Anda di halaman 1dari 20

BAB I

LAPORAN KASUS

I. Identitas Pasien
Nama : An. F
Umur : 2 tahun
Jenis Kelamin : Laki-laki
Agama : Islam
Pernikahan :-
Alamat : Jakarta

II. Anamnesa
Anamnesa dilakukan secara aloanamnesis terhadap ibu pasien pada tanggal
16 Agustus 2017, di Instalasi Gawat Darurat (IGD) RS Islam Sukapura.
a. Keluhan Utama : Kejang
b. Keluhan Tambahan : Demam, lemas

III. Riwayat Penyakit Sekarang


Pasien datang dibawa ibu kandungnya ke IGD RSI Sukapura karena kejang,
kejang berlangsung selama kurang lebih 5 menit SMRS,kejang seperti kelojotan,
pada saat di RS pasien masih kejang, sebelumnya pasien demam 2 hari SMRS,
hanya dikompres saja, belum diobati ataupun dibawa ke dokter. Mual (-), muntah
(-), Batuk (-), pilek (-), sesak (-).

IV. Riwayat Penyakit Dahulu


Pasien belum pernah mengalami hal seperti ini sebelumnya.

V. Riwayat Penyakit Keluarga


Keluarga pasien tidak ada yang mempunyai keluhan yang sama.
VI. Riwayat Pengobatan
Pasien belum mengkonsumsi obat apapun sebelumnya.

VII. Pemeriksaan Fisik


Keadaan Umum : Tampak sakit sedang Kesadaran : tidak dapat
dinilai

Tanda Vital
N : 78 x/menit S : 38,7 ºC
RR : 22 x/menit
BB : 13 kg
GCS (Glaw Coma Scale)
GCS : sulit dinilai

Kepala
Bentuk : Normocephal
Rambut : Hitam, tidak mudah dicabut

Mata
Palpebra : Edema –/– Pupil : Bulat, isokor
Konjungtiva : Anemis -/- Refleks Cahaya : +/+
Sklera : Ikterik –/–

Telinga
Bentuk : Normal/Normal Mukosa : Hiperemis (-)
Liang : Lapang Serumen : –/–

Hidung
Bentuk : Normal
Deviasi Septum :–
Sekret : –/–
Concha : Hipertrofi –/–, hperemis –/–, oedem –/–

Mulut
Bibir :normal Tonsil : T1–T2 tenang
Lidah : normal Mukosa Faring : Hiperemis (–)

Leher
KGB : Tidak terdapat pembesaran
Kel. Thyroid : Tidak terdapat pembesaran

Thoraks
Paru
Inspeksi : Hemithorax kanan-kiri simetris dalam keadaan statis dan
dinamis
Palpasi : Fremitus taktil dan vokal kanan sama dengan kiri
Perkusi : Sonor pada kedua lapang paru
Auskultasi : Suara nafas vesikuler, rhonki –/–, wheezing –/–
Jantung
Inspeksi : Ictus cordis tidak terlihat
Palpasi : Ictus cordis tidak teraba
Perkusi : Jantung dalam batas normal
Auskultasi : BJ I–BJ II reguler, murmur (–), gallop (–)

Abdomen
Inspeksi : Datar, simetris
Auskultasi : Bising usus (+) normal
Palpasi : Supel, nyeri tekan(–)
Perkusi : Timpani
Ekstremitas
Atas
Akral : Hangat Perfusi : Baik
Sianosis : (–) Edema : (–)
Bawah
Akral : Hangat
Sianosis : (-)
Perfusi : Baik
Edema :(–)
Kulit : normal

V. Diagnosis
Kejang Demam Kompleks

VI. Terapi
- Rawat inap
- O2 Nasal kanul 3 lpm
- Diazepam Rectal 10 mg (Supp) ---> kejang berhenti pasien lemas dan menangis
- IVFD : Asering 10 tpm makro
- Paracetamol drip 130 mg (IV)

VII. Planning (Rencana)


- Cek DR
- Pantau Suhu dan kejang
- Rawat Spesialis Anak

5
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

BAB I
PENDAHULUAN

Kejang merupakan gangguan neurologis yang lazim pada kelompok umur pediatri dan
terjadi dengan frekuensi 4-6 kasus/1000 anak. Kejang merupakan suatu serangan mendadak
yang dapat nampak sebagai gangguan atau kehilangan kesadaran, aktifitas motorik abnormal,
kelainan perilaku, gangguan sensoris, atau disfungsi outonom. Beberapa kejang ditandai oleh
gerakan abnormal tanpa kehilangan atau gangguan kesadaran. Kebanyakan kejang pada anak-
anak disebabkan oleh gangguan somatik yang berasal dari luar otak seperti demam tinggi,
infeksi, pingsan, trauma kepala, hipoksia, toksin, atau aritmia jantung. Keadaan lain seperti
gangguan pernafasan dan refluks gastroesofageal juga dapat menyebabkan kondisi yang
menstimulasi terjadinya kejang.

