Modul Tatalaksana Standar Pneumonia
Modul Tatalaksana Standar Pneumonia
OBESITAS
Disusun Oleh:
Dwitya Noviari (1061050124)
Hillary Margareth Sarapung (1061050121)
PENDAHULUAN
Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, terutama pada usia
anak-anak. Bahkan WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi
global, sehingga obesitas sudah merupakan suatu problem kesehatan yang harus segera
ditangani. Pada awalnya obesitas di pandang sebagai tren atau gaya hidup sebagai tanda
kesuksesan seseorang, dengan memiliki badan yang gemuk menandakan seseorang hidup
berkecukupan. Namun sekarang obesitas telah menjadi masalah yang serius karena
memicu timbulnya berbagai komplikasi penyakit yang menyertainya. Masalah obesitas
kini telah menjadi perhatian khusus badan kesehatan dunia.
Di Indonesia, penelitian pada anak Sekolah Dasar (SD) dibeberapa kota besar
menunjukkan kisaran jumlah antara 2,1–25%. Obesitas secara umum disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara asupan energi dan pengeluarannya. Obesitas pada masa anak
berisiko tinggi menjadi obesitas dimasa dewasa dan berpotensi mengalami penyakit
metabolik dan penyakit degeneratif dikemudian hari. 1,3,4 Profil lipid darah pada anak
obesitas menyerupai profil lipid pada penyakit kardiovaskuler dan anak yang obesitas
mempunyai risiko hipertensi lebih besar.
Saat ini, penelitian terhadap program intervensi, baik berupa diet, olahraga,
ataupun keduanya, baru mencakup <20% dari seluruh populasi anak obesitas. Pada
umumnya, indikator yang digunakan adalah indeks massa tubuh (IMT) dan tingkat
kesegaran jasmani. IMT sebagai kriteria obesitas telah banyak diteliti dan dianggap baik
untuk menentukan obesitas pada anak, sedangkan kesegaran jasmani diketahui dapat
mempengaruhi kesehatan fisik anak obesitas.
Menurut Dietz terdapat 3 periode kritis dalam masa tumbuh kembang anak
dalam kaitannya dengan terjadinya obesitas, yaitu: periode pranatal, terutama trimester 3
kehamilan, periode adiposity rebound pada usia 6 – 7 tahun dan periode adolescence.
Pada bayi dan anak yang obesitas, sekitar 26,5% akan tetap obesitas untuk 2 dekade
berikutnya dan 80% remaja yang obesitas akan menjadi dewasa yang obesitas. Menurut
Taitz, 50% remaja yang obesitas sudah mengalami obesitas sejak bayi. Sedang penelitian
di Jepang menunjukkan 1/3 dari anak obesitas tumbuh menjadi obesitas dimasa dewasa1
dan risiko obesitas ini diperkirakan sangat tinggi, dengan OR 2,0 – 6,7. Penelitian di
Amerika menunjukkan bahwa obesitas pada usia 1-2 tahun dengan orang tua normal,
sekitar 8% menjadi obesitas dewasa, sedang obesitas pada usia 10-14 tahun dengaN salah
satu orang tuanya obesitas, 79% akan menjadi obesitas dewasa.
Obesitas saat ini merupakan suatu epidemik global sehingga menjadi masalah
kesehatan yang harus segera ditangani. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan pola makan
dan kurangnya aktivitas fisik.5 Di Amerika terjadi perubahan pola makan ke arah
makanan tinggi kalori, tinggi lemak saturated, gula dan garam. Pola makan ini, ditambah
dengan fakta bahwa 30-60% populasi kurang melakukan aktivitas fisik memberikan
kontribusi yang besar pada peningkatan insiden obesitas (Inoue et al., 2000 ; Wild et al.,
2004). Menurut penelitian (Luthfiana : 2006) Pola makan remaja termasuk kategori baik
sebesar 71,44%, aktifitas fisik termasuk jenis aktifitas ringan sebesar 77,28% dan
obesitas remaja sebesar 50,66%.
TINJAUAN PUSTAKA
A. Definisi Obesitas
Obesitas (obesity) berasal dari bahasa latin yaitu “ob” yang berarti akibat dan
“esum” yang artinya makan. Sehingga obesitas dapat didefinisikan sebagai akibat
dari pola makan yang berlebihan. Menurut WHO Obesitas adalah penumpukan
lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang dapat mengganggu kesehatan.
Terjadinya obesitas lebih ditentukan oleh terlalu banyak makan, terlalu sedikit
beraktivitas atau latihan fisik, maupun keduanya.
Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan
saat ini antara lain pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), lingkar pinggang,
serta perbandingan lingkar pinggang dan panggul. Sebuah studi menyatakan
bahwa pengukuran lingkar leher juga dapat digunakan sebagai screening
obesitas. Berikut ini penjelasan masing-masing metode pengukuran antropometri
tubuh:
a. IMT
b. Lingkar Pinggang
C. Klasifikasi Obesitas
Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran
berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.
1. Obesitas digolongkan menjadi tiga kelompok , yaitu :
a. Obesitas ringan: kelebihan 20-40% dari BB
b. Obesitas sedang : kelebihan 41-100% dari BB
c. Obesitas berat : kelebihan >100% dari BB ( Obesitas berat ditemukan
sebanyak 5% dari antara orang-orang yang gemuk).
2. Klasifikasi Obesitas
Klasifikasi berat badan rendah, normal, berat badan lebih berdasarkan
indeks masa tubuh.
3. Tipe Obesitas
Tipe pada obesitas dapat dibedakan berdasarkan bentuk tubuh dan sel
lemak, yaitu:
1. Tipe Obesitas Berdasarkan Bentuk Tubuh
D. Gejala Obesitas
Gejala obesitas dapat dirasakan berupa gejala-gejala berikut :
1. Kelemahan, cenderung terus mengantuk.
2. Ketidakmampuan atau kurang keinginan untuk aktif atau melakukan
latihan teratur.
3. Riwayat faktor budaya atau pola hidup mempengaruhi pilihan makan.
4. Berat badan dapat atau tidak dapat diterima sebagai masalah.
5. Makan menghilangkan perasaan tak senang, mis, kesepian, frustasi,
kebosanan.
6. Nyeri atau ketidaknyamanan pada sendi yang menopang berat badan atau
tulang belakang.
7. Gangguan menstruasi, amenorea ( di-lep ) nyeri saat menstruasi.
8. Gangguan pernapasan yang bisa terjadi pada saat tidur.
9. Mengeluarkan keringat yang lebih banyak.
10. Merasa nyeri pada bagian bawah terutama di daerah pinggul, lutut, dan
pergelangan kaki.
E. Etiologi Obesitas
Obesitas dapat terjadi karena faktor internal dan eksternal. Penyebab-
penyebab tersebut antara lain adalah:
1. Faktor Internal
a. Genetik
Seperti kondisi medis lainnya, obesitas adalah perpaduan antara
genetik dan lingkungan. Gen yang ditemukan diduga dapat mempengaruhi
jumlah dan besar sel lemak, distribusi lemak dan besar penggunaan energi
untuk metabolisme saat tubuh istirahat. Polimorfisme dalam variasi gen
mengontrol nafsu makan dan metabolisme menjadi predisposisi obesitas
ketika adanya kalori yang cukup. Obesitas terjadi pada penderita Sindrom
Prader-Willi adalah penyakit genetic yang menimpa kira-kira satu dari 15
ribu kelahiran. Mutasi gen terjadi pada kromosom ke 15 yang mengatur
nafsu makan. Sindrom ini dikenali sebagai gen penyebab obesitas pada
anak kecil. Symptoms yang timbul akibat sindrom ini disebabkan oleh
disfungsi hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah mengatur rasa
lapar.
Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap obesitas. Pria memiliki lebih
banyak otot dibandingkan dengan wanita. Otot membakar lebih banyak
lemak daripada sel-sel lain. Oleh karena wanita lebih sedikit memiliki
otot, maka wanita memperoleh kesempatan yang lebih kecil untuk
membakar lemak. Hasilnya, wanita lebih berisiko mengalami obesitas.
Terjadi pemanjangan telomer pada obesitas.
b. Kelainan endokrin
1) Hipotiroidisme
Hipotiroidisme terjadi ketika kelenjar tiroid tidak
memproduksi hormone tiroid sesuai kebutuhan tubuh. Oleh karena
itu, apabila hormone tiroid yang dihasilkan tidak sesuai dengan
kebutuhan tubuh, pertumbuhan akan terganggu. Hormon tiroid
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh. Terganggunya
produksi hormon ini dapat mempengaruhi metabolisme,
perkembangan otak, pernafasan, system jantung dan saraf,
temperature tubuh, kekuatan otot, kulit, sirkulasi menstruasi pada
wanita, berat badan, dan tingkat kolesterol. Produksi hormone tiroid
diatur oleh hormone TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior.
TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk mensekresi hormone
tiroid, yaitu triidotironin (T3) dan tiroksin (T4). Apabila dalam
darah terdapat sedikit hormone tiroid tersebut, maka kadar TSH
akan meningkat untuk merangsang kelenjar tiroid mensekresi
hormone tiroid. Sebaliknya, apabila dalam darah telah cukup atau
bahkan lebih banyak terdapat hormone tiroid, kadar TSH akan
menurun. Sekresi TSH diatur oleh hormone hipotalamus, yaitu
TRH. Penurunan respons hipofisis terhadap TRH sangat jarang
terjadi. Yang terjadi pada hipotiroidisme adalah kadar TSH
meningkat akibat dari fungsi kelenjar tiroid yang menurun. Selain
itu, hipotiroidisme dapat disebabkan oleh kelenjar hipofisis tidak
bekerja dengan normal. Terganggunya kerja hipofisis dapat
menyebabkan produksi TSH terganggu dan akibatnya kelenjar
tiroid pun akan terganggu. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, hipotiroidisme menyebabkan metabolisme tubuh
terganggu. Hipotiroidisme menyebabkan kecepatan metabolisme
karbohidrat dan lemak menurun. Hal ini akan menyebabkan
obesitas. Hipotiroidisme yang berat disebut Miksedema.
2) Sindrom Cushing
Sindrom Cushing disebabkan karena kadar cortisol berlebih.
Hipotalamus mensekresikan CRH (Coticotropin releasing hormone)
ke hipofisis. CRH menyebabkan hipofisis mensekresi ACTH
(Adrenocorticotropin hormone) yang menstimulus kelenjar adrenal
menghasilkan cortisol ke dalam darah. Tanda-tanda dan keluhan
yang terjadi antara lain obesitas di bagian atas tubuh, wajah
membulat, kulit terluka dengan mudah, lemah tulang, mentruasi
tidak teratur pada wanita, dan infertilitas pada pria.
2. Faktor Eksternal
a. Gaya Hidup dan Tingkah Laku
Kemajuan teknologi, seperti adanya kendaraan bermotor, lift, dan
lain sebagainya dapat memicu terjadinya obesitas karena kurangnya
aktifitas fisik yang dilakukan oleh sesorang. Gaya hidup yang seperti ini
yang meningkatkan risiko obesitas. Mengonsumsi makanan junk food
juga dapat menyebabkan obesitas karena pada umumnya berkalori
tinggi.
b. Faktor Makanan
Pada beberapa individu makan lebih banyak dari biasa bila merasa
diperlukan suatu kebutuhan khusus untuk keamanan emosional (security
food).
Jika seseorang mengkonsumsi makanan dengan kandungan energi
sesuai yang dibutuhkan tubuh, maka tidak ada energi yang
disimpan.sebaliknya jika mengkonsumsi makanan dengan energi
melebihi yang dibutuhkan tubuh, maka kelebihan energi akan disimpan,
Sebagai cadangan energi terutama sebagai lemak.
Sinyal pendek (situasional) yang mempengaruhi porsi makan dan waktu makan
serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yaitu
kolesistokinin (CCK) yang mempunyai peranan paling penting dalam menurunkan
porsi makan dibanding glukagon, bombesin dan somatostatin. Sinyal panjang yang
diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan
dan keseimbangan energi. Didalam system ini leptin memegang peran utama sebagai
pengendali berat badan. Sumber utama leptin adalah jaringan adiposa, yang disekresi
langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menembus sawar darah otak
menuju ke hipotalamus. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan maka
massa jaringan adiposa meningkat, disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam
peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus
agar menurunkan produksi NPY, sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan asupan
makanan.
Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi,
maka massa jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic
center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dan asupan
makanan. Pada sebagian besar orang obesitas, mekanisme ini tidak berjalan
walaupun kadar leptin didalam darah tinggi dan disebut sebagai resistensi leptin.
Beberapa neurotransmiter, yaitu norepineprin, dopamin, asetilkolin dan serotonin
berperan juga dalam regulasi keseimbangan energi, demikian juga dengan beberapa
neuropeptide dan hormon perifer yang juga mempengaruhi asupan makanan dan
berperan didalam pengendalian kebiasaan makan. Neuropeptide-neuropeptide ini
meliputi neuropeptide Y (NPY), melanin-concentrating hormone, corticotropin-
releasing hormone (CRH), bombesin dan somatostatin. NPY dan CRH terdapat di
nukleus paraventrikuler (PVN) yang terletak di bagian dorsal dan rostral
ventromedial hypothalamic (VMH), sehingga lesi pada daerah ini akan
mempengaruhi kebiasaan makan dan keseimbangan energi. NPY merupakan
neuropeptida perangsang nafsu makan dan diduga berperan didalam respon fisiologi
terhadap starvasi dan obesitas.
