Anda di halaman 1dari 46

BAB I

PENDAHULUAN

Ovarium merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama,


sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur proses
menstruasi. Ovarium terletak antara rahim dan dinding panggul, dan
digantung ke rahim oleh ligamentum ovari propium dan ke dinding
panggul oleh ligamentum infudibulo-pelvikum. Fungsinya sebagai tempat
folikel, menghasilkan dan mensekresi estrogen dan progesteron. Fungsi
ovarium dapat terganggu oleh penyakit akut dan kronis. Penyakit-penyakit
tersebut yaitu gangguan menstruasi (dismenore dan amenore),
menopause prekoks, hipertikosis ovarium, infertilitas, kanker ovarium,
adnexitis, sindroma ovarium polikistik (SOPK) dan lain-lain. Pada makalah
ini akan dibahas gangguan ovarium yang berhubungan dengan gangguan
menstruasi (dismenore dan amenore).
Dismenore adalah rasa nyeri yang terjadi selama masa menstruasi.
Kejadian dismenore berkisar 45% sampai 75% dari seluruh remaja
perempuan pubertas, dimana ketidakhadiran di sekolah atau lingkungan
kerja berkisar 13% sampai 51% dengan 5% sampai 14% ketidakhadiran
tersebut disebabkan beratnya gejala yang terjadi.3 Studi epidemiologi di
Mesir melaporkan kejadian dismenore pada 75% remaja perempuan
pubertas dengan jumlah ketidakhadiran di sekolah sebesar 20,3% yang
dihubungkan dengan beratnya gejala.
Dismenore dibagi menjadi primer dan sekunder. Dismenore primer
terjadi segera setelah menarche biasanya pada 6 sampai 12 bulan
pertama dan selalu berhubungan dengan siklus ovulasi sedangkan
dismenore sekunder adalah nyeri menstruasi yang berhubungan dengan
kelainan patologis panggul. Beberapa literatur merekomendasikan
penggunaan obat analgesik, obat anti inflamasi nonsteroid (OAINS),
penghambat cyclo-oxygenase-2 (COX-2) dan oral kontrasepsi yang
terbukti efektif dalam mengurangi rasa nyeri. Pengobatan seperti latihan
fisik, pemanasan daerah pelvis, intervensi tingkah laku, dan suplemen diet
atau obat tradisional juga memberikan hasil yang memuaskan.
Penggunaan obat tradisional atau tanaman obat salah satunya bisa
digunakan pada penanganan gangguan ovarium khususnya pada
gangguan menstruasi (dismenore dan amenore). Telah ditemukan
beberapa tanaman yang memiliki efek sebagai dismenore dan amenore.
Salah satunya yaitu kunyit yang telah diteliti pula berbagai aktivitas
farmakologinya.
Dalam makalah ini akan dibahas mengenai pengobatan pada
gangguan ovarium dengan memanfaatkan tanaman obat sebagai
alternatif pengobatannya.
BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Anatomi dan Fisiologi Ovarium

Ovarium merupakan salah satu organ sistem reproduksi wanita,

yang berlokasi pada pelvis yang menyokong uterus menutupi dinding

lateral pelvis, di belakang ligament dan bagian anterior dari rektum. Kedua

ovarium terletak dikedua sisi uterus dalam rongga pelvis. Selama masa

reproduksi ovarium mempunyai ukuran 4 x 2,5 x 1,5 cm (1).

Gambar 1. Anatomi ovarium Cited at 20-3-2010 (dikutip dari hhtp :// www.detak.org/about
cancer.php?

Gambar 2. Alat reproduksi wanita ( dikutip dari : Junqueira LC, et al, In : Basic Histology,
Text & Atlas, 11th ed. Mc graw LANGE 2005)
Sebuah ovarium terletak di kedua sisi uterus, di bawah dan di

belakang tuba falopii. Dua ligamentum infundibulo pelvikum mengikat

ovarium pada tempatnya, pada bagian mesovarium ligamentum latum

uterus, memisahkan ovarium dari sisi dinding pelvis lateral kira-kira

setinggi spina illiaka anterior superior, dan ligamentum ovarii propium,

yang mengikat ovarium ke uterus. Pada palpasi, ovarium dapat

digerakkan. Secara embriologi ovarium memiliki asal yang sama

(homolog) dengan testis pada pria. Bentuk ovarium ialah oval dengan

ukuran diameter 2- 4 cm, yang terhubung dengan uterus melalui lipatan

peritoneum dari ligamentum latum dan ligamentum infundibulopelvikum ke

sisi lateral dinding pelvis (1).

Ovarium dilapisi oleh satu lapisan yang merupakan modifikasi

macam-macam mesotelium yang dikenal sebagai epitel permukaan dan

germinal. Stroma ovarium dibagi dalam region kortikal dan medullari, tapi

batas keduanya tidak jelas. Stroma terdiri dari sel-sel spindel menyerupai

fibroblast, biasanya tersusun berupa whorls atau storiform pattern. Sel-sel

terdiri atas cytoplasmic lipid dan dikelilingi oleh suatu serat retikulin.

Beberapa sel menyerupai gambaran seperti miofibroblastik dan

immunoreaktif dengan smooth muscle actin (SMA) dan desmin (1).

Bagian korteks dilapisi suatu lapisan biasanya ditutupi oleh jaringan

ikat kolagen yang aseluler. Folikel mempunyai tingkatan maturasi yang

bervariasi di luar korteks. Setiap siklus menstruasi, satu folikel akan


berkembang menjadi suatu folikel grafian, yang mana akan berubah

menjadi korpus luteum selama ovulasi (1).

Medula ovarium disusun oleh jaringan mesenkim yang longgar dan

terdiri dari kedua duktus (rete ovarii) dan small clusters yang bulat, sel

epiteloid yang mengelilingi pembuluh darah dan pembuluh saraf (1,2).

Ovarium mempunyai dua fungsi yaitu (1,2):

1. Menyimpan ovum (telur) yang dilepaskan satu setiap bulan.

2. Memproduksi hormon estrogen dan progesterone.

Dua fungsi ovarium ialah menyelenggarakan ovulasi dan

memproduksi hormon steroid gonad. Saat lahir, ovarium wanita normal

mengandung sangat banyak folikel primordial. Di antara interval selama

masa suburnya (umumnya setiap bulan), satu atau lebih folikel matur dan

mengalami ovulasi. Ovarium juga merupakan tempat utama produksi

hormon seks steroid (estrogen, progesterone, dan androgen) dalam

jumlah banyak yang dibutuhkan untuk pertumbuhan, perkembangan dan

fungsi wanita normal. Oleh karena itu ovarium tidak dapat hanya

dipandang sebagai organ endokrin yang statis pada ukuran serta

fungsinya, namun dapat berkembang dan tergantung pada kekuatan

perangsangan hormon gonadotropin. Gonad wanita adalah jaringan

heterogen yang dapat berubah siklusnya (1,2).

Saat ovulasi, ukuran ovarium dapat berubah menjadi dua kali lipat

untuk sementara. Ovarium yang berbentuk oval ini memiliki konsistensi

yang padat dan sedikit kenyal. Sebelum menarche, permukaan ovarium


licin. Setelah maturasi seksual (menarche), luka parut akibat ovulasi dan

ruptur folikel yang berulang membuat permukaan ovarium menjadi lebih

kasar. Ovarium terdiri dari dua bagian (1,2):

1. Korteks Ovarii

 Mengandung folikel primordial

 Berbagai fase pertumbuhan folikel menuju folikel degraf

 Terdapat korpus luteum dan albicantes

2. Medula Ovarii

 Terdapat pembuluh darah dan limfe

 Terdapat serat saraf

Ovarium terdiri dari 2 (dua) lapisan utama, yaitu : korteks bagian luar,

dan medulla di bagian pusat. Bagian hilum adalah awal hubungan ovarium

ke mesovarium yang mengandung saraf, pembuluh darah dan sel hilus.