Sedangkan kejang demam merupakan gangguan kejang yang paling lazim pada masa,
pada sekitar 2% sampai 5% dari jumlah anak-anak. Kejang demam biasanya terjadi pada umur
antara 3 bulan sampai 5 tahun dimana kejang berhubungan dengan adanya demam tetapi
tanpa adanya infeksi atau gangguan intrakranial. Kejang demam pada anak-anak yang
sebelumnya pernah menderita kejang tanpa demam tidak dimasukkan pada kejang demam.
Kejang dan demam juga bisa terjadi bersamaan pada meningitis, ketidakseimbangan elektrolit,
ensefalopati, dan kondisi lain yang diakibatkan oleh gangguan sistem saraf pusat, dalam hal ini
tidak disebut kejang demam.

Kejang demam yang berlangsung singkat umunya tidak berbahaya dan tidak
menimbulkan gejala sisa tetapi pada kejang yang berlangsung lama (lebih dari 15 menit)
6
biasanya disertai dengan apneu, meningkatnya kebutuhan oksigen dan energi untuk kontraksi
otot skelet yang akhirnya terjadi hipoksemia, hiperkapnia, asidosis laktat disebabkan oleh
metabolisme anaerobik, hipotensi arterial disertai denyut jantung yang tidak teratur dan suhu
tubuh makin meningkat disebabkan meningkatnya aktifitas otot dan selanjutnya menyebabkan
metabolisme meningkat. Rangkaian kejadian di atas adalah faktor penyebab hingga terjadinya
kerusakan neuron otak selama berlangsungnya kejang lama. Faktor terpenting adalah gangguan
peredaran darah yang mengakibatkan hipoksia sehingga meninggikan permeabilitas kapiler dan
timbul edema otak yang mengakibatkan kerusakan sel neuron otak. Kerusakan pada daerah
mesial lobus temporalis setelah mendapat serangan kejang yang berlangsung lama dapat
menjadi matang di kemudian hari, sehingga terjadi serangan epilepsi spontan. Jadi kejang yang
berlangsung lama dapat menyebabkan kelainan anatomis di otak hingga terjadi epilepsi5.

7
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi
Kejang demam adalah bangkitan kejang yang terjadi pada kenaikan suhu tubuh ( suhu
rektal di atas 38 o C) yang disebabkan oleh suatu proses ekstrakranial. Pada tahun 1980 sebuah
konferensi konsensus (The Consensus Development Panel on Febrile Convulsions) yang
diadakan oleh National Institutes of Health mendefinisikan kejang demam sebagai kejadian
kejang yang terjadi pada masa anak-anak yang biasanya terjadi antara umur tiga bulan dan lima
tahun yang dikaitkan dengan kenaikan suhu tubuh tanpa adanya bukti infeksi SSP. 1,2,3,4,5,7,8,10,13.
Bila anak berumur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun mengalami kejang didahului
demam perlu dipikirkan kemungkinan lain misalnya infeksi SSP, epilepsi yang kebetulan terjadi
bersama demam. Bila demam disebabkan proses intrakranial, bukan disebut sebagai kejang
demam. Kejang disertai demam pada bayi berumur kurang dari 1 bulan tidak termasuk dalam
kejang demam. Anak yang pernah mengalami kejang tanpa demam, kemudian kejang demam
kembali tidak termasuk dalam kejang demam. Bila kejang demam didahului diare hebat, perlu
dipikirkan kemungkinan bahwa kejang bukan disebabkan demam melainkan karena gangguan
metabolic misalnya hiponatremia, hipernatremia, hipokalsemia, dan hipoglikemia.

