisin membagi gejala klinis PPOK
Eksaserbasi akut menjadi gejala respirasi dan sistemik. Gejala respirasi yaitu,
berupa sesak nafas yang semakin berat, peningkatan volume dan purulensi

13
sputum, batuk yang semakin sering dan nafas yang dangkal dan cepat. Gejala
sistemik ditandai dengan peningkatan suhu tubuh, peningkatan denyut nadi serta
gangguan mental pasien.6,7
2.6 DIAGNOSA BANDING
 Asma
 SOPT (Sindroma Obstruksi Pascatuberculososis)
Adalah penyakit obstruksi saluran napas yang ditemukan pada penderita
pascatuberculosis dengan lesi paru yang minimal.
 Pneumotoraks
 Gagal jantung kronik
 Penyakit paru dengan obstruksi saluran napas lain misal : bronkiektasis,
destroyed lung.
Asma dan PPOK adalah penyakit obstruksi saluran napas yang sering
ditemukan di Indonesia, karena itu diagnosis yang tepat harus ditegakkan karena
terapi dan prognosisnya berbeda.3,7

2.7 PENEGAK DIAGNOSA

Gejala dan tanda PPOK sangat bervariasi, mulai dari tanpa gejala, gejala
ringan hingga berat. Pada pemeriksaan fisis tidak ditemukan kelainan jelas dan
tanda inflasi paru. Diagnosis PPOK di tegakkan berdasarkan :8,9
A. Gambaran klinis

14
a. Anamnesis
- Keluhan
- Riwayat penyakit
- Faktor predisposisi
b. Pemeriksaan Fisik
B. Pemeriksaan penunjang
a. Pemeriksaan rutin
b. Pemeriksaan khusus
A. Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah
(BBLR), infeksi saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara
- Batuk berulang dengan atau tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisik
PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
 Inspeksi
- Pursed - lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis leher dan
edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater.
 Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
 Perkusi

15
Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah,
hepar terdorong
ke bawah
 Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi
paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pink puffer
Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus, kulit kemerahan dan
pernapasan pursed – lips breathing.
Blue bloater
Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis, terdapat
edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer.
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas kronik.3,10
B. Pemeriksaan Penunjang
1. Faal paru
• Spirometri (VEP1, VEP1prediksi, KVP, VEP1/KVP
- Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1 prediksi ( % ) dan atau VEP1/KVP ( % ).
Obstruksi : % VEP1(VEP1/VEP1 pred) < 80% VEP1% (VEP1/KVP) < 75 %
- VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai untuk menilai beratnya
PPOK dan memantau perjalanan penyakit.
-Apabila spirometri tidak tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter
walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai alternatif dengan memantau
variabiliti harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%. 1,11
• Uji bronkodilator

16
- Dilakukan dengan menggunakan spirometri, bila tidak ada gunakan APE meter.
- Setelah pemberian bronkodilator inhalasi sebanyak 8 hisapan, 15 - 20 menit
kemudian dilihat perubahan nilai VEP1 atau APE, perubahan VEP1 atau APE <
20% nilai awal dan < 200 ml. 1,3,11
- Uji bronkodilator dilakukan pada PPOK stabil
2. Pemeriksaan Analisis Gas Darah(AGDA)
a. PaO2 <8,0 kPa (60mmHg) dan atau Sa O2 <90% dengan atau tanpa Pa
CO2 >6,7 kPa (50 mmHg), saat bernafas dalam udara ruangan,
mengindikasikan adanya gagal nafas.
b. PaO2 <6,7 kPa (50mmHg) ,Pa CO2 >9,3 kPa (70 mmHg) dan pH <7,30
memberi kesan episode yang mengancam jiwa dan perlu dilakukan
monitor ketat serta penanganan insentif.

3. Foto thoraks. Dilakukan untuk melihat adanya komplikasi seperti


pneumoni
4. Elektrokardiografi (EKG), pemeriksaan EKG dapat membantu penegakan
diagnosis hipertropi ventrikel kanan, aritmia dan iskemia
5. Kultur dan sensitivitas kuman
Diperlukan untuk mengetahui kuman penyebab resistensi kuman terhadap
antibiotik yang dipakai. Pemeriksaan ini juga diperlukan jika tidak ada respons
terhadap antibiotik yang dipakai sebagai pengobatan pada permulaan penyakit.
Kuman penyebab eksabarsi akut yang paling sering ditemukan adalah
streptococcus pneumoniae, moraxella catarrhalls dan H.influenzae.1,3,11

17
Pasien PPOK yang mengalami eksaserbasi akut dengan kondisi seperti
tabel dibawah ini, perlu dilakukan perawatan di rumah sakit.
Indikasi rawat inap untuk eksaserbasi
Peningkatan gejala yang nyata, seperti sesak nafas mendadak waktu istirahat
Riwayat PPOK Berat
Munculnya gejala fisik baru (sianosis, edema perifer)
Eksaserbasi tidak responsif terhadap pengobatan
Komorbiditas signifikan
Aritmia paru
Usia lanjut
Perawatan rumah tidak memadai

2.8 PENATALAKSANAAN

A. Penatalaksanaan umum PPOK


Tujuan penatalaksanaan :
- Mengurangi gejala
- Mencegah eksaserbasi berulang
- Memperbaiki dan mencegah penurunan faal paru
- Meningkatkan kualitas hidup penderita
Penatalaksanaan secara umum PPOK meliputi :
1. Edukasi
2. Obat - obatan
3. Terapi oksigen
4. Ventilasi mekanik
5. Nutrisi
6. Rehabilitasi
PPOK merupakan penyakit paru kronik progresif dan nonreversibel,
sehingga penatalaksanaan PPOK terbagi atas penatalaksanaan pada keadaan stabil
dan penatalaksanaan pada eksaserbasi akut.1,3
1. Edukasi

