PENDAHULUAN
1
BAB II
LAPORAN KASUS
A. IDENTITAS PASIEN
Nama : Ny. H
Jenis kelamin : Perempuan
Umur : 44 tahun
Agama : Islam
Suku/Bangsa : Bugis
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Alamat : Jl. Barukang Utara lr. 8
No. Register : 639384
Tanggal pemeriksaan : 8 Oktober 2018
Rumah sakit : RS. Pelamonia
Dokter Pemeriksa : dr. A, Sp. M
B. ANAMNESIS
Keluhan Utama : Kabur pada mata kanan
Anamnesis Terpimpin : Seorang Perempuan berusia 44 tahun datang ke
RS. Pelamonia dengan keluhan penglihatan jauh yang kabur dirasakan pada
kedua mata kiri dan kanan yang terjadi secara berangsur-angsur. Hal ini
dialami sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengatakan bahwa ia tak mampu
melihat orang lain dalam jarak 6-10 meter kecuali pada jarak yang dekat
dengan pasien. Pasien juga terdapat riwayat DM sejak 8 tahun yang lalu dan
Hipertensi. Riwayat meengkonsumsi obat Amlodipin 5 mg dan awalnya
pasien mengkonsumsi obat DM (metformin) teratur namun sejak 1 tahun
terakhir pasien rutin mengkonsumsi Novorapid 3x6U dan Lantus 1x20U,
keluhan lainnya seperti sakit kepala (-), air mata berlebihan jika ada cahaya (-
), kotoran mata berlebih (-), gatal (-), riwayat trauma (-).
2
Riwayat Penyakit Terdahulu:
Riwayat HT (+), Riwayat DM (+), Riwayat koleterol (-)
Riwayat Penyakit Keluarga:
Tidak Ada riwayat penyakit DM pada keluarga
Riwayat Pemakaian Kacamata:
Ada
Riwayat Pengobatan:
Metformin, Amlodipin
C. STATUS GENERALIS
Keadaan Umum : Sakit sedang, gizi cukup, compos mentis
Tanda Vital :
- Tekanan Darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 88x/menit
- Pernapasan : 20x/menit
- Suhu : 370C
D. PEMERIKSAAN OFTALMOLOGI
Inspeksi
OD OS
3
PEMERIKSAAN OD OS
Palpebra Edema (-) Edema (-)
Apparatus
Lakrimasi (-) Lakrimasi (-)
Lakrimalis
Silia Normal Normal
Konjungtiva Hiperemis (-), Hiperemis (-)
Bola mata Normal Normal
Normal ke segala arah Normal ke
segala
Mekanisme muskular
arah
Palpasi
Pemeriksaan OD OS
Tensi okuler Tn Tn
Nyeri tekan Tidak ada Tidak ada
Massa tumor Tidak ada Tidak ada
Glandula preaurikuler Tidak ada pembesaran Tidak ada pembesaran
Tonometri
TOD = Normal
TOS = Normal
4
Visus
VOD : 6/9 pinhole tetap
VOS : 6/9 pinhole tetap
Pemeriksaan Slit Lamp
SLOD : Palpebra (N), Silia (N), Apparatus Lakrimalis (N), Konjungtiva
hiperemis (-), Kornea (jernih), Lensa : NO NC, BMD (N), Iris: Kripte (+),
Pupil (Bulat, Normal, RC +) IOL sentral, Vitreus Anterior (Jernih)
SLOS : Palpebra (N), Silia (N), Apparatus Lakrimalis (N), Konjungtiva
hiperemis (-), Kornea (jernih), Lensa : NO NC, BMD (N), Iris: Kripte (+),
Pupil (Bulat, Normal, RC +), IOL sentral, Vitreus Anterior (Jernih)
FOD : Refleks fundus (+), Pupil (N), CDR 0,3 dan A/V 2/3, Makula:
Edema (+), Refleks fovea (Suram), Retina: NVE (-), Catton wool spot (+),
Hard eksudat (+), blot & dot hemoragik (+)
FOS : Refleks fundus (+), Pupil (N), Makula: Edema (+), Retina: NVE (-),
Catton wool spot (+), Hard eksudat (+), blot & dot hemoragik (+)
E. RESUME
Seorang Perempuan berusia 44 tahun datang ke RS. Pelamonia dengan
keluhan penglihatan jauh yang kabur dirasakan pada kedua mata kiri dan
kanan yang terjadi secara berangsur-angsur. Hal ini dialami sejak 3 bulan
yang lalu. Pasien mengatakan bahwa ia tak mampu melihat orang lain
dalam jarak 6-10 meter kecuali pada jarak yang dekat dengan pasien.