2.2. Epidemiologi
Kejang demam terjadi pada 2-4% dari populasi anak berumur 6 bulan sampai 5 tahun
(kebanyakan antara umur 6 dan 18 bulan) 1,3,4,7,10,11,13. Di Amerika antara 2-5% anak-anak
mengalami kejang demam pada usia 6 bulan sampai 5 tahun. Sekitar 70-75% merupakan kejang
demam sederhana. 20-25% merupakan kejang demam kompleks. Dan sekitar sepertiga dari
pasien ini mengalami sedikitnya satu kali kekambuhan. Di internasional angka yang serupa juga
ditemukan pada negara berkembang, walaupun mungkin di negara Asia frekuensinya lebih
besar. Lebih dari 90 % dari kejang demam adalah kejang umum, kurang dari 5 menit dan terjadi
awal pada penyakit yang menyebabkan demam. Penyakit pernafasan akut merupakan hal
terbesar yang dikaitkan dengan kejang demam. Gastroenteritis khususnya yang disebabkan

8
oleh Shigella atau Campylobacter dan infeksi traktus urinarius merupakan penyebab yang lebih
sedikit1,3,8,9,12,13.

2.3. Etiologi dan Patofisiologi


Untuk mempertahankan kelangsungan hidup sel atau organ otak diperlukan suatu energi
yang didapat dari metabolisme. Bahan baku untuk metabolisme otak yang terpenting adalah
glukosa. Sifat proses itu adalah oksidasi dimana oksigen disediakan dengan perantaraan fungsi
paru-paru dan diteruskan ke otak melalui sistem kardiovaskuler5.

Kejang demam terjadi pada anak pada saat perkembangan ketika ambang kejangnya
rendah. Untuk bisa mengerti bagaimana panas atau demam bisa memicu kejang, dan
bagaimana anak mengalami kondisi ini, dan bagaimana 70% dari semua kasus epilepsi dimulai
pada masa anak-anak, seseorang harus mengerti bahwa setiap otak mempunyai keunikan
ambang batas. Sebagai contoh, setiap orang akan mengalami kejang jika demamnya cukup
tinggi. Sekali ambang ini dicapai gangguan elektrikal dalam otak akan mempengaruhi fungsi
motorik dan mental10.

Sel dikelilingi oleh suatu membran yang terdiri dari permukaan dalam adalah lipoid dan
permukaan luar adalah ionik. Dalam keadaan normal membran sel neuron dapat dilalui dengan
mudah oleh ion Kalium (K+) dan sangat sulit dilalui oleh ion Natrium (Na+) dan elektrolit lainnya,
kecuali ion Klorida (Cl-). Akibatnya konsentrasi K+ dalam sel neuron tinggi dan konsentrasi Na+
rendah, sedangkan di luar sel neuron terdapat keadaan sebaliknya. Karena perbedaan jenis dan
konsentrasi ion di dalam dan di luar sel neuron, maka terdapat perbedaan jenis dan konsentrasi
ion di dalam dan di luar sel, maka terdapat perbedaan potensial yang disebut potensial
membran sel neuron. Untuk menjaga keseimbangan potensial membran ini diperlukan energi
dan bantuan enzim Na-K-ATPase yang terdapat pada permukaan sel5.

Pada seorang anak berumur 3 tahun sirkulasi otak mencapai 65% dari seluruh tubuh,
dibandingkan dengan orang dewasa yang hanya 15%. Pada keadaan demam kenaikan suhu 1C
akan mengakibatkan kenaikan metabolisme basal 10%-15% dan kebutuhan oksigen akan
meningkat 20%. Bila terjadi kenaikan suhu akan terjadi perubahan keseimbangan membran sel,

9
akan terjadi difusi dari ion Kalium dan Natrium sehingga terjadi lepas muatan listrik. Lepas
muatan sedemikian besarnya sehingga dapat meluas ke seluruh sel maupun membran sel
tetangganya dengan bantuan neurotransmiter dan terjadilah kejang. Tiap anak mempunyai
ambang kejang yang berbeda dan kejang terjadi dari tinggi rendahnya ambang kejang tersebut.
Pada anak dengan ambang kejang yang rendah, kejang telah terjadi pada suhu 38 oC sedangkan
pada anak yang memiliki ambang kejang yang tinggi, kejang baru terjadi pada suhu 40Oc atau
lebih.

