Anda di halaman 1dari 27

BAB I

PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Penyakit infeksi di negara tropis masih tergolong tinggi. Salah satu penyakit
infeksi yang sering terjadi di Negara Indonesia adalah demam berdarah. Demam
berdarah dengue (DBD) adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh virus
dengue.1 Virus dengue ini ditularkan melalui vektor nyamuk Aedes aegypti.
Nyamuk Aedes aegypti betina mengisap darah manusia pada siang hari yang
dilakukan di dalam rumah atau di luar rumah. Pengisapan darah dilakukan dari
pagi sampai petang dengan dua puncak yaitu setelah matahari terbit (08.00-10.00)
dan sebelum matahari terbenam (15.00-18.00). Tempat istirahat Aedes aegypti
berupa semak-semak atau tanaman rendah termasuk rerumputan yang terdapat di
halaman atau kebun pekarangan rumah. Selain itu, dapat juga berupa benda-benda
yang digantung didalam rumah seperti pakaian, sarung, kopiah, dan lain
sebagainya. Aedes aegypti mampu terbang sejauh dua kilometer walaupun
umumnya jarak terbangnya pendek yaitu kurang lebih 40 meter.3
Demam berdarah dengue masih menjadi masalah kesehatan masyarakat dan
merupakan penyakit endemis di Indonesia. Menurut data Direktorat Pengendalian
Penyakit Tular Vektor dan Zoonosis Kementrian Kesehatan menyebutkan hingga
akhir Januari tahun 2016, kejadian luar biasa penyakit demam berdarah dengue
dilaporkan ada 8 kabupaten dan 3 kota di Indonesia. Delapan kabupaten dan kota
tersebut adalah Kabupaten Tanggerang, Gianyar, Bulukumba, Pangkep, Luwu
Utara, Wajo, Gorontalo, dan Kaimana, sedangkan kota yang mengalami kejadian
luar biasa adalah Kota Bengkulu, Denpasar, dan Lubuk Linggau. Sepanjang bulan
Januari kasus demam berdarah dengue yang terjadi di wilayah tersebut tercatat
sebanyak 492 orang dengan jumlah kematian 25 orang. Penyakit demam berdarah
dengue setiap tahunnya meningkat pada pertengahan musim penghujan sekitar
Januari dan cenderung turun pada Bulan Februari hingga di penghujung tahun.2

1
Terjadinya KLB di Indonesia berhubungan dengan berbagai faktor risiko,
yaitu lingkungan yang masih kondusif untuk terjadinya tempat perindukan
nyamuk Aedes aegypti, terbatas nya pemahaman masyarakat mengenai pentingnya
pemberantasan sarang nyamuk (PSN) 3M plus, perluasan daerah endemik akibat
perubahan dan manipulasi lingkungan yang terjadi karena urbanisasi dan
pembangunan tempat pemukiman baru, serta meningkatnya mobilitas penduduk.2
Demam berdarah dengue dapat dicegah dengan cara pemberantasan larva
dengan menggunakan temefos, memelihara ikan pemakan jentik seperti ikan
guppy, dan melakukan kegiatan 3M plus (Menguras, Mengubur, Menutup, serta
memakai kelambu dan lotion anti nyamuk).3
Berdasarkan penjelasan di atas, penulis tertarik untuk melakukan penelitian
mengenai upaya peningkatan angka beba jentik nyamuk melalui peran jumantik di
RW 14 kelurahan Cibeber kota Cimahi.

1. 2 Identifikasi Masalah
Berdasarkan uraian latar belakang diatas, dapat diidentifikasi masalah sebagai
berikut:
1. Berapa angka bebas jentik di Daerah Cibeber RW 14?
2. Berapa house index di Daerah Ciebeber RW 14?
3. Berapa nilai container index di Daerah Cibeber RW 14?
4. Berapa jumlah jentik nyamuk Aedes sp dan Culex sp di Daerah Cibeber
RW 14?
5. Berapa banyak penggunaan temefos di Daerah Cibeber RW 14?
6. Bagaimana tingkat pengetahuan jumatik di Daerah Cibeber RW 14?
7. Bagaimana peran jumatik dalam memberantas jentik nyamuk di Daerah
Cibeber RW 14?

1.3 Tujuan Penelitian


1. Untuk mengetahui angka bebas jentik di Daerah Cibeber RW 14.
2. Untuk mengetahui house index di Daerah Cibeber RW 14.
3. Untuk mengetahui nilai container index di Daerah Cibeber RW 14.

2
4. Untuk mengetahui jumlah jentik nyamuk Aedes sp dan Culex sp di Daerah
Cibeber RW 14.
5. Untuk mengetahui banyaknya penggunaan temefos di Daerah Cibeber RW
14.
6. Untuk mengetahui tingkat pengetahuan jumatik di Daerah Cibeber RW 14.
7. Untuk mengetahui peran jumatik dalam memberantas jentik nyamuk di
Daerah Cibeber RW 14.

