Anda di halaman 1dari 43

PENGEMBANGAN DAN PENGGUNAAN MINYAK NABATI

(OLEOKIMIA) SEBAGAI BAHAN DASAR INDUSTRI CAT DAN


PELAPIS (COATING)

KELOMPOK GLISERIN

Ahlan Fauzi 1506729613 2015


Ajeng Fadilah Budi Retna Putri 1706104344 2017
Hadi Mulyadi 1706104395 2017
Samson Patar Sipangkar 1506723774 2015
Tita Tri Yolandini 1506673403 2015

PROGRAM STUDI TEKNIK KIMIA


DEPARTEMEN TEKNIK KIMIA
FTUI
DEPOK 2018
DAFTAR ISI

DAFTAR ISI .......................................................................................................... ii


DAFTAR TABEL ................................................................................................ iii
DAFTAR GAMBAR ............................................................................................ iii
BAB I. PENDAHULUAN ..................................................................................... 1
1.1 Latar Belakang ......................................................................................... 1
1.2 Batasan Masalah ....................................................................................... 2
1.3 Tujuan Penulisan ...................................................................................... 3
BAB II. PEMBAHASAN SOAL .......................................................................... 4
2.1 Jawaban Pertanyaan ................................................................................. 4
2.2 Resume Jurnal ......................................................................................... 29
BAB III. KESIMPULAN .................................................................................... 37
3.1 Kesimpulan ............................................................................................. 37
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 38

ii
DAFTAR TABEL

Tabel 2.1 Jenis-jenis Cat dan Keterangannya........................................................ 5


Tabel 2.2 Komposisi dari linseed oil ..................................................................... 9
Tabel 2.3 Turunan dari linseed oil dan juga penggunaannya .............................. 10
Tabel 2.4 Komposisi dari minyak kedelai ........................................................... 11
Tabel 2.5 Komposisi dari minyak jarak .............................................................. 11
Tabel 2.6 Komposisi asam lemak (g/100-g asam lemak) pada minyak biji buah
apel ........................................................................................................................ 12
Tabel 2.7 Persyaratan umum pada cat ................................................................ 18
Tabel 2.8 Pengujian kualitas cat ......................................................................... 20
Tabel 2.9 Kebaharuan dalam cat berbasis oleokimia .......................................... 23
Tabel 2.10 Komposisi Nanokomposit ................................................................. 26
Tabel 2.11 Karakteristik Nanokomposit ............................................................. 26
Tabel 2.12 Ketahanan Kimia Nanokomposit ....................................................... 27
Tabel 2.13 Aktivitas Antimikrobial Nanokomposit ............................................ 27

DAFTAR GAMBAR

Gambar 2.1 Sintesis alkyds melalui proses monogliserida ................................. 14


Gambar 2.2 Sintesis PEA . .................................................................................. 15
Gambar 2.3 Sintesis PEtA. .................................................................................. 15
Gambar 2.4 Sintesis PU . ..................................................................................... 16
Gambar 2.5 Sintesis Epoxies . ............................................................................. 16
Gambar 2.6 Sintesis Polyols ................................................................................ 17

iii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Orang-orang primitif dahulu mengenal cat pertama kali diperkirakan pada
25.000 tahun yang lalu. Mereka adalah para pemburu dan para penghuni gua,
mereka terinspirasi oleh pembentukan batu-batuan dari dinding gua yang mereka
tempati serta warna-warna dari binatang yang mereka buru. Dengan kreasi
imajinasi ini mereka berpikir kekuatan mereka akan meningkat. Analisis secara
kimiawi dari pengecatan dinding yang ditemukan di Altamira (Spanyol) dan
Lascaux (Perancis) memperlihatkan bahwa pewarna-pewarna utama yang
digunakan oleh seniman pada jaman Palaeolitik adalah terbuat dari oksida besi
(Fe) dan oksida manganis (Mg).
Warna-warna dasar yang diketemukan dalam pengecatan gua-gua pada
umumnya adalah hitam, merah, dan kuning bersama sama dengan warna-warna
diantaranya. Arang dari kayu bakar, kuning dari besi karbonat, dan mungkin juga
mereka menggunakan kapur. Pewarna-pewarna tanah ini dihaluskan menjadi
bubuk halus dengan penumbuk dan mortar (lumpang).Pewarna halus ini
diperkirakan dicampur dengan air, sumsum tulang, gajih hewan, putih telur atau
gula tetumbuhan untuk menbentuk cat. Mereka mengaplikasikannya dengan
mengoleskannya dengan jari atau dengan kuas dari rambut atau bulu-bulu
binatang.
Bangsa Mesir mengembangkan seni pembuatan cat pada masa 3000-6000
tahun sebelum masehi. Mereka mengembangkan jumlah warna yang lebih banyak
dari pewarna (pigment) yang memasukkan warna biru, lapis lazuli( suatu sodium
silicate - campuran kristal sodium sulphide), dan azurite (secara kimiawi mirip
malachite). Pigmen syntetis/buatan pertama kali yang dikenal sebagi 'Egyptian
Blue' diproduksi hampir 5000 tahun yang lalu. Pigmen ini diperoleh dari kalsinasi
batuan, sodium carbonate malachite dan pasir silika pada temperatur 830 oC. Pada
masa 600-400 tahun sebelum masehi bangsa Romawi meyakini bahwa cat dapat
mempertahankan sekaligus mendekorasikan suatu benda. Pada masa ini
diperkenalkan vernis dari minyak (drying oils). Untuk selanjutnya tidak sampai
pada abad ketiga belas vernis ini telah dikenal Eropa.
Revolusi industri mempunyai pengaruh yang sangat besar dalam
perkembangan industri cat. Pertumbuhan penggunaan besi dan baja untuk
konstruksi dan rekayasa industri memacu kebutuhan cat dasar anti karat yang akan
menunda atau mencegah timbulnya karat/korosi. Cat dasar timbal dan seng
dikembangkan untuk memenuhi kebutuhan ini. Cat dengan dasar timbal
digantikan produk lain bukan karena produk lain telah diproduksi, tetapi karena
pengenalan dari daya racun/ toksisitasnya pada mereka yang menggunakannya.
Selanjutnya dengan perkembangan ilmu dan teknologi, bermacam-macam cat

1
2

serta bahan pembuat cat (Resin, pigmen, aditif dan lain-lain) telah ditemukan dan
dipergunakan secara luas, dan menjadi kebutuhan setiap rumah tangga.
Dalam dua dekade terakhir, upaya penelitian dan pengembangan telah
mengalami perubahan besar secara global, karena ekspektasi konsumen yang terus
meningkat terhadap kualitas dan kinerja yang baik ditambah dengan biaya yang
lebih rendah, peningkatan harga bahan kimia berbasis petro karena takut
menipisnya stok pada akhir dua puluh abad pertama, kekhawatiran terkait dengan
konsumsi energi dan pencemaran lingkungan (pengelolaan sampah yang tidak
benar, efek rumah kaca, masalah kesehatan), peraturan seperti Clean Air Act
Ammendment 1990 dan inovasi yang pesat. Tantangan-tantangan ini terkait
dengan prediksi, peraturan dan inovasi telah memaksa industri pelapis untuk
mengganti teknologi di seluruh dunia dan menghasilkan eksplorasi dan
pemanfaatan alternatif yang berkelanjutan untuk bahan kimia yang berasal dari
produk berbasis petroleum (Lochab et al., 2014). Para peneliti di industri dan
akademia secara aktif terlibat untuk mengeksplorasi dan memformulasikan
strategi baru untuk membuka sumber daya alami yang tersedia dengan tujuan
untuk mengurangi biaya bahan baku yang meningkat dari produk berbasis
petroleum, mengembangkan formulasi ramah lingkungan, mempercepat degradasi
pasca-penggunaan, dan menambah nilai bahan limbah yang lain.

1.2 Batasan Masalah


Ketertarikan konsumen dan industri dalam pengembangan bahan ramah
lingkungan telah meningkatkan sumber daya pertanian ramah lingkungan sebagai
bahan baku industri polimer.
Saat ini, berdasarkan pendekatan interdisipliner melalui penelitian dan
inovasi teknologi dalam oleokimia, biosains, bioteknologi dan rekayasa
memungkinkan untuk mendesain bahan kimia khusus ramah lingkungan dari alam
terbarukan dari sumber daya berlimpah. Polimer diperoleh dari sumber daya
terbarukan seperti pati, lignin, protein, selulosa, chitosan, lak, rosin,
polihidroksialkanoat, furanone, alginat, serabut wol dan minyak nabati (VO).
Minyak nabati diaplikasikan pada industri yang tak terhitung banyaknya seperti
plasticizer, biodiesel, pelumas, perekat, bahan kemasan biodegradable, tinta
cetak, cat dan pelapis. VO bersifat tidak beracun, berkelanjutan, merupakan
sumber daya yang melimpah di dalam negeri, tidak mudah menguap dan
biodegradable. Polimer yang dihasilkan mampu bersaing dengan bahan bakar
fosil yang berasal dari produk berbasis petroleum. Polimer tersebut diaplikasikan
dalam pengembangan cat dan pelapis, selain aplikasi industri lainnya (Dutton dan
Scholfield, 1963; Wisniak, 1977; Baumann et al., 1988; Schuchardt et al., 1998;
Lu dan Larock, 2009; Xia dan Larock, 2010; Salimon et al., 2012). VO digunakan
sebagai konstituen utama dalam cat dan pelapis bahkan selama zaman lukisan
gua. Saat ini dikarenakan beberapa bahaya lingkungan dan kesehatan yang
3

muncul dari produk turunan bahan bakar fosil, dan ketakutan akan penipisan
sumber daya minyak bumi pada akhir abad 21, ahli kimia polimer dan teknologi
telah kembali ke pemanfaatan bahan turunan VO secara ekstensif pada cat dan
pelapis.
VO merupakan golongan luas sumber daya berkelanjutan yang
memberikan sejumlah besar penambahan nilai fungsional dari suatu material. VO
merupakan salah satu komponen terpenting dari biomassa. VO merupaka tri-ester
dari gliserol dan asam lemak (jenuh dan tidak jenuh). VO terdiri dari trigliserida
sebagai komponen mayor (93-98% berat) dan digliserida, monogliserida dan
fosfogliserida sebagai komponen minor. VO dan turunannya diaplikasikan dalam
pelapis karena struktural yang unik dan kecenderungan untuk membentuk film
(tergantung pada bagian tidak jenuh).
Sebagai upaya penggunaan bahan baku cat dari sumber terbarukan,
beberapa teknologi "ramah lingkungan" atau "hijau" telah berevolusi, dengan
penekanan khusus pada pemanfaatan sumber daya terbarukan yang berlebihan
seperti minyak nabati (VO) dan juga mengurangi atau menghilangkan penggunaan
senyawa organik yang mudah menguap (VOC). Mempertimbangkan jumlah besar
yang untuk menangani korosi dan pencegahannya di seluruh dunia, pemanfaatan
yang tepat dari sumber daya pendukung yang berlimpah di dalam negeri seperti
VO yang berkembang di lahan pertanian dapat dijadikan sebagai aspek yang
menguntungkan (Balachandran et al., 2013; Miller, 2014). Dalam makalah ini
akan dibahas kemajuan terbaru dalam modifikasi dan aplikasi VO sebagai pelapis
pelindung ramah lingkungan, peran komponen berbasis VO yang mengatur sifat-
sifat pelapis ini, dan mendorong penerapan VO yang tidak dapat dimakan dan
non-obat, sehingga menambah nilai sumber daya yang terbuang atau tidak
terpakai. Dalam makalah ini secara lebih dalam akan diuraikan beberapa aplikasi
VO sebagai bahan polimerik (alkyds, polyesteramides, polyetheramides,
poliuretan, epoksi dan poliol) dengan penekanan pada penggunaannya sebagai
pelapis pelindung.

