Anda di halaman 1dari 5

UPAYA MITIGASI TERHADAP BANJIR

ROB DI KOTA SEMARANG AKIBAT


KENAIKAN MUKA AIR LAUT DAN
PENURUNAN TANAH
Oleh :
Buddin A. Hakim
Magister Ilmu Lingkungan Universitas Diponegoro Semarang

PENDAHULUAN
Salah satu bencana yang dominan terdapat di kawasan pesisir adalah bencana
banjir pasang (rob). Banjir pasang dalam pengertian disini adalah merupakan
perluasan dari sisi kanan dan sisi kiri dari sungai-sungai yang bermuara ke laut
atau dekat dengan daerah pantai dan sering tergenang pada waktu terjadinya
pasang naik (Gerrald dalam Sukaimah, 2002). Sedangkan menurut Anonimus
dalam Sukaimah (2002), rob adalah peristiwa masuknya air laut ke darat yang
terjadi pada waktu air laut pasang.
Banjir merupakan bencana yang dapat memberikan ancaman serius terhadap
penduduk, terutama mereka yang menempati bantaran sungai-sungai besar atau
tinggal di daerah dataran rendah atau (ledokan) serta di wilayah pesisir. Lockwood
dalam Sukaimah (2002) mendefinisikan banjir sebagai meluapnya air sungai yang
menggenangi daerah yang rendah terutama di sekitar sungai luapan sungai terjadi
karena karena adanya debit sungai yang besar, sehingga kapasitas saluran tidak
mampu menampung debit air yang ada atau dengan kata lain kapasitas tampung
sungai terlampaui. Untuk kawasan pantai keadaan pasang naik air laut sangat
mempengaruhi terjadinya banjir. Jenis banjir akibat pasang surut ini yang akan
dikaji lebih jauh.
Faktor relief atau tinggi rendahnya kawasan daratan dan sistem drainase
berpengaruh terhadap daratan dalam terjadinya rob pada saat terjadi pasang naik.
Hal ini mengakibatkan wilayah pesisir Demak menjadi pelanggan tetap banjir rob.
Efek atau dampak yang timbul dari rob pada kawasan pesisir antara lain : rumah
dan jalan setapak pada kawasan pemukiman akan mudah rusak, terganggunya
transportasi, perubahan tata guna lahan, serta pengkorosian semua pipa-pipa
PDAM sehingga ketersediaan air bersih akan terganggu (Khristian, 2003)

Pada kawasan pantai Kota Semarang sering terjadi banjir akibat dari pasang
surut air laut, yang terkenal dengan banjir rob. Banjir rob adalah genangan air
pada bagian daratan pantai yang terjadi pada saat air laut pasang. Banjir rob
menggenangi bagian daratan pantai atau tempat yang lebih rendah dari muka air
laut pasang tinggi (high water level). Beberapa literatur mengulas bahwa fenomena
banjir rob kawasan pantai Semarang merupakan akibat dari beberapa peristiwa
berikut :
• Perubahan penggunaan lahan di wilayah pantai: lahan tambak, rawa dan
sawah, yang dulu secara alami dapat menampung pasang air laut telah berubah
menjadi lahan pemukiman, kawasan industri dan pemanfaatan lainnya, dengan
cara mengurug tambak, rawa dan sawah, sehingga air laut tidak tertampung lagi,
kemudian menggenangi kawasan yang lebih rendah lainnya. Dari sekitar 790,5 Ha
lahan di Kecamatan Semarang Utara sudah tidak ada lahan tambak, dan dari
sekitar 585 Ha lahan total di Kecamatan Semarang Barat hanya terdapat sekitar
126,5 Ha lahan tambak (Bappeda, 2000)
• Penurunan tanah di kawasan pantai (land subsidence). Penurunan muka
tanah pada wilayah pantai Kota Semarang berkisar antara 2-25 cm/tahun. Khusus
di wilayah Kelurahan Bandarharjo, Tanjung Mas dan sebagian kelurahan Terboyo
Kulon emncapai 20 cm/tahun (Dit. Geologi dan tata Lingkungan, 1999)
• Penurunan permukaan air tanah sebagai akibat dari penggunaan air tanah
yang berlebihan, dan recharge air tanah pada kawasan konservasi yang buruk.
Pengambilan air tanah Kota Semarang sebesar 35,639 x 106 M6/tahun (Dit.
Geologi dan Tata Lingkungan, 1998)
• Kenaikan muka air laut (sea level rise) sebagai efek pemanasan global.
Antara tahun 1990 hingga tahun 2100 akan terjadi kenaikan suhu rerata
permukaan bumi sebesar 1,4 0C – 5,8 0C. Pemansan global itu akan menyebabkan
perubahan iklim bumi, dan kenaikan muka air laut (Sea Level Rise) sekitar 1,00 M
pada tahun 2100 (Intergovernmental Panel on Climate Change-IPCC-Working
Group 2, 2001)

Kenaikan Muka Air Laut (Sea Level Rise) di Semarang


Penurunan Tanah (Land subsidence) di Semarang

Mitigasi Bencana Akibat Banjir Rob di Kota Semarang

Curah hujan, kemiringan lereng, penggunaan lahan, orde sungai dan litologi
merupakan lima aspek fisik dasar yang dianggap berperan dalam penetapan
kawasan berpotensi banjir, selanjutnya dengan penggabungan informasi dari
kelima aspek tersebut dapat diklasifikasikan menjadi beberapa kawasan,
yakni(1)kawasan rawan banjir, (2) kawasan berpotensi banjir, (3) kawasan relative
aman banjir dan (4) kawasan aman banjir.

Perlindungan pantai dari abrasi


Akar-akar pohon bakau yang mencuat di atas tanah dapat menahan
hantaman ombak dari laut sehingga terhindar dari bahaya abrasi pantai.
Penahan perembesan air asin ke daratan
Dengan adanya pohon-pohon bakau di tepi pantai, perembesan air asin ke daratan
dapat terbendung. Kemusnahan hutan bakau di tepi pantai akan mengakibatkan
perembesan (instrusi) air asin jauh ke daratan. Contoh: di pantai Jakarta dari 1.200
hektar hutan bakau tahun 1988, pada tahun 2003 hanya tinggal 327 hektar
(27%), sehingga menyebabkan instrusi air laut telah mencapai 14 km atau
tepatnya sudah sampai di kawasan Monumen Nasional (Monas)

Anda mungkin juga menyukai