Anda di halaman 1dari 10

Jurnal Pekommas, Vol. 17 No.

2, Agustus 2014: 81-90

Kesenjangan Digital di Indonesia


(Studi Kasus di Kabupaten Wakatobi)
Digital Divide in Indonesia
(Case Study in Wakatobi-Regency)
Yayat D. Hadiyat
Balai Besar Pengkajian dan Pengembangan Komunikasi dan Informatika (BBPPKI) Makassar
Jl. Prof. Abdurrahman Basalamah II No. 25 Makassar Telp. (0411) 4660084
yayat.dh@gmail.com

Diterima: 1 Juli 2014 || Revisi: 16 Juli 2014 || Disetujui: 4 Agustus 2014

Abstrak - Perkembangan teknologi informasi dan komunikasi mempunyai dampak yang sangat besar bagi
peradaban manusia. Namun karena perkembangan TIK ini tidak merata mengakibatkan kesenjangan digital.
Kabupaten Wakatobi sebagai salah satu wilayah kepulauan memiliki tantangan yang berbeda dalam
pengembangan TIK dibanding wilayah daratan. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan faktor-faktor
penyebab terjadinya kesenjangan digital di Kabupaten Wakatobi. Penelitian ini menggunakan metode studi
kasus dengan metode pengumpulan data wawancara, observasi langsung. Hasil penelitian ini menyimpulkan
bahwa ada tiga hal yang berpengaruh pada kesenjangan digital di Kabupaten Wakatobi yaitu infrastruktur
TIK yang tidak memadai karena kondisi geografis yang menyebabkan pembangunan infrastruktur TIK
menjadi sulit dan mahal, kondisi sosial ekonomi masyarakat yang masih banyak berada pada level menengah
ke bawah sehingga TIK belum menjadi kebutuhan yang penting, dan kurangnya peran pemerintah dan swasta
dalam pemerataan dan memasyarakatkkan TIK.
Kata Kunci: infrastruktur, kesenjangan digital, TIK

Abstract - The development of information and communication technologies have a huge impact for human
civilization. However, due to the development of ICT is uneven then the resulting digital divide. Wakatobi as
one of the islands have different challenges in the development of ICT compared to other areas in the form of
land. This study aims to explain the factors that cause the digital divide in Wakatobi. This research was
conducted using the case study method with the method of data collection interviews, direct observation and
interviews. From these results it can be concluded that there are three things that affect the digital divide that
occurs in the Wakatobi inadequate ICT infrastructure due to geographical conditions that led to the
development of ICT infrastructure to be difficult and expensive, socio-economic conditions are still many
people who are at the intermediate level down so that ICT has not yet become an important requirement, and
the lack of government and private sector roles in the equality and popularization of ICT.
Keywords: infrastructure, digital divide, ICT

PENDAHULUAN infrastruktur TIK terutama di wilayah timur


Indonesia. Masih banyaknya wilayah Indonesia yang
Salah satu teknologi yang berkembang sangat pesat
belum terjangkau layanan telekomunikasi dapat
dan mempengaruhi kehidupan masyarakat dalam
dimaklumi mengingat begitu luasnya wilayah
beberapa dekade terakhir adalah teknologi informasi
Indonesia yakni sekitar 7,9 juta km2.
dan komunikasi (TIK). TIK telah menjadi bagian yang
Selain itu, negara Indonesia berbentuk kepulauan
tidak terpisahkan dalam kehidupan masyarakat karena
dengan jumlah pulau lebih 13.000 pulau dengan
telah mengubah cara manusia dalam berkomunikasi
sebagian topografi wilayah berbentuk pengunungan
dan membawa manusia pada era informasi, suatu era
dan lembah sehingga lokasi pedesaan menyebar yang
dimana informasi menjadi salah satu kebutuhan yang
mengakibatkan pembangunan sarana komunikasi dan
mendasar.
informasi cukup sulit dilakukan serta perlu dukungan
Indonesia sebagai negara yang berbentuk
biaya yang tidak murah. Akibatnya infrastruktur TIK
kepulauan membutuhkan infrastuktur TIK untuk
hanya terpusat di wilayah daratan dan perkotaan
adanya interkoneksivitas antar pulau, antar daerah,
itupun mayoritas ada di pulau Jawa dan Sumatera.
antar masyarakat, ataupun antar instansi. Namun
Pada akhirnya ketidakmerataan infrastuktur ini
masih banyak wilayah yang belum tersentuh
menimbulkan kesenjangan digital. Secara sederhana

