Anda di halaman 1dari 19

SMF/BAGIAN ILMU BEDAH LAPORAN KASUS

FAKULTAS KEDOKTERAN JUNI 2018


UNIVERSITAS NUSA CENDANA

GOUT ARTHRITIS

Disusun Oleh :

Ria Marsela Suki, S. Ked


(1308011008)

Pembimbing :

dr. Su Djie To Rante Sp.OT

DIBAWAKAN DALAM RANGKA KEPANITRAAN KLINIK

SMF/ BAGIAN ILMU BEDAH

FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS NUSA CENDANA

RSUD PROF.DR.W.Z.JOHANNES

KUPANG

2018
BAB I
PENDAHULUAN

Arthritis pirai (gout) adalah penyakit yang sering ditemukan dan tersebar di seluruh dunia.
Arthritis pirai merupakan kelompok penyakit heterogen sebagai akibat deposisi Kristal monosodium
urat pada jaringan atau akibat supersaturasi asam urat didalam cairan ekstraseluler. Manifestasi klinik
deposisi urat meliputi arthritis gout akut, akumulasi Kristal pada jaringan yang merusak tulang (tofi),
batu asam urat dan yang jarang adalah kegagalan ginjal (gout nefropati). Gangguan metabolism yang
mendasarkan gout adalah hiperurisemia yang didefinisikan sebagai peninggian kadar urat lebih dari 7,0
ml/dl dan 6,0 mg/dl.
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

DEFINISI
Gout (pirai) merupakan kelainan metabolism purin bawaan yang ditandai dengan penimbunan
Kristal asam urat disendi akibat adanya peningktan kadar asam urat serum. Hal ini menimbulkan
artritis gout akut. Penyakit ini sering ditemukan pada laki-laki dengan rasio 20:1 dan gejalanya biasa
timbul pada usia dewasa muda dengan puncaknya setelah diatas usia 40 tahun. Artritis gout sering
menyerang sendi perifer kaki dan tangan, paling sering mengenai persendian metetarsofalangeal ibu
jari kaki.

EPIDEMIOLOGI
Insidens gout didalam populasi di Inggris, berkisar antara 0,2-0,35 per 1000 penduduk
sedangkan prevalensinya berkisar antara 2-2,6 per-1000 penduduk. Insidens ini akan meningkat sesuai
dengan umur dan peningkatan kadar asam urat didalam serum. Pada laki-laki, baik insidens maupun
prevalensinya lebih tinggi daripada wanita. Di Amerika Serikat, prevalensi gout diperkirakan 13,6 per-
1000 pada laki-laki dan 6,4 per-1000 pada wanita. Di Asia Tenggara dan Pasifik, hiperurisemia dan
gout lebih sering ditemukan. Insidens tertinggi didapatkan pada bangsa Maori di New Zealand, yaitu
10/100 orang. Hal ini dipengaruhi oleh bersihan asam urat di ginjal yang rendah, konsumsi alkohol
yang tinggi serta obesitas.
Insidens dan prevalensi gout di Indonesia, masih belum diketahui secara pasti. Penelitian
Darmawan di Bandungan, Jawa Tengah mendapatkan 24% laki-laki dan 11,7% wanita menderita
hiperurisemia dan 8% orang dewasa diatas 15 tahun menderita artritis gout. Penelitian Tehupeiory di
Sinjai, Sulawesi Selatan mendapatkan prevalensi hiperurisemia adalah 10% pada laki-laki dan 4%
pada wanita.