Oosit terdapat di dalam folikel yang terletak di bagian dalam korteks,

menempel pada lapisan stromal. Bagian terluar korteks disebut tunica

albuginea, bagian permukaannya adalah lapisan tunggal kuboidial

epitelium disebut juga sebagai epitelium permukaan ovarium atau

mesotelium ovarium. Dimana tipe epithelial ovarian carcinoma terjadi

paling banyak, yaitu sekitar 90 % dari seluruh kanker ovarium pada

wanita. Lapisan stromal tersusun dari jaringan penghubung dan sel


interstitial yang berasal dari sel mesenkim dan mempunyai kemampuan

untuk merespon LH atau hCG dengan produksi androgen. Ovarium

memiliki potensi untuk aktif dalam proses steroidogenesis atau untuk

membentuk tumor. Sel-sel ini mirip dengan sel leydig penghasil

testosteron di testis (1,2).

Ovarium merupakan sumber hormonal wanita yang paling utama,

sehingga mempunyai dampak kewanitaan dalam pengatur proses

menstruasi. Ovarium terletak antara rahim dan dinding panggul, dan

digantung ke rahim oleh ligamentum ovari propium dan ke dinding

panggul oleh ligamentum infudibulo-pelvikum.Fungsinya sebagai tempat

folikel, menghasilkan dan mensekresi estrogen dan progesteron. Fungsi

ovarium dapat terganggu oleh penyakit akut dan kronis (1,2).

II.2 Menstruasi (3)

Menstruasi adalah perdarahan periodik dari uterus yang dimulai

sekitar 14 hari setelah ovulasi secara berkala akibat terlepasnya lapisan

endometrium uterus.

Fungsi menstruasi normal merupakan hasil interaksi antara

hipotalamus, hipofisis, dan ovarium dengan perubahan-perubahan terkait

pada jaringan sasaran pada saluran reproduksi normal, ovarium

memainkan peranan penting dalam proses ini, karena tampaknya

bertanggung jawab dalam pengaturan perubahan-perubahan siklik

maupun lama siklus menstruasi.


Ovarium menghasilkan hormon steroid, terutama estrogen dan

progesteron. Beberapa estrogen yang berbeda dihasilkan oleh folikel

ovarium, yang mengandung ovum yang sedang berkembang dan oleh sel-

sel yang mengelilinginya. Estrogen ovarium yang paling berpengaruh

adalah estradiol.

Estrogen bertanggung jawab terhadap perkembangan dan

pemeliharaan organ-organ reproduktif wanita dan karakteristik seksual

sekunder yang berkaitan dengan wanita dewasa. Estrogen memainkan

peranan penting dalam perkembangan payudara dan dalam perubahan

siklus bulanan dalam uterus. Progesteron juga penting dalam mengatur

perubahan yang terjadi dalam uterus selama siklus menstruasi.

Progesteron merupakan hormon yang paling penting untuk menyiapkan

endometrium yang merupakan membran mukosa yang melapisi uterus

untuk implantasi ovum yang telah dibuahi. Jika terjadi kehamilan sekresi

progesteron berperan penting terhadap plasenta dan untuk

mempertahankan kehamilan yang normal. Sedangkan endrogen juga

dihasilkan oleh ovarium, tetapi hanya dalam jumlah kecil. Hormon

endrogen terlibat dalam perkembangan dini folikel dan juga

mempengaruhi libido wanita.

Menstruasi disertai ovulasi terjadi selang beberapa bulan sampai 2-

3 tahun setelah menarche yang berlangsung sekitar umur 17-18 tahun.

Dengan memperhatikan komponen yang mengatur menstruasi dapat

dikemungkakan bahwa setiap penyimpangan system akan terjadi


penyimpangan pada patrum umun menstruasi. Pada umumnya

menstruasi akan berlangsung setiap 28 hari selama ±7 hari. Lama

perdarahannya sekitas 3-5 hari dengan jumlah darah yang hilang sekitar

30-40 cc. Puncak pendarahannya hari ke-2 atau 3 hal ini dapat dilihat dari

jumlah pemakaian pembalut sekitar 2-3 buah. Diikuti fase proliferasi

sekitar 6-8 hari.

Bagian-bagian Siklus Menstruasi

1. Siklus Endomentrium

Siklus endometrium menurut Bobak (2004), terdiri dari empat fase,

yaitu:

a. Fase menstruasi

Pada fase ini, endometrium terlepas dari dinding uterus dengan

disertai pendarahan dan lapisan yang masih utuh hanya stratum basale.

Rata-rata fase ini berlangsung selama lima hari (rentang 3-6 hari). Pada

awal fase menstruasi kadar estrogen, progesteron, LH (Lutenizing

Hormon) menurun atau pada kadar terendahnya selama siklus dan kadar

FSH (Folikel Stimulating Hormon) baru mulai meningkat.

b. Fase proliferasi

Fase proliferasi merupakan periode pertumbuhan cepat yang

berlangsung sejak sekitar hari ke-5 sampai hari ke-14 dari siklus haid,

misalnya hari ke-10 siklus 24 hari, hari ke-15 siklus 28 hari, hari ke-18

siklus 32 hari. Permukaan endometrium secara lengkap kembali normal

sekitar empat hari atau menjelang perdarahan berhenti. Dalam fase ini
endometrium tumbuh menjadi setebal ± 3,5 mm atau sekitar 8-10 kali lipat

dari semula, yang akan berakhir saat ovulasi. Fase proliferasi tergantung

pada stimulasi estrogen yang berasal dari folikel ovarium.

c. Fase sekresi/luteal

Fase sekresi berlangsung sejak hari ovulasi sampai sekitar tiga hari

sebelum periode menstruasi berikutnya. Pada akhir fase sekresi,

endometrium sekretorius yang matang dengan sempurna mencapai

ketebalan seperti beludru yang tebal dan halus. Endometrium menjadi

kaya dengan darah dan sekresi kelenjar.

d. Fase iskemi/premenstrual

Implantasi atau nidasi ovum yang dibuahi terjadi sekitar 7 sampai

10 hari setelah ovulasi. Apabila tidak terjadi pembuahan dan implantasi,

korpus luteum yang mensekresi estrogen dan progesteron menyusut.

Seiring penyusutan kadar estrogen dan progesteron yang cepat, arteri

spiral menjadi spasme, sehingga suplai darah ke endometrium fungsional

terhenti dan terjadi nekrosis. Lapisan fungsional terpisah dari lapisan

basal dan perdarahan menstruasi dimulai.

2. Siklus Ovulasi

Ovulasi merupakan peningkatan kadar estrogen yang menghambat

pengeluaran FSH, kemudian hipofise mengeluarkan LH (lutenizing

hormon). Peningkatan kadar LH merangsang pelepasan oosit sekunder

dari folikel. Folikel primer primitif berisi oosit yang tidak matur (sel

primordial). Sebelum ovulasi, satu sampai 30 folikel mulai matur didalam


ovarium dibawah pengaruh FSH dan estrogen. Lonjakan LH sebelum

terjadi ovulasi mempengaruhi folikel yang terpilih. Di dalam folikel yang

terpilih, oosit matur dan terjadi ovulasi, folikel yang kosong memulai

berformasi menjadi korpus luteum. Korpus luteum mencapai puncak

aktivitas fungsional 8 hari setelah ovulasi, dan mensekresi baik hormon

estrogen maupun progesteron. Apabila tidak terjadi implantasi, korpus

luteum berkurang dan kadar hormon menurun. Sehingga lapisan

fungsional endometrium tidak dapat bertahan dan akhirnya luruh.

