Anda di halaman 1dari 8

ASUHAN KEPERAWATAN KRITIS PADA PASIEN GAGAL

JANTUNG DENGAN INTOLERANSI AKTIVITAS


DI RUANG KEMUNING RSUD JOMBANG

Zeni Arina
1514401019

Subject : Kritis, Asuhan, Keperawatan, Jantung, Intoleransi

Description
Gagal jantung adalah sindrom klinis yang disebabkan oleh ketidakmampuan
jantung dalam memompa darah untuk memenuhi kebutuhan metabolisme
tubuh. Tujuan dari penelitian ini adalah melaksanakan asuhan keperawatan
kritis pada pasien yang mengalami gagal jantung dengan intoleransi aktivitas di
ruang kemuning Rumah Sakit Umum Daerah Jombang.
Desain yang digunakan dalam penelitian ini adalah studi kasus. Kriteria
yang diambil adalah 2 partisipan dengan diagnosa gagal jantung dengan
intoleransi aktivitas. Pada kondisi tertentu dimana suplai nutrisi dan CO2 tidak
sampai ke sel, akhirnya tubuh tidak dapat memproduksi energi yang banyak.
Sehingga membuat terhambatnya suplai nutrisi dan CO2 ke sel dan
mengakibatkan respon tubuh berupa intoleransi aktivitas. Metode pengumpulan
data yaitu dengan wawancara, observasi dan dokumentasi menggunakan
format asuhan keperawatan kritis.
Pengkajian pada partisisipan 1 dan 2 didapatkan hasil mengalami sesak
nafas dan kelelahan ketika beraktivitas. Studi kasus ini mengimplementasikan
latihan aktivitas (ROM) pada pasien gagal jantung dalam mengatasi masalah
intoleransi aktivitas. Implementasi ini dilakukan pada kedua partisipan yang di
rawat selama tiga hari diruang HCU kemuning RSUD Jombang. Hasil dari
implementasi pada kedua partisipan sesak nafas berkurang, pasien bisa
melakukan ROM pasif membuka dan menutup kedua telapak tangan dan
menggerak – gerakkan pergelangan tangan dan kaki dan evaluasi pada hari
terakhir pada kedua partisipan sesak nafas berkurang, bisa melakukan ROM
pasif tetapi pada partisipan 2 tidak bisa melakukan miring kanan miring kiri
karena sesak nafas.
Evaluasi tindakan keperawatan menunjukkan bahwa level toleransi pasien
meningkat setiap harinya dan keluhan sesak nafas dan kelelahan selama
beraktivitas berkurang.

Abstract
heart failure is a clinical syndrome caused by the inability of the heart to
pump blood to meet the metabolic needs of the body. The purpose of this study
was to carry out critical nursing care in patients with heart failure with activity
intolerance in kemuning room of hospital Jombang.

1
The design used in this research was case study. The criteria taken were 2
participants with the same diagnosis of heart failure with activity intolerance.
In certain circumstances where the supply of nutrients and CO2 does not reach
the cells, the body can not produce a lot of energy. So that makes obstacles
supply of nutrients and CO2 to the cell and result in the body's response in the
form of activity intolerance. Methods of data collection was by interview,
observation and documentation using critical nursing care format.
Assessment on Partisisipan 1 and 2 results obtained experiencing shortness
of breath and fatigue during activity. This case study implements the exercise
activity (ROM) in patients heart failure in addressing the nursing problem of
activity intolerance. This implementation was performed on both participants
who were treated for three days in HCU Kemuning room RSUD Jombang. The
results of the implementation of the two shortness of breath participants
decreased, the patient could perform passive ROM opening and closing both
palms and moving the wrists and legs and the evaluation results on the last day
on both participants shortness of breath decreased, could perform passive
ROM but in participants 2 could not tilt the body right left because of
shortness of breath.
Evaluation of nursing actions indicates that the level of patient tolerance
increases every day and complaints of shortness of breath and fatigue during
the activity decreases.
Keyword: Nursing, Care, Critical, Heart, Intolerancy.

