Anda di halaman 1dari 20

MAKALAH

OBESITAS

Disusun Oleh:
Dwitya Noviari (1061050124)
Hillary Margareth Sarapung (1061050121)

KEPANITERAAN KEDOKTERAN KELUARGA


PERIODE 25 JANUARI 2016 – 27 FEBRUARI 2016
FAKULTAS KEDOKTERAN UNIVERSITAS KRISTEN INDONESIA
JAKARTA
2016
BAB I

PENDAHULUAN

Obesitas mulai menjadi masalah kesehatan diseluruh dunia, terutama pada usia
anak-anak. Bahkan WHO menyatakan bahwa obesitas sudah merupakan suatu epidemi
global, sehingga obesitas sudah merupakan suatu problem kesehatan yang harus segera
ditangani. Pada awalnya obesitas di pandang sebagai tren atau gaya hidup sebagai tanda
kesuksesan seseorang, dengan memiliki badan yang gemuk menandakan seseorang hidup
berkecukupan. Namun sekarang obesitas telah menjadi masalah yang serius karena
memicu timbulnya berbagai komplikasi penyakit yang menyertainya. Masalah obesitas
kini telah menjadi perhatian khusus badan kesehatan dunia.

Dewasa ini masalah kegemukan (obesitas) merupakan masalah global yang


melanda masyarakat dunia baik di negara maju maupun negara berkembang. Perubahan
gaya hidup termasuk kecenderungan mengkonsumsi makanan yang mengandung lemak
tinggi merupakan faktor yang mendukung terjadinya kelebihan berat badan (overweight)
dan obesitas.

Di Indonesia, terutama di kota-kota besar, dengan adanya perubahan gaya


hidup yang menjurus ke westernisasi dan sedentary berakibat pada perubahan pola makan
konsumsi masyarakat yang merujuk pada pola makan tinggi kalori, tinggi lemak dan
kolesterol, terutama terhadap penawaran makanan siap saji ( fast food ) yang berdampak
meningkatkan risiko obesitas. Obesitas merupakan penyakit metabolik pada anak dan
dewasa dengan penyebaran terluas dan menjadi masalah di seluruh dunia.2 Obesitas pada
masa anak merupakan faktor yang berhubungan dengan mortalitas dan morbiditas pada
dewasa karena dapat memicu berbagai penyakit kardiovaskular dan metabolik.

Peneliti medis memiliki metode yang lebih seksama untuk mengklasifikasikan


kegemukan dan obesitas. Salah satunya sistem klasifikasi yang paling umum dikenal
adalah Indeks Massa Tubuh (IMT) (Robert : 2010). Berdasarkan World Health
Organization (WHO) seseorang dikatakan pre-obesitas jika hasil IMT sebesar 25,0-29,9,
sedangkan seseorang dapat dikatakan obesitas jika hasil IMT-nya sebesar 30,0.

Di Indonesia, penelitian pada anak Sekolah Dasar (SD) dibeberapa kota besar
menunjukkan kisaran jumlah antara 2,1–25%. Obesitas secara umum disebabkan oleh
ketidakseimbangan antara asupan energi dan pengeluarannya. Obesitas pada masa anak
berisiko tinggi menjadi obesitas dimasa dewasa dan berpotensi mengalami penyakit
metabolik dan penyakit degeneratif dikemudian hari. 1,3,4 Profil lipid darah pada anak
obesitas menyerupai profil lipid pada penyakit kardiovaskuler dan anak yang obesitas
mempunyai risiko hipertensi lebih besar.

Saat ini, penelitian terhadap program intervensi, baik berupa diet, olahraga,
ataupun keduanya, baru mencakup <20% dari seluruh populasi anak obesitas. Pada
umumnya, indikator yang digunakan adalah indeks massa tubuh (IMT) dan tingkat
kesegaran jasmani. IMT sebagai kriteria obesitas telah banyak diteliti dan dianggap baik
untuk menentukan obesitas pada anak, sedangkan kesegaran jasmani diketahui dapat
mempengaruhi kesehatan fisik anak obesitas.

Menurut Dietz terdapat 3 periode kritis dalam masa tumbuh kembang anak
dalam kaitannya dengan terjadinya obesitas, yaitu: periode pranatal, terutama trimester 3
kehamilan, periode adiposity rebound pada usia 6 – 7 tahun dan periode adolescence.
Pada bayi dan anak yang obesitas, sekitar 26,5% akan tetap obesitas untuk 2 dekade
berikutnya dan 80% remaja yang obesitas akan menjadi dewasa yang obesitas. Menurut
Taitz, 50% remaja yang obesitas sudah mengalami obesitas sejak bayi. Sedang penelitian
di Jepang menunjukkan 1/3 dari anak obesitas tumbuh menjadi obesitas dimasa dewasa1
dan risiko obesitas ini diperkirakan sangat tinggi, dengan OR 2,0 – 6,7. Penelitian di
Amerika menunjukkan bahwa obesitas pada usia 1-2 tahun dengan orang tua normal,
sekitar 8% menjadi obesitas dewasa, sedang obesitas pada usia 10-14 tahun dengaN salah
satu orang tuanya obesitas, 79% akan menjadi obesitas dewasa.

