Oleh:
Pembimbing:
2018
Laporan Kasus
Objektif Presentasi:
Cara
Diskusi Presentasi dan Email Pos
Membahas : Diskusi
4. Riwayat Pernikahan
Menikah 1 kali, lama pernikahan 11 tahun.
5. Riwayat ANC
Pasien rutin memeriksakan kandungannya ke praktek bidan
6. Riwayat KB
KB Suntik 3 bulan selama 10 tahun
7. Riwayat Persalinan
2008, laki-laki, 2700 g, aterm, spontan, bidan, sehat
2011, laki-laki, 2600 g, aterm, spontan, bidan, sehat
2014, perempuan, 2800 g, aterm, spontan, bidan, sehat
Hasil Pembelajaran:
Subjektif:
± 6 jam SMRS os mengeluh perut mulas yang menjalar ke pinggang, hilang timbul,
frekuensi sakit tidak sering
Objektif:
Status Generalis
a. Keadaan Umum : baik
b. Kesadaran : compos mentis
c. Tanda Vital
- Tekanan darah : 130/80 mmHg
- Nadi : 82 x/menit
- Pernapasan : 22 x/menit
- Suhu : 36,5 0C
d. Pemeriksaan Fisik:
- Kepala : konjungtiva tidak pucat, sklera tidak ikterik
- Leher : pembesaran tiroid (-)
- Thoraks : jantung dan paru dalam batas normal
- Abdomen : status obstetrikus
- Genitalia : status obstetrikus
- Ekstremitas : edema (-/-), akral hangat (+), CRT<2”
His (+) hilang timbul 2 kali dalam 15 menit, tidak teratur. DJJ (+) 140x/mnt
PEMERIKSAAN PENUNJANG
Pemeriksaan Ultrasonografi (9 Juli 18)
Kimia Darah
Assesment:
Diagnosis kerja
G4P3A0 hamil aterm dengan inpartu Kala I Fase Laten Memanjang janin tunggal hidup presentasi
kepala
Plan:
A: G4P3A0 hamil aterm dengan inpartu Kala I Fase Laten Memanjang Janin Tunggal Hidup,
Presentasi Kepala
P: - Rencana Operasi SC
- Kateter menetap
LAPORAN OPERASI
Pukul 11.00 WIB
Operasi mulai
Dilakukan aseptik dan antiseptik
Pasien terlentang, anestesi spinal
Insisi pfanenstiel hingga menembus peritoneum.
Ketuban dipecahkan.
Lahir hidup neonatus perempuan dengan meluksir kepala, BB 2400 g, PB 45cm, A/S 8/9
Plasenta lahir lengkap
Pendarahan dirawat, luka operasi ditutup lapis demi lapis
Operasi selesai
Diagnosis pra bedah : G4P3A0 hamil aterm dengan inpartu Kala I Fase Laten
Memanjang janin tunggal hidup presentasi kepala
Diagnosis pasca bedah : P4A0 Post SC atas indikasi Kala I Fase Laten Memanjang
Tindakan : Seksio Sesaria
Follow Up
Pemeriksaan luar:
P: Cefadroksil 3x1
Bcomp C 3x1
Aff kateter
Aff IVFD
Rencana pulang
Peserta Pembimbing
Pembimbing Pembimbing
1. Persalinan
1.1. Definisi
Persalinan adalah proses fisiologik dimana uterus mengeluarkan atau
berupaya mengeluarkan janin dan plasenta setelah masa kehamilan 20
minggu atau lebih dapat hidup diluar kandungan melalui jalan lahir atau
jalan lain dengan bantuan atau tanpa bantuan. 1,2
b. Tanda in-partu2,3,4
Rasa sakit oleh adanya his yang datang lebih kuat, sering dan
teratur.
Keluar lendir bercampur darah yang lebih banyak karena robekan-
robekan kecil pada serviks.
Dapat disertai ketuban pecah dini.
Pada pemeriksaan dalam, serviks mendatar dan terjadi pembukaan
serviks.