2.4. Manifestasi Klinis


Menurut J. Gordon Millichap dan Jerry A. Collifer, kejang demam dibagi menjadi dua yaitu
kejang demam sederhana dan kejang demam kompleks6,8.
Kejang demam sederhana biasanya dikaitkan dengan :

- temperatur tubuh yang meningkat secara cepat diatas 38C.


- kejang biasanya bersifat umum, tonik klonik dan berlangsung kurang dari 15 menit.
- Tidak ada kelainan yang permanen atau sebelumnya tidak menunjukkan kejang tanpa
panas
- Kejang ini biasanya terjadi pada umur penderita 6 bulan sampai 5 tahun.
- Demam dan atau kejang tidak disebabkan oleh meningitis, ensefalitis atau penyakit yang
mempengaruhi otak2,4,6,7,8,9,12.
Pada kejang demam kompleks biasanya:

- Kejang bersifat lokal,


- Lama kejang lebih dari 15 menit.
- Kejang pertama kali umur kurang dari 6 bulan atau lebih dari 5 tahun.
- Adanya gejala dari kelainan neurologis yang permanen.
- Dalam 24 jam serangan kejang lebih dari 1 kali.
- Dan ada riwayat epilepsi di keluarga termasuk ayah, ibu dan saudara kandung2,4,6,7,8,10,12.

10
Sekitar 30-50% anak mengalami kekambuhan kejang dengan episode kejang dengan
demam. Kejang demam sederhana dikatakan memiliki faktor risiko yang kecil untuk menjadi
epilepsi di kemudian hari. Faktor-faktor yang meningkatkan risiko untuk menjadi epilepsi antara
lain kejang yang atipikal, riwayat keluarga epilepsi awal kejang demam kurang dari umur 9
bulan, perkembangan milestone yang terhambat dan adanya kelainan neurologis. Insiden untuk
menjadi epilepsi ini sekitar 9% ketika terdapat beberapa faktor risiko dan hanya 1% pada anak
tanpa faktor risiko2.

2.5. Faktor Risiko


Faktor risiko kejang demam yang penting adalah demam. Selain itu terdapat faktor
riwayat kejang demam pada orang tua atau saudara kandung, perkembangan terlambat,
problem pada masa neonatus, anak dalam perawatan khusus, dan kadar natrium rendah.
Demam sering disebabkan oleh infeksi saluran pernafasan atas, radang telinga tengah, infeksi
saluran cerna dan infeksi saluran kemih. Kejang tidak selalu timbul pada suhu yang tinggi.

2.6 Pemeriksaan Fisik


- Penyebab dasar dari demam harus dilihat
- Pemeriksaan fisik yang teliti sering mengungkapkan otitis media, faringitis atau virus
sebagai penyebab demam
- Evaluasi serial dari status neurologis pasien adalah sangat penting
- Memeriksa tanda meningeal sebagaimana tanda trauma atau ingesti zat toksik

2.7 Riwayat
Yang harus dicari adalah tipe dari kejang (umum atau lokal) durasinya harus digambarkan
untuk membedakan antara kejang demam sederhana dengan kompleks dan paparan yang
potensial untuk sakit.

Riwayat penyebab dari demam, apakah karena virus, gastroenteritis harus bisa
diterangkan. Antibiotik yang pernah digunakan merupakan bagian yang penting sebab sebagian
mengobati meningitis sehingga harus diteliti. Pencarian terhadap riwayat kelainan neurologis,
perkembangan yang terhambat dan penyebab lain yang potensial dari kejang8.

11
2.7 Komplikasi Kejang Demam
1. Mesial temporal sklerosis.
Hipoksia dan iskemia terjadi pada kejang demam yang lama pada anak dikatakan menjadi
faktor yang bertanggungjawab pada terjadinya mesial temporal sklerosis, yang
menimbulkan gejala kejang parsial dengan gejala yang kompleks (epilepsi psikomotor).
Hubungan ini belum dapat dibuktikan.