Contributor : Dwiharini Puspitaningsih. S. Kep.Ns.. M. Kep


Siti Rachma. M. Kes
Date : 30 Juli 2018
Type material : Laporan Tugas Akhir
Identifier :-
Right : Open Document
Summary :

Latar Belakang

Perkembangan teknologi dan industri telah banyak membawa perubahan


pada perilaku dan gaya hidup masyarakat, serta situasi lingkungan. Tanpa
disadari perubahan tersebut memberi pengaruh terhadap terjadinya transisi
epidemiologi dengan semakin meningkatnya kasus – kasus penyakit tidak
menular ( PTM ) seperti jantung ( Setiani, 2014). Secara global PTM penyebab
kematian nomor satu setiap tahunnya adalah penyakit kardiovaskuler. Penyakit
kardiovaskuler adalah penyakit yang disebabkan gangguan fungsi jantung dan
pembuluh darah, seperti : Penyakit Jantung Koroner, Penyakit Gagal Jantung,
Hipertensi dan stroke ( Pusdatin Kemenkes RI, 2014 ).
Setiap tahunnya lebih dari 36 juta orang meninggal karena Penyakit Tidak
Menular ( PTM ). Sebanyak 50% orang yang gagal jantung mengalami

2
intoleransi aktivitas, seharusnya pasien dengan gagal jantung tidak sampai
mengalami intoleransi aktivitas jika perawatannya sudah benar ( Pusdatin
Kemenkes RI, 2014 ). Menurut data Sistem Informasi Rumah Sakit ( SIRS )
jumlah kasus rawat inap gagal jantung menurut usia 45-64 tahun sebanyak
24.283 kasus. Sedangkan jumlah kasus gagal jantung yang dirawat inap di
rumah sakit di indonesia ( SIRS ) 2015 berdasarkan provinsi terbanyak di
provinsi Jawa Tengah sebanyak 8.658 orang dan Jawa Timur sebanyak 4.000
orang. Pada tahun 2017 menurut perawat di kemuning RSUD Jombang jumlah
pasien yang mengalami gagal jantung dengan intoleransi aktivitas sebanyak
23% ( 75 orang ).
Proses perjalanan penyakit gagal jantung kanan dan kiri terjadi sebagai
akibat kelanjutan dari gagal jantung kiri. Setelah terjadi hipertensi pulmonal
terjadi penimbunan darah dalam ventrikel kanan, selanjutnya terjadi gagal
jantung kanan. Setiap hambatan pada arah aliran ( forward flow ) dalam
sirkulasi akan menimbulkan bendungan pada arah berlawanan dengan aliran (
backward congestion ). Hambatan pengaliran ( forward failure ) akan
menimbulkan adanya gejala backward failure dalam sistem sirkulasi darah.
Apabila jantung bagian kanan dan kiri bersama – sama dalam keadaan gagal
akibat gangguan aliran darah dan adanya bendungan, maka akan tampak tanda
dan gejala gagal jantung pada sirkulasi sistemik dan sirkulasi paru. Keadaan ini
disebut gagal jantung kongesif. Dikarenakan jantung tidak mampu memompa
darah dalam jumlah yang cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap
nutrien dan oksigen karena kerusakan sifat kontraktil dari jantung dan curah
jantung kurang dari normal, sehingga bisa melemahkan kekuatan kontraksi otot
jantung dan produksi energi menjadi berkurang sehingga dapat menyebabkan
intoleransi aktivitas ( Aspiani, 2015 ).
Penanganan gagal jantung memerlukan tindakan yang tepat agar tidak
memperburuk keadaan jantung dari penderita. Istirahat serta rehabilitasi, pola
diet, kontrol asupan garam, dan air untuk menghambat progesitas dari penyakit
ini ( Hudak dan Gallo, 2012 ). Program latihan aktivitas yang digunakan adalah
pasien dapat memulai latihan dari gerakan ekstremitas ringan seperti membuka
dan menutup telapak tangan, menggerak – gerakkan pergelangan tangan dan
kaki, dengan tetap memonitor respon pasien dengan membandingkan TTV
sebelum, selama dan sesudah beraktivitas.

Metodologi

Desain yang digunakan pada penelitian adalah studi kasus. Studi kasus ini
adalah studi kasus untuk mengeksplorasi masalah asuhan keperawatan penyakit
gagal jantung dengan intoleransi aktivitas di ruang kemuning RSUD Jombang.
Metode pengumpulan data yang digunakan yaitu wawancara dengan cara
mengajukan pertanyaan yang sistematis, observasi dengan mengkaji TTV,
pemeriksaan fisik B1 – B6 tetapi fokus pada sistem kardiovaskuler. Selain dari
observasi langsung, observasi yang lain yaitu diperoleh dari data medis,
dokumentasi untuk mencatat hasil wawancara dan observasi pada partisipan
yang sesuai dengan format asuhan keperawatan kritis.
Uji keabsahan data menggunakan 4 data utama yaitu klien, keluarga klien,
status medis dan perawat ruangan yang berkaitan dengan masalah yang diteliti.