Pasien juga terdapat riwayat DM sejak 8 tahun yang lalu dan Hipertensi.
Riwayat meengkonsumsi obat Amlodipin 5 mg dan awalnya pasien
mengkonsumsi obat DM (metformin) teratur namun sejak 1 tahun terakhir
pasien rutin mengkonsumsi Novorapid 3x6U dan Lantus 1x20U, keluhan
lainnya seperti sakit kepala (-), air mata berlebihan jika ada cahaya (-),
kotoran mata berlebih (-), gatal (-), riwayat trauma (-), riwayat HT (+),
riwayat DM (+), riwayat pengobatan: metformin dan amlodipin (+),
riwayat pemakaian kaca mata (+), riwayat penyakit lain (-). Dari
5
pemeriksaan oftalmologi, VOD : 6/9, VOS : 6/9. Pada pemeriksaan
Slitlamp, SLOD : Palpebra (N), Silia (N), Apparatus Lakrimalis (N),
Konjungtiva hiperemis (-), Kornea (jernih), Lensa : NO NC, BMD (N),
Iris: Kripte (+), Pupil (Bulat, Normal, RC +) IOL sentral, Vitreus Anterior
(Jernih),SLOS : Palpebra (N), Silia (N), Apparatus Lakrimalis (N),
Konjungtiva hiperemis (-), Kornea (jernih), Lensa : NO NC, BMD (N),
Iris: Kripte (+), Pupil (Bulat, Normal, RC +), IOL sentral, Vitreus Anterior
(Jernih), FOD : Refleks fundus (+), Pupil (N), CDR 0,3 dan A/V 2/3,
Makula: Edema (+), Refleks fovea (Suram), Retina: NVE (-), Catton wool
spot (+), Hard eksudat (+), blot & dot hemoragik (+)
, dan FOS : Refleks fundus (+), Pupil (N), Makula: Edema (+), Retina:
NVE (-), Catton wool spot (+), Hard eksudat (+), blot & dot hemoragik (+)
F. DIAGNOSIS
ODS Mild Non Proliferative Diabetik Retinopati
G. PENATALAKSANAAN
C. Catarlent 4x1 tts ODS
Beryvisin 1x1
Terapi obat DM lanjut
H. PROGNOSIS
Quo ad Vitam : Dubia
Quo ad Sanationam : Dubia
Quo ad Visam : Dubia et Bonam
Quo ad Comesticum : Bonam
I. DISKUSI
Pasien ini didiagnosa sebagai Mild Non Proliferatif Retinopati Diabetik
karena dari anamnesis didapatkan bahwa pasien mengalami penglihatan jauh
6
yang kabur dirasakan pada kedua mata kiri dan kanan yang terjadi secara
berangsur-angsur. Hal ini dialami sejak 3 bulan yang lalu. Pasien mengatakan
bahwa ia tak mampu melihat orang lain dalam jarak 6-10 meter kecuali pada
jarak yang dekat dengan pasien. Pasien juga terdapat riwayat DM sejak 8
tahun yang lalu dan Hipertensi. Riwayat meengkonsumsi obat Amlodipin 5
mg dan awalnya pasien mengkonsumsi obat DM (metformin) teratur namun
sejak 1 tahun terakhir pasien rutin mengkonsumsi Novorapid 3x6U dan
Lantus 1x20U, keluhan lainnya seperti sakit kepala (-), air mata berlebihan
jika ada cahaya (-), kotoran mata berlebih (-), gatal (-), riwayat trauma (-),
riwayat HT (+), riwayat DM (+), riwayat pengobatan: metformin dan
amlodipin (+), riwayat pemakaian kaca mata (+), riwayat penyakit lain (-).
