Anda di halaman 1dari 11

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Pendidikan Islam sebagai salah satu aspek dari ajaran Islam, dasarnya adalah
Al-Qur’an dan Hadis Nabi Muhammad saw. Dari kedua sumber tersebut, para
intelektual muslim kemudian mengembangkannya dan mengklasifikannya
kedalam dua bagian yaitu: Pertama, akidah untuk ajaran yang berkaitan dengan
keimanan; kedua, adalah syariah untuk ajaran yang berkaitan dengan amal nyata.
Oleh karena pendidikan termasuk amal nyata, maka pendidikan tercakup dalam
bidang syariah. Bila diklasifikasikan lebih lanjut, termasuk dalam sub bidang
muamalah.
Hal tersebut menggariskan prinsip-prinsip dasar materi pendidikan Islam
yang terdiri atas masalah iman, ibadah, sosial, dan ilmu pengetahuan. Sebagai
bantahan pendapat yang meragukan terhadap adanya aspek pendidikan dalam Al-
Qur’an, Abdul Rahman Saleh Abdullah mengemukakan bahwa kata Tarbiyah
yang berasal dari kata “Rabb”(mendidik dan memelihara) banyak terdapat dalam
Al-Qur’an; demikian pula kata “Ilm” yang demikian banyak dalam Al-Qur’an
menunjukkan bahwa dalam Al-Qur’an tidak mengabaikan konsep-konsep yang
menunjukkan kepada pendidikan.
Hadis juga banyak memberikan dasar-dasar bagi pendidikan Islam. Hadis
sebagai pernyataan, pengalaman, takrir dan hal ihwal Nabi Muhammad saw.,
merupakan sumber ajaran Islam yang kedua sesudah Al-Qur’an. Di samping Al-
Qur’an dan hadis sebagai sumber atau dasar pendidikan Islam, tentu saja masih
memberikan penafsiran dan penjabaran lebih lanjut terhadap Al-Qur’an dan hadis,
berupa ijma’, qiyas, ijtihad, istihsan dan sebagainya yang sering pula dianggap
sebagai dasar pendidikan Islam. Akan tetapi, kita konsekuen bahwa dasar adalah
tempat berpijak yang paling mendasar, maka dasar pendidikan Islam hanyalah Al-
Qur’an dan hadis Nabi Muhammad saw.

1
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Agama
Para pakar memiliki beragama pengertian tentang agama. Secara
etimologi, kata “agama” bukan berasal dari bahasa Arab, melainkan diambil dari
istilah bahasa Sansekerta yang menunjuk pada sistem kepercayaan dalam
Hinduisme dan Budhisme di India. Agama terdiri dari kata “a” yang berarti
“tidak”, dan “gama” berarti kacau. Dengan demikian, agama adalah sejenis
peraturan yang menghindarkan manusia dari kekacauan, serta mengantarkan
menusia menuju keteraturan dan ketertiban.
Ada pula yang menyatakan bahwa agama terangkai dari dua kata,
yaitu a yang berarti “tidak”, dan gam yang berarti “pergi”, tetap di tempat, kekal-
eternal, terwariskan secara turun temurun. Pemaknaan seperti itu memang tidak
salah karena dala agama terkandung nilai-nilai universal yang abadi, tetap, dan
berlaku sepanjang masa. Sementara akhiran a hanya memberi sifat tentang
kekekalan dankarena itu merupakan bentuk keadaan yang kekal.
Maksud agama ialah untuk mempersatukan segala pemeluk-pemeluknya,
dan mengikat mereka dalam suatu ikatan yang erat sehingga merupakan batu
pembangunan, atau mengingat bahwa, hokum-hukum agama itu dibukukan atau
didewankan. Ad-din berarti nasihat, seperti dalam hadis dari Tamim ad-Dari r.a.
bahwa Nabi SAW bersabda: Ad-dinu nasihah. Para sahabat bertanya: “Ya
Rasulullah, bagi siapa?” Beliau menjelaskan: “Bagi Allah dan kitab-Nya, bagi
Rasul-Nya dan bagi para pemimpin muslimin dan bagi seluruh muslimin.” (HR.
Muslim, Abu Dawud, Nasa’i dan Ahmad).
Hadis tersebut memberikan pengertian bahwa ada lima unsur yang perlu
mendapat perhatian bisa memperoleh gambaran tentang apa yang dimaksud
dengan agam yang jelas serta utuh. Kelima unsure itu adalah: Allah, kitab, rasul,
pemimpin dan umat, baik mengenai arti masing-masing maupun kedudukan serta
hubungannya satu denagn lainnya.
Pengertian tersebut telah mencakup dalam makna nasihat. Imam Ragib
dalam kita Al-Mufradaat fii Ghariibil Qur’an, dan Imam Nawawi dalam Syarh
Arba’inmenerangkan bahwa nasihat itu maknanya sama dengan menjahit (al-

