Anda di halaman 1dari 14

KEBIJAKAN AKREDITASI FASILITAS KESEHATAN TINGKAT PERTAMA

I. Deskripsi Singkat
Dalam rangka peningkatan pelayanan kepada masyarakat oleh Fasilitas
Kesehatan Tingkat Pertama, dilakukan berbagai upaya peningkatan mutu dan kinerja
antara lain dengan pembakuan dan pengembangan sistem manajemen mutu dan
upaya perbaikan kinerja yang berkesinambungan baik dalam pelayanan klinis,
manajemen, dan penyelenggaraan upaya-upaya kesehatan di Puskesmas.
Upaya pembakuan dan pengembangan sistem manajemen mutu dan upaya
perbaikan kinerja yang berkesinambungan di Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama ini
dilakukan antara lain dengan Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
Akreditasi terhadap Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dilakukan oleh lembaga
independen yang diberikan kewenangan oleh Kementerian Kesehatan Republik
Indonesia.
Kebijakan Akreditasi terhadap Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama sudah
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46
Tahun 2015 Tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri
Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.
Untuk melaksanakan survei akreditasi, Menteri Kesehatan telah menetapkan
Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/59/2015.
Selain itu sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
(Permenkes nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan
Kesehatan Nasional) Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama juga
dipersyaratkan dalam rangka kerjasama dengan BPJS.

II. Tujuan Pembelajaran


a. Tujuan Pembelajaran Umum
Setelah mengikuti pelatihan, peserta mampu memahami tentang Kebijakan
Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama.
b. Tujuan Pembelajaran Khusus
Setelah pembelajaran selesai, peserta latih mampu menjelaskan tentang:
1. Kebijakan Puskesmas,
2. Kebijakan Klinik,
3. Akreditasi FKTP.

III. Pokok Bahasan dan/ atau Sub Pokok Bahasan


1. Prinsip penyelenggaraan, tugas, fungsi dan wewenang Puskesmas
a. Prinsip Penyelenggaraan Puskesmas
b. Tugas dan Fungsi Puskesmas
2. Kebijakan Pemerintah tentang Klinik
3. Akreditasi FKTP

IV. Bahan Belajar


 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas.
 Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 09 Tahun 2014 tentang Klinik.
 Surat Keputusan Menteri Kesehatan RI No.46 Tahun 2015 tentang Akreditasi
FKTP.
 Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/59/2015 tentang Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan
Tingkat Pertama
 Standar dan Instrumen Akreditasi FKTP.

V. Langkah-langkah Kegiatan Pembelajaran


Langkah 1. Pengkondisian peserta
a. Fasilitator menyapa peserta dengan ramah dan hangat. Perkenalkan
diri dengan nama lengkap, instansi tempat bekerja dan materi yang
akan disampaikan.
b. Sampaikan tujuan pembelajaran materi ini dan pokok bahasan yang
akan disampaikan, sebaiknya dengan menggunakan bahan tayang.
Langkah 2. Penyampaian materi
Fasilitator menyampaikan paparan seluruh materi meliputi Kebijakan
Pemerintah tentang Puskesmas dan Kebijakan Pemerintah tentang Klinik
sesuai urutan pokok bahasan dan sub pokok bahasan dengan
menggunakan bahan tayang. Fasilitator menyampaikan materi dengan
metode ceramah dan tanya jawab.
Langkah 3. Rangkuman dan Kesimpulan
a. Fasilitator melakukan evaluasi untuk mengetahui penyerapan
peserta terhadap materi yang disampaikan dan pencapaian tujuan
pembelajaran.
b. Fasilitator merangkum poin-poin penting dari materi yang
disampaikan.
c. Fasilitator membuat kesimpulan.

