Keserasian, kerapian dan keteraturan yang kita yakini sebagai sunnatulah yaitu ketentuan dan hukum yang ditetapkan Allah, melalui sunnatullah inilah bumi dan alam semesta dapat bekerja secara sistematik (menurut suatu cara yang teratur rapi) dan berkesinambungan, tidak berubah-ubah, dan saling melengkapi. Demikianlah kekuasaan dan kebesaran Allah dalam ciptaan-Nya yang menyebabkan masing-masing bagian alam ini berada dalam ketentuan yang teratur rapi, hidup dalam suatu sistem hubungan sebab akibat sampai ke benda yang sekecil apapun ketentuan Allah ada dan tetap berlaku. Sunnatullah atau hukum Allah yang menyebabkan alam semesta selaras, serasi dan seimbang dipatuhi sepenuhnya oleh partikel atau zarrah yang menjadi unsur alam semesta ini. Ada tiga sifat utama yang disinggung dalam Alquran yang dapat ditemuka oleh ahli ilmu pengetahuan dalam penelitian : 1. Pasti. Sifat sunnatullah yang pasti, tentu akan menjamin dan memberi kemudahan kepada manusia membuat rencana. Seseorang yang memanfaatkan sunnatullah dalam merencanakan suatu pekerjaan yang besar, tidak perlu ragu akan ketetapan perhitungannya dan setiap orang yang mengikuti dengan cermat ketentuan- ketentuan yang sudah pasti itu bisa melihat hasil pekerjaan yang dilakukannya. 2. Tetap. Sifat ini terbukti dalam praktik, sehinga seseorang perencana dapat menghindari kerugian yang mungkin terjadi kalau rencana dilaksanakan. Dengan sifat sunnatullah yang tidak berubah-ubah itu seorang ilmuan dapat memperkirakan gejala alam yang terjadi dam memanfaatkan gejala alam itu. 3. Objektif. Saleh, artinya baik atau benar. Orang yang baik dan benar adalah “orang yang bekerja menurut sunnatullah”. Jadi sunnatullah yang menjadi ukuran kebaikan dan kebenaran itu.
B. Hakikat Manusia Menurut Islam
Dalam agama islam, ada enam peranan yang merupakan hakikat diciptakannnya manusia. Berikut ini adalah dimensi hakikat manusia berdasarkan pandangan agama Islam : 1. Sebagai Hamba Allah Hakikat manusia yang utama adalah sebagai hamba atau abdi Allah SWT. Sebagai seorang hamba maka manusia wajib mengabdi kepada Allah SWT dengan cara menjalani segala perintahnya dan menjauhi segala larangannya. Sebagai seorang hamba, seorang manusia juga wajib menjalankan ibadah seperti shalat wajib, puasa ramadhan, zakat, haji, dan melakukan ibadah lainnya dengan penuh keikhlasan dan segenap hati sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikut ini “Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam menjalankan agama yang lurus …,” (QS:98:5). 2. Sebagai al- Nas Dalam al- Qur’an manusia juga disebut dengan al- nas. Kata al nas dalam Alquran cenderung mengacu pada hakikat manusia dalam hubungannya dengan manusia lain atau dalam masyarakat. Manusia sebagaimana disebutkan dalam ilmu pengetahuan, adalah makhluk sosial yang tidak dapat hidup tanpa keberadaan manusia lainnya. 3. Sebagai khalifah Allah Telah disebutkan dalam tujuan penciptaan manusia bahwa pada hakikatnya, manusia diciptakan oleh Allah SWt sebagai khlaifah atau pemimpin di muka bumi. Sebagai seorang khalifah maka masing-masing manusia akan dimintai pertanggung jawabannya kelak di hari akhir. 4. Sebagai Bani Adam Manusia disebut sebagai bani Adam atau keturunan Adam agar tidak terjadi kesalahpahaman bahwa manusia merupakan hasil evolusi kera sebagaimana yang disebutkan oleh Charles Darwin. Islam memandang manusia sebagai bani Adam untuk menghormati nilai-nilai pengetahuan dan hubungannya dalam masyarakat. 5. Sebagai al- Insan T idak hanya disebut sebagai al nas, dalam Alqur’an manusia juga disebut sebagai Al insan merujuk pada kemampuannya dalam menguasai ilmu dan pengetahuan serta kemampuannya untuk berbicara dan melakukan hal lainnya. 6. Sebagai Makhluk Biologis (al- Basyar) Manusia juga disebut sebagai makhluk biologis atau al basyar karena manusia memiliki raga atau fisik yang dapat melakukan aktifitas fisik, tumbuh, memerlukan makanan, berkembang biak dan lain sebagainya sebagaimana ciri-ciri makhluk hidup pada umumnya. Sama seperti makhluk lainnya di bumi seperti hewan dan tumbuhan, hakikat manusia sebagai makhluk biologis dapat berakhir dan mengalami kematian, bedanya manusia memiliki akal dan pikiran serta perbuatannya harus dapat dipertanggungjawabkan kelak di akhirat.