1.3 Tujuan Penulisan


Berikut merupakan tujuan dari penulisan makalah ini, yaitu :
1. Mengetahui peran penting cat dan pelapis
2. Mengetahui perkembangan produksi cat dan pelapis berbasis oleokimia
3. Mengetahui potensi bahan baku cat dan pelapis berbasis oleokimia
4. Mengetahui mekanisme produksi cat yang dikembangkan dalam industri
5. Mengetahui faktor yang mempengaruhi kualitas cat dan pelapis
6. Mengetahui kebaharuan teknologi proses produksi cat dan pelapis berbasis
oleokimia
BAB II
PEMBAHASAN SOAL

2.1 Jawaban Pertanyaan


1. Bagaimana peran penting produk tersebut (cat dan pelapis) dan
perkembangan produksinya saat ini ?
Jawaban:
Definisi Cat
Cat adalah suatu cairan yang dipakai untuk melapisi permukaan suatu bahan
dengan tujuan memperindah, memperkuat, atau melindungi bahan tersebut.
Setelah dikenakan pada permukaan dan mengering, cat akan membentuk lapisan
tipis yang melekat kuat pada permukaan tersebut. Pelekatan cat ke permukaan
dapat dilakukan dengan banyak cara : diusapkan, dilumurkan, dikuas, diseprotkan,
dsb. (Fajar Anugerah, 2009).
Emulsi merupakan suatu jenis koloid dengan fase terdispersi berupa zat cair
dalam medium pendispersi padat, cair, dan gas. Cat tembok water based disebut
juga cat emulsi, dimana terdapat emulsi antara air dan minyak dalam
formulasinya. Dalam emulsi pada masing-masing komponen pembetuknya sudah
terdapat emulsifer berupa surfactan. Komponen atau bahan penyusun dari cat
terdiri dari binder (resin), pigmen, solvent dan additive. (Fajar Anugerah, 2009).
a. Binder
Zat pengikat atau binder merupakan bahan yang mengikat antara partikel
pigmen cat, sehingga cat dapat membentuk lapisan tipis yang rapat ketika
digunakan. Binder bertugas merekatkan partikel-partikel pigmen ke dalam
lapisan film cat dan membuat cat merekat pada permukaan. Tipe binder dalam
suatu formula cat menentukan banyak hal dari performa cat. Binder dibuat dari
material bernama resin yang biasa dari bahan alam dan sintetis. Cat dapat
menggunakan binder berjenis natural oil, alkyd, nitro sellulosik, poliester,
melamin, akrilik, epoksi, poliurethane, silikon, fluorokarbon, vinil, sellulosik,
dan lain-lain.
b. Pigmen
Pigmen berperan sebagai zat pemberi warna utama pada cat. Pigmen dapat
dibagi menjadi 2 yaitu organik dan non organik. Pigmen non organik dibuat
dari beberapa logam (oksida logam) sedangkan pigmen organik dibuat dari
bahan minyak bumi (carbon based). Pigmen lebih jauh lagi dapat dibagi
menjadi pigmen utama dan pigmen extender. Pigmen utama memberikan cat
dengan daya tutup dan warna, sedangkan pigmen extender membantu
memperkuat pigmen utama.
c. Solvent
Solvent atau pelarut berfungsi untuk menjaga kekentalan cat agar tetap cair
saat digunakan, selain itu juga sebagai media pendispersi. Sebuah cat

4
5

membutuhkan bahan cair agar patikel pigmen, binder dan material padat
lainnya dapat mengalir. Cairan pada suatu cat disusun oleh solvent minyak dan
atau diluent. Keduanya adalah suatu cairan yang dapat melarutkan (dissolve)
suatu material. Keduanya juga disebut thinner karena keduanya mempunyai
kemampuan untuk mengencerkan cat ke kekentalan yang diinginkan.
d. Additive
Additive merupakan bahan yang ditambahkan dalam cat untuk
menambahkan property atau sifat-sifat cat sehingga dapat meningkatkan
kualitas cat. Sebagai tambahan selain liquid, pigmen dan binder, suatu cat
dapat mengandung satu atau lebih aditif (zat tambahan) yang berfungsi untuk
meningkatkan performansi, dan biasanya digunakan dalam jumlah yang sangat
kecil. Hal ini mempengaruhi fitur vital dari tergantung penggunaan akhir cat
terutama kemampuan flow dan levelling dari cat.

Jenis-jenis Cat
Jenis-jenis cat dapat dikelompokkan yaitu berdasarkan bahan baku utama,
mekanisme pengeringan, letak dan dimana cat itu dipakai, kondisi cat, jenis dan
keberadaan solvent, fungsi, methode pengecatan, jenis substratnya dan lain-lain.
Berdasarkan dari lokasi pengecatannya, cat dinding dibagi dalam dua jenis utama,
yakni cat interior dan cat eksterior. Cat interior diperuntukkan bagi dinding di
bagian dalam rumah. Berdasarkan dari bahan pengencernya, cat terbagi dalam dua
jenis utama, yaitu cat berbahan dasar air (water-based paint), dan cat berbahan
dasar minyak (solvent-base paint). Sementara cat eksterior, untuk mengecat
bagian luar rumah. Dari bahasan di atas maka dapat dilihat jenis-jenis cat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Jenis-jenis Cat dan Keterangannya
Dasar Pengelompokan Jenis dan Keterangan
Bahan Baku  Berdasarkan jenis resin : cat epoxy, polyurethane,
acrylic, melamine, alkyd, nitro cellulose, polyester,
vinyl, chlorinated rubber, dll.
 Berdasarkan ada tidaknya pigmen : varnish atau
lacquer (transparent, tidak mengandung pigment);
duco atau enamel (berwarna dan menutup
permukaan bahan, mengandung pigment).
Fungsi Cat dempul (filler), anti karat (anti corrosion), anti
jamur (anti fungus), tahan api, tahan panas (heat
resistance), anti bocor (water proofing), decorative,
protective, heavy duty, industrial dll.
Metode Pengecatan Cat kuas, spray, celup, wiping, elektrostatik, roll, dll.
6

Letak Pemakaian Cat Primer (sebagai dasar), undercoat, intermediate


(di tengah-tengah), top coat/finishing (pada
permukaan paling atas dari beberapa lapisan cat),
interior (di dalam tidak terkena secara langsung sinar
matahari) dan exterior (di luar), dll.
Jenis Substrat Cat besi (metal protective), lantai (flooring systems),
kayu (wood finishing), beton (concrete paint), kapal
(marine paint), mobil (automotive paint, plastik,
kulit, tembok, dll).
Kondisi dan Bentuk Cat pasta, ready-mixed, emulsi, aerosol, dll.
Campuran
Ada Tidaknya Solvent Water based, cat solvent based, tanpa solvent,
powder, dll.
Mekanisme Pengeringan Cat kering udara (varnish dan syntetic enamel), cat
stoving (panggang), cat UV curing, cat penguapan
solvent (lacquer dan duco), dll.
(Sumber: Fajar Anugerah, 2009)

Peran Penting Cat/Coating dari Bahan Oleokimia


Saat ini minyak nabati yang merupakan bahan utama dalam industri
oleokimia telah digunakan dalam berbagai aplikasi. Minyak nabati telah
dikembangkan menjadi berbagai produk berupa plasticizer, biodiesel, pelumas
dan termasuk pula produk cat dan pelapis. Substitusi bahan baku petrokimia
menjadi bahan olekomia pada industri cat dan pelapis dasarnya memiliki alasan
yang serupa seperti yang terjadi pada produk lain (misalnya biodiesel). Alasan
utamanya adalah sifat bahan oleokimia yang ramah lingkungan dan tidak beracun.
Kelebihan lain penggunaan bahan oleokimia sebagai bahan baku pembuatan cat
dan pelapis adalah sebagai berikut (Sharmin, 2015) :
 Menghasilkan produk dengan Hhrga lebih terjangkau (proses produksi cat
dan pelapis lebih efektif)
 Tidak beracun (membutuhkan solvent dalam jumlah kecil)
 Tidak berbahaya pada saat pengaplikasian (tidak mengandung volatile
organic compound yang tinggi)
 Bersifat biodegradable
 Memiliki jumlah yang melimpah secara domestic

Perkembangan Produksi Cat/Coating dari Bahan Oleokimia


Tidak seperti pelapis yang berasal dari minyak bumi, pelapis yang berasal
minyak nabati juga dapat dengan mudah dimodifikasi menjadi produk dengan
kegunaan yang lebih spesifik seperti antimicrobial, biocompatible, proteksi
7

korosi, arsitektural, dekorasi, insulasi elektrik, tinta kemasan dan lain sebagainya.
Namun, walaupun pelapis yang berasal dari minyak nabati memiliki berbagai
kelebihan, produk dari bahan ini masih memiliki ketahanan mekanikal yang
rendah, tidak tahan lama, dan kurang terlarut dalam air. Oleh sebab itu untuk
meningkatkan kinerja pelapis yang berasal dari minyak nabati sehingga mampu
bersaing, beberapa modifikasi inovatif telah dilakukan di lapangan. Hal tersebut
menjadi potensi bagi pelapis berbasis minyak nabati untuk menggantikan pelapis
berbasis minyak bumi. Beberapa modifikasi tersebut, yaitu:
 Polyesteramides (PEA)
PEA adalah alkyds termodifikasi amida yang diperoleh dengan reaksi
esterifikasi antara minyak nabati amide diol dan asam / anhidrida. Alkyds
merupakan bahan dapat digunakan sebagai binders dalam pembuatan pelapis.
Alkyds yang dimofikasi menjadi PEA menunjukkan peningkatan performa
dalam hal laju pengeringan, perilaku fisiko-mekanis, ketahanan korosi dan
stabilitas termal yang lebih baik.
 Polytheramides (PEtA)
PEtA merupakan susunan dari alternating amide dan ether moieties.
Pelapis akrilik PEtA menunjukkan peningkatan karakteristik laju pengeringan,
resistensi dampak, fleksibilitas dan kekerasan (Akintayo, 2010). Sebagai
kombinasi dari kelompok fungsional eter dan amida dalam satu rantai tunggal,
PEtA diharapkan mengungguli PEA dalam kinerja pelapisan.
 Polyurethanes (PU)
Minyak nabati amide diols dan polyols telah digunakan sebagai bahan
baku dalam pembuatan PU bersamaan dengan aliphatic dan aromatic
isocyanates. Diperoleh PU yang digunakan dengan adanya campuran minyak
nabati memiliki daya tahan yang sangat baik, ketahanan terhadap korosi,
abrasi, larut dalam air dan banyak pelarut lainnya. Karakteristik yang paling
meningkat dengan signifikan adalah kemampuan dalam pengeringan pada suhu
kamar melalui yang cepat dan sederhana. Istilah water based diterapkan pada
sistem pelapisan yang terutama menggunakan air sebagai pelarut atau kadang-
kadang hingga 80% air dengan sejumlah kecil pelarut lain seperti eter glikol.
Berdasarkan penelitian terdahulu diperoleh bahwa, lapisan water based PU
memiliki kemampuan penyimpanan yang baik, biaya rendah, dan potensi
biodegradabilitas (Ni et al., 2010).
 Epoksi
Pelapis epoksi dapat diperoleh dari minyak nabati dan dapat 100% terbuat
dari bahan-bahan oleokimia tanpa membutuhkan solven. Epoksi yang berasal
dari Minyak nabati menunjukkan fleksibilitas tinggi dan ketahanan korosi yang
baik terutama terhadap kelembaban dan bahan kimia karena rantai hidrofobik
yang panjang. Diharapkan, penggunaan epoksi dari minyak nabati sebagai
8

pelapis dapat mengurangi ketergantungan bahan kimia berbasis petrokimia dan


juga dapat memotong biaya pelapisan.