18
Edukasi merupakan hal penting dalam pengelolaan jangka panjang pada
PPOK stabil. Edukasi pada PPOK berbeda dengan edukasi pada asma. Karena
PPOK adalah penyakit kronik yang ireversibel dan progresif, inti dari edukasi
adalah menyesuaikan keterbatasan aktivitas dan mencegah kecepatan perburukan
fungsi paru. Berbeda dengan asma yang masih bersifat reversibel, menghindari
pencetus dan memperbaiki derajat adalah inti dari edukasi atau tujuan pengobatan
dari asma. 1,3
Tujuan edukasi pada pasien PPOK :
1. Mengenal perjalanan penyakit dan pengobatan
2. Melaksanakan pengobatan yang maksimal
3. Mencapai aktiviti optimal
4. Meningkatkan kualiti hidup

Edukasi PPOK diberikan sejak ditentukan diagnosis dan berlanjut secara


berulang pada setiap kunjungan, baik bagi penderita sendiri maupun bagi
keluarganya. Edukasi dapat diberikan di poliklinik, ruang rawat, bahkan di unit
gawat darurat ataupun di ICU dan di rumah. Secara intensif edukasi diberikan di
klinik rehabilitasi atau klinik konseling, karena memerlukan waktu yang khusus
dan memerlukan alat peraga. Edukasi yang tepat diharapkan dapat mengurangi
kecemasan pasien PPOK, memberikan semangat hidup walaupun dengan
keterbatasan aktiviti. Penyesuaian aktiviti dan pola hidup merupakan salah satu
cara untuk meningkatkan kualiti hidup pasien PPOK. Bahan dan cara pemberian
edukasi harus disesuaikan dengan derajat berat penyakit, tingkat pendidikan,
lingkungan sosial, kultural dan kondisi ekonomi penderita. Secara umum bahan
edukasi yang harus diberikan adalah : 1,3
1. Pengetahuan dasar tentang PPOK
2. Obat - obatan, manfaat dan efek sampingnya
3. Cara pencegahan perburukan penyakit
4. Menghindari pencetus (berhenti merokok)
5. Penyesuaian aktiviti
Agar edukasi dapat diterima dengan mudah dan dapat dilaksanakan
ditentukan skala prioriti bahan edukasi sebagai berikut : 1,3

19
1. Berhenti merokok
Disampaikan pertama kali kepada penderita pada waktu diagnosis PPOK
ditegakkan.
2. Pengunaan obat - obatan
- Macam obat dan jenisnya
- Cara penggunaannya yang benar ( oral, MDI atau nebuliser )
- Waktu penggunaan yang tepat ( rutin dengan selangwaku tertentu atau kalau
perlu saja )
- Dosis obat yang tepat dan efek sampingnya
3. Penggunaan oksigen
- Kapan oksigen harus digunakan
- Berapa dosisnya
- Mengetahui efek samping kelebihan dosis oksigen
4. Mengenal dan mengatasi efek samping obat atau terapi oksigen
5. Penilaian dini eksaserbasi akut dan pengelolaannya
Tanda eksaserbasi :
- Batuk atau sesak bertambah
- Sputum bertambah
- Sputum berubah warna
6. Mendeteksi dan menghindari pencetus eksaserbasi
7. Menyesuaikan kebiasaan hidup dengan keterbatasan aktiviti.
Edukasi diberikan dengan bahasa yang sederhana dan mudah diterima,
langsung ke pokok permasalahan yang ditemukan pada waktu itu. Pemberian
edukasi sebaiknya diberikan berulang dengan bahan edukasi yang tidak terlalu
banyak pada setiap kali pertemuan. Edukasi merupakan hal penting dalam
pengelolaan jangka panjang pada PPOK stabil, karena PPOK merupakan penyakit
kronik progresif yang ireversibel. 1,3
2. Obat - obatan
a. Bronkodilator
Diberikan secara tunggal atau kombinasi dari ketiga jenis bronkodilator
dan disesuaikan dengan klasifikasi derajat berat penyakit. Pemilihan bentuk obat

20
diutamakan inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada penggunaan jangka panjang.
Pada derajat berat diutamakan pemberian obat lepas lambat ( slow release ) atau
obat berefek panjang ( long acting ). 1,3
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta – 2
Bentuk inhaler digunakan untuk mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan bentuk tablet yang berefek panjang. Bentuk
nebuliser dapat digunakan untuk mengatasi eksaserbasi akut, tidak dianjurkan
untuk penggunaan jangka panjang. Bentuk injeksi subkutan atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi berat.
- Kombinasi antikolinergik dan agonis beta - 2
Kombinasi kedua golongan obat ini akan memperkuat efek bronkodilatasi,
karena keduanya mempunyai tempat kerja yang berbeda. Disamping itu
penggunaan obat kombinasi lebih sederhana dan mempermudah penderita.
- Golongan xantin
Dalam bentuk lepas lambat sebagai pengobatan pemeliharaan jangka
panjang, terutama pada derajat sedang dan berat. Bentuk tablet biasa atau puyer
untuk mengatasi sesak ( pelega napas ), bentuk suntikan bolus atau drip untuk
mengatasi eksaserbasi akut. Penggunaan jangka panjang diperlukan pemeriksaan
kadar aminofilin darah.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau injeksi
intravena, berfungsi
menekan inflamasi yang terjadi, dipilih golongan metilprednisolon atau prednison.
Bentuk inhalasi sebagai terapi jangka panjang diberikan bila terbukti uji
kortikosteroid positif yaitu terdapat perbaikan VEP1 pascabronkodilator
meningkat > 20% dan minimal 250 mg.