C. Eksistensi Martabat Manusia
Proses lahir dan keberadaan manusia di dunia memang membuktikan kekuasaan Allah Yang Maha Besar. Seorang laki-laki dan perempuan yang telah menikah, maka dalam hubungan suami-istri akan terjadi proses pembuahan yaitu sang istri mengeluarkan 1 telur dan seorang suami mengeluarkan jutaan sperma. Namun demikian dari jutaan sperma tersebut hanya 1 sel yang sampai kepada telur istri . Jadi dapat anda bayangkan, proses awal terbentuknya manusia saja sudah terjadi tingkat kompetisi yang tinggi. Setelah proses pembuahan, maka pada umur 4 bulan dari kehamilan, Allah meniupkan roh, dan pada akhir bulan ke-9 maka lahirlah bayi manusia. Terkait dengan proses terjadinya manusia, Allah berfirman: “dan diantara tanda-tanda kekuasaan-Nya adalah Dia menciptakan kamu dari tanah, kemudian tiba-tiba kamu menjadi manusia dan berkembang biak” (QS Ar-Ruum:20) “dan mereka bertanya kepadamu tentang roh. Katakanlah roh itu termasuk urusan Tuhanku dan tidaklah kamu diberi pengetahuan melainkan sedikit” (QS Al-Israa:85). Dari dua ayat di atas telihat bahwa keberadaan manusia di dunia adalah sebagai tanda kekuasaan Allah yang maha besar. Dan mengenai ruh juga merupakan urusan Allah, dan sedikit saja yang dapat diketahui manusia. Namun demikian, usaha-usaha manusia untuk melakukan penelitian tentang proses pembentukan manusia juga telah dilakukan, sebagai upaya manusia untuk berpikir. Beberapa studi telah berhasil mengetahui bagian-bagian tubuh manusia, seperti proses pembuahan yang bermanfaat bagi kesejahteraan umat. Namun demikian, beberapa studi tentang bagaimana sperma bisa mencapai ovum, dan roh terjadi tetap merupakan misteri yang tidak terpecahkan, mungkin karena hal ini merupakan urusan dan kekuasaan Allah saja, dan kita manusia harus mangimani hal tersebut. Setelah kita lahir di dunia dan akan meneruskan kehidupan sampai mati, maka ada beberapa pertanyaan penting yaitu apa tujuan kita ada di dunia, apa tugas dan fungsi kita di dunia, apa potensi dan keunggulan kita untuk dapat hidup dengan berhasil di dunia, dan bagaimana kita dapat mengembangkan potensi yang kita miliki untuk berhasil di dunia dan di akhirat? Inilah seperangkat hal-hal yang strategis yang perlu kita ketahui, seperti halnya dalam organisasi modern kita harus mengetahui visi, misi, strategi, analisis kekuatan dan kelemahan, dan akhirnya menentukan cara dalam mencapi tujuan. Untuk pertanyaan di atas, dalam bab ini kita akan bahas mengenai tujuan penciptaan manusia, fungsi atau tugas manusia di dunia, keunggulan dan potensi manusia dan pada akhir bab kita mempelajari bagaimana mengenai potensi diri. Dari bab ini tentunya diharapkan kita dapat mengetahui jawaban apa tujuan kita hidup, apa tugas kita, apa kemampuan kita, sehingga kita dapat melaksanakan kehidupan dengan lebih bermakna.