2. Bahan-bahan baku apa saja yang berpontensi untuk dimanfaatkan


dalam pembuatan produk dan pertimbangan dalam pemilihan bahan
baku tersebut?
Jawaban:
Secara umum pemilihan bahan baku organik dalam pembuatan cat
dipengaruhi faktor ekonomi dan faktor teknis. Faktor ekonomi adalah terkait
ketersediaan dan stabilitas suplai serta harga dari bahan baku dan stabilitas
harganya. Sedangkan untuk faktor teknis adalah terkait karakteristik dried oil
yang digunakan.
Minyak adalah ester dari asam karboksilat, dan untuk cat, dried oil lah yang
digunakan. Dried oil fim adalah rantai asam lemak tidak jenuh dengan satu, dua,
atau tiga ikatan rangkap, misalnya, asam oleat, linoleat, dan linolenat (Tumosa
dan Mecklenburg, 2012). Kemampuan cat untuk membentuk film kering
tergantung pada formulasi, yang secara umum dipengaruhi oleh jumlah asam
linolenat dan asam linoleat. Dalam minyak dengan kandungan asam linolenat
yang lebih rendah, weight loss pada saat proses pengeringan mungkin lebih besar.
Weight loss yang besar dapat menghasilkan rongga atau lubang pada film yang
akhirnya mempengaruhi kualitas cat atau bahkan kerusakan struktur polimer
sehingga cat menjadi tidak tahan lama.
Di sisi lain, ikatan ester penting untuk integritas struktural keseluruhan film
minyak kering. Namun, ikatan ini dapat dengan mudah terhidrolisis selama dan
setelah reaksi polimerisasi sehingga melepaskan asam lemak bebas. Jika hidrolisis
ikatan ester terjadi sebelum film terbentuk, minyak menjadi lebih asam dan
mungkin bereaksi dengan beberapa yang dapat mengubah kimia awal dan sifat
mekanik film cat minyak. Beberapa karakteristik minyak yang perlu dievaluasi
dalam pemilihan bahan baku adalah keasaman, warna, viskositas, komposisi asam
lemak jenuh dan tak jenuh, derajat dan posisi ikatan rangkap pada asam lemak,
laju pengeringan, kelarutan dalam solven yang umum dipakai, wetting
characterisitic, stabilitas, dan skinning time. Pemilihan bahan baku didasari oleh
produk cat/pelapis yang ingin diproduksi dengan mengevaluasi parameter-
parameter tersebut.
Sifat-sifat minyak alami yang dapat kering dalam penggunaannya sebagai cat:
 Semua minyak mengandung rantai asam lemak yang bervariasi yang tidak
akan mengering namun memiliki peranan penting dalam menentukan
plastisitas dan laju pengeringan cat.
 Semua minyak memiliki ikatan rangkap tak jenuh.
9

 Semua minyak senyawa ester yang tidak begitu resistan terhadap alkali.
Sifat ini akan menentukan polimerisasi dan laju pengeringan sehingga
menjadi dasar penentuan jenis hasil produk olahan.
 Hampir seluruh memiliki jumlah ikatan rangkap yang tak jenuh dengan
jumlah sedikit (kurang). Hal tersebut akan menentukan proses
polimerisasi, plastisasi, dan laju pengeringan.
 Kebanyakan minyak mengandung ikatan rangkap tak jenuh pada posisi
yang tidak dinginkan, hal tersebut akan memengaruhi sifat drying oil film-
nya.
 Ketika cat yang menggunakan minyak alami mengeras, reaksi mengeras
tidak berhenti, namun akan terus berlanjut hingga akhirnya merusak
lapisan yang telah kering.
 Hampir seluruh cat minyak alami memiliki retensi warna yang kurang,
karena semakin lama cat berubah menjadi kekuningan.
 Penggunaan minyak secara umum dipengaruhi oleh jumlah dari asam
lemak.
Jenis minyak alami yang digunakan sebagai bahan pembuatan cat:
 Minyak biji rami (Linseed Oil)
Merupakan salah satu jenis minyak yang paling umum digunakan
sebagai bahan baku pembuatan cat. Hal tersebut dikarenakan linseed oil
memiliki komposisi asam linoleate dan asam linoleate yang tinggi,
sehingga mengering secara seimbang. Sifat kimia, fisika, potensi
agrikultural, kapasitas produksi, hasil riset yang telah dilakukan membuat
minyak ini sebagai salah satu standar pembanding dalam pembuatan cat
dengan menggunakan bahan minyak alam lainnya. Pada tabel berikut
dapat dilihat komposisi dari linseed oil
Tabel 2.2 Komposisi dari linseed oil
Jenis asam lemak %
Linolenat 58.5
Linoleat 14.7
Oleat 16.1
Stearat 2.9
Palmitat 7
(Sumber: Carrick, 1995)

Linseed oil dapat ditingkatkan kualitasnya menjadi beberapa jenis,


yaitu acid refined, blown, bodied, boiled, dan alkali. Acid refined linseed
oil biasanya digunakan untuk menghasilkan puffy paint. Biasanya linseed
oil yang diubah menjadi alkyds yang merupakan binder pada cat, biasanya
digunakan untuk menghasilkan cat aluminium, cat anti air dan jenis cat
lainnya. Blown linseed oil digunakan sebagai bahan sebagai tinta
10

percetakan, pernis litografik, dan aplikasi pelapisan lain dengan kekilapan


yang tinggi. Bodied linseed oil digunakan untuk bahan pembuatan cat
berpendar sedangkan boiled linseed oil digunakan untuk pembuatan cat
berwarna putih. Pada tabel berikut ditunjukkan turunan dari linseed oil dan
juga penggunaannya.

Tabel 2.3 Turunan dari linseed oil dan juga penggunaannya


Jenis Minyak Karakteristik Aplikasi
Viskositas rendah dan
Acid refined Cat mengembang
mudah merata
Lineseed Oil Mengkilap, retensi warna Binder cat, cat aluminium, dan
Alkyds baik, tahan cuaca. cat tahan air
Pigment wetting yang Tinta printing, vernis
Blown Linseed Oil baik, mudah merata, lithographic, leather finishes,
viskositas tinggi. film transparan
Viskositas tinggi, cepat
Bodied Linseed Oil mengering, mengkilap, Cat metalik dan cat berpendar
dan keras.
Daya tahan yang baik,
Light tint finishes and lustrous
Boiled Linseed Oil retensi warna yang lebih
film
baik dan tahan air.
Dispersi pigmen yang
Alkali Refined Cat putih, vernis berwarna
baik, retensi warna yang
Linseed Oil ringan
baik
(Sumber: Carrick, 1995)

 Minyak Kedelai
Minyak kedelai sedikit digunakan dalam cat film karena memiliki
set waktu yang lebih lama, sekitar dua kali waktu yang dibutuhkan oleh
Linseed oil. Meskipun ketika sudah mengering, film yang dihasilkan
cukup tahan lama, film ini sangat lembut sehingga dapat secara bebas
mengumpulkan kotoran, mendukung pertumbuhan jamur, sehingga
menjadi tidak sedap dipandang. Pada pencampuran cat linseed oil dengan
sejumlah kecil minyak kedelai, 15-20%, tidak memperlama waktu
pengeringan secara signifikan tetapi secara material meningkatkan
fleksibilitas. Minyak kedelai memiliki potensi dan sifat yang baik untuk
digunakan sebagai bahan baku cat sama seperti linseed oil. Soybean oil
juga mampu menghasilkan cat yang lebih lembut, namun tetap memiliki
retensi warna yang baik. Bahan ini juga menghasilkan cat yang lebih
fleksibel dan tidak rapuh. Komposisi minyak kedelai dapat dilihat pada
tabel berikut:
11

Tabel 2.4 Komposisi dari minyak kedelai


Jenis asam lemak %
Linolenat 7.23
Linoleat 54
Oleat 22
Stearat 4
Palmitat 10
(Sumber: Carrick, 1995)

 Minyak Jarak (Castor Oil)


Minyak jarak mentah tidak digolongkan sebagai minyak kering
sehingga tidak digunakan sebagai bahan dasar lapisan pelindung namun
sebagai plasticizer. Dehidrasi dari minyak jarak mentah (DCO)
mengubahnya dari minyak yang tidak kering menjadi minyak kering
karena sebagian besar asam ricinolic berubah menjadi asam linoeat. DCO
memiliki fleksibilitas dan elastis, tidak rapuh, dan memiliki daya tahan.
Film DCO tidak mengering dan menjadi sangat keras seperti linseed oil.
Jika diolah dengan baik, DCO tidak mudah membeku atau kerut pada
paparan asap gas. Komposisi minyak castro dapat dilihat pada tabel
berikut
Tabel 2.5 Komposisi dari minyak jarak
Jenis asam lemak %
Ricinoleic 89.5
Linoleic 4.2
Oleat 3
Stearat 1
Palmitat 1
(Sumber: Carrick, 1995)

Sifat-sifat di atas membuat DCO menjadi sangat cocok untuk


produksi alkyd resin dan pernis. Karakteristiknya yang tidak menguning,
baik dalam mengeringkan udara, menjamin aplikasi yang luas dalam
pernis sebagai contoh pernis DCO membuat kaca mobil transparan yang
lebih bening.

 Minyak Tung (Tung Oil)


Tung oil memiliki karakteristik pengeringan yang sangat baik
(tidak terlalu cepat dan tidak terlalu lama) dan menghasilkan lapisan yang
fleksibel. Kemampuan tersebut dikarenakan tung oil mengandung 80-90%
eleostearic acid yang memiliki tiga ikatan rangkap. Tingginya eleostearic
acid juga merupakan penyebab utama karakter tung oil film yang tahan air,
12

pengeringan cepat, ketahanan yang baik, dan resistensi film terhadap


bahan kimia yang baik. Namun penggunaan tung oil sebagai bahan baku
pembuatan cat dibatasi oleh pada saat kering cat membentuk kerutan dan
menyebabkan frosting, dan memiliki warna yang kusam.

Minyak nabati lain yang berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku cat
adalah bunga matahari, kedelai dan jagung, kacang pinus, kemiri dan apel. Hal
tersebut karena minyak-minyak biji buah tersebut memiliki komposisi asam
linoleat dan linolenat yang cukup tinggi. Seperti pada apel misalnya, asam linoleat
dan asam oleat yang terkandung pada minyak biji buah apel, yaitu sebesar 85-95%
dari kandungan asam lemak total.

Tabel 2.6 Komposisi asam lemak (g/100-g asam lemak) pada minyak biji buah
apel

(Sumber: Kiran, 2017)

3. Bagaimana mekanisme proses/metode yang dikembangkan untuk


memproduksinya dalam proses industri?
Jawaban:
Mekanisme proses produksi cat/pelapis secara umum
Pada produksi cat/pelapis secara garis besar membutuhkan beberapa bahan
utama sebagai berikut:
 Zat pewarna (pigmens)
 Zat pengikat (binders)
 Zat tambahan (aditif)
 Zat pengencer (thinner)
Secara garis besar tahapan proses produksi cat/pelapis adalah:
1. Proses penimbangan dan pencampuran (Weighing and Mixing)
Proses pembuatan cat diawali dengan pembuatan formula. Di dalam
formula terdapat persentase perbandingan antara pigmen, binder, aditif dan
thinner. Pada proses penimbangan semua material ditimbang terlebih dahulu
13

dengan ketelitian yang tinggi. Pigmen dan sebagian binder dituang ke dalam
suatu tempat pengaduk (mixing pot) dan diaduk dengan kecepatan tinggi
(High Speed Dispersion). Tujuan pengadukan dengan kecepatan tinggi adalah
untuk proses pencampuran yang merata. Untuk produk yang tidak
memerlukan ukuran partikel akhir yang sangat halus seperti cat tembok,
proses ini juga berlaku sebagai proses penghalusan (Grinding). Besar partikel
yang didapatkan dari proses ini adalah sekitar 300 mikron.
2. Proses penghalusan (Grinding)
Dalam proses ini, sebagian bahan yang telah melewati tahap mixing
dimasukkan ke dalam mesin grinding yang memuat bola-bola besi atau
keramik dengan ukuran tertentu yang diputar dengan kecepatan tinggi
sehingga seluruh bahan akan tergiling dengan tingkat kehalusan tertentu.
Dengan ukuran partikel yang hampir seragam, ikatan antar partikel akan jauh
lebih mudah terjadi.
Dalam proses grinding bertujuan untuk mendapatkan ukuran partikel yang
cukup halus, sehingga dalam proses aplikasi didapatkan hasil permukaan yang
halus, mendapatkan kestabilan pengendapan, sehingga mudah untuk
mendapatkan warna yang homogeny, dan untuk memudahkan reaksi-reaksi
dari binder dan aditif agar didapatkan sifat yang baik (daya tutup, tingkat
kilap, dsb).
3. Proses penambahan (Make up)
Setelah seluruh partikel padatan mencapai ukuran tertentu, bahan tersebut
dikeluarkan dari mesin dan dimasukkan ke dalam suatu tempat yang lebih
besar untuk ditambahkan bahan pengikat dan bahan tambahan lain. Pada
proses ini juga dilakukan proses penyesuaian warna (color matching).
4. Proses pengecekan dan pengaturan kualitas (Quality Control)
Karakteristik dan sifat yang diharapkan dari produk diuji sampai
dinyatakan layak untuk dijual. Secara umum proses pengujian ini meliputi:
 Kecepatan Pengeringan
 Daya Tutup
 Daya Lekat
 Kekerasan permukaan
 Elastisitas (bila diperlukan)
 Homogenitas
 Kemudahan aplikasi
Untuk pengecekan jangka panjang dilakukan proses weathering test yang
meliputi ketahanan warna setelah disinari oleh cahaya UV dalam jangka
waktu tertentu. Selain itu juga dapat dilakukan (untuk substrat logam) tes daya
lekat dengan menggunakan salt spay test.
14

5. Proses pengisian ke dalam kemasan (Filling)


Pada proses ini cat dimasukan ke dalam wadah untuk didistribusikan ke
pelanggan.