3
Analisa data yang digunakan yaitu dari analisa data hasil pengkajian, dari
analisa data ditegakkan diagnosa keperawata kemudian dibuat intervensi
keperawatan dan dilakukan implementasi. Setelah selesai implementasi
dilakukan evaluasi.

Hasil dan Pembahasan

1. Pengkajian
Pengkajian pada partisipan 1 dilakukan pada tanggal 04 Juni 2018 jam
10.00 WIB, partisipan berusia 68 tahun dengan keluhan utama yang dirasakan
adalah sesak nafas. Pasien datang di IGD pada tanggal 03 Juni 2018 jam 07.30
WIB dengan keluhan perutnya keras dan sesak nafas. Diagnosa medis pasien
AHF + CAD – OMI Anteroseptal. Saat di IGD mendapat terapi Infus RL
500cc/24 jam, Injeksi furosamid 40 mg, Injeksi ranitidin 50 mg, Pemberian
oksigen nasal canul 4 lpm dan pasien menolak dilakukan pemasangan kateter.
Pasien dipindahkan ke ruang kemuning pada jam 09. 30 WIB dan mendapatkan
terapi infus RL 500 cc/24 jam, Injeksi furosamid 2 x 1 amp, spironolactone 1 x
25 mg, ISDN 3 x 5 mg, ramipril 1 x 2,5 mg, paracetamol 3 x 500 mg, ASA 1 x
80 mg. Pemeriksaan laboratorium, Hemoglobin menurun 10,6 g/dl, Kreatinin
serum meningkat 2,23 mg/dl dan Urea meningkat 82,3 mg/dl. Foto thorax Ap
didapatkan pembesaran jantung ( Kardiomegali ). EKG didapatkan VES
artinya terjadi aritmia ventrikel, terdapat Q patologis yang artinya terjadi
seragan old miokard akut yang berarti serangan ulang atau sudah lama terjadi,
RHD (Rheumatic Heart Disease) artinya terjadi kerusakan pada katup jantung
yang bisa berupa penyempitan atau kebocoran. Sebelumnya pasien pernah
dirawat inap 1x ±1 tahun yang lalu dengan diagnosa jantung bengkak.
Pada partisipan 2 pengkajian dilakukan pada tanggan 08 Juni 2018
jam 08.00 WIB, partisipan berusia 76 tahun dengan keluhan utama yang
dirasakan adalah nafasnya ngongsroh. Pasien datang di IGD pada tanggal 07
Juni 2018 jam 13.00 WIB dengan keluhan Sejak 3 hari yang lalu badannya
lemes + sesak nafas. Diagnosa medis pasien AHF + CAD – OMI Anteroseptal
+ Pleuropneumonia D/S. Saat di IGD mendapat terapi Infus NS 500cc/24 jam,
Injeksi furosamid 40 mg, Injeksi ranitidin 50 mg, Pemberian oksigen masker
non-rebrithing 10 lpm dan kateter sudah dipasang di RS NU Jombang.
Kemudian pasien dipindahkan ke ruang kemuning pada jam 13.00 WIB dan
mendapatkan terapi infus RL 300cc/24 jam, Injeksi lasix 2 x 1 amp, ISDN 3 x
5 mg, spironolactone 1 x 25 mg, Nebul combivent 2x. Pemeriksaan
laboratorium, Hemoglobin menurun 9,8 g/dl, Kreatinin serum meningkat 2,69
mg/dl dan Urea meningkat 104,8 mg/dl. Foto thorax Ap didapatkan
pembesaran jantung ( Kardiomegali ) dan effusi pleura D/S. EKG didapatkan
VES artinya terjadi aritmia ventrikel, terdapat Q patologis yang artinya terjadi
seragan old miokard akut yang berarti serangan ulang atau sudah lama terjadi.
Sebelumnya pasien pernah dirawat inap 1 bulan yang lalu dengan diagnosa
jantung bengkak.