3. Siklus Hipofisis-hipotalamus

Menjelang akhir siklus menstruasi yang normal, kadar estrogen dan

progesteron darah menurun. Kadar hormon ovarium yang rendah dalam

darah ini menstimulasi hipotalamus untuk mensekresi gonadotropin

realising hormone (Gn-RH). Sebaliknya, Gn-RH menstimulasi sekresi

folikel stimulating hormone (FSH). FSH menstimulasi perkembangan

folikel de graaf ovarium dan produksi estrogennya. Kadar estrogen mulai

menurun dan Gn-RH hipotalamus memicu hipofisis anterior untuk

mengeluarkan lutenizing hormone (LH). LH mencapai puncak pada sekitar

hari ke-13 atau ke-14 dari siklus 28 hari. Apabila tidak terjadi fertilisasi dan

implantasi ovum pada masa ini, korpus luteum menyusut, oleh karena itu

kadar estrogen dan progesteron menurun, maka terjadi menstruasi.


Gambar 3. Siklus Menstruasi

II.3 Dismenore

II.3.1 Pengertian Dismenore (4,5)

Dismenore adalah nyeri di perut bagian bawah ataupun di pungung

bagian bawah akibat dari gerakan rahim yang meremas – remas

(kontraksi) dalam usaha untuk mengeluarkan lapisan dinding rahim yang

terlepas. Dismenore adalah nyeri saat haid yang terasa di perut bagian

bawah dan muncul sebelum, selama atau setelah menstruasi. Nyeri dapat

bersifat kolik atau terus menerus.

II.3.2 Klasifikasi Dismenore (5,6)

Nyeri haid dapat digolongkan berdasarkan jenis nyeri dan ada

tidaknya kelainan yang dapat diamati. Berdasarkan jenis nyeri, nyeri haid

dapat dibagi menjadi, dismenore spasmodik dan dismenore kongestif.


a. Nyeri Spasmodik

Nyeri spasmodik terasa di bagian bawah perut dan berawal

sebelum masa haid atau segera setelah masa haid mulai. Banyak

perempuan terpaksa harus berbaring karena terlalu menderita nyeri itu

sehingga ia tidak dapat mengerjakan apa pun. Ada di antara mereka yang

pingsan, merasa sangat mual, bahkan ada yang benar-benar muntah.

Kebanyakan penderitanya adalah perempuan muda walaupun dijumpai

pula pada kalangan yang berusia 40 tahun ke atas. Dismenore spasmodik

dapat diobati atau paling tidak dikurangi dengan lahirnya bayi pertama

walaupun banyak pula perempuan yang tidak mengalami hal seperti itu.

b. Nyeri Kongestif

Penderita dismenore kongestif yang biasanya akan tahu sejak

berhari-hari sebelumnya bahwa masa haidnya akan segera tiba. Dia

mungkin akan mengalami pegal, sakit pada buah dada, perut kembung

tidak menentu, beha terasa terlalu ketat, sakit kepala, sakit punggung,

pegal pada paha, merasa lelah atau sulit dipahami, mudah tersinggung,

kehilangan keseimbangan, menjadi ceroboh, terganggu tidur, atau muncul

memar di paha dan lengan atas. Semua itu merupakan simptom pegal

menyiksa yang berlangsung antara 2 dan 3 hari sampai kurang dari 2

minggu. Proses menstruasi mungkin tidak terlalu menimbulkan nyeri jika

sudah berlangsung. Bahkan setelah hari pertama masa haid, orang yang

menderita dismenore kongestif akan merasa lebih baik.


Sedangkan berdasarkan ada tidaknya kelainan atau sebab yang

dapat diamati, nyeri haid dapat dibagi menjadi, dismenore primer dan

dismenore sekunder.

a. Dismenore Primer

Nyeri haid primer didefinisikan sebagai nyeri kram yang berulang

yang terjadi saat menstruasi tanpa ada kelainan patologik pada pelvis.

Nyeri haid sekunder adalah nyeri saat haid yang didasari oleh adanya

kelainan patologik pada pelvis, contohnya endometriosis. Nyeri haid

primer mulai saat usia remaja, saat dimana siklus ovulasi mulai teratur.

Penyebab nyeri haid primer sampai saat ini masih belum jelas, tetapi

beberapa teori menyebutkan bahwa kontraksi miometrium akan

menyebabkan iskemia pada uterus sehingga menyebabkan rasa nyeri.

Kontraksi miometrium tersebut disebabkan oleh sintesis prostaglandin.

Prostaglandin disebut dapat mengurangi atau menghambat sementara

suplai darah ke uterus yang menyebabkan uterus mengalami kekurangan

oksigen sehingga menyebabkan kontraksi miometrium dan terasa nyeri.

Gejala dari nyeri haid primer berupa rasa nyeri di perut bagian

bawah, menjalar ke daerah pinggang dan paha. Kadang-kadang disertai

mual, muntah, diare, sakit kepala dan emosi yang labil. Nyeri timbul

sebelum haid dan berangsur hilang setelah darah haid keluar.

Penanganan awal pada penderita nyeri haid pimer adalah dengan

memberikan obat-obatan penghilang rasa nyeri dan sebesar 80%

penderita mengalami penurunan rasa nyeri haid setelah minum obat


penghambat prostaglandin. Obat-obatan anti inflamasi golongan non-

steroid seperti ibuprofen, naproksen, asam mefenamat dan aspirin banyak

digunakan sebagai terapi awal untuk nyeri haid. Tetapi obat-obatan

tersebut memiliki efek samping gangguan gastrointestinal seperti nausea,

dispepsia dan muntah-muntah.

Dismenore primer didefinisikan sebagai rasa sakit berupa kram

mentruasi tanpa ada bukti patologis. Bila kita merujuk dari persentase

nyeri selama menstruasi maka persentasenya adalah 5–10% dari remaja

akhir atau usia 20 tahun yang menderita dismenore primer dalam waktu

singkat setiap bulannya. Nyerinya bisa rendah, menengah, berturut-turut,

kram pelviks, dan nyerinya menjalar ke belakang atau sebelah dalam

paha. Kram dapat terjadi dalam satu atau beberapa hari disertai mual,

diare, sakit kepala dan kemerahan pada wajah. Uterus mengalami

vasokontriksi, anoreksia kontraksi terus menerus karena prostaglandin

“PGF2 dan PGF2α”. Pada sebagian wanita dengan dismenore primer,

terjadi peningkatan sekresi endometrial dari menstruasi dari prostaglandin

F2 (PGF2) selama fase menstruasi. Pelepasan prostaglandin ke cairan

menstruasi tejadi secara berkesinambungan ataupun tidak

berkesinambungan sehingga jumlah cairan menstruasi ataupun

prostaglandin bervariasi. Intensitas kram dan gejala dismenore sebanding

dengan jumlah dilepaskannya PGF2.

Radikal bebas oksigen dan terbentuknya dismenorea primer sangat

berkaitan dengan kontraksi arteri dari otot polos uterus ketika uterus
terkompresi, iskemik otot sehingga menghasilkan lebih banyak radikal

bebas oksigen mencari klorin superoxid dismutase.

Dismenorea primer hampir selalu terjadi saat siklus ovulasi

(ovulatory cycles) dan biasanya muncul dalam 6-12 bulan setelah

menarche (haid pertama). Pada dismenorea primer klasik, nyeri dimulai

bersamaan dengan onset haid (atau hanya sesaat sebelum haid) dan

bertahan/menetap selama 1-2 hari. Nyeri dideskripsikan sebagai

spasmodik pada perut bagian bawah yang menyebar ke bagian belakang

(punggung) atau anterior dan/atau medial paha.

b. Dismenore Sekunder

Dismenore sekunder adalah nyeri haid yang disertai kelainan

anatomis genitalis. Tanda – tanda klinik dari dismenore sekunder adalah

endometriosis, radang pelvis, fibroid, adenomiosis, kista ovarium dan

kongesti pelvis. Umumnya, dismenore sekunder tidak terbatas pada haid,

kurang berhubungan dengan hari pertama haid, terjadi pada perempuan

yang lebih tua (tiga puluhan atau empat puluhan tahun) dan dapat disertai

dengan gejala yang lain (dispareunia, kemandulan dan perdarahan yang

abnormal).
Perbedaan gambaran klinis dismenore primer dan sekunder

II.3.3 Patofisiologi Dismenore (5,6,7)

Dismenore primer adalah rasa nyeri yang terjadi selama masa

menstruasi dan selalu berhubungan dengan siklus ovulasi. Hal ini

disebabkan oleh kontraksi dari miometrium yang diinduksi oleh

prostaglandin tanpa adanya kelainan patologis pelvis. Pada remaja

dengan dismenore primer akan dijumpai peningkatan produksi

prostaglandin oleh endometrium. Pelepasan prostaglandin terbanyak

selama menstruasi didapati pada 48 jam pertama dan berhubungan

dengan beratnya gejala yang terjadi.