Mekanisme Penggunaan Vegetable Oils pada Industri Cat dan Pelapis


Pemanfaatan vegetable oils (VO) pada industri cat dan pelapis yaitu
sebagai bahan utama (Derksen, et al., 1995). Keistimewaan yang dimiliki
vegetable oils (VO) dikarenakan struktur kimia unik yang dimilikinya,
unsaturation sites, epoxies, hydroxyls, esters, dan grup fungsional lainnya, serta
karakteristik fluiditasnya yang melekat. Hal tersebut menyebabkan VO dapat
melaksanakan berbagai transformasi kimiawi yang menghasilkan bahan polymer
berberat molekul rendah yang berguna untuk berbagai macam aplikasi, khususnya
sebagai bahan utama pada cat dan pelapis. Beberapa bahan polymer berbasis VO
seperti alkyds, polyesteramides, polyetheramides, polyurethanes, epoxies, dan
polyols. Mekanisme yang dapat dijalankan yakni dengan cara memodifikasi VO
untuk membentuk polymer dan turunannya.
a. Alkyds
Alkyds merupakan minyak termodifikasi polyesters yang mengandung
sebuah polyol (umumnya glycerol, trimethalolpropane atau pentaerythritol),
sebuah asam multifungsi (phthalic acid atau trimellitic acid), dan sebuah asam
lemak tak-jenuh yang dihasilkan dari reaksi polycondensation. Alkyds berguna
sebagai perekat (binders) di permukaan pelapis. Sintesis alkyds dapat dilakukan
melalui dua metode yaitu proses asam lemak dan proses monogliserida.

Gambar 2.1 Sintesis alkyds melalui proses monogliserida


Sumber: (Alam, et al., 2014)

Alkyds terbagi menjadi dua jenis yaitu drying atau nondrying alkyds.
Drying alkyds berasal dari drying VO yang mengandung asam lemak
polyunsaturated, sedangkan non-drying alkyds berasal dari non-drying VO asam
lemak. Keduanya memiliki gloss retention yang baik, durability, tahan cuaca, dan
ketahanan kimiawi yang buruk terutama di dalam media basa dikarenakan banyak
terdapat grup ester.
15

b. Polyesteramides (PEA)
PEA merupakan amida termodifikasi alkyds yang dihasilkan melalui
reaksi esterifikasi antara VO amide diol dan sebuah asam/anhidrat. PEA
mengandung repeating ester dan amida di dalam backbone. PEA memiliki
property yang ditingkatkan melebihi alkyds seperti hardness, kemudahan
mengering, tahan uap air, dan tahan terhadap kimiawi khususnya alkalis
(Mahapatra and Karak, 2004).
Pembuatan PEA dilakukan melalui dua tahap yakni:
1. VO seperti linseed oil (LO), soybean oil (SO), PAO, coconut oil (CCO),
argemone oil (AGO), PGO, JO, laurel oil, neem oil, cottonseed oil dilakukan
amidasi dengan diethanolamine di dalam sodium methoxide sehingga
dihasilkan amide diols. Amide diols merupakan monomer yang memiliki dua
gugus hidroksil dan rantai pendant VO (fatty). Selanjutnya amide diols
digunakan sebagai bahan pembuatan PEA, polyetheramide, dan
polyurethaneamide.
2. Reaksi esterifikasi antara gugus hidroksil dari amide diol dengan anhidrat
(Ahmad, et al., 2003, 2007).

Gambar 2.2 Sintesis PEA


Sumber: (Alam, et al., 2014)

c. Polyetheramides (PEtA)
PEtA mengandung alternative amide dan ether moieties pada backbone-
nya. Sintesis PEtA dapat dilakukan melalui dua proses yaitu penyiapan VO amida
diols dan reaksi kondensasi antara amida diols, bisphenol A (BPA), dan resorcinol
(Alam, et al., 2004). PEtA bermanfaat sebagai perekat yang baik dan ketahanan
kimiawi.

Gambar 2.3 Sintesis PEtA


Sumber: (Alam, et al., 2014)
16

d. Polyurethanes (PU)
PU terbentuk dari reaksi polyaddition antara (di- atau poly-) isocyanates
(toluene 2,4-diisocyanate [TDI]; diphenylmethane diisocyanate; naphthylene 1,5-
diisocyanate; hexamethylene diisocyanate; isophorone diisocyanate) dan (di- atau
polyhydric) alkohol atau dengan senyawa lain yang mengandung atom hydrogen
aktif. Gugus fungsional yang dimiliki PU (ester, amida, acrylics, vinyls, double
bonds, dll) menyebabkan peningkatan perekatan, impact resistance, scratch
hardness, flexibility, dan memberi ketahanan kimiawi pada coatings. Keuntungan
dari PU coatings lainnya adalah menurunkan suhu curing atau drying dari >100oC
menjadi suhu lingkungan (Ahmad, et al., 2005).

Gambar 2.4 Sintesis PU


Sumber: (Alam, et al., 2014)
e. Epoxies
Epoxidation yaitu oxirane ring pada backbone trigliserida yang berasal
dari beberapa jenis VO, dapat digabungkan pada sisi tak-jenuh VO. Epoxidation
dapat dilakukan melalui beberapa prosedur seperti epoxidation oleh peroksida,
chemo-enzymatic epoxidation oleh hydrogen peroksida, penggunaan dioxirane,
phase transfer catalyst. Epoxies dapat diperbaiki oleh curing agents yang cocok
(amina, amida, asam, anhidrat) untuk memperoleh polymer dengan karakteristik
yang diinginkan (Boquillon and Fringant, 2000). VO epoxies murni memiliki
kandungan 100% yang “greener”. VO epoxies menunjukkan flexibility yang
tinggi dan ketahanan korosi yang baik terutama dalam melawan moisture dan
kimiawi karena memiliki rantai hydrophobic yang panjang.

Gambar 2.5 Sintesis Epoxies


Sumber: (Alam, et al., 2014)
17

f. Polyols
Polyols merupakan salah satu senyawa turunan VO yang penting. Polyols
mengandung rantai aliphatic panjang dengan berbagai macam gugus fungsional
terutama hydroxyls, double bonds, active methylene groups, -OCH3, -Cl, -Br, -
OCOH, dan oxirane ring (Sharmin, et al., 2007). Polyols dapat diperoleh dengan
cara hydroformylation diikuti dengan hydrogenation VO menggunakan katalis
rhodium atau cobalt, epoxidation pada unsaturation dari VO dan selanjutnya
hidrogenasi katalitik atau diperoleh dari reaksi oxirane moieties oleh air,
HCl/HBr, alkohol mono/polyfunctional berat molekul ringan, amino-alkohol, atau
asam (Generation I polyol) dan ozonokysis diikuti dengan hydrogenation
(Generation II polyol). Pada Gen I dan Gen II banyak terdapat gugus fungsional
hidroksil, active methylenes, dan double bonds yang dapat melaksanakan berbagai
modifikasi kimiawi. VO polyols memiliki peranan penting sebagai building blocks
pada industri polymer.

Gambar 2.6 Sintesis Polyols


Sumber: (Alam, et al., 2014)

Kendala Penggunaan Vegetable Oils pada Industri Cat dan Pelapis


Alkyds, epoxies, polyols, PEA, dan PEtA yang berasal dari vegetable oils
dihasilkan melalui reaksi kimiawi yang melibatkan ketidak-praktisan proses yaitu
terdapatnya VOC dan membutuhkan suhu tinggi yang sering kali menyebabkan
localized overheating pada dinding vessel. Pemanasan yang tidak merata tersebut
menyebabkan pembentukkan berbagai produk samping dan menurunkan yield.

4. Bagaimana menganalisa mutu/kualitas produknya? Faktor-faktor apa


saja yang mempengaruhinya?
Jawaban:
Syarat mutu cat terdiri dari syarat kualitatif dan syarat kuantitatif.
 Syarat kualitatif
Berikut syarat syarat kualitatif mutu cat, antara lain :
1. Keadaan dalam kemasan: sewaktu kemasan dibuka cat tidak berbau busuk
dan setelah dilakukan pengadukan cat tidak mengandung endapan keras,
tidak menggumpal, tidak mengulit, dan tidak terjadi pemisahan warna
18

2. Sifat pengulasan: cat siap pakai dan harus mudah diulaskan dengan kuas
pada lempeng uji krisotil semen. Lapisan cat kering halus, rata, tidak
berkerut, dan tidak turun.
3. Kestabilan dalam penyimpanan dan sifat lapisan kering: setelah 6 bulan
dikemas oleh pabrik dan disimpan pada suhu 21 -32 oC atau disimpan
selama 1 bulan pada suhu 52 oC cat tidak akan mengalami perubahan
4. Ketahanan terhadap alkali: setelah diuji dan dikeringkan selama 30 menit,
cat tidak mengalami perubahan warna, gelembung, penegrutan,
pengapuran atau pengelupasan.

 Syarat Kuantitatif
Syarat kuantitatif terdiri dari beberapa parameter yang meliputi densitas pada
suhu 28-30 oC, waktu pengeringan yang terbagi menjadi dua yaitu kering
sentuh dan kering keras, padatan total, viskositas dan pH.
Tabel 2.7 Persyaratan umum pada cat

(Sumber: SNI 3564:2009, cat tembok emulsi)

Analisa mutu/ kualitas cat


1) Uji kestabilan dalam penyimpanan (ASTM D 1849, Standard Test Method
for Package Stability of paint)
2) Uji ketahanan terhadap alkali (ASTM D 1308, Standard Test Method for
Effect of Household Chemichals on Clear and Pigmented Organic Finishes)
19

3) Uji density (ASTM D 1475, Standard Tesr Method for Density of Liquid
Coatings, Inks, and Realted Products)
4) Uji kehalusan (ASTM D 1210, Standard Test Method for Fineness of
Dispersion of Pigment-Vehicle Systems by Hegman-Type Gage)
5) Uji waktu mengering (ASTM D 1640, standard Test Method for Drying,
Curing or Film Formation of Organic Coating at Room Temperature)
6) Uji kadar padatan total (ASTM D 2369, Standard Test Method for Volatile
Content of Coating)
7) Uji kekentalan dengan alat stomer viscometer (ASTM D 562, Standard
Test Method for Consistency of paints measuring Krebs Unit (KU) Viscosity
Using a Strmer-Type Viscometer)
8) Uji kandungan logam berat berbahaya (ASTM D 5702, Standard Practice
for Field Sampling of Coating Films for Analysis for Heavy Metals)
9) Uji ketahan terhadap cuaca dipercepat (ASTM G 53, Standard Practice
for Operating Light- and Water Exposure Apparatus (Fluorescent UV-
Condensation Type) for Exposure of Nonmetallic Materials)
10) Pengukuran pH dengan pH meter
11) Uji daya tutup, Jumlah cat yang dinyatakan dalam liter atau kilogram untuk
menutup seluruh permukaan bidang dasar
12) Uji ketahanan terhadap cuaca, Periode waktu sejak pengecatan sampai
terjadi perubahan warna, gelembung, retak-retak, pengelupasan dan atau
pengapuran

Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhinya dalam pengujian kualitas cat,
yaitu terdapat tiga kategori bahan.