1.4 Manfaat Penelitian


1.4.1 Manfaat Akademik
Secara akademis, manfaat dari kegiatan ini adalah sebagai proses
pembelajaran luar kelas yang dilaksanakan oleh mahasiswa Fakultas Kedokteran
UNJANI untuk meningkatkan kemampuan mahasiswa dalam melakukan
observasi lingkungan mengenai keberadaan jentik nyamuk, mengidentifikasi jenis
jentik nyamuk, menerapkan metode wawancara yang baik dan benar serta
menganalisa hasil wawancara dan mengaitkannya dengan angka bebas jentik
nyamuk, house index, dan container index.
1.4.2 Manfaat Praktis
Diharapkan hasil kegiatan ini dapat memberikan informasi kepada masyarakat
di Daerah Cibeber RW 14 mengenai keberadaan jentik nyamuk sehingga dapat
dijadikan acuan sebagai pencegahan dalam memberantas jentik nyamuk.

3
BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

2.1 Definisi
2.1.1 Demam Berdarah Dengue
Demam berdarah dengue adalah penyakit infeksi yang disebabkan oleh
virus dengue dengan manifestasi klinis demam, nyeri otot, dan atau disertai nyeri
sendi yang disertai leukopenia, ruam, limfadenopati, trombositopeni dan diastasis
hemoragik. Pada demam berdarah dengue dapat terjadi perembesan plasma yang
ditandai dengan hemokonsentrasi (peningkatan hematocrit) atau penumpukan
cairan di rongga tubuh.
2.2 Klasifikasi derajat infeksi virus dengue
Tabel 2.1 Klasifikasi derajat infeksi virus dengue
DB/DBD Derajat Gejala Laboratorium
DD Demam disertai 2 atau lebih Demam disertai 2 atau lebih
tanda: sakit kepala, nyeri retro- tanda: sakit kepala, nyeri retro-
orbital, mialgia, artralgia. orbital, mialgia, artralgia.

DBD I Gejala di atas ditambah uji Trombositopenia,


bendung positif (<100.000/mm3), bukti ada
kebocoran plasma
DBD II Gejala di atas ditambah Trombositopenia, (<100.000
3
perdarahan spontan /mm ), bukti ada kebocoran
plasma
DBD III Gejala di atas ditambah Trombositopenia, (<100.000/
3
kegagalan sirkulasi (kulit dingin mm ), bukti ada kebocoran
dan lembab serta gelisah) plasma
DBD IV Syok berat disertai dengan Trombositopenia, (<100.000/
3
tekanan darah dan nadi tidak mm ), bukti ada kebocoran
terukur. plasma
*DBD derajat III dan IV sudah termasuk atau disebut syndrom syok
dengue (SSD)

4
2.3 Gambaran Klinis
Manifestasi klinis infeksi virus dengue dapat bersifat asimptomatik, atau
dapat berupa demam yang tidak khas, demam dengue, demam berdarah dengue,
atau sindrom syok dengue dan sinrom dengue diperluas. Pada umumnya pasien
mengalami fase demam selama 2-7 hari, yang diikuti oleh fase kritis selama 2-3
hari. Pada waktu fase ini pasien sudah tidak demam, akan tetapi mempunyai
resiko untuk terjadi rejantan jika tidak mendapat pengobatan adekuat.

2.4 Diagnosis
Diagnosis DBD ditegakkan berdasarkan kriteria diagnosis menurut WHO
tahun 1997 terdiri dari kriteria klinis dan laboratorium.
2. 4. 1. Kriteria Klinis
a. Demam tinggi mendadak, tanpa sebab yang jelas, berlangsung terus
menerus selama 2-7 hari.
b. Terdapat manifestasi perdarahan ditandai dengan : uji tourniquet positif,
petechie, echymosis, purpura, perdarahan mukosa, epistaksis, perdarahan
gusi,hematemesis dan malena.
c. Uji tourniquet dilakukan dengan terlebih dahulu menetapkan tekanan
darah.Selanjutnya diberikan tekanan di antara sistolik dan diastolik pada alat
pengukur yang dipasang pada lengan di atas siku; tekanan ini diusahakan
menetap selama percobaan. Setelah dilakukan tekanan selama 5 menit,
diperhatikan timbulnya petekia pada kulit di lengan bawah bagian medial
pada sepertiga bagian proksimal. Uji dinyatakan positif apabila pada 1 inchi
persegi (2,8 x 2,8 cm) didapat lebih dari 20 petekia.
d. Pembesaran hati (hepatomegali).
e. Syok (renjatan), ditandai nadi cepat dan lemah serta penurunan tekanan
nadi,hipotensi, kaki dan tangan dingin, kulit lembab, dan gelisah.
2.4.2 Laboratorium
Pemeriksaan darah yang rutin dilakukan untuk menapis pasien tersangka
demam dengue adalah melalui pemeriksaan kadar hemoglobin, hematokrit,
jumlah trombosit dan hapusan darah tepi untuk melihat adanya limfositosis

5
relative disertai gambaran limfosit plasma biru.
Diagnosis pasti didapatkan dari hasil isolasi virus dengue (cell culture)
ataupun deteksi antigen virus RNA dengue dengan teknik RT-PCR (Reserve
Transcriptase Polymerase Chain Reaction), namun karena teknik yang lebih
rumit, saat ini tes serologis yang mendeteksi adanya antibody spesifik terhadap
dengue berupa antibody total, IgM maupun IgG.
Parameter Laboratoris yang dapat diperiksa antara lain :
• Leukosit: dapat normal atau menurun. Mulai hari ke-3 dapat ditemui
limfositosis relative (>45% dari total leukosit) disertai adanya limfosit
plasma biru (LPB) > 15% dari jumlah total leukosit yang pada fase syok
akan meningkat.