2.2.2. Epidemiologi
Berdasarkan penelitian di Rumah Sakit Park Land, Amerika Serikat, pada
tahun 2007, didapatkan bahwa hanya sekitar 50 persen ibu dengan janin
presentasi kepala yang mengalami partus spontan fisiologi. Lima puluh
persen lainnya, perlu mendapatkan intervensi untuk pelahiran. Baik
intervensi medis maupun intervensi bedah. Tingginya tingkat partus
abnormal ini juga menunjukkan tingginya tingkat partus lama. Partus lama
yang kadang juga disebut distosia, di Amerika Serikat distosia merupakan
indikasi dilakukannya Sectio caesarea emergensi pada 68% pasien yang
menjalani operasi sectio caesarea primer.
2.2.3. Etiologi2,3,6,7
Partus lama secara ringkas dapat dinyatakan sebagai kelainan yang
disebabkan oleh 3 faktor :
a. Kelainan tenaga atau his (Power)
Power mewakili kondisi gangguan kontraktilitas uterus, bisa saja
kontraksi yang kurang kuat atau kontraksi yang tak terkoordinasi
dengan baik sehingga tidak mampu menyebabkan pelebaran bukaan
serviks. Dalam kelompok ini, juga termasuk lemahnya dorongan
volunter ibu saat kala II. His yang tidak normal dalam kekuatan atau
sifatnya menyebabkan kesulitan pada jalan lahir yang lazim terdapat
pada setiap persalinan, tidak dapat diatasi sehingga persalinan
mengalami hambatan atau kemacetan.
2.2.4. Klasifikasi1,2,3
Adapun distosia/partus lama sendiri dapat dibagi berdasarkan pola
persalinannya. Kelainan dalam pola persalinan secara umum dibagi menjadi
tiga kelompok. Yaitu kelainan pada kala I fase laten yang disebut fase laten
memanjang, kelainan pada kala I fase aktif dan kelainan pada kala II yang
disebut kala II memanjang. Secara lebih rinci, kelainan pada kala I fase
aktif terbagi lagi menjadi 2, menurut pola persalinannya. Jenis kelainan
pertama pada kala I fase aktif disebut protraction disorder. Kelainan kedua,
disebut arrest disorder.
Selain klasifikasi berdasarkan fase persalinan yang mengalami
pemanjangan, beberapa literatur juga mengelompokkan persalinan yang
lebih lama menjadi dua kelompok utama, yaitu cephalopelvic
disproportion/ CPD dan kelompok lainnya adalah failure to progress.
Kelompok pertama memaksudkan lamanya persalinan yang memanjang
disebabkan oleh faktor pelvis ataupun faktor janin. Sementara pada
kelompok kedua disebabkan secara murni oleh gangguan kekuatan
persalinan.
2.2.5. Diagnosis1,2,3
Diagnosis ditegakkan berdasarkan :
Gambar 4. Arrest disorder pada fase aktif persalinan (partus tak maju macet)
2.2.7. Penatalaksanaan 1,2,3,7
Secara umum penyebab partus lama dibagi menjadi dua kelainan
yaitu disproporsi sefalopelvik dan disfungsi uterus (gangguan kontraksi).
Adanya disproporsi sefalopelvik pada pasien dengan partus lama
merupakan indikasi utnuk dilakukannya seksio sesarea. Disproporsi
sefalopelvik dicurigai bila dari pemeriksaan fisik diketahui ibu memiliki
faktor risiko panggul sempit (misal: tinggi badadan < 145 cm, konjugata
diagonalis < 13 cm) atau janin diperkirakan berukuran besar (TBBJ >
4000gram, bayi dengan hidrosefalus, riwayat berat badan bayi sebelumnya
yang > 4000 gram). Bila diyakini tidak ada disproporsi sefalopelvik, dapat
dilakukan induksi persalinan.