6. Kolesterol tinggi
Kegemukan cenderung memicu tingginya kolesterol jahat (LDL)
ketimbang kolesterol baik (HDL). Banyaknya kolesterol jahat menjadi
penyebab penyakit kardiovaskular dan stoke
7. GERD atau refluks asam
Obesitas meningkatkan refluks karena lemak perut memberikan tekanan
pada cincin otot yang ada di bawah kerongkongan. Ukuran tabung cincin ini
sekitar 10 inci yang menghubungkan tenggorokan ke perut. Dalam kondisi
tidak obesitas, fungsinya mencegah kembalinya asam lambung ke
kerongkongan.
8. Osteoarthritis
Kelebihan berat badan menyebabkan sendi mengalami tekanan berlebih
untuk menopang tubuh. Akibatnya, dimungkinkan sendi mengalami
osteoarthritis yang justru akan merusaknya dalam jangka panjang.
9. Kanker
Obesitas punya peran penting dalam pembentukan sel kanker secara
aktif. Dan, risiko kanker yang kerap ditemui pada tubuh gemuk adalah kanker
usus, payudara, dan tenggorokan.
10. Gagal jantung
Peningkatan indeks massa tubuh dikaitkan dengan peningkatan risiko
gagal jantung.
H. Penatalaksanaan Obesitas
Menurut perhimpunan Studi Obesitas Indonesia atau Indonesian Society for the
Study of Obesity, penanganan Obesitas dilaksanakan berpedoman pada lima prinsip
yaitu:
1. Motivasi
Jika seseorang menganggap gemuk bukan hal yang merisaukan, tentu
program penurunan berat badan tidak akan berhasil. Sebagai contoh ada
seorang pembawa acara yang berbadan gemuk dan senang akan kondisi
tubuhnya. Beberapa kali diwawancarai, yang bersangkutan dengan semangat
mengatakan bahwa ia tidak akan menurunkan berat badannya. Tetapi apa yang
terjadi? Saat ini terlihat sang presenter kurus akibat mengalami penyakit
tertentu.
Sebelum memulai program penurunan berat badan, pertama-tama yang
harus diubah adalah pola pikir dari orang gemuk. Motivasi menjadi kurus
harus kuat tertanam di dalam dirinya, bukan sekedar ikut-ikutan karena
misalnya baru saja membaca tulisan ini. Motivasi ini bis diperkuat dengan
bergabung dalam kelompok mereka yang mempunyai program sama,
berdiskusi dengan pakarnya, dan lain sebagainya. Biasanya dalam kelompok,
para anggota bisa saling mengingatkan dan saling berkompetisi. Begitu pula
dengan adanya pakar dalam kelompok tersebut, usaha yang dilakukan menjadi
sistematik dan terarah. Jadi , lebih baik jika penurunan berat badan dilakukan
pada saat belum mengalami kondisi penyakit tertentu, bukan akibat dari
penyakit yang diderita.
2. Pengaturan Diet
Makin gemuk seseorang maka makin mudah untuk merasa lapar. Ini karena
pengaruh zat atau hormon yang terdapat dalam sel-sel lemak. Maka usaha
pembatasan diet harus dilakukan sesegera mungkin. Jika yang bersangkutan
menganggap bahwa usaha pembatasan diet bisa dilakukan kapan saja (tetapi
tidak saat ini), tentu usahanya menjadi lebih sulit. Karena itu, pada saat ini
juga, tetapkanlah bahwa saya harus membatasi diet saya, sebelum menjadi
lebih gemuk lagi dengan risiko lebih susah lagi untuk berdiet. Carilah
makanan yang rendah kalori. Mulailah hari kita hanya dengan mengonsumsi
setengah dari porsi makan Anda sehari-hari. Semua porsi yang kita makan
dikurangi separoh. Itu saja. Jangan lupa pula membatasi makanan manis, asin,
dan lemak. Tetapi harus diingat, jangan sampai kebablasan mengatasi
kegemukan. Anjuran WHO, jumlah penurunan massa tubuh yang baik dan
aman adalah sekitar setengah hingga 1 kg per minggu.
3. Pola Hidup Sehat
Selain pengaturan diet, biasakanlah menimbang badan Anda untuk
mengevaluasi usaha Anda. Hal ini kelihatan sepele namun memberi efek yang
tidak kalah besarnya dengan program diet itu sendiri. Begitu pula dengan
berolahraga, lakukan dengan baik dan benar.