Dari pemeriksaan oftalmologi, VOD : 6/9, VOS : 6/9. Pada pemeriksaan
Slitlamp, SLOD : Palpebra (N), Silia (N), Apparatus Lakrimalis (N),
Konjungtiva hiperemis (-), Kornea (jernih), Lensa : NO NC, BMD (N), Iris:
Kripte (+), Pupil (Bulat, Normal, RC +) IOL sentral, Vitreus Anterior
(Jernih),SLOS : Palpebra (N), Silia (N), Apparatus Lakrimalis (N),
Konjungtiva hiperemis (-), Kornea (jernih), Lensa : NO NC, BMD (N), Iris:
Kripte (+), Pupil (Bulat, Normal, RC +), IOL sentral, Vitreus Anterior
(Jernih), FOD : Refleks fundus (+), Pupil (N), CDR 0,3 dan A/V 2/3, Makula:
Edema (+), Refleks fovea (Suram), Retina: NVE (-), Catton wool spot (+),
Hard eksudat (+), blot & dot hemoragik (+), dan FOS : Refleks fundus (+),
Pupil (N), Makula: Edema (+), Retina: NVE (-), Catton wool spot (+), Hard
eksudat (+), blot & dot hemoragik (+). Hasil pemeriksaan tersebut
menyatakan bahwa pasien mengalami Mild Non Proliferative Retinopati
Diabetik dari anamnesis dan pemfisnya. Sekarang pasien diberika terapi C.
Catarlent 4x1 tts ODS, Beryvisin 1x1 dan terapi DM dilanjutkan.
7
BAB III
TINJAUAN PUSTAKA
A. ANATOMI
Bola mata adalah jaringan dengan struktur padat kenyal tekanan tertentu di
dalamnya dalam mempertahankan bentuk bola mata. Bola mata terbagi atas
tiga bagian, yakni lapisan luar (pars fibrosa), lapisan tengah (pars vaskulosa),
dan lapisan dalam (pars nervosa). Retina merupakan pars nervosa dari bola
mata berperan dalam fungsi penglihatan.6 Volume orbita biasa kira-kira 30 ml
dan bola mata hanya menempati sekitar seperlima bagian rongga. 4
8
a) Anatomi Makroskopik Retina
Makula Lutea
Disebut juga bintik kuning (yellow spot), warna lebih merah dari
sekeliling fundus dan berada pada polus posterior temporal diskus optik
dengan diameter kira-kira 5,5 mm. Makula lutea secara anatomis
didefinisikan sebagai daerah berdiameter 3 mm yang mengandung
pigmen luteal kuning-xantofil. Fovea sentralis adalah lekukan pada pusat
bagian dari makula dengan diameter kira-kira 1,5 mm dan merupakan
daerah paling sensitif dari retina. Pada pusat fovea, tampak lebih terang
yang disebut foveola (diameter 0,35 mm) yang berada kira-kira 3 mm
dari batas temporal diskus dan kira-kira 1 mm sepanjang meridian
horizontal. Daerah kira-kira 0,8 mm dari diameter foveola tidak
ditemukan kapiler retina dan disebut sebagai zona avaskular foveal.7
Kerapatan sel kerucut meningkat di pusat makula (fovea), semakin
berkurang ke perifer, dan kerapatan sel batang lebih tinggi di perifer.
Fovea berperan pada resolusi spasial (ketajaman penglihatan) dan
penglihatan warna yang baik, keduanya memerlukan pencahyaan ruang
yang terang (penglihatan fotopik) dan paling baik di foveola; sementara
retina sisanya terutama digunakan untuk penglihatan gerak, kontras, dan
9
penglihatan malam (skotopik). Ruang ekstraseluler retina yang
normalnya kosong cenderung paling besar di makula. Penyakit yang
menyebabkan penumpukan bahan ekstrasel secara khusus dapat
mengakibatkan penebalan daerah ini (edema makula).4,5
Retina perifer merupakan daerah yang mengelilingi secara posterior
dari ekuatur retina dan anterior dari ora serrata. Retina perifer dapat
dilihat dengan jelas mealui indirect opthalmoscopy.7
Ora Serrata
Adalah batas perifer ujung dari retina, daerah tersebut melekat pada
vitreus dan koroid.
