Anda di halaman 1dari 19

BAB I

PENDAHULUAN

A. LATAR BELAKANG

Halusinasi merupakan bentuk yang paling sering dari gangguan


persepsi. Bentuk halusinasi ini bisa berupa suara-suara yang bising atau
mendengung, tapi yang paling sering berupa kata-kata yang tersusun dalam
bentuk kalimat yang agak sempurna. Biasanya kalimat tadi membicarakan
mengenai keadaan pasien sedih atau yang dialamatkan pada pasien itu.
Akibatnya pasien bisa bertengkar atau bicara dengan suara halusinasi itu. Bisa
pula pasien terlihat seperti bersikap dalam mendengar atau bicara keras-keras
seperti bila ia menjawab pertanyaan seseorang atau bibirnya bergerak-gerak.
Kadang-kadang pasien menganggap halusinasi datang dari setiap tubuh atau
diluar tubuhnya. Halusinasi inikadang-kadang menyenangkan misalnya
bersifat tiduraan, ancaman dan lain-lain.

Menurut May Durant Thomas (1991) halusinasi secara umum dapat


ditemukan pada pasien gangguan jiwa seperti : Skizoprenia, Depresi,
Delirium dan kondisi yang berhubungan dengan gangguan alcohol dan
substansi lingkungan

B. RUMUSAN MASALAH

1. Apa definisi dari halusinasi?


2. Apa etiologi dari halusinasi?
3. Apa saja jenis dari halusinasi?
4. Apa tentang respon halusinasi?
5. Bagaiman proses terjadinya masalah halusinasi?
6. Apa saja tanda gejala halusinasi?
7. Apa akibat dari halusinasi?
8. Bagaiman mekanisme koping dari halusinasi?
9. Bagaimana penatalaksanaan halusinasi?

1
C. TUJUAN
1. Mengetahui definis halusinasi
2. Mengetahui etiologi dari halusinasi
3. Mengetahui jenis dari halusinasi
4. Mengetahui tentang respon halusinasi
5. Mengetahui proses terjadinya masalah halusinasi
6. Mengetahui tanda gejala halusinasi
7. Mengetahui akibat dari halusinasi
8. Mengetahui mekanisme koping dari halusinasi
9. Mengetahui penatalaksanaan halusinasi

BAB II

PEMBAHASAN

2
A. DEFINISI

Halusinasi merupakan gangguan atau perubahan persepsi dimana


pasien mempersepsikan sesuatu yang sebenarnya tidak terjadi. Suatu
penerapan panca indra tanda ada rangsangan dari luar. Suatu penghayatan
yang dialami suatu persepsi melalui panca indra tanpa stimullus eksteren :
persepsi palsu. (Prabowo, 2014)

Halusinasi adalah hilangnya kemampuan manusia dalam


membedakan rangsangan internal (pikiran) dan rangsangan eksternal
(dunia luar). Klien memberi persepsi atau pendapat tentang lingkungan
tanpa ada objek atau rangsangan yang nyata. Sebagai contoh klien
mengatakan mendengar suara padahal tidak ada orang yang berbicara.
(Kusumawati & Hartono, 2012)

Halusinasi adalah salah satu gejala gangguan jiwa di mana klien


mengalami perubahan sensori persepsi, merasakan sensasi palsu berupa
suara, penglihatan, pengecapan, perabaan atau penghiduan. Klien
merasakan stimulus yang sebetulnya tidak ada. (Damaiyanti, 2012)

B. ETIOLOGI
1. Faktor Predisposisi
a. Faktor Perkembangan
Tugas perkembangan pasien terganggu misalnya rendahnya kontrol
dan kehangatan keluarga menyebabkan pasien tidak mampu
mandiri sejak kecil, mudah frustasi, hilangnya percaya diri dan
lebih rentan terhadap stress.
b. Faktor Sosiokultural
Sesorang yang merasa tidak diterima di lingkungannya sejak bayi
akan merasa disingkirkan, kesepian, dan tidak percaya pada
lingkungannya.