81
Kesenjangan Digital di Indonesia (Studi Kasus di Kabupaten Wakatobi) (Yayat D. Hadiyat)

kesenjangan digital dapat dipahami sebagai perbedaan Pura Kabupaten Wakatobi yaitu pada aspek
akses terhadap TIK. kapabilitas, pemanfaatan, kesiapan dan dampak
Kesenjangan digital di Indonesia terjadi terutama penggunaan TIK dinilai masih jauh dari siap. Istilah
antara wilayah Indonesia Barat dan Indonesia Timur, ICT Pura pada dasarnya berkaca pada keberhasilan
wilayah perkotaan dan wilayah pedesaan (Jumaat, pemerintah Indonesia dalam memperkenalkan konsep
2010). Sebagai salah satu gambaran kesenjangan penghargaan Adipura yang diberikan kepada daerah
digital yang terjadi di wilayah timur adalah Provinsi otonom yang dianggap berhasil mengelola lingkungan
Sulawesi Tenggara, persentase rumah tangga yang bersih dan sehat. Secara arti kata yang
pengguna internet selama tiga bulan terakhir sebanyak membentuknya, ICT pura berarti Kota TIK atau dalam
11,63% dari total rumah tangga dengan rincian bahasa asingnya sering diistilahkan sebagai digital
29,44% rumah tangga di wilayah perkotaan dan hanya city yaitu sebuah kota yang berhasil mengelola TIK
4,89% di wilayah pedesaan (BPS, 2011). Dari data dengan baik sehingga memberikan kontribusi manfaat
tersebut menggambarkan bahwa penggunaan internet yang signifikan terhadap pengembangan
di Provinsi Sulawesi Tenggara masih sangat rendah, masyarakatnya. Berdasarkan sudut pandang di atas,
apalagi kemudian dibandingkan antara kota dan masyarakat di Kabupaten Wakatobi akan tertinggal
pedesaan semakin jelas kesenjangan digitalnya. Dari untuk berpartisipasi aktif dalam proses difusi TIK
gambaran untuk level provinsi tersebut sudah dapat pada adopter awal atau tahap mayoritas awal. Hal ini
diprediksi jika penggunaan internet di Kabupaten juga menyiratkan bahwa ada akan menjadi celah
Wakatobi sendiri juga sangat rendah. difusi antara penduduk perkotaan dan pedesaan ketika
Sebagai bagian dari masyarakat dunia, masyarakat mereka mengadopsi aplikasi TIK, karena tingkat
di Kabupaten Wakatobi tentunya tidak dapat terlepas adopsi lebih banyak dilakukan oleh masyarakat
dari pengaruh perkembangan informasi. Kabupaten perkotaan. Karena itu rumusan masalah dari penelitian
Wakatobi merupakan kabupaten baru, yang ini adalah bagaimana kesenjangan digital terjadi di
dimekarkan dari kabupaten induk yaitu Kabupaten Kabupaten Wakatobi. Tujuannya adalah untuk
Buton pada 2004. Sebagai sebuah daerah otonom mengetahui faktor-faktor penyebab kesenjangan
baru, pembangunan di berbagai bidang sedang digital terjadi di Kabupaten Wakatobi.
digalakkan. Perkembangan yang paling pesat adalah TIK telah menjadi instrumen penting dalam
infrastruktur dan pengembangan pariwisata. Seperti kehidupan masyarakat modern seperti halnya air,
pengembangan infrastruktur transportasi seperti listrik, atau jalan sehingga diperlukan upaya untuk
bandara udara, dermaga, dan jalan. Sarana prasarana pemerataan aksesibilitas dan penggunaannya oleh
lain seperti pendidikan, kesehatan, air bersih, dan masyarakat. Menurut Shana and Hacker (2003), para
pasar terus membaik tiap tahunnya. Pada sektor ilmuwan komunikasi berpendapat bahwa banyak
pariwisata, Kabupaten Wakatobi merupakan salah keuntungan yang dapat diperoleh jika masyarakat
satu destinasi wisata laut, terutama wisata bawah laut, menggunakan TIK sehingga merupakan sebuah
yang terkenal di Indonesia. Kabupaten Wakatobi permasalahan jika banyak masyarakat yang tidak
merupakan salah satu dari sedikit kabupaten/kota tersentuh oleh TIK baik itu diakibatkan oleh tingkat
pemekaran yang berhasil berkembang dengan baik sosial ekonomi maupun karena ketiadaan akses dan
setelah berpisah dari kabupaten induk. penggunaannya.
Hasil survei ICT Pura tahun 2011, indeks ICT Pura Isu kesenjangan digital menjadi perhatian dari para
Kabupaten Wakatobi masuk dalam tingkatan pratama politisi maupun para peneliti di tahun 1990-an sejak
yang artinya Kabupaten Wakatobi masih jauh dalam pemerintahan Clinton – Al Gore di Amerika Serikat
kesiapan dalam mengadopsi lingkungan yang berbasis memperkenalkan istilah digital divide (yang kemudian
digital. Hal ini bisa dilihat dari beberapa indikator diartikan kesenjangan digital dalam Bahasa Indonesia)
yaitu: tata kelola bidang TIK yaitu perencanaan, pada 1996 dan secara cepat menjadi isu yang
penerapan, pengoperasian, pengawasan. Indikator lain mendunia. Kesenjangan digital merupakan fenomena
yang dinilai adalah sumber daya teknologi seperti yang terjadi secara global. Kondisi ini tidak hanya
jaringan, hardware, software, informasi, dan sumber dialami oleh negara berkembang tapi juga negara
daya manusia. Indikator selanjutnya adalah tingkat maju seperti Amerika dan negara-negara di Eropa.
literasi baik itu pemerintah, industri, akademisi, dan Banyak definisi kesenjangan digital yang
komunitas sehingga secara keseluruhan indeks ICT dikemukakan oleh para ahli maupun lembaga yang

82
Jurnal Pekommas, Vol. 17 No. 2, Agustus 2014: 81-90

concern terhadap isu ini. Beberapa diantaranya seperti perbedaan kualitas penggunaan TIK pada masyarakat
dibawah ini. Menurut OEDC (2001) definisi yang menggunakan TIK dalam keseharian.
kesenjangan digital adalah: Masalah perbedaan geografis selalu menjadi salah
“the gap between individuals, households, satu perhatian tentang bagaimana cara difusi sebuah
businesses and geographic areas at different socio- teknologi baru berlangsung. Ada asumsi bahwa
economic levels with regard both to their perkembangan teknologi mengikuti proses penyebaran
opportunities to access information and
dari perkotaan (wilayah inti) ke daerah
communication technologies (ICTs) and to their
use of the Internet for a wide variety of activities. pinggiran/pedesaan. Daerah perkotaan akan menjadi
The digital divide reflects various differences pusat untuk perkembangan TIK, di sisi lain daerah
among and within countries”. pinggiran atau pedesaan akan terlambat dalam
mengadopsi TIK sehingga akan mengalami
Sedangkan menurut ITU (International keterlambatan pula dalam mengalami perubahan.
Telecommunication Union) kesenjangan digital Lokasi geografis merupakan salah satu faktor yang
adalah: mempengaruhi bagi individu untuk mengakses TIK.
The term digital divide came into use in the mid Meskipun TIK memberikan solusi alternatif untuk
1990s addressing the troubling disparities in terms berkomunikasi kepada masyarakat yang secara
of access to information technology. Originally geografis terisolasi, namun tetap saja warga pedesaan
coined with respect to computer access, the advent
diharapkan dapat memanfaatkan kelebihan TIK ini
of technology has seen the term evolve in reference
to Internet access, broadband access, and more tetap tertinggal oleh masyarakat perkotaan, karena
recently, access to the full spectrum of information infrastruktur telekomunikasi yang terbatas, dan
and communication technologies. permasalahan budaya (Hindman, 2000). Hasil studi
Chen dan Wellman (2004) menemukan bahwa lokasi
Sedangkan Manuel Castells (2002) berpendapat geografis merupakan salah satu faktor signifikan yang
bahwa kesenjangan digital sebagai ketidaksamaan mempengaruhi akses masyarakat dalam penggunaan
akses terhadap internet karena akses terhadap internet Internet.
merupakan syarat untuk menghilangkan Studi yang dilakukan oleh Feldman tahun 2001
ketidaksamaan di masyarakat (inequality in society). juga menegaskan bahwa masyarakat pedesaan lebih
Definisi lain dikemukakan oleh Van Dijk (2006) cenderung enggan untuk mengadopsi teknologi baru
adalah kesenjangan antara yang memiliki dan tidak baik itu produk maupun jasa jika dibandingkan
memiliki akses terhadap komputer dan internet. Dari masyarakat perkotaan mereka yang lebih bersedia
beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa untuk menjadi trendsetter. Untuk mendorong difusi
kesenjangan digital merupakan perbedaan akses TIK pada tahap awal, Feldman berpendapat bahwa
terhadap TIK. Terminologi kesenjangan digital kebijakan publik yang bersifat top-down yang lebih
awalnya merujuk pada kesenjangan akses terhadap tepat, khususnya di sektor telekomunikasi menerapkan
komputer, namun ketika internet berkembangan yang menerapkan information highways
dengan cepat dan massif di masyarakat maka (Faziharudean, 2005).
terminologinya bergeser meliputi kesenjangan akses
terhadap komputer dan internet (Van Deursen & Van METODOLOGI PENELITIAN
Dijk, 2010).
Molnar (2003) mengemukakan ada tiga tipe Metode penelitian ini adalah Studi kasus dengan
kesenjangan digital yaitu access divide atau pendekatan kualitatif . Studi kasus merupakan strategi
kesenjangan digital tahap awal yang merujuk pada yang cocok apabila pokok pertanyaan suatu penelitian
kesenjangan antara masyarakat yang memiliki akses berkenaan dengan how dan why, bila peneliti hanya
dan yang tidak memiliki akses terhadap TIK. memiliki sedikit peluang untuk mengontrol peristiwa-
Kesenjangan yang berikutnya adalah usage divide peristiwa yang akan diselidiki, dan fokus
atau kesenjangan digital primer yang merujuk pada penelitiannya terletak pada fenomena kontemporer di
perbedaan penggunaan TIK antara masyarakat yang dalam konteks kehidupan nyata (Yin, 2012).
memiliki akses terhadap TIK. Adapun kesenjangan Penelitian ini merupakan penelitian studi kasus
selanjutnya adalah quality of use divide atau tunggal holistik (holistic single-case study) yaitu
kesenjangan digital lapis kedua yang fokus pada yang menempatkan sebuah kasus sebagai fokus dari

