Anda di halaman 1dari 22

LAPORAN KASUS ULKUS DIABETIKUS

KEPERAWATAN MEDIKAL BEDAH III

DISUSUN OLEH : KELOMPOK I

Darmawati Kurnia 16.IK.464


Hardiyanti 16. IK.470
Hisni Raudhati 16.IK.471
Masliani 16.IK.481
Neky Mwaddah 16.IK.485
Puspa Ayu Devira 16.IK.488
Salivahana Adhitya 16.IK.492
Silvi Yanti 16.IK.493
Siti Naly Maimunah 16.IK.498
Syiva Hermawinda 16.IK.499

PROGRAM STUDI ILMU KEPERAWATAN DAN PROFESI NERS


SEKOLAH TINGGI ILMU KESEHATAN SARI MULIA
2018
A. ANATOMI DAN FISIOLOGI

1. Anatomi Pankreas
Pankreas merupakan sekumpulan kelenjar yang panjangnya kira-kira
15 cm, lebar 5 cm, mulai dari duodenum sampai ke limpa dan beratnya
rata-rata 60-90 gram. Terbentang pada vertebrata lumbalis 1 dan 2 di
belakang lambung.
Pankreas juga merupakan kelenjar endokrin terbesar yang terdapat
di dalam tubuh baik hewan maupun manusia. Bagian depan ( kepala )
kelenjar pankreas terletak pada lekukan yang dibentuk oleh duodenum dan
bagian pilorus dari lambung. Bagian badan yang merupakan bagian utama
dari organ ini merentang ke arah limpadengan bagian ekornya menyentuh
atau terletak pada alat ini. Dari segi perkembangan embriologis, kelenjar
pankreas terbentuk dari epitel yang berasal dari lapisan epitel yang
membentuk usus (Tambayong, 2001).
Fungsi pankreas ada 2 yaitu :
a. Fungsi eksorin yaitu membentuk getah pancreas yang berisi enzim dan
elektrolit.
b. Fungsi endokrin yaitu sekelompok kecil atau pulau langerhans, yang
bersama-sama membentuk organ endokrin yang mensekresikan
insulin.
Pulau langerhansmanusia mengandung tiga jenis sel utama,yaitu :
a. Sel-sel A ( alpha ), jumlahnya sekitar 20-40%, memproduksi glucagon
yang menjadi faktor hiperglikemik, suatu hormon yang mempunyai
“ anti insulin like activity “.
b. Sel-sel B ( betha ), jumlahnya sekitar 60-80 % , membuat insulin.
c. Sel-sel D (delta), jumlahnya sekitar 5-15 %. membuat somatostastin
yang menghambat pelepasan insulin dan glukagon (Tambayong,
2001).
Anatomi Pankreas

2. Fisiologi
Kadar glukosa dalam darah sangat dipengaruhi fungi hepar,
pankreas, adenohipofisis dan adrenal. Glukosa yang berasal dari absorpsi
makanan diintestin dialirkan ke hepar melalui vena porta, sebagian
glukosa akan disimpan sebagai glikogen. Pada saat ini kadar glukosa di
vena porta lebih tinggi daripada vena hepatica, setelah absorsi selesai
gliogen hepar dipecah lagi menjadi glukosa, sehingga kadar glukosa di
vena hepatica lebih tinggi dari vena porta. Jadi hepar berperan sebagai
glukostat. Pada keadaan normal glikogen di hepar cukup untuk
mempertahankan kadar glukosa dalam beberapa hari, tetapi bila fungsi
hepar terganggu akan mudah terjadi hipoglikemi atau hiperglikemi.
Sedangkan peran insulin dan glucagon sangat penting pada metabolisme
karbonhidrat. Glukagon menyebabkan glikogenolisis dengan merangsang
adenilsiklase, enzim yang dibutuhkan untuk mengaktifkan fosforilase.
Enzim fosforilase penting untuk gliogenolisis. Bila cadangan glikogen
hepar menurun maka glukoneogenesis akan lebih aktif.
Jumlah glukosa yang diambil dan dilepaskan oleh hati dan yang
dipergunakan oleh jaringan perifer tergantung dari keseimbangan
fisiologis beberapa hormone antara lain :
a. Hormon yang dapat merendahkan kadar gula darah yaitu insulin.
Kerja insulin yaitu merupakan hormon yang menurunkan glukosa
darah dengan cara membantu glukosa darah masuk kedalam sel.
1) Glukagon yang disekresi oleh sel alfa pulau lengerhans.
2) Epinefrin yang disekresi oleh medula adrenal dan jaringan
kromafin
3) Glukokortikoid yang disekresikan oleh korteks adrenal.
4) Growth hormone yang disekresi oleh kelenjar hipofisis anterior.
b. Glukogen, epineprin, glukokortikoid, dan growth hormone membentuk
suatu mekanisme counfer-regulator yang mencegah timbulnya
hipoglikemia akibat pengaruh insulin