Meningkatnya obesitas tak lepas dari berubahnya gaya hidup, seperti


menurunnya aktivitas fisik, dan kebiasaan menonton televisi berjam-jam. Faktor genetik
menentukan mekanisme pengaturan berat badan normal melalui pengaruh hormon dan
neural. Selain itu, faktor genetik juga menentukan banyak dan ukuran sel adiposa serta
distribusi regional lemak tubuh. Obesitas berhubungan erat dengan distribusi lemak
tubuh. Tipe obesitas menurut pola distribusi lemak tubuh dapat dibedakan menjadi
obesitas tubuh bagian atas (upper body obesity) dan obesitas tubuh bagian bawah (lower
body obesity). Obesitas adalah suatu masalah kesehatan masyarakat yang sangat serius di
seluruh dunia karena berperan dalam meningkatnya morbiditas dan mortalitas. Saat ini
prevalensi obesitas di negara maju maupun negara berkembang semakin meningkat,
diperkirakan jumlah obesitas di seluruh dunia dengan Indeks Masa Tubuh > 30 kg/m2
melebihi 250 juta orang, yaitu sekitar 7 % dari populasi orang dewasa di dunia. Banyak
negara mengalami peningkatan laju obesitas selama 10-20 tahun terakhir ini. Menurut
WHO peningkatan jumlah obesitas berat akan dua kali lipat dibandingkan dengan orang
dengan berat badan kurang dari tahun 1995 sampai 2025 nanti, dan prevalensinya akan
meningkat mencapai 50 % pada tahun 2025. Prediksi WHO pada tahun 2005 kurang
lebih terdapat 400 juta orang dewasa yang obesitas, dan di tahun 2015 diperkirakan
meningkat menjadi 700 juta orang obesitas. Bahkan untuk negara maju seperti Amerika
Serikat diperkiraan obesitas mencapai 45-50%, di Australia dan Inggris 30-40%
(Kemenkes RI, 2010).

Survei nasional pada tahun 1996/1997 di seluruh ibukota provinsi di Indonesia


menunjukkan bahwa 8,1% penduduk laki-laki dewasa ( > 18 tahun) 6,8% mengalami
obesitas dengan IMT sebesar 27-30 kg/m2, sedangkan penduduk wanita dewasa ( > 18
tahun) sebesar 13,5%. Berdasarkan hasil Riskesdas tahun 2007 prevalensi nasional
obesitas umum adalah 10,3%, dan obesitas sentral sebesar 18,8% ( Riskerdas, 2007).

Peningkatan pendapatan pada kelompok masyarakat tertentu, terutama


diperkotaan menyebabkan perubahan dalam gaya hidup, terutama pola makan. Pola
makan tradisional yang tadinya tinggi karbohidrat, rendah serat kasar dan tinggi lemak
sehingga menggeser mutu makanan kearah tidak seimbang. Perubahan pola makan ini
dipercepat oleh makin kuatnya arus budaya makanan asing yang disebabkan oleh
kemajuan teknologi informasi dan globalisasi ekonomi. Disamping itu perbaikan
ekonomi menyebabkan berkurangnya aktifitas fisik masyarakat tertentu. Perubahan pola
makan dan aktifitas fisik ini berakibat semakin banyaknya penduduk golongan tertentu
mengalami masalah gizi lebih berupa kegemukan dan obesitas.

Obesitas saat ini merupakan suatu epidemik global sehingga menjadi masalah
kesehatan yang harus segera ditangani. Hal ini dipengaruhi oleh perubahan pola makan
dan kurangnya aktivitas fisik.5 Di Amerika terjadi perubahan pola makan ke arah
makanan tinggi kalori, tinggi lemak saturated, gula dan garam. Pola makan ini, ditambah
dengan fakta bahwa 30-60% populasi kurang melakukan aktivitas fisik memberikan
kontribusi yang besar pada peningkatan insiden obesitas (Inoue et al., 2000 ; Wild et al.,
2004). Menurut penelitian (Luthfiana : 2006) Pola makan remaja termasuk kategori baik
sebesar 71,44%, aktifitas fisik termasuk jenis aktifitas ringan sebesar 77,28% dan
obesitas remaja sebesar 50,66%.

Obesitas dapat menimbulkan berbagai masalah, seperti penampilan kurang


menarik dan kurang rasa percaya diri. Keadaan epidemik obesitas merupakan penyebab
di balik meningkatnya insiden diabetes. Berdasarkan penelitian yang dilakukan oleh Lew
dan Garfinkel 1979, obesitas meningkatkan risiko kematian untuk semua penyebab
kematian. Orang yang mempunyai berat badan 40% lebih berat dari berat badan rata-rata
populasi mempunyai risiko kematian 1,9 kali lebih besar dibandingkan dengan berat
badan rata-rata baik pada pria maupun wanita. Kenaikan mortalitas di antara penderita
obes merupakan akibat dari penyakit- penyakit yang mengancam kehidupan seperti
diabetes melitus tipe 2, penyakit jantung koroner dan stroke.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Definisi Obesitas

Obesitas merupakan suatu kondisi ketidakseimbangan antara tinggi badan


dan berat badan akibat jumlah jaringan lemak tubuh yang berlebihan, umumnya
ditimbun dalam jaringan subkutan, sekitar organ tubuh dan kadang terjadi infi
ltrasi ke dalam organ tubuh.

Obesitas (obesity) berasal dari bahasa latin yaitu “ob” yang berarti akibat dan
“esum” yang artinya makan. Sehingga obesitas dapat didefinisikan sebagai akibat
dari pola makan yang berlebihan. Menurut WHO Obesitas adalah penumpukan
lemak yang berlebihan ataupun abnormal yang dapat mengganggu kesehatan.