A B
10
Gambar 3. Lapisan Retina 4
Lapisan retina mulai dari sisi dalamnya adalah (1) membran limitan
interna, (2) lapisan serat saraf, yang mengandung akson-akson sel ganglion
yang berjalan menuju nervus optikus (3) lapisan sel ganglion (4) lapisan
pleksiform dalam, yang mengandung sambungan sel ganglion dengan sel
amakrin dan sel bipolar (5) lapisan inti dalam badan-badan sel bipolar (6)
lapisan pleksiform luar, (7) lapisan inti luar sel fotoreseptor, (8) membrane
limitan eksterna, (9) lapisan fotoreseptor batang dan kerucut (10) epitel
pigmen retina.2
Vaskularisasi Retina
Retina menerima darah dari dua sumber: koriokapilaris yang berada
tepat di luar membran Bruch, yang mendarahi sepertiga luar retina, termasuk
lapisan pleksiform luar dan lapisan inti luar, fotoreseptor, dan lapisan epitel
pigmen retina; serta cabang-cabang dari arteria centralis retinae, yang
mendarahi dua pertiga dalam retina. Fovea seluruhnya diperdarahi oleh
koriokapilaris dan rentan terhadap kerusakan yang tak dapat diperbaiki bila
retina mengalami ablasi. Pembuluh darah retina mempunyai lapisan endotel
yang tidak berlubang, yang membentuk sawar darah-retina. Lapisan endotel
pembuluh darah koroid berlubang-lubang. Sawar darah-retina sebelah luar
terletak setinggi lapisan epitel pigmen retina.5
B. RETINOPATIK DIABETIK
1. Definisi
Retinopati diabetik adalah kelainan retina (retinopati) yang
ditemukan pada penderita diabetes melitus. Retinopati ini tidak
disebabkan oleh proses radang. Retinopati akibat diabetes melitus lama
berupa aneurisma, melebarnya vena, pedarahan dan eksudat lemak.
Kelainan patologik yang paling dini adalah penebalan membrane basal
endotel kapiler dan penurunan jumlah perisit. 1
11
2. Epidemiologi
Diabetes mellitus (DM) adalah penyakit kronik degeneratif
tersering dengan angka morbiditas dan mortalitas yang tinggi di dunia.
World Health Organization (WHO) melaporkan bahwa Indonesia berada
di urutan keempat negara yang jumlah penyandang DM terbanyak.
Jumlah ini akan mencapai 21,3 juta pada tahun 2030.1
3. Etiopatogenesis
Retinopati diabetik merupakan mikroangiopati okuler akibat
gangguan metabolik yang mempengaruhi tiga proses biokimiawi yang
berkaitan dengan hiperglikemia yaitu jalur poliol, glikasi non-enzimatik
dan protein kinase C.1
Jalur Poliol
Hiperglikemik yang berlangsung lama akan menyebabkan
produksi berlebihan serta akumulasi dari poliol, yaitu suatu senyawa
gula dan alkohol, dalam jaringan termasuk di lensa dan saraf optik. Salah
satu sifat dari senyawa poliol adalah tidak dapat melewati membrane
basalis sehingga akan tertimbun dalam jumlah yang banyak dalam sel.
Senyawa poliol menyebabkan peningkatan tekanan osmotik sel dan
menimbulkan gangguan morfologi maupun fungsional sel.1
Glikasi Nonenzimatik
Glikasi non enzimatik terhadap protein dan asam
deoksiribonukleat (DNA) yang terjadi selama hiperglikemia dapat
menghambat aktivitas enzim dan keutuhan DNA. Protein yang
terglikosilasi membentuk radikal bebas dan akan menyebabkan
perubahan fungsi sel. 1
Protein Kinase C
12
Protein Kinase C diketahui memiliki pengaruh terhadap
permeabilitas vaskular, kontraktilitas, sintesis membrane basalis dan
proliferasi sel vaskular.Dalam kondisi hiperglikemia, aktivitas PKC di
retina dan sel endotel meningkat akibat peningkatan sintesis de novo dari
diasilgliserol, yaitu suatu regulator PKC, dari glukosa.1
4. Faktor Risiko
Adapun faktor risiko terjadinya retinopati diabetik, yakni: 7
1. Riwayat diabetes yang lama adalah faktor yang paling penting. Sekitar
50% pasien menderita retinopati diabetik memiliki penyakit DM lebih
dari 10 tahun, risiko menjadi 70% setelah 20 tahun, dan risiko 90 %
setelah 30 tahun dari onset penyakit diabetes mellitus.
2. Jenis Kelamin, insiden lebih sering pada wanita daripada laki-laki
(4:3).