4
2. Diagnosa Keperawatan
Diagnosa keperawatan yang muncul adalah intoleransi aktivitas
berbuhungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.
Intoleransi aktivitas merupakan suatu diagnosa yang lebih menitikberatkan
respon tubuh yang tidak mampu untuk bergerak terlalu banyak karena tubuh
tidak mampu memproduksi energi yang cukup. Secara sederhana dapat
dijelaskan bahwa untuk bergerak kita membutuhkan sejumlah energi.
Pembentukan energi dilakukan di sel, tepatnya di mitokondria melalui
beberapa proses tertentu. Untuk membentuk energi, tubuh memerlukan nutrisi
dan CO2.
Pada kondisi tertentu, dimana suplai nutrisi dan CO2 tidak sampai ke sel,
tubuh akhirnya tidak dapat memproduksi energi yang banyak. Jadi, apapun
penyakit yang membut terhambatnya/terputusnya suplai nutrisi dan CO2 ke sel
dapat mengakibatkan respon tubuh berupa intoleransi aktivitas ( Anisa, 2016 ).
Mekanismes patofisiologi terjadinya keluhan intoleransi aktivitas
diakibatkan karena jantung tidak mampu memompa darah dalam jumlah yang
cukup untuk memenuhi kebutuhan jaringan terhadap nutrien dan oksigen
karena kerusakan sifat kontraktil dari jantung dan curah jantung kurang dari
normal. Hal ini disebabkan karena meningkatnya beban kerja otot jantung.
Sehingga bisa melemahkan kekuatan kontraksi otot jantung dan produksi
energi menjadi berkurang ( Anisa, 2016 ).
Pada data kedua partisipan didapatkan keluhan sesak nafas dan
mengalami kelelahan pada saat beraktivitas sehari – hari, didapatkan pada hasil
EKG yaitu VES artinya terjadi aritmia ventrikel dan terdapat Q patologis. Data
subyektif dan obyektif ini dapat memunculkan diagnosa intoleransi aktivitas
berhubungan dengan ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen.

3. Intervensi
Pada tujuan intervensi setelah dilakukan tindakan keperawatan 3 x 24
jam diharapkan toleransi aktivitas meningkat dengan kriteria hasil :
konjungtiva tidak pucat, telapak tangan tidak pucat, kebutuhan tidur
meningkat, dan tanda – tanda vital normal.
Intervensi pertama bina hubungan saling percaya, kedua bantu pasien
untuk mengidentifikasi aktivitas yang mampu dilakukan, ketiga observasi TTV
sebelum, selama dan setelah beraktivitas, keempat anjurkan pasien untuk
istirahat (Bed rest), kelima ajarkan secara bertahap latihan aktivitas sesuai
dengan kondisi pasien, keenam kolaborasi dengan dokter dalam pemberian
tambahan oksigen dan obat terapi.

4. Implementasi
Pelaksanaan keperawatan pada partisipan 1 dilakukan pada tanggal 04
Juni 2018 dengan hasil selama tirah baring “ mengajarkan membuka dan
menutup telapak tangan selama 5 menit, pada 4.40 detik mengeluh sesak, dan
aktivitas langsung dihentikan “ dengan hasil TTV :sebelum beraktivitas TD :
150/90 mmHg N : 102 x/menit S : 38˚C RR : 29 x/menit, selama beraktivitas
TD : 150/90 mmHg N : 105 x/menit S : 37,9˚C RR : 30 x/menit, setelah
beraktivitas TD : 150/80 mmHg N : 102 x/menit S : 37,9˚C RR : 30x/menit.