D. Pengertian Agama Dalam Berbagai Bentuknya
Kata agama dalam bahasa Indonesia berarti sama dengan “din” dalam bahasa Arab dan Semit, atau dalam bahasa Inggris “religion”. Dari arti bahasa (etimologi) agama berasal dari bahasa Sansekerta yang berarti tidak pergi, tetap ditempat, diwarisi turun temurun. Sedangkan kata “din” menyandang arti antara lain menguasai, memudahkan, patuh, utang, balasan atau kebiasaan. Secara istilah (terminologi) agama, seperti ditulisoleh Anshari bahwa walaupun agama, din, religion, masing-masing mempunyai arti etimologi sendiri-sendiri, mempunyai riwayat dan sejarahnya sendiri-sendiri, namun dalam pengertian teknis terminologis ketiga istilah tersebut mempunyai makna yang sama, yaitu: 1. Agama, din, religion adalah satu sistem credo (tata keimanan atau tata keyakinan) atas adanya Yang Maha Mutlak diluar diri manusia. 2. Agama juga adalah sistem ritus (tata peribadatan) manusia kepada yang dianggapnya Maha Mutlak tersebut. 3. Di samping merupakan satu sistema credo dan satu sistema ritus, agama juga adalah satu sistem norma (tata kaidah atau tata aturan) yang mengatur hubungan manusia sesama manusia dan hubungan manusia dengan alam lainnya, sesuai dan sejalan dengan tata keimanan dan tata peribadatan termaktub diatas. Menurut Durkheim, agama adalah sistem kepercayaan dan praktik yang dipersatukan yang berkaitan dengan hal-hal yang kudus. Bagi Spencer, agama adalah kepercayaan terhadap sesuatu yang Maha Mutlak. Sementara Dewey, menyatakan bahwa agama adalah pencarian manusia terhadap cita-cita umum dan abadi meskipun dihadapkan pada tantangan yang dapat mengancam jiwanya; agama adalah pengenalan manusia terhadap kekuatan gaib yang hebat. Dengan demikian, mengikuti pendapat Smith, tidak berlebihan jika kita katakan bahwa hingga saaat ini belum ada definisi agama yang benar dan dapat ditarima secara universal.
E. Hubungan Manusia Dengan Agama
Menurut agama Islam, manusia diciptakan di bumi untuk beribadah kepada Allah. Selain itu, manusia diciptakan di bumi sebagai khalifah atau pemimpin di bumi. Dengan perannya tersebut, manusia diharapkan untuk : 1. Sadar sebagai mahluk individu yaitu mahluk hidup yang berfungsi sebagai mahluk yang paling utama di antara mahluk-mahluk lain. Sebagai mahluk utama di muka bumi, manusia diingatkan perannya sebagai khaifah dibumi dan mahluk yang diberi derajat lebih daripada mahluk lain yang ada di bumi. Sesuai dengan firman Allah : “Dan sesungguhnya telah kami muliakan anak-anak Adam dan Kami angkat mereka itu melalui daratan dan lautan serta Kami beri mereka rezeki dari yang baik-baik dan Kami lebihkan mereka atas kebanyakan mahluk yang kami ciptakan (Q.S. Al-Isra: 70). 2. Sadar bahwa manusia adalah mahluk sosial. Sebagai mahluk sosial, manusia harus mengadakan interelasi dan interaksi dengan sesamanya. Itulah sebabnya Islam mengajarkan perasamaan “Berpeganglah kamu semuanya dalam tali Allah dan janganlah kamu berpecah belah…” (Q.S. Ali Imran: 103). “Sesungguhnya semua orang mukmin adalah bersaudara.”(Q.S. Al Hujarat: 10). 3. Sadar manusia adalah hamba Allah SWT. Manusia sebagai mahluk yang berketuhanan, memiliki sikap dan watak religius yang perlu dikembangkan. Manusia harus selalu beribadah keapada Allah karena merupakan tugasnya untuk beribadah kepada Allah sesauai dengan firman Allah : “(Yang memiliki sifat-sifat) demikian itu adalah Tuhanmu, tidak ada Tuhan selain Dia, pencipta segala sesuatu maka sembahlah Dia, dan Dia adalah pemelihara segala sesuatu, Dia tidak dapat dijangkau oleh daya penglihatan mata, sedang Dia dapat melihat segala yang kelihatan, dan Dialah Yang Maha Mengetahui.”(Q.S. Al An’aam: 102).