3. Kontrol glukosa darah yang buruk, berhubungan dengan
perkembangan dan perburukan retinopati diabetik.
4. Hipertensi yang tidak terkontrol, biasanya dikaitkan dengan
bertambah beratnya retinopati diabetik dan perkembangan PDR pada
DM tipe I dan II. Studi juga menunjukkan bahwa tekanan darah
diastolik yang tinggi pada usia muda dapat memperburuk retinopati
diabetik.
5. Kehamilan, biasanya dihubungkan dengan bertambah progresifnya
retinopati diabetik, meliputi kontrol diabetes prakehamilan yang
buruk, kontrol ketat yang terlalu cepat pada masa awal kehamilan, dan
perkembangan dari preeklamsia serta ketidakseimbangan cairan.
Sehinnga, pemeriksaan funduskopi bersifat esensial selama
kehamilan. Perubahan hormonal pada kehamilan dan kebutuhan
pengontrolan glukosa yang ketat juga memiliki asosiasi yang kuat
dengan perburukan derajat retinopati.
6. Faktor risiko yang lain meliputi merokok, obesitas, anemia dan
hiperlipidemia.
13
5. Klasifikasi
14
Tabel 1. Sistem Klasifikasi Retinopati DM Berdasarkan ETDRS
Non-proliferative diabetic
retinopathy (NPDR)
• Perdarahan retina
15
diabetik berat
Proliferative diabetic
retinopathy (PDR)
- Ringan – Sedang
Retinopati DM proliferatif yang ditandai
neovaskularisasi New vessels on the disc (NVD)
dan new vessels elsewhere (NVE) tanpa disertai
perdarahan vitreous
- Resiko tinggi
Ditandai neovaskularisasi New vessels on the
disc (NVD) dan new vessels elsewhere (NVE)
yang disertai perdarahan vitreous
6. Patofisiologi
Retina merupakan suatu struktur berlapis ganda dari fotoreseptor
dan sel saraf. Kesehatan dan aktivitas metabolisme retina sangat
tergantung pada jaringan kapiler retina. Kapiler retina membentuk
jaringan yang menyebar ke seluruh permukaan retina kecuali suatu daerah
yang disebut fovea. Kelainan dasar dari berbagai bentuk retinopati
diabetik terletak pada kapiler retina tersebut. Dinding kapiler retina terdiri
dari tiga lapisan dari luar ke dalam yaitu sel perisit, membrana basalis dan
sel endotel. Sel perisit dan sel endotel dihubungkan oleh pori yang
terdapat pada membrana sel yang terletak diantara keduanya. Dalam
keadaan normal, perbandingan jumlah sel perisit dan sel endotel kapiler
retina adalah 1:1 sedangkan pada kapiler perifer yang lain perbandingan
tersebut mencapai 20:1. Sel perisit berfungsi mempertahankan struktur
16
kapiler, mengatur kontraktilitas, membantu mempertahankan fungsi
barrier dan transportasi kapiler serta mengendalikan proliferasi endotel.
Membran basalis berfungsi sebagai barrier dengan mempertahankan
permeabilitas kapiler agar tidak terjadi kebocoran. Sel endotel saling
berikatan erat satu sama lain dan bersama-sama dengan matriks ekstrasel
dari membran basalis membentuk barrier yang bersifat selektif terhadap
beberapa jenis protein dan molekul kecil termasuk bahan kontras
flouresensi yang digunakan untuk diagnosis penyakit kapiler retina.1
Perubahan histopatologis kapiler retina pada retinopati diabetik
dimulai dari penebalan membrane basalis, hilangnya perisit dan
proliferasi endotel, dimana pada keadaan lanjut, perbandingan antara sel
endotel dan sel perisit mencapai 10:1. Patofisiologi retinopati diabetik
melibatkan lima proses dasar yang terjadi di tingkat kapiler yaitu (1)
pembentukan mikroaneurisma, (2) peningkatan permeabilitas pembuluh
darah, (3) penyumbatan pembuluh darah, (4) proliferasi pembuluh darah
baru (neovascular) dan jaringan fibrosa di retina, (5) kontraksi dari
jaringan fibrous kapiler dan jaringan vitreus. Penyumbatan dan hilangnya
perfusi menyebabkan iskemia retina sedangkan kebocoran dapat terjadi
pada semua komponen darah.1
Gambar 4. Gambaran skematis patofisiologi terjadinya retinopati diabetik 7
17
Tabel 2. Hipotesis Mengenai Mekanisme Retinopati Diabetik1
Mekanisme Cara Kerja Terapi
Aldose reduktase Meningkatkan produksi sorbitol, Aldose
menyebabkan kerusakan sel. reduktase
inhibitor
Inflamasi Meningkatkan perlekatan leukosit pada Aspirin
endotel kapiler, hipoksia, kebocoran,
edema makula.