3
c. Faktor Biokimia
Mempunyai pengaruh terhadap terjadinya gangguan jiwa. Adanya
stress yang berlebih dialami seseorang maka di dalam tubuh akan
dihasilkan zat yang dapat bersifat halusinogenik neurokimia.
Akibatnya stress berkepanjangan menyebabkan teraktivasinya
neutransmitter otak.
d. Faktor Psikologi
Tipr kepribadian lemah dan tidak bertanggung jawab mudah
terjerumus pada penyalahgunaan zat adiktif. Hal ini berpengaruh
pada ketidakmampuan pasien dalam mengambil keputusan yang
tepat demi masa depannya. Pasien lebih memilih kesenangan sesaat
dan lari dari alam nyata menuju alam hayal.
e. Faktor Genetik dan Pola Asuh
Penelitian menunjukkan bahwa anak sehat yang diasuh oleh orang
tua skizofrenia cenderung mengalami skizofrenia. Hasil studi
menunjukkan bahwa faktor keluarga menunjukkan hubungan yang
sangat berpengaruh pada penyakit ini. (Prabowo, 2014)
2. Faktor Presipitasi
a. Biologis
Gangguan dalam komunikasi dan putaran balik otak, yang
mengatur proses informasi serta abnormalitas pada mekanisme
pintu masuk dalam otak yang mengakibatkan ketidakmampuan
untuk secara selektif menanggapi stimulus yang diterima oleh otak
untuk diinterprestasikan.
b. Stress Lingkungan
Ambang toleransi terhadap stress yang berinteraksi terhadap
stressorlingkungan untuk menentukan terjadinya gangguan
perilaku.
c. Sumber Koping
Sumber koping mempengaruhi respon individu dalam menamggapi
stress.(Prabowo, 2014)
Perilaku yang mewakili upaya untuk melindungi diri sendiri dari
pengalaman yang menakutkan berhubungan dengan respons
neurobiologis maladaptive meliputi:

4
1. Regresi berhubungan dengan masalah proses informasi dan
upaya untuk mengatasi ansietas, yang menyisakan sedikit
energi untuk aktivitas hidup sehari-hari.
2. Projeksi sebagai upaya untuk menjelaskan keracunan
persepsi.
3. Menarik diri.
d. Perilaku
Respons klien terhadap halusinasi dapat berupa curiga, ketakutan,
perasaan tidak aman, gelisah, dan bingung, perilaku menarik diri,
kurang perhatian, tidak mampu mengambil keputusan serta tidak
dapat membedakan nyata dan tidak.
1) Dimensi fisik
Halusianasi dapat ditimbulkan oleh beberapa kondisi fisik
seperti kelelahan yang luar biasa, penggunaan obat-obatan,
demam hingga delirium, intoksikasi alkohol dan kesulitan
untuk tidur dalamwaktu yang lama.
2) Dimensi emosional
Perasaan cemas yang berlebihan atas dasar problem yang tidak
dapat diatasi merupakan penyebab halusianasi itu terjadi, isi
dari halusinasi dapat berupa peritah memaksa dan menakutkan.
Klien tidak sanggup lagi menentang perintah tersebut hingga
dengan kondisi tersebut klien berbuat sesuatu terhadap
ketakutan tersebut.
3) Dimensi intelektual
Dalam dimensi intelektual ini menerangkan bahwa individu
dengan halusinasi akan memperlihatkan adanya penurunan
fungsi ego. Pada awalnya halusinasi merupakan usha dari ego
sendiri untuk melawan impuls yang menekan, namun
merupakan suatu hal yang menimbulkan kewaspadaan yang
dapat mengambil seluruh perhatian klien dan tak jarang akan
mengotrol semua perilaku klien.
4) Dimensi sosial
Klien mengalami gangguan interaksi sosial dalam fase awal
dan comforting, klien menganggap bahwa hidup bersosialisasi
dialam nyata sangat membahayakan. Klien asyik dengan