83
Kesenjangan Digital di Indonesia (Studi Kasus di Kabupaten Wakatobi) (Yayat D. Hadiyat)

penelitian dalam hal ini kesenjangan digital di masih kurang. Selain itu secara umum masyarakat
Kabupaten Wakatobi. Ada beberapa rasionalisasi belum mampu mengadopsi TIK dan mengakses
pemilihan studi kasus sebagai metode penelitian yang informasi. Muara dari kondisi ini adalah terjadinya
digunakan dan pemilihan Kabupaten Wakatobi kesenjangan informasi pada masyarakat di Kabupaten
sebagai lokasi penelitian. Pertama, Kabupaten Wakatobi. Kesenjangan informasi ini merupakan
Wakatobi merupakan wilayah kepulauan sehingga bentuk lain dari kesenjangan pengetahuan (knowledge
dalam implementasi TIK mengalami permasalahan gap). Sebenarnya kesenjangan pengetahuan merujuk
yang berbeda dengan wilayah kabupaten yang pada kurangnya akses informasi masyarakat melalui
wilayahnya didominasi oleh daratan. Kedua, teknologi komunikasi konvensional seperti televisi,
Kabupaten Wakatobi merupakan kabupaten radio, dan surat kabar. Ketika teknologi digital seperti
pemekaran yang seperti kebanyakan wilayah komputer dan internet maka konsep kesenjangan
pemekaran dengan alasan pemerataan ekonomi dan pengetahuan berubah menjadi kesenjangan digital
kesejahteraan masyarakat serta memperbaiki (digital divide).
pelayanan publik. Mengacu pada tipe kesenjangan digital yang
Ada enam sumber bukti yang dapat dijadikan fokus dikemukakan oleh Molnar (2003), posisi masyarakat
untuk pengumpulan data yaitu dokumentasi, rekaman Kabupaten Wakatobi berada pada kesenjangan digital
arsip, wawancara, observasi langsung, observasi tahap awal. Hal ini dikarenakan masih kurangnya
pemeran serta, dan perangkat fisik (Yin, 2012). akses masyarakat terhadap TIK di Kabupaten
Adapun teknik pengumpulan data yang digunakan Wakatobi. Padahal dalam roadmap TIK Nasional
dalam penelitian ini adalah wawancara, adalah teknik 2010-2020 telah menargetkan bahwa pada 2013
pengumpulan data yang dilakukan dengan tanya masyarakat Indonesia telah memasuki fase
jawab secara langsung kepada pihak-pihak yang masyarakat informasi yang ditandai oleh
terkait yang dianggap mengerti mengenai terhubungnya seluruh ibukota provinsi oleh jaringan
permasalahan yang diteliti. Teknik wawancara semi internet fiber optik, seluruh kabupaten/kota memiliki
terstruktur digunakan karena mampu menggali data akses terhadap internet broadband, dan yang terakhir
secara mendalam tetapi tetap terkendali sesuai dengan adalah peningkatan e-service, e-health, dan e-
tujuan wawancara. Adapun informan penelitian ini education untuk semua masyarakat. Sebagaimana
diwakili dari pihak pemerintah, swasta/pengusaha TIK, yang dikatakan oleh Mandela (1999) bahwa pada abad
komunitas/praktisi TIK serta beberapa dari masyarakat ke-21, kapasitas untuk berkomunikasi merupakan
umum. Teknik pemilihan informan dalam penelitian kunci utama hak asasi manusia. Menghilangkan
ini adalah dengan purposive sampling. Cara purposif perbedaan antara information rich dan information
yaitu dengan memilih orang-orang dengan kriteria poor serta menghilangkan perbedaan ekonomi antara
tertentu sebagai subjek. Informan dari penelitian ini utara dan selatan, dan mengembangkan kualitas hidup
stakeholder yang terkait dengan pengembangan TIK semua manusia.
di Kabupaten Wakatobi antara lain pemerintah, Meskipun kesenjangan digital pada tahun 1990-an
komunitas/publik, dan swasta/bisnis. berfokus pada first order effect yaitu fokus pada
Penelitian ini akan menggunakan teknik analisis aksesibilitas terhadap infrastuktur TIK yaitu pada
deskriptif yaitu menjelaskan faktor-faktor penyebab kepemilikan, ketersediaan, dan keterjangkauan
kesenjangan digital di Kabupaten Wakatobi. Temuan terhadap TIK namun saat ini permasalahan
dalam penelitian ini dianalisis dengan menggunakan kesenjangan digital umumnya fokus pada second
komponen analisis data yang dikembangkan oleh order effect yaitu terkait dengan pemanfaatan TIK
Miles dan Huberman yang terdiri atas tiga subproses dalam kehidupan sehari-hari (Gunduz, 2010). Untuk
yang saling terkait, yaitu reduksi data, penyajian data, Kabupaten Wakatobi sendiri, permasalahan
dan verifikasi atau penarikan kesimpulan (Denzin & kesenjangan digital lapis pertama masih menjadi
Lincoln, 2009). sebuah pekerjaan rumah yang harus diselesaikan oleh
stakeholder TIK di Kabupaten Wakatobi.
HASIL DAN PEMBAHASAN TIK mempunyai peran penting dalam
Temuan penelitian di lapangan menunjukkan pembangunan dengan menyediakan akses terhadap
bahwa infrastruktur dan layanan TIK di Kabupaten informasi dan membentuk komunikasi antara
masyarakat dengan komunitas global. Sehingga untuk

