Anda di halaman 1dari 46

BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA

FAKULTAS KEDOKTERAN 26 Juni, 2018


UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA

REFERAT : GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF (F.42)


LAPSUS : SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)

OLEH :

Arni Pahlawani Amir


111 2017 2105

SUPERVISOR PEMBIMBING :
dr. Nurindah Kadir, Sp.KJ

DIBAWAKAN DALAM RANGKA TUGAS KEPANITERAAN KLINIK


BAGIAN ILMU KEDOKTERAN JIWA
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS MUSLIM INDONESIA
MAKASSAR
2018
LEMBAR PENGESAHAN

Yang bertanda tangan dibawah ini menyatakan bahwa:

Nama : Arni Pahlawani Amir

Stambuk : 111 2017 2105

Judul Refarat : Gangguan Obsesif Kompulsif (F45.0)

Judul Lapsus : Skizofrenia Paranoid

Telah menyelesaikan tugas refarat pada Juni 2018 dan telah mendapatkan
perbaikan. Tugas ini dalam rangka kepaniteraan klinik pada departemen psikiatri
Fakultas Kedokteran Universitas Muslim Indonesia.

Makassar, 26 Juni 2018

Co-Assistant Supervisor
Pembimbing

(Arni Pahlawani Amir) (dr. Nurindah Kadir, Sp.KJ)

2
DAFTAR ISI

REFERAT GANGGUAN OBSESIF KOMPULSIF

BAB I PENDAHULUAN

1. Latar Belakang....................................................................................4

BAB II TINJAUAN PUSTAKA

2.1. Definisi ...............................................................................................7


2.2. Epidemiologi ......................................................................................8
2.3. Etiologi ...............................................................................................8
2.4. Gambaran Klinis .................................................................................10
2.5. Diagnosis ............................................................................................14
2.6. Diagnosis Banding..............................................................................17
2.7. Penatalaksanaan ..................................................................................18
2.8. Prognosis ............................................................................................22
BAB III KESIMPULAN

Kesimpulan ...................................................................................................24

DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................................26

LAPORAN KASUS ..................................................................................................28

3
BAB I

PENDAHULUAN

Ada berbagai macam gangguan kecemasan, salah satunya adalah

Obsessive Compulsive Disorder (OCD). Gangguan obsesif kompulsif merupakan

suatu kondisi yang ditandai dengan adanya pengulangan pikiran obsesif atau

kompulsif, dimana membutuhkan banyak waktu (lebih dari satu jam per hari) dan

dapat menyebabkan penderitaan.1,2 Prevelensi gangguan obsesif kompulsif

sebesar 2-2.4% populasi. sebagian besar gangguan mulai pada saat remaja atau

dewasa muda (umur 18-24 tahun), tetapi bisa terjadi pada masa kanak.3

Perbandingan kejadian gangguan obsesif kompulsif antara laki-laki dan

perempuan sama. Diantara remaja, laki-laki lebih lazim terkena daripada

perempuan. Usia penderita berkisar antara umur 20 tahun meskipun laki-laki

dinilai memiliki usia awitan lebih awal. Orang lajang lebih banyak terkena OCD

daripada yang menikah dan orang kulit hitam lebih sedikit terkena OCD daripada

yang berkulit putih mungkin prevelensi dipengaruhi oleh akses kesehatan.

Penyebab gangguan bersifat multifaktorial, yaitu antara faktor biologik, genetik,

faktor psikososial. 3,4

Gangguan obsesif kompulsif mencakup pola obsesi atau kompulsi yang

berulang-ulang, atau kombinasi keduanya.5 Obsesi adalah aktivitas mental seperti

pikiran, perasaan, ide, impuls yang berulang dan intrusif. Kompulsi adalah pola

perilaku tertentu yang berulang dan disadari seperti menghitung, memeriksa dan

menghindar. Tindakan kompulsi merupakan usaha untuk meredakan kecemasan

4
yang berhubungan dengan obsesi namun tidak selalu berhasil meredakan

ketegangan.3 Gangguan obsesif kompulsif dapat dianggap sebagai gangguan yang

menyebabkan ketidakberdayaan, karena obsesi biasanya akan muncul cukup

sering sehingga mengganggu kehidupan sehari-hari atau menimbulkan distress

yang signifikan.5

Gejala obsesi yang paling banyak terjadi berkaitan dengan pola gejala

kontaminasi, keraguan patologis, pikiran mengganggu dan simetri.4,6 Kondisi

heterogen penderita dapat bermanifestasi ke dalam berbagai bentuk perilaku,

seperti kegiatan yang berulang-ulang, tidak berarti, dan sulit untuk diatasi. Orang-

orang yang mengalami ini menyadari bahwa yang mereka lakukan merupakan hal

yang tidak biasa dan tidak beralasan, tetapi mereka merasa dipaksa untuk

melakukannya agar mengurangi kecemasan atau mencegah pikiran-pikiran buruk.

Obsesi dan kompulsif merupakan sumber penderitaan dan rasa malu bagi

penderita, yang dapat membuat mereka bersembunyi dari kehidupan sosial.2

Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan yang lazim diderita oleh

orang yang minder dan merasa dirinya tidak aman, yang kaku dan mudah merasa

bersalah dan yang mudah merasa terancam. Merupakan salah satu gangguan yang

paling sulit ditangani. Walaupun berbagai intervensi dapat mengakibatkan

perbaikan yang signifikan, kecendrungan obsesif kompulsif biasanya tetap ada

hingga satu titik tertentu, walaupun dalam kontrol yang lebih besar dan dengan

penampakan yang lebih sedikit dalam gejala hidup pasien.5

Oleh karena hal tersebut diatas, maka makalah ini bertujuan untuk

memberi tambahan pengetahuan mengenai gangguan obsesif kompulsif mulai dari

5
definisi, epidemiologi, etiologi, diagnosis, diagnosis banding, gejala klinis,

penanganan, dan prognosis.

6
BAB 2

TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi

Gangguan obsesif kompulsif digambarkan sebagai pikiran dan tindakan

yang berulang yang menghabiskan waktu yang menyebabkan distress dan

hendaya bermakna.3 Gangguan obsesif-kompulsif mencakup pola obsesi atau

kompulsi yang berulang-ulang, atau kombinasi keduanya.5

Obsesi adalah pikiran, perasaan, gagasan, atau sensasi yang berulang dan

mengganggu. Sedangkan kompulsi adalah perilaku yang disadari, standar, dan

berulang seperti menghitung, memeriksa, atau menghindar.3 Menurut Durand &

Barlow, dalam Intisari Psikopatologi, Obsesi adalah pikiran-pikiran, bayangan-

bayangan atau dorongan-dorongan intrusive dan kebanyakan tidak masuk akal

yang dicoba ditolak atau dieliminasi oleh individu, sedangkan kompulsi adalah

pikiran-pikiran atau tindakan-tindakan yang digunakan untuk menekan obsesi dan

membuat individu merasa lega.2,4

Menurut teori kognitif-perilaku, yang membedakan orang yang mengalami

gangguan obsesif kompulsif dengan yang tidak adalah dalam hal kemampuan

untuk menghentikan pikiran-pikiran yang negatif dan mengganggu. Orang yang

tidak mempunyai gangguan obsesif kompulsif mampu menghentikan pikiran-

pikiran yang negatif dan mengganggu tersebut dengan mengabaikan atau

menghilangkan, dan membiarkannya berlalu dengan waktu.7

7
2.2 Epidemiologi

Jumlah penderita gangguan obsesif kompulasif di suatu populasi atau

masyarakat tidaklah besar. Dibanding gangguan kecemasan lain misalnya fobia

sosial, fobia spesifik, dan gangguan kecemasan menyeluruh, prevalensinya relatif

lebih kecil, yaitu 2% sampai 3%.8

Sebagian besar gangguan mulai pada saat remaja atau dewasa muda (umur

18-24 tahun), tetapi bisa terjadi pada masa kanak. Perbandingan antara laki-laki

dan perempuan sama. Penyebab gangguan bersifat multifaktorial, yaitu antara

faktor biologik, genetik, faktor psikososial.3

2.3 Etiologi

a. Faktor Biologis

Beberapa percobaan klinis mencoba mendukung hipotesis bahwa

adanya disregulasi serotonin terlibat dalam pembentukan obsesi dan

kompulsi pada gangguan ini dan ada juga yang melibatkan adanya

disfungsi noradrenergik pada OCD.