Beberapa faktor risiko yang berhubungan dengan beratnya gejala

dismenore adalah usia yang lebih muda saat terjadinya menarche,

periode menstruasi yang lebih lama, banyaknya darah yang keluar selama

menstruasi, perokok, riwayat keluarga dengan dismenore. Obesitas dan

penggunaan alkohol juga dihubungkan dengan terjadinya dismenore

primer.
Prostaglandin F2α (PGF2α) adalah perantara yang paling berperan

dalam terjadinya dismenore primer. Prostaglandin ini merupakan stimulan

kontraksi miometrium yang kuat serta efek vasokontriksi pembuluh darah.

Peningkatan PGF2α dalam endometrium diikuti dengan penurunan

progesteron pada fase luteal membuat membran lisosomal menjadi tidak

stabil sehingga melepaskan enzim lisosomal. Pelepasan enzim ini

menyebabkan pelepasan enzim phospholipase A2 yang berperan pada

konversi fosfolipid menjadi asam arakidonat. Selanjutnya menjadi PGF2α

dan prostaglandin E2 (PGE2) melalui siklus endoperoxidase dengan

perantara prostaglandin G2 (PGG2) dan prostaglandin H2 (PGH2).

Peningkatan kadar prostaglandin ini mengakibatkan peningkatan tonus

miometrium dan kontraksi uterus yang berlebihan sehingga menyebabkan

nyeri pada saat menstruasi. Hubungan antara prostaglandin, aktivitas

miometrium, iskemik uterus dengan terjadinya nyeri dapat dilihat pada

Gambar 1 di bawah ini.

Gambar 4. Patofisiologi Dismenore


II.3.4 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Dysmenorrhea (5)

a. Prostaglandin

Prostaglandin adalah komponen mirip hormon yang berfungsi

sebagai mediator dari berbagai respon fisiologis seperti inflamasi,

kontraksi otot, dilatasi pembuluh darah, dan agregasi platelet.

Prostaglandin terbentuk dari asam lemak tak jenuh yang disintesis oleh

seluruh sel yang ada dalam tubuh. Setelah ovulasi terjadi penumpukan

asam lemak pada bagian fosfolipid dalam sel membran. Tingginya asupan

asam lemak omega 6 pada diet menyebabkan meningkatnya kadar asam

lemak omega 6 pada bagian fosfolipid dinding sel. Pada saat kadar

progesteron menurun sebelum haid, asam lemak omega 6 tersebut yaitu

asam arakhidonat dilepaskan dan mengalami reaksi berantai menjadi

prostaglandin dan leukotrien, yang diawali di uterus. Prostaglandin dan

leukotrien menyebabkan respon inflamasi, yang akan menimbulkan

spasme otot uterus dan keluhan sistemik seperti mual, muntah, perut

kembung dan sakit kepala. PGF2α merupakan hasil metabolisme dari

asam arakhidonat oleh enzim siklooksigenase, menyebabkan

vasokontriksi dan kontraksi dari miometrium, yang menyebabkan iskemik

dan rasa nyeri.

Sebuah studi menunjukkan berbagai variasi kadar prostaglandin

pada saluran reproduksi wanita mempengaruhi regresi korpus luteum dan

peluruhan endometrium. prostaglandin juga mempengaruhi efek LH saat

ovulasi.
Ditemukan ada hubungan antara keluhan nyeri haid dan produksi

prostaglandin serta adanya substansi dalam darah menstruasi yang

menstimulasi kontraksi otot polos uterus. Substansi tersebut mengandung

PGF2α dan PGE2, dimana rasio PGF2α /PGE2 lebih tinggi dalam

endometrium dan darah menstruasi wanita yang mengalami nyeri haid

primer. PGF2α dan PGE2 memiliki efek vaskuler yang berlawanan, yang

menyebabkan vasokontriksi dan vasodilatasi. Pemberian PGF2α

merangsang kontraksi uterus selama seluruh fase siklus haid, sedangkan

PGE2 menghambat kontraktilitas miometrium selama haid dan

merangsangnya saat fase proliferatif dan fase luteal.

Wanita dengan nyeri haid menunjukkan peningkatan konsentrasi

PGF2α dan metabolitnya dalam darah menstruasi dan sirkulasi perifer.

Hal ini semakin memperkuat hipotesis bahwa nyeri haid berhubungan

dengan hipertonisitas dari miometrium yang disertai dengan iskemi uteri

yang disebabkan pelepasan lokal prostaglandin.

Lepasnya prostaglandin dari uterus ke sirkulasi sistemik

mengakibatkan efek sistemik seperti gangguan gastrointestinal, lesu,

pusing dan sakit kepala. Teori tersebut didukung oleh beberapa

penemuan yaitu :

 Tingginya kadar prostaglandin terutama PGF2α selama fase sekresi

dibandingkan fase proliferasi pada siklus menstruasi.


 Tingginya kadar prostaglandin dan rasio PGF2α / PGE2 yang

ditemukan dalam endometrium dan darah menstruasi wanita dengan

nyeri haid.

 Pemberian prostaglandin menimbulkan keluhan yang sama dengan

nyeri haid.

 Pemberian penghambat prostaglandin dapat mengurangi keluhan nyeri

haid.

Sejak ovulasi dianggap mengawali kejadian nyeri haid primer,

hormon-hormon ovarium dianggap terlibat dalam produksi prostaglandin

dalam jumlah besar. Penelitian selanjutnya menunjukkan bahwa aksi

prostaglandin dalam uterus tergantung pada kadar hormon progesteron,

dimana tingginya kadar progesteron menyebabkan uterus resisten

terhadap stimulasi prostaglandin dan saat awal menstruasi kadar

progesteron yang rendah menyebabkan uterus tidak resisten terhadap

kadar prostaglandin sehingga menyebabkan nyeri haid.

Salah satu produk sampingan metabolisme dari prostaglandin

adalah malondialdehid yang juga disangkakan mengalami peningkatan

kadarnya dalam kejadian dismenore primer.

b. Hormon Steroid Seks

Nyeri haid primer hanya terjadi pada siklus ovulatorik. Nyeri haid

hanya timbul bila uterus berada dibawah pengaruh progesteron.

Sedangkan sintesis prostaglandin berhubungan dengan fungsi ovarium.

Kadar progesteron yang rendah akan menyebabkan terbentuknya


prostaglandin dalam jumlah yang banyak. Kadar progesteron yang rendah

akibat regresi korpus luteum menyebabkan terganggunya stabilitas

membran lisosom dan juga meningkatkan pelepasan enzim fosfolipase A2

yang berperan sebagai katalisator dalam sintesis prostaglandin melalui

perubahan fosfolipid menjadi asam arakhidonat. Kadar estradiol wanita

yang menderita dismenore lebih tinggi dibandingkan wanita normal.

Peningkatan kadar estradiol dalam darah vena uterina dan vena ovarika

disertai juga dengan peningkatan kadar PGF2α yang tinggi dalam

endometrium.

c. Sistem Saraf

Uterus dipersarafi oleh sistem saraf otonom (SSO) yang terdiri dari

sistem saraf simpatis dan parasimpatis. Nyeri haid ditimbulkan oleh

ketidakseimbangan pengendalian SSO terhadap miometrium. Pada

keadaan ini terjadi perangsangan yang berlebihan oleh saraf simpatik

sehingga serabut-serabut sirkuler pada ismus dan ostium uteri internum

menjadi hipertonik.

d. Psikis

Semua nyeri tergantung pada hubungan susunan saraf pusat,

khususnya talamus dan korteks. Derajat penderitaan yang dialami akibat

rangsang nyeri tergantung pada latar belakang pendidikan penderita.

