PENDAHULUAN
1
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA
2
yang berlebihan, meskipun mekanisme terjadinya asma secara pasti belum
diketahui.7
Inflamasi saluran napas kronis pada pasien asma tergolong persisten atau
menetap, ditemukan pada pasien yang baru terkena serangan asma maupun pada
pasien asma yang jarang mengalami serangan. Pola inflamasi pada saluran napas
akan tampak sama pada kasus asma baik yang alergi maupun tidak alergi pada
semua kelompok umur.7
Walaupun terdapat tipe alergi dan non-alergi, pada pasien akan tetap
dijumpai adanya inflamasi dan hipereaktivitas saluran napas. Oleh karena itu,
paling tidak dikenal 2 jalur untuk mencapai kedua keadaan tersebut, yaitu jalur
imunulogis yang terutama di dominasi oleh immunoglobulin E (IgE) dan jalur
saraf otonom.8
Pada jalur imunologis, masuknya alergen dalam tubuh akan diolah oleh
antigen presenting cells (APC) untuk selanjutnya dikomunikasikan dengan sel T
helper (Th). Sel Th akan memberikan instruksi melalui interleukin atau sitokin
agar sel-sel plasma membentuk IgE serta sel radang lain seperti makrofag, epitel,
eosinofil, neutrofil, trombosit, serta limfosit untuk mengeluarkan mediator-
mediator inflamasi. Mediator inflamasi seperti histamin, prostaglandin, leukotrin,
platelet activating factors, bradikinin, dan mediator inflamasi lainnya akan
mempengaruhi organ sasaran sehingga menyebabkan kontraksi otot polos pada
bronkus, peningkatan permeabilitas dinding vaskular, infiltrasi sel-sel radang,
edema saluran napas, sekresi mukus, dan fibrosis sub epitel sehingga
menimbulkan hipereaktivitas saluran napas. Jalur non imunologis juga
merangsang sistem saraf otonom dengan hasil akhir berupa inflamasi dan
hipereaktivitas saluran napas.2,8
Karakteristik inflamasi yang ditemukan pada asma adalah peningkatan sel
mast teraktivasi, peningkatan jumlah eosinofil aktif, dan peningkatan reseptor sel
T termasuk sel T natural killer dan T helper 2 yang akan melepas mediator seperti
dijelaskan diatas. Sel struktural dari saluran napas juga akan memproduksi
mediator inflamasi yang menyebabkan inflamasi menjadi persisten.8
Selain respon inflamasi, terdapat juga karakteristik perubahan seluler yang
terjadi dan biasanya dijelaskan sebagai remodeling saluran napas. Beberapa
3
perubahan tersebut akan mengakitbatkan penyempitan lumen saluran napas yang
irreversible dan berhubungan dengan tingkat keparahan penyakit.7,9
Obstruksi saluran napas pada asma merupakan kombinasi dari inflamasi
dinding bronkus, spasme otot bronkus, sumbatan mukus, dan edema. Obstruksi
akan bertambah berat pada fase ekspirasi karena secara fisiologis saluran napas
akan menyempit pada fase tersebut. Penyempitan saluran napas terjadi tidak
merata di seluruh bagian paru. Ada daerah-daerah yang kurang mendapatkan
ventilasi sehingga darah kapiler yang melewati daerah tersebut akan mengalami
hipoksemia sehingga untuk menangani kondisi ini, tubuh akan melakukan respon
hiperventilasi. Hiperventilasi menyebabkan keluarnya karbondioksida secara
berlebihan, sehingga tekanan karbondioksida akan menurun yang kemudian
menimbulkan alkalosis respiratorik. Pada serangan asma yang lebih berat, banyak
alveolus yang tertutup oleh mukus sehingga tidak memungkinkan terjadinya
pertukaran gas. Hal ini menyebabkan hipoksemia dan kerja otot pernapasan
bertambah berat serta terjadi peningkatan produksi karbondioksida. Peningkatan
produksi karbondioksida disertai dengan tertutupnya alveolus oleh mukus akan
menyebabkan retensi karbondioksida (hiperkapnia) yang kemudian menyebabkan
terjadinya asidosis respiratorik atau gagal napas. Dengan demikian, penyempitan
saluran napas pada asma akan menimbulkan: 1) gangguan ventilasi berupa
hiperventilasi, 2) ketidakseimbangan ventilasi perfusi, dan 3) gangguan difusi gas
tingkat alveoli. Ketiga faktor tersebut akan menyebabkan hipoksemia,
hiperkapnia, dan asidosis respiratorik pada tahap lanjut. 8 Jika obstruksi saluran
napas semakin berat dan tidak berkurang, mungkin akan berkembang cepat
menjadi hiperkapnea dan asidosis metabolik. Apabila hal ini terjadi, awalnya akan
timbul kelelahan otot dan ketidakmampuan untuk mempertahankan ventilasi
alveolar secara adekuat, akhirnya akan terjadi pembentukan laktat.7
4
bulan sebaiknya didiskusikan, dan lebih memfokuskan gejala yang timbul 2
minggu terakhir. Karakteristik yang mengarah pada asma adalah: 1,2,5
a. Episodisitas : gejala asma timbul secara episodik atau berulang.