Beberapa pakar berpendapat bahwa ada hubungan positif antara

infeksi streptokokus dan gangguan obsesif kompulsif. Infeksi

Streptokokus β-hemolitikus grup A dapat menyebabkan demam rematik,

dan sekitar 10-30% pasien juga mengalami syndenham’s chorea dan

gangguan obsesif kompulsif genetik juga diduga berpengaruh untuk

terjadinya gangguan obsesif kompulsif dimana ditemukan perbedaan yang

bermakna antara kembar monozigot dan dizigot.1,4

8
b. Faktor perilaku

Menurut teori, obsesi adalah stimulus yang terkondisi. Sebuah

stimulus yang relatif netral diasosiasikan dengan rasa takut atau cemas

melalui proses pengondisian responden yaitu dengan dihubungkan dengan

peristiwa-peristiwa yang menimbulkan rasa cemas atau tidak nyaman.

Kompulsi terjadi dengan cara yang berbeda. Ketika seseorang menyadari

bahwa perbuatan tertentu dapat mengurangi kecemasan akibat obsesif,

Orang tersebut mengembangkan suatu strategi penghindaran aktif dalam

bentuk kompulsi atau ritual untuk mengendalikan kecemasan tersebut.

Secara perlahan, karena efeknya dalam mengurangi kecemasan, strategi

penghindaran ini menjadi suatu pola tetap dalam kompulsi.4

c. Faktor Psikososial

Faktor psikososial sendiri dikaitkan dengan faktor kepribadian dan

psikodinamik. OCD berbeda dengan kepribadian obsesif kompulsif.

Sebagian besar seseorang yang menderita OCD tidak memiliki gejala

kompulsif premorbid dan ciri kepribadian seperti itu tidak cukup untuk

menimbulkan OCD. Hanya sekitar 15 – 35 % pasien OCD memiliki

obsessional premorbid.4

Riset menunjukkan bahwa OCD dapat dicetuskan oleh sejumlah

stresor lingkungan, khususnya yang melibatkan kehamilan, kelahiran anak,

atau perawatan anak oleh orang tua. Dengan mengetahui stressor, dapat

9
membantu klinisi dalam perencaan terapi keseluruhan yang mengurangi

angka kejadian stess.4

Stresor keluarga yakni berkaitan dengan pola asuh orang tua yang

perfeksionis dan otoriter diduga menjadi salah satu penyebab terjadinya

gangguan kecemasan, obsesif kompulsif. Dan depresi sampai keinginan

untuk bunuh diri.9

2.4 Gambaran Klinis

Pada umumnya obsesi dan kompulsi mempunyai gambaran tertentu seperti:

 Suatu ide atau impuls yang memaksakan dirinya secara paksa dan

menetap ke dalam kesadaran seseorang.

 Suatu ketakutan dan rasa cemas yang disertai manifestasi sentral dan

seringkali menyebabkan orang melakukan tindakan kebalikan yang

melawan gagasan atau impuls awal.

 Obsesi dan kompulsi adalah asing bagi ego (ego-alien), yaitu dialami

sebagai suatu yang asing bagi pengalaman seseorang tentang dirinya

sendiri sebagai makhluk psikologis.

 Tanpa memperhatikan secara jelas obsesi atau kompulsi tersebut, orang

biasanya menyadarinya sebagai hal abstrak dan tidak masuk akal.

 Orang yang menderita akibat obsesi dan kompulsi biasanya merasakan

suatu dorongan yang kuat untuk menahannya.

10
Gejala klinis pasien gangguan obsesif kompulsif kadang tumpang tindih dan

mungkin berubah sewaktu-waktu tetapi OCD sendiri mempunyai empat pola

gejala yang paling sering ditemui, yaitu:

1. Kontaminasi

Obsesi akan kontaminasi biasanya diikuti oleh pembersihan atau

kompulsi menghindar dari suatu objek yang dirasa terkontaminasi. Pasien

mungkin mengelupas kulit tangan dan mencuci secara berlebihan

tangannya. Pasien dengan obsesi kontaminasi biasanya yakin bahwa

kontaminasi disebarkan dari objek ke objek atau dari orang ke orang

bahkan dari kontak kecil. Objek yang ditakuti biasanya sulit untuk

dihindari, misalnya feces, urine, debu, atau kuman.

2. Keraguan Patologis

Obsesi ini biasanya diikuti oleh kompulsi pemeriksaan berulang. Pasien

memiliki keraguan obsesif dan merasa selalu merasa bersalah tentang

melupakan sesuatu atau melakukan sesuatu dapat melibatkan sesuatu

yang bahaya kekerasan (lupa mematikan kompor, lupa mengunci pintu).

3. Pemikiran yang Mengganggu

Obsesi tanpa suatu kompulsi ini biasanya meliputi pikiran berulang

tentang tindakan agresif atau seksual yang salah oleh pasien.

11
4. Simetri

Kebutuhan untuk simetri atau ketepatan akan menimbulkan kompulsi

kelambanan. Pasien membutuhkan waktu berjam-jam untuk

menghabiskan makanan atau bercukur.4

Pola Gejala Lain :

Obsesi dan kompulsi yang religious memiliki manifestasi yang

mirip dengan manifestasi pada pasien dengan OCD. Trikotilomania

(kompulsi menarik-narik rambut) dan menggigit-gigit kuku dapat

merupakan kompulsi yang terkait dengan OCD.4

Status Mental:

Pada pemeriksaan status mental, pasien dengan OCD memiliki

gejala depresif yang signifikan. Sejumlah pasien OCD mempunyai ciri

khas yang mengesankan gangguan kepribadian obsesif kompulsif dan

sebagian lagi tidak. Pasien yang terutama laki-laki memiliki angka

membujang yang lebih tinggi dari rata-rata. Pasien dengan menikah

memiliki angka perpisahan yang lebih besar dari biasa.4

Beberapa contoh gejala yang berhubungan dengan gangguan

obsesif-kompulsif adalah sebagai berikut :

12
OBSESI KOMPULSI

Perhatian terhadap kebersihan Ritual mandi, mencuci, dan

(kotoran, kuman, kontaminasi) membersihkan badan berlebihan

Ritual mengatur posisi berulang-


Perhatian terhadap ketepatan
ulang

Perhatian terhadap sekresi tubuh Ritual menghindari kontak dengan

(ludah, feces, urin) sekret tubuh, menghindari sentuhan

Ritual keagamaan yang berlebihan


Obsesi religious
(berdoa sepanjang hari)

Obsesi seksual (nafsu terlarang atau Ritual berhubungan seksual yang

tindakan seksual yang agresif) kaku

Ritual berulang (pemeriksaan tanda


Obsesi terhadap kesehatan (sesuatu
vital berulang, diet yang terbatas,
yang buruk akan terjadi dan
mencari informasi tentang
menimbulkan kematian)
kesehatan dan kematian)

Pemeriksaan pintu, kompor,


Obsesi ketakutan (menyakiti diri
gembok, dan rem darurat berulang-
sendiri atau orang lain)
ulang

Tabel 2.1 Gejala yang berhubungan obsesif kompulsif


Dikutip dari kepustakaan 4

13
2.5 Diagnosis

Pedoman diagnosis menurut PPDGJ III:

1. Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan

kompulsif, atau kedua-duanya, harus ada hampir setiap hari selama

sedikitnya dua minggu berturut-turut. Hal tersebut merupakan sumber

penderitaan (distress) atau mengganggu aktivitas penderita.

2. Gejala-gejala obsesif harus mencakup hal-hal berikut:

a. Harus disadari sebagai pikiran atau impuls diri sendiri.

b. Sedikitnya ada satu pikiran atau tindakan yang tidak berhasil

dilawan meskipun ada lainnya yang tidak lagi dilawan oleh

penderita.

c. Pikiran untuk melakukan tindakan tersebut di atas bukan

merupakan hal yang memberi kepuasan atau kesenangan

(sekedar perasaan lega dari ketegangan atau anxietas, tidak

dianggap sebagai kesenangan seperti dimaksud di atas.

d. Gagasan, bayangan pikiran, atau impuls tersebut harus

merupakan pengulangan yang tidak menyenangkan

(unpleasantly repetitive).