1. Bahan baku, meliputi resin dan pigment, solvent, dan additive.


Pengujian untuk resin terdiri dari penampilan, kekentalan, berat jenis, dan total
padatan. Pengujian pigment terdiri dari penampilan dan oil absorption, dan
pengujian solvent terdiri dari penampilan, resistivity, jenis dan komposisi
komponen.
2. Bahan setengah jadi, meliputi pasta dengan pengujian yang terdiri dari
kestabilan, kehalusan, kadar padatan, warna, penampilan cat, kekentalan dan
berat jenis.
3. Cat dengan jenis bahan tanpa pigment dan dengan pigment. Pengujian cat tanpa
pigment meliputi waktu kering, kadar padatan, resistivity, penampilan film,
daya kilap film, daya lekat film, sifat mekanis film. Pengujian cat dengan
pigment pada umumnya sama seperti pengujian cat dengan pigment dan
ditambah beberapa pengujian diantaranya penampilan warna, kehalusan, dan
daya tutup.
20

Tabel 2.8 Pengujian kualitas cat


Kategori Jenis Keterangan
No Pengujian
Bahan Bahan
Membandingkan penampilan, seperti
permukaan, endapan, kejernihan,
gumpalan dan warna sampel resin dengan
Penampilan standar. Warna resin dinyatakan dengan
bilangan Gardner, yaitu menyamakan
warna sampel dengan skala warna
Gardner. Warna jernih hingga warna
merah pekat.
Mengukur waktu yang dibutuhkan untuk
menghabiskan seluruh cairan keluar dari
sebuah flow cup standard. Nilai
kekentalan dibuat atas dasar waktu yang
dibutuhkan dari mulai mengalir sampai
putusnya aliran tersebut. Cara ini efektif
Kekentalan jika cairannya adalah jenis newtonian dan
(detik atau mempunyai range kekentalan dibawah
mPas) 200 detik. Untuk cairan yang sangat
Resin kental maka digunakan cara Gardner,
yaitu membanding- kan kecepatan
naiknya gelembung udara yang berisi
cairan sampel dengan cairan standar
Bahan
1 dalam tabung dengan ukuran tertentu dari
Baku yang paling encer hingga yang paling
kental.
Berat jenis Membandingkan berat sampel terhadap
(gram/cm3) volumenya dengan menggunakan gallon
cup pada temperatur tertentu.
Kadar Membandingkan berat sampel sesudah
padatan dikeringkan (110 oC selama 1 jam)
(%) dengan sebelum dikeringkan.

Bilangan Mengetahui senyawa asam yang


Asam terkandung dalam resin.

Membandingkan penampilan, seperti


gumpalan, dan warna sampel. Untuk
membandingkan warna pigment, sampel
Pigment harus didispersikan atau di-grinding
dan Penampilan dalam resin tertentu kemudian ditarik
Extender pada kertas rungkut dengan ketebalan 60
mikron dan dibandingkan dengan warna
standard. Untuk dyestuff perlu dilarutkan
pada pelarut tertentu hingga membentuk
21

larutan dengan konsentrasi 3 (DZ) atau


10% (PP), kemudian dicampur dengan
resin tertentu.
Oil Besar penyerapan pigment atau extender
absorption terhadap oil atau minyak nabati dalam
satuan ml per 100 gr sampel.
Membandingkan penampilan, seperti
Penampilan endapan, kejernihan, gumpalan, dan
warna sampel.
Mengukur resistivity (tahanan = Mega
ohm) suatu solvent dengan dua dip
Resistivity elektroda pada jarak tertentu (1 cm).
Solvent Besaran ini menggambarkan bisa tidaknya
solvent tersebut dipakai dengan spray
jenis elektrostatik.
Jenis dan Mengukur derajat kemurnian solvent atau
komposisi menganalisa jenis dan fraksi komponen-
komponen komponen dalam campuran solvent.

Diuji secara langsung dengan


menambahkan pada resep bahan setengah
jadi (pasta) atau cat, diproses dan dipakai
dan kemudian dibandingkan dengan
Additive
additive standar pada semua aspek
pengujian.

Mengamati pengulitan, pengerasan dan


Kestabilan kehalusan secara rutin selama pasta
disimpan.
Menggunakan grindo meter kehalusan
pigment atau extender dalam cat dapat
ditentukan. Pasta atau cat ditarik pada
Kehalusan
parit dengan kedalaman berbeda dari
(mm) paling dalam hingga paling dangkal,
Bahan sehingga partikel yang ukuran besar akan
2 setengah Pasta terjebak pada posisi sesuai dengan ukuran
jadi partikelnya.
Kadar Sama seperti diatas
padatan
(%)
Setelah dijadikan cat, dengan mencapur
pasta dengan komponen lain, kemudian
Warna ditarik pada kertas rungkut dengan
ketebalan 60 mikron dan dibandingkan
dengan warna standar.
22

Penampilan Membandingkan penampilan sampel cat,


cat seperti bahan asing, endapan, kejernihan,
dan gumpalan.
Kekentalan Sama seperti diatas

Berat jenis Sama seperti diatas

Dengan mempergunakan sentuhan,


Waktu
tempel atau tekanan jari pada cat yang
kering masih basah. Waktu kering meliputi
kering sentuh, tekan dan kering sempurna.
Kadar Sama seperti diatas
padatan
(%)
Resistivity Sama seperti diatas

Pengujian film dilakukan setelah cat


dikenakan pada substrat tertentu dan
Penampilan kemudian mengering. Penampilan filim
film meliputi ada tidaknya kulit jeruk,
gelembung udara, bercak-bercak, tidak
Tanpa meratanya kilap, lekukan-lekukan kawah,
pigment dan kerut.
3 Cat Mengukur cahaya yang dipantulkan oleh
Daya kilap
film. Alat yang dipakai adalah Glossmeter
film (gloss) atau reflektometer.

Film cat kering digores dengan sudut


cutter (30-45o) dan pada kecepatan 0.5
detik per satuan potongan sehingga
Daya lekat didapat 25 kotak dengan jarak
pemotongan sesuai ketebalan catnya.
fim Kemudian dilekatkan selotip dan ditarik
(adhesi) dengan kuat. Dari banyaknya kotak
lapisan cat yang terangkat bisa kita nilai
daya lekat film tersebut ( GT 0, tidak ada
yang terkelupas hingga GT 4, terkelupas
> 65%).
Sifat mekanis film meliputi daya tahan
Sifat terhadap impact, dan kekerasan. Untuk
mekanis daya tahan impact diuji dengan impact
film tester, kekerasan dengan hardness
pendulum tester, hardness Dur-O-Test
atau dengan pencil hardness.
Dengan Penampilan Selama pencocokan warna (colour
warna matching), sample cat dibandingkan
pigment
dengan warna standarnya, bisa dilakukan
23

dengan metoda tersebut di atas (pasta)


atau dengan mempergunakan alat pencari
warna (hunter lab colour matching),
hingga diperoleh hasil selisih antara
warna sample dengan standar sekecil
mungkin.
Kehalusan Sama seperti diatas

Ketebalan minimal film dari cat dimana


pola hitam-putih dari kertas kotak-kotak
tidak dapat kelihatan. Pengujiannya
Daya tutup adalah dengan menarik cat basah dengan
aplikator dimulai ketebalan paling besar
hingga paling kecil, kemudian setelah
kering dinilai daya tutupnya.
(Sumber : Susyanto, Heri, 2009)

5. Adakah kebaharuan teknologi proses yang dapat dikembangkan dari


produksinya?
Jawaban:
Selain penggunaannya yang ramah lingkungan, pada saat ini banyak sekali
kebaharuan dari produk cat berbasis oleokimia itu sendiri. Di banyak Negara maju
terus dilakukan evaluasi terhadap beberapa biji tanaman yang potensial
dikembangakan sebagai bahan baku pembuatan cat. Ditinjau dari segi ekonomi
karena minat pasar yang tinggi serta minyak ini memiliki sifat –sifat yang lebih
baik. Jika dibandingkan antara cat berbasis petrokimia dengan cat berbasis
oleokimia terdapat beberapa kebaharuan yang dimiliki cat berbasis oleokimia,
seperti yang ditampikan pada table dibawah ini

Tabel 2.9 Kebaharuan dalam cat berbasis oleokimia


Ditinjau Dari Cat Lainnya Cat Berbasis Oleokimia
Bahan Baku: Alkyd dapat Resin alkyd berbasis minyak biji rami disintesis dalam dua
berdasarkan dikombinasikan tahap.
jenis resin dengan resin  Minyak dipanaskan sampai 200 °C
(Alkyd) acrylics, vinyl Trimetilolpropana sebagai reaktan dan kalsium karbonat (katalis,
toluene, minyak 0,8%) ditambahkan.
silicones, dan Setelah penambahan minyak biji rami dipanaskan hingga 240◦C
resin amino.  Pada tahap kedua, campuran didinginkan hingga 140◦C
dan 30.11 g (0,2 mol) anhidrida ftalat dengan xilena
ditambahkan. Campuran reaksi dipanaskan sampai 240◦C
dan reaksi dipertahankan sampai angka asam menurun
(Iseri-Caglar, 2014)
24

Bahan Baku: bahan yang hyperbranched polyurethanes (HBPUs) didapatkan disintesis


berdasarkan dihasilkan dari menggunakan reaksi polimerisasi dari monogliserida dari
jenis resin polimerisasi minyak jarak sebagai hidroksil dan toluena diisosianat (TDI)
(Polyurethane) dari urethane. sebagai reaktan dengan 1,4 Diol butana (BD) sebagai rantai
Urethane pemanjang dan poli (ε-caprolactone) sebagai makroglikol.
dihasilkan dari (Thakur et al., 2012)
reaksi antara
polyisocyanate
dengan bahan
yang
mempunyai
gugus
hidroksil.

Lemak amida minyak kacang disintesis dari minyak kacang


oleh Reaksi aminolisis dan berlangsung pada suhu 120◦C.
Poliuretan disiapkan melalui reaksi dari PFA dan isocyanate
dengan dibutiltin dilaurate (DBTDL) sebagai katalis

(Raychura et al., 2018)


Bahan Memperbaiki Pemanfaatan biji tanaman Mesua ferea L. Dengan menggunakan
Additive atau Merubah minyak ini, dikembangkan polyester nanocomposite sebagai
Sifat Flim (Anti bahan pelapis material antimikrobial.
Static Agent Nanokomposit poliester berbasis minyak nabati disintesis dengan
Sagging, Anti kondensasi 2,2-bis(hydroxymethyl) propionic acid dengan biji
Fouling Agent, tanaman Mesua ferea L. Sebagai komponen antibakterial, terikat
Anti Fungus) kuat pada kelompok donor elektron dalam molekul biologis yang
mengandung sulfur, oksigen atau nitrogen. Hal ini dapat
menyebabkan kerusakan pada dinding sel bakteri sehingga isi sel
hilang.
(Konwar, 2010)
25

Pembuatan Bahan Pelapis Antimikrobial Highly Branched Polyester/Clay-


Silver Nanocomposite berbasis Minyak Nabati
(Konwar, Uday, et al. 2010. Vegetable oil based highly branched
polyester / clay silver nanocomposites as antimicrobial surface coating
materials. Progress in Organic Coatings 68: 265-273)

A. Material yang digunakan


1. M. ferrea L. seed oil, Phthalic acid anhydride (PA), Maleic acid
anhydride (MA), 2,2-bis(hydroxymethyl) propionic acid (bis-MPA),
glycerol, dan lead mono oxide
2. Nanoclay
3. N,N-Dimethylformamide (DMF) & xylene
4. Bisphenol-A based epoxy resin
5. poly(amido amine) hardener (HY 840)
B. Persiapan Polyester / Clay Nanocomposite
1. Resin poliester disiapkan dengan menggunakan 0,064 mole (6,27 g)
MA bersama dengan 0,096 mole (14,22 g) PA untuk membentuk
carboxyl terminated pre-polymer . 20 g pra-polimer ini kemudian
direaksikan dengan 3,32 g (0,016 mol) bis-MPA untuk mendapatkan
resin yang diinginkan.
2. Nanoclay ditambahkan ke dalam campuran dan diaduk terus menerus
selama setengah jam di bawah kondisi yang sama.
3. Nanoclay terdispersi dalam xilena selama 30 menit diikuti oleh
ultrasonikasi selama 10 menit sebelum ditambahkan ke dalam resin.
Kemudian pemanasan dihentikan dan campuran didinginkan hingga
suhu kamar diikuti oleh sonikasi selama setengah jam.
C. Persiapan Silver Nanocomposite
1. Variasi konsentrasi dari perak nitrat, 1%, 3% dan 5% (b/b) digunakan
untuk persiapan silver nanocomposite.
2. 10 g nanokomposit poliester diambil dalam labu alas bulat. Larutan
perak nitrat dilarutkan dalam pelarut DMF, dengan pengadukan terus
menerus pada suhu kamar.
3. Setelah penambahan lengkap dari larutan, campuran reaksi diaduk
terus menerus selama 24 jam. Setelah 24 jam warna larutan yang
dihasilkan berubah menjadi hitam kehijauan dari campuran coklat
gelap.
4. Kemudian bisphenol-A pada rasio 40:60 berat dengan resin poliester
dan 25% poli (amido amina) secara mekanik dicampur ke dalam
campuran di atas dengan diaduk selama 30 menit.
5. Campuran tersebut kemudian direduksi selama sekitar 20 menit di
bawah vakum sampai benar-benar bebas gelembung. Kemudian
26

campuran itu dituangkan pada pelat baja ringan dan piring kaca dan
dikeringkan di dessicator untuk semalam pada suhu kamar.