21
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi. Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin
makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam klavulanat
sefalosporin
kuinolon
Perawatan di Rumah Sakit :
dapat dipilih
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral
- Aminoglikose per injeksi
- Kuinolon per injeksi
- Sefalosporin generasi IV per injeksi
d. Antioksidan
Dapat mengurangi eksaserbasi dan memperbaiki kualiti hidup, digunakan N -
asetilsistein. Dapat diberikan pada PPOK dengan eksaserbasi yang sering, tidak
dianjurkan sebagai pemberian yang rutin
e. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada eksaserbasi akut karena akan mempercepat
perbaikan eksaserbasi, terutama pada bronkitis kronik dengan sputum yang
viscous. Mengurangi eksaserbasi pada PPOK bronkitis kronik, tetapi tidak
dianjurkan sebagai pemberian rutin.
f. Antitusif
Diberikan dengan hati – hati

22
3. Terapi Oksigen
Pada PPOK terjadi hipoksemia progresif dan berkepanjangan yang
menyebabkan kerusakan sel dan jaringan. Pemberian terapi oksigen merupakan
hal yang sangat penting untuk mempertahankan oksigenasi seluler dan mencegah
kerusakan sel baik di otot maupun organ-organ lainnya. 1,3
Manfaat oksigen
- Mengurangi sesak
- Memperbaiki aktiviti
- Mengurangi hipertensi pulmonal
- Mengurangi vasokonstriksi
- Mengurangi hematokrit

23
- Memperbaiki fungsi neuropsikiatri
- Meningkatkan kualiti hidup Indikasi
- Pao2 < 60mmHg atau Sat O2 < 90%
- Pao2 diantara 55 - 59 mmHg atau Sat O2 > 89% disertai Kor Pulmonal,
perubahan P pullmonal, Ht >55% dan tanda - tanda gagal jantung kanan, sleep
apnea, penyakit paru lain
4. Ventilasi Mekanik
Ventilasi mekanik pada PPOK digunakan pada eksaserbasi dengan gagal
napas akut, gagal napas akut pada gagal napas kronik atau pada pasien PPOK
derajat berat dengan napas kronik. Ventilasi mekanik dapat digunakan di rumah
sakit di ruang ICU atau di rumah. 1,3
Ventilasi mekanik dapat dilakukan dengan cara :
- ventilasi mekanik dengan intubasi
- ventilasi mekanik tanpa intubasi
5. Nutrisi
Malnutrisi sering terjadi pada PPOK, kemungkinan karena bertambahnya
kebutuhan energi akibat kerja muskulus respirasi yang meningkat karena
hipoksemia kronik dan hiperkapni menyebabkan terjadi hipermetabolisme.
Kondisi malnutrisi akan menambah mortaliti PPOK karena berkolerasi dengan
derajat penurunan fungsi paru dan perubahan analisis gas darah
Gangguan ini dapat mengurangi fungsi diafragma. Dianjurkan pemberian
nutrisi dengan komposisi seimbang, yakni porsi kecil dengan waktu pemberian
yang lebih sering. 1,3
6. Rehabilitasi PPOK
Tujuan program rehabilitasi untuk meningkatkan toleransi latihan dan
memperbaiki kualiti hidup penderita PPOK Penderita yang dimasukkan ke dalam
program rehabilitasi adalah mereka yang telah mendapatkan pengobatan optimal
yang disertai : 1,3
- Simptom pernapasan berat
- Beberapa kali masuk ruang gawat darurat
- Kualiti hidup yang menurun

24
Program dilaksanakan di dalam maupun diluar rumah sakit oleh suatu tim
multidisiplin yang terdiri dari dokter, ahli gizi, respiratori terapis dan psikolog.
Program rehabilitiasi terdiri dari 3 komponen yaitu : latihan fisis, psikososial dan
latihan pernapasan. 1,3
1. Ditujukan untuk memperbaiki efisiensi dan kapasiti sistem transportasi oksigen.
Latihan fisis yang baik akan menghasilkan :
- Peningkatan VO2 max
- Perbaikan kapasiti kerja aerobik maupun anaerobik
- Peningkatan cardiac output dan stroke volume
- Peningkatan efisiensi distribusi darah
- Pemendekkan waktu yang diperlukan untuk recovery
Latihan untuk meningkatkan kemapuan otot pernapasan
a. Latihan untuk meningkatkan otot pernapasan
b. Endurance exercise
Latihan untuk meningkatkan kemampuan otot pernapasan
B. Penatalaksanaan PPOK stabil
Kriteria PPOK stabil adalah :
- Tidak dalam kondisi gagal napas akut pada gagal napas kronik
- Dapat dalam kondisi gagal napas kronik stabil, yaitu hasil analisa gas darah
menunjukkan PCO2 < 45 mmHg dan PO2 > 60 mmHg.
- Dahak jernih tidak berwarna
- Aktivitas terbatas tidak disertai sesak sesuai derajat berat PPOK (hasil
spirometri)
- Penggunaan bronkodilator sesuai rencana pengobatan
- Tidak ada penggunaan bronkodilator tambahan
Tujuan penatalaksanaan pada keadaan stabil :
- Mempertahankan fungsi paru
- Meningkatkan kualiti hidup
- Mencegah eksaserbasi

25
Penatalaksanaan PPOK stabil dilaksanakan di poliklinik sebagai evaluasi
berkala atau dirumah untuk mempertahankan PPOK yang stabil dan mencegah
eksaserbasi Penatalaksanaan di rumah.
Penatalaksanaan di rumah ditujukan untuk mempertahankan PPOK yang stabil.
Beberapa hal yang harus diperhatikan selama di rumah, baik oleh pasien sendiri
maupun oleh keluarganya. 1,3
Algoritme Penanganan PPOK

