Anda di halaman 1dari 21

BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : Tn. A
Umur : 61 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pernikahan : Menikah
Alamat : Jakarta

II. Anamnesa
Anamnesa dilakukan secara autoanamnesis terhadap pasien pada tanggal 22
Juli 2017, di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Islam Sukapura.
a. Keluhan Utama : Sesak nafas
b. Keluhan Tambahan : Demam, batuk tidak berdahak

III. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien mengeluhkan sesak nafas kurang lebih sejak 7 hari SMRS, sesak
terus menerus, apabila berbaring tambah sesak, makin lama semakin sesak, batuk
sejak kurang lebih 3 hari, demam 3 hari.

IV. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien menyangkal mempunyai riwayat hipertensi, diabetes dan penyakit
lainnya.

V. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien ada yang mempunyai penyakit DM dan hipertensi

VI. Riwayat Pengobatan


Pasien mengkonsumsi obat demam yang dibelinya sendiri di apotek
VII. Pemeriksaan Fisik
Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : Compos mentis

Tanda Vital
TD :100/70 mmHg RR : 28 x/menit
S : 38,6 ºC
N : 105 x/menit

GCS (Glaw Coma Scale)


Eyes :4 Verbal :5
Motorik :6 GCS : 15

BMI (Body Mass Index)


Berat Badan : 58 Kg BMI: 22,6 kg/m2
Tinggi Badan: 160cm

Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata
Palpebra : Edema –/– Pupil : Bulat, isokor
Konjungtiva : Anemis -/- Refleks Cahaya : +/+
Sklera : Ikterik –/–

Telinga
Bentuk : Normal/Normal Mukosa : Hiperemis (-)
Liang : Lapang Serumen : –/–

Hidung
Bentuk : Normal
Deviasi Septum :–
Sekret : –/–
Concha : Hipertrofi –/–, hperemis –/–, oedem –/–

Mulut
Bibir :normal Tonsil : T1–T2 tenang
Lidah : putih pucat Mukosa Faring : Hiperemis (–)

Leher
KGB : Tidak terdapat pembesaran
Kel. Thyroid : Tidak terdapat pembesaran
JVP : JVP 5±2 cmH2O

Thoraks
Paru
Inspeksi : Hemithorax kanan-kiri simetris dalam keadaan statis dan
dinamis
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas bronco vesikuler, rhonki –/+, wheezing –/+
daerah basal paru sinistra
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I–BJ II reguler, murmur (–), gallop (–)

Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan(–)
Perkusi : Timpani

Ekstremitas
Atas
Akral : Hangat Perfusi : Baik
Sianosis : (–) Edema : (–)
Bawah
Akral : Hangat Perfusi : Baik
Sianosis : (-) Edema : (–)

Kulit : normal

V. Diagnosis
Febris ec. Suspect Bronkopneumonia

VI. Terapi

5
Rawat Inap
O2 nasal kanul 4 Lpm
Nebulizer : Ventoline : Pullmicort 1:1
IVFD RL 8 jam/kolf
Parasetamol tab 1 x 500mg

VII. Planning (Rencana)


Cek DR, GDS
Thorax PA
EKG
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

PENDAHULUAN

Pneumonia merupakan bentuk infeksi saluran napas bawah akut tersering yang menimbulkan
angka kesakitan dan kematian yang tinggi serta kerugian produktivitas kerja. Penyakit ini dapat terjadi
secara primer ataupun merupakan kelanjutan manifestasi infeksi saluran napas bawah lainnya misalnya
sebagai perluasan bronkiektasis yang terinfeksi. 1

DEFINISI

Pneumonia merupakan penyakit peradangan akut pada paru yang disebabkan oleh infeksi
mikroorganisme dan sebagian kecil disebabkan oleh penyebab non-infeksi yang akan menimbulkan
konsolidasi jaringan paru dan gangguan pertukaran gas setempat. 1