• Trombosit: umumnya terdapat trombositopenia pada hari ke 3-8.

• Hematokrit: Kebocoran plasma dibuktikan dengan ditemukannya


peningkatan hematokrit ≥ _20% dari hematokrit awal, umumnya dimulai
pada hari ke-3 demam.

• Hemostasis: Dilakukan pemeriksaan PT, APTT, Fibrinogen, D-Dimer, atau


FDP pada keadaan yang dicurigai terjadi perdarahan atau kelainan
pembekuan darah.

• Protein/albumin: Dapat terjadi hipoproteinemia akibat kebocoran plasma.

• SGOT/SGPT (serum alanin aminotransferase): dapat meningkat.

• Ureum, Kreatinin: bila didapatkan gangguan fungsi ginjal.


• Elektrolit: sebagai parameter pemantauan pemberian cairan.
• Golongan darah: dan cross macth (uji cocok serasi): bila akan diberikan
transfusi darah atau komponen darah.
• Imuno serologi dilakukan pemeriksaan IgM dan IgG terhadap dengue.
• IgM: terdeksi mulai hari ke 3-5, meningkat sampai minggu ke-3,
menghilang setelah 60-90 hari.
• IgG: pada infeksi primer, IgG mulai terdeteksi pada hari ke-14, pada infeksi
sekunder IgG mulai terdeteksi hari ke-2.
• Uji III: Dilakukan pengambilan bahan pada hari pertama serta saat pulang

6
dari perawatan, uji ini digunakan untuk kepentingan surveilans.

2.5 Etiologi
Demam dengue dan demam berdarah dengue disebabkan oleh virus
dengue, yang termasuk dalam genus Flavirus, keluarga Flaviviridae. Virus
berukuran kecil (50 nm) ini memiliki single standard RNA. Virion-nya terdiri dari
nucleocapsid dengan bentuk kubu simetris dan terbungkus dalam amplop
lipoprotein. Genome (rangkaian kromosom) virus Dengue berukuran panjang
sekitar 11.000 dan terbentuk dari tiga gen protein strukturan yaitu nuceocapsid
atau protein core (C), membrane-associated protein (M) dan suatu protein
envelope (E) serta gen protein non struktural (NS).

Gambar 1. Struktur virus Flaviviridae

Terdapat 4 macam serotipe virus yaitu DEN-1, DEN-2, DEN-3, DEN-4


yang semuanya dapat menyebabkan demam dengue atau demam berdarah dengue.
Keempat serotipe ditemukan di Indonesia dengan DEN-3 merupakan serotipe
yang terbanyak. Homolog menyebabkan reaksi silang atar serotipe tapi tidak.

2.6 Penularan dan masa inkubasi


2.6.1 Vektor DBD
Virus Dengue ditularkan dari orang ke orang melalui gigitan nyamuk Aedes
(Ae). Ae. aegypti merupakan vektor epidemi yang paling utama, namun spesies
lain seperti Ae. Albopictus, Ae. Polynesiensis dan Ae. Niveus juga dianggap
sebagai vektor sekunder. Nyamuk penular dengue ini terdapat hampir diseluruh

7
pelosok Indonesia, kecuali di tempat-tempat dengan ketinggian lebih dari 1000 m
diatas permukaan laut .
1. Morfologi
Morfologi tahapan Aedes aegypti sebagai berikut :
a. Telur
Telur berwarna hitam dengan ukuran kurang lebih 0.80 mm,
berbentuk oval yang mengapung satu persatu pada permukaan air yang
jernih, atau menempel pada dinding tempat penampungan air. Telur dapat
bertahan sampai kurang lebih 6 bulan di tempat kering.

Gambar 2. Telur nyamuk Aedes aegypti


b. Jentik (Larva)
Ada empat tingkat jentik atau larva sesuai dengan pertumbuhan larva
tersebut, yaitu :
1. Tingkat I : berukuran paling kecil, yaitu 1-2mm
2. Tingkat II : 2.5 – 3.8 mm
3. Tingkat III : lebih besar sedikit dari tingkat dua
4. Tingkat IV: berukuran paling besar 5mm

Gambar 3. Larva nyamuk Aedes aegypti

8
c. Pupa
Berbentuk seperti “koma”. Bentuknya lebih besar namun lebih
ramping dibanding larva (jentik)nya. Pupa Aedes aegypti berukuran
lebih kecil jika dibandingkan dengan rata-rata pupa nyamuk lain.

