KELOMPOK GLISERIN
ii
DAFTAR TABEL
DAFTAR GAMBAR
iii
BAB I
PENDAHULUAN
1
2
serta bahan pembuat cat (Resin, pigmen, aditif dan lain-lain) telah ditemukan dan
dipergunakan secara luas, dan menjadi kebutuhan setiap rumah tangga.
Dalam dua dekade terakhir, upaya penelitian dan pengembangan telah
mengalami perubahan besar secara global, karena ekspektasi konsumen yang terus
meningkat terhadap kualitas dan kinerja yang baik ditambah dengan biaya yang
lebih rendah, peningkatan harga bahan kimia berbasis petro karena takut
menipisnya stok pada akhir dua puluh abad pertama, kekhawatiran terkait dengan
konsumsi energi dan pencemaran lingkungan (pengelolaan sampah yang tidak
benar, efek rumah kaca, masalah kesehatan), peraturan seperti Clean Air Act
Ammendment 1990 dan inovasi yang pesat. Tantangan-tantangan ini terkait
dengan prediksi, peraturan dan inovasi telah memaksa industri pelapis untuk
mengganti teknologi di seluruh dunia dan menghasilkan eksplorasi dan
pemanfaatan alternatif yang berkelanjutan untuk bahan kimia yang berasal dari
produk berbasis petroleum (Lochab et al., 2014). Para peneliti di industri dan
akademia secara aktif terlibat untuk mengeksplorasi dan memformulasikan
strategi baru untuk membuka sumber daya alami yang tersedia dengan tujuan
untuk mengurangi biaya bahan baku yang meningkat dari produk berbasis
petroleum, mengembangkan formulasi ramah lingkungan, mempercepat degradasi
pasca-penggunaan, dan menambah nilai bahan limbah yang lain.
muncul dari produk turunan bahan bakar fosil, dan ketakutan akan penipisan
sumber daya minyak bumi pada akhir abad 21, ahli kimia polimer dan teknologi
telah kembali ke pemanfaatan bahan turunan VO secara ekstensif pada cat dan
pelapis.
VO merupakan golongan luas sumber daya berkelanjutan yang
memberikan sejumlah besar penambahan nilai fungsional dari suatu material. VO
merupakan salah satu komponen terpenting dari biomassa. VO merupaka tri-ester
dari gliserol dan asam lemak (jenuh dan tidak jenuh). VO terdiri dari trigliserida
sebagai komponen mayor (93-98% berat) dan digliserida, monogliserida dan
fosfogliserida sebagai komponen minor. VO dan turunannya diaplikasikan dalam
pelapis karena struktural yang unik dan kecenderungan untuk membentuk film
(tergantung pada bagian tidak jenuh).
Sebagai upaya penggunaan bahan baku cat dari sumber terbarukan,
beberapa teknologi "ramah lingkungan" atau "hijau" telah berevolusi, dengan
penekanan khusus pada pemanfaatan sumber daya terbarukan yang berlebihan
seperti minyak nabati (VO) dan juga mengurangi atau menghilangkan penggunaan
senyawa organik yang mudah menguap (VOC). Mempertimbangkan jumlah besar
yang untuk menangani korosi dan pencegahannya di seluruh dunia, pemanfaatan
yang tepat dari sumber daya pendukung yang berlimpah di dalam negeri seperti
VO yang berkembang di lahan pertanian dapat dijadikan sebagai aspek yang
menguntungkan (Balachandran et al., 2013; Miller, 2014). Dalam makalah ini
akan dibahas kemajuan terbaru dalam modifikasi dan aplikasi VO sebagai pelapis
pelindung ramah lingkungan, peran komponen berbasis VO yang mengatur sifat-
sifat pelapis ini, dan mendorong penerapan VO yang tidak dapat dimakan dan
non-obat, sehingga menambah nilai sumber daya yang terbuang atau tidak
terpakai. Dalam makalah ini secara lebih dalam akan diuraikan beberapa aplikasi
VO sebagai bahan polimerik (alkyds, polyesteramides, polyetheramides,
poliuretan, epoksi dan poliol) dengan penekanan pada penggunaannya sebagai
pelapis pelindung.