3. Ada kaitan erat antara gejala obsesif, terutama pikiran obsesif, dengan

depresi. Penderita gangguan obsesif kompulsif seringkali juga

menunjukkan gejala depresif, dan sebaliknya penderita gangguan

depresi berulang dapat menunjukkan pikiran-pikiran obsesif selama

episode depresifnya. Dalam berbagai situasi dari kedua hal tersebut,

14
meningkat atau menurunnya gejala depresif umumnya dibarengi secara

paralel dengan perubahan gejala obsesif. Bila terjadi episode akut dari

gangguan tersebut, maka diagnosis diutamakan dari gejala-gejala yang

timbul lebih dahulu. Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan

hanya bila tidak ada gangguan depresif pada saat gejala obsesif

kompulsif tersebut timbul. Bila dari keduanya tidak adayang menonjol,

maka baik menganggap depresi sebagai diagnosis yang primer. Pada

gangguan menahun maka prioritas diberikan pada gejala yang paling

bertahan saat gejala yang lain menghilang.

4. Gejala obsesif ”sekunder” yang terjadi pada gangguan skizofrenia,

sindrom Tourette, atau gangguan mental organk, harus dianggap

sebagai bagian dari kondisi tersebut.10

F42.0 Predominan Pikiran Obsesif atau Pengulangan

Pedoman Diagnostik:

1. Keadaan ini dapat berupa gagasan, bayangan pikiran, atau impuls

(dorongan perbuatan), yang sifatnya mengganggu (ego alien)

2. Meskipun isi pikiran tersebut berbeda-beda, umumnya hampir selalu

menyebabkan penderitaan (distress) 10

F42.1 Predominan Tindakan Kompulsif (obsesional ritual)

Pedoman Diagnostik:

1. Umumnya tindakan kompulsif berkaitan dengan kebersihan

(khususnya mencuci tangan), memeriksa berulang untuk meyakinkan

15
bahwa suatu situasi yang dianggap berpotensi bahaya terjadi, atau

masalah kerapian dan keteraturan. Hal tersebut dilatarbelakangi

perasaan takut terhadap bahaya yang mengancam dirinya atau

bersumber dari dirinya, dan tindakan ritual tersebut merupakan ikhtiar

simbolik dan tidak efektif untuk menghindari bahaya tersebut.

2. Tindakan ritual kompulsif tersebut menyita banyak waktu sampai

beberapa jam dalam sehari dan kadang-kadang berkaitan dengan

ketidakmampuan mengambil keputusan dan kelambanan.10

F42.2 Campuran Pikiran dan Tindakan Obsesif

Pedoman Diagnostik

1. Kebanyakan dari penderita obsesif kompulsif memperlihatkan pikiran

obsesif serta tindakan kompulsif. Diagnosis ini digunakan bialmana

kedua hal tersebut sama-sama menonjol, yang umumnya memang

demikian.

2. Apabila salah satu memang jelas lebih dominan,sebaiknya dinyatakan

dalam diagnosis F42.0 atau F42.1. hal ini berkaitan dengan respon

yang berbeda terhadap pengobatan. Tindakan kompulsif lebih

respondif terhadap terapi perilaku.10

F42.8 Gangguan Obsesif Kompulsif Lainnya

F42.9 Gangguan Obsesif Kompulsif YTT

Sedangkan menurut DSM V, seseorang dikatakan OCD apabila memenuhi kriteria

sebagai berikut :

16
1. Pikiran, dorongan atau gambaran yang berulang terus menerusyang

dialami pada suatu waktu selama gangguan yang sifatnya mengganggu dan

tidak diinginkan, dan bagi kebanyakan individu menyebabkan kecemasan

atau tekanan yang nyata.


2.
Individu mencoba menekan dan mengabaikan pikiran, dorongan atau

gambaran tersebut untuk menetralisirnya dengan berbagai pikiran lain atau

tindakan (yaitu dengan melakukan kompulsi).10

2.6 Diagnosis Banding

Beberapa diagnosis banding gangguan obsesif kompulsif:

1. Keadaan Media

Persyaratan diagnostik DSM-IV-TR pada distress pribadi dan gangguan

fungsional membedakan OCD dengan pikiran dan kebiasaan yang

sedikit berlebihan atau biasa. Gangguan neurologis utama untuk

dipertimbangkan dalam diagnosis banding adalah gangguan Tourette,

gangguan “tik” lainnya, epilepsi lobus temporalis, dan trauma serta

komplikasi pasca ensefalitis.4

2. Gangguan Tourette

Gejala khas gangguan Tourette adalah tik motorik dan vokal yang

sering terjadi bahkan setiap hari. Gangguan Tourette dan OCD

memiliki hubungan dan gejala serupa. Sekitar 90% orang dengan

gangguan Tourette memiliki gejala kompulsif dan sebanyak 2 pertiga

memenuhi kriteria diagnosis OCD4

17
Pertimbangan psikiatri utama di dalam diagnosis banding OCD adalah

skizofrenia, gangguan kepribadian obsesif kompultif, fobia dan

gangguan depresif. OCD biasanya dapat dibedakan dengan skizofrenia

yaitu tidak adanya gejala skizrofrenik lain. Sifat gejala yang kurang

bizar, dan tilikan pasien terhadap gangguannya. Gangguan kepribadian

obsesif kompulsif tidak memiliki derajat hendaya fungsional terkait

dengan OCD. Fobia dibedakan yaitu tidak ada hubungan antara pikiran

obsesif dan kompulsi. Gangguan depresi berat kadang-kadang dapat

disertai gejala obsesif tetapi pasien yang hanya dengan OCD gagal

memenuhi kriteria diagnosa depresif berat.4

3. Keadaan psikiatri lain yang terkait dengan OCD adalah hipokondriasis,

gangguan dismorfik tubuh, dan mungkin gangguan impuls lain seperti

kleptomania dan judi patologis. Pada semua gangguan ini pasien

memiliki pikiran berulang atau perilaku berulang.4

2.7 Penatalaksanaan

Mengingat faktor utama penyebab gangguan obsesif-kompulsif adalah

faktor biologis, maka pengobatan yang disarankan adalah pemberian farmako

terapi dan terapi perilaku. Studi yang terkontrol dengan baik menemukan bahwa

farmakoterapi, terapi perilaku, atau kombinasi keduanya sama efektif dalam

mengurangi gejala pasie OCD secara signifikan.4

18
a. Farmakoterapi

Pendekatan standarnya adalah memulai dengan SSRI atau clomipramine

(Anafranil) dan kemudian berpindah ke strategi farmakologik lain. Obat

serotonergic meningkatkan persentase pasien memberikan respons

terhadap terapi kisaran 50-70%.4

1. SSRI

Obat medis yang digunakan dalam pengobatan OCD seperti; Selective

serotonin reuptake inhibitors (SSRI), jenis obat SSRI ini adalah

Fluoxetine (Prozac), sertraline (Zoloft), escitalopram (Lexapro),

paroxetine (Paxil), dan citalopram (Celexa). Sebagian besar pasien

diberikan dosis rendah diawal terapi karena SSRI dapat menyebabkan

gangguan tidur, mual dan diare, sakit kepala, dan kegelisahan. Namun

efek samping ini sering bersifat semetara dan umumnya tidak terlalu

menyulitkan dibanding efek samping obat trisklik seperti clomipramine.

Dosis tinggi dapat diberikan untuk memberikan efek yang lebih efektif,

seperti fluoxetine 80 mg/hari bagi pasien dengan toleransi yang cukup

baik terhadap efek samping obat.4

2. Clomipramine

Dari semua obat trisiklik dan tetrasiklik, clomipramine adalah obat yang

paling selektif untuk reuptake serotonin versus reuptake noreprineprin,

dan dalam hal ini hanya dilebihi oleh SSRI. Potensi reuptake serotonin

oleh clomipramine dilampaui hanya oleh sertralin dan paroksetin.