26
C. Penatalaksanaan PPOK Eksaserbasi Akut
Eksaserbasi akut pada PPOK berarti timbulnya perburukan dibandingkan
dengan kondisi sebelumnya. Eksaserbasi dapat disebabkan infeksi atau faktor
lainnya seperti polusi udara, kelelahan atau timbulnya komplikasi. 1,3
Gejala eksaserbasi :
- Sesak bertambah
- Produksi sputum meningkat
- Perubahan warna sputum
Eksaserbasi akut akan dibagi menjadi tiga :
a. Tipe (eksaserbasi berat), memiliki 3 gejala di atas
b. Tipe II (eksaserbasi sedang), memiliki 2 gejala di atas

27
c. Tipe III (eksaserbasi ringan), memiliki 1 gejala di atas ditambah infeksi saluran
napas atas lebih dari 5 hari, demam tanpa sebab lain, peningkatan batuk,
peningkatan mengi atau peningkatan frekuensi pernapasan > 20% baseline, atau
frekuensi nadi > 20% baseline
Penyebab eksaserbasi akut
Primer :
- Infeksi trakeobronkial (biasanya karena virus)
Sekunder :
- Pnemonia
- Gagal jantung kanan, atau kiri, atau aritmia
- Emboli paru
- Pneumotoraks spontan
- Penggunaan oksigen yang tidak tepat
- Penggunaan obat-obatan (obat penenang, diuretik) yang tidak tepat
- Penyakit metabolik (DM, gangguan elektrolit)
- Nutrisi buruk
- Lingkunagn memburuk/polusi udara
- Aspirasi berulang
- Stadium akhir penyakit respirasi (kelelahan otot respirasi)
Penanganan eksaserbasi akut dapat dilaksanakan di rumah (untuk
eksaserbasi yang ringan) atau di rumah sakit (untuk eksaserbasi sedang dan berat)
Penatalaksanaan eksaserbasi akut ringan dilakukan dirumah oleh penderita yang
telah diedukasi
dengan cara :
- Menambahkan dosis bronkodilator atau dengan mengubah bentuk bronkodilator
yang digunakan dari bentuk inhaler, oral dengan bentuk nebuliser
- Menggunakan oksigen bila aktivitas dan selama tidur
- Menambahkan mukolitik
- Menambahkan ekspektoran

28
Penatalaksanaan PPOK eksaserasi
Eksaserbasi PPOK terbagi menjadi derajat ringan, sedang dan berat.
Penatalaksanaan derajat ringan diatasi di poliklinik rawat jalan. Derajat sedang
dapat diberikan obat-obatan perinjeksi kemudian dilanjutkan dengan peroral.
Sedangkan pada eksaserbasi derajat berat obat-obatan diberikan perinfus untuk
kemudian bila memungkinkan dirujuk ke rumah sakit yang lebih memadai setelah
kondisis darurat teratasi.
Obat-obatan eksaserbasi akut
1. Penambahan dosis bronkodilator dan frekuensi pemberiannya. Bila terjadi
eksaserbasi berat obat diberikan secara injeksi, subkutan, intravena atau per drip,
misal :
- Terbutalin 0,3 ml subkutan dapat diulang sampai 3 kali setiap 1 jam dan dapat
dilanjutkan dengan pemberian perdrip 3 ampul per 24 jam
- Adrenalin 0,3 mg subkutan, digunakan hati-hati
- Aminofilin bolus 5 mg/kgBB (dengan pengenceran) dilanjutkan dengan perdrip
0,5-0,8 mg/kgBB/jam
- Pemberian aminofilin drip dan terbutalin dapat bersama-sama dalam 1 botol
cairan infus yang dipergunakan adalah Dektrose 5%, Na Cl 0,9% atau Ringer
laktat
2. Kortikosteroid diberikan dalam dosis maksimal, 30 mg/hari dalam 2 minggu
bila perlu dengan dosis turut bertahap (tappering off)
3. Antibiotik diberikan dengan dosis dan lama pemberian yang adekuat (minimal
10 hari dapat sampai 2 minggu), dengan kombinasi dari obat yang tersedia.
Pemilihan jenis antibiotik disesuaikan dengan efek obat terhadap kuman Gram
negatif dan Gram positif serta kuman atipik.
Di Puskesmas dapat diberikan
Lini I : ampisilin
Kontrimoksasol
Eritromisin
Lini II : ampisilin kombinasi kloramfenikol,
eritromisin

29
Kombinasi kloramfenikol dengan Kotrimaksasol ditambah dengan eritromisin
sebagai makrolid.

2.9 KOMPLIKASI

Komplikasi yang dapat terjadi pada PPOK adalah :3


1. Gagal napas
- Gagal napas kronik
- Gagal napas akut pada gagal napas kronik
2. Infeksi berulang
3. Kor pulmonal
Gagal napas kronik :
Hasil analisis gas darah Po2 < 60 mmHg dan Pco2 > 60 mmHg, dan pH normal,
penatalaksanaan :
- Jaga keseimbangan Po2 dan PCo2
- Bronkodilator adekuat
- Terapi oksigen yang adekuat terutama waktu latihan atau waktu tidur
- Antioksidan
- Latihan pernapasan dengan pursed lips breathing
Gagal napas akut pada gagal napas kronik, ditandai oleh :
- Sesak napas dengan atau tanpa sianosis
- Sputum bertambah dan purulen
- Demam
- Kesadaran menurun
Infeksi berulang
Pada pasien PPOK produksi sputum yang berlebihan menyebabkan
terbentuk koloni kuman, hal ini memudahkan terjadi infeksi berulang. Pada
kondisi kronik ini imuniti menjadi lebih rendah, ditandai dengan menurunnya
kadar limposit darah.
Kor pulmonal :