b. Faktor pencetus timbulnya serangan, yaitu sebagai berikut:
- Iritan (asap rokok, asap pembakaran sampah, asap obat nyamuk, suhu
dingin, udara kering, makanan dan minuman dingin)
- Alergen (debu, tungau debu rumah, bulu binatang, serbuk sari.
- Infeksi respiratori akut akibat virus)
- Aktivitas fisik berlebih (berlari, berteriak, menangis, atau tertawa yang
berlebihan)
c. Riwayat alergi pada pasien atau riwayat asma dalam keluarga
d. Variabilitas : intensitas gejala bervariasi dari waktu ke waktu, bahkan dalam 24
jam, seperti adanya mengi, batuk yang memberat pada malam hari (nokturnal).
e. Reversibilitas : gejala dapat membaik secara spontan atau dengan pemberian
obat pereda asma.
Pada anak segala usia, perlu ditanyakan riwayat: 5,6,7
Mengi, batuk
Faktor pencetus yang spesifik, seperti: penghirup asap rokok pasif, bulu hewan
peliharaan, kelembaban tinggi, paparan udara dingin, aktivitas dan olahraga,
batuk setelah tertawa atau menangis
Gangguan pola tidur : terbangun pada malam hari, batuk pada malam hari,
apneu saat tidur
Serangan pada tahun terakhir
Gejala nasal : hidung berair, gatal, bersin, tersumbat.
Pada infant (<2 tahun), tanyakan riwayat5.6,7:
Nafas yang berbunyi, muntah yang berhubungan dengan batuk
Retraksi (dada yang tertarik ke dalam saat bernapas)
Kesulitan saat menyusui (suara mendengkur, kesulitan menghisap)
Perubahan laju pernapasan (napas cepat)
Pada anak berusia >2 tahun, perlu ditanyakan riwayat:5,6,7:
Sesak napas (siang atau malam)
Fatique atau kelelahan (penurunan aktivitas dibandingkan dengan temannya,
lebih cengeng)
Mengeluh tidak enak badan
Absen sekolah, penurunan keaktifan belajar di sekolah
Penurunan frekuensi dan intensitas dari aktivitas fisik seperti saat berolahraga
Menghindari aktivitas lain, seperti menginap, mengunjungi teman yang
memiliki hewan peliharaan
Faktor pencetus yang spesifik
5
Pada anak yang lebih besar dan remaja, riwayat merokok penting ditanyakan
sebagai salah satu faktor pencetus5,6,7.
6
digunakan untuk menilai beratnya obstruksi dan efek pasca pengobatan. Asma
merupakan penyakit obstruksi dari paru. Hasil dari pemeriksaan spirometri yang
menunjukkan adanya obstruksi pada paru adalah apabila hasil dari %FEV1/FVC <
70%. Sedangkan adanya restriksi dari paru ditegakkan apabila hasil %FVC <
80%5,6,7.