Obesitas merupakan suatu keadaan fisiologis akibat dari penimbunan lemak


secara berlebihan di dalam tubuh. Saat ini gizi lebih dan obesitas merupakan
epidemik di negara maju, seperti Inggris, Brasil, Singapura dan dengan cepat
berkembang di negara berkembang, terutama populasi kepulauan Pasifik dan
negara Asia tertentu. Prevalensi obesitas meningkat secara signifikan dalam
beberapa dekade terakhir dan dianggap oleh banyak orang sebagai masalah
kesehatan masyarakat yang utama.

Terjadinya obesitas lebih ditentukan oleh terlalu banyak makan, terlalu sedikit
beraktivitas atau latihan fisik, maupun keduanya.

Obesitas tubuh bagian atas merupakan dominansi penimbunan lemak tubuh di


trunkal. Terdapat beberapa kompartemen jaringan lemak pada trunkal, yaitu
trunkal subkutaneus yang merupakan kompartemen paling umum, intraperitoneal
(abdominal), dan retroperitoneal. Obesitas tubuh bagian atas lebih banyak
didapatkan pada pria, oleh karena itu tipe obesitas ini lebih dikenal sebagai
“android obesity”. Tipe obesitas ini berhubungan lebih kuat dengan diabetes,
hipertensi, dan penyakit kardiovaskuler daripada obesitas tubuh bagian bawah.
Obesitas tubuh bagian bawah merupakan suatu keadaan tingginya akumulasi
lemak tubuh pada regio gluteofemoral. Tipe obesitas ini lebih banyak terjadi pada
wanita sehingga sering disebut “gynoid obesity”. Tipe obesitas ini berhubungan
erat dengan gangguan menstruasi pada wanita.

B. Pengukuran Antropometri sebagai Skreening Obesitas

Obesitas dapat dinilai dengan berbagai cara, metode yang lazim digunakan
saat ini antara lain pengukuran IMT (Index Massa Tubuh), lingkar pinggang,
serta perbandingan lingkar pinggang dan panggul. Sebuah studi menyatakan
bahwa pengukuran lingkar leher juga dapat digunakan sebagai screening
obesitas. Berikut ini penjelasan masing-masing metode pengukuran antropometri
tubuh:

a. IMT

Metode yang sering digunakan adalah dengan cara menghitung


IMT, yaitu BB/TB2 dimana BB adalah berat badan dalam kilogram dan
TB adalah tinggi badan dalam meter. Klasifikasi IMT dapat dilihat pada
tabel di bawah ini.

Table 2.1 Klasifikasi IMT (International Diabetes Federation, 2005).

b. Lingkar Pinggang

IMT memiliki korelasi positif dengan total lemak tubuh, tetapi


IMT bukan merupakan indikator terbaik untuk obesitas Selain IMT,
metode lain untuk pengukuran antropometri tubuh adalah dengan
cara mengukur lingkar pinggang. Parameter penentuan obesitas
merupakan hal yang paling sulit dilakukan karena perbedaan cutt of
point setiap etnis terhadap IMT maupun lingkar pinggang.
Sehinggga IDF (Internasional Diabetes Federation) mengeluarkan
kriteria ukuran lingkar pinggang berdasarkan etnis (Alberti, 2005).

Tabel 2.2 Kriteria ukuran pinggang berrdasarkan etnis


c. Rasio Lingkar Perut – Pinggul

Tabel 2.3 Rasio Lingkar perut dan pinggul

C. Klasifikasi Obesitas
Seseorang yang memiliki berat badan 20% lebih tinggi dari nilai tengah kisaran
berat badannya yang normal dianggap mengalami obesitas.
1. Obesitas digolongkan menjadi tiga kelompok , yaitu :
a. Obesitas ringan: kelebihan 20-40% dari BB
b. Obesitas sedang : kelebihan 41-100% dari BB
c. Obesitas berat : kelebihan >100% dari BB ( Obesitas berat ditemukan
sebanyak 5% dari antara orang-orang yang gemuk).

2. Klasifikasi Obesitas
Klasifikasi berat badan rendah, normal, berat badan lebih berdasarkan
indeks masa tubuh.

3. Tipe Obesitas
Tipe pada obesitas dapat dibedakan berdasarkan bentuk tubuh dan sel
lemak, yaitu:
1. Tipe Obesitas Berdasarkan Bentuk Tubuh

a. Obesitas tipe buah apel (Apple Shape)


Type seperti ini biasanya terdapat pada pria. Dimana lemak
tertumpuk di sekitar perut. Kegemukan tipe buah apel ini sering pula
disebut kegemukan sentral atau terpusat karena lemak banyak berkumpul
di rongga perut dan karena banyak terdapat pada laki-laki disebut juga
sebagai kegemukan android. Resiko kesehatan pada tipe ini lebih tinggi
dibandingkan dengan tipe buah pear (Gynoid).

b. Obesitas tipe buah pear (Gynoid)


Tipe ini cenderung dimiliki oleh wanita. Kelebihan lemak pada
perempuan disimpan dibawah kulit bagian daerah pinggul dan paha
sehingga tubuh berbentuk buah pir (pear type). Kegemukan tipe buah pir
ini disebut juga sebagai kegemukan perifer karena lemak berkumpul
dipinggir tubuh, yaitu pinggul dan paha. Oleh karena tipe ini banyak
terdapat pada perempuan disebut juga sebagai kegemukan tipe perempuan
atau kegemukan tipe gynoid. Resiko terhadap penyakit pada tipe gynoid
umumnya kecil.

c. Tipe Ovid (Bentuk Kotak Buah)


Ciri dari tipe ini adalah "besar di seluruh bagian badan". Tipe Ovid
umumnya terdapat pada orang-orang yang gemuk secara genetic.