ANATOMI PARU2

Struktur dasar jalan nafas telah ada sejak lahir dan berkembang selama neonatus dan dewasa
menjadi sistem bronkhopulmonal. Jalan nafas pada setiap usia tidak simetris. Apabila dibagi menjadi dua
bagian, ada perbedaan bentuk dan jumlah cabang yang tergantung dari lokasinya. Variasi tersebut
menyebabkan implikasi fisiologi yang berbeda. Alur yang berbeda menyebabkan perbedaan resistensi
terhadap aliran udara, sehingga menyebabkan distribusi udara atau partikel yang terhisap tidak merata.
Cabang dari bronkus mengalami pengecilan ukuran dan kehilangan kartilago, yang kemudian disebut
bronkhiolus. Bronkhiolus terminalis membuka saat pertukaran udara dalam paru-paru.

Jalan nafas dilapisi oleh membran epitel yang berganti secara bertahap dari epitel kolumner
bertingkat bersilia di bronkus menjadi epitel kubus bersilia pada area tempat pertukaran udara. Sillia
berfungsi untuk menghantarkan mukus dari pinggir jalan nafas ke faring. Sistem transport mukosilier ini
berperan penting dalam mekanisme pertahanan paru. Sel goblet pada trakhea dan bronkhus
memproduksi musin dalam retikulum endoplasma kasar dan apparatus golgi. Sel goblet meningkat
jumlahnya pada beberapa gangguan seperti bronkhitis kronis yang hasilnya terjadi hipersekresi mukus
dan peningkatan produksi sputum.
Unit pertukaran udara (terminal respiratory) terdiri dari bronkhiolus distal sampai terminal :
bronkhiolus respiratorius, duktus alveolaris dan alveoli.

Gambar 1. Anatomi Unit pertukaran udara


Gambar 2. Unit pernafasan terminal

Pada pemeriksaan luar pulmo dekstra lebih pendek dan lebih berat dibanding pulmo sinistra.
Pulmo dekstra dan sinistra dibagi oleh alur yang disebut incissura interlobaris dalam beberapa Lobus
Pulmonis. Pulmo dekstra dibagi menjadi 3 lobi, yaitu:

1. Lobus Superior
Dibagi menjadi 3 segmen: apikal, posterior, inferior

2. Lobus Medius
Dibagi menjadi 2 segmen: lateralis dan medialis

3. Lobus Inferior
Dibagi menjadi 5 segmen: apikal, mediobasal, anterobasal, laterobasal, posterobasal

Pulmo sinistra dibagi menjadi 2 lobi, yaitu:

1. Lobus Superior
Dibagi menjadi segmen: apikoposterior, anterior, lingularis superior, lingularis inferior.

2. Lobus Inferior

Dibagi menjadi 4 segmen: apikal, anteromediobasal, laterobasal, dan posterobasal


Gambar 3. Lobus dan segmentasi paru

EPIDEMIOLOGI

Pneumonia hingga saat ini masih tercatat sebagai masalah kesehatan utama pada anak di Negara
berkembang. Pneumonia merupakan penyebab utama morbiditas dan mortalitas anak berusia dibawah
lima tahun (balita). Diperkirakan hampir seperlima kematian anak di seluruh dunia, lebih kurang dua juta
anak balita, meninggal setiap tahun akibat pneumonia, sebagian besar terjadi di Afrika dan Asia Tenggara.
Menurut survey kesehatan nasional (SKN) 2001, 27,6% angka kematian bayi dan 22,8% kematian balita
di Indonesia disebabkan oleh penyakit system respiratori, terutama pneumonia. 1,3

ETIOLOGI

Etiologi pneumonia sulit dipastikan karena kultur sekret bronkus merupakan tindakan yang sangat invasif
sehingga tidak dilakukan.4,6

Hasil penelitian  44-85% CAP disebabkan oleh bakteri dan virus, dan 25-40% diantaranya disebabkan
lebih dari satu patogen. Patogen penyebab pneumonia pada anak bervariasi tergantung :

- Usia
- Status lingkungan
- Kondisi lingkungan (epidemiologi setempat, polusi udara)
- Status imunisasi
- Faktor pejamu (penyakit penyerta, malnutrisi)
Sebagian besar pneumonia bakteri didahului dulu oleh infeksi virus.