Meldrum : kejang 30 menit → mesial temporal

Sclerosis → 90% temporal lobe epilepsi

2. Kejang demam berulang


Dari penelitian yang ada, frekuensi terulangnya kejang demam berkisar antara 25 %-50%.
Faktor terpenting untuk memperkirakan berulangnya kejang demam adalah umur anak
pada saat kejang terjadi pertama kali. Anak yang mendapatkan kejang pertama kali pada
umur 1 tahun atau kurang mempunyai kemungkinan sebesar 65% mendapatkan kejang
demam kembali. Hal ini berbeda dengan apabila onset kejang antara umur 1 sampai 2 ½
tahun kemungkinan berulangnya kejang sebesar 35% dan menjadi 20% apabila onset
kejangnya setelah 2 ½ tahun. Angka berulangnya kejang demam juga meningkat pada
anak yang memiliki perkembangan yang abnormal sebelum kejang pertama dan pada
anak yang memiliki riwayat keluarga yang pernah mengalami kejang tanpa demam.
MARVIN Apabila melihat kepada umur, jenis kelamin dan riwayat keluarga, Lennox-
Buchthal (1973) mendapatkan :
- Pada anak berumur kurang dari 13 tahun, terulangnya kejang pada wanita 50 % dan
pada pria 33 %.
- Pada anak berumur antara 14 bulan dan 3 tahun dengan riwayat keluarga adanya
kejang, terulangnya kejang adalah 50 %, sedang pada tanpa riwayat kejang 25 %.
Faktor risiko terjadinya kejang demam berulang

a. Riwayat kejang demam dalam keluarga.


b. Usia kurang dari 18 bulan.

12
c. Tingginya suhu badan sebelum kejang. Makin tinggi suhu sebelum kejang demam
makin kecil resiko berulangnya kejang demam.
d. Lamanya demam sebelum kejang. Makin pendek jarak antara mulainya demam
dengan terjadinya bangkitan kejang demam, makin besar risiko berulangnya kejang
demam.
Bila ada 3 faktor, kemungkinan kejang demam berulang kembali adalah 80%. Bila sama
sekali tidak terdapat faktor tersebut, risiko kejang demam kembali adalah 10-15%.
Kemungkinan kejang demam kembali paling besar pada tahun pertama.

3. Epilepsi
Anak yang mendapatkan kejang demam risikonya meningkat untuk menjadi epilepsi
dibandingkan dengan anak tanpa riwayat kejang demam. Anak yang mendapatkan kejang fokal,
kejang lama dan episode berulang dari kejang demam memiliki kemungkinan sebesar 25%
menjadi epilepsi sampai umur 25 tahun. MARVINAngka kejadian epilepsi berbeda-beda,
tergantung dari cara penelitian, misalnya Lumbantobing (1975) pada penelitiannya
mendapatkan 6 %, sedangkan Livingstone (1954) mendapatkan dari golongan kejang demam
sederhana hanya 2,9 % yang menjadi epilepsi dan dari golongan epilepsi yang diprovokasi oleh
demam ternyata 97 % yang menjadi epilepsi.

Faktor risiko terjadinya epilepsi di kemudian hari adalah :

a. Perkembangan saraf terganggu


b. Kejang demam kompleks
c. Riwayat epilepsi dalam keluarga
Masing-masing faktor risiko meningkatkan kemungkinan kejadian epilepsi sampai 4-6%.
Adanya ketiga faktor-faktor risiko tersebut meningkatkan kemungkinan epilepsi menjadi 10-
15%. Kemungkinan menjadi epilepsi tidak dapat dicegah dengan pemberian obat rumat pada
kejang demam. UKK

4. Todd’ paresis
Merupakan kelemahan yang terjadi setelah kejang dan timbul setelah kejang demam 1
kali atau 2 kali. Kelemahan ini biasanya sembuh setelah 24 - 48 jam atau setelah 1 minggu.
13
5. Gangguan intelegensia
Yang mengalami kelainan ini adalah anak-anak yang sebelumnya sudah menderita
gangguan neurologis dan gangguan perkembangan. Gangguan belajar dan kebiasaan,
retardasi mental, dan defisit motorik serta koordinasi dilaporkan pada anak dengan
skuele kejang demam. Angka insiden dari komplikasi ini sangat rendah pada anak normal
yang mendapatkan kejang demam sederhana. Tidak ada peningkatan insiden dari
retardasi mental pada anak yang hanya mendapatkan kejang demam dan pada anak yang
normal sebelum timbul kejang pertama. Dari suatu penelitian terhadap 431 penderita
dengan kejang demam sederhana, tidak terdapat kelainan pada IQ, tetapi pada penderita
kejang demam yang sebelumnya telah terdapat gangguan perkembangan atau kelainan
neurologi akan didapat IQ yang lebih rendah disbanding dengan saudaranya (Milichap,
1968). Apabila kejang demam diikuti dengan terulangnya kejang tanpa demam, retardasi
mental akan terjadi 5 kali lebih besar ( Nelson dan Ellenberg). Kejang lama atau fokal
dapat membentuk skuele di otak.