2. Peak Flow Meter (PFM)
Peak flow meter merupakan alat pengukur faal paru sederhana yang dapat
digunakan untuk mengukur jumlah udara yang berasal dari paru. Oleh karena
pemeriksaan jasmani (provokasi beban kerja) dapat normal, dalam menegakkan
diagnosis asma diperlukan pemeriksaan obyektif (spirometer/FEV1 atau PFM).
Spirometer lebih diutamakan dibanding PFM oleh karena PFM tidak begitu
sensitif dibanding FEV. Untuk diagnosis obstruksi saluran napas, PFM mengukur
terutama saluran napas besar, PFM dibuat untuk pemantauan dan bukan alat
diagnostik5,6,7.
3. X-ray dada/thorax
Pemeriksaan foto thoraks dapat dilakukan untuk menyingkirkan penyakit
yang tidak disebabkan oleh asma serta untuk evaluasi awal adanya komplikasi
atau penyebab lain munculnya mengi. Pada sebagian pasien asma, pemeriksaan
foto thoraks umumnya ditemukan dalam kesan normal atau mungkin
menunjukkan adanya hiperinflasi, sela iga mendatar, perpotongan iga anterior di
iga ke ≥ 7 di 2/3 lateral diafragma, lengkungan diafragma puncaknya di 1/3
lateral. Pada kasus yang berat dapat ditemukan gambaran pneumonia dan
atelektasis sebagai salah satu komplikasi asma5,6,7.
4. Pemeriksaan Laboratorium
Pada pemeriksaan darah lengkap biasanya didapatkan hasil nilai
eosinofilia lebih dari 4% atau sekitar 300-400 L. Akan tetapi, ketidakhadiran
hasil seperti itu tidak mutlak menyingkirkan diagnosis penyakit asma. Pada
pemeriksaan analisis gas darah biasanya didapatkan keadaan alkalosis
respiratorius. Pada pemeriksaan immunoglobulin E, nilai lebih dari 100 IU sering
kali ditemukan pada pasien yang mengalami reaksi alergi. Akan tetapi temuan ini
tidak spesifik untuk penyakit asma dan bisa ditemukan pada kondisi lainnya. Uji
tusuk kulit (skin prick test) juga dapat dilakukan untuk menunjukkan adanya
antibodi IgE spesifik pada kulit. Uji tersebut untuk menyokong anamnesis dan
7
mencari faktor pencetus. Uji alergen yang positif tidak selalu merupakan
penyebab asma. Pemeriksaan darah IgE atopi dilakukan dengan cara
radioallergosorbent test (RAST) bila hasil uji tusuk kulit tidak dapat dilakukan
(pada dermographism) 5,6,7.
5. Uji Hipereaktivitas Bronkus (HRB)
Pada penderita yang menunjukkan FEV1 >90%, HRB dapat dibuktikan
dengan berbagai tes provokasi. Provokasi bronkial dengan menggunakan nebulasi
droplet ekstrak alergen spesifik dapat menimbulkan obstruksi saluran napas pada
penderita yang sensitif. Respon sejenis dengan dosis yang lebih besar, terjadi pada
subyek alergi tanpa asma. Di samping itu, ukuran alergen dalam alam yang
terpajan pada subyek alergi biasanya berupa partikel dengan berbagai ukuran dari
2 µm sampai 20 µm, tidak dalam bentuk nebulasi. Tes provokasi sebenarnya
kurang memberikan informasi klinis dibanding dengan tes kulit. Tes provokasi
nonspesifik untuk mengetahui HRB dapat dilakukan dengan latihan jasmani
(provokasi beban kerja), inhalasi udara dingin atau kering, histamin, dan
metakolin5,6,7
8
Gambar 2.1 Alur Diagnosis Asma10
9
Tabel 2.1 Kriteria Diagnosis Asma10
Gejala Karakteristik
10
Intermiten <6x/tahun atau jarak antar gejala ≥6 minggu
terdengar
11
Frekuensi napas Frekuensi napas
meningkat meningkat
Retraksi minimal Retraksi jelas
Gejala siang hari Tidak (≤ 2x per > 2x per minggu ≥3 kali gambaran
minggu) asma terkontrol
12
tahun seminggu
13
• Bronkopulmonari displasia
• Bronkiektasis
• Diskinesia silia primer
• Fibrosis kistik
4. Kelainan sistem organ lain
• Penyakit refluks gastro-esofagus (GERD)
• Penyakit jantung bawaan
• Gangguan neuromuskular
• Batuk psikogen
14
o Kunjungan ke UGD atau perawatan rumah sakit (RS) karena asma dalam
setahun terakhir
o Tidak teratur berobat sesuai rencana terapi
o Berkurangnya persepsi tentang sesak napas
o Penyakit psikiatrik atau masalah psikososial.