4
5
membutuhkan bahan cair agar patikel pigmen, binder dan material padat
lainnya dapat mengalir. Cairan pada suatu cat disusun oleh solvent minyak dan
atau diluent. Keduanya adalah suatu cairan yang dapat melarutkan (dissolve)
suatu material. Keduanya juga disebut thinner karena keduanya mempunyai
kemampuan untuk mengencerkan cat ke kekentalan yang diinginkan.
d. Additive
Additive merupakan bahan yang ditambahkan dalam cat untuk
menambahkan property atau sifat-sifat cat sehingga dapat meningkatkan
kualitas cat. Sebagai tambahan selain liquid, pigmen dan binder, suatu cat
dapat mengandung satu atau lebih aditif (zat tambahan) yang berfungsi untuk
meningkatkan performansi, dan biasanya digunakan dalam jumlah yang sangat
kecil. Hal ini mempengaruhi fitur vital dari tergantung penggunaan akhir cat
terutama kemampuan flow dan levelling dari cat.
Jenis-jenis Cat
Jenis-jenis cat dapat dikelompokkan yaitu berdasarkan bahan baku utama,
mekanisme pengeringan, letak dan dimana cat itu dipakai, kondisi cat, jenis dan
keberadaan solvent, fungsi, methode pengecatan, jenis substratnya dan lain-lain.
Berdasarkan dari lokasi pengecatannya, cat dinding dibagi dalam dua jenis utama,
yakni cat interior dan cat eksterior. Cat interior diperuntukkan bagi dinding di
bagian dalam rumah. Berdasarkan dari bahan pengencernya, cat terbagi dalam dua
jenis utama, yaitu cat berbahan dasar air (water-based paint), dan cat berbahan
dasar minyak (solvent-base paint). Sementara cat eksterior, untuk mengecat
bagian luar rumah. Dari bahasan di atas maka dapat dilihat jenis-jenis cat pada
tabel di bawah ini.
Tabel 2.1 Jenis-jenis Cat dan Keterangannya
Dasar Pengelompokan Jenis dan Keterangan
Bahan Baku Berdasarkan jenis resin : cat epoxy, polyurethane,
acrylic, melamine, alkyd, nitro cellulose, polyester,
vinyl, chlorinated rubber, dll.
Berdasarkan ada tidaknya pigmen : varnish atau
lacquer (transparent, tidak mengandung pigment);
duco atau enamel (berwarna dan menutup
permukaan bahan, mengandung pigment).
Fungsi Cat dempul (filler), anti karat (anti corrosion), anti
jamur (anti fungus), tahan api, tahan panas (heat
resistance), anti bocor (water proofing), decorative,
protective, heavy duty, industrial dll.
Metode Pengecatan Cat kuas, spray, celup, wiping, elektrostatik, roll, dll.
6
korosi, arsitektural, dekorasi, insulasi elektrik, tinta kemasan dan lain sebagainya.
Namun, walaupun pelapis yang berasal dari minyak nabati memiliki berbagai
kelebihan, produk dari bahan ini masih memiliki ketahanan mekanikal yang
rendah, tidak tahan lama, dan kurang terlarut dalam air. Oleh sebab itu untuk
meningkatkan kinerja pelapis yang berasal dari minyak nabati sehingga mampu
bersaing, beberapa modifikasi inovatif telah dilakukan di lapangan. Hal tersebut
menjadi potensi bagi pelapis berbasis minyak nabati untuk menggantikan pelapis
berbasis minyak bumi. Beberapa modifikasi tersebut, yaitu:
Polyesteramides (PEA)
PEA adalah alkyds termodifikasi amida yang diperoleh dengan reaksi
esterifikasi antara minyak nabati amide diol dan asam / anhidrida. Alkyds
merupakan bahan dapat digunakan sebagai binders dalam pembuatan pelapis.
Alkyds yang dimofikasi menjadi PEA menunjukkan peningkatan performa
dalam hal laju pengeringan, perilaku fisiko-mekanis, ketahanan korosi dan
stabilitas termal yang lebih baik.
Polytheramides (PEtA)
PEtA merupakan susunan dari alternating amide dan ether moieties.
Pelapis akrilik PEtA menunjukkan peningkatan karakteristik laju pengeringan,
resistensi dampak, fleksibilitas dan kekerasan (Akintayo, 2010). Sebagai
kombinasi dari kelompok fungsional eter dan amida dalam satu rantai tunggal,
PEtA diharapkan mengungguli PEA dalam kinerja pelapisan.