Clomipramine adalah obat pertama yang disetujui U.S FDA untuk

19
terapi OCD. Clomipramine biasanya dimulai dengan dosis 25 sampai

50 mg sebelum tidur dan dapat ditingkatkan dengan peningkatan 25 mg

sehari setiap dua sampai tiga hari, sampai dosis maksimum 250 mg

sehari atau tampak efek samping yang membatasi dosis. Karena

Clomipramine adalah suatu obat trisiklik, obat ini disertai dengan efek

samping berupa sedasi, hipotensi, disfungsi seksual dan efek samping

antikolinergik, seperti mulut kering. Clomipramine dinilai baik bagi

terapi OCD terhadap anak-anak dan remaja (usia 0-17 tahun).4

3. Obat lain

Jika pengobatan dengan Clomipramine atau SSRI tidak berhasil,

banyak ahli terapi menambahkan lithium (Eskalith). Obat lain yang

dapat digunakan dalam pengobatan gangguan obsesif kompulsif adalah

inhibitor monoamin oksidase (MAOI = monoamine oxidase inhibitor),

khususnya Phenelzine (Nardil). Agen farmakologis lain untuk pasien

yang tidak responsif mencakup buspiron (BuSpar), 5-hidroksitriptamin

(5-HT), triptofan, dan klonazepam (klonopin).4 Hasil klinis terbaik

didapatkan ketika SSRI/Clomipramine dikombinasikan dengan terapi

perilaku.

b. Psikoterapi

Psikoterapi suportif secara pasti memiliki tempat, terutama pada pasien

OCD yang walaupun gejalanya memiliki keparahan yang beragam,

mampu berkerja dan melakukan penyesuaian sosial. Dengan kontak

regular dan terus menerus dengan orang yang professional, tertarik,

20
simpatik, dan memberi semagat, pasien mungkin mampu berfungsi dengan

bantuan ini.4

1. Terapi perilaku dan kognitif

Terapi perilaku dapat dilakukan di lingkungan rawat inap maupun

rawat jalan. Pendekatan perilaku yang penting dalam OCD adalah

pajanan dan pencegahan respon. Desensitasi, penghentian pikiran,

pembanjiran dan aversive conditioning juga telah digunakan padapasien

OCD. Didalam terapi perilaku, pasien harus benar-benar berkomitmen

terhadap perbaikan.4

Terapi perilaku dan kognitif telah banyak dilakukan diberbagai

masalah gangguan kepribadian seperti yang telah terbukti efektifitasnya

dengan obat-obatan.11 Teknik yang umumnya diterapkan untuk

mengatasi gangguan obsesif-kompulsif adalah exposure with response

prevention.12

Pasien dihadapkan pada situasi dimana ia memiliki keyakinan

bahwa ia harus melakukan tingkah laku ritual yang biasa dilakukannya

namun mereka cegah untuk tidak melakukan ritual itu. Jika pasien dapat

mencegah untuk tidak melakukan ritual tersebut dan ternyata sesuatu

yang mengerikannya tidak terjadi, hal ini dapat membantu dalam

mengubah keyakinan individu akan tingkah laku ritual. Teknik

exposure with response prevention dalam penerapannya biasanya

disertai dengan restrukturisasi kognitif, latihan relaksasi dan

modeling.13

21
c. Terapi lain

Terapi keluarga seringkali berguna dalam mendukung keluarga,

membantu menurunkan percekcokan perkawinan yang disebabkan

gangguan, dan membangun ikatan terapi dengan anggota keluarga untuk

kebaikan pasien. Terapi kelompok berguna sebagai sistem pendukung bagi

beberapa pasien.4

2.8 Prognosis

Lebih dari setengah pasien dengan gangguan obsesif kompulsif

memiliki onset gejala yang tiba-tiba. Kira-kira 50 sampai 70 persen pasien

memiliki onset gejala setelah suatu peristiwa yang menyebabkan stres, seperti

kehamilan, masalah seksual, dan kematian seorang sanak saudara. Karena banyak

pasien tetap merahasiakan gejalanya, mereka seringkali terlambat 5 sampai 10

tahun sebelum pasien datang ke psikiater, walaupun keterlambatan tersebut

kemungkinan dipersingkat dengan meningkatkan kesadaran akan gangguan

tersebut diantara orang awam dan profesional. Perjalanan penyakit biasanya lama

tetapi bervariasi. Beberapa pasien mengalami penyakit yang berfluktuasi, dan

pasien lain mengalami penyakit yang konstan.4

Kira-kira 20 sampai 30 % pasien dengan gangguan obsesif kompulsif

memiliki gangguan depresif berat, dan bunuh diri adalah risiko bagi semua pasien

dengan gangguan obsesif kompulsif. Suatu prognosis buruk ditunjukkan dengan

menyerah (bukannya menahan) pada kompulsi, onset pada masa anak-anak,

kompulsi yang aneh (bizzare), perlu perawatan di rumah sakit, gangguan depresif

berat yang menyertai, kepercayaan waham, adanya gagasan yang terlalu dipegang

22
(overvalued)-yaitu penerimaan obsesi dan kompulsi, dan adanya gangguan

kepribadian (terutama gangguan kepribadian skizotipal). Prognosis yang baik

ditandai oleh penyesuaian sosial dan pekerjaan yang baik, adanya peristiwa

pencetus, dan suatu sifat gejala yang episodik. Isi obsesional tampaknya tidak

berhubungan dengan prognosis.4

23
BAB III

KESIMPULAN

Gangguan obsesif kompulsif adalah gangguan cemas, dimana pikiran

seseorang dipenuhi oleh gagasan-gagasan yang menetap dan tidak terkontrol, dan

ia dipaksa untuk melakukan tindakan tertentu berulang-ulang, sehingga

menimbulkan stress dan mengganggu fungsinya dalam kehidupan sehari-hari.

Prevalensi penderita gangguan ini adalah sekitar 2-3% dari populasi, dengan

jumlah penderita perempuan sama banyak dengan laki-laki.

Untuk menegakkan diagnosis pasti, gejala-gejala obsesif atau tindakan

kompulsif, atau kedua-duanya harus ada hampir setiap hari selama sedikitnya dua

minggu berturut-turut. Diagnosis gangguan obsesif kompulsif ditegakkan hanya

bila tidak ada gangguan depresi pada saat gejala obsesif kompulsif tersebut

timbul. Bila dari keduanya tidak ada yang menonjol, maka lebih baik menganggap

depresi sebagai diagnosis yang primer.

Beberapa faktor berperan dalam terbentuknya gangguan obsesif-kompulsif

diantaranya adalah faktor biologi seperti neurotransmiter, genetika, faktor perilaku

dan

Penanganan pasien dengan gangguan obsesif kompulsif dapat berupa

psikofarmakologi, cognitive-behavioral therapies, psikoterapi maupun terapi

lainnya. Prognosis pasien gangguan obsesif kompulsif dapat baik dan buruk.

Prognosis buruk bila terjadi pada usia anak-anak, terdapat depresi berat serta

adanya kepercayaan waham. Sedangkan baik bila kehidupan sosial dan pekerjaan

baik, adanya stressor dan gejala yang bersifat periodik.

24
25
DAFTAR PUSTAKA

1. Alvarenga, Pedro Gomes de., et al. (2012). IACAPAP Textbook of Child

and Adolescent Mental Health. Sao Paulo, Brazil.

2. Videbeck, Sheila L., et al. (2011). Psychiatric-Mental Health Nursing,

Fifth Edition. Wolters Kluwer Health | Lippincott Williams & Wilkins.

3. Noorhana S. W. (2013). Buku Ajar Psikiatri: Gangguan Obsesif

Kompulsif. Edisi II, Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia; Jakarta

Bab 19. Page 273-276.

4. Kaplan H. I, Saddock B.J, Grabb J.A. (2014). Buku Ajar Psikiatri Klinis.

Edisi 7. Jilid 2. Lippincott Williams and Wilkins. Philadelphia.

5. Nevid, J.S. Rathus, S.A. & Green, E.B. (2003). Psikologi abnormal. Edisi

kelima. Jilid 1. Terjemahan. Erlangga. Jakarta.

6. Sadock B.J. and Sadock V.A (eds). (2003). Kaplan and Sadock’s Synopsis

of Psychiatry, Behavioral Sciences/Clinical Psychiatry, Lippincott

Williams and Wilkind., 9th Ed. London.

7. Suryaningrum C. (2013). Cognitive Behavior Therapy (CBT) Untuk

Mengatasi Gangguan Obsesif Kompulsif. Jurnal Ilmiah Psikologi Terapan.

Universitas Muhammadiyah Malang. Jawa Timur. Vol 01, No. 01.

8. American Psychiatric Association. (2000). Diagnostic and statistical

manual of mental disorders. Fourth Edition. Washington, DC.

9. Kiara R. Timpano, et al. (2010). Parenting and Obsessive Compulsive

Symptoms: Implication of Autoritarian Parenting. Journal of Cognitive

Psychoterapy. An International Quaterly. Volume 24, No 3.