2
khayyaatu an-nasihuu) yaitu menempatkan serta menghubungkan bagian (unsur)
yang satu dengan yang lainnya, sesuai dengan kedudukan masing-masing.
Mukti Ali mengatakan, agama adalah percaya pada adanya Tuhan Yang
Maha Esa dan hukum-hukum yang diwahyukan kepada utusanNya bagi
kebahagiaan hidup manusia di dunia dan akhirat. Mukti Ali membatasi pengertian
agama pada kepercayaan dan hokum. Mehdi Ha’iri Yazdi berpendapat, agama
adalah kepercayaan kepada Yang Mulak atau Kehendak Mutklak sebegai
kepedulian tertinggi. Pengertian inimenjadikan Tuhan sebagai focus perhatian dan
kepedulian tertinggi agama sehingga agama cenderung mengabaikan persoalan
kemanusiaan. Agama akhirnya bersifat teosentris, tanpa perhatian yang cukup
terhadap soal-soal kemiskinan dan keterbelakangan umat.
Harun Nasution mengemukakan pelbagai pengertian tentang agama yang
dikemukakan sejumlah ahli, yaitu: (1) pengakuan terhadap adanya hubungan
manusia dengan kekuatan gaib yang harus dipatuhi; (2) pengakuan terhadap
adanya hubungan manusia dengan kekuatan gaib yang menguasai manusia; (3)
mengikatkan diri pada suatu bentuk hidup yang mengandung pengakuan pada
suatu sumber yang berada di luar manusia dan yang mempengaruhi perbuatan-
perbuatan manusia; (4) kepercayaan pada suatu kekuatan gaib yang menimbulkan
cara hidup tertentu; (5) suatu sistem tingkah laku (code of conduct) yang berasal
dari suatu kekuatan gaib; (6) pengakuan terhadap adanya kewajiban-kewajiban
yang diyakini bersumber pada kekuatan gaib; (7) pemujaan terhadap kekuatan
gaib yang timbul dari \perasaan takut terhadap kekuatan misterius yang terdapat di
alam sekitar manusia; (8) ajaran-ajaran yang diwahyukan Tuhan kepada manusia
melalui seorang Rasul.

B. Hakikat Agama Islam Sebagai Pedoman Hidup


Islam merupakan suatu pegangan dan pedoman hidup, agar supaya
segala perbuatan dan tingkah laku kita bisa di kendalikan tidak
semaunya sendiri, melainkan ada aturan – aturan sehingga hidup jadi
lebih terarah dan terkendali
Karena mencakup segala aspek kehidupan, Islam menjadi satu-satunya
agama sekaligus sistem yang layak dijadikan pedoman hidup. Kelengkapan
cakupan aspek kehidupan Islam desebutkan secara rinci dalam Al Qur’an, yaitu:

3
0. Keyakinan
Sebagai agama, Islam mengandung konsep keyakinan bahwa Allah
Swt. adalah satu-satunya Tuhan. Dia Mahahidup, Maha Berdiri Sendiri, tiada
mengantuk, dan tidak pula tidur. Sebagai panduan bagi seorang muslim atas
keyakinan ini, Allah menyatakan diri-Nya untuk diyakini seperti dinyatakan
dalam Al Quran (QS Al Baqarah, 2: 255).

1. Moral Akhlak
Sebagai agama, Islam mengajarkan penganutnya untuk berkahlak.
Yang dimaksud akhlak sendiri dalam Islam adalah Al Qur’an. Hal ini seperti
dicontohkan Rasulullah saw. Artinya, Al Qur’an adalah akhlak Rasulullah
saw. yang memuat panduan akhlak dan perlu diikuti oleh manusia agar
mendapatkan rahmat Allah dan kesejahteraan di dunia dan akhirat.