VI. Uraian Materi


Kebijakan Pemerintah tentang Puskesmas
Pusat Kesehatan Masyarakat yang selanjutnya disebut Puskesmas adalah fasilitas
pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan upaya kesehatan masyarakat dan
upaya kesehatan perseorangan tingkat pertama, dengan lebih mengutamakan upaya
promotif dan preventif, untuk mencapai derajat kesehatan masyarakat yang setinggi-
tingginya di wilayah kerjanya.
Akreditasi Puskesmas adalah pengakuan terhadap Puskesmas yang diberikan
oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri
setelah dinilai bahwa Puskesmas telah memenuhi standar pelayanan Puskesmas
yang telah ditetapkan oleh Menteri untuk meningkatkan mutu pelayanan Puskesmas
secara berkesinambungan.
Pembangunan kesehatan yang diselenggarakan di Puskesmas bertujuan untuk
mewujudkan masyarakat yang:
a. Memiliki perilaku sehat yang meliputi kesadaran, kemauan dan kemampuan
hidup sehat,
b. Mampu menjangkau pelayanan kesehatan yang bermutu,
c. Hidup dalam lingkungan yang sehat,
d. Memiliki derajat kesehatan yang optimal, baik individu, keluarga, kelompok dan
masyarakat.
Prinsip penyelenggaraan Puskesmas
Keberadaan Puskesmas sebagai ujung tombak pelayanan kesehatan kepada
masyarakat milik pemerintah sangat menentukan terhadap pencapaian tujuan
pembangunan kesehatan. Konsep dasar Puskesmas sebelumnya diatur dalam Surat
Keputusan Menteri Kesehatan RI Nomor 128 Tahun 2004 yang memuat tentang
Konsep Puskesmas serta Tugas dan Fungsi Puskesmas.
Seiring dengan perkembangan masyarakat dan tuntutan peningkatan kualitas
pelayanan Puskesmas, selanjutnya telah ditetapkan Peraturan Menteri Kesehatan RI
Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas. Berdasarkan Peraturan Menteri
Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014 tersebut ditetapkan Prinsip Penyelenggaraan
Puskesmas adalah meliputi:
1) paradigma sehat;
2) pertanggungjawaban wilayah;
3) kemandirian masyarakat;
4) pemerataan;
5) teknologi tepat guna; dan
6) keterpaduan dan kesinambungan.

Tugas dan Fungsi Puskesmas


Puskesmas mempunyai tugas melaksanakan kebijakan kesehatan untuk
mencapai tujuan pembangunan kesehatan di wilayah kerjanya dalam rangka
mendukung terwujudnya kecamatan sehat.
Dalam melaksanakan tugasnya, Puskesmas menyelenggarakan fungsi:
a. penyelenggaraan UKM tingkat pertama di wilayah kerjanya; dan
b. penyelenggaraan UKP tingkat pertama di wilayah kerjanya.

Dalam menjalankan fungsinya, Puskesmas berwenang untuk:


a. Melaksanakan perencanaan berdasarkan analisis masalah kesehatan masyarakat
dan analisis kebutuhan pelayanan yang diperlukan.
b. Melakukan advokasi dan sosialisasi kebijakan kesehatan.
c. Melaksanakan komunikasi, informasi dan edukasi, dan pemberdayaan
masyarakat dalam bidang kesehatan.
d. Menggerakkan masyarakat untuk mengidentifikasi dan menyelesaikan masalah
kesehatan pada setiap tingkat perkembangan masyarakat yang bekerjasama
dengan sektor terkait.
e. Melaksanakan pembinaan teknis terhadap jaringan pelayanan dan upaya
kesehatan berbasis masyarakat.
f. Melaksanakan peningkatan kompetensi sumber daya manusia Puskesmas.
g. Memantau pelaksanaan pembangunan agar berwawasan kesehatan.
h. Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap akses, mutu dan
cakupan pelayanan kesehatan.
i. Memberikan rekomendasi terkait masalah kesehatan masyarakat, termasuk
dukungan terhadap sistem kewaspadaan dini dan respons penanggulangan
penyakit.