Tabel 2.10 Komposisi Nanokomposit

(Sumber: Konwar, 2010)

D. Proses Curing Pada Resin & Nanokomposit


1. Waktu curing diperkirakan berdasarkan waktu pengeringan dari
nanokomposit pada pelat kaca. Waktu pengeringan ditentukan sebagai
waktu minimum yang diperlukan untuk mengeringkan lapisan film
(ketebalan 40–50 mikrometer) pada suhu yang ditentukan dengan
mengukur resistensi terhadap indentasi oleh indentor.
E. Hasil Pengamatan
1. Karakteristik Nanokomposit

Tabel 2.11 Karakteristik Nanokomposit

(Sumber: Konwar, 2010)

Kekuatan tarik (Tensile Strength) dari Clay-Silver


Nanocomposite meningkatkan dari 7.10 N/mm2 ke 11.6 N/mm2
dengan peningkatan jumlah perak dari 0 hingga 5% berat. Hal ini
disebabkan oleh dimasukkannya nanopartikel perak yang terdispersi
secara homogen ke dalam lapisan lempung yang selanjutnya
terdelaminasi oleh rantai polimer, sehingga memperkuat matriks
poliester. Juga permukaan maksimum lapisan silikat tersedia untuk
interaksi yang kuat dengan rantai polimer dan nanopartikel perak
setelah delaminasi lapisan tanah liat aluminosilikat yang
menyebabkan peningkatan kekuatan tarik dengan isi perak.
Nilai gloss ditemukan meningkat dengan peningkatan jumlah
perak karena sejumlah besar cahaya dipantulkan dari permukaan
yang halus. Nilai scratch hardness nanocomposites PENCAg
meningkat dibandingkan dengan poliester murni. Lapisan-lapisan
tanah liat bersama dengan partikel-partikel perak nanosized yang
27

disebarluaskan dengan seragam, membatasi indentasi dalam


nanokomposit.

2. Ketahanan Kimia Nanokomposit

Tabel 2.12 Ketahanan Kimia Nanokomposit

(Sumber: Konwar, 2010)

Ketahanan kimia dari Clay-Silver Nanocomposite diuji dalam


berbagai lingkungan kimia selama 15 hari pada suhu kamar.
Ditemukan resistivitas film nanokomposit perak terhadap asam HCl
encer, larutan NaCl berair dan air suling meningkat dengan
meningkatnya kandungan perak. Namun, karena adanya gugus alkali
hydrolysable ester, ketahanan terhadap alkali tidak begitu mendalam.
Dengan adanya alkali telah ditemukan bahwa beberapa jumlah
nanopartikel perak terekstrak (leached) dari permukaan film, dengan
pengamatan puncak serapan dalam spektrum UV-terlihat. Seiring
jumlah perak meningkat, maka terjadi peningkatan resistivitas
terhadap semua media karena struktur kompak dan berikatan silang
dari nanokomposit tersebut, nanopartikel perak berinteraksi dengan
lapisan tanah liat bersama dengan rantai poliester. Permeabilitas
nanokomposit perak juga berkurang dengan delaminasi lapisan tanah
liat melalui penyisipan nanopartikel perak dan rantai polimer.
Karena ini berbagai ion atau spesies yang ada di media yang berbeda
tidak dapat dengan mudah menembus permukaan dan dengan
demikian meningkatkan resistensi.

3. Aktivitas Antimikrobial Nanokomposit

Tabel 2.13 Aktivitas Antimikrobial Nanokomposit

(Sumber: Konwar, 2010)


28

Efektivitas antibakteri Clay-Silver Nanocomposite terhadap


mikroba diuji berdasarkan zona uji inhibisi terhadap bakteri Gram
positif (S. aureus dan B. subtilis), bakteri Gram negatif (E. coli dan
P. aeruginosa) dan Jamur (C albicans). Setelah 24 jam inkubasi,
zona penghambatan nanocomposites PENCAg terhadap Gram
negatif dan Gram positif berkisar dari 10 hingga 19 mm, sedangkan
PENC tidak menunjukkan zona inhibisi. Nanokomposit PENCAg
menunjukkan aktivitas yang signifikan terhadap bakteri, terutama
terhadap E. coli seiring dengan meningkatnya konsentrasi Ag.
Hasilnya menunjukkan bahwa nanokomposit memiliki efikasi yang
baik terhadap bakteri ini.
Nanopartikel perak berikatan kuat dengan kelompok donor
elektron dalam molekul biologis yang mengandung sulfur, oksigen
atau nitrogen. Hal ini dapat menyebabkan kerusakan pada dinding
sel bakteri sehingga isi sel hilang. Sehingga untuk menyatakan
bahwa pengikatan partikel ke bakteri tergantung pada luas
permukaan yang tersedia untuk interaksi tersebut. Partikel yang lebih
kecil dengan rasio permukaan-volume yang lebih besar memberikan
sarana aktivitas antibakteri yang lebih efisien daripada partikel yang
lebih besar. Pembentukan kompleks dengan protein dapat
mengganggu metabolisme sel bakteri dan fungsi daya mereka,
seperti permeabilitas dan respirasi. Kedua efek menyebabkan
kematian sel bakteri. Protein yang mengandung sulfur di dalam
membran atau di dalam sel serta unsur-unsur yang mengandung
fosfor, seperti DNA, cenderung menjadi situs preferensial untuk
interaksi nanopartikel perak dan dengan demikian mencegah
reproduksi sel. Perbandingan keseluruhan tingkat pengurangan
mikroba dalam penelitian ini mengungkapkan bakteri Gram negatif
lebih rentan terhadap efek antimikroba ion Ag daripada Gram
positif, mungkin karena dinding murine mereka yang lebih tipis,
yang memungkinkan penyerapan ion yang lebih cepat ke dalam sel.
Nanopartikel ditemukan tidak efektif terhadap C. albicans, mungkin
karena perbedaan dalam komposisi dinding sel C. albicans, karena
dinding sel prokariotik berbeda dari dinding sel eukariotik.
29

2.2 Resume Jurnal


2.2.1 Resume Jurnal 1
Judul : Recent Advances in Vegetable Oils Based Environment Friendly
Coatings: A Review
Penulis : Eram Sharmina, Fahmina Zafara, Deewan Akrama, Manawwer Alam,
Sharif Ahmad

Dalam dunia pelapisan, gagasan bahan kimia “Hijau” atau “Berkelanjutan”


telah dikembangkan dalam teknologi ramah lingkungan berupa pelapis yang
rendah atau tanpa pelarut, padatan tinggi, hyperbranched, water borne dan UV
curable, menggunakan monomer/polimer yang berasal dari sumber daya
terbarukan. Minyak nabati [VEGO] merupakan sumber daya alam yang paling
melimpah, hemat biaya, tidak beracun, dan dapat terurai. VEGO telah secara
tradisional digunakan untuk beberapa aplikasi non-pangan terutama pelapis sejak
zaman primitif. Ulasan ini menyoroti beberapa modifikasi VEGO sebagai pelapis
ramah lingkungan yang rendah atau tanpa pelarut, padatan tinggi, hyperbranched,
water borne dan UV curable.
VEGO dan turunannya diaplikasikan dalam pelapis karena struktural yang
unik dan kecenderungan untuk membentuk film (tergantung pada bagian tidak
jenuh). Mempertimbangkan tingkat ketidakjenuhan yang ditunjukkan oleh
bilangan iod, VEGO diklasifikasikan sebagai "drying" (bilangan iod >130), "semi-
drying" (100< bilangan iod <130) dan "non-drying" (bilangan iod <100 ) seperti
dalam minyak biji rami [LinO], minyak kedelai [SoyO] dan minyak inti sawit.
Biasanya, minyak “drying” atau “semi-drying” digunakan dalam pelapisan
permukaan. Minyak “non-drying” juga dapat digunakan untuk tujuan ini dengan
penggabungan entitas yang sesuai (misalnya, hidroksil) atau pengubah (vinyls,
akrilik, acrylic co-polymers) dalam kekuatan minyak melalui reaksi kimia untuk
mengubahnya menjadi pembentuk film. Dalam minyak virgin, waktu pengeringan
yang lebih panjang diperlukan apabila film yang terbentuk tidak memenuhi
kinerja ketahanan fisik dan mekanik yang diinginkan.
Pengembangan pelapis berbasis VEGO rendah atau tanpa pelarut berarti pada
sintesis dan formulasi pelapis sepenuhnya menghilangkan penggunaan pelarut
atau hanya menggunakan jumlah minimum pelarut untuk pengenceran yaitu untuk
mengimbangi efek viskositas tinggi yang sering dicapai dalam reaksi kimia
sebagai akibat dari peningkatan ikatan silang dan viskositas yang membatasi
mobilitas bebas rantai polimer selama polimerisasi. Pelapis berbasia epoxy, alkyd
dan PU mewakili pelapis HS di pasar lapisan pelindung. Sistem ini mengandung
persentase yang lebih tinggi dari cat padat dan kandungan pelarut yang lebih
rendah daripada pelapis konvensional yang mengandung pelarut (Chattha dan
vanOene, 1982; Haseebuddin et al., 2009). Pelapisan HS memiliki emisi pelarut
yang lebih rendah serta manfaat teknis lainnya selain memiliki kemiripan yang
30

lebih dekat dengan sistem konvensional dengan peningkatan kinerja dan


ketahanan, membuatnya mudah diterima dalam aplikasi. Dalam pelapis HS,
distribusi berat molekul yang rendah dicapai untuk menurunkan viskositas larutan
dengan jaringan yang lebih terhubung secara silang (Lindeboom, 1997).
Dendrimer (polimer dendritik), polimer-polimer HYP dan dendrigraft lebih
disukai daripada resin-resin HS. Dendrimer melibatkan langkah-langkah isolasi
dan pemurnian, biaya relatif dengan polimer HYP, yang menggabungkan biaya
manufaktur yang lebih rendah dan polimerisasi single-step. Polimer HYP
memiliki kelarutan yang lebih tinggi, diameter hidrodinamik dan lelehan yang
lebih rendah serta viskositas larutan dan aktivitas yang tinggi karena strukturnya
yang kompak, tidak terjerat dan bercabang tinggi dengan sejumlah besar gugus
fungsi aktif di pinggiran (Deka dan Karak, 2009).
Pelapis WB menggunakan air sebagai pelarut primer atau 80% air dengan
sejumlah kecil pelarut lain seperti glikol eter. WB diklasifikasikan sebagai: water–
soluble/water–reducible (solusi), water-dispersible / koloid (dispersi) dan emulsi
(lateks) cat. Sifat fisik dan penampilan dari masing-masing jenis tersebut
tergantung pada pilihan resin. Formulasi pelapis radiation curable adalah bebas
dari pelarut atau air; curing diprakarsai oleh katalisator atau fotoiniarator oleh
iradiasi dengan ultra violet [UV] atau cahaya tampak. Pelapis radiation curable
memerlukan energi curing yang rendah, menunjukkan efisiensi curing yang tinggi
dan secara ekologis memenuhi persyaratan karena tidak ada VOC atau air yang
diperlukan untuk formulasi tersebut.
Meskipun penggunaan VEGO dalam cat dan pelapis telah dipelajari dengan
baik, saat ini sedang ditekankan pada penelitian yang berkaitan dengan modifikasi
bahan-bahan ini untuk memperkenalkan properti baru untuk meningkatkan kinerja
dan ramah lingkungan dengan biaya terjangkau. Reaksi multi-step terlibat dalam
sintesis monomer/polimer VEGO berdasarkan pada suhu dan waktu yang
meningkat akan mengkonsumsi banyak pelarut. Pelapis yang diperoleh juga
terdiri dari sintesis kompleks dengan waktu dan temperatur curing yang lebih
lama. Waktu pengeringan yang lama dan suhu curing yang tinggi sering merusak
kualitas produk akhir dan yield. Diperlukan upaya pengembangan bahan rendah
atau bebas pelarut menghasilkan pelapis bebas VOC yaitu dengan mengurangi
penggunaan pelarut selama pemrosesan, formulasi dan aplikasi pelapis. Reaksi
bebas pelarut di bawah iradiasi gelombang mikro dapat memberikan solusi untuk
beberapa kelemahan seperti hasil yang buruk akibat pemanasan inhomogenous
(dalam kondisi konvensional) dan waktu sintesis yang lebih lama. Alternatif lain
mungkin pendekatan sintesis enzimatik.
Polimer HYP sebagai bahan hijau dengan molekul inti yang harus biobased,
tidak seperti yang sintetis saat ini. Jika sebuah molekul inti berbasis minyak
dikembangkan dengan baik, maka akan sangat menguntungkan untuk mengurangi
viskositas, yang akan memfasilitasi penghilangan penggunaan pelarut dan
31