5
Tanggal 05 Juni 2018 “Mengajarkan menggerak – gerakkan pergelangan
tangan dan kedua kaki selama 5 menit dan mengeluh sesak bertambah pada
detik 3.50, dan aktivitas langsung dihentikan “ dengan hasil TTV: sebelum
beraktivitas TD : 130/90 mmHg N : 95 x/menit S : 37,5˚C RR : 25 x/menit,
selama beraktivitas TD : 140/80 mmHg N : 98 x/menit S : 37,5˚C
RR : 27 x/menit, setelah beraktivitas TD : 130/80 mmHg N : 94 x/menit
S : 37,5˚C RR : 26 x/menit. Tanggal 06 Juni 2018 raktivitas “Mengajarkan
untuk melakukan gerakan miring kanan dan miring kiri selama 5 menit dan
tidak mengeluh bertambah sesak “ dengan hasil TTV : sebelum beraktivitas TD
: 110/70 mmHg N : 71 x/menit S : 36 ˚C RR : 24 x/menit, selama beraktivitas
TD : 110/90 mmH N : 73 x/menit S : 36,2 ˚C RR : 25 x/menit, setelah
beraktivitas TD : 110/80 mmHg N : 80 x/menit S : 36,9 ˚C RR : 25 x/menit.
Pada partisipan 2 dilakukan pada tanggal 08 Juni 2018 dengan hasil
selama tirah baring “ mengajarkan membuka dan menutup telapak tangan
selama 5 menit sampai selesai tidak mengeluh nafasnya bertambah ngongsroh“
dengan hasil TTV : sebelum beraktivitas TD : 110/80 mmHg N : 94 x/menit
S : 36,7 ˚C RR : 30 x/menit, selama beraktivitas TD : 110/90 mmHg N : 96
x/menit S : 36,7 ˚C RR : 29 x/menit, setelah beraktivitas TD : 110/90 mmHg N
: 95 x/menit S : 36,7 ˚C RR : 30 x/menit. Tanggal 09 Juni 2018 “ mengajarkan
menggerak – gerakkan pergelangan tangan dan kedua kaki selama 5 menit dan
mengeluh ngongsroh pada detik 2.40, dan aktivitas langsung dihentikan “
dengan hasil TTV : sebelum beraktivitas TD : 120/80 mmHg N : 92 x/menit
S : 37 ˚C RR : 27 x/menit, selama beraktivitas TD : 120/90 mmHg N : 95
x/menit S : 37 ˚C RR : 29 x/menit, setelah beraktivitas TD : 110/90 mmHg
N : 93 x/menit S : 36,8 ˚C RR : 26 x/menit. Tanggal 10 Juni 2018 “
mengajarkan untuk melakukan gerakan miring kanan dan miring kiri selama 5
menit dan mengeluh bertambah ngongsroh pada detik 30, dan aktivitas
langsung dihentikan “ dengan hasil TTV: sebelum beraktivitas TD : 110/90
mmHg N : 94 x/menit S : 36,8 ˚C RR : 27 x/menit, selama beraktivitasTD :
110/90 mmHg N : 96 x/menit S : 37 ˚C RR : 29 x/menit, setelah beraktivitas
TD : 110/80 mmHg N : 92 x/menit S : 37 ˚C RR : 27 x/menit.

5. Evaluasi
Evaluasi adalah langkah terakhir dalam proses pembuatan keputusan
sebagai alat untuk menilai keberhasilan dari asuhan keperawatan. Dalam
penelitian evaluasi dilakukan 3 x 24 jam menunjukkan bahwa level toleransi
pasien meningkat setiap harinya. Pada partisipan 1 evaluasi tanggal 04 Juni
2018 pasien mengatakan sesak nafas, keadaan umum: Lemah, kesadaran :
Composmentis, TD : 140/80 mmHg, N : 100 x/menit, S : 37,8 ºC RR : 28
x/menit, terlihat pasien bisa membuka dan menutup telapak tangan meskipun
hanya sebentar Auskultasi jantung : Suara jantung : S1 S2 tunggal, irama
jantung : Irreguler, Masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi,
intervensi dilanjutkan 1,2,3,4,6. Evaluasi tanggal 05 Juni 2018 pasien
mengatakan sesak nafas berkurang, keadaan umum : Cukup, kesadaran :
Composmentis, TD : 120/90 mmHg, N : 90 x/menit, S : 37,3 ºC, RR : 24
x/menit, terlihat pasien sudah bisa membuka dan menutup telapak tangan
selama 5 menit tanpa ada keluhan, Auskultasi jantung : Suara jantung : S1 S2
tunggal, irama jantung : Irreguler, Masalah keperawatan intoleransi aktivitas