Dalam menjalankan tugasnya, Puskesmas berwenang untuk:


a. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dasar secara komprehensif,
berkesinambungan dan bermutu;
b. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan upaya
promotif dan preventif;
c. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang berorientasi pada individu,
keluarga, kelompok dan masyarakat;
d. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan yang mengutamakan keamanan
dan keselamatan pasien, petugas dan pengunjung;
e. Menyelenggarakan pelayanan kesehatan dengan prinsip koordinatif dan
kerjasama inter dan antar profesi;
f. Melaksanakan rekam medis;
g. Melaksanakan pencatatan, pelaporan dan evaluasi terhadap mutu dan
akses pelayanan kesehatan;
h. Melaksanakan peningkatan kompetensi tenaga kesehatan;
i. Mengkoordinasikan dan melaksanakan pembinaan fasilitas kesehatan
tingkat pertama di wilayah kerjanya;
j. Melaksanakan penapisan rujukan sesuai dengan indikasi medis dan Sistem
Rujukan.
Kebijakan Pemerintah tentang Klinik
Kebijakan pemerintah rentang Klinik diatur dengan Peraturan Menteri Kesehatan
Nomor 09 Tahun 2014 tentang Klinik.
Klinik adalah fasilitas pelayanan kesehatan yang menyelenggarakan pelayanan
kesehatan perorangan yang menyediakan pelayanan medis dasar dan/atau
spesialistik. Berdasarkan jenis pelayanan, Klinik dibagi menjadi:
a. Klinik pratama; dan
b. Klinik utama.
Klinik pratama merupakan Klinik yang menyelenggarakan pelayanan medik dasar
baik umum maupun khusus. Klinik utama merupakan Klinik yang menyelenggarakan
pelayanan medik spesialistik atau pelayanan medik dasar dan spesialistik.
Klinik dapat mengkhususkan pelayanan pada satu bidang tertentu berdasarkan
cabang/disiplin ilmu atau sistem organ. Ketentuan lebih lanjut mengenai Klinik
dengan kekhususan pelayanan diatur oleh Menteri.
Klinik dapat dimiliki oleh Pemerintah, Pemerintah Daerah, atau masyarakat.
Pemerintah daerah kabupaten/ kota mengatur persebaran Klinik yang
diselenggarakan masyarakat di wilayahnya dengan memperhatikan kebutuhan
pelayanan berdasarkan rasio jumlah penduduk. Lokasi Klinik harus memenuhi
ketentuan mengenai persyaratan kesehatan lingkungan sesuai dengan ketentuan
peraturan perundang-undangan. Ketentuan mengenai persebaran Klinik tidak
berlaku untuk Klinik perusahaan atau Klinik instansi pemerintah tertentu yang hanya
melayani karyawan perusahaan, warga binaan, atau pegawai instansi tersebut.
Bangunan Klinik harus bersifat permanen dan tidak bergabung fisik
bangunannya dengan tempat tinggal perorangan. Ketentuan tempat tinggal
perorangan sebagaimana dimaksud tidak termasuk apartemen, rumah toko, rumah
kantor, rumah susun, dan bangunan yang sejenis. Bangunan Klinik harus
memperhatikan fungsi, keamanan, kenyamanan dan kemudahan dalam pemberian
pelayanan serta perlindungan keselamatan dan kesehatan bagi semua orang
termasuk penyandang cacat, anak-anak dan orang usia lanjut.
Bangunan Klinik paling sedikit terdiri atas:
a. ruang pendaftaran/ruang tunggu;
b. ruang konsultasi;
c. ruang administrasi;
d. ruang obat dan bahan habis pakai untuk klinik yang melaksanakan
pelayanan farmasi;
e. ruang tindakan;
f. ruang/pojok ASI;
g. kamar mandi/wc; dan
h. ruangan lainnya sesuai kebutuhan pelayanan.

Selain persyaratan sebagaimana dimaksud, Klinik rawat inap harus memiliki:


a. ruang rawat inap yang memenuhi persyaratan;
b. ruang farmasi;
c. ruang laboratorium; dan
d. ruang dapur.