Polyurethanes (PU)
Minyak nabati amide diols dan polyols telah digunakan sebagai bahan
baku dalam pembuatan PU bersamaan dengan aliphatic dan aromatic
isocyanates. Diperoleh PU yang digunakan dengan adanya campuran minyak
nabati memiliki daya tahan yang sangat baik, ketahanan terhadap korosi,
abrasi, larut dalam air dan banyak pelarut lainnya. Karakteristik yang paling
meningkat dengan signifikan adalah kemampuan dalam pengeringan pada suhu
kamar melalui yang cepat dan sederhana. Istilah water based diterapkan pada
sistem pelapisan yang terutama menggunakan air sebagai pelarut atau kadang-
kadang hingga 80% air dengan sejumlah kecil pelarut lain seperti eter glikol.
Berdasarkan penelitian terdahulu diperoleh bahwa, lapisan water based PU
memiliki kemampuan penyimpanan yang baik, biaya rendah, dan potensi
biodegradabilitas (Ni et al., 2010).
Epoksi
Pelapis epoksi dapat diperoleh dari minyak nabati dan dapat 100% terbuat
dari bahan-bahan oleokimia tanpa membutuhkan solven. Epoksi yang berasal
dari Minyak nabati menunjukkan fleksibilitas tinggi dan ketahanan korosi yang
baik terutama terhadap kelembaban dan bahan kimia karena rantai hidrofobik
yang panjang. Diharapkan, penggunaan epoksi dari minyak nabati sebagai
8
Semua minyak senyawa ester yang tidak begitu resistan terhadap alkali.
Sifat ini akan menentukan polimerisasi dan laju pengeringan sehingga
menjadi dasar penentuan jenis hasil produk olahan.
Hampir seluruh memiliki jumlah ikatan rangkap yang tak jenuh dengan
jumlah sedikit (kurang). Hal tersebut akan menentukan proses
polimerisasi, plastisasi, dan laju pengeringan.
Kebanyakan minyak mengandung ikatan rangkap tak jenuh pada posisi
yang tidak dinginkan, hal tersebut akan memengaruhi sifat drying oil film-
nya.
Ketika cat yang menggunakan minyak alami mengeras, reaksi mengeras
tidak berhenti, namun akan terus berlanjut hingga akhirnya merusak
lapisan yang telah kering.
Hampir seluruh cat minyak alami memiliki retensi warna yang kurang,
karena semakin lama cat berubah menjadi kekuningan.
Penggunaan minyak secara umum dipengaruhi oleh jumlah dari asam
lemak.
Jenis minyak alami yang digunakan sebagai bahan pembuatan cat:
Minyak biji rami (Linseed Oil)
Merupakan salah satu jenis minyak yang paling umum digunakan
sebagai bahan baku pembuatan cat. Hal tersebut dikarenakan linseed oil
memiliki komposisi asam linoleate dan asam linoleate yang tinggi,
sehingga mengering secara seimbang. Sifat kimia, fisika, potensi
agrikultural, kapasitas produksi, hasil riset yang telah dilakukan membuat
minyak ini sebagai salah satu standar pembanding dalam pembuatan cat
dengan menggunakan bahan minyak alam lainnya. Pada tabel berikut
dapat dilihat komposisi dari linseed oil
Tabel 2.2 Komposisi dari linseed oil
Jenis asam lemak %
Linolenat 58.5
Linoleat 14.7
Oleat 16.1
Stearat 2.9
Palmitat 7
(Sumber: Carrick, 1995)
Minyak Kedelai
Minyak kedelai sedikit digunakan dalam cat film karena memiliki
set waktu yang lebih lama, sekitar dua kali waktu yang dibutuhkan oleh
Linseed oil. Meskipun ketika sudah mengering, film yang dihasilkan
cukup tahan lama, film ini sangat lembut sehingga dapat secara bebas
mengumpulkan kotoran, mendukung pertumbuhan jamur, sehingga
menjadi tidak sedap dipandang. Pada pencampuran cat linseed oil dengan
sejumlah kecil minyak kedelai, 15-20%, tidak memperlama waktu
pengeringan secara signifikan tetapi secara material meningkatkan
fleksibilitas. Minyak kedelai memiliki potensi dan sifat yang baik untuk
digunakan sebagai bahan baku cat sama seperti linseed oil. Soybean oil
juga mampu menghasilkan cat yang lebih lembut, namun tetap memiliki
retensi warna yang baik. Bahan ini juga menghasilkan cat yang lebih
fleksibel dan tidak rapuh. Komposisi minyak kedelai dapat dilihat pada
tabel berikut:
11
Minyak nabati lain yang berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku cat
adalah bunga matahari, kedelai dan jagung, kacang pinus, kemiri dan apel. Hal
tersebut karena minyak-minyak biji buah tersebut memiliki komposisi asam
linoleat dan linolenat yang cukup tinggi. Seperti pada apel misalnya, asam linoleat
dan asam oleat yang terkandung pada minyak biji buah apel, yaitu sebesar 85-95%
dari kandungan asam lemak total.