30
Ditandai oleh P pulmonal pada EKG, hematokrit > 50 %, dapat disertai
gagal jantung kanan

31
BAB III
RIWAYAT PENYAKIT
CATATAN MEDIK PASIEN

No. Reg. RS : 149311


Nama Lengkap : Tn. S.J
Tanggal Lahir : Umur : Tahun Jenis Kelamin : Laki-laki
Alamat : rantau pulung No. Telepon :
Pekerjaan : - Status: Menikah
Pendidikan : - Jenis Suku : Agama : islam

Dokter : Yolanda Sembiring


Dokter Spesialis : dr. Didit Sp.P
Tanggal Masuk : 11-03-2018

ANAMNESIS

Autoanamnese Alloanamnese

32
RIWAYAT PENYAKIT SEKARANG
KeluhanUtama : Sesak Napas
Deskripsi : Pasien datang ke Poli Penyakit Dalam RSUD Kudungga
dengan keluhan sesak napas. Hal ini di alami pasien
setahun yang lalu setelah berhenti merokok dan
memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit. Sesak
Napas tidak berhubungan dengan posisi, tidak
berhubungan dengan aktivitas, tidak berhubungan dengan
cuaca. Pasien mendengar bunyi saat bernapas. Pasien
juga merasakan panas pada bagian dada sampai pada
perut. Batuk (+) dahak (-), Nyeri ulu hati (+), muntah
setiap kali makan, BAK (+) N, BAB (+) N.

Riwayat merokok sejak SMP sampai 2015 ( 65 tahun)


RIWAYAT PENYAKIT DAHULU
Tanggal Penyakit Tempat Perawatan Pengobatan dan
Operasi
- - - -
- - - -

RIWAYAT KELUARGA: -

Riwayat Imunisasi
RIWAYAT PRIBADI
Riwayat Alergi Tahun Jenis imunisasi
Tahun Bahan / obat Gejala
- - - - -

Hobi : (-)
Olah Raga : (-)
Kebiasaan makan : Tidak teratur
Merokok : (+) sejak umur 13 tahun
Minum Alcohol : Tidak jelas
Hubungan Seks : Tidak ditanyakan

33
ANAMNESIS UMUM (Review of System)
Berilah Tanda Bila Abnormal Dan Berikan Deskripsi
Umum : tidak ada keluhan Abdomen : tidak ada keluhan

Kulit: tidak ada keluhan Ginekologi: tidak ada keluhan


Kepala dan leher: tidak ada keluhan Alat kelamin : tidak ada keluhan
Mata : tidak ada keluhan Ginjal dan Saluran Kencing: tidak ada
keluhan
Telinga: tidak ada keluhan Hematology: tidak ada keluhan
Hidung: tidak ada keluhan Endokrin / Metabolik: tidak ada keluhan
Mulut dan Tenggorokan: tidak ada Musculoskeletal: pitting edema pada
keluhan ekstremitas inferior
Pernafasan : Sesak Napas System syaraf: tidak ada keluhan
Payudara: tidak ada keluhan Emosi : tidak ada keluhan
Jantung: tidak ada keluhan Vaskuler: tidak ada keluhan
DESKRIPSI UMUM
Kesan Sakit Ringan Sedang Berat
Gizi:
Berat Badaan : 54 Kg Tinggi Badan: 176 cm. RBW: kg/m2
IMT : 17,4 Kg/m2 , Kesan: Underweight
TANDA VITAL
Kesadaran Compos mentis Deskripsi: kooperatif

Nadi Frekuensi 108 x/menit regular, t/v cukup


Tekanan darah Berbaring: Duduk:
Lengan kanan: 110/80 mmHg Lengan kanan: 110/80 mmHg
Lengan kiri : (tidak Lengan kiri : (tidak
dilakukan) dilakukan)
Temperatur Aksila: 36,8 °C
Pernafasan Frekuensi: 31 x/menit Deskripsi : Ireguler

34
SpO2 : 86% FA

KULIT : Kemerahan
 Bentuk tubuh kurus
KEPALA DAN LEHER:
 Rambut : Hitam dan putih pendek, tidak gampang dicabut
TVJ R - 2 cmH20, trakea medial, pembesaran KGB (-)
struma tidak ada
TELINGA : Meatus aurikula externus (dalam batas normal)
HIDUNG : Cuping Hidung
RONGGA MULUT : Mulut Mencucu (Pursed Lips)
TENGGOROKAN : dalam batas normal

MATA
Conjunctiva palpebra inferior, Pucat (-)/(-) , sclera ikterik (+)/(+),
Refleks Cahaya (+)/(+) Pupil isokor kiri=kanan, diameter 2 mm
TORAKS
Depan Belakang
Inspeksi Simetris, sela iga melebar, Simetris, hipertrofi otot bantu
hipertrofi otot bantu nafas. nafas.
Palpasi SF : ki=ka (kesan melemah) SF : ki=ka (kesan melemah)
Perkusi Hipersonor pada kedua Hipersonor pada kedua lapangan
lapangan paru paru
Auskultasi SP:Vesikuler Melemah SP: Vesikuler Melemah
ST:Wheezing pada lapangan ST: Wheezing pada lapangan
paru atas dan tengah. paru atas dan tengah.
Ekspirasi memanjang Ekspirasi memanjang

35
JANTUNG
Batas Jantung Relatif:
Atas : ICR II midclavikularis sinistra
Kanan : ICS IV linea parastrenalis dextra
Kiri : ICS V midclavikularis sinistra 1 cm lateral.
Jantung : HR : 108x/menit, ireguler, M1>M2, A2 >A1, P2 >P1, A2>P2
gallop (-)
ABDOMEN
Inspeksi : Membesar Simetris, Vena Kolateral (+), spidernaevi (-)
Palpasi :Soepel (+), Hepar/Lien/Renal :sulit dinilai, nyeri tekan
epigastrium (-), undulasi (-)
Perkusi : Timpani