5
dengan halusinasinya, seolah-olah ia merupakan tempat untuk
memenuhi kebutuhan akan interaksi sosial, kontrol diri dan
harga diri yang didapatkan dalam dunia nyata. Isi halusinasi
dijadikan kontrol oleh individu tersebut, sehingga jika perintah
halusinasi berupa ancaman, dirinya atau orang lain individu
cenderung keperawatan klien dengan mengupayakan suatu
proses interaksi yang menimbulkan pengalaman interpersonal
yang memuaskan, serta mengusahakan klien tidak menyendiri
sehingga klien selalu berinteraksi dengan lingkungannya dan
halusinasi tidak berlangsung.
5) Dimensi spiritual
Secara spiritualklien halusinasi mulai dengan kehampaan
hidup, rutinitas, tidak bermakna, hilangnya aktivitas ibadah dan
jarang berupaya secaraspiritual untuk menyucikan diri, irama
sirkardiannya terganggu.(Damaiyanti, 2012)

C. JENIS
Haluinasi terdiri dari beberapa jenis, dengan karakteristik tertentu,
diantaranya:
1. Halusinasi Pendengaran ( akustik, audiotorik)
Gangguan stimulus dimana pasien mendengar suara-suara terutama
suara-suara orang, biasanya pasien mendengar suara orang yang
sedang membicarakan apa yang sedang dipikirkannya dan
memerintahkan untuk melakukan sesuatu.
2. Halusinasi Pengihatan (visual)
Stimulus visual dalam bentuk beragam seperti bentuk pencaran
cahaya, gambaraan geometrik, gambar kartun dan/ atau panorama yang
luas dan komplesk. Bayangan bias bisa menyenangkan atau
menakutkan.
3. Halusinasi Penghidu (Olfaktori)
Gangguan stimulus pada penghidu, yamg ditandai dengan adanya bau
busuk, amis, dan bau yang menjijikan seperti : darah, urine atau feses.
Kadang-kadang terhidu bau harum. Biasnya berhubungan dengan
stroke, tumor, kejang dan dementia.
4. Halusinasi Peraba (Taktil, Kinaestatik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan adanya sara sakit atau tidak
enak tanpa stimulus yang terlihat. Contoh merasakan sensasi listrik
datang dari tanah, benda mati atau orang lain.
5. Halusinasi Pengecap (Gustatorik)
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan sesuatu yang
busuk, amis, dan menjijikkan.
6. Halusinasi sinestetik
Gangguan stimulus yang ditandai dengan merasakan fungsi tubuh
seperti darah mengalir melalui vena atau arteri, makanan dicerna atau
pembentukan urine. (Yosep Iyus, 2007)
7. Halusinasi Viseral
Timbulnya perasaan tertentu di dalam tubuhnya.

6
a. Depersonalisasi adalah perasaan aneh pada dirinya bahwa
pribadinya sudah tidak seperti biasanya lagi serta tidak sesuai
dengan kenyataan yang ada. Sering pada skizofrenia dan sindrom
obus parietalis. Misalnya sering merasa diringa terpecah dua.
b. Derelisasi adalah suatu perasaan aneh tentang lingkungan yang
tidak sesuai dengan kenyataan. Misalnya perasaan segala suatu
yang dialaminya seperti dalam mimpi. (Damaiyanti, 2012)

D. RENTANG RESPON
Persepsi mengacu pada identifikasi dan interprestasi awal dari
suatu stimulus berdasarkan informasi yang diterima melalui panca indra.
Respon neurobiologis sepanjang rentang sehat sakit berkisar dari adaptif
pikiran logis, persepsi akurat, emosi konsisten, dan perilaku sesuai sampai
dengan respon maladaptif yang meliputi delusi, halusinasi, dan isolasi
sosial. Rentang respon dapat digambarkan sebagai berikut:

7
Rentang Respon Neurobiologist
Respon adaptif Respon Maladaptif

Pikiran logis Pikiran kadang menyimpang kelainan pikiran


Persepsi akurat Ilusi Halusinasi
Emosi konsisten Reaksi emosional Ketidakmampuan
Perilaku sesuai Perilaku tidak azim Emosi
Hubungan sosial mengalami
Ketidakteraturan menarik diri
Rentang respon neurobiologis (Stuart and Sundeen, 1998)

Rentang Respon

1. Respon adaptif
Respon adaptif adalah respon yang dapat diterima norma-norma social
budaya yang berlaku. Dengan kata lain individu tersebut dalam batas
normal jika menghadapi suatu masalah akan dapat memecahkan
masalah tersebut. Respon adaptif :
a. Pikiran logis adalah pandangan yang mengarah pada kenyataan
b. Persepsi akurat adalah pandangan yang tepat pada kenyataan
c. Emosi konsisten dengan pengalaman yaitu perasaan yang
timbul dari pengalaman ahli
d. Perilaku social adalah sikap dan tingkah laku yang masih
dalam batas kewajaran
e. Hubungan social adalah proses suatu interaksi dengan orang
lain dan lingkungan
2. Respon psikosossial
Meliputi :
a. Proses piker terganggu adalah proses pikir yang menimbulkan
gangguan
b. Ilusi adalah miss interprestasi atau penilaian yang salah tentang
penerapan yang benar-benar terjadi (objek nyata) karena
rangsangan panca indra
c. Emosi berlebih atau berkurang
d. Perilaku tidak biasa adalah sikap dan tingkah laku yang
melebihi batas kewajaran
e. Menarik diri adalah percobaan untuk menghindari interaksi
dengan orang lain.
3. Respon maladapttif

8
Respon maladaptive adalah respon individu dalam menyelesaikan
masalah yang menyimpang dari norma-norma social budaya dan
lingkungan, ada pun respon maladaptive antara lain :
a. Kelainan pikiran adalah keyakinan yang secara kokoh
dipertahankan walaupun tidak diyakin ioleh orang lain dan
bertentangan dengan kenyataan social.
b. Halusinasi merupakan persepsi sensori yang salah atau persepsi
eksternal yang tidak realita atau tidak ada.
c. Kerusakan proses emosi adalah perubahan sesuatu yang timbul
dari hati.
d. Perilaku tidak terorganisi rmerupakan sesuatu yang tidak teratur
e. Isolasi sosisal adalah kondisi kesendirian yang dialami oleh
individu dan diterima sebagai ketentuan oleh orang lain dan
sebagai suatu kecelakaan yang negative mengancam.
(Damaiyanti,2012: 54)

E. FASE-FASE TERJADINYA HALUSINASI


Tahapan terjadinya halusinasi terdiri dari 4 fase dan setiap fase
memiliki karakteristik yang berdeda yaitu:
1. Fase I
Pasien mengalami perasaan mendalam seperti ansietas, kesepian, rasa
bersalah dan takut serta mencoba berfokus padapikiran yang

9
menyenangkan untuk meredakan ansietas. Di sini pasien tersenyum
atau tertawa yang tidak sesuai, menggerakkan lidah tanpa suara,
pergerakan mata yang cepat, diam dan asyik sendiri.
2. Fase II
Pengalaman sensori menjijikan dan menakutkan. Pasien mulai lepas
kendali dan mencoba untuk mengambil jarak dirinya dengan
sumberdipersepsikan. Disini terjadi peningkatan tanda-tanda sistem
saraf otonom akibat ansietas seperti peningkatan tanda-tanda vital
( denyut jantung, pernapasan, dan tekanan darah), asyik dengna
pengalaman sensori dan kehilangan kemampuan untuk membedakan
halusinasi dengan reaita.
3. Fase III
Pasien berhenti menghentikan perlawanan terhadap halusinasi dan
menyerah pada halusinasi tersebut. Di sini pasien sukar berhubungan
dengan orang ain, berkeringat, tremor, tidak mampu mematuhi
perintah dari orang ain dan berada dalam kondisi yang sangat
menegangkan terutamajika akan berhubungan dengan orang lain.
4. Fase IV
Pengalaman sensori menjadi mengancam jika pasien mengikuti
perintah halusinasi. Di sni terjadi perikalu kekerasan, agitasi, menarik
diri, tidak mampu berespon terhadap perintah yang komplek dan tidak
mampu berespon lebih dari 1 orang. Kondisi pasien sangan
membahayakan. ( Prabowo, 2014: 130-131)