2. Tingkah Laku
Tingkah laku atau perilaku mewujud melalui aspek gerakan. Hal ini
sangat diwarnai dan ditentukan oleh akidah dan akhlak seseorang. Oleh karena
itu, akhlak dan perilaku seseorang saling berkaitan dan memberikan gambaran
satu sama lain. Hal ini seperti disabdakan oleh Rasulullah saw. bahwa
sekiranya hati seseorang khusuk, khusyuk pula anggota badannya.
3. Perasaan
Sebagai agama, Islam juga memperhatikan perasaan manusia. Dalam
Islam, seluruh perasaan: suka dan duka, cinta dan benci, sedih dan gembira,
halus dan kasar, sensitif atau tidak berbanding lurus dengan akidah
pemeluknya. Oleh karena itu, seperti yang disabdakan oleh Rasulullah saw.,
kesempurnaan iman dan Islam seseorang dalam berperasaan adalah ketika ia
berperasaan karena Allah: mencintai karena Allah, membenci karena Allah,
dan seterusnya.
4. Pendidikan
Islam juga mengajarkan bagaimana melakukan pendidikan dan
pengajaran kepada manusia. Ada sekian banyak ayat Al Qur’an dan hadits
yang meminta umat Islam untuk belajar. Pendidikan yang dimaksud dalam

4
Islam tidak saja bersifat formal dan terbatas di sekolah, tetapi juga pada setiap
waktu, tempat, dan kesempatan.
5. Sosial
Kesempurnaan Islam juga dilengkapi ajarannya mengenai hubungan
antarmasyarakat. Al Qur’an demikian rinci menyampaikan hal-hal tersebut.
Sebagai contoh, Al Qur’an menyebutkan bagaimana aturan hubungan antara
laki-laki dan perempuan, larangan memperolok-olok orang lain, larangan
mengejek orang lain, dan perintah untuk tidak sombong. Islam juga membahas
mengenai karakteristik masyarakat Islam yang di dalamnya diatur nilai-nilai
Islam.
6. Politik
Manusia diciptakan Allah sebagai khalifah-Nya di muka bumi. Oleh
karena itu, kehidupannya tidak akan bisa lepas dari politik. Islam kemudian
mengatur urusan-urusan politik ini sebagai bagian dari strategi dan dakwah.
Tujuannya adalah untuk menegakkan hukum-hukum Allah di muka bumi.
7. Ekonomi
Ekonomi adalah aspek sangat penting dalam Islam selain politik.
Tujuannya ekonomi dalam Islam adalah agar kesejahteraan di masyarakat
dapat terwujud. Oleh karena itu, aturan-aturan perekonomian dalam Islam
banyak memuat mengenai riba (yang menghancurkan kesejahteraan), urusan
utang-piutang, bukti tertulis dalam perniagaan, dan lain-lain.
8. Militer
Islam mewajibkan kepada setiap penyeru kebenaran untuk bersiap
siaga, menyiapkan kekuatan, dan berjuang membela kebenaran dan
memerangi kebatilan. Hal ini diajarkan Islam untuk melawan pihak-pihak
yang menyeru dan melakukan kebatilan. Mereka adalah kaum yang didorong
oleh nafsu untuk menciptakan kehancuran.
9. Peradilan
Islam mewajibkan kepada umatnya untuk berbuat adil, bahkan kepada
diri dan keluarganya sendiri. Oleh karena itu, untuk mewujudkan hal tersebut,
Islam mengatur urusan hukum dan peradilan. Urusan yang berkaitan dengan
hukum dan peradilan dalam Islam harus berlandaskan aturan Allah. Tanpa hal