36
Auskultasi : Peristaltik (+) normal, double sound (-)
PUNGGUNG
tapping pain (-)
EKSTREMITAS:
Superior: pada palmar eritema (-)/(-)
Inferior: pitting oedem (-)/(-)
Clubbing Finger (-)
ALAT KELAMIN: tidak mau diperiksa
REKTUM: tidak dilakukan
NEUROLOGI:
Refleks Fisiologis : Tidak dilakukan
Refleks Patologis : Tidak dilakukan
BICARA: kooperatif
PEMERIKSAAN LABORATORIUM

Darah rutin Hasil pemeriksaan Nilai normal


WBC 8,6 x 103 u/L 4000-10000 u/L
HGB 12,6 g/dL 12-18 g/dL
HCT 41 % 41-53 %
MCV 86,3 fL 80-100 fL
MCH 31,7 pg 26-34 fL
MCHC 36,9 fL 31-37 fL
PLT 203 x 103 u/L 150.000-450.000 u/L
KGDs 96 mg/dL <200 mg/dL

37
RESUME DATA DASAR

(Diisi dengan Temuan Positif)

Dokter : yolanda sembiring


Nama Pasien :Tn. S.J No. RM : 14-93-11

1. KELUHAN UTAMA : Sesak Napas


2. ANAMNESIS : (Riwayat Penyakit Sekarang, Riwayat Penyakit
Dahulu, Riwayat
Pengobatan, Riwayat Penyakit Keluarga, Dll.)
Sesak Napas (+) memberat 3 hari sebelum masuk rumah sakit tidak dipengaruhi
posisi, aktivitas, cuaca. Pasien mendengar bunyi (+), Pasien juga merasakan
panas pada bagian dada sampai pada perut. Batuk (+) dahak (-), Nyeri ulu hati
(+), muntah setiap kali makan. Riwayat sesak Napas diketahu sudah setahun.
Riwayat merokok selama 45 tahun.

3. VITAL SIGN :
 Pulse : 108 x/I
 RR : 31x/i
 SPO2: 86%
4. PEMERIKSAAN FISIK :
 Kulit: Kemerahan
 Bentuk Tubuh : Kurus
 Hidung: Cuping Hidung
 Mulut : Bibir mencucu
 Thoraks :
Inspeksi : Sela iga melebar, hipertrofi otot bantu nafas.
Palpasi : SF : ki=ka (kesan melemah)
Perkusi : Hipersonor pada kedua lapangan paru
Auskultasi: SP:Vesikuler Melemah. Ekspirasi memanjang
ST:Wheezing pada lapangan paru atas dan tengah. Abdomen:
nyeri tekan epigastrium (+)
5. PEMERIKSAAN PENUNJANG:

38
a. Foto thoraks : Hiperlusen, hiperiflasi, diagfragma mendatar.

39
RENCANA AWAL
Nama Penderita :Tn. Antonius No. RM. : 1 4 9 3 1 1
Rencana yang akan dilakukan masing-masing masalah (meliputi rencana untuk diagnosa, penatalaksanaan
dan edukasi)

No. Masalah Rencana Diagnosa Rencana Terapi Rencana Rencana Edukasi


Monitoring
1. Sesak Napas dan - PPOK+dispepsia  O2 2-4 l/i  DPL - Hindari asap, rokok,
batuk, Nyeri ulu  IVFD RL 20 gtt/i  Foto thoraks polusi udara.
hati, Muntah  Inj.Cefriaxone 1 gr/12 jam  Spirometry
 Inj. Dexametsone 3x1 Amp
 Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
 Drip aminofilin 2x1 Amp
 Nebul ventolin ventolin/8jam
 Asetil sistein 2x1
 Ambroxol syr 3x 5ml
 Antasida syr 3x5ml

40
P
Tanggal S O A Therapy Diagnostic

11-03-2018 - Sesak Napas Sens: CM -PPOK+dispepsia  O2 2-4 l/i


- Batuk TD : 120/70mmHg  IVFD RL 20 gtt/i
- Nyeri Ulu hati SpO2 : 88%  Inj.Cefriaxone 1 gr/12 jam
- Muntah HR : 101x/i  Inj. Dexametsone 3x1 Amp
RR: 28 x/i  Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
T: 380C  Drip aminofilin 2x1 Amp
Foto thoraks :  Nebul ventolin ventolin/8jam
Hiperlusen,
diafragma terlihat  Asetil sistein 2x1
pada ICS 6atau 7  Ambroxol syr 3x 5ml
 Antasida syr 3x5ml

12-03-2016 - Batuk Sens : CM -PPOK+dispepsia  O2 2-4 l/i


- Perut Sakit TD : 120/80mmHg  IVFD RL 20 gtt/i
SpO2 : 97%  Inj.Cefriaxone 1 gr/12 jam
HR : 73x  Inj. Dexametsone 3x1 Amp
RR: 20 x/i  Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
T: 36,2  Drip aminofilin 2x1 Amp
 Nebul ventolin ventolin/8jam
 Asetil sistein 2x1