Etiologi menurut umur, dibagi menjadi :5,7

1. Bayi baru lahir (neonatus – 2 bulan)


Organisme saluran genital ibu : Streptokokus grup B, Escheria coli dan kuman Gram negatif lain,
Listeria monocytogenes, Chlamydia trachomatis  tersering , Sifilis kongenital  pneumonia alba.

Sumber infeksi lain : Pasase transplasental, aspirasi mekonium, CAP

2. Usia > 2 – 12 bulan


S. aureus dan Streptokokus grup A  tidak sering tetapi fatal. Pneumonia dapat ditemukan pada 20%
anak dengan pertusis

3. Usia 1 – 5 tahun
Streptococcus pneumonia, H. influenzae, Stretococcus grup A, S. aureus  tersering

Chlamydia pneumonia : banyak pada usia 5-14 th (disebut pneumonia atipikal)

4. Usia sekolah dan remaja


S. pneumonia, Streptokokus grup A, dan Mycoplasma pneumoniae (pneumonia atipikal)terbanyak

PATOGENESIS

Normalnya, saluran pernafasan steril dari daerah sublaring sampai parenkim paru. Paru-paru
dilindungi dari infeksi bakteri melalui mekanisme pertahanan anatomis dan mekanis, dan faktor imun
lokal dan sistemik. Mekanisme pertahanan awal berupa filtrasi bulu hidung, refleks batuk dan mukosilier
aparatus. Mekanisme pertahanan lanjut berupa sekresi Ig A lokal dan respon inflamasi yang diperantarai
leukosit, komplemen, sitokin, imunoglobulin, makrofag alveolar, dan imunitas yang diperantarai sel. 2

Infeksi paru terjadi bila satu atau lebih mekanisme di atas terganggu, atau bila virulensi
organisme bertambah. Agen infeksius masuk ke saluran nafas bagian bawah melalui inhalasi atau aspirasi
flora komensal dari saluran nafas bagian atas, dan jarang melalui hematogen. Virus dapat meningkatkan
kemungkinan terjangkitnya infeksi saluran nafas bagian bawah dengan mempengaruhi mekanisme
pembersihan dan respon imun. Diperkirakan sekitar 25-75 % anak dengan pneumonia bakteri didahului
dengan infeksi virus. 7

Invasi bakteri ke parenkim paru menimbulkan konsolidasi eksudatif jaringan ikat paru yang bisa
lobular (bronkhopneumoni), lobar, atau intersisial. Pneumonia bakteri dimulai dengan terjadinya hiperemi
akibat pelebaran pembuluh darah, eksudasi cairan intra-alveolar, penumpukan fibrin, dan infiltrasi
neutrofil, yang dikenal dengan stadium hepatisasi merah. Konsolidasi jaringan menyebabkan penurunan
compliance paru dan kapasitas vital. Peningkatan aliran darah yamg melewati paru yang terinfeksi
menyebabkan terjadinya pergeseran fisiologis (ventilation-perfusion missmatching) yang kemudian
menyebabkan terjadinya hipoksemia. Selanjutnya desaturasi oksigen menyebabkan peningkatan kerja
jantung. Stadium berikutnya terutama diikuti dengan penumpukan fibrin dan disintegrasi progresif dari
sel-sel inflamasi (hepatisasi kelabu). Pada kebanyakan kasus, resolusi konsolidasi terjadi setelah 8-10 hari
dimana eksudat dicerna secara enzimatik untuk selanjutnya direabsorbsi dan dan dikeluarkan melalui
batuk. Apabila infeksi bakteri menetap dan meluas ke kavitas pleura, supurasi intrapleura menyebabkan
terjadinya empyema. Resolusi dari reaksi pleura dapat berlangsung secara spontan, namun kebanyakan
menyebabkan penebalan jaringan ikat dan pembentukan perlekatan. 5,8
Gambar 5. Algoritma Patofisiologi brokhopneomonia