METABOLISME PURIN
Asam urat merupakan hasil akhir metabolisme purin pada manusia dan kera besar. Pada
mammalia lain, asam urat akan diubah menjadi alantoin karena mereka mempunyai enzim urikase.
Basa purin disusun oleh 2 cincin yang berfusi, yaitu cincin segi-6 pirimidin dan cincin segi-5 imidazol.
Ada 5 basa purin yang penting, yaitu adenin, guanin, hipoxantin, xantin dan asam urat. Bila basa purin
bergabung dengan gula pentosa, maka akan dibentuk nukleosida dan bila nukleosida mengandung
fosfat, maka akan dibentuk nukleotida.
Biosintesis purin dimulai dari pembentukan 5-fosforibosil-1-pirofosfat (PRPP) dari ribosa-
5-fosfat yang dikatalisis oleh enzim PRPP-sintetase. Kemudian PRPP akan bereaksi dengan glutamin
membentuk fosforibosil-amin. Berikutnya akan terjadi serangkaian reaksi sampai terbentuk basa purin
yang pertama yaitu asam inosinat (inosin-monofosfat, IMP). IMP akan mengalami oksidasi dan
aminasi sehingga akhirnya terbentuklah asam adenilat (adenosin-monofosfat, AMP) yang merupakan
cikal bakal adenin dan asam guanilat (guanosin-monofosfat, GMP) yang merupakan cikal bakal
guanosin.
Alternatif lain pada sintesis nukleotida purin, melibatkan enzim adenilfosforibosiltransferase
dan hipoxantin-guanin fosforibnosiltransferase (HGPRT) yang mengkatalisis reaksi antara PRPP
dengan basa purin yang bersangkutan membentuk nukleotidanya.
Produksi asam urat tergantung pada metabolisme nukleotida purin dan fungsi enzim xantin-
oksidase. Xantin-oksidase banyak didapat didalam hati. Diduga metabolit purin diangkut ke hati dan
mengalami oksidasi menjadi asam urat.
Asam urat merupakan asam lemah yang akan terionisasi pada pH normal didalam darah dan
jaringan membentuk ion urat. Dalam bentuk terionisasi, urat akan membentuk garam dengan berbagai
kation, tetapi 98% asam urat ekstraseluler akan membentuk garam monosodium urat (MSU).
Pembentukan kristal MSU-monohidrat (MSUM) memegang peran yang sangat penting pada
patogenesis artritis gout. Berbagai faktor yang berperan pada pembentukan kristal MSUM adalah
konsentrasi MSU di tempat terjadinya kristal, temperatur lokal dan substansi yang mempertahankan
adanya urat didalam cairan sendi terutama proteoglikan. Konsentrasi MSU didalam cairan sendi selalu
berada dalam keadaan seimbang dengan konsentrasinya didalam plasma. Penurunan kadar air didalam
cairan sendi, akan meningkatkan kadar MSU didalam cairan sendi.
Kelarutan garam urat dan asam urat sangat penting pada pembentukan kristal. Garam urat
lebih mudah larut didalam plasma, cairan sendi dan urin daripada didalam air. Walaupun demikian,
pada kadar 7,0 mg/dl, plasma menjadi supersaturasi. Didalam urin, kelarutan asam urat akan
meningkat bila pH >4. Untuk mempertahankan homeostasis, urat harus dieliminasi dari tubuh karena
manusia tidak memiliki enzim urikase. Kira-kira 2/3 urat yang diproduksi akan dibuang lewat ginjal
dan sisanya dibuang lewat saluran cerna.
Ekskresi urat melalui ginjal melalui jalan yang kompleks, yaitu melalui 4 tahap, yaitu filtrasi
glomeruler, reabsorbsi tubuler, sekresi tubuler dan reabsorbsi pasca-sekresi. Pada filtrasi glomeruler,
100% urat didalam plasma akan difiltrasi, tetapi kemudian 98% akan direabsorbsi di tubulus
proksimal. Reabsorbsi urat di tubulus proksimal beerlangsung melalui mekanisme transport aktif dan
sangat berhubungan dengan reabsorbsi Natrium. Peningkatan reabsorbsi Natrium akan menyebabkan
bersihan urat menurun. Sebaliknya pada penyakit tubulus proksimal, seperti Sindrom Fanconi, akan
terjadi hambatan reabsorbsi urat, akibatnya akan timbul hiperurikosuria dan hipourisemia. Pada sekresi
tubulus, 50% urat akan disekresikan kembali, tetapi kemudian sekitar 40% akan direabsorbsi kembali,
sehingga total yang diekskresi adalh 10% dari filtrat urat di glomerulus. Berbagai zat kimia yang
diketahui menurunkan ekskresi urat di ginjal karena menghambat sekresi tubulus adalah laktat, -
hidroksibutirat, asetoasetat dan obat anti-tuberkulosis, misalnya pirazinamid.