Gambar 4. Pupa nyamuk Aedes aegypti


d. Nyamuk Dewasa
Nyamuk dewasa berukuran lebih kecil dibandingkan dengan
rata-rata nyamuk lain dan mempunyai warna dasar hitam dengan
bintik-bintik putih bagian badan dan kaki. Pebedaan morfologi antara
nyamuk Aedes aegypti yang betina dan jantan terletak pada perbedaan
morfologi antenanya, Aedes aegypti jantan memiliki antena berbulu
lebat sedangkan yang betina berbulu agak jarang atau tidak lebat.

Gambar 5. Nyamuk betina dan jantan Aedes aegypti

9
2. Bioekologi
a. Siklus Hidup
Nyamuk Aedes aegypti seperti juga nyamuk lainnya mengalami
metamorfosis sempurna, yaitu :
Telur – Jentik (Larva) – Pupa – Nyamuk . stadium telur, jentik dan pupa
hidup di dalam air. Pada umumnya telur akan menetas menjadi jentik /
larva dalam waktu kurang lebih 2 hari setelah telur terendam air. Stadium
jentik/larva biasanya berlangsung 6-8 hari, dan stadium kepompong
(pupa) berlangsung antara 2-4 hari. Pertumbuhan dari telur menjadi
nyamuk dewasa selama 9-10 hari. Umur nyamuk betina dapat mencapai
2-3 bulan.

Gambar 6. Siklus hidup nyamuk Aedes aegypti


b. Habitat perkembangbiakan
Habitat perkembangbiakan Aedes sp. Ialah tempat-tempat yang
dapat menampung air didalam, diluar atau sekitar rumah serta tempat-
tempat umum. Habitat perkembang biakan nyamuk Aedes aegypti
dapat dikelompokkan sebagai berikut :
1. Tempat penampungan air (TPA) untuk keperluan sehari-hari,
seperti : Drum, tangki reservoir, tempayan, bak mandi/wc, dan
ember.
2. Tempat penampungan air bukan untuk keperluan sehari –hari,
seperti : tempat minum burung, vas bunga, perangkap semut,

10
bak kontrol pembuangan air, tempat pembuangan air
kulkas/dispenser, barang-barang bekas (contoh: ban, kaleng,
botol, plastik, dll).
3. Tempat pembuangan air alamiah seperti: lubang pohon,
lubang batu, pelepah daun, tempurung kelapa, pelepah pisang
dan potongan bambu dan tempurung coklat atau karet, dll.
2.6.2 Siklus penularan
Nyamuk Aedes betina biasanya terinfeksi virus dengue pada saat dia
menghisap darah dari seseorang yang sedang dalam fase demam akut (viremia)
yaitu 2 hari sebelum panas sampai 5 hari setelah demam timbul. Nyamuk menjadi
infektif 8-12 hari sesudah menhisap darah. Penderita yang sedang viremia
(periode inkubasi ekstrinsik) dan tetap infektif selama hidupnya. Setelah memalui
periode inkubasi ekstrinsik tersebut, kelenjar ludah nyamuk bersangkutan akan
terinfeksi dan virusnya akan ditularkan ketika nyamuk tersebut menggigit dan
mengeluarkan cairan ludahnya kedalam luka gigitan ke tubuh orang lain. Setelah
masa inkubasi ditubuh manusia selama 3-4 hari (rata-rata selama 4-6 hari) timbul
gejala awal penyakit secara mendadak, yang ditandai demam, pusing, mialgia
(nyeri otot), hilangnya nafsu makan dan berbagai tanda atau gejala lainnya.

Gambar 7. Siklus penularan Nyamuk Aedes aegypti

2.6.3 Masa inkubasi

11
Infeksi Dengue mempunyai masa inkubasi antara 2-14 hari, biasanya 4-7 hari.
2.6.4 Host
Tubuh manusia adalah reservoir utama bagi virus tersebut, meskipun studi
yang dilakukan di Malaysia dan Africa menunjukan bahwa monyet dapat
terinfeksi oleh virus dengue sehingga dapat berfungsi sebagai host reservoir.
Semua orang rentan terhadap penyakit ini pada anak-anak biasanya
menunjukkan gejala lebih ringan dibandingkan dengan orang dewasa. Penderita
yang sembuh dari infeksi dengan 1 jenis serotipe akan memberikan imunitas
homolog seumur hidup tetapi tidak memberikan perlindungan terhadap infeksi
serotype lain dan dapat terjadi infeksi lagi oleh serotipe lainnya.
2.7 Faktor risiko penularan infeksi dengue
Beberapa faktor yang berisiko terjadinya penularan dan semakin
berkembangnya penyak DBD adalah pertumbuhan jumlah penduduk yang tidak
memiliki pola tertentu, faktor urbanisasi yang tidak berencana dan terkontrol
dengan baik, semakin majunya sistem transportasi sehingga mobilisasi penduduk
sangan mudah, sistem pengelolaan limbah dan penyedian air bersih yang tidak
memadai, berkembangnya penyebaran dan kepadatan nyamuk, kurangnya sistem
pengendalian nyamuk yang efektif, serta melemahnya struktur kesehatan
masyarakat. Selain faktor-faktor lingkungan tersebut diatas status imunologi
seseorang, strain virus atau serotipe virus yang menginfeksi, usia dan riwayat
genetik juga berpengaruh juga terhadap penularan penyakit.
Perubahan iklim (climate change) global yang enyebabkan kenaikan rata-rata
tempratur, perubahan pola musim hujan dan kemarau juga disinyalir
menyebabkan risiko terhadap penularan DBD bahkan beresiko terhadap
munculnya KLB DBD.