o Alergi makanan
b2-agonis kerja pendek yang dapat digunakan adalah via nebulizer atau via
MDI dan spacer. Pada b2-agonis kerja pendek via nebulizer, lihat responsnya
setelah satu kali penggunaan, jika gejala menghilang, cukup diberikan satu kali.
Jika gejala belum membaik dalam 30 menit, ulangi pemberian sekali lagi. Jika
dengan 2 kali pemberian b2-agonis kerja pendek via nebuliser belum membaik,
segera bawa ke fasyankes8,9.
Selain via nebulizer, dapat juga diberikan serial β2 agonis kerja pendek via
spacer dengan dosis 2 – 4 semprot. Berikan satu semprot diikuti 6 – 8 tarikan
napas, lalu diberikan semprotan berikutnya dengan siklus yang sama. Jika
membaik dengan dosis 2-4 semprot, inhalasi dihentikan. Jika gejala tidak
membaik dengan dosis 4 semprot, segera bawa pasien ke fasyankes.
Pemberian b2-agonis kerja pendek via MDI dan spacer mempunyai
efektivitas yang sama dengan pemberian via nebulizer, dengan catatan pasien
tidak dalam serangan asma berat atau ancaman henti napas, pasien bisa
menggunakan MDI dengan spacer, sebaiknya menggunakan spacer yang baru
atau sebelumnya dicuci dengan air deterjen dan dikeringkan di udara kamar, bila
tidak tersedia spacer bisa digunakan botol plastik 500 ml sebagai pengganti
spacer.
Tatalaksana Serangan Asma di Fasilitas Pelayanan Kesehatan13
Pada tata laksana serangan asma di UGD, lakukan penilaian awal (airway,
breathing, circulation) dan tentukan derajat asma. Pada derajat berat diberikan
Inhalasi kombinasi b2-agonis kerja pendek dan antikolinergik, steroid, oksigen
untuk menjaga SpO2 94-98%, dan dapat diberikan aminofilin. Pada ancaman henti
napas, siapkan ICU dan intubasi bila diperlukan.
15
Nama generik Sediaan Dosis
Metilprednisolon Tablet 4mg 0,5-1 mg/kgBB/hari tiap 6 jam
Tablet 8 mg
Prednison Tablet 5 mg 0,5-1 mg/kgBB/hari tiap 6 jam
Metilprednisolon Vial 125 mg 30 mg dalam 30 menit (dosis
suksinat injeksi Vial 500 mg tinggi) tiap 6 jam
Hidrokortison Vial 100 mg 4 mg/kgBB/kali tiap 6 jam
suksinat injeksi
Deksametason Ampul 0,5-1 mg/kgBB bolus, dilanjutkan
injeksi 1 mg/kgBB/hari diberikan tiap 6-8
jam
Betametason injeksi Ampul 0,05-0,1 mg/kgBB tiap 6 jam
16
Gambar 2.2 Tatalaksana serangan asma di fasyankes (1)13
17
18
Gambar 2.3 Tata laksana serangan asma di fasyankes (2) 13
Gejala asma ringan sedang memberikan respon yang cepat terhadap
inhalasi β2-agonis kerja pendek, seperti salbutamol, terbutalin, prokaterol.