6. Hemiparesis
Hemiparesis biasanya terjadi pada penderita yang mengalami kejang lama ( berlangsung
lebih dari setengah jam) baik bersifat umum atau fokal. Kelumpuhannya sesuai dengan
kejang fokal yang terjadi. Mula-mula kelumpuhan bersifat flasid, tetapi setelah 2 minggu
timbul spastisitas. Millichap (1968) melaporkan dari 1190 anak yang menderita kejang
demam, hanya 0,2 % saja yang mengalami hemiparesis sesudah kejang lama.

2.8 Diagnosis Banding


- Epidural hematom
- Infeksi epidural dan subdural
- Meningitis
- Bakteremia dan sepsis
- Status epilepticus

14
2.9 Pemeriksaan Penunjang
1. Pemeriksaan laboratorium berupa pemeriksaan darah tepi lengkap, elektrolit dan
glukosa darah dapat dilakukan, walaupun kadang tidak menunjukkan kelainan yang berarti.
Hitung leukosit diatas 20.000 L atau pergeseran kekiri yang ekstrim mungkin berhubungan
dengan bakteremia. Hitung sel lengkap dan kultur darah mungkin merupakan pemeriksaan
yang cocok. Meningitis harus disingkirkan. Pasien dengan bakterial meningitis bisa
menampakkan demam dan kejang. Tanda dari meningitis (seperti fontanella yang menonjol,
kaku kuduk, stupor) mungkin tidak ada terutama pada anak dibawah 18 bulan 1.

- Pemeriksaan lab rutin biasanya tidak diindikasikan kecuali diperlukan untuk


mencari penyebab demam
- Penilaian elektrolit jarang membantu dalam evaluasi kejang demam
- Pasien dengan kejang demam mempunyai insiden bakteremia mirip dengan
hanya dengan demam5.
2. Lumbal Punksi
Setelah mengontrol demam dan menghentikan kejang, seorang dokter harus
memutuskan apakah akan melakukan lumbal punksi. Indikasi pungsi lumbal pada kejang
demam adalah untuk menegakkan atau menyingkirkan kemungkinan meningitis. Fakta bahwa
seseorang mempunyai riwayat kejang demam sebelumnya tidak menyingkirkan meningitis
sebagai penyebab kejang yang terjadi. Semakin muda usia anak semakin penting dilakukan,
karena pemeriksaan fisik kurang reliabel dalam mendiagnosis meningitis. Lumbal punksi
seharusnya dilakukan jika usia anak dibawah 2 tahun, penyembuhan lambat, atau jika hal lain
sebagai penyebab demam tidak ditemukan1. Pelaksanaan lumbal punksi kontroversi pada
pasien dengan kejang demam sederhana. Dan perlu dilakukan pada jika dicurigai terjadi
meningitis walaupun kejang bukan satu-satunya tanda meningitis. Beberapa literatur
melaporkan kurang dari 5% insiden meningitis pada anak-anak menimbulkan kejang dan
demam5,11. Bila pasti bahwa kejang tersebut bukan disebabkan meningitis, pungsi lumbal tidak
perlu dilakukan.

15
Kemampuan menegakkan atau menyingkirkan diagnosis meningitis bervariasi tergantung
pengalaman dokter. Rekomendasi yang dapat digunakan adalah :

- Bayi kurang dari 12 bulan harus dilakukan pungsi lumbal karena gejala meningitis
sering tidak jelas.
- Bayi antara 12-18 bulan dianjurkan untuk melakukan pungsi lumbal kecuali pasti
bukan meningitis.
- Bayi lebih dari 18 bulan umumnya gejala meningitis sudah terlihat dengan jelas. Bila
pasti bukan meningitis pungsi lumbal tidak dianjurkan.
3. Pemeriksaan foto kepala, CT Scan dan / MRI tidak dianjurkan pada anak tanpa
kelainan neurologis karena hampir semuanya menunjukkan gambaran normal. CT Scan
atau MRI boleh dilakukan pada kasus dengan kelainan neurologis atau kasus dengan
kejang fokal untuk mencari lesi organic di otak. CT scan biasanya tidak perlu dalam
evaluasi pada anak dengan kejang demam sederhana yang pertama kali. CT scan
dilakukan pada pasien dengan kejang demam kompleks.