ETIOLOGI HIPERURISEMIA
Hiperurisemia dapat terjadi akibat produksi yang berlebih (overproduction) atau sekresi yang
berkurang (undersecretion). Produksi berlebih dapat diakibatkan asupan yang berlebih (eksogen) atau
endogen. Sedangkan sekresi berkurang biasanya diakibatkan oleh gangguan sekresi di ginjal. Pada
umumnya, penyebab hiperurisemia dan gout adalah sekresi berkurang, tetapi tidak jarang dikombinasi
dengan asupan purin eksogen yang berlebih.
Salah satu kelainan herediter yang menyebabkan produksi asam urat berlebih adalah
defisiensi enzim HGPRT. Kelainan ini bersifat pautan-X. Pada kelainan yang sedang, hanya
didapatkan produksi berlebih asam urat, tetapi pada kelainan yang berat seperti pada sindrom Lesch-
Nyhan, akan disertai ganggaun susunan saraf pusat yang mengakibatkan retardasi mental, spastisitas
dan korea-atetosis. Defisiensi HGPRT akan menyebabkan penggunaan PRPP menurun dan semua
hipoxantin akan didegradasi.
Kelainan herediter lain yang juga menyebabkan produksi asam urat berlebih adalah aktifitas
berlebih enzim PRPP-sintetase, suatu kelainan yang juga bersifat pautan-X, dimana wanita pembawa
gen ini biasanya bersifat asimtomatik.
Beberapa kelainan lain yang juga akan menyebabkan produksi asam urat berlebih adalah
intoleransi fruktosa, penyakit penimbunan glikogen dan defisiensi glukosa-6-fosfat. Pada kelainan-
kelainan tersebut, akan diproduksi laktat dalam jumlah yang berlebih, sehingga ekskresi urat menurun
dan hiperurisemia semakin berat.
Pada sekresi urat berkurang, faktor ginjal memegang peranan yang penting. Pada sebagian
besar penderita dengan sekresi urat yang berkurang, tidak mengalami gangguan fungsi ginjal yang lain,
oleh sebab itu diduga ada faktor herediter yang mempengaruhi bersihan urat Faktor didapat yang
berperan pada sekresi urat berkurang adalah alkoholisme, obesitas dan keracunan timah. Pada
alkoholisme, terjadi perubahan keseimbangan antara piruvat dan laktat, sehingga konsentrasi laktat
didalam plasma meningkat dan ekskresi urat akan menurun. Selain itu, pada alkoholisme juga terjadi
degradasi berlebih nukleotida adenin, sehingga terjadi produksi berlebih asam urat. Pada obesitas, juga
terjadi penurunan ekskresi urat melalui ginjal, tetapi mekanismenya belum diketahui secara pasti.
Keadaan ini akan makin berat bila disertai peningkatan asupan purin dan alkohol. Pada keracunan
timah hitam, sekresi urat yang menurun biasanya dihubungkan dengan nefropatinya.
Obat yang juga mempengaruhi ekskresi urat lewat ginjal adalah salisilat. Pada dosis rendah
obat ini menghambat sekresi tubulus, sehingga mengakibatkan hiperurisemia tetapi pada dosis tinggi
juga akan menghambat reabsorbsi tubulus sehingga akan menyebabkan hiperurikosuria.

PATOGENESIS
Pada umumnya, serangan akut artritis gout disebabkan oleh pembentukan kristal MSUM.
Walaupun penglepasan kristal dari deposist subsinovialnya juga dapat terjadi pada artritis gout, tetapi
hal ini lebih sering terjadi pada artropati akibat kristal kalsium pirofosfat dihidrat (CPPD).
Kristal MSUM yang dibentuk in vivo, biasanya akan dibungkus oleh protein. Bila
pembungkusnya adalah IgG, maka IgG ini akan bereaksi dengan reseptor Fc pada permukaan sel
fagosit dan merangsang fagositosis dan pembentukan fagolisosom. Enzim-enzim fagolisosomal akan
melepaskan IgG dari permukaan kristal, akibatnya ikatan hidrogen pada permukaan sel akan
menyebabkan membranolisis fagolisosom. Pada proses ini akan dilepaskan berbagai mediator
inflamasi, seperti faktor kemotaktik, enzim lisosomal, eikosanoid (terutama PgE2 dan LTB4), IL-1 dan
IL-6, radikal oksigen dan kolagenase. Produksi eikosanoid akan melepaskan protein-pengaktif
fosfolipase, sehingga akan dilepaskan fosfolipase-A. Fosfolipase-A berperan aktif dalam pemecahan
asam lemak dari membran fosfolipid dan proses ini hanya dapat dihambat oleh kolkisin.
Selain dibungkus oleh IgG, kristal MSUM juga dapat dibungkus oleh apolipoprotein-E yang
diproduksi oleh sel-sel pelapis sinovial. Apo-E ternyata mempunyai kemampuan untuk menghambat
fagositosis dan respons seluler akibat kristal MSUM.
Di ginjal, dapat dibentuk 2 macam kristal urat, yaitu kristal MSUM yang dapat terbentuk
pada pH fisiologik dan kristal asam urat yang dapat terbentuk di saluran pengumpul (collecting duct)
bila pH urin turun. Di jaringan ginjal dapat terbentuk mikrotofi akibat gout dan hiperurisemia.
Konsentrasi asam urat yang tinggi didalam urin dapat menyebabkan nefropati obstruktif akibat
pembentukan kristal asam urat yang berlebih. Sel-sel pelapis tubulus dapat memfagositosis kristal
MSUM dan asam urat dan mengakibatkan keadaan patologik lokal di tempat itu. Keadaan ini sering
terjadi pada sindrom lisis tumor.