Jumlah tempat tidur pasien pada Klinik rawat inap paling sedikit 5 (lima) buah
dan paling banyak 10 (sepuluh) buah.
Prasarana Klinik meliputi:
a. instalasi sanitasi;
b. instalasi listrik;
c. pencegahan dan penanggulangan kebakaran;
d. ambulans, khusus untuk Klinik yang menyelenggarakan rawat inap; dan
e. sistem gas medis;
f. sistem tata udara;
g. sistem pencahayaan;
h. prasarana lainnya sesuai kebutuhan.

Sarana dan Prasarana Klinik sebagaimana dimaksud harus dalam keadaan


terpelihara dan berfungsi dengan baik.
Penanggung jawab teknis Klinik harus seorang tenaga medis, memiliki Surat
Izin Praktik (SIP) di Klinik tersebut, dan dapat merangkap sebagai pemberi
pelayanan. Tenaga Medis hanya dapat menjadi penanggung jawab teknis pada 1
(satu) Klinik.
Tenaga medis pada Klinik pratama yang memberikan pelayanan kedokteran
paling sedikit terdiri dari 2 (dua) orang dokter dan/atau dokter gigi sebagai
pemberi pelayanan.
Setiap tenaga medis yang berpraktik di Klinik harus mempunyai Surat Tanda
Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) sesuai ketentuan peraturan perundang-
undangan.
Setiap tenaga kesehatan lain yang bekerja di Klinik harus mempunyai Surat
Tanda Registrasi (STR), dan Surat Izin Kerja (SIK) atau Surat Izin Praktik (SIP) sesuai
ketentuan peraturan perundang-undangan.
Setiap tenaga kesehatan yang bekerja di Klinik harus bekerja sesuai dengan
standar profesi, standar prosedur operasional, standar pelayanan, etika profesi,
menghormati hak pasien, serta mengutamakan kepentingan dan keselamatan
pasien.
Klinik harus dilengkapi dengan peralatan medis dan non-medis yang memadai
sesuai dengan jenis pelayanan yang diberikan. Peralatan medis dan non-medis
sebagaimana dimaksud harus memenuhi standar mutu, keamanan, dan
keselamatan. Selain memenuhi standar mutu, peralatan medis harus memiliki izin
edar sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Peralatan medis yang digunakan di Klinik harus diuji dan dikalibrasi secara
berkala oleh institusi pengujian fasilitas kesehatan yang berwenang.
Klinik rawat jalan tidak wajib melaksanakan pelayanan farmasi.
Klinik rawat jalan yang menyelenggarakan pelayanan kefarmasian wajib
memiliki apoteker yang memiliki Surat Izin Praktik Apoteker (SIPA) sebagai
penanggung jawab atau pendamping.
Klinik rawat inap wajib memiliki instalasi farmasi yang diselenggarakan
apoteker. Instalasi farmasi melayani resep dari dokter Klinik yang bersangkutan,
serta dapat melayani resep dari dokter praktik perorangan maupun Klinik lain.
Klinik yang menyelenggarakan pelayanan rehabilitasi medis pecandu narkotika,
psikotropika, dan zat adiktif lainnya wajib memiliki instalasi farmasi yang
diselenggarakan oleh apoteker.
Klinik rawat inap wajib menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan
laboratorium klinik.
Klinik rawat jalan dapat menyelenggarakan pengelolaan dan pelayanan
laboratorium klinik.
Setiap penyelenggaraan Klinik wajib memiliki izin mendirikan dan izin
operasional. Izin mendirikan diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota.
Izin operasional diberikan oleh Pemerintah Daerah Kabupaten/ Kota atau Kepala
Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota.
Untuk mendapatkan izin operasional, penyelenggara Klinik harus memenuhi
persyaratan teknis dan administrasi. Persyaratan teknis meliputi persyaratan lokasi,
bangunan, prasarana, ketenagaan, peralatan, kefarmasian, dan laboratorium.
Persyaratan administrasi meliputi izin mendirikan dan rekomendasi dari Dinas
Kesehatan Kabupaten/ Kota.
Izin operasional diberikan untuk jangka waktu 5 (lima) tahun dan dapat
diperpanjang kembali selama memenuhi persyaratan. Perubahan izin operasional
Klinik harus dilakukan apabila terjadi:
a. perubahan nama;
b. perubahan jenis badan usaha; dan/atau
c. perubahan alamat dan tempat.
Klinik menyelenggarakan pelayanan kesehatan perorangan yang bersifat
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif. Pelayanan kesehatan yang bersifat
promotif, preventif, kuratif dan rehabilitatif sebagaimana dimaksud pada ayat (1)
dilaksanakan dalam bentuk rawat jalan, rawat inap, pelayanan satu hari (one day
care) dan/atau home care.
Penyelenggara Klinik wajib:
a. memasang nama dan klasifikasi Klinik;
b. membuat dan melaporkannya kepada Dinas Kesehatan daftar tenaga medis
dan tenaga kesehatan lain yang bekerja di Klinik dengan menyertakan:
1) nomor Surat Tanda Registrasi (STR) dan Surat Izin Praktik (SIP) bagi tenaga
medis;
2) nomor surat izin sebagai tanda registrasi atau Surat Tanda Registrasi (STR),
dan Surat Izin Praktik (SIP) atau Surat Izin Kerja (SIK) bagi tenaga kesehatan
lain.
c. melaksanakan pencatatan untuk penyakit-penyakit tertentu dan melaporkan
kepada Dinas Kesehatan Kabupaten/ Kota dalam rangka pelaksanaan program
pemerintah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan.
Berdasarkan kepemilikannya, Klinik dapat dimiliki oleh Pemerintah, Pemerintah
Daerah, atau masyarakat.
Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 09 Tahun 2014 tentang Klinik juga
mengatur persyaratan mengenai lokasi, bangunan, prasarana, ketenagaan,
peralatan, kefarmasian, laboratorium serta ketentuan mengenai Perizinan,
Penyelenggaran serta Pembinaan dan pengawasan.