3. Pemeriksaan elektroensefalografi (EEG) juga tidak perlu pada evaluasi rutin pada
anak dengan kejang demam sederhana pertama kali. EEG tidak dapat memprediksi
kemungkinan berulangnya kejang atau memperkirakan kemungkinan terjadinya epilepsi di
kemudian hari. Oleh sebab itu, pemeriksaan EEG pada kejang demam tidk
direkomendasikan. Pemeriksaan EEG masih dapat dilakukan pada keadaan kejang demam
yang tidak khas atau dengan faktor risiko menjadi epilepsi2,5.

2.10 Pengobatan
A. Pengobatan Pada Saat Kejang
Pemberian diazepam rektal pada saat kejang sangat efektif dalam menghentikan kejang.
Diazepam rektal dapat diberikan di rumah. Dosis diazepam rektal adalah :

- Dosis 5 mg untuk anak di bawah 3 tahun atau dosis 7,5 mg untuk anak di atas usia 3
tahun, atau

16
- Dosis 5 mg untuk berat badan kurang dari 10 kg dan 10 mg untuk berat badan lebih
dari 10 kg, atau
- 0,5 - 0,75 mg/kg BB/kali
Di rumah, maksimum diberikan 2 kali berturutan dengan jarak 5 menit. Hati-hati dengan
depresi pernafasan. Diazepam juga dapat diberikan dengan suntikan intravena sebanyak 0,2 -
0,5 mg/kg BB. Berikan perlahan-lahan, dengan kecepatan 0,5 - 1 mg per menit. Bila kejang
berhenti sebelum dosis habis, hentikan penyuntikan. Bila kejang sudah berhenti, tentukan
apakah anak termasuk dalam kejang demam yang memerlukan pengobatan rumat atau cukup
pengobatan intermiten.

B. Pengobatan Rumat
Pengobatan rumat adalah pengobatan yang diberikan secara terus-menerus untuk waktu yang
cukup lama.

- Obat rumat yang dapat menurunkan risiko berulangnya kejang demam hanya fenobarbital
atau asam valproat. Semua obat antikonvulsan lain tidak bermanfaat untuk mencegah
berulangnya kejang demam.
- Dosis valproate adalah 15 - 40 mg/kg BB/hari dibagi 2 - 3 dosis sedangkan fenobarbital 3 -
5 mg/kg BB/hari dibagi 2 dosis.
- Pengobatan rumat cukup diberikan selama 1 tahun, kecuali pada kasus yang sangat
selektif.
- Pemakaian fenobarbital setiap hari dapat menimbulkan gangguan perilaku dan kesulitan
belajar. Sedangkan pemakaian asam valproat pada usia kurang dari 2 tahun dapat
menyebabkan gangguan hati. Bila memberikan valproate periksa SGOT dan SGPT setelah
2 minggu, 1 bulan, kemudian 3 bulan.
- Pengobatan rumat hanya diberikan bila kejang demam menunjukkan ciri sebagai berikut :
1. Kejang lama > 15 menit
2. Anak mengalami kelainan neurologis yang nyata sebelum atau sesudah kejang,
misalnya hemiparesis, todd’s paresis, cerebral palsy, retardasi mental, hidrosefalus
3. Kejang fokal

17
4. Bila ada keluarga sekandung atau orang tua yang mengalami epilepsi.
- Pengobatan rumat tidak harus diberikan tetapi dapat dipertimbangkan dalam keadaan :
1. Kejang berulang 2 kali atau lebih dalam 24 jam
2. Bila kejang demam terjadi pada bayi berumur kurang dari 12 bulan.

C. Pengobatan Intermiten
Yang dimaksud dengan pengobatan intermiten adalah pengobatan yang diberikan pada saat
anak mengalami demam, untuk mencegah terjadinya kejang demam. Terdiri dari pemberian
antipiretik dan antikonvulsan.

Antipiretik

Tidak ditemukan bukti bahwa penggunaan antipiretik mengurangi risiko terjadinya kejang
demam. Namun kesepakatan saraf anak menyatakan bahwa pengalaman menunjukkan bahwa
antipiretik tetap bermanfaat.

Antipiretik yang dapat digunakan adalah :

- Paracetamol atau asetaminofen 10 - 15 mg/kg BB/kali diberikan 4 kali.