Pada nyeri haid, faktor pendidikan dan faktor psikis sangat berpengaruh,

nyeri dapat dibangkitkan atau diperberat oleh keadaan psikis penderita.

Seringkali nyeri haid hilang segera setelah perkawinan dan melahirkan.


Mungkin kedua keadaan tersebut (perkawinan dan melahirkan) membawa

perubahan fisiologik pada genitalia maupun perubahan psikik.

II.3.5 Faktor Resiko Dysmenorrhea (5,6)

Faktor resiko terjadinya disminore adalah :

a. Menarche pada usia lebih awal

Menarche pada usia lebih awal menyebabkan alat-alat reproduksi

belum berfungsi secara optimal dan belum siap mengalami perubahan-

perubahan sehingga timbul nyeri ketika menstruasi.

b. Belum pernah hamil dan melahirkan

Perempuan yang hamil biasanya terjadi alergi yang berhubungan

dengan saraf yang menyebabkan adrenalin mengalami penurunan, serta

menyebabkan leher rahim melebar sehingga sensasi nyeri haid berkurang

bahkan hilang.

c. Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari)

Lama menstruasi lebih dari normal (7 hari), menstruasi

menimbulkan adanya kontraksi uterus, terjadi lebih lama mengakibatkan

uterus lebih sering berkontraksi, dan semakin banyak prostaglandin yang

dikeluarkan. Produksi prostaglandin yang berlebihan menimbulkan rasa

nyeri, sedangkan kontraksi uterus yang turus menerus menyebabkan

suplai darah ke uterus terhenti dan terjadi disminore.

d. Umur

Perempuan semakin tua, lebih sering mengalami menstruasi maka

leher rahim bertambah lebar, sehingga pada usia tua kejadian disminore
jarang ditemukan. Wanita yang mempunyai resiko menderita disminore

primer adalah:

e. Mengkomsumsi alkohol

Alkohol merupakan racun bagi tubuh kita, dan hati

bertanggungjawab terhadap penghancur estrogen untuk disekresi oleh

tubuh. Fungsi hati terganggu karena adanya komsumsi alkohol yang terus

menerus, maka estrogen tidak bisa disekresi dari tubuh, 16


akibatnya estrogen dalam tubuh meningkat dan dapat menimbulkan

gangguan pada pelvis

f. Perokok

Merokok dapat meningkatkan lamanya mensruasi dan

meningkatkan lamanya disminore.

g. Tidak pernah berolah raga

Kejadian disminore akan meningkat dengan kurangnya aktifitas

selam menstruasi dan kurangnya olah raga, hal ini dapat menyebabkan

sirkulasi darah dan oksigen menurun. Dampak pada uterus adalah aliran

darah dan sirkulasi oksigen pun berkurang dan menyebabkan nyeri.

h. Stres

Stres menimbulkan penekanan sensasi saraf-saraf pinggul dan

otot-otot punggung bawah sehingga menyebabkan disminore.

II.3.6 Gejala Dysmenorrhea (6,7)

Dismenore menyebabkan nyeri pada perut bagian bawah, yang

bisa menjalar ke punggung bagian bawah dan tungkai. Nyeri dirasakan

sebagai kram yang hilang-timbul atau sebagai nyeri tumpul yang terus

menerus ada. Biasanya nyeri mulai timbul sesaat sebelum atau selama

menstruasi, mencapai puncaknya dalam waktu 24 jam dan setelah 2 hari

akan menghilang. Dismenore juga sering disertai oleh sakit kepala, mual,

sembelit atau diare dan sering berkemih. Kadang sampai terjadi muntah.

Gejala dismenore dapat diperoleh dari data subjektif atau gejala

pada saat ini dan data objektif.


a. Data Subjektif

Nyeri abdomen dapat mulai beberapa jam sampai 1 hari

mendahului keluarnya darah haid. Nyeri biasanya paling kuat sekitar 12

jam setelah mulai timbul keluarnya darah, saat pelepasan endometrium

maksimal. Nyeri cenderung bersifat tajam dan kolik biasanya dirasakan di

daerah suprapubis. Nyeri juga dapat meliputi daerah lumbosakral dan

bagian dalam dan anterior paha sampai daerah inervasi saraf ovarium dan

uterus yang dialihkan ke permukaan tubuh. Biasanya nyeri hanya

menetap sepanjang hari pertama tetapi nyeri dapat menetap sepanjang

seluruh siklus haid. Nyeri dapat demikian hebat sehingga pasien

memerlukan pengobatan darurat. Gejala- gejala haid, haid biasanya

teratur. Jumlah dan lamanya perdarahan bervariasi. Banyak pasien

menghubungkan nyeri dengan pasase bekuan darah atau campakkan

endometrium. Gejala- gejala lain seperti nausea, vomitus dan diare

mungkin dihubungkan dengan haid yang nyeri. Gejala- gejala seperti ini

dapat disebabkan oleh peningkatan prostaglandin yang beredar yang

merangsang hiperaktivitas otot polos usus. Riwayat penyakit terdahulu

pasien dengan dismenore mungkin menceritakan riwayat nyeri serupa

yang timbul pada setiap siklus haid. Kadang- kadang pasien

mengungkapkan riwayat kelelahan yang berlebihan dan ketegangan saraf.

b. Data Objektif

Pemeriksaan fisik abdomen dan pelvis. Pada pemeriksaan

abdomen biasanya lunak tanpa adanya rangsangan peritonium atau suatu


keadaan patologik yang terlokalisir dan bising usus normal. Sedangkan

pada pemeriksaan pelvis, pada kasus- kasus dismenore primer

pemeriksaan pelvis adalah normal dan pada dismenore sekunder

pemeriksaan pelvis dapat menyingkap keadaan patologis dasarnya

sebagai contoh, nudul- nodul endometriotik dalam kavum Dauglasi atau

penyakit tubaovarium atau leiomiomata. Sedangkan untuk tes

laboratorium yang meliputi pemeriksaan darah lengkap yang normal dan

urinalisis normal.

II.3.7 Penatalaksanaan

II.3.7.1 Non Farmakologi (8)

a. Stimulasi dan Masase kutaneus. Masase adalah stimulus kutaneus

tubuh secara umum, sering dipusatkan pada punggung dan bahu.

Masase dapat membuat pasien lebih nyaman karena masase membuat

relaksasi otot.

b. Terapi es dan panas. Terapi es dapat menurunkan prostsglandin yang

memperkuat sensitifitas reseptor nyeri dan subkutan lain pada tempat

cedera dengan menghambat proses inflamasi. Terapi panas

mempunyai keuntungan meningkatkan aliran darah ke suatu area dan

kemungkinan dapat turut menurungkan nyeri dengan memprcepat

penyembuhan.

c. Transecutaneus Elektrikal Nerve Stimulaton ( TENS). TENS dapat

menurunkan nyeri dengan menstimulasi reseptor tidak nyeri (non-

nesiseptor) dalam area yang sama seperti pada serabut yang


menstramisikan nyeri. TENS menggunakan unit yang dijalankan oleh

baterai dengan elektroda yang di pasang pada kulit untuk menghasilkan

sensasi kesemutan, menggetar atau mendengung pada area nyeri.

d. Distraksi. Distraksi adalah pengalihan perhatian dari hal yang

menyebabkan nyeri, contoh: menyanyi, brdoa, menceritakan gambar

atau foto denaga kertas, mendengar musik dan bermain satu

permainan.

e. Relaksasi. Relaksasi merupakan teknik pengendoran atau pelepasan

ketegangan. Teknik relaksasi yang sederhana terdiri atas nafas

abdomen dengan frekuensi lambat, berirama (teknik relaksasi nafas

dalam. Contoh: bernafas dalam-dalam dan pelan.

f. Imajinasi. Imajinasi merupakan hayalan atau membayangkan hal yang

lebih baik khususnya dari rasa nyeri yang dirasakan.