2.8 Survei jentik


Survei jentik dilakukan dengan cara sebagai berikut:
1. Memeriksa tempat penampungan air dan kontainer yang dapat menjadi
habitat perkembangbiakan nyamuk Aedes sp. di dalam dan di luar rumah
untuk mengetahui ada tidaknya jentik.

12
2. Jika pada penglihatan pertama tidak ditemukan jentik, tunggu kira-kira ½-
1 menit untuk memastikan bahwa benar-benar tidak ada jentik.
3. Gunakan senter untuk memeriksa jentik di tempat gelap atau air keruh.
Metode survei jentik:
1. Single larva
Cara ini dilakukan dengan mengambil satu jentik di setiap tempat dan
genangan air yang ditemukan jentik untuk diidentifikasi lebih lanjut.
2. Visual
Cara ini cukup dilakukan dengan melihat ada atu tidaknya jentik disetiap
tempat genangan air tanpa mengambil jentiknya.

2.9 Pengendalian vektor


Upaya pengendalian vektor dilaksanakan pada fase nyamuk dewasa dengan
jentik nyamuk. Pada fase nyamuk dewasa dilakukan dengan cara pengasapan
untuk memutudkan rantai penularan antara nyamuk yang terinfeksi pada manusia.
Pada fase jentik dilakukan upaya PSN dengan kegiatan 3M Plus:
1. Secara fisik dengan menguras, menutup, dan memanfaatkan barang bekas.
2. Secara kimiawi dengan larvasidasi
3. Secara biologis dengan pemberian ikan..
4. Cara lainnya (menggunakan repellent, obat nyamuk bakar, kelambu,
memasang kawat kasa dll).
Kegiatan pengamatan vektor dilapangan dilakukan dengan cara:
a. Mengaktifkan peran dan fungsi Juru Pemantau jentik (Jumantik) dan
dimonitor oleh petugas Puskesmas.
b. Melaksanakan bulan bakti “gerakan 3M” pada saat musim penularan.
c. Pemeriksaan Jentik Berkala (PJB) setiap 3 bulan sekali dan dilaksakan
oleh petugas Puskesmas.
d. Pemantauan wilayah setempat (PWS) dan dikomunikan kepada pimpinan
wilayah pada rapat bulanan POKJANAL DBD, yang menyangkut hasil
pemeriksaan Angka Bebas Jentik (ABJ).

13
Gambar 8. Gerakan 3M Plus sebagai pengendalian vektor

2.10 Cara pelaporan jentik


Sesuai dengan tugas dan tanggung jawab jumatik maka setelah melaksanakan
tugas pemantauan jentik di wilayah kerjanya, wajib membuat rekapitulasi/ laporan
hasil kegiatan menggunakan formulir JPJ 1 dengan cara sebagai berikut:
1. Tulislah nama desa/kelurahan yang akan dilakukan pemeriksaan jentik.
2. Tulislah nama keluarga / pengelola (petugas kebersihan) bangunan dan
alamatnya pada kolom yang tersedia .
3. Bila ditemukan jentik tulislah tanda (+), dan apabila tidak ditemukan
tulislah tanda (-) dikolom yang tersedia.
4. Tulislah hal-hal yang perlu diterangkan pada kolom keterangan seperti
rumah/kavling kosong, penampungan air hujan, dll.
5. Satu lembar formulir diisi untuk kurang lebih 30 KK.
6. Melaporkan hasil pemeriksaan jentik ke Puskesmas setiap bulan.

14
BAB III

METODE PENELITIAN

3.1 Rancangan Penelitian


Penelitian ini merupakan penelitian deskriptif yang bertujuan untuk melihat
gambaran angka bebas jentik dan peran Jumantik serta identifikasi jentik nyamuk
pada warga RW 14, Kelurahan Cibeber, Kecamatan Cimahi Selatan.

3.2 Subjek dan Objek Penelitian


Subjek pada penelitian ini adalah kader Jumantik di Kelurahan Cibeber,
Kecamatan Cimahi Selatan. Objek pada penelitian ini adalah jentik nyamuk di
rumah warga RW 14 di Kelurahan Cibeber Kecamatan Cimahi Selatan.