2. Tipe Obesitas Berdasarkan Keadaan Sel Lemak


a. Obesitas Tipe Hyperplastik
Obesitas terjadi karena jumlah sel lemak yang lebih banyak
dibandingkan keadaan normal tetapi ukuran sel-selnya tidak bertambah
besar. Ini biasa terjadi pada masa anak-anak.

b. Obesitas Tipe Hypertropik


Obesitas terjadi karena ukuran sel lemak menjadi lebih besar
dibandingkan keadaan normal, tetapi jumlah sel tidak bertambah banyak
dari normal. Ini terjadi pada masa dewasa.

c. Obesitas Tipe Hyperplastik Dan Hypertropik ( Tipe Gabungan )


Obesitas terjadi karena jumlah dan ukuran sel lemak melebihi
normal. Pembentukan sel lemak baru terjadi segera setelah derajat
hypertropi mencapai maksimal dengan perantaraan suatu sinyal yang
dikeluarkan oleh sel lemak yang mengalami hypertropik.

D. Gejala Obesitas
Gejala obesitas dapat dirasakan berupa gejala-gejala berikut :
1. Kelemahan, cenderung terus mengantuk.
2. Ketidakmampuan atau kurang keinginan untuk aktif atau melakukan
latihan teratur.
3. Riwayat faktor budaya atau pola hidup mempengaruhi pilihan makan.
4. Berat badan dapat atau tidak dapat diterima sebagai masalah.
5. Makan menghilangkan perasaan tak senang, mis, kesepian, frustasi,
kebosanan.
6. Nyeri atau ketidaknyamanan pada sendi yang menopang berat badan atau
tulang belakang.
7. Gangguan menstruasi, amenorea ( di-lep ) nyeri saat menstruasi.
8. Gangguan pernapasan yang bisa terjadi pada saat tidur.
9. Mengeluarkan keringat yang lebih banyak.
10. Merasa nyeri pada bagian bawah terutama di daerah pinggul, lutut, dan
pergelangan kaki.

E. Etiologi Obesitas
Obesitas dapat terjadi karena faktor internal dan eksternal. Penyebab-
penyebab tersebut antara lain adalah:

1. Faktor Internal
a. Genetik
Seperti kondisi medis lainnya, obesitas adalah perpaduan antara
genetik dan lingkungan. Gen yang ditemukan diduga dapat mempengaruhi
jumlah dan besar sel lemak, distribusi lemak dan besar penggunaan energi
untuk metabolisme saat tubuh istirahat. Polimorfisme dalam variasi gen
mengontrol nafsu makan dan metabolisme menjadi predisposisi obesitas
ketika adanya kalori yang cukup. Obesitas terjadi pada penderita Sindrom
Prader-Willi adalah penyakit genetic yang menimpa kira-kira satu dari 15
ribu kelahiran. Mutasi gen terjadi pada kromosom ke 15 yang mengatur
nafsu makan. Sindrom ini dikenali sebagai gen penyebab obesitas pada
anak kecil. Symptoms yang timbul akibat sindrom ini disebabkan oleh
disfungsi hipotalamus yang salah satu fungsinya adalah mengatur rasa
lapar.
Jenis kelamin juga berpengaruh terhadap obesitas. Pria memiliki lebih
banyak otot dibandingkan dengan wanita. Otot membakar lebih banyak
lemak daripada sel-sel lain. Oleh karena wanita lebih sedikit memiliki
otot, maka wanita memperoleh kesempatan yang lebih kecil untuk
membakar lemak. Hasilnya, wanita lebih berisiko mengalami obesitas.
Terjadi pemanjangan telomer pada obesitas.

b. Kelainan endokrin
1) Hipotiroidisme
Hipotiroidisme terjadi ketika kelenjar tiroid tidak
memproduksi hormone tiroid sesuai kebutuhan tubuh. Oleh karena
itu, apabila hormone tiroid yang dihasilkan tidak sesuai dengan
kebutuhan tubuh, pertumbuhan akan terganggu. Hormon tiroid
sangat dibutuhkan untuk pertumbuhan tubuh. Terganggunya
produksi hormon ini dapat mempengaruhi metabolisme,
perkembangan otak, pernafasan, system jantung dan saraf,
temperature tubuh, kekuatan otot, kulit, sirkulasi menstruasi pada
wanita, berat badan, dan tingkat kolesterol. Produksi hormone tiroid
diatur oleh hormone TSH yang diproduksi oleh hipofisis anterior.
TSH akan merangsang kelenjar tiroid untuk mensekresi hormone
tiroid, yaitu triidotironin (T3) dan tiroksin (T4). Apabila dalam
darah terdapat sedikit hormone tiroid tersebut, maka kadar TSH
akan meningkat untuk merangsang kelenjar tiroid mensekresi
hormone tiroid. Sebaliknya, apabila dalam darah telah cukup atau
bahkan lebih banyak terdapat hormone tiroid, kadar TSH akan
menurun. Sekresi TSH diatur oleh hormone hipotalamus, yaitu
TRH. Penurunan respons hipofisis terhadap TRH sangat jarang
terjadi. Yang terjadi pada hipotiroidisme adalah kadar TSH
meningkat akibat dari fungsi kelenjar tiroid yang menurun. Selain
itu, hipotiroidisme dapat disebabkan oleh kelenjar hipofisis tidak
bekerja dengan normal. Terganggunya kerja hipofisis dapat
menyebabkan produksi TSH terganggu dan akibatnya kelenjar
tiroid pun akan terganggu. Seperti yang telah dijelaskan
sebelumnya, hipotiroidisme menyebabkan metabolisme tubuh
terganggu. Hipotiroidisme menyebabkan kecepatan metabolisme
karbohidrat dan lemak menurun. Hal ini akan menyebabkan
obesitas. Hipotiroidisme yang berat disebut Miksedema.