GAMBARAN KLINIK ARTRITIS GOUT


Gambaran artritis gout, dapat dibagi dalam 4 stadium, yaitu hiperurisemia asimtomatik, artritis
gout akut, gout interkritikal dan gout kronik bertofus.
Pada hiperurisemia asimtomatik, terjadi peninggian kadar asam urat darah tanpa disertai
gejala artritis, tofus maupun batu urat di saluran kemih. Pada pria, stadium ini biasanya muncul setelah
pubertas, sedangkan pada wanita muncul setelah menopause. Tetapi pada defek enzim, kelainan dapat
timbul sejak lahir.
Stadium artritis gout akut, ditandai oleh serangan artritis yang eksplosif disertai nyeri yang
hebat, kemerahan dan terasa panas. Serangan awal, 60% terjadi pada sendi MTP I, terjadi pada malam
hari sehingga dapat membangunkan penderita dari tidurnya. Serangan ini akan mencapai puncaknya
dalam waktu yang singkat dan akan hilang sendiri dalam waktu 10 hari tanpa pengobatan. Serangan
akut dapat berlangsung lebih lama bila pengobatannya tidak adekuat, misalnya dengan pemberian
alopurinol ataau probenesid. Kadar asam urat darah tidak selalu tinggi selama serangan akut, malah
dalam satu penelitian didapatkan kadar asam urat yang renadah pada 12,5% kasus.
Stadium gout interkritikal, merupakan interval diantara 2 serangan akut. Ada penderita yang
tidak pernah mengalami serangan kedua, sementara penderita menglami serangan berikutnya setelah 5-
10 tahun. Umumnya serangan berikut terjadi setelah 6 bulan – 2 tahun setelah serangan pertama. Sifat
serangan ulangan adalah poliartikular, lebih berat, lebih lama dan dapat disertai demam.
Pada bentuk artritis gout kronik bertofus, sudah didapatkan pembentukan tofus. Biasanya
tofus dibentuk setelah 11 tahun serangan pertama. Pembentukan tofus dipengaruhi oleh kadar asam
urat darah, faktor setempat dan fungsi ginjal. Pada kadar asam urat  9,1 mg/dl, tidak pernah
ditemukan tofus; pada kadar 10-11 mg/dl ditemukan tofus yang minimal dan pada kadar > 11 mg/dl
ditemukan pembentukan tofus yang ekstensif. Tofus terdiri dari kristal MSUM yang dikelilingi reaksi
inflamasi. Lokasinya biasanya pada tulang rawan, sinovial, tendon, jaringan lemak dan lain
sebagainya. Pada gout sekunder akibat kelainan mielop[roliferatif, hanya ditemukan pembentukan
tofus pada 0,5% penderita. Akibat pembentukan tofus, dapat terjadi deformitas sendi. Tofus juga dapat
ditemukan ditempat lain di luar persendian, misalnya di miokard, katup mitral, sistem konduksi
jantung, mata dan laring.
Gout dapat timbul bersamaan dengan berbagai penyakit lain, seperti obesitas, diabetes
melitus, hipertrigliseridemia, hipertensi, aterosklerosis, EPH-gestosis dan alkoholiosme.

GAMBARAN RADIOLOGIK
Timbunan Kristal asam urat murni menunjukan gambaran radiolusen sedangkan timbunan
kalsium menunjukan gambaran radioopak. Pada stadium kronik, pemeriksaan radiologik dapat
berguna, karena akan memperlihatkan gambaran erosi tulang yang berbentuk bulat atau lonjong
dengan tepi yang sklerotik. Selain itu kadang-kadang dapat ditemukan perkapuran didalam tofi.

LABORATORIUM
Diagnostik pasti artritis gout dapat ditegakkan bila didapatkan adanya kristal MSUM didalam
cairan sendi. Untuk pemeriksaan ini hanya dibutuhkan 1 tetes cairan sendi dan langsung dilihat
dibawah mikroskop cahaya. Kristal akan tampak berbentuk jarum intra atau ekstraselular. Dengan
mikroskop polarisasi, diagnostik akan dapat ditegakkan lebih baik lagi, dimana kristal MSUM yang
sejajar dengan aksis akan tampak kuning terang dan yang tegak lurus dengan aksis akan tampak biru.
Hal ini akan tampak sebaliknya pada kristal pirofosfat yang didapatkan pada penderita pseudogout
(calcium pyrophosphate deposition disease).
Cairan sendi pada penderita gout akan menunjukkan gambaran makroskopik keruh dengan
jumlah lekosit 20.000-100.000/ml. Untuk membedakan dengan cairan sendi pada artritis septik, harus
dilakukan kultur cairan sendi. Pemeriksaan kadar asam urat darah, sangat terbatas nilainya dalam
diagnosis artritis gout, karena sering didapatkan kadarnya dalam batas normal pada stadium akut.
Selain kadar asam urat darah, juga harus diperiksa kadar asam urat urin 24 jam. Bila kadr asam urat
urin lebih dari 750-1000 mg/24 jam dengan diet biasa, hal ini menunjukkan adanya produksi asam urat
yang berlebih.