II.3.7.2 Farmakologi (9)

1. NSAID

Obat-obat anti inflamasi nonsteroid (AINS) merupakan suatu grup

obat yang secara kimiawi tidak sama, yang berbeda aktivitas, antipiretik

dan anti-inflamasinya. Banyak obat anti inflamasi nonsteroid (AINS)

bekerja dengan jalan menghambat sintesis prostaglandin.


2. Aspirin

Mekanisme kerja aspirin dengan menghambat sintesis

prostaglandin di hipotalamus. Efek analgesiknya yaitu Prostaglandin E2

mensensitisasi mediator kimiawi yang dilepaskan karena proses inflamasi.

Jadi dengan menurunkan sintesis PGE2 aspirin menekan rasa sakit.

Aspirin terutama digunakan untuk menanggulangi rasa sakit intensitas

ringan sampai sedang.

Efek samping aspirin terhadap saluran pencernaan adalah distres

epigastrium, mual dan muntah. Pada darah aspirin akan memperpanjang

perdarahan. Pasien yang mengkonsumsi aspirin juga bisa mengalami

reaksi hipersensivitas seperti urtikaria, bronkokonstriksi atau edema

angioneuretik.

Konsumsi aspirin dalam dosis besar dapat menyebabkan

kelelahan, delirium, halusinasi, kovulsi, koma, asidosis metabolik, depresi

pernapasan, dan kematian karena kegagalan pernapasan.


3. Asetaminofen

Nama lain dari asetaminofen adalah parasetamol. Asetaminofen

bekerja dengan menghambat sintesis prostaglandin pada SSP. Efek

analgesik asetaminofen sama dengan aspirin yaitu menghilangkan atau

mengurangi nyeri ringan sampai sedang. Asetaminofen baik sebagai

pengganti aspirin pada penderita dengan keluhan saluran cerna.

Efek samping asetaminofen dalam dosis normal bebas. Reaksi

alergi dapat terjadi yaitu berupa eritema atau urtikaria dan gejala yang

lebih berat berupa demam dan lesi pada mukosa. Asetaminofen dalam

dosis besar dapat menyebabkan nekrosis hati, nekrosis tubuli renalis serta

koma hipoglikemik.

4. Asam Mefenamat

Efek samping asam mefenamat terhadap saluran cerna yang sering

timbul misalnya dispepsia, diare dan gejala iritasi lain terhadap mukosa

lambung.

5. Ibuprofen

Obat ini bersifat analgesik dengan daya anti-inflamasi yang tidak

terlalu kuat. Efek analgesiknya sama seperti aspirin.

Efek samping ibuprofen yang paling umum terjadi adalah terhadap

saluran cerna, mulai dari dispepsia sampai perdarahan. Juga telah

dilaporkan efek samping terhadap SSP seperti nyeri kepala, tinitus dan

pusing.
6. Diklofenak

Efek samping diklofenak ialah mual, gastritis, eritema kulit dan sakit

kepala sama seperti semua obat AINS.

7. Naproxen

Efek samping naproxen yang timbul terhadap saluran cerna ialah

dispepsia ringan sampai perdarahan lambung. Pada SSP berupa sakit

kepala, pusing, rasa lelah dan ototoksisitas.

Gambar 5. Algoritma pengobatan dismenore


II.3.7.3. Herbal untuk Dismenore

1. Kunyit
a. Profil

Kunyit (Indonesia) adalah suatu tanaman yang sudah dikenal di


berbagai belahan dunia. Nama lain tanaman ini antara lain saffron
(Inggris), kurkuma (Belanda), kunir (Jawa), konyet (Sunda), dan lain
sebagainya.
Tanaman kunyit tumbuh bercabang dengan tinggi 40-100 cm.
Batang merupakan batang semu, tegak, bulat, membentuk rimpang
dengan warna hijau kekuningan dan tersusun dari pelepah daun (agak
lunak). Daun tunggal, bentuk bulat telur (lanset) memanjang hingga 10-40
cm, lebar 8-12,5 cm dan pertulangan menyirip dengan warna hijau pucat.
Berbunga majemuk yang berambut dan bersisik dari pucuk batang semu,
panjang 10-15 cm dengan mahkota sekitar 3 cm dan lebar 1,5 cm,
berwarna putih atau kekuningan. Ujung dan pangkal daun runcing, tepi
daun yang rata. Kulit luar rimpang berwarna jingga kecoklatan, daging
buah merah jingga kekuning-kuningan.

b. Taksonomi
Berikut adalah taksonomi tumbuhan kunyit:
Kingdom : Plantae
Divisio : Spermatophyta
Sub-divisio : Angiospermae
Kelas : Monocotyledoneae
Ordo : Zingiberales
Famili : Zingiberaceae
Genus : Curcuma
Species : Curcuma domestica Val. atau Curcuma longa L.

c. Kandungan

Kunyit mengandung protein (6,3%), lemak (5,1%), mineral (3,5%),


karbohidrat (69,4%), dan moisture (13,1%). Terdapat minyak esensial
(5,8%) yang diperoleh melalui distilasi uap dari rhizome/rimpang tanaman
kunyit yang mendandung phellandrene (1%), sabinene (0.6%), cineol
(1%), borneol (0.5%), zingiberene (25%) dan sesquiterpenes (53%).
Curcumin (diferuloylmethane) (3–4%) membuat warna rhizoma kunyit
menjadi kuning dan terdiri dari curcumin I (94%), curcumin II (6%) dan
curcumin III (0.3%). Derivat dari curcumine, berupa demethoxy,
bisdemethoxy, dan curcumenol juga diperoleh melalui distilasi uap
rhizomanya.

d. Manfaat
Di Indonesia, khususnya daerah Jawa, kunyit banyak digunakan
sebagai ramuan jamu karena berkhasiat menyejukkan, membersihkan,
mengeringkan, menghilangkan gatal, dan menyembuhkan kesemutan.
Manfaat utama tanaman kunyit, yaitu: sebagai bahan obat tradisional,
bahan baku industri jamu dan kosmetik, bahan bumbu masak,
peternakan, dan lain lain. Di samping itu rimpang tanaman kunyit itu juga
bermanfaat sebagai analgetika, antiinflamasi, antioksidan, antimikroba,
pencegah kanker, antitumor, dan menurunkan kadar lemak darah dan
kolesterol, serta sebagai pembersih darah.
Curcumin atau diferuloylmethane, merupakan suatu pigmen kuning
dari kunyit, digunakan sebagai bumbu dan pewarna alami makanan.
Selain itu juga memiliki agen antiinflamasi dan antioksidan. Terdapat efek
yang menguntungkan pada suatu penelitian eksperimental pada tikus
yang dibuat kolitis dengan induksi 2,4,6-trinitrobenzene sulphonic acid,
yang merupakan model dalam penyakit inflamasi usus).
Senyawa aktif atau bahan kimia yang terkandung dalam kunyit
adalah kurkumin (Putri,2006). Curcumine akan bekerja dalam
menghambat rekasi cyclooxygenase (COX-2) sehingga menghambat atau
mengurangi terjadinya inflamasi sehingga akan mengurangi atau bahkan
menghambat kontraksi uterus. Dan curcumenol sebagai analgetik akan
menghambat pelepasan prostaglandin yang berlebihan melalui jaringan
epitel uterus dan akan menghambat kontraksi uterus sehingga akan
mengurangi terjadinya dismenore.
Sebuah penelitian yang dimuat pada bulan November 2006 dalam
jurnal Arthritis & Rheumatism menunjukkan efektivitas kurkumin sebagai
pereda inflamasi pada sendi. Senyawa ini merupakan penghambat alami
enzim COX2. Sedangkan penelitian di Universitas Texas menemukan
bahwa curcumin (senyawa aktif dalam kunyit) menghambat tumbuhnya
sel kanker kulit dan memperlambat penyebaran sel kanker payudara, dan
banyak hasil penelitian menunjukkan bahwa kurkumin aman dan tidak
toksik bila dikonsumsi oleh manusia. Jumlah kurkumin yang aman
dikonsumsi oleh manusia adalah 100mg/hari.
Kemanjuran curcuminoid (curcumin) dalam kunyit dalam
menghambat respon inflamasi mikrovaskular hepatik yang diperoleh oleh
lipopolysacharide ditunjukkan menggunakan tikus BALB/C. Penelitian
tersebut menggunakan agen antiinflamasi alternatif alami.
Analisis fitokimia dari rimpang Curcuma zedoria (sejenis kunyit
yang tumbuh di Brazil) mengungkapkan bahwa komposisi kimianya sama
dengan kunyit lain yang tumbuh di negara-negara lainnya dan curcumenol
menunjukkan aktivitas poten sebagai analgetika ketika dievaluasi pada
tikus dengan model nyeri yang diinduksi dengan formalin dan capsaicin.