84
Jurnal Pekommas, Vol. 17 No. 2, Agustus 2014: 81-90

mewujudkan peran itu maka jurang kesenjangan pengguna internet hanya sebesar 8,1% dari jumlah
digital di Kabupaten Wakatobi harus dijembatani rumah tangga yang ada.
dengan menyediakan akses informasi melalui TIK. Kecilnya jumlah pengguna internet internet
Perkembangan pesat dari TIK seharusnya dapat dipengaruhi oleh beberapa hal antara lain akses
menghilangkan sekat geografis wilayah yang terpencil terhadap internet dan kualitas internet yang ada di
dan memberikan kesempatan yang sama untuk dapat Kabupaten Wakatobi. Sebagai gambaran kurangnya
mengakses informasi sama seperti wilayah perkotaan. akses terhadap internet di Kabupaten Wakatobi, hanya
Namun pada kenyataannya pembangunan ada dua warnet yang beroperasi itupun merupakan
infrastruktur TIK tidak merata. Sebagai entitas bisnis, bagian dari program pemerintah pusat melalui
perusahaan telekomunikasi tentunya berpikir untuk Kementerian Komunikasi dan Informatika melalui
mendapatkan keuntungan sehingga pembangunan program pusat layanan internet kecamatan (PLIK).
infrastruktur TIK lebih fokus pada kota besar yang Warnet ini bisa tetap survive karena operasional
jumlah penduduknya banyak sehingga akan warnet terkait dengan langganan bandwidth internet
berpengaruh pada jumlah pengguna TIK. ditanggung oleh pemerintah. Jika tidak, besar
Kesenjangan itu bisa dilihat dari masih minimnya kemungkinan warnet ini akan mati karena mahalnya
infrastruktur informasi dan komunikasi di wilayah harga bandwidth yang tidak sebanding dengan jumlah
timur Indonesia. Selain itu, saat ini layanan informasi pelanggan yang menggunakan internet. Padahal,
di Indonesia juga masih lemah dan minimnya penetrasi internet sebagai bagian dari perkembangan
informasi yang bersifat edukatif dengan banyaknya TIK sendiri mampu mendorong pertumbuhan GDP
tayangan yang belum mencerdaskan. Persoalan hingga 3,4%, lebih tinggi dibandingkan sektor energi
teknologi informasi yang dihadapi bangsa Indonesia yang terbatas sumbernya (Deloitte, 2011).
berbeda dengan negara lain, terutama terkait kondisi Penyedia jasa layanan internet (ISP) pun, hanya
geografis negeri ini yang berupa kepulauan. Kondisi ada empat di Kabupaten Wakatobi yang terdiri dari
itu menyebabkan akses informasi belum mampu dua operator telekomunikasi yaitu Telkomsel dan
menjangkau seluruh wilayah kepulauan. Indosat, satu operator telepon tetap yaitu Telkom, dan
Pentingnya infrastruktur TIK ini bahkan menjadi satu penyedia jasa layanan internet lokal yaitu ISP
perhatian dari PBB dengan menyelenggarakan World Media Center. Permasalahan yang dihadapi pun sama
Summit Information Society (WSIS) pada 2003 dan yaitu bandwidth. Padahal salah satu syarat untuk dapat
2005 sangat menekankan perlunya bagi setiap memanfaatkan kelebihan internet yaitu melalui
individu, masyarakat dan bangsa untuk memiliki bandwidth yang memadai. Dari hasil wawancara,
akses, memanfaatkan, dan membagi informasi dan sebagian besar keluhan yang muncul baik itu dari
pengetahuan dalam rangka menunjang pembangunan operator telekomunikasi, ISP lokal, warnet/PLIK,
sosio-ekonomi dan peningkatan kualitas hidup. Hal ini maupun pengguna yaitu tidak memadainya bandwidth
telah menjadi penting bagi setiap negara untuk layanan komunikasi yang tersedia di Kabupaten
mengembangkan infrastruktur dan struktur yang Wakatobi.
diperlukan untuk memungkinkan warganya untuk TIK juga menjadi elemen penting dalam isu
berpartisipasi dalam masyarakat informasi. Ketika ketidaksetaraan dalam dunia pendidikan karena jika
infrastruktur TIK tidak memadai maka suatu wilayah komputer dan internet penyebarannya merata dan
tidak akan mampu mengakses informasi melalui digunakan dengan baik maka akan menjadi alat
jejaring dan hambatan geografis tetap hadir dalam meningkatkan pembelajaran bari pelajar yang status
mendapatkan dan memanfaatkan informasi. sosial ekomominya rendah. Penelitian yang dilakukan
Temuan penelitian ini secara jelas menggambarkan oleh Thomas (2008) menemukan fakta bahwa anak-
bahwa aksesibilitas terhadap infrastruktur TIK di anak yang hidup pada tingkat sosial ekonomi rendah
Kabupaten Wakatobi masih kurang. Dari data temuan tidak mempunyai akses yang sama terhadap komputer
di lapangan menggambarkan bahwa jumlah rumah dan internet jika dibandingkan dengan pelajar yang
tangga yang memiliki laptop sebanyak 6,12% status sosial ekonominya lebih tinggi. Selain pada
sedangkan komputer hanya 1,25%. Jumlah ini tidak akses, perbedaan lainnya ada pada penggunaan
bahkan mencapai 10% dari total rumah tangga yang komputer dan internet juga keterampilan dalam
ada di Kabupaten Wakatobi. Sedangkan jumlah menggunakannya.