Protein Kinase C Mengaktifkan VEGF, diaktifkan oleh Inhibitor
DAG pada hiperglikemia. terhadap PKC
-Isoform
Nitrit Oxide Meningkatkan produksi radikal bebas, Amioguanidin
Synthase meningkatkan VEGF.
Menghambat Menyebabkan hambatan terhadap jalur Belum ada
ekspresi gen metabolisme sel.
Apoptosis sel perisit Penurunan aliran darah ke retina, Belum ada
dan sel endotel meningkatkan hipoksia.
kapiler retina
VEGF Meningkat pada hipoksia retina, Fotokoagulasi
menimbulkan kebocoran , edema panretinal
makula, neovaskular.
PEDF Menghambat neovaskularisasi, Induksi
menurun pada hiperglikemia. produksi
PEDF oleh gen
PEDF
GH dan IGF-I Merangsang neovaskularisasi. Hipofisektomi,
GH-receptor
blocker,
ocreotide
18
PKC= protein kinase C; VEGF= vascular endothel growth factor; DAG=
diacylglycerol; ROS= reactive oxygen species; AGE= advanced glycation end-product;
PEDF= pigment-epithelium-derived factor; GF= growth factor; IGF-I= insulin-like
growth factor I.1
7. Gejala Klinik
Retinopati diabetik biasanya asimtomatis untuk jangka waktu yang
lama. Hanya pada stadium akhir dengan adanya keterlibatan macular atau
hemorrhages vitreus maka pasien akan menderita kegagalan visual dan buta
mendadak. Gejala klinis retinopati diabetik proliferatif dibedakan menjadi
dua yaitu gejala subjektif dan gejala obyektif.10
-
Gejala Subjektif yang dapat dirasakan :
Kesulitan membaca
Penglihatan kabur disebabkan karena edema macula
Penglihatan ganda
Penglihatan tiba-tiba menurun pada satu mata
Melihat lingkaran-lingkaran cahaya jika telah terjadi perdarahan vitreus
Melihat bintik gelap & cahaya kelap-kelip
19
Gambar 5 : Funduskopi pada NPDR. Mikroneurisma, hemorrhages intraretina
(kepala panah terbuka), hard exudates merupakan deposit lipid pada retina
(panah), cotton-wool spots menandakan infark serabut saraf dan eksudat halus
(kepala panah hitam).
20
Gambar 8 :FA menunjukkan titik hiperlusen yang menunjukkan mikroaneurisma
non-trombosis.
(Dikutip dari kepustakaan )
21
Hard exudate merupakan infiltrasi lipid ke dalam retina. Gambarannyakhusus
yaitu iregular, kekuning-kuningan. Pada permulaan eksudat pungtata
membesar dan bergabung. Eksudat ini dapat muncul dan hilang dalam
beberapa minggu.
Soft exudate yang sering disebut cotton wool patches merupakan iskemia
retina. Pada pemeriksaan oftalmoskopi akan terlihat bercak berwarna kuning
bersifat difus dan berwarna putih. Biasanya terletak dibagian tepi daerah
nonirigasi dan dihubungkan dengan iskemia retina.
22
Gambar 13 :Cotton Wool Spots pada oftalmologi dan FA
Edema retina dengan tanda hilangnya gambaran retina terutama daerah makula
(macula edema) sehingga sangat mengganggu tajam penglihatan. Edema retina
awalnya terjadi antara lapisan pleksiform luar dan lapisan nucleus dalam.
Pembuluh darah baru ( Neovaskularisasi ) pada retina biasanya terletak
dipermukaan jaringan. Tampak sebagai pembuluh yang berkelok-kelok, dalam,
berkelompok dan ireguler. Mula–mula terletak dalam jaringan retina, kemudian
berkembang ke daerah preretinal kemudian ke badan kaca. Pecahnya
neovaskularisasi pada daerah-daerah ini dapat menimbulkan perdarahan retina,
perdarahan subhialoid (preretinal) maupun perdarahan badan kaca.