2) Sindrom Cushing
Sindrom Cushing disebabkan karena kadar cortisol berlebih.
Hipotalamus mensekresikan CRH (Coticotropin releasing hormone)
ke hipofisis. CRH menyebabkan hipofisis mensekresi ACTH
(Adrenocorticotropin hormone) yang menstimulus kelenjar adrenal
menghasilkan cortisol ke dalam darah. Tanda-tanda dan keluhan
yang terjadi antara lain obesitas di bagian atas tubuh, wajah
membulat, kulit terluka dengan mudah, lemah tulang, mentruasi
tidak teratur pada wanita, dan infertilitas pada pria.

3) Kelainan pada Hipotalamus


Pusat makan dan kenyang, yang mengatur rasa lapar dan
kenyang, terdapat pada hipotalamus. Pusat kenyang berfungsi
menghambat pusat makan, begitu pula sebaliknya. Yang mengatur
semua hal tersebut adalah polipeptida. Polipeptida tersebut antara
lain adalah neuropeptida Y dan Leptin. Neuropeptida Y
meningkatkan nafsu makan sedangkan leptin menurunkan nafsu
makan dan meningkatkan konsumsi energi. Obesitas terjadi apabila
leptin tidak tersedia di otak atau rusak. Yang terjadi adalah gen
reseptor leptin mengalami defek. Reseptor leptin terdapat pada
jaringan adipose coklat. Kemungkinan lainnya adalah terganggunya
transportasi leptin ke dalam otak atau defek dalam mekanisme yang
diaktifkan oleh gen manusia. Leptin menyebabkan peningkatan
lipólisis dan penurunan lipogenesis. Selain itu, leptin merangsang
sekresi insulin.

2. Faktor Eksternal
a. Gaya Hidup dan Tingkah Laku
Kemajuan teknologi, seperti adanya kendaraan bermotor, lift, dan
lain sebagainya dapat memicu terjadinya obesitas karena kurangnya
aktifitas fisik yang dilakukan oleh sesorang. Gaya hidup yang seperti ini
yang meningkatkan risiko obesitas. Mengonsumsi makanan junk food
juga dapat menyebabkan obesitas karena pada umumnya berkalori
tinggi.

b. Faktor Makanan
Pada beberapa individu makan lebih banyak dari biasa bila merasa
diperlukan suatu kebutuhan khusus untuk keamanan emosional (security
food).
Jika seseorang mengkonsumsi makanan dengan kandungan energi
sesuai yang dibutuhkan tubuh, maka tidak ada energi yang
disimpan.sebaliknya jika mengkonsumsi makanan dengan energi
melebihi yang dibutuhkan tubuh, maka kelebihan energi akan disimpan,
Sebagai cadangan energi terutama sebagai lemak.

c. Pemakaian Obat – obatan


Efek samping beberapa obat dapat menyebabkan meningkatnya
berat badan, misalnya obat kontrasepsi.

d. Lingkungan dan Faktor Lain


Obesitas juga dapat disebabkan oleh emosi. Orang mungkin
makan berlebihan ketika depresi, merasa putus asa, marah, bosan, dan
berbagai sebab lain yang sebenarnya tidak butuh makan. Ini umum
terjadi pada wanita muda. Perasaan mereka berpengaruh terhadap
kebiasaan makannya. Selain itu, faktor status sosial dan ekonomi
sangat memengaruhi. Pada masyarakat menengah ke bawah, obesitas
sangat identik dengan makmur. Namun, pada masyarakat modern,
obesitas adalah hal yang harus dihindari.

F. Mekanisme Terjadinya Obesitas


Obesitas terjadi karena energi intake lebih besar dari energi expenditure. Apapun
penyebabnya, yang menjadikan seseorang obesitas pada dasarnya adalah energi
intake atau masukan yang didapat dari makanan atau lainnya lebih besar
dibandingkan energi expenditure atau energi yang dikeluarkan.
Mekanisme dasar terjadinya kegemukan adalah masukan kalori yang melebihi
pemakaian kalori untuk memelihara dan pemulihan kesehatan yang ,berlangsung
lama. Kelebihan kalori tersebut akan disimpan dalam bentuk lemak, yang lama
kelamaan akan mengakibatkan kegemukan.

Pengaturan keseimbangan energi diperankan oleh hipotalamus melalui 3 proses


fisiologis, yaitu: pengendalian rasa lapar dan kenyang, mempengaruhi laju
pengeluaran energi dan regulasi sekresi hormon yang terlibat dalam pengaturan
penyimpanan energi, melalui sinyalsinyal efferent yang berpusat di hipotalamus
setelah mendapatkan sinyal afferent dari perifer terutama dari jaringan adipose tetapi
juga dari usus dan jaringan otot. Sinyal-sinyal tersebut bersifat anabolik
(meningkatkan asupan makanan, menurunkan pengeluaran energi) dan katabolik
(anoreksia, meningkatkan pengeluaran energi) dan dibagi menjadi 2 kategori, yaitu
sinyal pendek dan sinyal panjang.