Diabetes Melitus (DM)


B. DEFINISI

Diabetes Melitus (DM) adalah penyakit metabolik yang kebanyakan


herediter, dengan tanda-tanda hiperglikemia dan glukosuria, disertai dengan
atau tidak adanya gejala klinik akut ataupun kronik, sebagai akibat dari
kuranganya insulin efektif di dalam tubuh, gangguan primer terletak pada
metabolisme karbohidrat yang biasanya disertai juga gangguan metabolism
lemak dan protein.
Diabetes melitus adalah penyakit hiperglikemia yang ditandai oleh
ketiadaan absolut insulin atau insensitifitas sel terhadap insulin.
Ulkus adalah luka terbuka pada permukaan kulit atau selaput lender
dan ulkusadalah kematian jaringan yang luas dan disertai invasif kuman
saprofit. Adanya kuman saprofit tersebut menyebakan ulkus berbau ulkus
diabetikum juga merupakan salh satu gejala klinik dan perjalanan penyakit
DM dengan neuropati perifer (Andyagreeni, 2010).
Ulkus kaki Diabetes (UKD) merupakan komplikasi yang berkaitan
dengan morbiditas akibat Diabetes Melitus. Ulkus kaki Diabetes merupakan
komplikasi serius akibat Diabetes, (Andyagreeni, 2010).
C. ETIOLOGI