MANIFESTASI KLINIK

Gambaran klinik biasanya didahului oleh infeksi saluran nafas akut bagian atas selama beberapa hari,
kemudian diikuti dengan demam, menggigil. Suhu tubuh kadang-kadang melebihi 40 0c, sakit tenggorok,
5
nyeri otot, dan sendi. Juga disertai batuk dengan sputum mukoid atau purulen, kadang-kadang berdarah.
PEMERIKSAAN FISIK

Dalam pemeriksaan fisik penderita bronkhopneumoni ditemukan hal-hal sebagai berikut : 1,5,7

a. Pada setiap nafas terdapat retraksi otot epigastrik, interkostal, suprasternal, dan pernapasan cuping
hidung.
Tanda objektif yang merefleksikan adanya distres pernapasan adalah retraksi dinding dada;
penggunaan otot tambahan yang terlihat dan cuping hidung; orthopnea; dan pergerakan pernafasan
yang berlawanan. Tekanan intrapleura yang bertambah negatif selama inspirasi melawan resistensi
tinggi jalan nafas menyebabkan retraksi bagian-bagian yang mudah terpengaruh pada dinding dada,
yaitu jaringan ikat inter dan sub kostal, dan fossae supraklavikula dan suprasternal. Kebalikannya,
ruang interkostal yang melenting dapat terlihat apabila tekanan intrapleura yang semakin positif.
Retraksi lebih mudah terlihat pada bayi baru lahir dimana jaringan ikat interkostal lebih tipis dan
lebih lemah dibandingkan anak yang lebih tua.

Kontraksi yang terlihat dari otot sternokleidomastoideus dan pergerakan fossae supraklavikular
selama inspirasi merupakan tanda yang paling dapat dipercaya akan adanya sumbatan jalan nafas.
Pada infant, kontraksi otot ini terjadi akibat “head bobbing”, yang dapat diamati dengan jelas ketika
anak beristirahat dengan kepala disangga tegak lurus dengan area suboksipital. Apabila tidak ada
tanda distres pernapasan yang lain pada “head bobbing”, adanya kerusakan sistem saraf pusat dapat
dicurigai.

Pengembangan cuping hidung adalah tanda yang sensitif akan adanya distress pernapasan dan
dapat terjadi apabila inspirasi memendek secara abnormal (contohnya pada kondisi nyeri dada).
Pengembangan hidung memperbesar pasase hidung anterior dan menurunkan resistensi jalan napas
atas dan keseluruhan. Selain itu dapat juga menstabilkan jalan napas atas dengan mencegah tekanan
negatif faring selama inspirasi.

b. Pada palpasi ditemukan vokal fremitus yang simetris.


Konsolidasi yang kecil pada paru yang terkena tidak menghilangkan getaran fremitus selama
jalan napas masih terbuka, namun bila terjadi perluasan infeksi paru (kolaps paru/atelektasis) maka
transmisi energi vibrasi akan berkurang.

c. Pada perkusi tidak terdapat kelainan


d. Pada auskultasi ditemukan crackles sedang nyaring.
Crackles adalah bunyi non musikal, tidak kontinyu, interupsi pendek dan berulang dengan
spektrum frekuensi antara 200-2000 Hz. Bisa bernada tinggi ataupun rendah (tergantung tinggi
rendahnya frekuensi yang mendominasi), keras atau lemah (tergantung dari amplitudo osilasi) jarang
atau banyak (tergantung jumlah crackles individual) halus atau kasar (tergantung dari mekanisme
terjadinya).

Crackles dihasilkan oleh gelembung-gelembung udara yang melalui sekret jalan napas/jalan
napas kecil yang tiba-tiba terbuka.

PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan laboratorium

Pada pemeriksaan laboratorium terdapat peningkatan jumlah leukosit. Hitung leukosit dapat
membantu membedakan pneumoni viral dan bakterial. Infeksi virus leukosit normal atau meningkat
(tidak melebihi 20.000/mm3 dengan limfosit predominan) dan bakteri leukosit meningkat 15.000-
40.000 /mm3 dengan neutrofil yang predominan. Pada hitung jenis leukosit terdapat pergeseran ke kiri
serta peningkatan LED. Analisa gas darah menunjukkan hipoksemia dan hipokarbia, pada stadium lanjut
dapat terjadi asidosis respiratorik. Isolasi mikroorganisme dari paru, cairan pleura atau darah bersifat
invasif sehingga tidak rutin dilakukan 1,6.

Pemeriksaan radiologi

Foto rontgen toraks pada pneumonia ringan tidak rutin dilakukan, hanya direkomendasikan pada
pneumonia berat yang dirawat. Kelainan foto rontgen toraks pada pneumonia tidak selalu berhubungan
dengan gambaran klinis. Umumnya pemeriksaan yang diperlukan untuk menunjang diagnosis pneumonia
hanyalah pemeriksaan posisi AP. Lynch dkk mendapatkan bahwa tambahan posisi lateral pada foto
rontgen toraks tidak meningkatkan sensitivitas dan spesifisitas penegakkan diagnosis.
Gambar 6. Ro. infiltrat alveoler di lobus kanan bawah ec. S pneumoniae

Secara umum gambaran foto toraks terdiri dari:

- Infiltrat interstisial, ditandai dengan peningkatan corakan bronkovaskular, peribronchial cuffing dan
hiperaerasi
- Infiltrat alveolar, merupakan konsolidasi paru dengan air bronchogram. Konsolidasi dapat mengenai
satu lobus disebut dengan pneumonia lobaris atau terlihat sebagai lesi tunggal yang biasanya cukup
besar, berbentuk sferis, berbatas yang tidak terlalu tegas dan menyerupai lesi tumor paru disebut
sebagai round pneumonia
- Bronkopneumonia ditandai dengan gambaran difus merata pada kedua paru berupa bercak-bercak
infiltrat yang dapat meluas hingga daerah perifer paru disertai dengan peningkatan corakan
peribronkial

Gambaran foto rontgen toraks dapat membantu mengarahkan kecenderungan etiologi. Penebalan
peribronkial, infiltrat interstitial merata dan hiperinflasi cenderung terlihat pada pneumonia virus. Infiltrat
alveolar berupa konsolidasi segmen atau lobar, bronkopneumonia dan air bronchogram sangat mungkin
disebabkan oleh bakteri 2.

Pemeriksaan Mikrobiologis

Pemeriksaan mikrobiologik untuk diagnosis pneumonia anak tidak rutin dilakukan kecuali pada
pneumonia berat yang dirawat di RS. Untuk pemeriksaan mikrobiologik, spesimen dapat berasal dari usap
tenggorok, sekret nasofaring, bilasan bronkus, darah, pungsi pleura, atau aspirasi paru 2,5
KRITERIA DIAGNOSIS

Dari anamnesa didapatkan gejala non respiratorik dan gejala respiratorik. Dasar diagnosis tergantung
umur, beratnya penyakit dan jenis organisme penyebab. Pada bayi/anak kecil (balita) pemeriksaan
auskultasi sering tidak jelas, maka nafas cepat dan retraksi/tarikan dinding dada bagian bawah ke dalam
dipakai sebagai parameter. Kriteria nafas cepat, yaitu :