- Ibuprofen 10 mg/kg BB/kali, diberikan 3 kali.
Antikonvulsan pada saat kejang

- Pemakaian Diazepam oral dosis 0,3 - 0,5 mg/kg setiap 8 jam pada saat demam
menurunkan risiko berulangnya kejang.
- Dapat juga diberikan diazepam rektal dengan dosis 0,5 mg/kg BB/kali diberikan sebanyak
4 kali per hari.

PROGNOSIS

Prognosis anak dengan kejang demam adalah bagus. Pencapaian intelektual normal.
Kebanyakan anak akan mengalami kejang demam di kemudian hari, tetapi perkembangan ke
epilepsi dan kejang tanpa demam adalah jarang. Kejang demam akan kambuh pada 50% anak

18
yang mengalami kejang demam kurang dari 1 tahun dan 27% pada onset setelah umur satu
tahun4,7,8.

Jika tidak ditangani, 33% pasien mengalami stidaknya satu kali kekambuhan. Menurut
United States National Collaborative Perinatal Project yang meneliti 1.706 anak dari baru lahir
sampai umur 7 tahun yang mengalami satu atau lebih kejang demam, faktor risiko untuk
berkembang menjadi epilepsi adalah

1. riwayat kejang tanpa demam


2. adanya abnormalitas neurologis
3. kejang demam kopleks.
Dari pasien yang mempunyai satu faktor risiko, 2 % berkembang menjadi epilepsi dan
pada pasien yang memiliki 2 atau lebih faktor risiko, 10% berkembang menjadi epilepsi 3,4,8.

19
DAFTAR PUSTAKA

1. Moe P.G., Seay A.R. Neurologic & Muscular Disorder. In: Current Pediatric Diagnosis &
Treatment. Editor: Hay W.W et al. eds 16th. 2003. USA. Lange Medical Books/McGrow-
Hill. p 717-45.
2. Johnston M.V. Seizures in Childhood. In: Nelson Textbook of Pediatrics. Editor: Behrman,
Kliegman, Jenson. Eds 17th. 2004. Pensylvania. Saunder. p 1993-2011.
3. Gascon G.G., Mikati M.A. Seizures and Epilepsy. In: Textbook of Clinical Pediatrics.
Editor: Elzouki AV, Hanfi HA, Nazer H. 2001. Philadephia. William & Wilkins. p 1414-24.
4. Behrman R.E., Kliegman R.M. Nelson Essentials of Pediatrics. eds 4 th. 2002.
Pennsylvania. WB Saunders Company. p 793-800.
5. Bagian Ilmu Kesehatan Anak FK UI. Buku Kuliah Ilmu Kesehatan Anak. Jilid 2. 2002.
Jakarta. Percetakan Infomedika. hal 847-55.
6. Kari I.K. Kejang Demam. Dalam: Pedoman Diagnosis dan Terapi Ilmu Kesehatan Anak
RSUP Sanglah, Denpasar. Editor: Sudaryat, Soetjiningsih. Cetakan II. 2000. Lab/SMF Ilmu
Kesehatan Anak FK UNUD/RSUP Sanglah. Hal 198-204.
7. Anonim. Febril Convulsions. www.patient.co.uk/showdoc/40000513/. Access: 27 April
2005.
8. Zempsky W.T. Pediatrics, Febril Zeisures. www.emedicine.com/emerg/topic376.htm.
Last updated: October 14, 2004. Access: April 27, 2005.
9. Seamens C.M., Slovis C.M. Seizurez: Classification and Diagnosis. www.allergy-
consult.com/secure/textbookarticles/textbook/43_seizures.htm. Access: April 27, 2005.
10. Dannenberg B.W. Seizures Disorders. www.thrombosis-
consult.com/secure/textbookarticles/textbook/11_seizures.htm. Access: April 27, 2005.
11. Anonim. Management & Tratment of Febrile Seizures.
http://home.coqui.net/myrna/febsrz.htm. Access: April 27, 2005.
12. Baumann R. Febrile Sizures. www.emedicine.com/neuro/topic134.htm Last updated:
February 14, 2005. Access: April 27, 2005.
13. Camfield C.S., Camfield P.R. Febrile Seizures. www.ilae-
epilepsy.org/ctf/febrile_convulsions.html Last updated: December 1, 2002. Access: April
27, 2005.

20

Anda mungkin juga menyukai