pengencer reaktif dalam pelapis HYP. Pelapis WB yang telah dikembangkan dari
VEGO umumnya disiapkan dalam air bersama dengan beberapa co-solvent. Untuk
meningkatkan karakteristik kinerja pelapisan VEGO yang dicampur dengan
polimer komersial merupakan metode paling sederhana untuk mencapai platform
sinergis pada tingkat biaya dan kinerja. Agen pengawet konvensional, agen
pengering, pengencer dan pengubah harus diganti oleh sumber daya ramah
lingkungan yang ramah lingkungan yang ramah lingkungan. Pendekatan yang
disajikan dalam artikel digunakan pada minyak yang tidak dapat dimakan dan
tidak berkhasiat obat untuk menambah nilai bahan buangan atau yang tidak
disanitasi.

2.2.2 Resume Jurnal 2


Judul : Vegetable Oil Paints
Penulis : L. L. Carrick

Sifat-sifat minyak alami yang dapat kering dalam penggunaannya sebagai cat:
 Semua minyak mengandung rantai asam lemak yang bervariasi yang tidak
akan mengering namun memiliki peranan penting dalam menentukan
plastisitas dan laju pengeringan cat.
 Semua minyak memiliki ikatan rangkap tak jenuh.
 Semua minyak senyawa ester yang tidak begitu resistan terhadap alkali. Sifat
ini akan menentukan polimerisasi dan laju pengeringan sehingga menjadi
dasar penentuan jenis hasil produk olahan.
 Hampir seluruh memiliki jumlah ikatan rangkap yang tak jenuh dengan
jumlah sedikit (kurang). Hal tersebut akan menentukan proses polimerisasi,
plastisasi, dan laju pengeringan.
 Kebanyakan minyak mengandung ikatan rangkap tak jenuh pada posisi yang
tidak dinginkan, hal tersebut akan memengaruhi sifat drying oil film-nya.
 Ketika cat yang menggunakan minyak alami mengeras, reaksi mengeras tidak
berhenti, namun akan terus berlanjut hingga akhirnya merusak lapisan yang
telah kering.
 Hampir seluruh cat minyak alami memiliki retensi warna yang kurang, karena
semakin lama cat berubah menjadi kekuningan.
 Hampir seluruh minyak harus melewati kettle treatment agar dapat digunakan
sebagai cat.
 Penggunaan minyak secara general dipengaruhi oleh jumlah dari asam lemak.
Jenis minyak alami yang digunakan sebagai bahan pembuatan cat:
 Linseed Oil
Merupakan salah satu jenis minyak yang paling umum digunakan
sebagai bahan baku pembuatan cat. Sifat kimia, fisika, potensi agrikultural,
kapasitas produksi, hasil riset yang telah dilakukan membuat minyak ini
32

sebagai salah satu standar pembanding dalam pembuatan cat dengan


menggunakan bahan minyak alam lainnya. Linseed oil dapat ditingkatkan
kualitasnya menjadi beberapa jenis, yaitu acid refined, alkyds, blown, bodied,
boiled, dan alkali. Acid refined linseed oil biasanya digunakan untuk
menghasilkan puffy paint. Biasanya linseed oil yang diubah menjadi alkyds
akan digunakan untuk menghasilkan cat aluminium, cat anti air dan jenis cat
lainnya. Blown linseed oil digunakan sebagai bahan sebagai tinta percetakan,
pernis litografik, dan aplikasi pelapisan lain dengan kekilapan yang tinggi.
Boiled linseed oil diguakan untuk bahan pembuatan cat berpendar sedangkan
boiled linseed oil digunakan untuk pembuatan cat berwarna putih.
 Soybean Oil
Memiliki potensi dan sifat yang baik untuk digunakan sebagai bahan
baku cat sama seperti linseed oil. Soybean oil juga mampu menghasilkan cat
yang lebih lembut, namun tetap memiliki retensi warna yang baik. Bahan ini
juga menghasilkan cat yang lebih fleksibel, tidak rapuh,
Minyak-minyak lain yang juga memiliki potensi adalah castor oil,
oiticica oil, tung oil, perilla oil, dan fish oil.

2.2.3 Resume Jurnal 3


Judul : Preparation and ecaluation of linseed oil based alkyd paints
Penulis : Dondu Iseri-Caglar, Emre Basturk, Burcu Oktay, M.Vezir Kahraman

Pemanfaatan bahan bakar fosil dalam industri polimer yaitu sekitar 7%


dari penggunaan minyak dan gas di seluruh dunia yang pasti akan habis dalam
100 tahun ke depan. Di era peningkatan harga minyak, pemanasan global, dan
masalah lingkungan lainnya (limbah), perubahan dari bahan mentah fosil menjadi
sumber daya terbarukan penting untuk pengembangan berkelanjutan ke masa
depan. Bahan baku terbarukan yang paling banyak digunakan adalah polisakarida
(terutama selulosa dan pati), protein, gula, karet alam, dan minyak nabati. Minyak
nabati dan minyak nabati yang dimodifikasi telah menjadi alternatif berkelanjutan
yang menarik untuk bahan berbasis minyak bumi untuk aplikasi industri seperti
sabun, pelumas, pelapis, cat, dan, yang lebih baru, bioplastik dan komposit karena
biodegradabilitasnya, toksisitas rendah, bahan kimia organik yang mudah
menguap, ketersediaan mudah, dan harga yang relatif rendah.
Dalam beberapa tahun terakhir, konsumen dan minat individu dalam cat
ramah lingkungan dan pelapis telah berkembang pesat. Cat minyak rumah tangga,
menggunakan pengikat yang berasal dari minyak nabati, yang diperoleh dari biji
rami atau kacang kedelai. Resin alkid adalah poliester bercabang yang diperoleh
dengan asam dikarboksilat beraksi atau anhidrida dan poliol seperti gliserol atau
fosforritol, dan rantai panjang monokarboksilat tak jenuh yang berasal dari
minyak alami (misalnya, minyak biji rami, minyak kedelai atau dehidrasi castor
33

oil). Resin Alkyd rentan terhadap proses oksidatif dalam presensi sistem katalitik
seperti cahaya, panas, enzim, logam, protein metallo, dan mikro-organisme.
Cat berbasis biji rami dilakukan pengujian dalam penentuan kualitas
dengan memperhatikan semua persyaratan sifat fisik, waktu pengeringan, waktu
penyimpanan, kemudahan dalam pemeliharaan, ekonomi, dll. Formulasi cat
dibuat dengan mencampurkan resin alkyd dan berbagai aditif seperti huntite
(Mg3Ca(CO3)4), AerosilR972 (SiO2), talc, titanium dioxide (TiO2), Antitrra 204
(wetting agent) dan anti-skinning agent. Semua diformulasikan pada pelat uji
kertas dan dikeringkan pada suhu 30oC. Lapisan yang diperoleh diuji sifat fisika
dan kimia, spektrum FTIR diukur pada spektruk spektrofotometrer
spectrop100ATR-FTIR. Spektrum H-1HH direkam menggunakan spektrometer
varian model T-60 NMR yang dioperasikan pada 500 MHz. Sifat lapisan lainnya
juga diukur sesuai dengan metode uji standar yang sesuai seperti yang
ditunjukkan. meliputi uji kekerasan pensil (ASTM D-3363), uji kekerasan bandul
(DIN 53157), uji ketahanan kimia, uji potong silang (Cross cut, DIN 53115),
pengukuran gloss (ASTM D-523-80), tes gosok MEK (ASTM D-5402) dilakukan
untuk memeriksa proses pemanasan menyeluruh, sudut kontak diukur dengan
menggunakan metode uji sessile drop dimana tetes dibuat dengan menggunakan
jarum suntik, viskositas formulasi cat diukur dengan menggunakan viskometer
model viskometer KK-2 Unit Krebs yang dilakukan dibawah tekanan atmosfer
dan pada suu 32oC, sifat termal dan morfologi dengan analisis gravimetri termal
(TGA) dilakukan dengan menggynakan Perkin-Elmer Thermogravimetric
analyzer prys 1 TGA model, dan scanning electron microscopy (SEM) dilakukan
pada Philips XL30 ESEM-FEG/EDAX. Stabilitas termal dari bahan cat dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan jumlah huntite dan Aerosol R972 dalam
komposisi cat.
Pada penelitian ini, cat alkuna disiapkan dengan menggunakan minyak biji
rami alami yang mengandung trigliserida yang terdiri dari campuran liner dari
linolenik (57%), oleat (19%), linoleat (15%), palmitat (5% ), dan asam lemak
stearat (4%). Resin alkid disintesis oleh reaksi minyak biji rami dengan
trimethylolpropane dan phthalic anhydride pada 200–250 oC selama 12 jam.
Kemudian diamati hasil analisis struktural, pengkuran viskositas : viskositas
formulasi meningkat dengan penurunan kadar minyak biji rami dalam resin alkid,
sifat – sifat pelapis : Beberapa sifat fisik dari cat berbasis alkida, seperti gloss,
kekerasan pensil, kekerasan bandul, adhesi cross-cut, waktu pengeringan diukur.
Waktu pengeringan meningkat terus menerus dengan peningkatan kandungan
minyak dalam resin alkid, rendahnya tingkat polimerisasi dalam resin alkid yang
memiliki kandungan minyak yang tinggi dapat menjadi alasan waktu pengeringan
yang lebih tinggi. Kekerasan dari cat dipengaruhi oleh fleksibilitas rantai dan
tingkat silang dari jaringan. Selain itu, jenis substrat, adhesi ke substrat, dan
heterogenitas dalam lapisan dapat mempengaruhi pengukuran kekerasan. Dalam
34

penelitian ini, efek dari silika, huntite, dan kandungan minyak biji rami pada
kekerasan formulasi cat. Percobaan adhesi crosscut menunjukkan bahwa 100%
adhesi tercapai untuk semua formulasi cat. Kilauan bahan cat merupakan
fenomena kompleks, yang dihasilkan dari interaksi antara cahaya dan permukaan
cat, kilauan lapisan menurun dengan peningkatan konten Aerosil R972 dan huntite
dalam formulasi. Setelah 4 minggu, kilap cat menurun, kemudian kilap cat
meningkat terus dengan penurunan kadar minyak dalam resin alkid. Ketahanan
pelarut dari cat dianalisis dengan tes gosok MEK. Semua sampel menunjukkan
kinerja yang sangat baik, melebihi dari 150 hingga 300+ gosok MEK karena
mengandung Aerosil R972 dan formulasi huntite. Analisis morfologi
menggunakan SEM, nanopartikel silika yang terdispersi secara heterogen melalui
matriks organik. Serta kestabilan termal (TGA), stabilitas termal bahan cat
meningkat dengan penambahan konten huntite dan AKD 2 dalam formulasi cat.
Resin alkid berbasis minyak biji rami ditambahkan ke dalam formulasi cat.
Sifat fisik dan mekanik dari bahan cat seperti kekerasan pensil, kekerasan bandul,
tes MEK, adhesi, gloss dan contactangle telah dianalisa. Stabilitas termal dari
lapisan ini diperkuat dengan meningkatkan jumlah huntite dan Aerosil R972
dalam komposisi cat. Studi SEM dari bahan cat menggambarkan bahwa partikel
silika terdispersi secara homogen melalui matriks anorganik.