Pada kondisi fase laten berkepanjangan, terapi yang dianjurkan adalah
menunggu. Hal ini dikarenakan persalinan semu sering kali didiagnosa
sebagai fase laten berkepanjangan. Kesalahan diagnosa ini dapat
menyebabkan induksi atau percepatan persalinan yang tidak perlu yang
mungkin gagal dan dapat menyebabkan seksio sesaria yang tidak perlu.
Dianjurkan dilakukan observasi selama 8 jam. Bila his berhenti maka ibu
dinyatakan mengalami persalinan semu, bila his menjadi teratur dan bukaan
serviks menjadi lebih dari 4 cm maka pasien dikatakan berada dalam fase
laten. Pada akhir masa observasi 8 jam, jika terjadi perubahan dalam
penipisan serviks atau pembukaan serviks, maka pecahkan ketuban dan
lakukan induksi persalinan dengan oksitosin. Bila ibu tidak memasuki fase
aktif setelah delapan jam infus oksitosin, maka disarankan agar janin
dilahirkan secara seksio sesarea.
Pada kondisi fase aktif memanjang, perlu dilakukan penentuan
apakah kelainan yang dialami pasien termasuk dalam kelompok protraction
disorder (partus lama) atau arrest disorder (partus tak maju). Jika termasuk
dalam kelompok partus tak maju, maka besar kemungkinan ada disproporsi
sefalopelvik. Disarankan agar dilakukan seksion sesarea. Jika yang terjadi
adalah partus lama, maka dilakukan penilaian kontraksi uterus. Jika
kontraksi efisien (lebih dari 3 kali dalam 10 menit dan lamanya lebih dari
40 detik), curigai kemungkinan adanya obstruksi, malposisi dan
malpresentasi. Bila kontraksi tidak efisien, maka penyebabnya
kemungkinan adalah kontraksi uterus yang tidak adekuat. Tatalaksana yang
dianjurkan adalah induksi persalinan dengan oksitosin.
Pada kondisi Kala II memanjang, perlu segera dilakukan upaya
pengeluaran janin. Hal ini dikarenakan upaya pengeluaran janin yang
dilakukan oleh ibu dapat meningkatkan risiko berkurangnya aliran darah ke
plasenta.Yang pertama kali harus diyakini pada kondisi kala II memanjang
adalah tidak terjadi malpresentasi dan obstruksi jalan lahir. Jika kedua hal
tersebut tidak ada, maka dapat dilakukan percepatan persalinan dengan
oksitosin. Bila percepatan dengan oksitosin tidak mempengaruhi penurunan
janin, maka dilakukan upaya pelahiran janin. Jenis upaya pelahiran tersebut
tergantung pada posisi kepala janin. Bila kepala janin teraba tidak lebih dari
1/5 diatas simfisis pubis atau ujung penonjolan kepala janin berada di
bawah station 0, maka janin dapat dilahirkan dengan ekstraksi vakum atau
dengan forseps. Bila kepala janin teraba diantara 1/5 dan 3/5 diatas simfisis
pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diantara station )
dan station -2, maka janin dilahirkan dengan ekstraksi vakum dan
simfisiotomi. Namun jika kepala janin teraba lebih dari 3/5 diatas simfisi
pubis atau ujung penonjolan tulang kepala janin berada diatas station -2,
maka janin dilahirkan secara seksio sesaria.
d. Fistula
Jika kepala janin terhambat cukup lama dalam pelvis maka sebagian
kandung kemih, serviks, vagina, rektum terperangkap diantara kepala
janin dan tulang-tulang pelvis mendapat tekanan yang berlebihan.