Tabel 2.6 Komposisi asam lemak (g/100-g asam lemak) pada minyak biji buah
apel
dengan ketelitian yang tinggi. Pigmen dan sebagian binder dituang ke dalam
suatu tempat pengaduk (mixing pot) dan diaduk dengan kecepatan tinggi
(High Speed Dispersion). Tujuan pengadukan dengan kecepatan tinggi adalah
untuk proses pencampuran yang merata. Untuk produk yang tidak
memerlukan ukuran partikel akhir yang sangat halus seperti cat tembok,
proses ini juga berlaku sebagai proses penghalusan (Grinding). Besar partikel
yang didapatkan dari proses ini adalah sekitar 300 mikron.
2. Proses penghalusan (Grinding)
Dalam proses ini, sebagian bahan yang telah melewati tahap mixing
dimasukkan ke dalam mesin grinding yang memuat bola-bola besi atau
keramik dengan ukuran tertentu yang diputar dengan kecepatan tinggi
sehingga seluruh bahan akan tergiling dengan tingkat kehalusan tertentu.
Dengan ukuran partikel yang hampir seragam, ikatan antar partikel akan jauh
lebih mudah terjadi.
Dalam proses grinding bertujuan untuk mendapatkan ukuran partikel yang
cukup halus, sehingga dalam proses aplikasi didapatkan hasil permukaan yang
halus, mendapatkan kestabilan pengendapan, sehingga mudah untuk
mendapatkan warna yang homogeny, dan untuk memudahkan reaksi-reaksi
dari binder dan aditif agar didapatkan sifat yang baik (daya tutup, tingkat
kilap, dsb).
3. Proses penambahan (Make up)
Setelah seluruh partikel padatan mencapai ukuran tertentu, bahan tersebut
dikeluarkan dari mesin dan dimasukkan ke dalam suatu tempat yang lebih
besar untuk ditambahkan bahan pengikat dan bahan tambahan lain. Pada
proses ini juga dilakukan proses penyesuaian warna (color matching).
4. Proses pengecekan dan pengaturan kualitas (Quality Control)
Karakteristik dan sifat yang diharapkan dari produk diuji sampai
dinyatakan layak untuk dijual. Secara umum proses pengujian ini meliputi:
Kecepatan Pengeringan
Daya Tutup
Daya Lekat
Kekerasan permukaan
Elastisitas (bila diperlukan)
Homogenitas
Kemudahan aplikasi
Untuk pengecekan jangka panjang dilakukan proses weathering test yang
meliputi ketahanan warna setelah disinari oleh cahaya UV dalam jangka
waktu tertentu. Selain itu juga dapat dilakukan (untuk substrat logam) tes daya
lekat dengan menggunakan salt spay test.
14
Alkyds terbagi menjadi dua jenis yaitu drying atau nondrying alkyds.
Drying alkyds berasal dari drying VO yang mengandung asam lemak
polyunsaturated, sedangkan non-drying alkyds berasal dari non-drying VO asam
lemak. Keduanya memiliki gloss retention yang baik, durability, tahan cuaca, dan
ketahanan kimiawi yang buruk terutama di dalam media basa dikarenakan banyak
terdapat grup ester.
15
b. Polyesteramides (PEA)
PEA merupakan amida termodifikasi alkyds yang dihasilkan melalui
reaksi esterifikasi antara VO amide diol dan sebuah asam/anhidrat. PEA
mengandung repeating ester dan amida di dalam backbone. PEA memiliki
property yang ditingkatkan melebihi alkyds seperti hardness, kemudahan
mengering, tahan uap air, dan tahan terhadap kimiawi khususnya alkalis
(Mahapatra and Karak, 2004).