26
10. Kadir, Rusdi. (2013). Buku Saku Diagnosis Gangguan Jiwa, Rujukan

Ringkas dari PPDGJ III dan DSM-V. FK UNIKA Atma Jaya. Jakarta.

11. Wright J.H. (2006). Cognitive Behavior Therapy: Basic Principles and

Recent Advences. The journal of lifelong Learning in Physiciatry. Vol 4.

No. 2.

12. Holmes, D.S. (1997). Abnormal psychology. Third Edition. New York:

Addison-Wesley Educational Publisher Inc.

13. Nolen-Hoeksema, S. (2001). Abnormal psychology. Second Edition. New

York: McGraw-Hill.

27
LAPORAN KASUS
SKIZOFRENIA PARANOID (F20.0)
I. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. DS
Umur : 54 Tahun
Jenis Kelamin : Perempuan
Tempat/ tanggal Lahir : 31 Desember 1964
Agama : Islam
Suku : Bugis
Status Pernikahan : Menikah
Pendidikan Terakhir : SD kelas 3
Pekerjaan : IRT
Diagnosis Sementara : Skizofrenia Paranoid (F20.0)
Pasien datang ke UGD Jiwa RSKD pada tanggal 21 Juni 2018 untuk pertama
kalinya diantar oleh keluarga.

II. RIWAYAT PSIKIATRI


Diperoleh dari catatan medis, autoanamnesis dan alloanamnesis dari :
Nama : Ny. N
Jenis kelamin : Perempuan
Usia : 64 tahun
Alamat : Mamuju
Hubungan dengan pasien : Kakak
A. Keluhan Utama
Gelisah
B. Riwayat Gangguan Sekarang
a. Keluhan dan Gejala
Seorang wanita 54 tahun datang ke RSKD untuk yang pertama
kalinya, diantar oleh keponakannya dengan keluhan gelisah sejak ± 2
minggu yang lalu. Pasien juga sering berjalan mondar-mandir, pernah
beberapa kali memanjat-manjat pohon. Pasien juga mencurigai

28
keluarganya ingin membunuhnya dan meracuninya sehingga pasien
tidak ingin makan makanan yang sudah dimasakkan. Pasien kesulitan
untuk tidur, saat malam pasien mengoceh sendiri terkadang berdzikir
dengan histeris.
Pasien merasa ada yang mengikutinya dan berniat untuk
membunuhnya. Pasien juga sering menyebut nama tetangganya yang
juga merupakan keponakannya, mengatakan tetangganya tersebut
berniat untuk membunuhnya. Pasien merasa diguna-gunai oleh
tetangganya. Pasien pernah menumpang listrik namun tetangganya
mencabutnya hingga saat itu, pasien mulai jengkel dengan
tetangganya. Pasien mengatakan tetangganya harus mati.
Awal perubahan perilaku dimulai sejak ± 3 bulan yang lalu. Saat
itu pasien mulai bicara tidak jelas, mudah tersinggung dan sering
marah-marah. Setelah itu pasien mulai keluyuran namun masih bisa
pulang sendiri. Sebelumnya, suami pasien harus di operasi
pengangkatan tumor kelenjar yang menghabiskan banyak uang hingga
bangkrut demi pengobatan suaminya. Pasien akhirnya dibawa ke
mamuju selama dua minggu dirumah keponakan. Saat itu pasien mulai
membaik dan gelisah yang dirasakannya tidak separah sebelumnya.
Namun, awal bulan puasa pasien kembali gelisah dan berbicara
sendiri. Pasien mengatakan mendengar suara nabi musa dan nabi
Muhammad.
Keluarga pasien memutuskan untuk membawa pasien kembali ke
mamuju namun saat berada di Mamuju tidak mengalami perubahan.
Pasien belum pernah berobat ke dokter sebelumnya tapi pernah
berobat ke dukun namun tidak ada perbaikan.
Sebelum tiba di Makassar, pasien mendapat pengobatan diazepam
1 tablet dan CPZ ¼ tablet.
b. Hendaya dan disfungsi
 Hendaya sosial (+)
 Hendaya pekerjaan (+)

29
 Hendaya gangguan waktu senggang (+)
c. Faktor stress psikososial
Suami pasien harus di operasi pengangkatan tumor kelenjar yang
menghabiskan banyak uang hingga bangkrut demi pengobatan
suaminya.
d. Hubungan gangguan sekarang dengan riwayat fisik dan psikis
sebelumnya :
 Riwayat infeksi (+) tifoid hingga keluar darah dari anus.
 Riwayat trauma (-)
 Riwayat kejang (-)
 Riwayat merokok (-)
 Riwayat alkohol (-)
 Riwayat NAPZA (-)

C. Riwayat Gangguan Sebelumnya


1. Riwayat gangguan medis umum : 20 tahun yang lalu pasien pernah
mencong selama 2 minggu namun membaik sendiri.
2. Riwayat penggunaan zat psikoaktif : tidak ada riwayat penggunaan zat
psikoaktif.
3. Riwayat gangguan psikiatri sebelumnya : tidak ada riwayat gangguan
psikiatri sebelumnya.

D. Riwayat kehidupan pribadi


1. Riwayat Prenatal dan Perinatal
Pasien lahir normal, cukup bulan, ditolong oleh dukun, pada
tanggal 31 Desember 1964. Berat badan lahir normal. Sejak pasien
dilahirkan pasien mendapatkan ASI. Pada saat bayi, pasien tidak pernah
mengalami demam tinggi maupun kejang.
2. Riwayat Masa Anak
Di usia ini, pasien diasuh oleh kedua orang tua, pasien tumbuh dan
berkembang seperti anak lain seusianya. Pasien tidak mengalami

30
keterlambatan dalam perkembangan. Pasien mendapatkan ASI hingga
usia 6 bulan.
3. Riwayat Masa Remaja
Pasien bersekolah hingga kelas 3 SD berhenti bersekolah karena
ingin membantu orang tuanya disawah.
4. Riwayat Masa Dewasa
a. Riwayat pekerjaan : IRT
b. Riwayat pernikahan : Menikah
c. Riwayat Agama : Islam

E. Riwayat Kehidupan Keluarga


Pasien adalah anak keenam dari enam bersaudara (♀,♂,♂,♀,♀,♀).

Keterangan :
: Laki-laki : Tinggal Serumah
: Perempuan : Meninggal
: Gangguan Jiwa : Pasien

Hubungan dengan keluarga sebelum sakit baik. Pasien saat ini tinggal
bersama suami dan anaknya (♂, 17). Tidak ada riwayat penyakit yang
sama dalam keluarga.

31
F. Situasi Sekarang
Pasien seorang ibu rumah tangga tinggal bersama suami dan
anaknya yang mengalami retardasi mentaal, sebelum sakit pasien berjualan
sembako. Sekarang pasien tidak berjualan lagi.

G. Persepsi Pasien tentang diri dan kehidupannya


Pasien merasa dirinya tidak sakit dan tidak membutuhkan obat
untuk mengobati dirinya.

III. PEMERIKSAAN FISIK DAN NEUROLOGI


A. Status Internus
Tekanan darah 130/80 mmHg, nadi 82 x/menit, pernapasan 20
x/menit, suhu 36,50C, konjungtiva tidak anemis, sklera tidak ikterus,
jantung, paru, abdomen dalam batas normal, ekstremitas atas dan bawah
tidak ada kelainan.
B. Status Neurologis
Kesadaran saat datang berada pada GCS 15 (E4M6V5). Gejala
rangsang selaput otak: kaku kuduk (-), kernig’s sign (-)/(-), pupil bulat dan
isokor 2,5 mm/2,5 mm, refleks cahaya langsung dan tidak langsung
(+)/(+), fungsi motorik dan sensorik keempat ekstremitas dalam batas
normal, tidak ditemukan refleks patologis.

IV. PEMERIKSAAN STATUS MENTAL


A. Deskripsi Umum
1. Penampilan
Tampak seorang wanita, wajah tampak sesui umur (54 tahun)
perawakan tubuh gemuk, kulit sawo matang, perawatan diri cukup,
mengenakan daster panjang bermotif bunga coklat, jilbab panjang
berwarna coklat.