 Umur < 2 bl : ≥ 60x/menit


 2 bl-< 12 bl : ≥ 50x/menit
 12 bl-5 th : ≥ 40x/menit
 ≥ 5 tahun : ≥ 30x/menit

Dapat juga dipakai kriteria paling sedikit 3 dari 5 gejala/tanda berikut

- Sesak nafas disertai pernafasan cuping hidung dan tarikan dinding dada
- Panas badan
- Ronki basah sedang nyaring pada bronkopneumonia atau suara pernafasan bronkial
(pada daerah yang dengan perkusi bernada pekak) pada pneumonia lobaris
- Foto toraks menunjukkan adanya infiltrat berupa bercak-bercak (bronko) difus merata
(lober) pada satu atau beberapa lobus
- Leukositosis Pada infeksi virus tidak melebihi 20.000/mm 3 dengan limfosit predominan,
dan bakteri 15.000-40.000/mm3 neutrofil dominan.
Kadar leukosit berdasarkan umur:

o Anak umur 1 bulan : 5000 – 19500


o Anak umur 1-3 tahun : 6000 – 17500
o Anak umur 4-7 tahun : 5500 – 15500
o Anak umur 8-13 tahun: 4500 - 13500
Pedoman diagnose dan tatalaksana yang lebih sederhana menurut WHO. Berdasarkan pedoman tersebut
bronkopneumoni dibedakan berdasarkan :

- Bronkopneumonia sangat berat :


Bila terjadi sianosis sentral dan anak tidak sanggup minum, maka anak harus dirawat di rumah sakit dan
diberi antibiotika.

- Bronkopneumonia berat :
Bila di jumpai adanya retraksi, tanpa sianosis dan masih sanggup minum, maka anak harus dirawat di
rumah sakit dan d beri antibiotic.

DIAGNOSIS BANDING

Diagnosis banding anak yang datang dengan keluhan batuk dan atau kesulitan bernafas.8,9

Diagnosis Gejala klinis yang ditemukan

Bronkiolitis - episode pertama wheezing pada anak umur


< 2 tahun
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
- gejala pada pneumonia juga dapat dijumpai
kurang atau tidak ada respon dengan
bronkodilator
Tuberculosis (TB) - riwayat kontak positif dengan pasien TB
dewasa
- uji tuberculin positif (≥10 mm, pada
keadaan imunosupresi ≥ 5 mm)
- pertumbuhan buruk/kurus atau berat badan
menurun
- demam (≥ 2 minggu) tanpa sebaba yang
jelas
- batuk kronis (≥ 3 minggu)
pembengkakan kelenjar limfe leher,
aksila, inguinal yang spesifik.
Pembengkakan tulang/sendi punggung,
panggul, lutut, falang.

Asma - riwayat wheezing berulang, kadang tidak


berhubungan dengan batuk dan pilek
- hiperinflasi dinding dada
- ekspirasi memanjang
berespon baik terhadap bronkodilator

PENATALAKSANAAN1,6,9

- Sebelum memberikan obat ditentukan dahulu : Berat ringannya penyakit, riwayat


pengobatan sebelumnya dan respons terhadap pengobatan tersebut, adanya penyakit yang
mendasarinya
- Antibiotik awal (dalam 24-72 jam pertama) :

 Antibiotik pengganti bergantung pada kuman penyebab


 Pneumokokus : 3-16% sudah resisten dengan penisilin Diganti dengan
sefuroksim, sefotaksim, linkomisin atau vankomisin
 H. influenzae : Diganti dengan sefuroksim, sefazolin, sefotaksim, eritromisin,
linkomisin atau klindamisin
 S. aureus : Diganti dengan kloksasilin, dikloksasilin, flukloksasilin, sefazolin,
klindamisin atau linkomisin
 Batang Gram (-) : Aminoglikosida (gentamisin, amikasin, dll)
 Mikoplasma : Eritomisin, tetrasiklin (untuk anak > 8 th)