Inhalasi diberikan lewat MDI dengan/tanpa spacer atau nebulizer. Dosis sesuai
beratnya serangan dan respon pasien. Kombinasi β2-agonis kerja pendek dan
ipratropium bromida (antikolinergik) pada serangan asma ringan sedang hingga
berat menurunkan risiko rawat inap dan memperbaiki PEF dan FEV 1
dibandingkan dengan β2-agonis saja. Ipratropium bromida terbukti memberikan
efek dilatasi bronkus lewat peningkatan tonus parasimpatis dalam inervasi otonom
di saluran napas.12,13
Pemberian steroid sistemik dapat mempercepat perbaikan serangan dan
mencegah kekambuhan, dan direkomendasikan untuk diberikan pada semua jenis
serangan. Pemberian per oral sama efektifnya dengan pemberian secara
intravena. Pemberian maksimal 1 kali dalam 1 bulan untuk menghindari efek
samping steroid. 13
Pertimbangkan pemberian aminofilin intravena pada anak dengan serangan
asma berat atau dengan ancaman henti napas yang tidak berespon terhadap dosis
maksimal inhalasi β2-agonis dan steroid sistemik. Dosisnya adalah loading 6-8
mg/kg diberikan dalam 20 menit, dilanjutkan drip 1 mg/kg/jam. Rentang keamaan
aminofilin sempit dan efek samping yang sering adalah mual, muntah, takikardi
dan agitasi. Toksisitas yang berat dapat menyebabkan aritmia, hipotensi, dan
kejang. 1,12,13
Apabila tidak tersedia obat-obatan lain, dapat digunakan adrenalin.
Epinefrin (adrenalin) IM diberikan sebagai terapi tambahan pada asma yang
berhubungan dengan anafilaksis dan angioedema. Dosis 10µ/kg (0.01 ml/kg
adrenalin 1:1000), dengan dosis maksimal 500µ (0.5 ml) secara intramuskular
(IM). Alternatif, apabila pengobatan standar tidak ada perbaikan, dapat diberikan
MgSO4 20% dan 40% dengan cara pemberian bolus, bolus diulang, drip kontinu,
dan inhalasi. Dosis yang dianjurkan adalah 20-100 mg/kg BB (maksimum 2 gram)
diberikan selama 20 menit, dengan drip kontinu dilarutkan dalam larutan
Dekstrosa 5% atau larutan salin dengan pengenceran 60 mg/ml, diberikan dengan
kecepatan 10-20 mg/kg/jam. 1,12,13
19
2.7.2 Tatalaksana Asma Jangka Panjang1,2,12
Tujuan dari tatalaksana jangka panjang adalah mencapai kendali asma
sehingga menjamin tercapainya potensi tumbuh kembang anak secara optimal,
mencakup aktivitas pasien berjalan normal, termasuk bermain dan berolahraga,
gejala tidak timbul pada siang maupun malam hari, kebutuhan obat seminimal
mungkin dan tidak ada serangan, efek samping obat dapat dicegah untuk tidak
atau sesedikit mungkin terjadi, terutama yang memengaruhi tumbuh kembang
anak. Apabila tujuan ini belum tercapai, maka tatalaksananya perlu dievaluasi
kembali. Garis besar dari penatalaksanaan jangka panjang ialah sebagai berikut:
• Penghindaran pencetus, termasuk pengelolaan lingkungan
• Tatalaksana medikamentosa
• KIE (komunikasi, informasi, edukasi)
• Rencana aksi (action plan)
Saat ini, obat asma yang digunakan dibedakan menjadi reliever dan
controller. Reliever adalah obat asma yang bekerja cepat menghilangkan gejala
asma berupa obstruksi saluran respiratorius, seperti β2-agonis kerja pendek,
antikolinergik, steroid sistemik. Sedangkan controller mengatasi masalah dasar
asma yaitu inflamasi respiratori kronik dan mencegah serangan asma, seperti
steroid inhalasi, antileukotrien, kombinasi steroid inhalasi-ß2-agonis kerja
panjang, teofilin lepas lambat, anti- imunoglobulin E.1,2,12
Obat controller (pengendali) dapat diberikan jika diagnosis banding asma
sudah disingkirkan, tata laksana nonmedikamentosa sudah dilakukan
(penghindaran pencetus), faktor penyulit asma seperti rinitis alergi, rinosinusitis,
atau GER sudah ditatalaksana, klasifikasi kekerapan asma adalah asma persisten
(ringan, sedang, berat). Langkah pemberian terapi kendali adalah sebagai
berikut2,9,10:
1. Acuan awal penetapan jenjang tatalaksana jangka panjang menggunakan
klasifikasi kekerapan.