DIAGNOSIS
Untuk mendiagnosis artritis gout, digunakan kriteria American Rheumatism Association
(ARA), yaitu :
Terdapat kristal monosodium urat didalam cairan sendi, atau
Terdapat kristal monosodium urat didalam tofi, atau
Didapatkan 6 dari 12 kriteria berikut :
 Inflamasi maksimum pada hari pertama,
 Serangan artritis akut lebih dari 1 kali,
 Artritis monoartikular,
 Sendi yang terkena bewarna kemerahan,
 Pembengkakan dan sakit pada sendi metatarso-falangeal I,
 Serangan pada sendi metatarsofalangeal unilateral,
 Serangan pada sendi tarsal unilateral,
 Adanya tofus,
 Hiperurisemia,
 Pada gambaran radiologik, tampak pembengkakan sendi asimetris,
 Pada gambaran radiologik, tampak kista subkortikal tanpa erosi,
 Kultur bakteri cairan sendi negatif.

PENATALAKSANAAN
Penatalaksanaan gout, meliputi 3 bagian, yaitu :
 Pengobatan fase akut
 Pengobatan jangka panjang untuk mengatasi hiperurisemia dan mencegah komplikasi
 Pencegaharan serangan akut gout.

Pengobatan Fase Akut


Kolkisin merupakan obat pilihan untuk mengatasi artritis gout akut. Obat ini mempunyai efek
menghambat motilitas dan asadesi netrofil, mengurangi pelepasan eikosanoid PGE2 dan LTB4 oleh
monosit dan netrofil dengan cara menghambat fosfolipase-A2, mengubah kemotaksis fagosit.
Pada artritis gout akut, kolkisin diberikan 0,5 mg/ jam sampai tercapai perbaikan nyeri dan
inflamasi, atau timbul toksisitas gastrointestinal, yaitu muntah dan diare, atau tercapai dosis maksimal
perhari, yaitu 8 mg. Pada gangguan fungsi hati dan ginjal, dosis kolkisin harus diturunkan. Bila GFR
kurang dari 50-60 ml/menit, diberikan kolkisin dengan dosis setengah dari dosis normal.
Bila didaptkan komplikasi pada saluran cerna atau timbul serangan akut pasca operasi atau
pemberian oral yang tidak efektif, dapat dipertimbangkan pemberian kolkisin intravena, tetapi harus
berhati-hati karena sangat btoksik. Wallace dan Singer memberikan beberapa patokan pada pemberian
kolkisin intravena, yaitu :
Pemberian dosis tunggal tidak boleh melebihi 3 mg, dan dosis kumulatif perhari tidak boleh lebih dari
4 mg.
Penderita tidak boleh mendapat kolkisin dengan cara apapun selama 7 hari setelah pemberian kolkisin
intravena dosis penuh.
Dosis harus dikurangi dan bila perlu hanya setengah dosis pada keadaan gangguan fungsi hari dan
ginjal atau pada orang tua walaupun fungsi ginjal normal.
Pemberian kolkisin intravena merupakan kontraindikasi mutlak pad gabungan kelainan ginjal dan hati,
GFR kurang dari 10 mg/menit dan obstruksi bilier ekstrahepatik. Kontraindikasi relatif pemberian
kolkisin intravena adalah supresi sumsum tulang dan pemberian kolkisin peroral sesaat sebelumnya.
Sebelum disuntikkan, kolkisin harus diencerkan dulu dalam 20 ml dekstrosa 5% dan diberikan
perlahan-lahan dalam waktu 10-20 menit.
Obat lain yang dapat diberikan pada stadium akut adalah obat anti inflamasi non-steroid
(OAINS). Walaupun obat ini lebih kurang toksik dibandingkan dengan kolkisin, tetapi efek
sampingnya cukup banyak terutama pada saluran cerna. Selain itu kortikosteroid juga dapat dipilih bila
terdapat kontraindikasi pemberian kolkisin dan OAINS. Keburukan obat ini adalah mudah
menimbulkan relaps. Dosis pada stadiumn akut adalah prednison 20-40 mg/hari serlama 3 hari,
kemudian dosis diturunkan secara bertahap selama 1-2 minggu. Pemberian kortikosteroid intrartikular
dapat dipertimbangkan bila terdapat serangan akut pada sendi-sendi besar. Dalam hal ini harus diyakini
benar tidak ada infeksi pada sendi yang akan disuntik.