2. Asam Jawa
a. Profil

Asam jawa termasuk tumbuhan tropis. Asal-usulnya diperkirakan


dari savana Afrika timur di mana jenis liarnya ditemukan, salah satunya di
Sudan. Semenjak ribuan tahun, tanaman ini telah menjelajah ke Asia
tropis, dan kemudian juga ke Karibia dan Amerika Latin. Di banyak tempat
yang bersesuaian, termasuk di Indonesia, tanaman ini sebagian tumbuh
liar seperti di hutan-hutan savana .
Pohon asam berperawakan besar, selalu hijau (tidak mengalami
masa gugur daun), tinggi sampai 30 m dan diameter batang di pangkal
hingga 2 m. Kulit batang berwarna coklat keabu-abuan, kasar dan
memecah, beralur-alur vertikal. Tajuknya rindang dan lebat berdaun,
melebar dan membulat. Daun majemuk menyirip genap, panjang 5-13 cm,
terletak berseling, dengan daun penumpu seperti pita meruncing, merah
jambu keputihan. Anak daun lonjong menyempit, 8-16 pasang, masing-
masing berukuran 0,5-1 × 1-3,5 cm, bertepi rata, pangkalnya miring dan
membundar, ujung membundar sampai sedikit berlekuk.
Bunga tersusun renggang, di ketiak daun atau di ujung ranting,
sampai 16 cm panjangnya. Bunga kupu-kupu dengan kelopak 4 buah dan
daun mahkota 5 buah, berbau harum. Mahkota kuning keputihan dengan
urat-urat merah coklat, sampai 1,5 cm. Buah polong yang
menggelembung, hampir silindris, bengkok atau lurus, berbiji sampai 10
butir, sering dengan penyempitan di antara dua biji, kulit buah (eksokarp)
mengeras berwarna kecoklatan atau kelabu bersisik, dengan urat-urat
yang mengeras dan liat serupa benang. Daging buah (mesokarp) putih
kehijauan ketika muda, menjadi merah kecoklatan sampai kehitaman
ketika sangat masak, asam manis dan melengket. Biji coklat kehitaman,
mengkilap dan keras, agak persegi.

b. Taksonomi
Berikut adalah taksonomi tumbuhan asam jawa:
Kingdom : Plantae
Divisio : Magnoliophyta
Kelas : Magnoliopsida
Ordo : Fabales
Famili : Fabaceae
Subfamili : Caesalpinioideae
Genus : Tamarindus
Species : Tamarindus indica L.

c. Kandungan

Kandungan bahan aktif terpenting dari buah asam jawa adalah


xylose (18%). Sedang bahan lain yang bisa diperoleh antara lain
galaktosa (23%), glukosa (55%), dan arabinose (4%). Bahan lain yang
bisa diperoleh dari buah ini melalui dilusi menggunakan asam dan
pemanasan adalah xyloglycans, tannins, saponins, sesquiterpenes,
alkaloids, dan phlobatamins (Pauly, 1999). Selain agen-agen yang dapat
ditemukan di atas, ternyata baru-baru ini juga ditemukan agen aktif yang
sangat bermanfaat dalam bidang medis, yaitu anthocyanin.

d. Manfaat
Buah asam jawa memiliki banyak manfaat medis yang telah
dipercaya. Terutama kandungan xylose, xyloglycans, dan anthocyanin
yang terdapat dalam buah tersebut. Xylose dan xyloglycans sangat
bermanfaat dalam hal kosmetika medis (Pauly, 1999). Sedangkan yang
paling bermanfaat dalam hal antiinflamasi dan antipiretika adalah
anthocyanin karena agen tersebut mampu menghambat kerja enzim
cyclooxygenase (COX) sehingga mampu menghambat dilepaskannya
prostaglandin (Nair, et al., 2004). Sedangkan bahan tannins, saponins,
sesquiterpenes, alkaloids, dan phlobatamins akan sangat bermanfaat
untuk menenangkan pikiran dan mengurangi tekanan psikis.
Minuman Kunyit Asam
Minuman kunyit asam merupakan salah satu jenis minuman
tradisional yang sudah sangat populer di masyarakat, khususnya daerah
Jawa. Minuman ini merupakan suatu minuman yang dahulu dikenal
sebagai jamu tetapi karena kemajuan zaman dan efek yang ditimbulkan
oleh minuman ini, saat ini minuman kunyit asam tidak dikenal sebagai
jamu lagi. Minuman ini berbahan baku utama kunyit dan asam. Saat ini
minuman kunyit asam bisa diperoleh dengan jalan membuat sendiri atau
membeli produk jadi yang diproduksi pabrik.
Minuman kunyit asam yang beredar di masyarakat biasanya terdiri
dari setengah kilogram kunyit, setengah kilogram asam jawa, seperempat
kilogram gula jawa, dan dua liter air. Kunyit yang telah dipersiapkan harus
dibersihkan, diparut, kemudian diperas untuk diambil airnya. Air kunyit
yang diperoleh, direbus dan dimasukkan asam jawa, air, serta gula jawa.
Setelah itu harus didihkan dan akan diperoleh minuman kunyit asam.

3. Rumput Teki
a. Profil

b. Kandungan
Umbi teki mempunyai kandungan kimia berupa minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid, polifenol, resin,amilum, tanin, triterpen, d-glukosa, d-
fruktosa dangula tak mereduksi (Murnah, 1995; Sudarsono dkk.,1996).
Kandungan minyak atsiri umbi teki sebesar 0,43% dalam 25 gram berat
kering umbi teki.

c. Manfaat
Umbi teki mempunyai kandungan kimia berupa minyak atsiri,
alkaloid, flavonoid, polifenol, resin, amilum, tanin, triterpen, d-glukosa, d-
fruktosa dan gula tak mereduksi (Murnah, 1995; Sudarsono dkk., (1996).
Kandungan minyak atsiri umbi teki sebesar 0,43% dalam 25 gram berat
kering umbi teki (Hellyana, 1997). Fungsi minyak atsiri bagi manusia
antara lain sebagai bahan campuran obat sakit gigi,obat gosok, antiseptik,
bahan wangi-wangian dan analgetik (Turner, 1965). Khasiat umbi teki
sebagai analgetik, kemungkinan karena kandungan minyak atsirinya yang
cukup besar. Hal ini juga didukung oleh beberapa penelitian yang telah
dilakukan yaitu tentang khasiat minyak atsiri kencur sebagai analgetik
(Hariyadi, 1989 dalam Astuti dan Pudjiasttuti, 1996) dan oleh Winarno dkk.
(1996) yang hasilnya adalah bahwa minyak atsiri kencur dapat
memberikan efek analgetik pada konsentrasi 3,45%; 6,9%; 13,8%; 27,6%
dengan metode geliatpada mencit, sedangkan dengan metode termik
didapat bahwa minyak atsiri dengan konsentrasi 13,8% dan 27,6%
menunjukkan adanya kenaikan nilai ambang nyeri. Meskipun demikian,
tidak tertutup kemungkinan efek analgetik dari ekstrak umbi teki ini karena
adanya interaksi efek dari kandungan kimia yang lain seperti flavonoidnya
danhal ini telah dibuktikan dari penelitian yang dilakukan oleh Nurdiana
dkk. (2000).