Pembuatan PEA dilakukan melalui dua tahap yakni:
1. VO seperti linseed oil (LO), soybean oil (SO), PAO, coconut oil (CCO),
argemone oil (AGO), PGO, JO, laurel oil, neem oil, cottonseed oil dilakukan
amidasi dengan diethanolamine di dalam sodium methoxide sehingga
dihasilkan amide diols. Amide diols merupakan monomer yang memiliki dua
gugus hidroksil dan rantai pendant VO (fatty). Selanjutnya amide diols
digunakan sebagai bahan pembuatan PEA, polyetheramide, dan
polyurethaneamide.
2. Reaksi esterifikasi antara gugus hidroksil dari amide diol dengan anhidrat
(Ahmad, et al., 2003, 2007).
c. Polyetheramides (PEtA)
PEtA mengandung alternative amide dan ether moieties pada backbone-
nya. Sintesis PEtA dapat dilakukan melalui dua proses yaitu penyiapan VO amida
diols dan reaksi kondensasi antara amida diols, bisphenol A (BPA), dan resorcinol
(Alam, et al., 2004). PEtA bermanfaat sebagai perekat yang baik dan ketahanan
kimiawi.
d. Polyurethanes (PU)
PU terbentuk dari reaksi polyaddition antara (di- atau poly-) isocyanates
(toluene 2,4-diisocyanate [TDI]; diphenylmethane diisocyanate; naphthylene 1,5-
diisocyanate; hexamethylene diisocyanate; isophorone diisocyanate) dan (di- atau
polyhydric) alkohol atau dengan senyawa lain yang mengandung atom hydrogen
aktif. Gugus fungsional yang dimiliki PU (ester, amida, acrylics, vinyls, double
bonds, dll) menyebabkan peningkatan perekatan, impact resistance, scratch
hardness, flexibility, dan memberi ketahanan kimiawi pada coatings. Keuntungan
dari PU coatings lainnya adalah menurunkan suhu curing atau drying dari >100oC
menjadi suhu lingkungan (Ahmad, et al., 2005).
f. Polyols
Polyols merupakan salah satu senyawa turunan VO yang penting. Polyols
mengandung rantai aliphatic panjang dengan berbagai macam gugus fungsional
terutama hydroxyls, double bonds, active methylene groups, -OCH3, -Cl, -Br, -
OCOH, dan oxirane ring (Sharmin, et al., 2007). Polyols dapat diperoleh dengan
cara hydroformylation diikuti dengan hydrogenation VO menggunakan katalis
rhodium atau cobalt, epoxidation pada unsaturation dari VO dan selanjutnya
hidrogenasi katalitik atau diperoleh dari reaksi oxirane moieties oleh air,
HCl/HBr, alkohol mono/polyfunctional berat molekul ringan, amino-alkohol, atau
asam (Generation I polyol) dan ozonokysis diikuti dengan hydrogenation
(Generation II polyol). Pada Gen I dan Gen II banyak terdapat gugus fungsional
hidroksil, active methylenes, dan double bonds yang dapat melaksanakan berbagai
modifikasi kimiawi. VO polyols memiliki peranan penting sebagai building blocks
pada industri polymer.
2. Sifat pengulasan: cat siap pakai dan harus mudah diulaskan dengan kuas
pada lempeng uji krisotil semen. Lapisan cat kering halus, rata, tidak
berkerut, dan tidak turun.
3. Kestabilan dalam penyimpanan dan sifat lapisan kering: setelah 6 bulan
dikemas oleh pabrik dan disimpan pada suhu 21 -32 oC atau disimpan
selama 1 bulan pada suhu 52 oC cat tidak akan mengalami perubahan
4. Ketahanan terhadap alkali: setelah diuji dan dikeringkan selama 30 menit,
cat tidak mengalami perubahan warna, gelembung, penegrutan,
pengapuran atau pengelupasan.
Syarat Kuantitatif
Syarat kuantitatif terdiri dari beberapa parameter yang meliputi densitas pada
suhu 28-30 oC, waktu pengeringan yang terbagi menjadi dua yaitu kering
sentuh dan kering keras, padatan total, viskositas dan pH.