Pengobatan Hiperurisemia
Diet rendah purin memegang peranan penting untuk mengatasi hiperurisemia. Pada
hiperurisemia asimtomatik, biasanya tidak perlu diberikan obat-obatan kecuali bila kadar asam urat
darah lebih dari 9 mg/dl. Sebaliknya pad penderita gout, kadar asam urat darah harus dipertahankan
dalam batas normal.
Obat-obat yang dapat menurunkan kadar asam urat darah dapat dibagi 2, yaitu golongan
urikosurik dan golongan penghambat xantin-oksidase.
Obat golongan urikosurik yang terpenting adalah probenesid. Obat ini bekerja dengan cara
menghambat reabsorbsi asam urat di tubulus secara kompetitif, sehingga ekskresi asam urat melalui
ginjal ditingkatkan. Dosis awalnya adalah 0,5 mg/hari dan secara bertahap dapat ditingkatkan sampai
mencapai 1-3 mg/hari dalam dosis terbagai 2-3 kali/hari. Selama pemberian probenesid harus dihindari
pemberian asetosal, karena akan menambah kristalisasi asam urat. Obat golongan urikosurik tidak
boleh diberikan bila produksi urin kurang dari 1400 ml/24 jam. Selain itu, pH urin harus dipertahankan
alkalis dengan cara banyak minum dan pemberian Na-bikarbonat 4 kali 500 mg/hari. Pemberian
probenesid dikontraindikasikan bila didapatkan produksi dan ekskresi asam urat yang berlebih, riwayat
batu ginjal, volume urin berkurang dan hipersensitif terhadap probenesid.
Obat golongan inhibitor xantin-oksidase (alopurinol), merupakan obat yang poten,
mencegah konversi hipoxantin dan xantin menjadi asam urat. Akibatnya kadar kedua zat itu akan
meningkat dan akan dibuang melalui ginjal.
Indikasi pemberian alopurinol adalah :
 Penderita yang tidak memberikan respons adekuat dengan obat golongan urikosurik, misalnya
pada penderita dengan gangguan fungsi ginjal,
 Penderita yang hipersensitif dan intoleran terhadap obat golongan urikosurik,
 Penderita dengan batu urat di ginjal,
 Penderita dengan tofus yang besar, yang memerlukan pengobatan kombinasi alopurinol dengan
urikosurik,
 Hiperurisemia sekunder karena penyakit mieloproliferatif, dapat diberikan alopurinol sebelum
pemberian sitostatika.

Dosis rata-rata alopurinol adalah 300 mg/hri, tetapi pada orang tua dan penderita dengan GFR
dibawah 50 ml/menit, dapat dimulai dosis 100 mg/hari. Bila dengan dosis 400 mg/hari tidak
menunjukkan respons yang adekuat, harus dicari penyebab hiperurisemia yang lain untuk diatasi lebih
dulu, sebelum menaikkan dosis alopurinol.

Pencegahan Serangan Artritis Gout Akut


Untuk mencegah serangan akut, dapat diberikan kolkisin dengan dosis 1-2 kali 0,5 mg/hari,
baik pada penderita dengan huperurisemia maupun pada penderita dengan kadar asam urat darah yang
normal. Obat ini dapat diberikan sampai 12 bulan setelah serangan akut yang terakhir. Selain itu,
berbagai penyebab hiperurisemia juga harus dikoreksi, yaitu :
 Hindari pemakaian obat-obatan yang dapat meningkatkan kadar asam urat darah, seperti
diuretika tiazid, asetosal dosis rendah, fenilbutazon, pirazinamid dan sebaginya.
 Usahakan volume urin  1 ml/menit.
 Koreksi obesitas dengan diet yang ketat.
 Hindari alkohol, karena alkohol menurunkan ekskresi asam urat; selain itu bir juga
mengandung purin.
 Hindari makanan yang mengandung tinggi purin.

PEMBEDAHAN
Tindak bedah terdiri atas penyaliran tofus yang berabses dan tofektomi. Tofektomi adalah pengeluaran
massa tofus sebanyak mungkin tanpa risiko mengganggu ligament, struktur tendo, saraf atau pembuluh
darah. Pembedahan ini jarang diperlukan.
BAB III
LAPORANKASUS

A. Identitas
Nama : Tn. DL
Jenis Kelamin : Laki-laki
Umur : 60 tahun
Tanggal Lahir : 23 Oktober 1958
Alamat : Manulai II
Agama : Protestan
Tanggal masuk IGD : 29 Mei 2018

B. Anamnesis
Keluhan Utama : Nyeri pada kedua kaki sejak tadi malam
Riwayat Penyakit Sekarang :
Pasien datang dengan keluhan utama nyeri pada kedua kaki sejak tadi malam.