85
Kesenjangan Digital di Indonesia (Studi Kasus di Kabupaten Wakatobi) (Yayat D. Hadiyat)

Kabupaten Wakatobi merupakan kabupaten yang informasi, dan pengetahuan. Hal ini hanya bisa
berbentuk kepulauan dengan luas daratan yang hanya tercapai melalui teknologi informasi dan komunikasi.
mencapai tiga persen dari total keseluruhan wilayah Misalnya, melalui internet masyarakat Kabupaten
administratif. Ada empat pulau utama di Kabupaten Wakatobi dapat mempromosikan daerahnya sebagai
Wakatobi yaitu Wangi-wangi, Kaledupa, Tomia, dan tujuan pariwisata yang indah ke dunia sehingga dapat
Binongko. Dengan kondisi wilayah seperti ini, potensi meningkatkan pendapatan masyarakat dari wisatawan
kelautan dan pariwisata di Kabupaten Wakatobi yang berkunjung. Sayangnya, di Kabupaten Wakatobi
sangat menjanjikan. Namun disisi lain, wilayahnya masih banyak masyarakat yang tingkat
yang dikelilingi oleh lautan menjadikan pembangun perekonomiannya menengah ke bawah sehingga akses
dan pengembangan TIK menjadi kendala besar. dan kepemilikan TIK belum dianggap sebagai suatu
Kondisi ini mengakibatkan tingginya investasi kebutuhan kecuali handphone.
pengembangan infrastruktur TIK. Sehingga untuk mencapai masyarakat informasi di
Kebutuhan ISP dalam membangun infrastruktur Kabupaten Wakatobi yang diperlukan memperkuat
internet terdiri dari repeater, tower, dan receiver. perekonomian daerah sehingga masyarakat
Alat-alat ini dibeli di pulau Jawa sehingga dengan mempunyai kualitas hidup yang lebih baik dengan
kondisi geografis Kabupaten Wakatobi yang seperti tercukupinya kebutuhan mendasar masyarakat yaitu
ini menambah besar biaya untuk transportasi alat. sandang, pangan, dan papan. Hal ini sejalan dengan
Sehingga untuk memesan alat tidak hanya satu buah pendapat yang dikemukakan oleh Maslow (1970)
tapi bisa dua atau tiga alat untuk jadi backup ketika bahwa kebutuhan fisiologis merupakan kebutuhan
alat tersebut rusak. Belum lagi buruh angkut di yang mendasar bagi manusia seperti udara, air,
pelabuhan yang biayanya relatif besar semakin makanan, dan tidur. Ketika basic needs ini terpenuhi,
menambah beban pembangunan infrastruktur TIK di maka standar kebutuhan masyarakat akan naik seperti
Kabupaten Wakatobi. kebutuhan akan TIK.
Lokasi geografis merupakan salah satu faktor Secara umum, pendapatan perkapita di Kabupaten
penting yang mempengaruhi masyarakat dalam Wakatobi menunjukkan tren yang positif dengan
mengakses dan menggunakan internet (Chen & kenaikan pertumbuhan rata-rata sebesar 20,71%
Wellman, 2004). Kendala ini membuat bisnis internet sehingga jumlah masyarakat miskin juga mengalami
di Kabupaten Wakatobi sangat lambat. Idealnya letak penurunan yang sangat signifikan. Meski begitu, saat
geografis seharusnya tidak membatasi dalam akses ini jumlah masyarakat miskin di Kabupaten Wakatobi
informasi dan penggunaan internet. Dengan adanya sebanyak 18,52% masih cukup tinggi dan berada
TIK kendala geografis akan memudahkan masyarakat diatas rata-rata tingkat kemiskinan di kabupaten/kota
dalam mengakses informasi, pemerintah dapat yang ada di Provinsi Sulawesi Tenggara. Pengentasan
memberikan informasi kepada masyarakat secara kemiskinan ini menjadi tugas pemerintah daerah
mudah, serta dapat memudahkan koordinasi antar Kabupaten Wakatobi jika ingin membangun
pulau tanpa harus hadir di ibukota kabupaten. masyarakat informasi. Hal ini sesuai dengan deklarasi
Misalnya dengan menggunakan teknologi video call. prinsip WSIS, bahwa salah satu tantangan dalam
Ini dapat menghemat waktu dan biaya. Jika kendala membangun masyarakat informasi adalah
geografis ini dapat diselesaikan maka apa yang pemberantasan kemiskinan dan kelaparan. Meskipun
dikemukakan oleh Mitchell (1999) matinya jarak dan TIK hanya sebagai salah satu alat untuk
berakhirnya ruang (the death of distance and the end pembangunan, namun TIK dapat dimanfaatkan untuk
of space) dapat mewujud. TIK telah menyebabkan untuk pertukaran informasi yang pada gilirannya
perubahan makna dari ruang, tempat, jarak dan waktu. dapat meningkatkan kualitas pekerjaan dan kualitas
Faktor perekonomian merupakan salah satu hal hidup. Dalam hal ini, informasi menjadi nilai tambah
yang penting dalam pembentukan masyarakat dalam perbaikan perekonomian dan kualitas hidup
informasi. Menurut Calanag (2003) ada hubungan masyarakat.
yang erat antara pertumbuhan ekonomi dari suatu Hasil penelitian yang digambarkan diatas
negara atau komunitas dalam pembentukan menunjukkan bahwa aksesibilitas terhadap
masyarakat informasi. Salah satu cara dalam infrastruktur dan layanan TIK di wilayah Kabupaten
peningkatan tingkat perekonomian masyarakat adalah Wakatobi masih kurang sehingga berpengaruh
dengan melalui interaksi dan pertukaran data, terhadap perkembangan masyarakat informasi di