5
tersebut, keadilan sulit terwujud karena hukum hanya menjadi permainan
belaka.
Konsep pertama adalah mengenai imâmah (kepemimpinan). Pengangkatan
pemimpin yang amanah dan ketaatan rakyat kepada pemimpin adalah konsep
politik Islam yang pokok. Para ulama mengatakan bahwa al-Nisa: 58 di
atas diturunkan untuk para pemimpin pemerintahan (waliyy al-amri),
agar mereka menyampaikan amanat kepada ahlinya. Ayat berikutnya,
Wahai orang-orang yang beriman, taatlah kalian kepada Allah, taatlah
kepada Rasul dan ulil amri dari golonganmu! Kemudian jika engkau
berselisih dalam masalah sesuatu, maka kembalikanlah ia kepada Allah
dan Rasul, jika engkau benar-benar beriman kepada Allah dan Hari
Akhir! Yang demikian itu lebih utama bagimu dan lebih baik akibatnya.
Ayat ini ditujukan kepada rakyat agar taat kepada pemimpinnya dalam
hal pembagian, putusan hukum, dsb. Kewajiban untuk taat kepada ulil
amri itu gugur (tidak berlaku) bila mereka memerintahkan rakyatnya
berbuat maksiat kepada Allah swt. Oleh karena itu, “tidak ada ketaatan
kepada makhluk dalam perbuatan maksiat kepada sang Pencipta (khaliq).”
Konsep kedua adalah syura (konsultasi) atau musyawarah. Allah
berfirman di dalam al-Quran, Maka karena rahmat dari Allah-lah kamu berlaku
lemah lembut terhadap mereka. Sekiranya kau bersikap keras lagi berhati kasar,
tentulah mereka akan menjauhkan diri dari sekelilingmu. Maka maafkanlah
mereka, mohonkan ampun bagi mereka, dan bermusyawarahlah dengan mereka
dalam urusan itu. Kemudian apabila kamu telah membulatkan tekad maka
bertawakkallah kepada Allah. Sesungguhnya Allah menyukai orang-orang
yang bertawakkal kepadanya. (Ali Imran: 159).
Konsep ini menuntun bagi sebuah proses pengambilan keputusan atau
kebijakan dari seorang pemimpin dl menjalankan pemerintahannya.
Konsep ketiga mengenai ‘adalah (keadilan). Allah berfirman di dalam al-
Quran, Sesungguhnya Allah menyuruh (kalian) berlaku adil dan berbuat
kebajikan” [al-Nahl: 90].

6
Keadilan dan kesetimbangan (balance) dalam menentukan kebijakan
merupakan prinsip yang dikedepankan dalam politik Islam. Sistem Islam
mengedepankan keadilan dalam inti ajarannya.
“Maka demi Tuhanmu, mereka (pada hakekatnya) tidak beriman hingga
mereka menjadikan kamu hakim dalam perkara yang mereka perselisihkan,
kemudian mereka tidak merasa keberatan dalam hati mereka terhadap putusan
yang kamu berikan, dan mereka menerima dengan sepenuhnya” [QS. An-Nisaa’ :
65].
Melalui ayat ini Allah ta’ala menjelaskan kepada kita tentang kewajiban
seorang muslim untuk :
1. Berhukum dengan syari’at Allah yang terdapat dalam Al-Qur’an dan
sunnah Rasul-Nya shallallaahu ‘alaihi wa sallam dalam segala urusan yang
diperselisihkan.
2. Bersikap ridla serta tidak sedikitpun merasa sempit dan berat dengan
syari’at Allah yang akan/telah memutuskan segala urusannya.
Ibnu ‘Abbaas radliyallaahu ‘anhumaa berkata :
“Barangsiapa yang mengingkari apa-apa yang diturunkan Allah, maka ia
kafir. Barangsiapa yang mengikrarkannya namun tidak berhukum
dengannya, maka ia dhalim lagi fasiq” [Diriwayatkan oleh Ath-Thabariy
dalam Tafsir-nya 6/166 dan Ibnu Abi Haatim dalam Tafsir-nya 4/1142 no.
6426 & 4/1146 no. 6450; hasan lighiarihi].
‘Atha’ bin Abi Rabbah rahimahullah berkata :
“Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah,
maka mereka itu adalah orang-orang yang kafir. Barangsiapa yang tidak
memutuskan menurut apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah
orang-orang yang dhalim. Barangsiapa yang tidak memutuskan menurut
apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang yang
faasiq”; (‘Atha’ berkata) : “Kekufuran di bawah kekufuran (yang
mengeluarkan dari Islam), kefasiqan di bawah kefasiqan (yang
mengeluarkan dari Islam), dan kedhaliman di bawah kedhaliman (yang
mengeluarkan dari Islam)” [Diriwayatkan oleh Ahmad dalam Al-Iimaan
4/159-160 no. 1417 & 4/161 no. 1422 dan dalam Masaail Abi Dawud hal.