Awalnya pasien merasa nyeri pada kaki kiri namun ia masih bisa berjalan namun

paginya saat pasien ingin bangun dari tempat tidur, kedua kakinya terasa sulit

digerakkan karna sangat nyeri. Nyeri dirasakan seperti tertusuk-tusuk ndan

semakin lama semakin memberat. Nyeri diikuti dengan demam tinggi hingga

pasien menggigil. Keluhan ini dirasakan sejak tahun 2006, namun 2 tahun

belakangan ini baru pasien bolak balik masuk RS karena nyeri dan bengkak pada

kaki dan lututnya. Pasien mengaku kurang lebih sudah 4 kali MRS karena

keluhan yang sama.

Riwayat Penyakit Dahulu:


Sebelum penyakit ini, pasien memiliki riwayat penyakit kolesterol
Riwayat Trauma
Pasien tidak pernah mengalami kejadian yang menyebabkan cedera serius
sebelumnya, seperti patah tulang.
Riwayat Pengobatan
Pasien biasnya pergi ke Puskesmas dan diberikan methylprednisolone dan
asam mefenamat
Riwayat Operasi
Pasien tidak pernah menjalani operasi apapun sebelumnya.

C. Pemeriksaan Fisik
Status Generalis
Kondisi Umum : Tampak sakit sedang
Kesadaran : Compos Mentis. GCS E4V5M6
Vital Sign : TD: 120/80 N : 94 x/menit, R : 22 x/menit, S : 37,2 °C.
Mata : Conjungtiva Anemis -/-, Sklera Ikterik -/- .
Leher : Deviasi (-), tidak teraba massa dan pembesaran
limfonodi.
Thorax
Cor : BJ I-II reguler, murmur (-), Gallop (-).
Pulmo : Vesikuler, ronkhi (-), wheezing (-).
Abdomen
 Inspeksi : tampak datar, tak tampak massa/benjolan.
 Palpasi : Nyeri tekan (-), hepar/ lien tak teraba pembesaran.
 Perkusi : timpani.
 Auskultasi : Bising usus (+), normal.
Extremitas
 Superior dextra dan sinistra :
Inspeksi : hiperemis (-/-) kelemahan anggota gerak (-)/ (-)
Palpasi : Edem (-)/(-), nyeri tekan (-)/(-), teraba panas (-)/(-)
Move : ROM dalam batas normal
 inferior dextra dan sinistra
Inspeksi : hiperemis (+/+), kelemahan anggota gerak (-),
Palpasi : Edem (+)/(+), nyeri tekan (+)/(+), teraba panas (+/+)
Move : ROM terbatas pada kedua ekstermitas

 Status lokalis (Ankle Dextra dan Sinistra)


Look :

Long Case | Gout Arthritis Halaman 14


o Edema (+), Hiperemis (+),
Feel :
o Nyeri tekan (+), teraba panas (+)
Move :
o ROM terbatas

Status Antropometri :
BB = 69 kg
TB = 159 cm
Status gizi =
- IMT = 27.6 (Obesitas I)

D. Pemeriksaan Penunjang
Darah lengkap 29 Mei 2018

Long Case | Gout Arthritis Halaman 15


Pemeriksaan Hasil Satuan Rujukan
Hb 11.6 g/dL 13.0 – 18.0
Jumlah eritrosit 4.13 10^6/uL 4.80 – 6.90
Hematokrit 36.9 % 40.0 – 54.0
MCV 89.5 fL 81.0 – 96.0
MCH 28.2 Pg 27.0 – 36.0
MCHC 31.5 g/L 31.0 – 37.0
Jumlah Lekosit 18.190 10^3/ul 4.0 – 10.0
Eosinofil 0.49 % 0–4
Basofil 0.11 % 0–1
Neutrofil 13.55 % 30 – 80
Limfosit 2.82 % 20 – 60
Monosit 1.23 % 2 – 15
Jumlah Trombosit 282 10^3/ul 150 – 400
Glukosa Sewaktu 85 Mg/dL 70 – 150
Asam Urat 11.3 Mg/dL 1.9-7.9
Ureum Darah 8.0 Mg/dL <48
Kreatinin Darah 0.82 Mg/dL 0.7 - 1.3
Natrium Darah 140 Mmol/L 132 - 147
Kalium Darah 3.6 Mmol/L 3.5 - 4.5
Klorida Darah 106 Mmol/L 96 – 111
Calcium Ion 1.220 Mmol/L 1.120 – 1.320
RF <8 IU/mL <8