86
Jurnal Pekommas, Vol. 17 No. 2, Agustus 2014: 81-90

Kabupaten Wakatobi yang masih jauh dari harapan. Hanya dua sekolah di Kabupaten Wakatobi yang
Jika dibandingkan dengan wilayah-wilayah lain di memiliki laboratorium komputer yang memadai, SMA
Indonesia, Kabupaten Wakatobi yang notabene 1 Wangi-wangi dan SMP 1 Wangi-wangi. Untuk di
sebagai wilayah yang terkenal dengan pariwisata sekolah SMA 1 Wangi-wangi sendiri jaringan internet
bawah lautnya, masih sangat tertinggal. Kenyataan ini sudah ada, hanya saja koneksi internetnya yang tidak
yang menjadikannya sangat ironi. Karena disatu sisi ada. Sedangkan komputer sudah banyak, ada
Wakatobi merupakan tempat pariwisata, namun disisi laboratorium komputer sekolah. Tapi kalau di sekolah
lain, infrastruktur TIK sebagai salah satu faktor lain masih sangat kurang, bahkan ada yang cuma satu
penunjang pariwisata tidak cukup memadai. Sehingga komputernya sehingga sangat mengganggu proses
dipastikan kemajuan yang diharapkan dapat secara belajar mengajar mata pelajaran TIK.
pesat terjadi untuk mendongkrak kepariwisataan di Perkembangan kemampuan dalam menggunakan
daerah tersebut tidak dapat segera terwujud. komputer dan internet di SMA 1 Wangi-wangi relatif
Selain faktor teknologi, salah satu faktor yang cepat. Sebagian bahkan telah mampu menggunakan
sangat berperan dalam penggunaan TIK adalah aplikasi komputer yang lebih lanjut seperti photoshop
kapasitas atau keterampilan yang dimiliki oleh (aplikasi manipulasi foto) dan corel draw (aplikasi
masyarakat. Keterampilan ini dibutuhkan dalam gambar). Selain karena adanya materi pelajaran TIK
memanfaatkan dan memaksimalkan potensi yang yang diberikan, kepemilikan komputer/laptop turut
dimiliki oleh TIK. Pendidikan merupakan salah satu berpengaruh terhadap keterampilan pelajar dalam
faktor utama dalam membangun kapasitas TIK menggunakan TIK. Disisi lain, pelajar yang tidak
masyarakat. Hal ini sejalan dengan penelitian yang memiliki minat atau tidak bisa menggunakan
dilakukan oleh Robinson, Dimaggio, dan Hargittai komputer dan internet karena memang jarang
(2003) yang mengemukakan bahwa masyarakat menggunakan karena tidak memiliki fasilitas itu
dengan tingkat pendidikan yang tinggi mempunyai sehingga pelajar tersebut enggan untuk menggunakan.
kelebihan dalam menggunakan internet antara lain Kebanyakan dari siswa seperti ini tingkat sosial
dengan mencari pekerjaan, membuat jejaring, diskusi ekonomi orang tuanya menengah ke bawah sehingga
politik dan keuntungan-keuntungan lain yang tidak kurang mampu dalam membelikan komputer dan
dimiliki oleh masyarakat yang tidak dapat mengakses berlangganan internet. Hal ini sejalan dengan
internet. penelitian yang dilakukan oleh Mohamed dkk (2012)
Sayangnya tingkat pendidikan masyarakat di menggambarkan kecilnya kepemilikan komputer,
Kabupaten Wakatobi dapat dikatakan rendah. rendahnya penggunaan TIK dan lemah dalam
Meskipun angka melek huruf masyarakat terus keterampilan dasar TIK pada sekolah di daerah
membaik namun masih lebih rendah dari pada rata- pedesaan Kandang Ulu, Malaysia.
rata tingkat nasional. Namun tingkat pendidikan rata- Beberapa kendala yang dihadapi pembangunan
rata masyarakat Kabupaten Wakatobi hanya sampai TIK di dunia pendidikan, menurut Prakoso dan
pendidikan dasar (SD). Hal ini tentu berpengaruh Januardy (2005), antara lain adalah infrastruktur
terhadap kualitas sumber daya manusia yang pada telekomunikasi yang tidak merata di seluruh wilayah
akhirnya berpengaruh pula pada keterampilan Indonesia. Hal ini mempersulit ketersediaan
masyarakat dalam menggunakan TIK. interkoneksi sekolah-sekolah di beberapa daerah ke
Rata-rata pelajar di Wakatobi sudah memiliki jaringan Internet. Selain itu dengan keterbatasan
kemampuan untuk menggunakan komputer dan infrastruktur telekomunikasi ini menyebabkan
internet. Sesuai dengan kurikulum, sejak kelas 7 siswa komunikasi dan informasi menjadi terhambat antara
sudah mempelajari komputer. Kalau sekolah yang pusat dan daerah. Kemudian biaya akses koneksi
mempunyai laboratorium mereka bisa langsung internet yang ada di Indonesia menjadi kendala besar
praktik, sedangkan sekolah yang tidak memiliki bagi sebagian besar sekolah karena masih dirasakan
laboratorium komputer hanya belajar teori atau mahal. Umumnya sekolah-sekolah memiliki
menggunakan satu komputer untuk semua siswa. keterbatasan dana untuk bisa menyewa koneksi ke
Kurangnya laboratorium komputer sebagai sarana internet dengan kapasitas yang memadai. Kendala
pembelajar komputer mempengaruhi keterampilan terakhir adalah ketersediaan perangkat komputer di
pelajar dalam menggunakan TIK. berbagai sekolah di Indonesia juga belum merata dan
memadai. Padahal ketersediaan perangkat komputer

87
Kesenjangan Digital di Indonesia (Studi Kasus di Kabupaten Wakatobi) (Yayat D. Hadiyat)

merupakan salah satu syarat utama bagi awal persen. Kondisi ini kemudian berimplikasi terhadap
pengembangan TIK disekolah. masih rendahnya rata-rata lama sekolah di daerah ini.
Pengguna komputer dan internet pada masyarakat Kualitas sumber daya manusia di Kabupaten
umum, adalah para pegawai negeri sipil dan pegawai Wakatobi yang masih kurang ini kemudian
swasta. Itu pun tidak semua dapat menggunakannya. berpengaruh pada penggunaan TIK. Teknologi
Secara umum, komputer dan internet ini belum handphone merupakan bentuk TIK yang sederhana
dianggap penting oleh masyarakat Wakatobi kecuali sehingga tidak membutuhkan kemampuan yang tinggi
masyarakat yang terpelajar saja dan pekerjaannya untuk menggunakannya. Namun ketika berbicara
PNS. Hal ini dipengaruhi oleh pendidikan, sosial mengenai komputer dan internet dibutuhkan
ekonomi, umur. Sumber daya manusia di Kabupaten keterampilan yang lebih karena teknologinya yang
Wakatobi tergolong rendah sehingga untuk dapat lebih canggih. Sehingga untuk membutuhkannya
mengakses informasi yang ada di internet sumber dibutuhkan literasi TIK yang baik. Salah satu untuk
daya manusia ini harus ditingkatkan lagi. meningkatkan literasi TIK khususnya komputer dan
Sebagian masyarakat di Kabupaten Wakatobi sama internet adalah melalui pendidikan,baik itu pendidikan
sekali tidak mempunyai motivasi untuk menggunakan formal maupun non formal (Frempong & Imoro,
TIK karena memang tidak menganggap penting. Hal 2006). Faktor yang paling berpengaruh pada
ini bisa dipahami karena sebagian masyarakat masih keterampilan masyarakat dalam menggunakan
berkutat pada kebutuhan yang mendasar seperti komputer dan internet adalah usia dan pendidikan.
sandang, pangan, dan papan. Sebagian lagi memang (Van Deursen & Van Dijk, 2010). Generasi muda
menutup diri dari perubahan. Pada titik ini, lebih memiliki kemampuan untuk menerima dan
masyarakat Kabupaten Wakatobi yang tidak memiliki beradaptasi dengan hal-hal yang baru. Pada
motivasi dalam menggunakan komputer dan internet masyarakat yang tingkat pendidikan tinggi dapat
adalah masyarakat yang perekonomiannya menengah melihat kelebihan yang dimiliki oleh teknologi baru
kebawah dan yang memiliki tingkat pendidikan yang sehingga akan lebih mudah dalam menggunakan
rendah. Pernyataan ini sejalan dengan pendapat Katz teknologi tersebut.
dan Rice (2002). Selain itu kebanyakan hardware maupun software
Persoalan yang dihadapi oleh masyarakat yang digunakan di TIK menggunakan bahasa asing,
Kabupaten Wakatobi, pada umumnya adalah utamanya bahasa Inggris. Sementara kemampuan
rendahnya tingkat pendidikan, rendahnya akses bahasa Inggris sebagian masyarakat Kabupaten
informasi dan lemahnya tingkat ekonomi masyarakat. Wakatobi masih tergolong rendah sehingga
Kondisi demikian dapat merupakan sebab-akibat; menyulitkan dalam mempelajarinya. Oleh karena itu
diantara ketiganya, artinya tingkat pendidikan yang kemudian menjadi wajar jika pengguna internet di
rendah dapat berakibat atas rendahnya akses Kabupaten Wakatobi mayoritas adalah pelajar dan
informasi, tingkat ekonomi yang rendah berakibat mahasiswa. Rata-rata pelajar dan mahasiswa
terhadap rendahnya tingkat pendidikan, dan mempunyai keterampilan dalam menggunakan
rendahnya tingkat akses informasi dapat pula komputer dan internet. Umumnya mereka
mengakibatkan rendahnya tingkat ekonomi. menggunakan internet untuk mengerjakan tugas yang
Sumber daya manusia menjadi salah satu faktor diberikan oleh guru dan dosen. Sayangnya hambatan
yang sangat berpengaruh terhadap kesadaran yang dihadapi oleh sekolah adalah kurangnya fasilitas
pentingnya informasi dan memanfaatkannya dalam laboratorium komputer sebagai media pembelajaran
pengembangan kapasitas diri. Tingkat pendidikan TIK. Dari sekian banyak sekolah menengah di
masyarakat di Kabupaten Wakatobi sangat rendah. Kabupaten Wakatobi hanya ada dua sekolah yang
Secara rata-rata hanya tamat Sekolah Dasar (SD). mempunyai laboratorium komputer.
Sampai dengan 2010, kualitas tenaga kerja/rasio Sebagai teknologi yang terbilang kompleks,
lulusan S1 dan S2 di Kabupaten Wakatobi terdiri atas penggunaan komputer dan internet membutuhkan
lulusan S1 sebanyak 1.940 orang dan S2 84 orang. keterampilan yang lebih tinggi dibandingkan media
Dengan jumlah penduduk Kabupaten Wakatobi pada konvensional. Diperlukan literasi yang baik untuk
tahun yang sama sebanyak 92.995 jiwa, maka rasio dapat menggunakan dan memanfaatkan TIK dalam
lulusan S1 dan S2 (2.024 orang) hanya sekitar 2,18 keseharian sehingga dapat mencapai e-literacy yang
dipahami sebagai kesadaran dan pemahaman tentang