Tabel 2.7 Persyaratan umum pada cat
3) Uji density (ASTM D 1475, Standard Tesr Method for Density of Liquid
Coatings, Inks, and Realted Products)
4) Uji kehalusan (ASTM D 1210, Standard Test Method for Fineness of
Dispersion of Pigment-Vehicle Systems by Hegman-Type Gage)
5) Uji waktu mengering (ASTM D 1640, standard Test Method for Drying,
Curing or Film Formation of Organic Coating at Room Temperature)
6) Uji kadar padatan total (ASTM D 2369, Standard Test Method for Volatile
Content of Coating)
7) Uji kekentalan dengan alat stomer viscometer (ASTM D 562, Standard
Test Method for Consistency of paints measuring Krebs Unit (KU) Viscosity
Using a Strmer-Type Viscometer)
8) Uji kandungan logam berat berbahaya (ASTM D 5702, Standard Practice
for Field Sampling of Coating Films for Analysis for Heavy Metals)
9) Uji ketahan terhadap cuaca dipercepat (ASTM G 53, Standard Practice
for Operating Light- and Water Exposure Apparatus (Fluorescent UV-
Condensation Type) for Exposure of Nonmetallic Materials)
10) Pengukuran pH dengan pH meter
11) Uji daya tutup, Jumlah cat yang dinyatakan dalam liter atau kilogram untuk
menutup seluruh permukaan bidang dasar
12) Uji ketahanan terhadap cuaca, Periode waktu sejak pengecatan sampai
terjadi perubahan warna, gelembung, retak-retak, pengelupasan dan atau
pengapuran
Faktor – faktor apa saja yang mempengaruhinya dalam pengujian kualitas cat,
yaitu terdapat tiga kategori bahan.
campuran itu dituangkan pada pelat baja ringan dan piring kaca dan
dikeringkan di dessicator untuk semalam pada suhu kamar.
pengencer reaktif dalam pelapis HYP. Pelapis WB yang telah dikembangkan dari
VEGO umumnya disiapkan dalam air bersama dengan beberapa co-solvent. Untuk
meningkatkan karakteristik kinerja pelapisan VEGO yang dicampur dengan
polimer komersial merupakan metode paling sederhana untuk mencapai platform
sinergis pada tingkat biaya dan kinerja. Agen pengawet konvensional, agen
pengering, pengencer dan pengubah harus diganti oleh sumber daya ramah
lingkungan yang ramah lingkungan yang ramah lingkungan. Pendekatan yang
disajikan dalam artikel digunakan pada minyak yang tidak dapat dimakan dan
tidak berkhasiat obat untuk menambah nilai bahan buangan atau yang tidak
disanitasi.
Sifat-sifat minyak alami yang dapat kering dalam penggunaannya sebagai cat:
Semua minyak mengandung rantai asam lemak yang bervariasi yang tidak
akan mengering namun memiliki peranan penting dalam menentukan
plastisitas dan laju pengeringan cat.
Semua minyak memiliki ikatan rangkap tak jenuh.
Semua minyak senyawa ester yang tidak begitu resistan terhadap alkali. Sifat
ini akan menentukan polimerisasi dan laju pengeringan sehingga menjadi
dasar penentuan jenis hasil produk olahan.
Hampir seluruh memiliki jumlah ikatan rangkap yang tak jenuh dengan
jumlah sedikit (kurang). Hal tersebut akan menentukan proses polimerisasi,
plastisasi, dan laju pengeringan.
Kebanyakan minyak mengandung ikatan rangkap tak jenuh pada posisi yang
tidak dinginkan, hal tersebut akan memengaruhi sifat drying oil film-nya.
Ketika cat yang menggunakan minyak alami mengeras, reaksi mengeras tidak
berhenti, namun akan terus berlanjut hingga akhirnya merusak lapisan yang
telah kering.
Hampir seluruh cat minyak alami memiliki retensi warna yang kurang, karena
semakin lama cat berubah menjadi kekuningan.
Hampir seluruh minyak harus melewati kettle treatment agar dapat digunakan
sebagai cat.
Penggunaan minyak secara general dipengaruhi oleh jumlah dari asam lemak.
Jenis minyak alami yang digunakan sebagai bahan pembuatan cat:
Linseed Oil
Merupakan salah satu jenis minyak yang paling umum digunakan
sebagai bahan baku pembuatan cat. Sifat kimia, fisika, potensi agrikultural,
kapasitas produksi, hasil riset yang telah dilakukan membuat minyak ini
32
oil). Resin Alkyd rentan terhadap proses oksidatif dalam presensi sistem katalitik
seperti cahaya, panas, enzim, logam, protein metallo, dan mikro-organisme.