Akibat kerusakan sirkulasi, oksigenisasi pada jaringan-jaringan ini
menjadi tidak adekuat sehingga terjadi nekrosis, yang dalam beberapa
hari diikuti dengan pembentukan fistula. Fistula dapat berubah vesiko-
vaginal (diantara kandung kemih dan vagina), vesiko-servikal (diantara
kandung kemih dan serviks) atau rekto-vaginal (berada diantara rektum
dan vagina). Fistula umumnya terbentuk setelah kala II persalinan yang
sangat lama dan biasanya terjadi pada nulipara, terutama di negara-
negara yang kehamilan para wanitanya dimulai pada usia dini.
e. Sepsis puerferalis
Sepsis puerferalis adalah infeksi pada traktus genetalia yang dapat
terjadi setiap saat antara awitan pecah ketuban (ruptur membran) atau
persalinan dan 42 hari setelah persalinan atau abortus dimana terdapat
gejala-gejala : nyeri pelvis, demam 38,50c atau lebih yang diukur
melalui oral kapan saja cairan vagina yang abnormal, berbau busuk dan
keterlambatan dalam kecepatan penurunan ukuran uterus.
Infeksi merupakan bagian serius lain bagi ibu dan janinya pada kasus
partus lama dan partu tak maju terutama karena selaput ketuban pecah
dini. Bahaya infeksi akan meningkat karena pemeriksaan vagina yang
berulang-ulang.
2.2.9. Prognosis 1
Friedman melaporkan bahwa memanjangnya fase laten tidak memperburuk
mortalitas dan morbiditas janin atau ibu.
3. Partograf
Penggunaan partograf merupakan indikasi untuk semua ibu dalam fase aktif kala
satu persalinan sebagai elemen penting asuhan persalinan. Secara rutin oleh semua
tenaga penolong persalinan yang memberikan asuhan kepada ibu selama persalinan dan
kelahiran. Kontraindikasi dari partograf tidak boleh digunakan untuk memantau
persalinan yang tidak mungkin berlangsung secara normal seperti; plasenta previa,
panggul sempit, letak lintang dan lain-lain. Untuk mencegah terjadinya partus lama,
APN mengandalkan penggunaan partograf sebagai salah satu praktek pencegahan dan
deteksi dini. Menurut WHO (1994) pengenalan partograf sebagai protokol dalam
manjemen persalinan terbukti dapat mengurangi persalinan lama dari (6,4%) menjadi
(3,4%). Kegawatan bedah sesaria turun dari (9,9%) menjadi (8,3%), dan lahir mati
intrapartum dari (0,5%) menjadi (0,3%). Kehamilan tunggal tanpa komplikasi
mengalami perbaikan, kejadian bedah sesaria turun dari (6,2%) menjadi (4,5%).8
Penggunaan partograf secara rutin dapat memastikan bahwa ibu dan bayinya
mendapatkan asuhan persalinan yang aman, adekuat dan tepat waktu serta membantu
mencegah terjadinya penyulit yang dapat mengancam keselamatan jiwa mereka.
C. Kemajuan persalinan8,9
Kolom dan lajur kedua pada partograf adalah untuk pencatatan kemajuan persalinan.
Angka 0-10 yang tertera di tepi kolom paling kiri adalah besarnya dilatasi serviks. Setiap
angka/kotak menunjukkan besarnya pembukaan serviks. Kotak yang satu dengan kotak
yang lain pada lajur di atasnya, menunjukkan penambahan dilatasi sebesar 1 cm. Skala
angka 1-5 menunjukkan seberapa jauh penurunan kepala janin. Masing-masing kotak di
bagian ini menyatakan waktu 30 menit. Kemajuan persalinan meliputi:
1) Pembukaan serviks,
Setiap kali melakukan pemeriksaan dalam atau setiap 4 jam, atau lebih sering
jika ada tanda-tanda penyulit, nilai dan catat turunnya bagian terbawah atau
presentasi janin. Pada persalinan normal, kemajuan pembukaan serviks
umumnya diikuti dengan turunnya bagian terbawah atau presentasi janin.
Namun kadangkala, turunnya bagian terbawah/presentasi janin baru terjadi
setelah pembukaan serviks sebesar 7cm. Penurunan kepala janin diukur
secara palpasi bimanual. Penurunan kepala janin diukur seberapa jauh dari
tepi simfisis pubis. Dibagi menjadi 5 kategori dengan simbol 5/5 sampai 0/5.