F. TANDA DAN GEJALA


Perilaku paisen yang berkaitan dengan halusinasi adalah sebagai
berikut:
1. Bicara, senyum, dan ketawa sendiri
2. Menggerakkan bibir tanpa suara, pergerakan mata cepat, dan
respon verba lambat
3. Menarik diri dari orang lain,dan berusaha untuk menghindari diri
dari orang ain
4. Tidak dapat membedakan antara keadaan nyata dan keadaan yang
tidak nyata
5. Terjadi peningkatan denyut ajntung, pernapasan dan tekanan darah

10
6. Perhatian dengan lingkunganyang kurang atau hanya beberapa
detik dan berkonsentrasi dengan pengalaman sensorinya.
7. Curiga, bermusuhan,merusak (diri sendiri, orang lain dan
lingkungannya) dan takut
8. Sulit berhubungan dengan orang lain
9. Ekspresi muka tegang, mudah tersinggung,jengkel dan marah
10. Tidak mampu mengikuti perintah
11. Tampak tremor dan berkeringat, perilaku panik, agitasi dan
kataton. (Prabowo, 2014: 133-134)

G. AKIBAT
Akibat dari halusinasi adalah resiko mencederai diri, orang lain dan
ingkungan. Ini diakibatkan karena pasien berada di bawah halusinasinya
yang meminta dia untuk melakuka sesuatu hal diluar kesadarannya.
( Prabowo, 2014: 134)

H. MEKANISME KOPING
1. Regresi : menjadi malas beraktivitas sehari-hari
2. Proyeksi : menjeslaskan perubahan suatu persepsi dengan berusaha
untuk mengaliskan tanggung jawab kepada orang lain
3. Menarik diri : sulit mempercayai orang lain dan asyik dengan stimuus
internal. (Prabowo, 2014 :134)

I. PENATALAKSANAAN
Pengobatan harus secepat mungkin harus diberikan, disini peran keluarga
sangat penting karena setelah mendapatkan perawatan di RSJ pasien

11
dinyatakan boleh pulang sehingga keluarga mempunyai peranan yang
sangat penting didalam hal merawat pasien, menciptakan lingkungan
keluarga yang kondusif dan sebagai pengawas minum obat.
1. Farmakoterapi
Neuroleptika dengan dosis efektif bermanfaat pada penderita
skizofrenia yang menahun,hasilnyalebih banyak jika mulai diberi
dalam dua tahun penyakit.Neuroleptika dengan dosis efek tiftinggi
bermanfaat pada penderita psikomotorik yang meningkat.
2. Terapi kejang listrik
Terapi kejang listrik adalah pengobatan untuk menimbulkan kejang
grand mall secara artificial dengan melewatkan aliran listrik melalui
electrode yang dipasang pada satu atau dua temples, terapi kejang
listrik dapat diberikan pada skizofrenia yang tidak mempan dengan
terapi neuroleptika oral atau injeksi, dosis terapi kejang listrik 4-5
joule/detik.
3. Psikoterapi dan rehabilitasi
Psikoterapi suportif individual atau kelompok sangat membantu karena
berhubungan dengan praktis dengan maksud mempersiapkan pasien
kembali kemasyarakat, selain itu terapi kerja sangat baik untuk
mendorong pasien bergaul dengan orang lain, perawat dan dokter.
Maksudnya supaya pasien tidak mengasingkan diri karena dapat
membentuk kebiasaan yang kurang baik, dianjurkan untuk
mengadakan permainan atau latihan bersama, seperti therapy modalitas
yang terdiridari :
4. Terapi aktivitas
a. Terapi music
Focus ; mendengar ; memainkan alat musik ; bernyanyi. yaitu
menikmati dengan relaksasi music yang disukai pasien.
b. Terapi seni
Focus: untuk mengekspresikan perasaan melalui beberapa
pekerjaan seni.
c. Terapi menari
Focus pada: ekspresi perasaan melalui gerakan tubuh
d. Terapi relaksasi
Belajar dan praktik relaksasi dalam kelompok