23
8. Diagnosis
Diagnosis retinopati diabetik ditegakkan berdasarkan anamnesis, gejala
klinis dan pemeriksaan ophalmologi.11
2. Pemeriksaan fisik:
24
Abnormalitas vena, seperti gambaran manik-manik, menyimpul, dan
dilatasi.
Intraretinal microvascular abnormalities (IRMA)
Dark-blot haemorrhages, menandakan perdarahan akibat infark retina.
Tabel 3. Gambaran pemeriksaan funduskopi pada non proliferatif retinopati
Retinopati proliferatif
25
1. Retinopati proliferatif ringan (tanpa risiko tinggi) : bila ditemukan
minimal adanya neovaskular pada diskus (NVD) yang mencakup <1/4
dari daerah diskus tanpa disertai perdarahan preretina atau vitreus, atau
neovaskular di mana saja di retina (NVE) tanpa disertai perdarahan
preretina
2. Retinopati proliferatif risiko tinggi, apabila ditemukan 3 atau 4 dari
faktor risiko sebagai berikut, a) ditemukan pembuluh darah baru di
mana saja di retina, b) ditemukan pembuluh darah baru pada atau dekat
diskus optikud, c) ditemukan pembuluh darah baru yang tergolong
sedang atau berat yang mecakup >1/4 daerah diskus, d) perdarahan
vitreus.
26
Terdapat hard exudate atau tidak lebih dari 500 μm dari sentral makula,
jika berhubungan dengan tipisnya retina yang berdekatan (bukan
merupakan sisa hard exudate setelah hilangnya retina yang menipis)
Suatu daerah atau daerah penipisan retina pada satu daerah diskus atau
lebih besar, bagian lain dimana tidak lebih dari satu diameter diskus.
9. Diagnosis Banding
Ocular ischemic syndrome : dapat terjadi unilaeral. Arteri retina
mengecil, perdarahan retina iskemik khas pada pertengahan retina perifer
(mid-peripheral).
27
A B
Gambar 21. A. Central Retinal Artry Oclusion (CRAO) dengan edema retina
akibat iskemia. B. CRAO dengan cherry-red spot di fovea
A B
Gambar 22. A. Retinopati Hipertensi Derajat II. B. Retinopati Hipertensi
derajat 4 dengan edema papil dan makula berbentuk bintang
10. Penatalaksaan
Prinsip utama penatalaksanaan dari retinopati diabetik adalah
pencegahan. Hal ini dapat dicapai dengan memperhatikan hal-hal yang dapat
mempengaruhi perkembangan retinopati diabetik nonproliferatif menjadi
proliferatif.
1. Pemeriksaan rutin pada ahli mata
Penderita diabetes melitus tipe I retinopati jarang timbul hingga lima tahun
setelah diagnosis. Sedangkan pada sebagian besar penderita diabetes
melitus tipe II telah menderita retinopati saat didiagnosis diabetes pertama
kali.
28
2. Kontrol Glukosa Darah dan Hipertensi
Untuk mengetahui kontrol glukosa darah terhadap retinopati diabetik,
Diabetik Control and Cmplication Trial (DCCT) melakukan penelitian
terhadap 1441 pasien dengan DM Tipe I yang belum disertai dengan
retinopati dan yang sudah menderita RDNP. Hasilnya adalah pasien yang
tanpa retinopati dan mendapat terapi intensif selama 36 bulan mengalami
penurunan resiko terjadi retinopati sebesar 76% sedangkan pasien dengan
RDNP dapat mencegah resiko perburukan retinopati sebesar 54%. Pada
penelitian yang dilakukan United Kingdom Prospective Diabetes Study
(UKPDS) pada penderita DM Tipe II dengan terapi intensif menunjukkan
bahwa setiap penurunan HbA1c sebesar 1% akan diikuti dengan
penurunan resiko komplikasi mikrovaskular sebesar 35%. Hasil penelitian
DCCT dan UKPDS tersebut memperihatkan bahwa meskipun kontrol
glukosa darah secara intensif tidak dapat mencegah terjadinya retinopati
diabetik secara sempurna, namun dapat mengurangi resiko timbulnya
retinopati diabetik dan memburuknya retinopati diabetikyang sudah
ada.Secara klinik, kontrol glukosa darah yang baik dapat melindungi visus
dan mengurangi resiko kemungkinan menjalani terapi fotokoagulasi
dengan sinar laser. UKPDS menunjukkan bahwa control hipertensi juga
menguntungkan mengurangi progresi dari retinopati dan kehilangan
penglihatan.