Sinyal pendek (situasional) yang mempengaruhi porsi makan dan waktu makan
serta berhubungan dengan faktor distensi lambung dan peptida gastrointestinal, yaitu
kolesistokinin (CCK) yang mempunyai peranan paling penting dalam menurunkan
porsi makan dibanding glukagon, bombesin dan somatostatin. Sinyal panjang yang
diperankan oleh fat-derived hormon leptin dan insulin yang mengatur penyimpanan
dan keseimbangan energi. Didalam system ini leptin memegang peran utama sebagai
pengendali berat badan. Sumber utama leptin adalah jaringan adiposa, yang disekresi
langsung masuk ke peredaran darah dan kemudian menembus sawar darah otak
menuju ke hipotalamus. Apabila asupan energi melebihi dari yang dibutuhkan maka
massa jaringan adiposa meningkat, disertai dengan peningkatan kadar leptin dalam
peredaran darah. Leptin kemudian merangsang anorexigenic center di hipotalamus
agar menurunkan produksi NPY, sehingga terjadi penurunan nafsu makan dan asupan
makanan.
Demikian pula sebaliknya bila kebutuhan energi lebih besar dari asupan energi,
maka massa jaringan adiposa berkurang dan terjadi rangsangan pada orexigenic
center di hipotalamus yang menyebabkan peningkatan nafsu makan dan asupan
makanan. Pada sebagian besar orang obesitas, mekanisme ini tidak berjalan
walaupun kadar leptin didalam darah tinggi dan disebut sebagai resistensi leptin.
Beberapa neurotransmiter, yaitu norepineprin, dopamin, asetilkolin dan serotonin
berperan juga dalam regulasi keseimbangan energi, demikian juga dengan beberapa
neuropeptide dan hormon perifer yang juga mempengaruhi asupan makanan dan
berperan didalam pengendalian kebiasaan makan. Neuropeptide-neuropeptide ini
meliputi neuropeptide Y (NPY), melanin-concentrating hormone, corticotropin-
releasing hormone (CRH), bombesin dan somatostatin. NPY dan CRH terdapat di
nukleus paraventrikuler (PVN) yang terletak di bagian dorsal dan rostral
ventromedial hypothalamic (VMH), sehingga lesi pada daerah ini akan
mempengaruhi kebiasaan makan dan keseimbangan energi. NPY merupakan
neuropeptida perangsang nafsu makan dan diduga berperan didalam respon fisiologi
terhadap starvasi dan obesitas.

Nukleus VMH merupakan satiety center / anorexigenic center . Stimulasi pada


nukleus VMH akan menghambat asupan makanan dan kerusakan nukleus ini akan
menyebabkan makan yang berlebihan (hiperfagia) dan obesitas. Sedang nukleus area
lateral hipotalamus (LHA) merupakan feeding center / orexigenic center dan
memberikan pengaruh yang berlawanan.
Leptin dan insulin yang bekerja pada nukleus arcuatus (ARC), merangsang
neuron proopimelanocortin / cocain and amphetamine-regulated transcript (POMC/
CART) dan menimbulkan efek katabolik (menghambat nafsu makan, meningkatkan
pengeluaran energi) dan pada saat yang sama menghambat neuron NPY/AGRP
(agouti related peptide) dan menimbulkan efek anabolik (merangsang nafsu makan,
menurunkan pengeluaran energi). Pelepasan neuropeptida-neuropeptida NPY/AGRP
dan POMC/CART oleh neuron-neuron tersebut kedalam nukleus PVN dan LHA,
yang selanjutnya akan memediasi efek insulin dan leptin dengan cara mengatur
respon neuron-neuron dalam nukleus traktus solitarius (NTS) di otak belakang
terhadap sinyal rasa kenyang (oleh kolesistokinin dan distensi lambung) yang timbul
setelah makan. Sinyal rasa kenyang ini menuju NTS terutama melalui nervus vagus.
Jalur descending anabolik dan katabolik diduga mempengaruhi respon neuron di
NTS yang mengatur penghentian makan. Jalur katabolik meningkatkan dan jalur
anabolik menurunkan efek sinyal kenyang jalur pendek, sehingga menyebabkan
penyesuaian porsi makan yang mempunyai efek jangka panjang pada perubahan
asupan makan dan berat badan.
G. Komplikasi Diabetes

Obesitas memiliki dampak buruk bagi kesehatan. Pasalnya, obesitas memicu


beragam penyakit di dalam tubuh. Dikutip dari Times of India, setidaknya ada 10
penyakit yang muncul dari kondisi seseorang yang mengalami kegemukan, antara
lain :
1. Diabetes tipe 2
Banyak studi mengungkapkan obesitas berkaitan dengan risiko diabetes.
Bahkan, jika sudah kena penyakit ini maka bisa menjalar untuk mengalami
komplikasi penyakit yang lebih serius. Misalnya serangan jantung, stroke,
kebutaan, gagal ginjal, hingga kerusakan saraf yang berujung amputasi.
2. Serangan jantung
Lemak dalam tubuh bisa menutupi pembuluh darah jantung dan
menyumbatnya. Ini yang kemudian menyebabkan serangan jantung koroner.
3. Hipertensi
Orang gemuk cenderung memiliki tekanan darah tinggi. Hal ini bisa
diatasi dengan mengurangi berat badan dan berolahraga.
4. Sleep apnea
Tandanya adalah sulit tidur nyenyak dan suka mengorok saat tidur. Ini
adalah gangguan pernafasan yang membuat jalan udara seakan berhenti
beberapa kali kala terlelap. Sleep apnea dikaitkan dengan kemunculan
hipertensi, gagal jantung, dan penyakit lainnya.
5. Asam urat
Orang obesitas empat kali lebih berisiko mengalami asam urat atau
gout. Penyakit ini menyerang sendi yang diakibatkan tingginya kadar purin di
daerah sendi. Sendi bisa bengkak, memerah, dan nyeri. Mengurangi berat
badan bisa menjadi salah satu solusi.