Kebijakan Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama


Agar Puskesmas dapat menjalankan fungsinya secara optimal, kinerja
pelayanan, proses pelayanan, maupun sumber daya yang digunakan perlu dikelola
dengan baik. Masyarakat menghendaki pelayanan kesehatan yang aman dan
bermutu, serta dapat menjawab kebutuhan mereka, oleh karena itu upaya
peningkatan mutu, manajemen risiko dan keselamatan pasien perlu diterapkan
dalam pengelolaan Puskesmas dalam memberikan pelayanan kesehatan yang
komprehensif kepada masyarakat melalui upaya pemberdayaan masyarakat dan
swasta.
Penilaian keberhasilan Puskesmas dapat dilakukan oleh internal organisasi
Puskesmas itu sendiri, yaitu dengan ”Penilaian Kinerja Puskesmas,” yang
mencakup manajemen sumber daya termasuk alat, obat, keuangan dan tenaga,
serta didukung dengan manajemen sistem pencatatan dan pelaporan, disebut
Sistem Informasi Manajemen Puskesmas (SIMPUS).
Untuk menjamin bahwa perbaikan mutu, peningkatan kinerja dan penerapan
manajemen risiko dilaksanakan secara berkesinambungan di Puskesmas, maka
perlu dilakukan penilaian oleh pihak eksternal dengan menggunakan standar yang
ditetapkan yaitu melalui mekanisme akreditasi.
Kebijakan Akreditasi terhadap Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama sudah
ditetapkan dengan Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46
Tahun 2015 Tentang Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri
Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.
Untuk melaksanakan survei akreditasi, Menteri Kesehatan telah menetapkan
Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/59/2015.
Selain itu sesuai dengan Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia
(Permenkes nomor 71 tahun 2013 tentang Pelayanan Kesehatan pada Jaminan
Kesehatan Nasional) Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama juga
dipersyaratkan dalam rangka kerjasama dengan BPJS.
Tujuan utama akreditasi Puskesmas adalah untuk pembinaan peningkatan
mutu, kinerja melalui perbaikan yang berkesinambungan terhadap sistem
manajemen, sistem manajemen mutu dan sistem penyelenggaraan pelayanan dan
program, serta penerapan manajemen risiko, dan bukan sekedar penilaian untuk
mendapatkan sertifikat akreditasi.
Pendekatan yang dipakai dalam akreditasi Puskesmas adalah keselamatan dan
hak pasien dan keluarga, dengan tetap memperhatikan hak petugas. Prinsip ini
ditegakkan sebagai upaya meningkatkan kualitas dan keselamatan pelayanan.
Pasal 2 Permenkes Nomor 46 Tahun 2015 menyatakan bahwa Pengaturan
Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Tempat
Praktik Mandiri Dokter gigi bertujuan untuk:
a. Meningkatkan mutu pelayanan dan keselamatan pasien;
b. Meningkatkan perlindungan: bagi sumber daya manusia kesehatan,
masyarakat dan lingkungannya serta Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat
Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktek Mandiri Dokter Gigi sebagai
institusi;
c. Meningkatkan kinerja Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri
Dokter dan Tempat Praktek Mandiri Dokter Gigi dalam pelayanan kesehatan
perseorangan dan/atau kesehatan masyarakat.
Akreditasi Puskesmas dan Klinik Pratama dilakukan setiap 3 (tiga) tahun.
Akreditasi Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi
dilakukan setiap 5 (lima) tahun.
Untuk melaksanakan survei akreditasi, Menteri Kesehatan telah menetapkan
Komisi Akreditasi Fasilitas Kesehatan Tingkat Pertama dengan Keputusan Menteri
Kesehatan Republik Indonesia Nomor HK.02.02/MENKES/59/2015. Survei
akreditasi dilakukan oleh surveior Akreditasi dari lembaga independen
penyelenggara Akreditasi yang ditetapkan oleh Menteri. Lembaga independen
penyelenggara Akreditasi bersifat mandiri dalam proses pelaksanaan, pengambilan
keputusan dan penetapan status Akreditasi. Lembaga independen penyelenggara
Akreditasi bertugas melakukan survei dan penetapan status Akreditasi. Dalam
melakukan survei dan penetapan Akreditasi, lembaga independen penyelenggara
Akreditasi harus berpedoman pada standar Akreditasi dan ketentuan perundang-
undangan. Lembaga independen penyelenggara Akreditasi wajib menyusun tata
laksana penyelenggaraan kreditasi yang akuntabel dan dapat diakses oleh
masyarakat.
Lembaga independen Akreditasi wajib melaporkan Puskesmas, Klinik Pratama,
tempat praktek mandiri dokter umum dan tempat praktek mandiri dokter gigi yang
telah diakreditasi kepada Menteri melalui Direktur Jenderal dengan tembusan
kepada Kepala Dinas Kesehatan Provinsi dan Kepala Dinas Kesehatan
Kabupaten/Kota.
Pendanaan penyelenggaraan Akreditasi, kegiatan pendampingan dan penilaian
Pra-akreditasi, serta pendampingan pasca akreditasi pada Puskesmas, Klinik
Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi
milik pemerintah atau pemerintah Daerah dibebankan kepada Anggaran
Pendapatan dan Belanja Negara atau Anggaran Pendapatan dan Belanja Daerah.
Pendanaan penyelenggaraan Akreditasi, kegiatan pendampingan dan penilaian
Pra-akreditasi, serta pendampingan pasca akreditasi pada Klinik Pratama, Tempat
Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi milik milik swasta/
masyarakat dibebankan kepada pemilik Klinik Pratama, Tempat Praktek Mandiri
Dokter dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.
Surveior Akreditasi Puskesmas terdiri dari surveior bidang administrasi dan
manajemen, bidang upaya kesehatan masyarakat dan bidang upaya kesehatan
perseorangan. Surveior Akreditasi Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter
dan Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi terdiri dari surveior bidang administrasi
manajemen dan bidang upaya kesehatan perseorangan.
Penetapan Akreditasi merupakan hasil akhir survei Akreditasi oleh surveior dan
keputusan rapat lembaga independen penyelenggara akreditasi. Penetapan
Akreditasi dilakukan oleh lembaga independen penyelenggara akreditasi yang
ditetapkan oleh Menteri. Penetapan Akreditasi dibuktikan dengan sertifikat
Akreditasi.
Penetapan Status Akreditasi Puskesmas terdiri atas:
a. Tidak terakreditasi;
b. Terakreditasi dasar;
c. Terakreditasi madya;