2. Bila suatu jenjang dalam tatalaksana sudah berlangsung selama 6-8 minggu
dan asma belum terkendali, maka tatalaksana naik jenjang di atasnya (step up).
20
3. Bila suatu jenjang dalam tatalaksana sudah berlangsung selama 8-12 minggu
dan asma terkendali penuh, maka tatalaksana turun jenjang di bawahnya (step
down).
4. Perubahan jenjang tatalaksana harus memperhatikan aspek-aspek
penghindaran, penyakit penyerta.
5. Pada Jenjang 4, jika belum terkendali, tatalaksana ditambahkan Omalizumab.
Steroid inhalasi penting diberikan dalam tata laksana asma jangka panjang
untuk menekan inflamasi saluran respiratori. Steroid inhalasi tidak digunakan
pada pada asma intermiten dan wheezing akibat infeksi virus. Efek samping
kandidiasis oral, suara parau dapat dicegah dengan cara berkumur setiap selesai
pemberian steroid inhalasi, kemudian bekas berkumur dibuang. 1,12,13
β2-agonis kerja panjang selalu digunakan bersama steroid inhalasi untuk
memperbaiki fungsi paru dan menurunkan angka serangan asma dan mencegah
spasme bronkus yang dipicu olahraga. Formoterol memiliki awitan kerja yang
lebih cepat daripada salmeterol sehingga formoterol dapat berfungsi sebagai
reliever (pereda). 1,12,13
Antileukotrien terdiri dari antagonis receptor cysteinyl-leukotrien (CysLT1)
seperti montelukast, pranlukast, dan zafirlukast dan Inhibitor 5-lipoxygenase
seperti zileuton. Antileukotrien memiliki efek bronkodilatasi kecil dan bervariasi,
mengurangi gejala termasuk batuk, memperbaiki fungsi paru, dan mengurangi
21
inflamasi jalan napas dan mengurangi eksaserbasi. Jika digunakan sebagai obat
pengendali tunggal, efeknya lebih rendah dibandingkan dengan steroid inhalasi.
Kombinasi steroid inhalasi dan antileukotrien menurunkan angka serangan asma
dan menurunkan kebutuhan dosis steroid inhalasi mencegah terjadinya serangan
asma akibat berolahraga dan OSA (Obstructive Sleep Apnea), dan mencegah
serangan asma akibat infeksi virus pada anak usia di bawah 5 tahun. Pemberian
kombinasi steroid inhalasi dan antileukotrien pada asma persisten efektif
dibandingkan dengan steroid inhalasi dosis sedang. 1,12,13
Teofilin lepas lambat dapat diberikan sebagai preparat tunggal atau
kombinasi dengan steroid inhalasi pada anak usia di atas 5 tahun. Kombinasi
steroid inhalasi dan teofilin lepas lambat akan memperbaiki kendali asma dan
menurunkan dosis steroid inhalasi pada anak dengan asma persisten. Preparat
teofilin lepas lambat lebih dianjurkan karena kemampuan absorbsi dan
bioavaibilitas yang lebih baik. Efek samping berupa mual, muntah, anoreksia,
sakit kepala, palpitasi, takikardi, aritmia, nyeri perut, dan diare terutama pada
dosis tinggi >10mg/kgBB/hari.1,2,12,13
Anti-immunoglobulin E merupakan antibodi monoklonal yang mengurangi
kadar IgE bebas dalam serum dapat diberikan pada anak usia > 6 tahun yang
masih mengalami eksaserbasi dengan steroid inhalasi dosis tinggi dan β2-agonis
kerja panjang, dan terbukti asma karena alergi. Omalizumab diberikan sebagai
injeksi subkutan setiap dua sampai empat minggu dengan berhati-hati reaksi