6. Kolesterol tinggi
Kegemukan cenderung memicu tingginya kolesterol jahat (LDL)
ketimbang kolesterol baik (HDL). Banyaknya kolesterol jahat menjadi
penyebab penyakit kardiovaskular dan stoke
7. GERD atau refluks asam
Obesitas meningkatkan refluks karena lemak perut memberikan tekanan
pada cincin otot yang ada di bawah kerongkongan. Ukuran tabung cincin ini
sekitar 10 inci yang menghubungkan tenggorokan ke perut. Dalam kondisi
tidak obesitas, fungsinya mencegah kembalinya asam lambung ke
kerongkongan.

8. Osteoarthritis
Kelebihan berat badan menyebabkan sendi mengalami tekanan berlebih
untuk menopang tubuh. Akibatnya, dimungkinkan sendi mengalami
osteoarthritis yang justru akan merusaknya dalam jangka panjang.
9. Kanker
Obesitas punya peran penting dalam pembentukan sel kanker secara
aktif. Dan, risiko kanker yang kerap ditemui pada tubuh gemuk adalah kanker
usus, payudara, dan tenggorokan.
10. Gagal jantung
Peningkatan indeks massa tubuh dikaitkan dengan peningkatan risiko
gagal jantung.

H. Penatalaksanaan Obesitas

Menurut perhimpunan Studi Obesitas Indonesia atau Indonesian Society for the
Study of Obesity, penanganan Obesitas dilaksanakan berpedoman pada lima prinsip
yaitu:

1. Motivasi
Jika seseorang menganggap gemuk bukan hal yang merisaukan, tentu
program penurunan berat badan tidak akan berhasil. Sebagai contoh ada
seorang pembawa acara yang berbadan gemuk dan senang akan kondisi
tubuhnya. Beberapa kali diwawancarai, yang bersangkutan dengan semangat
mengatakan bahwa ia tidak akan menurunkan berat badannya. Tetapi apa yang
terjadi? Saat ini terlihat sang presenter kurus akibat mengalami penyakit
tertentu.
Sebelum memulai program penurunan berat badan, pertama-tama yang
harus diubah adalah pola pikir dari orang gemuk. Motivasi menjadi kurus
harus kuat tertanam di dalam dirinya, bukan sekedar ikut-ikutan karena
misalnya baru saja membaca tulisan ini. Motivasi ini bis diperkuat dengan
bergabung dalam kelompok mereka yang mempunyai program sama,
berdiskusi dengan pakarnya, dan lain sebagainya. Biasanya dalam kelompok,
para anggota bisa saling mengingatkan dan saling berkompetisi. Begitu pula
dengan adanya pakar dalam kelompok tersebut, usaha yang dilakukan menjadi
sistematik dan terarah. Jadi , lebih baik jika penurunan berat badan dilakukan
pada saat belum mengalami kondisi penyakit tertentu, bukan akibat dari
penyakit yang diderita.

2. Pengaturan Diet
Makin gemuk seseorang maka makin mudah untuk merasa lapar. Ini karena
pengaruh zat atau hormon yang terdapat dalam sel-sel lemak. Maka usaha
pembatasan diet harus dilakukan sesegera mungkin. Jika yang bersangkutan
menganggap bahwa usaha pembatasan diet bisa dilakukan kapan saja (tetapi
tidak saat ini), tentu usahanya menjadi lebih sulit. Karena itu, pada saat ini
juga, tetapkanlah bahwa saya harus membatasi diet saya, sebelum menjadi
lebih gemuk lagi dengan risiko lebih susah lagi untuk berdiet. Carilah
makanan yang rendah kalori. Mulailah hari kita hanya dengan mengonsumsi
setengah dari porsi makan Anda sehari-hari. Semua porsi yang kita makan
dikurangi separoh. Itu saja. Jangan lupa pula membatasi makanan manis, asin,
dan lemak. Tetapi harus diingat, jangan sampai kebablasan mengatasi
kegemukan. Anjuran WHO, jumlah penurunan massa tubuh yang baik dan
aman adalah sekitar setengah hingga 1 kg per minggu.
3. Pola Hidup Sehat
Selain pengaturan diet, biasakanlah menimbang badan Anda untuk
mengevaluasi usaha Anda. Hal ini kelihatan sepele namun memberi efek yang
tidak kalah besarnya dengan program diet itu sendiri. Begitu pula dengan
berolahraga, lakukan dengan baik dan benar.

4. Pembedahan
Pembedahan berupa pengambilan lemak perut (omentum) dilakukan jika
seseorang telah memiliki BMI sama atau lebih dari 40. Selain itu bisa juga
dilakukan pada BMI kurang dari 35, jika telah memiliki penyakit yang bisa
mengancam jiwa akibat berat tubuh berlebihan.
BAB IV

PENUTUP

A. Kesimpulan
Pola hidup sehat, penting untuk mencegah dan mengatasi obesitas dari risiko
penyakit yang ditimbulkannya. Lingkar perut adalah barometer kesehatan anda.
Bila bagian pinggang dari pakaian anda terasa sempit, waspadai adanya Sindrom
Metabolik. Obesitas terjadi karena adanya kelebihan energi yang disimpan dalam
bentuk jaringan lemak. Gangguan keseimbangan energi ini dapat disebabkan oleh
faktor eksogen (obesitas primer) sebagai akibat nutrisional (90%) dan faktor
endogen (obesitas sekunder) akibat adanya kelainan hormonal, sindrom atau defek
genetik (meliputi 10%).
Dampak-dampak yang ditimbulkan dari obesitas selain menyebabkan
masalah fisiologis, timbulnya beberapa penyakit, juga menyebabkan masalah
emosional dan psikologis seperti berkurangnya kepercayaan diri karena
penampilan fisik ’kurang menarik’.