88
Jurnal Pekommas, Vol. 17 No. 2, Agustus 2014: 81-90

pentingnya informasi serta pendayagunaan teknologi Faktor kedua adalah kondisi sosial ekonomi
informasi dan komunikasi di kalangan masyarakat masyarakat di Kabupaten Wakatobi masih banyak
dalam rangka pengembangkan budaya informasi ke yang berada pada posisi menengah ke bawah sehingga
arah terwujudnya masyarakat informasi. Karena TIK belum menjadi kebutuhan yang mendasar karena
kompleksnya keterampilan yang dimiliki maka masih banyak masyarakat yang bergelut dalam
kemudian pengguna TIK di Kabupaten Wakatobi pemenuhan kebutuhan dasar seperti sandang, pangan,
kebanyakan merupakan pelajar dan mahasiswa yang dan papan. Kedua adalah sumberdaya manusia di
telah mengetahui pentingnya komputer dan internet. Kabupaten Wakatobi masih tergolong rendah. Sampai
Sementara masyarakat kategori generasi yang lebih akhir tahun 2010, tingkat pendidikan rata-rata
tua malas untuk mempelajari dan menggunakan TIK. masyarakat Kabupaten Wakatobi adalah SD sehingga
Tapscott sebagaimana dikutip oleh Eko Indrajit berpengaruh pada kemampuan dalam mempelajari
berpendapat bahwa siklus evolusi e-literacy di dalam TIK. Kebanyakan pengguna komputer dan internet
masyarakat berbeda-beda pada setiap kelompok adalah pegawai yang bekerja di kantor baik itu PNS
generasi. Pada old-generation yang diistilahkan maupun swasta. Ketiga adalah sebagian masyarakat
sebagai generasi baby boomers, biasanya kelompok belum menganggap penting informasi sehingga tidak
ini mengawali proses evolusi e-literacy dengan berusaha mengakses informasi yang ada.
kompetensi information literacy yang telah dikuasai Faktor lainnya adalah kurangnya peran pemerintah
terlebih dahulu. Kategori kedua, new-generation, ialah daerah dalam pembangunan infrasruktur TIK dan
mereka yang pada tahun 2002 sudah dikenalkan pengembangan kapasitas masyarakat. Hal ini
komputer sejak usia dini. Kategori ke tiga ialah today- diakibatkan oleh kurangnya pemahaman pemerintah
generation, yaitu para remaja dan pemuda saat ini, daerah mengenai pentingnya TIK, kurangnya
yang secara kategori generasi berada pada dua titik perioritas pengembangan bidang TIK jika
ekstrim tersebut (Arifianto, 2013). dibandingkan dengan bidang lain, dan terakhir secara
kelembagaan, tidak adanya bidang yang khusus
KESIMPULAN menangani TIK di Dinas Perhubungan, Komunikasi
Ada tiga faktor penyebab kesenjangan digital dan Informatika Kabupaten Wakatobi mengakibatkan
terjadi di Kabupaten Wakatobi yaitu faktor teknologi pembangunan TIK berjalan dengan lambat.
yang terkait dengan kesiapan infrastruktur dan Beberapa kondisi yang harus dilakukan oleh
kualitas layanan TIK, serta faktor masyarakat sebagai pemerintah daerah untuk menjembatani kesenjangan
pengguna TIK. Faktor lainnya yaitu pemerintah informasi di Kabupaten Wakatobi yaitu
sebagai pembuat kebijakan dalam pembangunan pembangunan dan penyediaan infrastruktur TIK yaitu
infrastruktur dan pengembangan kapasitas antara lain menyediakan internet public access yang
masyarakat. dapat digunakan secara gratis oleh masyarakat.
Kondisi infrastruktur TIK di Kabupaten Wakatobi Pengembangan kapasitas masyarakat melalui
sangat minim. Hal ini dipengaruhi oleh kondisi pendidikan dan pelatihan TIK agar masyarakat
geografis Kabupaten Wakatobi yang berbentuk memiliki literasi TIK yang baik sehingga dapat
kepulauan dan jauh dari ibukota Provinsi Sulawesi memanfaatkan potensi TIK secara maksimal. Perlu
Tenggara menyebabkan sulitnya pembangunan adanya sebuah komunitas TIK yang dibangun di
infrastruktur TIK. Selain sulit juga memakan biaya Kabupaten Wakatobi sebagai salah satu motor
yang lebih besar jika dibandingkan dengan wilayah penggerak dalam literasi TIK kepada masyarakat.
yang mayoritasnya berbentuk daratan. Secara Keempat penempatan pejabat struktural di Dinas
kuantitas, infrastruktur di Kabupaten Wakatobi masih Perhubungan, Komunikasi, dan Informatika yang
kurang sehingga belum bisa menjangkau seluruh mengerti dan mempunyai visi pengembangan TIK di
lapisan masyarakat. Sedangkan secara kualitas Kabupaten Wakatobi.
layanan TIK juga masih kurang baik yang terlihat dari
UCAPAN TERIMA KASIH
banyaknya keluhan masyarakat terkait dengan
kecepatan akses internet, bandwidth yang masih Penulis mengucapkan terima kasih kepada pihak-
kurang dan sering terjadinya gangguan jaringan pihak yang membantu sehingga penelitian ini dapat
internet. dilaksanakan dengan baik antara lain Dr.phil. Ana