7
209, Ath-Thabariy dalam Tafsir-nya 6/165-166, Muhammad bin Nashr Al-
Marwaziy dalam Ta’dhiimu Qadrish-Shalaah 2/522 no. 575, Ibnu
Baththah dalam Al-Ibaanah 2/735 no. 1007 & 2/736-737 no. 1011, Ibnu
Abi Haatim dalam Tafsir-nya 4/1149 no. 6464, serta Al-Qaadli Wakii’
dalam Akhbaarul-Qudlaat 1/43; shahih].
Al-Imaam Abu Bakr Al-Aajurriy rahimahullah berkata : “Di antara ayat-
ayat mutasyaabihaat yang diikuti oleh orang-orang Haruuriyyah (Khawaarij)
adalah firman Allah ‘azza wa jalla : “Dan barangsiapa yang tidak berhukum
dengan apa yang diturunkan Allah, maka mereka itu adalah orang-orang kafir”
[QS. Al-Maaidah : 44]. Dan mereka juga menyertakan ayat : “Namun orang-orang
yang kafir mempersekutukan (sesuatu) dengan Rabb mereka” [QS. Al-An’aam :
1]. Jika mereka melihat seorang penguasa/hakim yang menghukumi dengan tidak
haq maka mereka berkata : ‘Dia telah kafir, dan barangsiapa mempersekutukan
(sesuatu) dengan Rabb-nya, maka sungguh ia telah musyrik. Para penguasa ini
merupakan orang-orang musyrikin”. Maka mereka memberontak dan melakukan
hal yang engkau lihat, karena mereka menakwilkan ayat ini” [Asy-Syarii’ah,
1/144; Muassasah Qurthubah, Cet. 1/1417 H].

8
BAB III
PENUTUP
A. Kesimpulan
Islam menjadi satu satunya agama sekaligus sistem yang layak dijadikan
pedoman hidup. Dalam Al-Qur’an terdapat beberapa kelengkapan cakupan aspek
kehidupan islam yang disebutkan secara rinci ialah: Keyakinan, Moral, Tingkah
laku, Perasaan, Pendidikan, Sosial, dan sebgainya.
Nah yang pertama saya akan mengulas atau menjelaskan tentang
pengertian Keyakinan dimana keyakinan sangat penting untuk menjadi pedoman
dalam hidup. Keyakinan adalah suatu sikap yang ditunjukkan oleh manusia saat ia
merasa cukup tahu dan menyimpulkan bahwa dirinya telah mencapai kebenaran.
Karena keyakinan merupakan suatu sikap maka keyakinan sesorang tidaklah
selalu benar dan keyakinan semata bukanlah jaminan kebenaran. Tepati dalam
agama islam, islam mengandung konsep keyakinan bahwa Allah SWT adalah
satu-satunya Tuhan. Allah menyatakan diri-Nya untuk di yakini seperti terdapat
dalam Al-qur’an (QS Al Baqarah , 2: 255)
Moral ialah nilai yang berlaku sehingga menimbulkan baik dan buruk
suatu tindakan dengan tidak merugikan berdasarkan nilai diri.
Tingkah laku adalah suatu ciri khas atau bentuk karakter individu atau
manusia sendiri. Tingkah laku atau perilaku ini mewujud melalui aspek gerakan.
Hal inilah sangat ditentukan oleh akidah dan akhlak seseorang. Oleh karena itu
akhlak dan perilaku manusia saling berkaitan dan memberikan gambaran satu
sama lain. Rasulullah saw bersabda bahwa sekiranya hati seseorang khusuk, maka
khusuk pula anggota bandannya. Perasaan merupakan sumber energy dan
merupakan kekuatan untuk mendukung pilihan kebenaran yang kita pilih. Dalam
agama islam juga memperhatikan perasaan seseorang baik itu perasaan suka dan
duka, cinta dan benci , sedih dan senang, halus dan kasar berbanding lurus dengan
akidah pemeluknya.
Pendidikan Dalam agama islam pendidikan sangatlah penting. Islam juga
mengajarkan bagaimana melakukan pengajaran dan pendidikan kepada manusia
dengan baik. Dalam ayat al Qur’an dan Hadits yang meminta umat islam untuk
belajar. Pengajaran atau pendidikan yang dimaksud tidak hanya bersifat formal

9
dan terbatas disekolah, namun juga pada setiap kesempatan, waktu, dan tempat
yang ada.
Sosial merupakan segala perilaku manusia yang menggambarkan
hubungan nonindividualis. Istilah tersebut sering di sandingkan dengan cabang-
cabang kehidupan masyarakat dimanapun. Ajaran dalam agama islama juga
mengenai hubungan antar masyarakat atau disebut juga dengan social. Adapun Al
Qur’an yang menyebutkan bagaimana aturan hubungan antara laki-laki dan
perempuan larangan mengejek orang lain dan perintah untuk tidak sombong.

10
DAFTAR PUSTAKA

Ash-shadi, abdurRazzaq, Berzikircaranabi, hikmah, Jakarta, 2007


Shihab, M. Quraish, membumikan Al-Qur’an, mizan Bandung, 2007
Shihab, M.Quraish, lentera Al-Qur’an, mizan, Bandung, 2008.

11

Anda mungkin juga menyukai