32
2. Kesadaran
Berubah
3. Perilaku dan aktivitas psikomotor
Saat wawancara, pasien gelisah.
4. Pembicaraan
Spontan, lancar , intonasi biasa.
5. Sikap terhadap pemeriksa
Tidak kooperatif

B. Keadaan Afektif
1. Mood : Sulit dinilai
2. Afek : Hostile
3. Empati : Tidak dapat dirabarasakan

C. Fungsi Intelektual (Kognitif)


1. Taraf pendidikan : Sesuai tingkat SD
2. Daya konsentrasi : Baik
3. Orientasi :
 Waktu : Baik
 Tempat : Baik
 Orang : Baik
4. Daya ingat : Tidak terganggu
5. Pikiran Abstrak : Tidak terganggu
6. Bakat kreatif : Tidak ada
7. Kemampuan menolong diri sendiri : Terganggu

D. Gangguan Persepsi
1. Halusinasi : Halusinasi auditorik ada, pasien seringkali
mendengar suara bisikan Nabi Muhammad
dan Nabi Musa yang berkomentar,
mengejek, mengancam dan menyeluruh

33
2. Ilusi : Tidak ada
3. Depersonalisasi : Pasien merasa dikakinya ada kekuatan
mengendalikan sinar matahari kemudian
menjalar ke dadanya. Pasien merasa sakit
pada kaki, badan dan lehernya saat
kekuatan itu mumcul
4. Derealisasi : Tidak ada

E. Proses Berpikir
1. Arus Pikiran
 Produktivitas : Agak berlebih
 Kontinuitas : cukup relevan, namun lama
kelamaan asosiasi longgar
 Hendaya berbahasa : Tidak ada hendaya dalam berbahasa
2. Isi Pikiran
 Preokupasi : Tidak ada
 Gangguan isi pikiran :
o Waham persekutorik (+), pasien meyakini dirinya akan
dibunuh dan diracuni oleh keluarganya.

F. Pengendalian Impuls : Terganggu

G. Daya Nilai
1. Norma sosial : Terganggu
2. Uji daya nilai : Terganggu
3. Penilaian realitas : Terganggu

H. Tilikan (Insight)
Pasien tidak menyadari penyakitnya (Tilikan 1)

I. Taraf Dapat Dipercaya : Dapat dipercaya

34
V. IKHTISAR PENEMUAN BERMAKNA
Seorang wanita 54 tahun datang ke RSKD untuk yang pertama
kalinya, diantar oleh keponakannya dengan keluhan gelisah sejak ± 2 minggu
yang lalu. Pasien juga sering berjalan mondar-mandir, pernah beberapa kali
memanjat-manjat pohon. Pasien juga mencurigai keluarganya ingin
membunuhnya dan meracuninya sehingga pasien tidak ingin makan makanan
yang sudah dimasakkan. Pasien kesulitan untuk tidur, saat malam pasien
mengoceh sendiri terkadang berdzikir dengan histeris.
Pasien merasa ada yang mengikutinya dan berniat untuk
membunuhnya. Pasien juga sering menyebut nama tetangganya yang juga
merupakan keponakannya, mengatakan tetangganya tersebut berniat untuk
membunuhnya. Pasien merasa diguna-gunai oleh tetangganya. Pasien pernah
menumpang listrik namun tetangganya mencabutnya hingga saat itu, pasien
mulai jengkel dengan tetangganya. Pasien mengatakan tetangganya harus
mati.
Awal perubahan perilaku dimulai sejak ± 3 bulan yang lalu. Saat itu
pasien mulai bicara tidak jelas, mudah tersinggung dan sering marah-marah.
Setelah itu pasien mulai keluyuran namun masih bisa pulang sendiri.
Sebelumnya, suami pasien harus di operasi pengangkatan tumor kelenjar
yang menghabiskan banyak uang hingga bangkrut demi pengobatan
suaminya. Pasien akhirnya dibawa ke Mamuju selama dua minggu dirumah
keponakan. Saat itu pasien mulai membaik dan gelisah yang dirasakannya
tidak separah sebelumnya. Namun, awal bulan puasa pasien kembali gelisah
dan berbicara sendiri. Pasien mengatakan mendengar suara nabi musa dan
nabi Muhammad.
Keluarga pasien memutuskan untuk membawa pasien kembali ke
mamuju namun saat berada di Mamuju tidak mengalami perubahan. Pasien
belum pernah berobat ke dokter sebelumnya tapi pernah berobat ke dukun
namun tidak ada perbaikan.
Sebelum tiba di Makassar, pasien mendapat pengobatan diazepam 1
tablet dan CPZ ¼ tablet. Pada pemeriksaan status mental, pasien ditemukan

35
halusinasi auditorik (+), waham persekutorik, depersonalisasi. Ditemukan
hendaya dalam sosial, pekerjaan dan waktu senggang. Pasien memiliki
riwayat infeksi (tifoid hingga keluar darah dari anus). Pasien juga pernah
mengalami mulut mencong sekitar 20 tahun yang lalu namun sembuh sendiri
setelah dua minggu. Pasien terlihat gelisah dan nampak tidak kooperatif saat
diwawancara. Produktivitas arus pikir membanjir, cukup relevan namun
lama-kelamaan asosiasi longgar.

VI. EVALUASI MULTIAKSIAL (SESUAI PPDGJ III)


1. Aksis I
Berdasarkan Alloanamnesis dan Autoanamnesis yang didapatkan,
gejala umum yang bermakna yaitu pasien gelisah, bicara sendiri, sulit
tidur. Keadaan ini menimbulkan penderitaan (distress) pada diri dan
keluarganya serta terdapat hendaya (disability) pada fungsi psikososial
sehingga dapat disimpulkan bahwa pasien menderita gangguan jiwa.
Pada pemeriksaan status mental ditemukan hendaya berat dalam
menilai realita, dimana pasien menganggap dirinya tidak mengalami
keadaannya yang sakit dan merasa tidak membutuhkan pertolongan.
Hendaya berat berupa halusinasi auditorik, persekutorik dan hendaya
berat dalam fungsi sosial berupa ketidakmampuan membina relasi
dengan keluarga dan orang lain sehingga di golongkan menjadi
gangguan jiwa psikotik. Dari pemeriksaan interna dan neurologi
tidak ditemukan kelainan organik yang secara langsung
mempengaruhi fungsi otak sehingga digolongkan sebagai gangguan
jiwa psikotik non organik.
Pada pasien ini terdapat halusinasi audiotorik yaitu suara-suara
bisikan yang mengejek pasien, bisikan dari Nabi Muhammad dan
Nabi Musa yang berkomentar dan menyuruh, serta waham
persekutorik yakni pasien merasa keluarganya berniat untuk
membunuh dan meracuninya sehingga memenuhi gejala Skizofrenia

36
paranoid, sehingga pasien ini dapat didiagnosis berdasarkan PPDGJ
III sebagai Skizofrenia paranoid (F20.0)
2. Aksis II
Ciri kepribadian tidak khas.
3. Aksis III
Tidak ada diagnosis.
4. Aksis IV
Stressor psikososial : Masalah keluarga
(Suaminya mengalami tumor kelenjar dan harus segera dioperasi,
pasien bangkrut karena membantu biaya pengobatan suaminya)
5. Aksis V
GAF Scale 50-41 (Gejala berat, disabilitas berat).

VII. DAFTAR MASALAH


1. Organobiologik :
Tidak ditemukan adanya kelainan fisik yang bermakna, tetapi diduga
terdapat ketidakseimbangan neurotransmitter, maka pasien memerlukan
Farmakoterapi.
2. Psikologi :
Ditemukan adanya masalah psikologi berupa waham dan halusinasi
sehingga memerlukan psikoterapi.
3. Sosiologik :
Ditemukan adanya hendaya dalam bidang sosial dan penggunaan waktu
senggang sehingga perlu dilakukan sosioterapi.

VIII. RENCANA TERAPI


1. Farmakoterapi :
Haloperidol tab 1.5 mg/8 jam/oral
Chlorpromazine 100 mg 0-0-1
Lodomer Inj 1 amp/extra/IM (Bila gelisah)

37
2. Psikoterapi
Ventilasi: Memberikan kesempatan kepada pasien untuk menceritakan
keluhan dan isi hati serta perasaan sehingga pasien merasa lega.
3. Konseling
Memberikan penjelasan dan pengertian kepada pasien agar memahami
penyakitnya dan bagaimana cara menghadapinya.
4. Sosioterapi
Memberikan penjelasan kepada pasien, keluarga pasien dan orang-
orang di sekitarnya. Sehingga dapat menerima dan menciptakan
suasana lingkungan yang mendukung

IX. PROGNOSIS
Ad Vitam : Bonam
Ad Functionam : Dubia ad malam
Ad Sanationam : Dubia ad malam

X. FOLLOW UP
Memantau keadaan umum pasien serta perkembangan penyakitnya, selain itu
menilai efektivitas dan kemungkinan efek samping obat yang diberikan.