Simbol 5/5 menyatakan bahwa bagian kepala janin belum memasuki tepi atau
simfisis pubis, sedangkan simbol 0/5 menyatakan bahwa bagian kepala janin
sudah tidak dapat lagi dipalpasi di atas simfisis pubis. Kata-kata “turunnya
kepala” dan garis terputus dari 0 – 5, tertera di sisi yang sama dengan angka
pembukaan serviks. Berikan tanda (O) pada garis waktu yang sesuai. Sebagai
contoh, jika kepala bisa dipalpasi 4/5, tuliskan tanda (O) di nomor 4.
Hubungkan tanda (O) dari setiap pemeriksaan dengan garis terputus.
Meliputi:
E. Kontraksi Uterus8,9
Di bawah lajur waktu partograf terdapat lima lajur kotak dengan tulisan “kontraksi
per 10 menit” di sebelah luar kolom paling kiri. Setiap kotak menyatakan satu
kontraksi. Setiap 30 menit, raba dan catat jumlah kontraksi dalam 10 menit dan
lamanya kontraksi dalam satuan detik. Nyatakan jumlah kontraksi yang terjadi
dalam waktu 10 menit dengan mengisi angka pada kotak yang sesuai. Sebagai
contoh jika ibu mengalami 3 kontraksi dalam waktu satu kali 10 menit, isi 3 kotak.
Nyatakan lamanya kontraksi dengan :
Di bawah lajur kotak observasi kontraksi uterus tertera lajur kotak untuk
mencatat oksitosin, obat-obat lainnya, dan cairan IV.
Oksitosin
Jika tetesan (drip) oksitosin sudah dimulai, dokumentasikan setiap 30 menit
jumlah unit oksitosin yang diberikan per volume cairan IV dan dalam satuan
tetesan per menit.
Obat-obatan lain dan cairan IV
Catat semua pemberian obat-obatan tambahan dan/atau cairan IV dalam kotak
yang sesuai dengan kolom waktunya.
Ditulis dibagian terakhir pada lembar depan partograf berkaitan dengan kesehatan
dan kenyamanan ibu, meliputi:
Angka di sebelah kiri bagian partograf berkaitan dengan nadi dan tekanan darah
ibu.
- Nilai dan catat nadi ibu setiap 30 menit selama fase aktif persalinan atau lebih
sering jika dicurigai adanya penyulit. Beri tanda titik pada kolom waktu yang
sesuai (•).
- Pencatatan tekanan darah ibu dilakukan setiap 4 jam selama fase aktif
persalinan atau lebih sering jika dianggap akan adanya penyulit. Beri tanda
panah pada partograf pada kolom waktu yang sesuai (↕).
- Nilai dan catat temperatur tubuh ibu (lebih sering jika meningkat atau
dianggap adanya infeksi) setiap 2 jam dan catat temperatur tubuh dalam kotak
yang sesuai.
Catat semua asuhan lain, hasil pengamatan dan keputusan klinik di sisi luar
kolom partograf, atau buat catatan terpisah tentang kemajuan persalinan.
Cantumkan juga tanggal dan waktu saat membuat catatan persalinan. 8,9
- Data dasar
- Kala I
- Kala II
- Kala III
- Bayi baru lahir
- Kala IV
Cara Pengisian Lembar Belakang Partograf
Berbeda dengan halaman depan yang harus diisi pada akhir setiap pemeriksaan,
lembar belakang partograf ini diisi setelah seluruh proses peersalinan selesai.