6
belum teratasi, intervensi dilanjutkan 1-6. Evaluasi tanggal 06 Juni 2018 pasien
mengatakan sesak nafas berkurang, keadaan umum : Cukup, kesadaran :
Composmentis,TD : 90/80 mmHg, N : 80 x/menit,S : 36,9 ºC, RR : 23 x/menit,
pasien sudah bisa melakukan aktivitas membuka dan menutup telapak tangan,
menggerak-gerakkan kedua telapak tangan dan kaki dan melakukan miring
kanan miring kiri tanpa ada keluhan, Auskultasi jantung : Suara jantung : S1 S2
tunggal, irama jantung : reguler, Masalah keperawatan intoleransi aktivitas
teratasi sebagian, intervensi dihentikan.
Sedangkan pada partisipan 2 evaluasi pada tanggal 08 Juni 2018 pasien
mengatakan nafasnya ngongsroh,keadaan umum : Lemah, kesadaran :
ComposmentisTD : 110/80 mmHg, N : 92 x/menit, S : 36,9 ºC,RR : 28x/menit,
terlihat pasien bisa membuka dan menutup telapak tangan selama 5 menit,
Auskultasi jantung : Suara jantung : S1 S2 tunggal, irama jantung : Irreguler,
Masalah keperawatan intoleransi aktivitas belum teratasi, intervensi dilanjutkan
1,2,3,4,6. Evaluasi pada tanggal 09 Juni 2018 pasien mengatakan ngongsroh
sudah berkurang, keadaan umum : Lemah, kesadaran : Composmentis, TD :
120/80 mmHg, N : 93 x/menit, S : 37 ºC, RR : 26x/menit, terlihat pasien
sedikit bisa menggerak-gerakkan pergelangan kaki, Auskultasi jantung : Suara
jantung : S1 S2 tunggal, irama jantung : Irreguler, Masalah keperawatan
intoleransi aktivitas belum teratasi, intervensi dilanjutkan 1,3,4,5,6. Evaluasi
pada tanggal 10 Juni 2010 pasien mengatakan ngongsroh sudah berkurang,
keadaan umum : Cukup kesadaran : Composmentis, TD : 110/80 mmHg, N :
93 x/menit, S : 37 ºC, RR : 26x/menit, pasien sudah bisa melakukan aktivitas
membuka dan menutup telapak tangan, menggerak-gerakkan kedua telapak
tangan dan kaki tanpa ada keluhan, tapi pada saat miring kanan miring kiri
pasien belum bisa melakukannya, Auskultasi jantung : Suara jantung : S1 S2
tunggal, irama jantung : reguler, Masalah keperawatan intoleransi aktivitas
teratasi sebagian, intervensi dihentikan.

Simpulan

1. Pengkajian keperawatan
Dari data hasil pengkajian yang dilakukan, didapatkan hasil yang
berbeda antara partisipan 1 dan 2. Partisipan 1 dengan usia 68 tahun dengan
keluhan sesak nafas dan kelelahan timbul setiap pasien aktivitas sehari – hari,
partisipan 2 dengan usia 76 tahun dengan keluhan nafasnya ngongsroh dan
lelah serta terdapat oedema pada kedua tungkai kaki.

2. Diagnosis keperawatan
Pada partisipan 1 dan 2 dengan penyakit gagal jantung memiliki
masalah keperawatan intoleransi aktivitas berhubungan dengan
ketidakseimbangan antara suplai dan kebutuhan oksigen ditandai dengan
adanya pembesaran jantung, hemoglobin menurun, kreatinin serum dan urea
meningkat, ditemukan Q patologis dan aritmia ventrikel.

3. Perencanaan keperawatan
Penyusunan intervensi dalam kasus ini tidak sepenuhnya sesuai
dengan teori, namun disesuaikan dengan kebutuhan dan keadaan partisipan.

7
Tindakan keperawatan, tindakan hari pertama sampai hari ketiga pada
partisipan1 dan 2 sesuai dengan rencana tindakan.

4. Tindakan keperawatan
Tindakan hari pertama sampai hari ketiga pada kedua dilakukan
partsipan sesuai dengan rencana tindakan.

5. Evaluasi keperawatan
Evaluasi tindakan didasarkan pada hasil kriteria yang didapatkan pada
pasien. Pada diagnosa tersebut masalah teratasi sebagian, intervensi dihentikan.

Rekomendasi
Diharapkan pasien mampu mempertahankan dan menerapkan pola
aktivitas yang sudah diajarkan ( ROM ) Range Of Motion. Pada pasien yang
mengalami gagal jantung diharapkan tidak mengalami kekambuhan. Untuk itu
mencari informasi lebih lanjut agar lebih efektif untuk perawatan pada pasien
gagal jantung dengan intoleransi aktivitas.

Alamat correspondensi
Email : zeniarina18@gmail.com
Alamat : Desa putat Kecamatan Tanggulangin Kabupaten Sidoarjo
No. Hp : 081231898131

Anda mungkin juga menyukai