Cat berbasis biji rami dilakukan pengujian dalam penentuan kualitas
dengan memperhatikan semua persyaratan sifat fisik, waktu pengeringan, waktu
penyimpanan, kemudahan dalam pemeliharaan, ekonomi, dll. Formulasi cat
dibuat dengan mencampurkan resin alkyd dan berbagai aditif seperti huntite
(Mg3Ca(CO3)4), AerosilR972 (SiO2), talc, titanium dioxide (TiO2), Antitrra 204
(wetting agent) dan anti-skinning agent. Semua diformulasikan pada pelat uji
kertas dan dikeringkan pada suhu 30oC. Lapisan yang diperoleh diuji sifat fisika
dan kimia, spektrum FTIR diukur pada spektruk spektrofotometrer
spectrop100ATR-FTIR. Spektrum H-1HH direkam menggunakan spektrometer
varian model T-60 NMR yang dioperasikan pada 500 MHz. Sifat lapisan lainnya
juga diukur sesuai dengan metode uji standar yang sesuai seperti yang
ditunjukkan. meliputi uji kekerasan pensil (ASTM D-3363), uji kekerasan bandul
(DIN 53157), uji ketahanan kimia, uji potong silang (Cross cut, DIN 53115),
pengukuran gloss (ASTM D-523-80), tes gosok MEK (ASTM D-5402) dilakukan
untuk memeriksa proses pemanasan menyeluruh, sudut kontak diukur dengan
menggunakan metode uji sessile drop dimana tetes dibuat dengan menggunakan
jarum suntik, viskositas formulasi cat diukur dengan menggunakan viskometer
model viskometer KK-2 Unit Krebs yang dilakukan dibawah tekanan atmosfer
dan pada suu 32oC, sifat termal dan morfologi dengan analisis gravimetri termal
(TGA) dilakukan dengan menggynakan Perkin-Elmer Thermogravimetric
analyzer prys 1 TGA model, dan scanning electron microscopy (SEM) dilakukan
pada Philips XL30 ESEM-FEG/EDAX. Stabilitas termal dari bahan cat dapat
ditingkatkan dengan meningkatkan jumlah huntite dan Aerosol R972 dalam
komposisi cat.
Pada penelitian ini, cat alkuna disiapkan dengan menggunakan minyak biji
rami alami yang mengandung trigliserida yang terdiri dari campuran liner dari
linolenik (57%), oleat (19%), linoleat (15%), palmitat (5% ), dan asam lemak
stearat (4%). Resin alkid disintesis oleh reaksi minyak biji rami dengan
trimethylolpropane dan phthalic anhydride pada 200–250 oC selama 12 jam.
Kemudian diamati hasil analisis struktural, pengkuran viskositas : viskositas
formulasi meningkat dengan penurunan kadar minyak biji rami dalam resin alkid,
sifat – sifat pelapis : Beberapa sifat fisik dari cat berbasis alkida, seperti gloss,
kekerasan pensil, kekerasan bandul, adhesi cross-cut, waktu pengeringan diukur.
Waktu pengeringan meningkat terus menerus dengan peningkatan kandungan
minyak dalam resin alkid, rendahnya tingkat polimerisasi dalam resin alkid yang
memiliki kandungan minyak yang tinggi dapat menjadi alasan waktu pengeringan
yang lebih tinggi. Kekerasan dari cat dipengaruhi oleh fleksibilitas rantai dan
tingkat silang dari jaringan. Selain itu, jenis substrat, adhesi ke substrat, dan
heterogenitas dalam lapisan dapat mempengaruhi pengukuran kekerasan. Dalam
34
penelitian ini, efek dari silika, huntite, dan kandungan minyak biji rami pada
kekerasan formulasi cat. Percobaan adhesi crosscut menunjukkan bahwa 100%
adhesi tercapai untuk semua formulasi cat. Kilauan bahan cat merupakan
fenomena kompleks, yang dihasilkan dari interaksi antara cahaya dan permukaan
cat, kilauan lapisan menurun dengan peningkatan konten Aerosil R972 dan huntite
dalam formulasi. Setelah 4 minggu, kilap cat menurun, kemudian kilap cat
meningkat terus dengan penurunan kadar minyak dalam resin alkid. Ketahanan
pelarut dari cat dianalisis dengan tes gosok MEK. Semua sampel menunjukkan
kinerja yang sangat baik, melebihi dari 150 hingga 300+ gosok MEK karena
mengandung Aerosil R972 dan formulasi huntite. Analisis morfologi
menggunakan SEM, nanopartikel silika yang terdispersi secara heterogen melalui
matriks organik. Serta kestabilan termal (TGA), stabilitas termal bahan cat
meningkat dengan penambahan konten huntite dan AKD 2 dalam formulasi cat.