2.2.4 Resume Jurnal 4


Judul : Vegetable oil based eco-friendly coating materials : A review article
Penulis: Manawwer Alam, Deewan Akram, Eram Sharmin, Fahmina Zafar, Sharif
Ahmad

Konsumen dan para penggigih industri yang berminat di dalam


pengembangan bahan ramah lingkungan telah menemukan bahan baku agrikultur
subur yang ramah lingkungan sebagai feedstocks pada industri polymer. Polymer
dapat diperoleh dari bahan baku terbarukan seperti pati, lignin, protein, selulosa,
sitosan, shellac, damar, polyhydroxyalkanoates, furanone, alginate, serat wol, dan
vegetable oils (VO). Polymer dari bahan baku terbarukan sangat banyak
digunakan pada industri seperti plasticizers, biodiesel, pelumas, perekat, bahan
pembungkus yang biodegradable, tinta printer, cat dan pelapis. Pada industri cat
dan pelapis, VO digunakan sebagai senyawa utama (primer). VO tidaklah
beracun, tidak mudah menguap, berlimpah, dan biodegradable. Polymer berbasis
VO dapat menyaingi bahan bakar fosil yang berasal dari produk-produk berbasis
petrokimia.
Keistimewaan yang dimiliki vegetable oils (VO) dikarenakan struktur
kimia unik yang dimilikinya, unsaturation sites, epoxies, hydroxyls, esters, dan
grup fungsional lainnya, serta karakteristik fluiditasnya yang melekat. Hal tersebut
menyebabkan VO dapat melaksanakan berbagai transformasi kimiawi yang
35

menghasilkan bahan polymer berberat molekul rendah yang berguna untuk


berbagai macam aplikasi, khususnya sebagai bahan utama pada cat dan pelapis.
VO dan turunannya dapat digunakan pada industri pelapis sebagai:
1. Penghambat korosi alami
Sifat ini dikarenakan keberadaan senyawa heterocyclic seperti alkaloids,
flavonoids, tannins, cellulose, dan lain-lain. Sifat penghambat korosi alami
dapat digunakan pada baja di dalam media basa dan asam.
2. Polymer pelapis
Sifat alami yang dimiliki VO yaitu mengering yang dicirikan terbentuknya
suatu lapisan. Fenomena alami tersebut dikarenakan komposisi asam
lemaknya. Drying VO dapat dioksidasi secara alami oleh oksigen di atmosfer
sehingga membentuk bahan polymer. VO dalam bentuk aslinya
membutuhkan waktu yang lama untuk mengering dan lapisan yang terbentuk
memiliki peforma rendah dalam hal physico-mechanical dan corrosion
resistance. Sehingga membutuhkan beberapa reaksi kimiawi seperti
hidrogenasi, transesterifikasi, auto-oxidation, epoxidation, hydroxylation,
acrylation, isocyanation pada grup gugus fungsionalnya. Pada akhirnya
membentuk monomers/polymers yang aktif digunakan sebagai pengikat
(binders) untuk bahan pelapis.
Ikatan ganda dan metilen aktif bertindak sebagai gugus fungsional untuk
membentuk acrylic polymers dan co-polymers. Epoxides nya melaksanakan
reaksi dengan asam, anhidrat, amina, asam karboksilat, dan lainnya untuk
membentuk pelapis yang tahan kimiawi dan kokoh. Hydoxyls nya dapat bereaksi
dengan asam dan anhidrat untuk membentuk polyesters dan dapat bereaksi dengan
isocyanates untuk membentuk pelapis polyurethane. Grup polar (epoxides,
hydroxyls, carboxyls, urethanes) yang terdapat di polymeric backbones bertindak
sebagai promotor perekat pada pelapis polymeric.

2.2.5 Resume Jurnal 5


Judul : Paints and coatings from renewable resources
Penulis: Johannes T.P. Derksen, F. Petrus Cuperus, Peter Kolster

Minyak nabati, telah digunakan untuk tujuan pelumas serta pelapis dan cat
selama berabad-abad sebelum pasokan minyak mineral yang melimpah dan murah
tersedia untuk berbagai macam produk. Namun, dalam beberapa tahun terakhir
minat konsumen dan industri terhadap bahan cat dan pelapis ramah lingkungan
telah berkembang pesat. Tren ini telah dipacu tidak hanya oleh kesadaran bahwa
pasokan sumber daya fosil secara inheren terbatas, tetapi juga oleh kekhawatiran
yang berkembang untuk masalah lingkungan, seperti emisi pelarut organik yang
mudah menguap atau masalah pembuangan limbah. Di sisi lain, hal ini juga
36

menyebabkan meningkatnya minat dalam penggunaan sumber daya terbarukan,


yaitu berasal dari pertanian, khususnya dalam formulasi bahan cat dan pelapis.
a. Kategori Dry Oils:
1. Minyak Biji Rami (Linseed Oil), Minyak memiliki kandungan asam alfa
linolenat yang tinggi. Tingkat ketidakjenuhan yang tinggi ini membuat
minyak biji rami sangat rentan terhadap autoksidasi dan polimerisasi, yang
menghasilkan film-film yang saling terkait dan sulit saat terpapar udara.
Karena alasan inilah, minyak biji rami telah digunakan selama berabad-abad
sebagai bahan utama dalam cat dan pernis.
2. Minyak Tung (Tung Oil), Minyak tung mengandung lebih dari 70% asam
lemak elaeostearic, asam yang tidak biasa. Asam lemak ini mengandung tiga
ikatan ganda yang terkonjugasi. Karena hal ini, menyebabkan minyak
mengering lebih cepat dari minyak biji rami. Pelapisan berdasarkan minyak
tung memiliki ketahanan yang tinggi terhadap penetrasi air dan saponifikasi.
3. Minyak Biji Jarak (Castor Oil), Minyak jarak, diperoleh dari kacang jarak
(Ricirzm communis) (kandungan minyak sekitar 50%), adalah minyak yang
tidak biasa karena mengandung jumlah yang sangat tinggi (90%) asam
ricinoleic. Fungsi hidroksilnya memungkinkan minyak untuk digunakan
sebagai bahan pelapisan, misalnya, pelapis polyurethane.
4. Minyak lainnya, Minyak perilla (perilla oil) memiliki sekitar 38% minyak,
dan telah digunakan di masa lalu sebagai minyak pengeringan yang kuat.
Minyak perilla memiliki komposisi asam lemak yang menyerupai minyak biji
rami tetapi memiliki tingkat ketidakjenuhan yang lebih tinggi. Minyak
oiticica mengandung kandungan asam licanic yang tinggi dengan beberapa
asam elaeostearic. Penerapannya dalam coating, minyak perilla dan oiticica
dihunakan untuk bahan binders sintetis.
b. Kategori Semi-Dry Oils:
1. Minyak Kedelai (Soybean Oil), Selain menjadi surfaktan yang baik, aplikasi
minyak kedelai dalam lapisan industri pelapisan adalah sebagai pigment-
wetting dan flocculation control agents. Minyak kedelai sendiri mengandung
sebagian besar asam linoleat dan oleat.
2. Safflower Oil, Minyak safflower, diperoleh dari species Carthamus tinctotius,
sangat mirip dengan minyak kedelai, meskipun dengan kandungan asam
linoleat yang lebih tinggi dan asam lemak jenuh yang lebih sedikit.
3. Tall Oil, Fraksi asam lemak dapat diperkaya dengan distilasi fraksional ke
produk yang dikenal sebagai TOFA (Tall oil fatty acid), yang terutama
mengandung asam oleat dan linoleat. Tall oil digunakan untuk produksi resin
alkid dan asam dimer.
BAB III
KESIMPULAN

3.1 Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari makalah ini ialah:
 Minyak nabati telah dikembangkan menjadi produk cat dan pelapis. Substitusi
bahan baku petrokimia menjadi bahan olekomia pada industri cat dan pelapis
dasarnya memiliki alasan utama yaitu sifat bahan oleokimia yang ramah
lingkungan dan tidak beracun.
 Untuk meningkatkan kinerja pelapis yang berasal dari minyak nabati sehingga
mampu bersaing, beberapa modifikasi inovatif telah dilakukan di lapangan,
seperti Polyesteramides (PEA), Polytheramides (PEtA), Polyurethanes (PU),
Epoksi.
 Minyak nabati yang berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku cat adalah
Minyak biji rami (Linseed Oil), Minyak Kedelai, Minyak Jarak (Castor Oil),
Minyak Tung (Tung Oil), bunga matahari, kedelai dan jagung, kacang
pinus, kemiri dan apel. Hal tersebut karena minyak-minyak tersebut memiliki
komposisi asam lemak yang cukup tinggi seperti, asam linoleat, linolenat,
oleat, stearate, dan palmitat.
 Keistimewaan yang dimiliki vegetable oils (VO) adalah struktur kimia unik
yang dimilikinya, unsaturation sites, epoxies, hydroxyls, esters, dan grup
fungsional lainnya, serta karakteristik fluiditasnya yang melekat. Beberapa
bahan polymer berbasis VO seperti alkyds, polyesteramides, polyetheramides,
polyurethanes, epoxies, dan polyols. Mekanisme yang dapat dijalankan yakni
dengan cara memodifikasi VO untuk membentuk polymer dan turunannya.
 Syarat mutu cat terdiri dari syarat kualitatif dan syarat kuantitatif. Syarat
kualitatif meliputi: Keadaan dalam kemasan; Sifat pengulasan; Kestabilan
dalam penyimpanan dan sifat lapisan kering; Ketahanan terhadap alkali. Syarat
kuantitatif terdiri dari beberapa parameter yang meliputi densitas pada suhu 28-
30 oC, waktu pengeringan yang terbagi menjadi dua yaitu kering sentuh dan
kering keras, padatan total, viskositas dan pH.
 Jika dibandingkan antara cat berbasis petrokimia dengan cat berbasis oleokimia
terdapat beberapa kebaharuan yang dimiliki cat berbasis oleokimia, seperti
hyperbranched polyurethanes, Resin alkyd berbasis minyak nabati, dan bahan
pelapis material nanokomposit polyester dengan antimikrobial.

37
DAFTAR PUSTAKA

Akintayo, C.O., Adebowale, K.O., 2004. Synthesis and characterization of


acrylated Albizia benth medium oil alkyds. Prog. Org. Coat. 50, 207–212.
Alam, M., Akram, D., Sharmin, E., Zafar, F., & Ahmad, S. (2014). Vegetable oil
based eco-friendly coating materials: A review article. Arabian Journal of
Chemistry, 7(4), 469–479.
Badan Standardisasi Nasional. (2009). Standar Nasional Indonesia SNI
3564:2009. Cat Tembok Emulsi. Jakarta: Badan Standardisasi Nasional
Carrick L. 1995. Vegetable Oil Paints. University of Micighan. Michigan
D. Iseri-Caglar., Oktay, B., Kahraman, V., Basturk, E. (2014). Preparation and
Evaluation of Linseed Oil Based Alkyd Paints. Progress in Organic
Coatings 77, 81-86
Derksen, Johannes T.P., et al. 1994. Paints and Coating from Renewable
Resources. Industrial Crops and Products 3: 225-236
Kent, J.A. 2012. Pigments, Paints, Polymer Coatings, Lacquers and Printing Inks,
Handbook of Industrial Chemistry and Biotechnology, New York:
Springer Science Business Media.
Kiran, U., Prajapati, T. R. 2017. Study of fatty acid composition of fruit seed oils.
International Journal of Academic Research and Development. Volume 2;
Issue 5; September 2017; Page No. 36-40.
Konwar, Uday, et al. 2010. Vegetable oil based highly branched polyester
/ clay silver nanocomposites as antimicrobial surface coating materials.
Progress in Organic Coatings 68: 265-273.
Ni, B., Yang, L., Wang, C., Wang, L., Finlow, D., 2010. Synthesis and
thermalproperties of soybean oil-based waterborne polyurethane coatings. J.
Therm.Anal. Calorimet. 100, 239–246.
Sharmin, E., Zafar, F., Akram, D., Alam, M., & Ahmad, S. (2015). Recent
advances in vegetable oils-based environment friendly coatings: A review.
Industrial Crops and Products, 76, 215–229.
Tumosa C. S., Marion F. M.. 2012. Oil Paints: The chemistry of drying oils and
the potential for solvent distruption. Maryland.

38

Anda mungkin juga menyukai