15
Kriteria inklusi pada subjek adalah kader Jumantik dan rumah warga di
wilayah RW 14 di Kelurahan Cibeber Kecamatan Cimahi Selatan. Kriteria inklusi
pada objek adalah jentik nyamuk yang berada di Tempat Penampungan Air (TPA)
dan non-TPA rumah warga RW 14 di Kelurahan Cibeber, Kecamatan Cimahi
Selatan.
Kriteria eksklusi pada subjek penelitian adalah penghuni rumah yang tidak
berada di tempat. Kriteria eksklusi pada objek penelitian adalah jentik nyamuk
pada TPA dan non-TPA rumah warga RW 14 di Kelurahan Cibeber, Kecamatan
Cimahi Selatan yang tidak dapat diambil oleh peneliti.

3.3 Jumlah Sampel


Jumlah sampel pada penelitian ini sebanyak 33 rumah dari warga RW 14 di
Kelurahan Cibeber Kecamatan Cimahi Selatan, teknik pengambilan sampel
dilakukan dengan cara teknik random sampling yaitu cara pengambilan sampel
yang memberikan kesempatan yang sama untuk diambil kepada setiap elemen
populasi.

3.4 Variabel Penelitian


Variabel penelitian yang digunakan sebagai berikut:
1. Peran Jumantik
2. Jenis Jentik Nyamuk
3. Tempat Penampungan Air (TPA)
4. Non TPA
5. Angka bebas jentik
6. Container index
7. House index

3.5 Definisi Operasional


1. Jumantik
Jumantik (Juru Pemantau Jentik) adalah seseorang yang dtugaskan

16
oleh Puskesmas untuk menurunkan populasi nyamuk penular DBD serta
jentiknya dengan meningkatkan peran serta masyarakat dalam pemberantasan
sarang nyamuk dengan gerakan 3M PLUS.
2. Jentik Nyamuk
Jentik Aedes aegypti memiliki siphon pendek, pada waktu istirahat
membentuk sudut dengan permukaan air. Jentik Culex sp. memiliki bentuk
siphon langsing dan kecil. Jentik nyamukbiasanya hidup di air bersih yang
tergenang, tidak terkena sinar matahari dan tidak berhubungan langsung
dengan tanah. Jentik sering didapatkan pada bak kamar mandi, ember, drum,
gentong, sumur, baskom, torrent, dispenser, akuarium, talang air, vas bunga,
tempat minum burung, tandon kulkas. Tempat perindukan nyamuk yaitu di air
jernih, maupun berair keruh.
3. Container
a. Tempat Penampungan Air (TPA)
Tempat penampungan air yang dimaksud adalah bak mandi, tempayan,
drum, ember, gentong, jerigen, kolam, dan lain-lain.

b. Non TPA
Bukan Tempat Penampungan Air untuk kebutuhan sehari-hari, seperti vas
bunga, pot bunga, tempat minum burung, tandon belakang kulkas, dispenser,
talang, kaleng/botol/ember bekas, ban bekas, pelepah daun, lubang pohon,
saluran air, dan lain-lain.
4. Angka Bebas Jentik (ABJ)
Adalah persentil jumlah rumah/bangunan yang tidak ditemukan jentik dari
seluruh julah rumah/bangunan yng diperiksa.
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ⁄𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
𝑥100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ⁄𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
5. Container index (CI)
Adalah persentil jumlah container berisi jentik dari seluruh jumlah container
yang diperiksa.

17
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
𝑥100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑐𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎
6. House Index (HI)
Adalah persentil jumlah rumah/bangunan yang ditemukan jentik dari seluruh
jumlah rumah/bangunan yang diperiksa.
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ⁄𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
𝑥100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ⁄𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎

3.6 Prosedur Penelitian


1. Persiapan penelitian
Alat yang digunakan pada penelitian ini ialah leaflet, kuesioner, senter,
sarung tangan, loop, plastik tempat jentik, dan alat untuk mengambil jentik
(gayung).
2. Pelaksanaan penelitian
Cara pengambilan jentik yaitu, yang pertama ialah menyiapkan alat-alat
yang diperlukan berupa senter, gayung, dan tempat penampungan air.
Permukaan air harus rata dan tenang, lalu matikan lampu jika penerangan
ruangan menggunakan lampu. Pada tempat penampungan air diberikan
pencahayaan dengan menggunakan senter dengan posisi 90̊ dan
memperhatikan daerah permukaan air, apakah terdapat jentik nyamuk. Bila
menemukan jentik nyamuk yang bergerak vertikal naik-turun merupakan ciri
khas jentik Aedes sp. sedangkan jentik Culex sp. biasanya berada di sudut
tempat penampungan air. Pengambilan jentik nyamuk dengan menggunakan
gayung lalu memasukan jentik nyamuk ke tempat penyimpanan jentik setelah
itu mengindentifikasi jenis jentik secara makroskopis. Kemudian segera beri
penyuluhan pada penghuni rumah untuk menguras bak tersebut atau segera
menaburkan temephos.
Pengisian kuesioner dilakukan dengan cara wawancara diawali dengan
mempersiapkan alat tulis, lalu membaca pertanyaan yang tersedia. Setelah itu
memilih salah satu jawaban dengan cara menceklisnya.