Adapun cara pengisian catatan persalinan pada lembar belakang partograf secara
lebih rinci disampaikan sebagai berikut. 8,9
Data Dasar
Data dasar terdiri atas tanggal, nama bidan, tempat persalinan, alamat tempat
persalinan, catatan, alasan merujuk, tempat rujukan dan pendamping pada
saat merujuk. Isi data pada tiap tempat yang telah disediakan atau dengan cara
memberi tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai. Untuk
pertanyaan no.5, lingkari jawaban yang sesuai dan untuk pertanyaan no.8,
jawaban bisa lebih dari satu. 8,9
Kala I
Kala I terdiri atas pertanyaan-pertanyaan tentang partograf saat melewati
garis waspada, masalah-masalah yang dihadapi, penatalaksanaan, dan hasil
penatalaksanaan tersebut. Untuk pertanyaan no.9, lingkari jawaban yang
sesuai. Pertanyaan lainnya hanya diisi jika terdapat masalah lainnya dalam
persalinan. 8,9
Kala II
Kala II terdiri atas episiotomy persalinan, gawat janin, distosia bahu, masalah
penyerta, penatalaksanaan dan hasilnya. Beri tanda “√” pada kotak disamping
jawaban yang sesuai. Untuk pertanyaan no.13, jika jawabannya “Ya”, tulis
indikasinya, sedangkan untuk no.15 dan 16 jawabannya”Ya”, isi jenis
tindakan yang telah dilakukan. Untuk pertanyaan no.14, jawaban bias lebih
dari satu, sedangkan untuk “masalah lain” hanya diisi apabila terdapat
masalah lain pada kala II. 8,9
Kala III
Kala III terdiri atas lama kala III, pemberian oksitosin, penegangan tali pusat
terkendali, pemijatan fundus, plasenta lahir lengkap, plasenta tidak lahir > 30
menit, laserasi, atonia uteri, jumlah perdarahan, masalah penyerta,
penatalaksanaan dan hasilnya. Isi jawaban pada tempat yang disediakan dan
beri tanda pada kotak di samping jawaban yang sesuai. Untuk no. 25, 26, dan
28 lingkari jawaban yang benar. 8,9
Kala IV
Kala IV berisi tentang tekanan darah, nadi, suhu, tinggi fundus, kontraksi
uterus, kandung kemih, dan perdarahan. Pemantauan kala IV ini sangat
penting terutama untuk menilai apakah terdapat resiko atau terjadi perdarahan
pascasalin. Pengisian pemantauan kala IV dilakukan setiap 15 menit pada
satu jam pertama setelah melahirkan dan setiap 30 menit pada satu jam
berikutnya. Isi setiap kolom sesuai dengan hasil pemeriksaan dan jawab
pertanyaan mengenai masalah kala IV pada tempat yang telah disediakan.
Bagian digelapkan tidak usah diisi.8,9
DAFTAR PUSTAKA
1. Cunningham, F.G, et al. 2010. Williams Obstetric, 23rd edition. New York: Mc
Graw Hill.
2. Prawirohardjo, Sarwono. 2010. Ilmu Kebidanan, edisi keempat. Jakarta: PT Bina
Pustaka Sarwono Prawiroharjo.
3. Supono. 1985. Ilmu Kebidanan. Ed. Pertama. Palembang: Fakultas Kedokteran
Universitas Sriwijaya.
4. Enkin, et al. 2000. A Guide to Effective care in Pregnancy and Child Birth, 3rd
Edition. London: Oxfod University Press.
5. Mansjoer, A. dkk. 2001. Kapita Selekta Kedokteran Fakultas Kedokteran
Universitas Indonesia. Jilid I. Jakarta: Media Aesculapius. hal . 303 – 309.
6. Manuaba I. A, et al. 2007. Pengantar Kuliah Obstetri. Jakarta: EGC.
7. WHO. 2006. Managing Prolonged and Obstructed Labour. Education for Safe
Motherhood, 2nd edition. Department of Making Pregnancy safer. Geneva:
WHO.
8. Sumapraja, Sudraji. 2003. Partograf WHO. Jakarta: IDI.
9. Ernawati. 2011. Penggunaan Partograf WHO oleh Bidan di Rumah Sakit dr.
Hasan Sadikin Bandung Tahun 2011. Diakses tanggal 10 Juli 2018, http://e-
jurnal/.akbid-purworejo.ac.id/index.php/JKKI/article/view/40/38