12
Rasional : untuk koping/perilaku mal adaptif/deskriptif
meningkatkan partisipasi dan kesenangan pasien dalam kehidupan.
e. Terapi social
Pasien belajar bersosialisai dengan pasien lain
f. Terapi kelompok
1) Terapi group (kelompok terapeutik)
2) Terapi aktivitas kelompok (adjunctive group activity
therapy)
3) TAK Stimulus Persepsi; Halusinasi
Sesi 1 : Mengenal halusinasi
Sesi 2 ; Mengontrol halusinasi dengan menghardik
Sesi 3 ; Mengontrol halusinasi dengan melakukan kegiatan
Sesi 4 ; Mencegah halusinasi dengan bercakap-cakap
Sesi 5 : mengontrol halusinasi dengan patuh minum obat
5. Terapi lingkungan
Suasana rumah sakit dibuat seperti suasana d idalam keluarga( Home
Like Atmosphere).(Prabowo,2014)

J. POHON MASALAH

Efek Risiko tinggi kekerasan


Defisit perawatan diri:
mandi/kebersihan,
Core Problem Risiko persepsi sensori: berpakaian
halusinasi Intoleransi aktivitas
Etiologi
Gangguan interaksi
sosial: menarik diri

13
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN

A. Pengkajian
Pengkajian Keperawatan pada pasien dengan Halusinsi menurut (Stuart,
2007) yaitu:
1. Data dasar
Pengkajian ini penting dilakukan untuk mengetahui latar belakang, status
sosial ekonomi, adat/kebudayaan, dan keyakinan spiritual,sehingga mudah
dalam komunikasi dan menentukan tindakan keperawatan yang sesuai.
a. Identitas Pasien (nama, jenis kelamin, umur, status perkawinan, agama,
suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan, pekerjaan,
alamat,nomor register, diagnosa medis, sumber biaya, dan sumber
informasi). Terjadi pada semua umur baik laki-laki maupun perempuan.
b. Identitas Penanggung jawab (nama, jenis kelamin, umur, status
perkawinan, agama, suku bangsa, pendidikan, bahasa yang digunakan,
pekerjaan, alamat, dan hubungan dengan pasien).
2. Alasan masuk
Sesuai diagnosa awal klien ketika pertama kali masuk rumah sakit.
3. Faktor Predisposisi
Ketegangan dalam kehidupan dapat berupa hal-hal sebagai berikut :

a. Peristiwa traumatic
b. Konflik emosional
c. Gangguan konsep diri
d. Frustasi
e. Gangguan fisik
f. Pola mekanisme koping keluarga
g. Riwayat gangguan kecemasan
h. Medikasi