18
3.7 Analisis Data
Data yang didapatkan dianalisis berdasarkan angka bebas jentik dan peran
Jumantik berdasarkan hasil jawaban kuesioner yang diberikan kepada kader
Jumantik dan observasi jentik nyamuk yang ditemukan. Data disajikan dalam
bentuk tabel dan narasi.

3.8 Tempat dan Waktu Penelitian


Pengambilan data dilakukan di rumah warga RW 14 di Kelurahan Cibeber,
Kecamatan Cimahi Selatan pada Hari Rabu, tanggal 25 Mei 2016 yang diakhiri
dengan seminar pada Hari Senin, tanggal 6 Juni 2016.

3.9 Jadwal Penelitian

Jadwal penelitian yang dilakukan sebagai berikut:

Tabel 3.1 Jadwal Penelitian


Mei-Juni
No Kegiatan 23- 26- 28- 1-
23 25 6
24 27 31 3
1. Pembekalan PLK
2. Pembagian tugas
3. Penyusunan draft
Laporan
4. Bimbingan dengan
dosen pembimbing
7. Persiapan
pemberangkatan
8. Pelaksanaan
penelitian
9. Penyusunan dan
pengolahan data
10. Penyusunan
Laporan
11. Revisi makalah
dengan dosen
pembimbing

19
12. Seminar PLK

3.10 Alur Penelitian

Alur penelitian yang dilakukan pada penelitian ini sebagai berikut:

Melakukan perizinan ke
Puskesmas

Pembekalan PLK Penentuan dosen


pembimbing dan tempat penelitian

Pembagiantugas

Penyusunan draft laporan

Bimbingan dengan
dosen pembimbing

Revisidraft laporan

Survei tempat penelitian

Persiapan pemberangkatan

Pelaksanaan penelitian

Penyusunan dan pengolahan data

Penyusunan laporan

Revisi makalah

Seminar PLK

Gambar 3.1 Alur penelitian

20
BAB IV

HASIL DAN PEMBAHASAN

4.1 Angka bebas jentik nyamuk pada warga RW 14

Tabel 4.1 Angka Bebas Jentik Nyamuk Pada Warga RW 14

Jumlah Jumlah Rumah


Jumlah Rumah Yang
RT Rumah Yang Yang Tidak
Ditemukan Jentik
Diperiksa Ditemukan Jentik

1 6 2 4
2 9 4 5
3 9 3 6
4 9 4 5

21
TOTAL 33 13 20

Angka bebas jentik (ABJ) =


𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑡𝑖𝑑𝑎𝑘 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘
𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎

20
= 33 𝑥 100%

= 62,5%

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑡𝑒𝑚𝑢𝑘𝑎𝑛 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘


House index = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑟𝑢𝑚𝑎ℎ 𝑎𝑡𝑎𝑢 𝑏𝑎𝑛𝑔𝑢𝑛𝑎𝑛 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎

13
= 33 𝑥 100%

= 37,5%

Hasil dari pemeriksaan jentik yang didapatkan dari beberapa rumah tiap
RT di RW 14. Rumah yang ditemukan jentik terdapat 37,5% dan rumah yang
sudah dinyatakan bebas jentik 62,5%. Dari tabel diatas, didapatkan 4 dari 9
rumah di RT 2 dan RT 4 positif ditemukan jentik.

4.2 Jenis tempat penampungan air dan non-tempat penampungan air yang
dilakukan pemeriksaan jentik pada warga RW 14

Tabel 4.2 Jenis Tempat Penampungan Air dan Non- Tempat Penampungan Air
yang Dilakukan Pemeriksaan Jentik Pada Warga RW 14
Jenis Kontainer Yang
No. Jumlah Positif Jumlah Negatif Total
Diperiksa
TPA
1 Bak Mandi 4 25 29
2 Tempayan
3 Drum 2 5 7
4 Ember 10 47 57
5 Jerigen 1 1
6 Kolam 1 1
7 Bak Tak Terpakai 1 2 3
8 Toren Terpakai 2 2
9. Gentong 1 1

22
10. Wastafel 3 3
Non TPA
10 Vas Bunga
11 Pot Bunga 38 38
12 Tempat Minum Burung 3 3
13 Tandon Belakang Kulkas 6 6
13 Dispenser 4 6 10
14 Ember Bekas 2 2 4
15 Pelepah Daun
16 Saluran Air
17 Talang
18 Sumur
19 Akuarium 1 1
Total 25 141 166

𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑏𝑒𝑟𝑖𝑠𝑖 𝑗𝑒𝑛𝑡𝑖𝑘


Kontainer index = 𝑥 100%
𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎ℎ 𝑘𝑜𝑛𝑡𝑎𝑖𝑛𝑒𝑟 𝑦𝑎𝑛𝑔 𝑑𝑖𝑝𝑒𝑟𝑖𝑘𝑠𝑎

25
= 166 𝑥 100%

= 15,06%

Hasil pengamatan menunjukan dari 166 jenis penampungan air dan non-
penampungan air, didapatkan 15,6% kontainer yang positif ditemukan jentik.
Jentik paling banyak ditemukan pada tempat penampungan air seperti ember.