d. Penggunaan Empiris
Ambil 10 batang tanaman (herba) rumput teki, cuci bersih kemudian
rebus dengan dua gelas air hingga menjadi satu gelas air. Minum
sekalian.
4. Daun Wungu
a. Profil

Daun wungu adalah tumbuhan perdu yang tegak. Tingginya adalah


1,5-8m.Batangnya termasuk batang berkayu, beruas, permukaannya licin
dengan warna ungu kehijauan.Daunnya tunggal, bertangkai pendek,
bentuknya bulat, pertulangannya menyirip, permukaan atasnya mengkilap,
dan tepinya rata. Bunganya majemuk, keluar di ujung batang, dengan
rangkaian tandan yang berwaran keunguan dengan panjang 3-12 cm.
Buahnya berbentuk kotak yang lonjong, berwarna ungu kecoklatan.
Bijinya bulat dan putih dan berkulit tebal. Akarnya berjenis tunggal dan
berwarna coklat muda.

b. Taksonomi
Kingdom: Plantae

Ordo: Lamiales

Famili: Acanthaceae

Genus: Graptophyllum
Spesies: G. pictum

c. Kandungan
Kandungan yang diduga sebagai analgetik dalam mengobati nyeri
pada dismenore adalah flavanoid dan alkaloid.

d. Manfaat
Ekstrak kasar dan ekstrak flavonoid daun wungu pada tikus yang
menyatakan bahwa salah satu kandungan daun wungu yang diduga
mempunyai efek analgetik adalah flavonoidnya, sedangkan efek analgetik
ekstrak kasar lebih kuat daripada ekstrak flavonoid. Efek analgetik yang
lebih kuat ini diduga karena ada kandungan kimia lain di dalam ekstrak
kasar ini yang mempunyai efek analgetik. Laporan penelitian dari
Purwaningsih (1999) dalam Nurdiana dkk. (2000) menyebutkan bahwa
ekstrak alkaloid daun wungu mempunyai efek analgetik pada tikus.

e. Penggunaan Empiris
Ambil satu genggam daun wungu bagian pucuk, rebus dengan sau
gelas air hingga menjadi setengah gels air. Minum sekalian. Sehari tiga
kali.

5. Daun Sembung
a. Profil
b.. Kandungan dan Manfaat
Penelitian yang dilakukan oleh Pudjiastuti dkk. (1996) tentang efek
analgetik daun sembung didapatkan hasil bahwa kandungan senyawa
terpennya bersifat analgetik. Jadi, khasiat sembung sebagai analgetik
karena kandungan senyawa-senyawa kimia yang ada di dalamnya yaitu
minyak atsiri, flavonoid dan triterpen. Salah satu sifat minyak atsiri dan
terpen dapat digunakan sebagai analgetik.

c. Penggunaan Empiris
Satu genggam daun sembung direbus dengan satu gelas air
hingga mendidih, minum hangat-hangat.

6. Tanaman Kucing-Kucingan
a. Profil

b. Kandungan
Tanaman A. indica L diketahui mengandung saponin, tanin,
alkaloid, flavonoid dan minyak atsiri.

c. Manfaat
Tanaman kucing-kucingan (Acalypha indica L.) yang diduga
memiliki aktivitas analgesik berdasarkan penggunaan empiris, merupakan
gulma yang tumbuh liar dipinggiran jalan namun belum mendapat
perhatian lebih terkait fungsi terapisnya sebagai antiradang, antibiotik,
diuretik, disentri, dsb. (Faustine,2009). Tanaman A. indica L diketahui
mengandung saponin, tanin, alkaloid, flavonoid dan minyak atsiri.

7.Jahe
a.Profi

l
Batang jahe merupakan batang semu dengan tinggi 30 hingga 100
cm. Akarnya berbentuk rimpang dengan daging akar berwarna kuning
hingga kemerahan dengan bau menyengat. Daun menyirip dengan
panjang 15 hingga 23 mm dan panjang 8 hingga 15 mm. Tangkai daun
berbulu halus.
Bunga jahe tumbuh dari dalam tanah berbentuk bulat telur dengan
panjang 3,5 hingga 5 cm dan lebar 1,5 hingga 1,75 cm. Gagang bunga
bersisik sebanyak 5 hingga 7 buah. Bunga berwarna hijau kekuningan.
Bibir bunga dan kepala putik ungu. Tangkai putik berjumlah dua.

b.Taksonomi

Kerajaan: Plantae

Ordo: Zingiberales

Famili: Zingiberaceae

Genus: Zingiber

Spesies: Z. officinale
c. Kandungan
Senyawa yang terkandung dalam jahe adalah minyak atsiri yang
meliputi gingerol, sogaol, zingiberol.

d. Manfaat
Memiliki aktivitas terhadap motilitas gastrointestinal, aktivitas anti
muntah/anti emetika, aktivitas analgetik dan antiinflamasi, menghambat
terjadinya tukak lambung pada dosis 280mg/kgBB.

e. Penggunaan Empiris
Ambil tiga ruas jahe, cuci bersih kemudian parut. Setelah itu seduh
dengan air hangat, saring. Minum hangat-hangat tiga kali sehari.
BAB III
PENUTUP

III.1 Kesimpulan
1. Dismenore merupakan salah satu gangguan ovarium yang ditandai
dengan rasa nyeri sehigga pengobatan dismenore adalah dengan
menghilangkan rasa nyeri tersebut.
2. Obat-obat untuk dismenore adalah obat-obat yang termasuk dalam
golongan kostekosteroid dan antiiflamasi nonsteroid.
3. Herbal yang dapat digunakan sebagai obat untuk dismenore antara
lain: kunyit, asam, rumput teki, daun wungu, sembung, daun
kucing-kucingan.
4. Mekanisme herbal tersebut adalah menghambat prostaglandin.

III.2 Saran
Perlu dilakukan penelitian toksisitas terhadap herbal-herbal
tersebut.
DAFTAR PUSTAKA

1. Kumar V, Abbas A.K, Fausto N. Pathologic Basis of Disease : The


Female Genital Tract. Elsevier Saunders. Philadelphia. 2005;1092-
1103.

2. Rosai J. Rosai and Ackerman’s : Surgical pathology. Ninth Edition.


Volume 2. Philadelphia .Mosby. 2004; 1649-1670

3. Grace, M. The Menstrual Cycle & Its Relation to Contraceptive


Methods. INTRAH. University of North Carolina. 1997

4. Wildemeersch, E., Schacht, Wildemeersch., P. Treatment of


primary and secondary dysmenorrhea with a novel “frameless”
intrauterine levonorgestrel-releasing drug delivery system: a pilot
study. Eur J Contracept & Reprod Health Care. Polymer Research
Group, University of Ghent, Department of Chemistry, Ghent,
Belgium. 2001;6:192-198

5. Guylaine., L. Primary Dysmenorrhea Consensus Guideline. Sogc


Clinical Practice Guideline. 2005. No 169.

6. Harel., M.D. Dysmenorrhea in Adolescents and Young Adults:


Etiology and Management. J Pediatr Adolesc Gynecol. 2006.
No.19:363-371

7. Dawood., M.Y. Primary Dysmenorrhea Advances in Pathogenesis


and Management. The American College of Obstetricians and
Gynecologists. From the Departments of Obstetrics and
Gynecology and Physiology, West Virginia University School of
Medicine, Morgantown, West Virginia. 2006. VOL. 108, NO. 2

8. Proctor., M. Murphy., P.A. Herbal and dietary therapies for primary


and secondary dysmenorrhoea (Review). The Cochrane
Collaboration and published in The Cochrane Library. 2009, Issue 1

9. Ganiswara, G.S. Farmakologi dan Terapi edisi 5. FK-UI. Jakarta.


2007.

Anda mungkin juga menyukai