41
 Ambroxol syr 3x 5ml
 Antasida syr 3x5ml

13-3-2018 - Batuk Sens : CM -PPOK+dispepsia  O2 2-4 l/i


- Tidak BAB TD : 110/80mmHg  IVFD RL 20 gtt/i
SpO2 : 98%  Inj.Cefriaxone 1 gr/12 jam
HR : 67x/i  Inj. Dexametsone 3x1 Amp
RR : 25x/i  Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
T : 37,8 oC  Drip aminofilin 2x1 Amp
 Nebul ventolin ventolin/8jam
 Asetil sistein 2x1
 Ambroxol syr 3x 5ml
 Antasida syr 3x5ml
14-3-2018 -Batuk berkurang Sens : CM -PPOK+dispepsia  O2 2-4 l/i
TD : 130/70mmHg  IVFD RL 20 gtt/i
SpO2 : 97%  Inj.Cefriaxone 1 gr/12 jam
HR : 92x/i  Inj. Dexametsone 3x1 Amp
RR : 20x/i  Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam
T : 36,5oC  Drip aminofilin 2x1 Amp
 Nebul ventolin ventolin/8jam
 Asetil sistein 2x1
 Ambroxol syr 3x 5ml
 Antasida syr 3x5ml

42
43
BAB IV
PEMBAHASAN DAN DISKUSI

No. Permasalahan Teori


yang didapat
1. Pasien datang ke RSUD Penyakit paru obstruktif kronik sering
kudungga tanggal 11 maret dikaitkan dengan gejala eksaserbasi
2018 dengan keluhan sesak akut. Pasien PPOK dikatakan
napas. Hal ini di alami pasien mengalami eksaserbasi akut apabila
setahun yang lalu setelah kondisi pasien mengamali perburukan
berhenti merokok dan yang bersifat akut dari kondisi
memberat 3 hari sebelum sebelumnya yang stabil. Dan dengan
masuk rumah sakit. Sesak variasi gejala harian normal sehingga
Napas tidak berhubungan pasien memerlukan perubahan
dengan posisi, tidak pengobatan yang sudah biasa digunakan.
berhubungan dengan aktivitas, Eksaserbasi aku ini biasanya disebabkan
tidak berhubungan dengan oleh infeksi (bakteri/virus),
cuaca. Pasien mendengar bunyi brokospasme, polusi udara atau obat
saat bernapas. Pasien juga golongan sedatif. Sekitar 1/3 penyebab
merasakan panas pada bagian eksaserbasi akut masih belum diketahui.
dada sampai pada perut. Batuk Pasien yang mengalami eksaserbasi akut
(+) dahak (-), Nyeri ulu hati (+), dapat ditandai dengan gejala khas,
muntah setiap kali makan, BAK seperti sesak nafas yang samakin
(+) N, BAB (+) N. bertambah, batuk proiduktif dengan
perubahan volume atau purulensi
sputum atau juga dapat memberikan
gejala yang tidak khas seperti malaise,
fatigue, dan gangguan tidur. Roisin
membagi gejala klinis PPOK
Eksaserbasi akut menjadi gejala

44
respirasi dan sistemik. Gejala respirasi
yaitu, berupa sesak nafas yang semakin
berat, peningkatan volume dan purulensi
sputum, batuk yang semakin sering dan
nafas yang dangkal dan cepat. Gejala
sistemik ditandai dengan peningkatan
suhu tubuh, peningkatan denyut nadi
serta gangguan mental pasien.

2. Dari pemeriksaan fisik Dari pemeriksaan fisik ditemukan


dijumpai pasien mengalami  Inspeksi
pernafasan cuping hidung, bibir
mencucu dan pada ispeksi - Pursed - lips breathing (mulut
Thoraks : setengah terkatup mencucu)

Sela iga melebar, hipertrofi otot - Barrel chest (diameter antero -


bantu nafas. posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
Palpasi : SF : ki=ka (kesan
melemah) - Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
Perkusi : Hipersonor pada
kedua lapangan paru - Bila telah terjadi gagal jantung kanan
terlihat denyut vena jugularis leher dan
Auskultasi: SP:Vesikuler
Melemah. Ekspirasi memanjang edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue
ST:Wheezing pada ics 4 dan 5
sinistra. Abdomen: nyeri tekan bloater.
epigastrium (+)  Palpasi
Pada emfisema fremitus melemah, sela
iga melebar
 Perkusi
Pada emfisema hipersonor dan batas
jantung mengecil, letak diafragma

45
rendah, hepar terdorong
ke bawah
 Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau
melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada
waktu bernapas biasa atau pada
ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh
Pursed - lips breathing
Adalah sikap seseorang yang
bernapas dengan mulut mencucu dan
ekspirasi yang memanjang. Sikap ini
terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi
sebagai mekanisme tubuh untuk
mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi
pada gagal napas kronik.

3. Penatalaksanaan yang diberikan Penatalaksanaan yang dilakukan pada


pada pasien ini adalah PPOK adalah:
 O2 2-4 l/i a. Pemberian Bronkodilator
 IVFD RL 20 gtt/i Diberikan secara tunggal atau
 Inj.Cefriaxone 1 gr/12 jam
kombinasi dari ketiga jenis
 Inj. Dexametsone 3x1 Amp
 Inj. Ranitidin 50 mg/12 jam bronkodilator dan disesuaikan dengan
 Drip aminofilin 2x1 Amp klasifikasi derajat berat penyakit.
 Nebul ventolin Pemilihan bentuk obat diutamakan
ventolin/8jam
inhalasi, nebuliser tidak dianjurkan pada
 Asetil sistein 2x1
 Ambroxol syr 3x 5ml penggunaan jangka panjang. Pada
 Antasida syr 3x5ml