- Simtomatik (untuk panas badan dan batuk) Sebaiknya tidak diberikan terutama pada 72 jam
pertama, karena dapat mengacaukan interpretasi reaksi terhadap antibiotik awal
- Suportif O2 lembab 40% melalui kateter hidung diberikan sampai sesak nafas hilang (analisis
gas sampai dengan PaO2 ≥ 60 Torr)
- Cairan, nutrisi dan kalori yang memadai : Melalui oral, intragastrik, atau infus. Jenis cairan
infus disesuaikan dengan keseimbangan elektrolit. Bila elektrolit normal berikan larutan 1:4
(1 bagian NaCl fisiologis + 3 bagian dekstrosa 5%), Asidosis (pH < 7,30) diatasi dengan
bikarbonat i.v. Dosis awal : 0,5 x 0,3 x defisit basa x BB (kg) → mEq, Dosis selanjutnya
tergantung hasil pemeriksaan pH dan kelebihan basa (base excess ) 4-6 jam setelah dosis
awal. Apabila pH dan kelebihan basa tidak dapat diperiksa, berikan bikarbonat i.v. = 0,5 x 2-3
mEq x BB (kg) sebagai dosis awal, dosis selanjutnya tergantung gambaran klinis 6 jam
setelah dosis awal
- Fisioterapi

KOMPLIKASI

Komplikasi dari bronchopneumonia adalah :

 Atelektasis adalah pengembangan paru-paru yang tidak sempurna atau kolaps paru
merupakan akibat kurangnya mobilisasi atau refleks batuk hilang.
 Empiema adalah suatu keadaan dimana terkumpulnya nanah dalam rongga pleura
terdapat di satu tempat atau seluruh rongga pleura.
 Abses paru adalah pengumpulan pus dalam jaringan paru yang meradang.
 Infeksi sitemik
- Endokarditis yaitu peradangan pada setiap katup endokardial.
- Meningitis yaitu infeksi yang menyerang selaput otak.

PROGNOSIS

Sembuh total, mortalitas kurang dari 1 %, mortalitas bisa lebih tinggi didapatkan pada anak-anak dengan
keadaan malnutrisi energi-protein dan datang terlambat untuk pengobatan.

Interaksi sinergis antara malnutrisi dan infeksi sudah lama diketahui. Infeksi berat dapat memperjelek
keadaan melalui asupan makanan dan peningkatan hilangnya zat-zat gizi esensial tubuh. Sebaliknya
malnutrisi ringan memberikan pengaruh negatif pada daya tahan tubuh terhadap infeksi. Kedua-duanya
bekerja sinergis, maka malnutrisi bersama-sama dengan infeksi memberi dampak negatif yang lebih besar
dibandingkan dengan dampak oleh faktor infeksi dan malnutrisi apabila berdiri sendiri 6.

DAFTAR PUSTAKA
1. Correa Armando.G, Starke Jeffrey R. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children:
“Bacterial Pneumoniasi”, Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia, London, Toronto,
Montreal, Sydney, Tokyo. 1998.
2. Guyton, Hall. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Buku Kedokteran EGC. Jakarta : 1997. Hal 633.
3. Konsensus Pneumonia. Bagian Pulmonologi FKUI/RSUP Persahabatan. Jakarta : 2000.
4. O’Brodovich Hugh M, Haddad Gabriel G. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children:
“The Functional Basis of Respiratory Pathology and Disease”, Sixth Edition. WB. Saunders
Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal, Sydney, Tokyo. 1998.
5. Pasterkamp Hans. Kendig’s Disorder of the Respiratory Tract in Children :”The History and Physical
Examination” , Sixth Edition. WB. Saunders Company Philadelphia, London, Toronto, Montreal,
Sydney, Tokyo. 1998.
6. Pedoman Terapi Ilmu Kesehatan Anak, Unpad. Bandung : 2005.
7. Reinhard V. Putz, Reinhard Pabst. Atlas Anatomi Manusia Sobotta Jilid 2. Edisi 21. Buku Kedokteran
EGC. Jakarta : 2000. Hal 99.
8. Sectish Theodore C, Prober Charles G. Nelson Textbook of Pediatrics : “Pneumonia”. Edisi ke-17.
Saunders. 2004.
9. Rahajoe, Nastini.N.2008.Buku Ajar Respirologi,Edisi 1.Jakarta : IDAI

Anda mungkin juga menyukai