4. Pembedahan
Pembedahan berupa pengambilan lemak perut (omentum) dilakukan jika
seseorang telah memiliki BMI sama atau lebih dari 40. Selain itu bisa juga
dilakukan pada BMI kurang dari 35, jika telah memiliki penyakit yang bisa
mengancam jiwa akibat berat tubuh berlebihan.
BAB IV
PENUTUP
A. Kesimpulan
Pola hidup sehat, penting untuk mencegah dan mengatasi obesitas dari risiko
penyakit yang ditimbulkannya. Lingkar perut adalah barometer kesehatan anda.
Bila bagian pinggang dari pakaian anda terasa sempit, waspadai adanya Sindrom
Metabolik. Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam
bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh
faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor
endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek
genetik (meliputi 10%).
Dampak-dampak yang ditimbulkan dari obesitas selain menyebabkan
masalah fisiologis, timbulnya beberapa penyakit, juga menyebabkan masalah
emosional dan psikologis seperti berkurangnya kepercayaan diri karena
penampilan fisik ’kurang menarik’.
B. Saran
Sesuai dengan kecukupan tubuhnya. Selain itu disarankan pula melakukan
exercise dengan prinsip bagi penderita obesitas disarankan untuk bisa memilih
makanan yang baik dan sehat serta FIT (frequency, intensity and time).
Bagi penderita super obesitas disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter
untuk mengetahui treatment (jenis bedah atau terapi) apa yang dibutuhkan dan
cocok untuk keadaannya.
DAFTAR PUSTAKA
2. Baidal J.A.W., Taveras E.M. 2014. Protecting progress against childhood obesity
– the national school lunch program. N Engl J Med 371;20, 1862-1865.
3. Hastuty Y.D., et al. 2013. Analisis Kadar Leptin pada Obesitas Viseral dan Non
Viseral. Sumatera.
5. Burhan F.Z., Sirajuddin S., & Indriasari R. Pola konsumsi terhadap kejadian
obesitas sentral pada pegawai pemerintahan di kantor bupati kabupaten jeneponto.
Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. Diakses dari: file:///D:/COASS
%20UKI/COASS%20KK/Jurnal%20MKMI%20Fatimah.pdf
10. Thearle M.S., Votruba S.B., Piaggi P., Muller Y.L., Hanson R.L., Baier L.J., et al.
2015. The effect of Differing Patterns of Childhood Body Mass Index Gain on
Adult Physiology in American Indians. Obesity (2015) 23, 1872–1880.
11. Redinger R.N. 2007. The Pathophysiology of Obesity and Its Clinical
Manifestations. Gastroenterology & Hepatology Journal 3 (11) : 856-863.
13. Rosen C.J., and Ingelfinger J.R. 2015. Unraveling the Function of FTO Variants.
The New England Journal of Medicine 373 (10) : 964-965.
14. Claussnitzer M., et al. 2015. FTO Obesity Variant Circuitry and Adipocyte
Browning in Humans. The New England Journal of Medicine 373 (10) : 895-907.
15. Zhu1 H et al. 2015. High sodium intake is associated with short leukocyte
telomere length in overweight and obese adolescents. International Journal of
Obesity 39: 1249–1253.
16. Jou C. 2014. History of Medicine : The Biology and Genetics of Obesity — A
Century of Inquiries. The New England Journal of Medicine 370 (20) : 1874-
1877.
17. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service. Retrieved from:
http://www.niddk.nih.gov/health-information/health-topics/endocrine/cushings-
syndrome/Documents/Cushings_Syndrome_508.pdf
19. Malnick et al. 2006. The medical complications of obesity. Q J Med 99:565–579.
20. Amy E. 2008. Obesity : A Growing & Dangerous Public Health Challenge The
American college of Gastroenterology obesity initiative. 1-19.
21. Listiyana A.D., Mardiana, & Prameswari G.N. 2013. Obesitas sentral dan kadar
kolesterol darah total. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(1), 37-43.
22. National Institutes of Health National Heart, Lung, and Blood Institute North
American Association for The Study of Obesity. Retrieved from:
https://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/prctgd_c.pdf
24. Sandjaja, Sudikno. 2005. Prevalensi gizi lebih dan obesitas penduduk dewasa di
Indonesia. Diunduh dari: file:///D:/COASS%20UKI/COASS%20KK/21-40-1-SM
%20data%20susena.pdf