46
derajat berat diutamakan pemberian obat
lepas lambat ( slow release ) atau obat
berefek panjang ( long acting ).
Macam - macam bronkodilator :
- Golongan antikolinergik
Digunakan pada derajat ringan
sampai berat, disamping sebagai
bronkodilator juga mengurangi sekresi
lendir ( maksimal 4 kali perhari ).
- Golongan agonis beta – 2
Bentuk inhaler digunakan untuk
mengatasi sesak, peningkatan jumlah
penggunaan dapat sebagai monitor
timbulnya eksaserbasi. Sebagai obat
pemeliharaan sebaiknya digunakan
bentuk tablet yang berefek panjang.
Bentuk nebuliser dapat digunakan untuk
mengatasi eksaserbasi akut, tidak
dianjurkan untuk penggunaan jangka
panjang. Bentuk injeksi subkutan atau
drip untuk mengatasi eksaserbasi berat.
b. Antiinflamasi
Digunakan bila terjadi
eksaserbasi akut dalam bentuk oral atau
injeksi intravena, berfungsi menekan
inflamasi yang terjadi, dipilih golongan
metilprednisolon atau prednison. Bentuk
inhalasi sebagai terapi jangka panjang
diberikan bila terbukti uji kortikosteroid
positif yaitu terdapat perbaikan VEP1
pascabronkodilator meningkat > 20%

47
dan minimal 250 mg.
c. Antibiotika
Hanya diberikan bila terdapat infeksi.
Antibiotik yang digunakan :
- Lini I : amoksisilin
makrolid
- Lini II : amoksisilin dan asam
klavulanat sefalosporin, kuinolon
makrolid baru
Perawatan di Rumah Sakit :
dapat dipilih
- Amoksilin dan klavulanat
- Sefalosporin generasi II & III injeksi
- Kuinolon per oral
d. Mukolitik
Hanya diberikan terutama pada
eksaserbasi akut karena akan
mempercepat perbaikan eksaserbasi,
terutama pada bronkitis kronik dengan
sputum yang viscous. Mengurangi
eksaserbasi pada PPOK bronkitis
kronik, tetapi tidak dianjurkan sebagai
pemberian rutin.
e. Antitusif
Diberikan dengan hati – hati

48
DAFTAR PUSTAKA

1. Sudoyo, Aru W, Setiyohadi, Bambang. Alwi, Idrus. Simadibrata, Marcellus.


2008. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Edisi 5. Jilid 3. Departemen Ilmu
Penyakit Dalam FKUI.
2. Kasper, Fauci, Hauser,Longo, Jameson, 2004. Harrison’s Principles of
Internal Medicine, 17 th edition, American Textbook of internal medicine.
McGraw-Hill Professional.
3. Perhimpunan Dokter Paru. 2003. Penyakit Paru Obstruktif Kronis (PPOK)
Pedoman Diagnosis Dan Penatalaksanaan di Indonesia. h. 1-32. Perhimpunan
Dokter Paru Indonesia.
4. Decramer, Marc. Agusti, Alvar G. Bourbeau, Jean. 2015. Global Strategy For
The Diagnosis, Management, and Prevention Of COPD. Update 2015. Global
Intiative For Chronic Obstructive Lung Disease.
5. Lauralee, Sherwhood.2011.Fisiologi Manusia. Ed 6. Jakarta: Penerbit buku
EGC
6. PPDS Pulmonologi dan Kedokteran Respirasi. 2013. Faktor Genetik Penyakit
Paru Obstruktif Kronik. vol. 40. no. 8. Fakultas Kedokteran Universitas
Indonesia.
7. Wijaya Putra, Paramartha, Dewa Made Artika. 2010. Diagnosis dan Tata
Laksana Penyakit Paru Obstuktif Kronis. Hal 1-16. Fakultas Kedokteran
Universitas Udayana.
8. John C. LaRosa. Michael A. Joseph. Mira M. Grice Sheff 2011. Obstructive
Pulmonary Disease. SUNY Downstate Medical Center.h. 1-26. Brooklyn
Community Health.
9. J. Patrick Barron, Yamamoto Keiko, Iizima Kozue. 2004, Guidelinesfor the
Diagnosis and treatment of COPD, International Medical Communication
Center, Tokyo Medical University. 6-7-1. Nishinjuku, Shinjuku-ku, Tokyo,
160-0023, JAPAN

49
10. Suzanne C Lareau RN, MS, Bonnie Fahy RN, MN, Paula Meek PhD,
RNReviewers: Kevin Wilson MD, Richard ZuWallack MD, Patient
Information Series Chronic Obstructive Pulmonary Disease (COPD). AmJ
RespirCritCareMedVol.171P3-P4,2005 • Online Version Updated September
2013.
11. American Lung Association. Trends in COPD (emphysema and chronic
bronchitis): morbidity and mortality. February 2010. [cited 2010 Dec 30].
Available at http://www. lungusa.org/finding-cures/our-research/trend-
reports/copd-trend-report.

50
DAFTAR ISI

BAB I PENDAHULUAN .................................................................................... 1


1.1 LATAR BELAKANG .............................................................................. 1
1.2 TUJUAN PENULISAN ........................................................................... 2
1.3 MANFAAT PENULISAN ...................... Error! Bookmark not defined.
BAB II TINJAUANPUSTAKA............................................................................. 3
2.1 FISIOLOGI SALURAN PERNAFASAN ............................................... 3
2.2 DEFINISI ................................................................................................. 6
2.3 EPIDEMIOLOGI ..................................................................................... 8
2.3 ETIOLOGI DAN FAKTOR RESIKO ..................................................... 9
2.4 PATOGENESIS ..................................................................................... 11
2.5 GEJALA KLINIS ................................................................................... 13
2.7 PENEGAK DIAGNOSA ....................................................................... 14
2.8 PENATALAKSANAAN ....................................................................... 18
2.9 KOMPLIKASI ....................................................................................... 30
BAB III KOLEGIUM PENYAKIT DALAM (KPD) CATATAN MEDIK
PASIEN ................................................................................................................. 32
BAB IV PEMBAHASAN DAN DISKUSI ......................................................... 44

51

Anda mungkin juga menyukai