B. Saran
Sesuai dengan kecukupan tubuhnya. Selain itu disarankan pula melakukan
exercise dengan prinsip bagi penderita obesitas disarankan untuk bisa memilih
makanan yang baik dan sehat serta FIT (frequency, intensity and time).
Bagi penderita super obesitas disarankan untuk berkonsultasi dengan dokter
untuk mengetahui treatment (jenis bedah atau terapi) apa yang dibutuhkan dan
cocok untuk keadaannya.
DAFTAR PUSTAKA

1. Cunningham S.A., Kramer M.R., & Narayan K.M.V. 2014. Incidence of


Childhood Obesity in the United States. N Engl J Med 2014;370:403-11.

2. Baidal J.A.W., Taveras E.M. 2014. Protecting progress against childhood obesity
– the national school lunch program. N Engl J Med 371;20, 1862-1865.

3. Hastuty Y.D., et al. 2013. Analisis Kadar Leptin pada Obesitas Viseral dan Non
Viseral. Sumatera.

4. Komang W. 2011. Kejadian Sindroma Metabolik Berdasarkan Status Obesitas


Pada Masyarakat Perkotaan Denpasar. Jurnal Ilmu Gizi 2 (2) : 129-138.

5. Burhan F.Z., Sirajuddin S., & Indriasari R. Pola konsumsi terhadap kejadian
obesitas sentral pada pegawai pemerintahan di kantor bupati kabupaten jeneponto.
Jurnal Media Kesehatan Masyarakat Indonesia. Diakses dari: file:///D:/COASS
%20UKI/COASS%20KK/Jurnal%20MKMI%20Fatimah.pdf

6. Hidayati S.N. 2010. Obesitas Pada Anak. FK Unair Surabaya : 1-11.

7. Garaulet M. 2010. The chronobiology, etiology and pathophysiology of obesity.


International Journal of Obesity 34 : 1667-1683.

8. Landsberg L. 2013. Obesity-Related Hypertension: Pathogenesis, Cardiovascular


Risk, and Treatment. The Journal of Clinical Hypertension 15 (1) : 14-33.
9. U.S. Department of Health and Human Services. 2000. The Practical Guide
Identification, Evaluation, and Treatment of Overweight and Obesity in Adults. 1-
80.

10. Thearle M.S., Votruba S.B., Piaggi P., Muller Y.L., Hanson R.L., Baier L.J., et al.
2015. The effect of Differing Patterns of Childhood Body Mass Index Gain on
Adult Physiology in American Indians. Obesity (2015) 23, 1872–1880.

11. Redinger R.N. 2007. The Pathophysiology of Obesity and Its Clinical
Manifestations. Gastroenterology & Hepatology Journal 3 (11) : 856-863.

12. Garaulet M. 2010. The chronobiology, etiology and pathophysiology of obesity.


International Journal of Obesity 34 : 1667-1683.

13. Rosen C.J., and Ingelfinger J.R. 2015. Unraveling the Function of FTO Variants.
The New England Journal of Medicine 373 (10) : 964-965.

14. Claussnitzer M., et al. 2015. FTO Obesity Variant Circuitry and Adipocyte
Browning in Humans. The New England Journal of Medicine 373 (10) : 895-907.
15. Zhu1 H et al. 2015. High sodium intake is associated with short leukocyte
telomere length in overweight and obese adolescents. International Journal of
Obesity 39: 1249–1253.

16. Jou C. 2014. History of Medicine : The Biology and Genetics of Obesity — A
Century of Inquiries. The New England Journal of Medicine 370 (20) : 1874-
1877.

17. National Endocrine and Metabolic Diseases Information Service. Retrieved from:
http://www.niddk.nih.gov/health-information/health-topics/endocrine/cushings-
syndrome/Documents/Cushings_Syndrome_508.pdf

18. Daniels S.R. 2009. Complications of obesity in children and adolescents.


International Journal of Obesity 33 : S60-S65.

19. Malnick et al. 2006. The medical complications of obesity. Q J Med 99:565–579.

20. Amy E. 2008. Obesity : A Growing & Dangerous Public Health Challenge The
American college of Gastroenterology obesity initiative. 1-19.

21. Listiyana A.D., Mardiana, & Prameswari G.N. 2013. Obesitas sentral dan kadar
kolesterol darah total. Jurnal Kesehatan Masyarakat, 9(1), 37-43.

22. National Institutes of Health National Heart, Lung, and Blood Institute North
American Association for The Study of Obesity. Retrieved from:
https://www.nhlbi.nih.gov/files/docs/guidelines/prctgd_c.pdf

23. Segula D. 2014. Complications of obesity in adults: A short review of the


literature. Malawi Medical Journal, 26(1), 20-24.

24. Sandjaja, Sudikno. 2005. Prevalensi gizi lebih dan obesitas penduduk dewasa di
Indonesia. Diunduh dari: file:///D:/COASS%20UKI/COASS%20KK/21-40-1-SM
%20data%20susena.pdf

Anda mungkin juga menyukai