4.3 Jenis jentik nyamuk yang ditemukan pada warga RW 14

Dari 33 rumah yang diperiksa didapatkan 20 rumah yang tidak ditemukan


jentik, 13 rumah ditemukan jentik nyamuk Aedes sp. Hal ini dapat dilihat pada
Tabel 4.3

Tabel 4.3 jumlah rumah yang ditemukan dan tidak ditemukan jentik nyamuk

Jumlah
No. jentik yang ditemukan Persentase
rumah
1 Positif jentik 13 39,4 %
2 Negatif jentik 20 60,6 %
Total 33 100%

Tabel 4.4 Jenis Jentik Nyamuk yang Ditemukan Pada Warga RW 14

23
Jumlah
No. jentik yang ditemukan Persentase
rumah
1 Aedes sp 13 100 %
2 Culex sp - -%
3 Aedes Sp dan Culex Sp - -%
Total 13 100%

Berdasarkan Tabel 4.4 diatas didapatkan persentase rumah yang tidak


ditemukan jentik yaitu 60,6%. Rumah yang ditemukan jentik nyamuk sebanyak
39,4% dan didapatkan spesies aedes sebanyak 100%. Jentik nyamuk Aedes sp ini
banyak ditemukan pada jenis tempat penampungan air yang jarang digunakan atau
tidak terdeteksi oleh pemilik rumah dilihat dari Tabel 4.2.

4.4 Penggunaan Temephos pada warga RW 14

Dari 33 rumah yang diperiksa diketahui terdapat 12 rumah yang sudah


menggunakan temephos dan 21 rumah yang masih tidak menggunakan temephos
di RW 14. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4.5

Tabel 4.5 Penggunaan Temephos Pada Warga RW 14


No. Temepos jumlah Persentase
1 Pakai 12 36,4 %
2 tidak pakai 21 63, 6 %
Total 33 100%

Berdasarkan Tabel 4.5 diatas didapatkan persentase rumah yang


menggunakan temephos yaitu 36,4 % dan rumah yang tidak menggunakan
temephos yatu 63,6 % di RW 14. Hal ini dikarenakan terdapat faktor masyarakat
yang enggan dalam menggunakan temepos yang sudah diberikan oleh jumantik.
Sebagian warga mengaku khawatir jika air yang tercampur temephos akan
berbahaya bagi kesehatan, khususnya apabila air tersebut dijadikan air minum.
Sehingga warga pengguna temephos di RW 14 masih belum merata.

4.5 Tingkat pengetahuan jumantik

Tabel. 4.6 Tingkat pengetahuan jumantik

1. Cara mencari jentik RT 01 RT 02 R 03 RT 04

24
ya tidak ya tidak Ya tidak Ya tidak
a. Memeriksa di    
contener (TPA
dan NonTPA)
b. Jika tidak    
ditemukan jentik
tunggu sampai
muncul
kepermukaan
c. Menggunakan    
senter
d. Memeriksa juga    
rumah yang tidak
ada penghuninya
bekerja sama
dengan RT
2. Jenis jenik    
3. Cara Pelaporan jentik
a. Menulis nama    
desa/kelurahan
yang akan
dilakukan
pemeriksaan
jentik
b. tulis nama    
keluarga dan
alamat.
c. Bila ditemukan    
jentik beri tanda
(+), bila negatif
beri tanda (-)
d. Tulislah hal yang    
perlu
ditambahkan
(rumah
kosong/tempat
ditemukan jentik)
e. Satu lembar    
formulir diisi
kurang lebih 30
KK
f. Melaporkan hasil    
pemeriksaan
jentik ke
puskesmas setiap
bulan
Score 7 4 5 6 5 6 6 5

Berdasarkan tabel 4.6 didapatkan bahwa dari seluruh RT di RW 14


mempunyai pengetahuan yang sama tentang pemeriksaan jentik. Perbedaan yang

25
terlihat dari tabel diatas, pada saat pemeriksaan jentik hanya jumantik RT 1 yang
menunggu jentik nyamuk sampai muncul kepermukaan.

4.6 Peran jumantik

Tabel 4.7 Peran Jumantik

NO 1 2 3 4
Satu bulan Satu tahun Satu tahun Satu bulan
1 Pemeriksaan rutin
sekali dua kali satu kali sekali
Sesuai Sesuai Sesuai Sesuai
Pelaporan jumlah jentik
2 dengan dengan dengan dengan
ke puskesmas
pemeriksaan pemeriksaan pemeriksaan pemeriksaan
Dilaporkan Dilaporkan Dilaporkan Dilaporkan
Peran bila ada warga
3 ke ke ke ke
terjangkit DBD
puskesmas puskesmas puskesmas puskesmas
Berdasarkan tabel 4.7 mengenai peran jumatik dalam pelaporan jumlah
jentik ke puskesmas dan cara mengatasi warga yang terkena DBD sudah baik.
Jumantik yang rutin melaksanakan pemeriksaan jentik nyamuk adalah jumantik
dari RT 1 dan 4 sebanyak satu bulan sekali.

26
27

Anda mungkin juga menyukai