22 Juni 2018
S : Pasien tenang, tidur (+), makan (+), Pasien mengatakan terkadang masih
mendengar suara bisikan.
O : Kontak mata (+), Verbal (+)
Psikomotor : Masih gelisah
Verbalisasi : Spontan, lancar, intonasi meningkat
Afek : Meningkat
Gangguan persepsi : Halusinasi auditorik ada
Arus pikir : Cukup Relevan
Gangguan isi pikir : Waham persekutorik ada
A : Skizofrenia Paranoid (F20.0)

38
P : Haloperidol 1.5 mg/8 jam/oral
Chlorpromazine 100 mg/24 jam/oral (0-0-1)

XI. PEMBAHASAN
Psikosis adalah kumpulan gejala yang terjadi bersama-sama selama
periode waktu. Kebanyakan gejala yang menonjol dari psikosis adalah delusi
dan halusinasi di mana seseorang kehilangan sentuh dengan realitas, dan
memiliki kesulitan mengatakan perbedaan antara apa yang nyata dan apa
yang tidak. Psikosis dapat mempengaruhi cara seseorang berpikir, merasa dan
berperilaku5.
Skizofrenia adalah gangguan psikotik menetap yang mencakup
gangguan pada perilaku, pikiran, emosi dan persepsi. Skizofrenia adalah
gangguan psikotik yang kronik, pada orang yang mengalaminya tidak dapat
menilai realitas dengan baik dan pemahaman diri buruk. Orang-orang dengan
Skizofrenia menunjukkan kemunduran yang jelas dalam Pungsi pekerjaan
dan sosial. Mereka mungkin mengalami kesulitan mempertahankan
pembicaraan, membentuk pertemanan, mempertahankan pekerjaan, atau
memperhatikan kebersihan pribadi mereka. Namun demikian tidak ada satu
pola perilaku yang unik pada skizofrenia, demikian pula tidak ada satu pola
perilaku yang selalu muncul pada penderita skizofrenia. 1
Penderita skizofrenia mungkin menunjukkan waham, masalah dalam
pikiran asosiatif, dan halusinasi, pada satu atau lain waktu, namun tidak selalu
semua tampil pada saat bersamaan. Dalam beberapa kasus, Skizofrenia
menyerang manusia usia muda antara 15 hingga 30 tahun, tetapi serangan
kebanyakan terjadi pada usia 40 tahun ke atas. Skizofrenia bisa menyerang
siapa saja tanpa mengenal jenis kelamin, ras, maupun tingkat sosial ekonomi.
Skizofrenia tidak bisa disembuhkan sampai sekarang. Tetapi dengan
bantuan Psikiater dan obat-obatan, skizofrenia dapat dikontrol. Pemulihan
memang kadang terjadi, tetapi tidak bisa diprediksikan. Dalam beberapa
kasus, penderita menjadi lebih baik dari sebelumnya. Keringanan gejala
selalu nampak dalam 2 tahun pertama setelah penderita diobati, dan

39
berangsur-angsur menjadi jarang setelah 5 tahun pengobatan. Pada umur yang
lanjut, di atas 40 tahun, kehidupan penderita skizofrenia yang diobati akan
semakin baik, dosis obat yang diberikan akan semakin berkurang, dan
Prekuensi pengobatan akan semakin jarang.Peranan Psikolog juga sangat
penting dan mendukung penanganan penderita skizofrenia melalui
psikotherapy dengan CBT : Cognitive Behavior Therapy yang menggunakan
berbagai teknik.
Skizofrenia paranoid merupakan salah satu tipe dari enam jenis
Skizofrenia dalam Pedoman Penggolongan Diagnosis Gangguan Jiwa III
(PPDGJ-III) diberi kode diagnosis F20.0. Skizofrenia Paranoid merupakan
gangguan psikotik yang merusak yang dapat melibatkan gangguan yang khas
dalam berpikir (delusi), persepsi (halusinasi), pembicaraan, emosi dan
perilaku. Keyakinan irasional bahwa dirinya seorang yang penting (delusi
grandeur) atau isi pikiran yang menunjukkan kecurigaan tanpa sebab yang
jelas, seperti bahwa orang lain bermaksud buruk atau bermaksud
mencelakainya. Para penderita Skizofrenia tipe paranoid secara mencolok
tampak berbeda karena delusi dan halusinasinya, sementara keterampilan
kognitif dan afek mereka relatif utuh. Mereka pada umumnya tidak
mengalami disorganisasi dalam pembicaraan atau afek datar. Mereka
biasanya memiliki prognosis yang lebih baik dibandingkan penderita tipe
Skizofrenia lainnya.
Ciri utama skizofrenia tipe paranoid ini adalah adanya waham yang
mencolok atau halusinasi auditorik dalam konteks terdapatnya fungsi kognitif
dan afek yang relatif masih terjaga, sedangkan katatonik relatif tidak
menonjol. Waham biasanya adalah waham kejar atau waham kebesaran, atau
keduanya, tetapi waham dengan tema lain (misalnya waham cemburu,
keagamaan, atau somatisasi) mungkin juga muncul. Halusinasi juga biasanya
berkaitan dengan tema wahamnya.

40
Kriteria Diagnostik Skizofrenia Paranoid :
Memenuhi kriteria umum diagnosis skizofrenia yaitu harus ada
sedikitnya satu gejala berikut ini yang amat jelas (dan biasanya dua gejala atau
lebih, bila gejala-gejala itu kurang tajam atau kurang jelas) :
1) “Thought echo” = isi pikiran dirinya sendiri yang berulang atau bergema
dalam kepalanya (tidak keras), dan isi pikiran ulangan, walaupun isinya.
“Thought insertion or withdrawal” = isi pikiran yang asing dari luar masuk ke
dalam pikirannya (insertion) atau pikirannya diambil keluar oleh sesuatu dari
luar dirinya (withdrawal), dan “Thought broadcasting” = isi pikirannya tersiar
ke luar sehingga orang lain atau umum mengetahuinya.
2) “Delusion of control” = waham tentang dirinya dikendalikan oleh suatu
kekuatan tertentu dari luar, atau “delusion of influence” = waham tentang
dirinya dipengaruhi oleh suatu kekuatan tertentu dari luar, atau “delusion of
passivity” = waham tentang dirinya tidak berdaya dan pasrah terhadap sesuatu
kekuatan dari luar, (tentang “dirinya” = secara jelas merujuk ke pergerakan
tubuh atau anggota gerak atau ke pikiran, tindakan, atau penginderaan khusus).
“Delusional perception”= pengalaman inderawi yang tak wajar, yang
bermakna sangat khas bagi dirinya, biasanya bersifat mistik atau mukjizat.
3) Halusinasi auditorik : suara halusinasi yang berkomentar secara terus
menerus terhadap perilaku pasien, atau mendiskusikan perihal pasien di antara
mereka sendiri (di antara berbagai suara yang berbicara), atau jenis suara
halusinasi lain yang berasal dari salah satu bagian tubuh.
4) Waham-waham menetap jenis lainnya, yang menurut budaya setempat
dianggap tidak wajar dan sesuatu yang mustahil, misalnya perihal keyakinan
agama atau politik tertentu, atau kekuatan dan kemampuan di atas manusia
biasa (misalnya mampu mengendalikan cuaca, atau berkomunikasi dengan
mahluk asing dari dunia lain).
Atau paling sedikit dua gejala dibawah ini yang harus selalu ada secara jelas:
5) Halusinasi yang menetap dari panca-indera apa saja, apabila disertai baik
oleh waham yang mengambang maupun yang setengah berbentuk tanpa
kandungan afektif yang jelas, ataupun disertai oleh ide-ide berlebihan (over-