Resin alkid berbasis minyak biji rami ditambahkan ke dalam formulasi cat.
Sifat fisik dan mekanik dari bahan cat seperti kekerasan pensil, kekerasan bandul,
tes MEK, adhesi, gloss dan contactangle telah dianalisa. Stabilitas termal dari
lapisan ini diperkuat dengan meningkatkan jumlah huntite dan Aerosil R972
dalam komposisi cat. Studi SEM dari bahan cat menggambarkan bahwa partikel
silika terdispersi secara homogen melalui matriks anorganik.
Minyak nabati, telah digunakan untuk tujuan pelumas serta pelapis dan cat
selama berabad-abad sebelum pasokan minyak mineral yang melimpah dan murah
tersedia untuk berbagai macam produk. Namun, dalam beberapa tahun terakhir
minat konsumen dan industri terhadap bahan cat dan pelapis ramah lingkungan
telah berkembang pesat. Tren ini telah dipacu tidak hanya oleh kesadaran bahwa
pasokan sumber daya fosil secara inheren terbatas, tetapi juga oleh kekhawatiran
yang berkembang untuk masalah lingkungan, seperti emisi pelarut organik yang
mudah menguap atau masalah pembuangan limbah. Di sisi lain, hal ini juga
36
3.1 Kesimpulan
Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari makalah ini ialah:
Minyak nabati telah dikembangkan menjadi produk cat dan pelapis. Substitusi
bahan baku petrokimia menjadi bahan olekomia pada industri cat dan pelapis
dasarnya memiliki alasan utama yaitu sifat bahan oleokimia yang ramah
lingkungan dan tidak beracun.
Untuk meningkatkan kinerja pelapis yang berasal dari minyak nabati sehingga
mampu bersaing, beberapa modifikasi inovatif telah dilakukan di lapangan,
seperti Polyesteramides (PEA), Polytheramides (PEtA), Polyurethanes (PU),
Epoksi.
Minyak nabati yang berpotensi untuk dijadikan sebagai bahan baku cat adalah
Minyak biji rami (Linseed Oil), Minyak Kedelai, Minyak Jarak (Castor Oil),
Minyak Tung (Tung Oil), bunga matahari, kedelai dan jagung, kacang
pinus, kemiri dan apel. Hal tersebut karena minyak-minyak tersebut memiliki
komposisi asam lemak yang cukup tinggi seperti, asam linoleat, linolenat,
oleat, stearate, dan palmitat.
Keistimewaan yang dimiliki vegetable oils (VO) adalah struktur kimia unik
yang dimilikinya, unsaturation sites, epoxies, hydroxyls, esters, dan grup
fungsional lainnya, serta karakteristik fluiditasnya yang melekat. Beberapa
bahan polymer berbasis VO seperti alkyds, polyesteramides, polyetheramides,
polyurethanes, epoxies, dan polyols. Mekanisme yang dapat dijalankan yakni
dengan cara memodifikasi VO untuk membentuk polymer dan turunannya.
Syarat mutu cat terdiri dari syarat kualitatif dan syarat kuantitatif. Syarat
kualitatif meliputi: Keadaan dalam kemasan; Sifat pengulasan; Kestabilan
dalam penyimpanan dan sifat lapisan kering; Ketahanan terhadap alkali. Syarat
kuantitatif terdiri dari beberapa parameter yang meliputi densitas pada suhu 28-
30 oC, waktu pengeringan yang terbagi menjadi dua yaitu kering sentuh dan
kering keras, padatan total, viskositas dan pH.
Jika dibandingkan antara cat berbasis petrokimia dengan cat berbasis oleokimia
terdapat beberapa kebaharuan yang dimiliki cat berbasis oleokimia, seperti
hyperbranched polyurethanes, Resin alkyd berbasis minyak nabati, dan bahan
pelapis material nanokomposit polyester dengan antimikrobial.
37
DAFTAR PUSTAKA
38