anafilaksis. Pemberian omalizumab akan menurunkan kebutuhan steroid inhalasi
dan menurunkan angka serangan asma, namun membutuhkan beberapa kali dosis
penyuntikan dan relatif mahal. Efek samping dapat berupa urtikaria, kemerahan,
gatal. Belum ada penelitian jangka panjang.1
Pengendalian asma harus dimonitor teratur setiap bulan dan pencapaian
perbaikan setelah 8-12 minggu. Selain jenis obat, dosis obat, cara pemberian obat
dan kepatuhan, pasien asma perlu dipantau upaya penghindaran faktor pencetus
dan penyakit penyerta asma. Penurunan dosis steroid dipertimbangkan setiap 8-12
minggu, sebesar 25 – 50%.1,2,12
Edukasi sangat penting untuk diberikan kepada pasien dan keluarga yang
bertujuan untuk meningkatkan pemahaman mengenai penyakit asma secara umum
22
dan pola penyakit asma itu sendiri, meningkatkan keterampilan dan kemampuan
dalam penanganan asma atau asma mandiri, meningkatkan rasa percaya diri,
meningkatkan kepatuhan terhadap instruksi pemakaian obat serta membantu
pasien agar melakukan penatalaksanaan dan mengontrol asma. Oleh karena itu,
tindak lanjut (follow up) adalah penting untuk melihat perkembangan daripada
penyakit asma yang dialami oleh pasien – berkait dengan perbaikan gejala dan
faal paru. 1,2,12,13
23
BAB III
LAPORAN KASUS
Nama : PMWP
Tanggal lahir : 04 Agustus 20010
Umur : 7 tahun 5 bulan
Jenis kelamin : Perempuan
Alamat : Jln Dukuh Sari
Agama : Hindu
No. RM : 16004538
Tanggal pemeriksaan : 21 Januari 2018
24
pasien diperbolehkan pulang. Sebelumnya pasien juga pernah rawat inap di RSUP
Sanglah dengan keluhan sesak napas (Mei 2017). Riwayat serangan sesak
dikatakan sekitar 3-4 kali dalam setahun.
Riwayat Sosial
Riwayat Pengobatan
Nebulizer ventolin atau combivent tiap kali keluhan sesak muncul.
Riwayat Persalinan
Pasien lahir secara spontan, cukup bulan, segera menangis, ditolong oleh bidan.
Berat badan lahir 2600 gram, panjang badan dan lingkar kepala saat lahir
dikatakan lupa.
Riwayat Imunisasi
BCG 1 kali, Polio 3 kali, Hepatitis B 4 kali, DPT 3 kali
Riwayat nutrisi
- ASI : sejak usia 0 bulan sampai 24 bulan, on demand
- Susu formula : sejak usia 2 bulan, frekuensi 4 kali/hari
- Bubur susu : sejak usia 6 bulan, frekuensi 3 kali/hari
- Nasi tim : sejak usia 12 bulan, frekuensi 3 kali/hari
- Makanan dewasa : sejak usia 24 bulan, frekuensi 3 kali/hari
25
- Berjalan : 15 bulan
Riwayat Alergi
Riwayat alergi (gatal-gatal akibat makanan, bersi-bersin) disangkal oleh
orangtua pasien
26
Perkusi : timpani
Kulit : Turgor kembali cepat
Genitalia : Laki-laki
Inguinal : Pembesaran kelenjar (-)
Ekstremitas : Akral hangat (+), CRT < 2 detik
Status Antropometri :
BB : 22 kg
TB : 130 cm
BB/U : P 25-50
TB/U : P 90-97
27
BAB V
KESIMPULAN
28
penatalaksanaan serangan asma dibagi menjadi dua yaitu pengobatan yang
dilakukan di rumah dan di rumah sakit.
Penatalaksanaan Asma Intermitten dengan Serangan Berat pada pasien ini
adalah dengan pemberian oksigen, rehidrasi, loading, nebulisasi, dimana langkah
tersebut sudah sesuai dengan protap yang sudah ada.
29