3. Fotokoagulasi
Perkembangan neovaskuler memegang peranan penting dalam progresi
retinopati diabetik.Komplikasi dari retinopati diabetik proliferatif dapat
meyebabkan kehilangan penglihatan yang berat jika tidak diterapi.Suatu
uji klinik yang dilakukan oleh National Institute of Health di Amerika
Serikat jelas menunjukkan bahwa pengobatan fotokoagulasi dengan sinar
laser apabila dilakukan tepat pada waktunya, sangat efektif untuk pasien
dengan retinopati diabetik proliferatif dan edema makula untuk mencegah
hilangnya fungsi penglihatan akibat perdarahan vitreus dan ablasio retina.
Indikasi terapi fotokoagulasi adalah retinopati diabetik proliferatif, edema
29
macula dan neovaskularisasiyang terletak pada sudut bilik anterior. Ada 3
metode terapi fotokoagulasi yaitu :
Tabel 5. Jenis-jenis Fotokoagulasi
Teknik Fotokoagulasi
Indikasi :
Retinopati diabetik proliferatif
dengan high risk
Neovaskularisasi pada iris
Pasien yang jarang mengontrol
retinopatinya
Sebelum operasi katarak/
capsulotomi
Gangguan ginjal
Gambar 7. Teknik Scatter Ibu hamil
Indikasi :
Edema makula
30
µm dari tengah fovea. Teknik ini mengalami bertujuan untuk
mengurangi atau menghilangkan edema macula.
C. Grid Photocoagulation, suatu teknik penggunaan sinar laser dimana
pembakaran dengan bentuk kisi-kisi diarahkan pada daerah edema
yang difus. Terapi edema macula sering dilakukan dengan
menggunakan kombinasi focal dan grid photocoagulation.
4. Injeksi Anti VEGF
Bevacizumab (Avastin) adalah rekombinan anti-VEGF manusia.
Sebuah studi baru-baru ini diusulkan menggunakan bevacizum intravitreus
untuk degenerasi makula terkait usia. Dalam kasus ini, 24 jam setelah
perawatan kita melihat pengurangan dramatis dari neovaskularisasi iris,
dan tidak kambuh dalam waktu tindak lanjut 10 hari. Pengobatan dengan
bevacizumab tampaknya memiliki pengaruh yang cepat dan kuat pada
neovaskularisasi patologis.Avastin merupakan anti angiogenik yang tidak
hanya menahan dan mencegah pertumbuhan prolirerasi sel endotel
vaskular tapi juga menyebabkan regresi vaskular oleh karena peningkatan
kematian sel endotel. Untuk pengunaan okuler, avastin diberikan via intra
vitreal injeksi ke dalam vitreus melewati pars plana dengan dosis 0,1
mL.Lucentis merupakan versi modifikasi dari avastin yang khusus
dimodifikasi untuk penggunaan di okuler via intra vitreal dengan dosis
0,05 mL.
11. Komplikasi
Rubeosis Iridis
Neovaskularisasi pada iris (rubeosis iridis) merupakan suatu respon
terhadap adanya hipoksia dan iskemia retina akibat berbagai penyakit,
baik pada mata maupun di luar mata yang paling sering adalah retinopati
diabetik. Komplikasi ini sering terjadi pada pasien PDR, dan jika
memberat dapat menyebabkan glaukoma neovaskular. Rubeosis iridis
umumnya terjadi apabila terdapat iskemi retina yang berat atau ablasio
retina setelah vitrektomi pars plana yang tidak berhasil.10,11
31
Glaukoma neovaskular
32
BAB IV
KESIMPULAN
33
DAFTAR PUSTAKA
34
12. Khaw PT, Shah P, Elkington AR. General medical disorders and the eye.
ABC of Eyes. 4 ed. London: BMJ Publishing Group; 2004. p. 69-70.
35