41
valued ideas) yang menetap, atau apabila terjadi setiap hari selama berminggu-
minggu atau berbulan-bulan terus menerus.
6) Arus pikiran yang terputus (break) atau yang mengalami sisipan
(interpolation), yang berakibat inkoherensi atau pembicaraan yang tidak
relevan, atau neologisme.
7) Perilaku katatonik, seperti keadaan gaduh-gelisah (excitement), posisi tubuh
tertentu (posturing), atau fleksibilitas cerea, negativisme, mutisme, dan stupor.
8) Simtom-simtom “negatif”, seperti sikap sangat apatis, bicara yang jarang,
dan respon emosional yang menumpul atau tidak wajar, biasanya yang
mengakibatkan penarikan diri dari pergaulan sosial dan menurunnya kinerja
sosial; tetapi harus jelas bahwa semua hal tersebut tidak disebabkan oleh
depresi atau medikasi neuroleptika.
Adanya gejala – gejala khas tersebut di atas telah berlangsung selama
kurun waktu satu bulan atau lebih (tidak berlaku untuk setiap fase nonpsikotik
prodromal)
Harus ada suatu perubahan yang konsisten dan bermakna dalam mutu
keseluruhan (overall quality) dari beberapa aspek perilaku pribadi (personal
behaviour), bermaniPestasi sebagai hilangnya minat, hidup tak bertujuan, tidak
berbuat sesuatu, sikap larut dalam diri sendiri( self absorbed attitude), dan
penarikan diri secara sosial.
Sebagai tambahan :
a. Halusinasi atau waham harus menonjol :
 suara-suara halusinasi yg mengancam pasien atau memberi perintah,
atau halusinasi auditorik.
 Halusinasi pembauan atau pengecapan rasa, atau bersifat seksual,
atau lain-lain perasaan tubuh, halusinasi visual mungkin ada tetapi
jarang menonjol.
 Waham hampir setiap jenis, seperti ; waham dikendalikan, waham
kejar, waham curiga yang paling khas.
b. Gangguan afektif, dorongan kehendak dan pembicaraan, serta gejala
katatonik secara relatif tidak menonjol.

42
DAFTAR PUSTAKA

1. Kaplan,H.,Sadock.. 2014. Buku Ajar Psikiatri Klinis. Edisi 2. Jakarta.


EGC
2. Elvira, D Sylvia.2014. Buku Ajar Psikiatri. Edisi 2. Jakarta; Badan
Penerbit. PKUI
3. American Psychiatric Association. (2013) Diagnostic and statistical
manual oP mental disorders, (5th ed.). Washington, DC: Author.
4. Ciorney,A. Bumbu, C. Stres and BrieP Psikotic Disorder. 2011. Clinical
Hospital oP Psychiatry “ProP Dr. Alex Obregia” Bucharest, Romania
5. Mills, K. Christina Marel, C. Bakar, A. Psychosis + Substance use.2011.
National Drug and Alcohol Research Centre.

43
Kamis 22/06/2018
Wawancara pasien
DM : Selamat siang, Bu. Saya dr. Arni, Siapa namata Bu?
P : Dg. S
DM : Berapami umurta?
P : Kulupaimo lebihmi 50 tahun barangkali.
DM : Kita tau dimanaki ini sekarang Bu?
P : Dirumah sakit tapi mirip mamuju.
DM : Sama siapaki kesini?
P : Sama mamanya Zaki, sama Haeruddin, sama kakakku juga.
DM : Siapata itu mamanya Zaki?
P : anakna kakakku sama suaminya juga nekasih masukka disini.
P : keluargaku dimamuju tinggal. Tapi saya di jenepontoka saya.
DM : Pernah meki kesini sebelumnya?
P : belum pernah
DM : Kenapaki dibawa kesini?
P : Tidak kutahu dokter, dikiraka sakit, kenapaka dikurung disini padahal
tidak adaji kuganggu orang.
DM : Dibilangiki sakit apa?
P : Dibilangika sakit gila
DM : Menurutta, sakit gilaki memang?
P : Tidak gilaka saya, saya ini selalu dibisik sama karaeng nabi muhammad
sama karaeng nabi Musa.
DM : Apa dia bisikkanki sama Nabi Muhammad sama Nabi Musa?
P : Nabi Muhammad ada dihati saya dalam diri saya, dia harus diikuti kalau
Nabi Musa suka jalan dikampungku di Jeneponto
DM : Ada didirita nabi Muhammad atau kita sebagai Nabi Muhammad?
P : Tidak. Saya bukan Nabi. Nabi Muhammad selalu ada dihatiku, Nabi
Musa tidak.
DM : Jadi cuma Nabi Muhammad sama Nabi Musa yang bisikki selalu?
P : Tidak, banyak, bukan cuma Nabi.

44
DM : Siapa lagi bisikki?
P : Tidak kutahuki siapa suara itu nekasih tahuka bilang keluargaku sendiri
mau bunuhka, netaro racun dimakananku. Mauka dia bunuh.
DM : Kenapa mauki dibunuh keluargata? Keluarga itu tidak pernah mau bunuh
keluarganya sendiri.
P : Itu juga tidak kutahuki kenapa begitu, padahal keluargaku.
DM : Kenapa memang bisaki dia bisik Nabi Muhammad? Ada memang
kekuatanta?
P : Ada, dikakiku punya kekuatan, dijempol dijari-jari bisa mengeluarkan
sinar matahari, sudah menjalar sampai didadaku dileherku itu kekuatan.
DM : itu kekuatanta kapan keluar?
P : subuh kalau ada matahari sampai dikasih sakit kakiku dadaku sama
leherku juga.
DM : orang lain disakiti juga?
P : tidak ji, sayaji yang disakiti itu kekuatan. Karaeng Nabi tidak juga
nesakiti.
DM : Sama siapaki sekarang tinggl?
P : saya tinggal dijeneponto tapi saya suka ke mamuju karena dimamuju
saya dikasih makan tapi makanan tidak bisa dicampur-campur karena ada
setan campurki karena bukan dari Tuhan jadi saya pengikut Nabi
Muhammad.
DM : Sama siapaki tinggal dijeneponto?
P : Sama keluarga, suami tapi sakit ada juga anakku tapi anakku sudah besar
jadi bisa ditinggal pergi jauh
DM : Sakit apa suamita?
P : Sudah dioperasi dokter lehernya. Saya ceritakanki Nabi Musa, bantuka
keluar dari sini baru saya ceritakanki Nabi Musa.
DM : Kalau anakta sehat-sehatji?
P : Anak saya sehat tapi pongoroki tapi pergiji sekolah menuntut ilmu
supaya bisa beriman kepada Allah ta’Ala tidak neikuti karaeng Nabi Musa.
Karena didalam diri itu karaeng Nabi Muhammad

45
DM : Jadi kita apa kerjata?
P : Saya menjual bu, saya menjual banyak macam, saya menjual rokok.
Rokok sempurna itu harganya 22 ribu, dulu harganya 16 ribu sekarang
naikmi, sebelumnya juga pernah naik 18 ribu.
DM : Masih menjual jeki sekarang?
P : Tidakmi bu, karena habis modalku tidak bisa mencari barang untuk dijual
lagi. Tidak adami apa-apaku.
DM : Bu seringki manjat pohon?
P : saya suka manjat pohon mencari buah khuldi. Bu itu buah khuldi itu buah
dari arab. Buah haram tapi saya suka. Saya tidak akan dilaknat. Allah tahu
saya mengiikuti rasulnya.
DM : Adakah kita rasa selalu ikutiki?
P : Perasaanku ada tapi tidak ada, dalam hati bicara ada baru mau diracuni
saya bunuh saya padahal saya tidak bersalah saya mau berserah kepada
Allah, karena saya cuma orang kecil baru Allah Tuhan yang maha besar
DM : Bu kita kenal K?
P : Astagfirullah naudzubika min zalik saya tidak suka dengar itu nama. Dia
mau bunuh saya. Dia kirim setan untuk ganggu kehidupan saya. Karena
dia saya seperti ini. Dia itu orang yang jahat kepada saya. Tapi saya akan
memaafkan karena Karaeng Nabi Muhammad ajar kita untuk maafkan.
DM : siapata itu K?
P : tetanggaku tapi ada hubungan keluarga tapi sedikitji. Dia selalu jahat
sama saya selaluka nesinisi nesaya orang miskin tapi dia itu pelit sekali
padahal saya selalu baik. Karaeng nabi Muhammad neajari kita untuk
berbuat baik sesama umat islam.

46

Anda mungkin juga menyukai