E. Diagnosis Kerja
Gout Arthritis Ankle Bilateral

F. Penatalaksanaan
Drip ketorolac 60 mg + petidin 100 mg dalam NS 500/12 jam
Alopurinol 300 mg

Tanggal S,O,A Planning Therapy


Rabu, S : Nyeri dan bengkak pada Drip ketorolac 60 mg +
30/05/2018 persendian kaki kiri sejak tadi pagi. petidin 100 mg dalam NS
Demam (+), riwayat OA, riwayat 500/12 jam
MRS 1 minggu lalu dengan keluhan Alopurinol 300 mg
bengkak dan nyeri pada kedua
tungkai
O : TD 140/90, n : 92x, rr : 20x, s:
37,1oC

Long Case | Gout Arthritis Halaman 16


A : OA ankle bilateral +
hyperurisemia

Kamis, S : Nyeri berkurang dan bengkak Drip ketorolac 60 mg +


31/05/2018 pada persendian kaki petidin 100 mg dalam NS
O : TD 110/60, n : 82x, rr : 24x, s: 500/12 jam
38oC Alopurinol 300 mg
A : Gout arthritis ankle bilateral+
hyperurisemia

Jumat, S Bengkak dan nyeri pada kedua Drip ketorolac 60 mg +


01/06/2018 kaki. Demam (-) petidin 100 mg dalam NS
O : TD 110/80, n : 85x, rr : 20x, s: 500/12 jam
36,7oC. Alopurinol 300 mg
A : Gout arthritis ankle bilateral +
hyperurisemia

Sabtu, S : nyeri dan bengkak pada kedua Drip tramadol 1


02/06/2018 kaki sudah berkurang. Pasien sudah ampul+ketorolac 60 mg/12
mulai bisa berjalan sedikit jam dalam NS 500 cc
O : TD 110/80, n : 84x, rr : 18x, s: Petidin stop
36,9oC Alopurinol 300 mg
A : Gout arthritis ankle bilateral +
hyperurisemia

Minggu, S : bengkak dan nyeri pada kedua Drip tramadol 1 ampul +


03/06/2018 kaki sudah berkurang. Pasien sudah ketorolac 60 mg/12 jam
bias jalan2 sedikit. Mengeluh dalam NS 500 cc.
benghkak berpindah di lutut kanan Alopurinol 300 mg
sekarang Cek Asam Urat Ulang
O : TD 130/80, n : 85x, rr : 20x, s:
36.3oC
A: Gout arthritis ankle bilateral +
hyperurisemia

Senin, S : bengkak dan nyeri pada kedua Drip tramadol 1 ampul +


04/06/2018 kaki sudah berkurang. nyeri ketorolac 60 mg/12 jam
menjalar ke pinggang kanan dalam NS 500 cc.
sekarang Alopurinol 300 mg
O : TD 110/70, n : 90x, rr : 20x, s:
36.2oC
A: Gout arthritis ankle bilateral +
hyperurisemia

Long Case | Gout Arthritis Halaman 17


BAB IV
KESIMPULAN

Telah dilaporkan satu kasus Gout Arthritis Ankle Bilateral pada laki-laki usia 60
tahun. Diagnosis ditegakkan berdasarkan anamnesis, pemeriksaan fisis, pemeriksaan
penunjang.. Pasien sudah mendapat terapi obat golongan inhibitor xantin-oksidase
dan drip analgetik dalam NaCl 0,9

Long Case | Gout Arthritis Halaman 18


DAFTAR PUSTAKA

1. Ragab, G. 2017. Gout: An Old disease in new perspective – a review. (diakses 2


Juni 2018). Available at https://www.ncbi.nlm.nih.gov/pmc/articles
2. Saigal R. 2015. Pathogenesis and clinical management of Gouty Arthritis. Journal
of association of physician of India. ( diakses 2 Juni 2018). Available
http://japi.org/updatearticle_december_2015
3. Rasjad C. 2008. Pengantar Ilmu Bedah Ortopedi. Edisi ke-3. Jakarta: PT Yarsif
Watampone.
4. Sjamsuhidayat R. 2010. Kelainan Metabolik dan Endokrin: Gout Arthritis. In Buku
Ajar Ilmu Bedah. Edisi ketiga. Penerbit Buku Kedokteran EGC. Jakarta.
5. American College of Rheumatology. 2012. Guidelines for the management of Gout.
(diakses 3 Juni 2018). Available at
https://www.rhumatology.org/ACRguidelineformanagamentogout.pdf

Long Case | Gout Arthritis Halaman 19

Anda mungkin juga menyukai