d. Terakreditasi utama; atau
e. Terakreditasi paripurna.
Penetapan status Akreditasi Klinik Pratama terdiri atas:
a. Tidak terakreditasi;
b. Terakreditasi dasar;
c. Terakreditasi madya; atau
d. Terakreditasi paripurna.
Penetapan status Akreditasi Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik
Mandiri Dokter Gigi terdiri atas:
a. Tidak terakreditasi; atau
b. Terakreditasi.
Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik
Mandiri Dokter Gigi yang telah mendapatkan status akreditasi dapat
mencantumkan Status Akreditasi di bawah atau di belakang nama Puskesmas,
Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter atau Tempat Praktik Mandiri Dokter
Gigi, dengan huruf lebih kecil.
Menteri, Gubernur, Bupati/Walikota melakukan pembinaan dan pengawasan
penyelenggaraan Akreditasi sesuai tugas dan wewenang masing-masing, untuk
menjamin akuntabilitas pelaksanaan Akreditasi dan kesinambungan upaya
peningkatan mutu Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter atau
Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.
Akreditasi Puskesmas menilai tiga kelompok pelayanan di Puskesmas, yaitu
kelompok administrasi manajemen, yang diuraikan dalam Bab I, II, dan III,
kelompok Upaya Kesehatan Masyarakat (UKM), yang diuraikan dalam Bab IV, V,
dan VI, dan kelompok Upaya Kesehatan Perseorangan atau Pelayanan Kesehatan
yang diuraikan dalam bab VII, VIII, dan IX.
Standar akreditasi Puskesmas disusun dalam 9 Bab, yang terdiri dari:
Bab I. Penyelenggaraan Pelayanan Puskesmas (PPP)
Bab II. Kepemimpinan dan Manajemen Puskesmas (KMP)
Bab III. Peningkatan Mutu Puskesmas (PMP)
Bab IV. Upaya Kesehatan Masyarakat yang Berorientasi Sasaran (UKMBS)
Bab V. Kepemimpinan dan Manajemen Upaya Kesehatan Masyarakat
(KMUKM)
Bab VI. Sasaran Kinerja Upaya Kesehatan Masyarakat (SKUKM)
Bab VII. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (LKBP)
Bab VIII. Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK)
Bab IX. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (PMKP)
Standar akreditasi Klinik Pratama disusun dalam 4 Bab, yaitu:
Bab I. Kepemimpinan dan Manajemen Klinik (KMK)
Bab II. Layanan Klinis yang Berorientasi Pasien (LKBP)
Bab III. Manajemen Penunjang Layanan Klinis (MPLK)
Bab IV. Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan Pasien (PMKP)
Standar Akreditasi Tempat Praktik Mandiri Dokter dan Tempat Praktik Mandiri
Dokter Gigi disusun dalam 2 Bab, yaitu:
Bab I. Kepemimpinan dan Manajemen Praktik Mandiri (KMPM)
Bab II. Layanan Klinis dan Peningkatan Mutu Klinis dan Keselamatan
Pasien (LKPM)
VII. Referensi
1. Peraturan Menteri Kesehatan RI Nomor 75 Tahun 2014 tentang Puskesmas.
2. Peraturan Menteri Kesehatan Nomor 09 Tahun 2014 tentang Klinik.
3. Peraturan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor 46 Tahun 2015 Tentang
Akreditasi Puskesmas, Klinik Pratama, Tempat Praktik Mandiri Dokter dan
Tempat Praktik Mandiri Dokter Gigi.
4. Keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia Nomor
HK.02.02/MENKES/59/2015 tentang Komisi Akreditasi FKTP.

Anda mungkin juga menyukai