89
Kesenjangan Digital di Indonesia (Studi Kasus di Kabupaten Wakatobi) (Yayat D. Hadiyat)

Nadhya Abrar, M.E.S, Drs. Widodo Agus Setianto, http://www.itu.int/newsroom/features/ict_africa.ht


M.Si, dan Didik H. Santoso, MA atas diskusi dan ml tanggal 15 November 2012
Jumaat, D. (2010). Asia Pacific Future Gov. diakses dari
masukannya. Tidak lupa pula para informan penelitian laman
ini atas kesediaannya untuk diwawancarai. http://www.futuregov.asia/articles/2010/may/13/in
donesia-reveals-plans-bridge-digital-divide/
DAFTAR PUSTAKA tanggal 12 November 2012
Katz, J. E., & Rice, R. E. (2002). Social consequences of
Arifianto,S. (2013). Dinamika Perkembangan Pemanfaatan Internet use, access, involvement, and interaction.
Teknologi Informasi dan Komunikasi Serta Cambridge, MA: MIT Press.
Implikasinya di Masyarakat,––Ed. 1––1/Jakarta: Mandela, N. (1995). ITU. Committed to Connecting The
Media Bangsa World. Diakses dari laman
Biro Pusat Statistik. (2011). Statistik Perumahan Provinsi http://www.itu.int/TELECOM/wt95/pressdocs/ma
Sulawesi Tenggara (Hasil Sensus Penduduk 2010). nddist.html tanggal 15 November 2012
Jakarta Maslow, A.H. (1970). Motivation & personality. Revised
Calanag, M.L. (2004). Public Libraries in The Information edition. New York: Harper & Row
Society: What Do Information Policies Say? Mason, Shana M., & Hacker, K. L. (2003). Applying
World library and Information Congress Communinication Theory to Digital Divide
Castells, Manuel. (2002). The Internet Galaxy. Oxford: Research. Stanford University: IT&Society,
Oxford University Press Volume 1, Issue 5, Summer, PP.40-50
Chen, W., Wellman, B. (2004). The global digital divide - Mitchell, W.J. (1999). e-topia. Cambridge, MA: The MIT
Within and between countries. IT&Society, 1(7), Press
39-45. Mohamed, Hazura, Judi, H.M., Nor, S.F.M., & Yusof, Z.M.
Creswell, John W. (2010). Research Design. Pendekatan (2012). Bridging Digital Divide: A Study on ICT
Kualitatif, Kuatitatif, dan Mixed. Yogyakarta: Literacy among Students in Malaysian Rural
Pustaka Pelajar Areas. Australian Journal of Basic and Applied
Deloitte. (2011). The Connected Archipelago: The role of Sciences, 6(7): 39-45, 2012
the Internet in Indonesia’s economic development. Molnar, S. (2003). The explanation frame of the digital
Diakses dari laman divide. Proceedings of the IFIP summer school
http://www.deloitte.com/assets/dcom- ‘Risks and challenges of the networked society.
australia/local%20assets/documents/services/corpo Karlstad University, August.
rate%20finance/access%20economics/deloitte_the OEDC. (2001). Understanding The Digital Divide. Paris
_connected_archiplelago_eng_dec_2011.pdf Prakoso, Bondan, S., Januardy, Rakhmat. (2005). Cetak
tanggal 13 Juli 2013 Biru Pengembangan Teknologi Informasi dan
Denzin, L. (2009). Handbook of Qualitative Research. Komunikasi (TIK) Depdiknas. Direktorat Jenderal
Yogyakarta: Pustaka Pelajar Manajemen Pendidikan Dasar dan Menengah
Faziharudean, T. M. (2005). Digital divide in Malaysia : Departemen Pendidikan Nasional
examining the issues of income, workplace and Robinson, John, P., Dimaggio, P., Hargittai, Eszter. (2003).
geographical difference in diffusing ICT to the New Social Survey Perspectives on The Digital
mass public. Thesis (doctoral) Waseda University Divide. IT&Society, Volume 1, Issue 5, Summer
Frempong, G.K., Braimah, I. (2005) Assessing Universal 2003, PP. 1-22
Access to ICTs in Ghana, The Encyclopedia of RPJMD Kabupaten Wakatobi 2012-2016
Developing Regional Communities with ICT, Idea Thomas, D. (2008). The Digital Divide: What Schools in
Group Inc., Pennsylvania. Low Socioeconomic Areas Must Teach. Tulisan
Gunduz, H. B. (2010). Digital Divide In Turkish Primary dapat diakses di
Schools: Sakarya Sample. The Turkish Online http://academics.hamilton.edu/ebs/pdf/wst.pdf
Jurnal of Educational Technology-January 2010, akses tanggal 01 Oktober 2012 pukul 03.00 WIB
Volume 9 Issue 1 Van Deursen, A., Van Dijk, J. (2010). Internet Skills and
Hindman, D. B. (2000). The rural-urban digital divide. Digital Divide. Journal New Media and Society.
Journalism and Mass Communication Quarterly, Volume 13(6) 893–911
77(3), 549-560. Van Dijk, J. (2006). The Network Society. Second edition.
International Telecommunication Union (2012). ITU. London: Sage Publishing, Inc
Committed to Connecting The World. Diakses dari Yin, Robert, K. (2006). Studi Kasus. Desain & Metode.
laman Jakarta: Raja Grafindo Persada.

90

Anda mungkin juga menyukai