14
4. Faktor Presipitasi
Faktor presipitasi dibedakan menjadi :
a. Ancaman terhadap integritas seseorang meliputi ketidakmampuan
fisiologis yang akan datang atau menurunnya kapasitas untuk melakukan
aktivitas hidup sehari-hari.
b. Ancaman terhadap sistem diri seseorang dapat membahayakan identitas,
harga diri, dan fungsi sosial yang terintegrasi seseorang.
5. Pemeriksaan Fisik
a. Tanda-Tanda Vital
1) TD : Meningkat, palpitasi, berdebar-debar bahkan sampai pingsan.
2) N : Menurun
3) S : Normal (36˚C - 37,5˚C ), ada juga yang mengalami hipotermi
tergantung respon individu dalam menangania ansietasnya
4) P : Pernafasan , nafas pendek, dada sesak, nafas dangkal, rasa tercekik
terengah- engah.
b. Keluhan Fisik : refleks, terkejut, mata berkedip-kedip, insomnia,
tremor,kaku, gelisah, wajah tegang, kelemahan umum, gerakan lambat,
kaki goyah.
c. Sistem kardiovaskuler : jantung berdebar, palpitasi, tekanan darah
meningkat, rasa ingin pingsan, tekanan darah menurun, denyut nadi
menurun.
d. Sistem respirasi : napas cepat, sesak napas, tekanan pada dada, napas
dangkal, sensasi tercekik.
e. Neuromuskuler : reflex meningkat, reaksi terkejut, mata berkedip-kedip,
insomnia, kelemahan umum.
f. GI: kehilangan nafsu makan, menolak makan, rasa tidak nyaman pada
abdomen, nyeri abdomen, mual, nyeri, ulu hati, diare.
g. Perkemihan: sering berkemih
h. Kulit: berkeringat setempat, gatal, rasa panas dan dingin pada kulit,
wajah pucat.

15
6. Psikososial
a. Konsep diri :
1) Gambaran diri : wajah tegang, mata berkedip-kedip, tremor, gelisah,
keringat berlebihan.
2) Identitas : gangguan ini menyerang wanita daripada pria serta terjadi
pada seseorang yang bekerja dengan sressor yang berat.
3) Peran : menarik diri dan menghindar dalam keluarga / kelompok /
masyarakat.
4) Ideal diri : berkurangnya toleransi terhadap stress, dan kecenderungan
ke arah lokus eksternal dari keyakinan kontrol.
5) Harga diri : klien merasa harga dirinya rendah akibat ketakutan yang
tidak rasional terhadap objek, aktivitas atau kejadian tertentu.
b. Hubungan sosial :
1) Orang yang berarti: keluarga
2) Peran serta dalam kegiatan kelompok/masyarakat: kurang berperan
dalam kegiaran kelompok atau masyarakat serta menarik diri dan
menghindar dalam keluarga / kelompok / masyarakat.
3) Hambatan dalam berhubungan dengan orang lain: +
c. Spiritual :
1) Nilai dan keyakinan
2) Kegiatan ibadah
7. Status Mental
a. Penampilan : pada orang yang mengalami ansietas berat dan panik
biasanya penampilannya tidak rapi.
b. Pembicaraan : bicara cepat dan banyak, gagap dan kadang-kadang keras.
c. Aktivitas motorik : lesu, tegang, gelisah, agitasi, dan tremor.
d. Alam perasaan : sedih, putus asa, ketakutan dan khawatir.
e. Afek : labil
f. Interaksi selama wawancara: tidak kooperatif, mudah tersingung dan
mudah curiga, kontak mata kurang.

16
g. Persepsi : berhalusinasi, lapang persepsi sangat sempit dan tidak mampu
menyelesaikan masalah.
h. Proses pikir : persevarsi
i. Isi pikir : obsesi, phobia dan depersonalisasi
j. Tingkat kesadaran : bingung dan tidak bisa berorietansi terhadap waktu,
tempat dan orang (ansietas berat)\
k. Memori : pada klien yang mengalami OCD (Obsessive Compulsif
Disorder) akan terjadi gangguan daya ingat saat ini bahkan sampai
gangguan daya ingat jangka pendek.
l. Tingkat konsentrasi dan berhitung : tidak mampu berkonsentrasi
m. Kemampuan penilaian : gangguan kemampuan penilaian ringan
n. Daya titik diri : menyalahkan hal-hal diluar dirinya: menyalahkan orang
lain/ lingkungan yang menyebabkan kondisi saat ini.

B. DIAGNOSA KEPERAWATAN
1. Halusinasi
2. Resiko Perilaku Kekerasan
3. Isolasi Sosial

17

Anda mungkin juga menyukai