Luka Dekubitus disebabkan oleh kombinasi dari faktor ekstrinsik dan


intrinsik pada pasien.
1. Faktor Ekstrinsik
a. Tekanan
Kulit dan jaringan dibawahnya tertekan antara tulang dengan
permukaan keras lainnya, seperti tempat tidur dan meja operasi.
Tekanan ringan dalam waktu yang lama sama bahayanya dengan
tekanan besar dalam waktu singkat. Terjadi gangguan
mikrosirkulasi lokal kemudian menyebabkan hipoksi dan nekrosis.
tekanan antar muka ( interface pressure). Tekanan antar muka
adalah kekuatan per unit area antara tubuh dengan permukaan
matras. Apabila tekanan antar muka lebih besar daripada tekanan
kapiler rata rata, maka pembuluh darah kapiler akan mudah kolap,
daerah tersebut menjadi lebih mudah untuk terjadinya iskemia dan
nekrotik. Tekanan kapiler rata rata adalah sekitar 32 mmHg.
b. Gesekan dan pergeseran
Gesekan berulang akan menyebabkan abrasi sehingga integritas
jaringan rusak. Kulit mengalami regangan, lapisan kulit bergeser
terjadi gangguan mikrosirkulasi lokal.
c. Kelembaban
Akan menyebabkan maserasi, biasanya akibat inkontinensia, drain
dan keringat. Jaringan yang mengalami maserasi akan mudah
mengalami erosi. Selain itu kelembapan juga mengakibatkan kulit
mudah terkena pergesekan (friction) dan perobekan jaringan
(shear). Inkontinensia alvi lebih signifikan dalam perkembangan
luka tekan daripada inkontinensia urin karena adanya bakteri dan
enzim pada feses dapat merusak permukaan kulit.
d. Kebersihan tempat tidur, alat-alat tenun yang kusut dan kotor, atau
peralatan medik yang menyebabkan klien terfiksasi pada suatu
sikap tertentu juga memudahkan terjadinya dekubitus.
2. Fase Intrinsik
a. Usia
pada usia lanjut akan terjadi penurunan elastisitas dan
vaskularisasi. Pasien yang sudah tua memiliki resiko yang tinggi
untuk terkena luka tekan karena kulit dan jaringan akan berubah
seiring dengan penuaan. Penuaan mengakibatkan kehilangan otot,
penurunan kadar serum albumin, penurunan respon inflamatori,
penurunan elastisitas kulit, serta penurunan kohesi antara
epidermis dan dermis. Perubahan ini berkombinasi dengan faktor
penuaan lain akan membuat kulit menjadi berkurang toleransinya
terhadap tekanan, pergesekan, dan tenaga yang merobek. Selain
itu, akibat dari penuaan adalah berkurangnya jaringan lemak
subkutan, berkurangnya jaringan kolagen dan elastin. menurunnya
efesiensi kolateral kapiler pada kulit sehingga kulit menjadi lebih
tipis dan rapuh.
b. Penurunan sensori persepsi
Pasien dengan penurunan sensori persepsi akan mengalami
penurunan untuk merasakan sensari nyeri akibat tekanan diatas
tulang yang menonjol. Bila ini terjadi dalam durasi yang lama,
pasien akan mudah terkena luka tekan. karena nyeri merupakan
suatu tanda yang secara normal mendorong seseorang untuk
bergerak. Kerusakan saraf (misalnya akibat
cedera, stroke, diabetes) dan koma bisa menyebabkan
berkurangnya kemampuan untuk merasakan nyeri.
c. Penurunan kesadaran
gangguan neurologis, trauma, analgetik narkotik.
d. Malnutrisi
Orang-orang yang mengalami kekurangan gizi (malnutrisi) tidak
memiliki lapisan lemak sebagai pelindung dan kulitnya tidak
mengalami pemulihan sempurna karena kekurangan zat-zat gizi
yang penting.
Karena itu klien malnutrisi juga memiliki resiko tinggi menderita
ulkus dekubitus. Selain itu, malnutrisi dapat gangguan
penyembuhan luka. Biasanya berhubungan dengan hipoalbumin.
Hipoalbuminemia, kehilangan berat badan, dan malnutrisi
umumnya diidentifikasi sebagai faktor predisposisi untuk
terjadinya luka tekan. Menurut penelitian Guenter (2000) stadium
tiga dan empat dari luka tekan pada orang tua berhubungan dengan
penurunan berat badan, rendahnya kadar albumin, dan intake
makanan yang tidak mencukupi.
e. Mobilitas dan aktivitas
Mobilitas adalah kemampuan untuk mengubah dan mengontrol
posisi tubuh, sedangkan aktivitas adalah kemampuan untuk
berpindah. Pasien yang berbaring terus menerus ditempat tidur
tanpa mampu untuk merubah posisi beresiko tinggi untuk terkena
luka tekan. Orang-orang yang tidak dapat bergerak (misalnya
lumpuh, sangat lemah, dipasung). Imobilitas adalah faktor yang
paling signifikan dalam kejadian luka tekan.
f. Merokok
Nikotin yang terdapat pada rokok dapat menurunkan aliran darah
dan memiliki efek toksik terhadap endotelium pembuluh darah.
Menurut hasil penelitian Suriadi (2002) ada hubungaan yang
signifikan antara merokok dengan perkembangan terhadap luka
tekan.
g. Temperatur kulit
Menurut hasil penelitian Sugama (1992) peningkatan temperatur
merupakan faktor yang signifikan dengan resiko terjadinya luka
tekan.
h. Kemampuan sistem kardiovaskuler menurun, sehingga perfusi
kulit menurun.
i. Anemia
j. Hipoalbuminemia, beresiko tinggi terkena dekubitus dan
memperlambat penyembuhannya.
k. Penyakit-penyakit yang merusak pembuluh darah juga
mempermudah terkena dekubitus dan memperburuk dekubitus.

D. PATOFISIOLOGI DAN PATHWAY


Menurut Smeltzer dan Bare (2001), patofisiologi dari diabetes melitus
adalah :
1. Diabetes tipe I
Pada Diabetes tipe I terdapat ketidakmampuan untuk menghasilkan
insulin karena sel-sel beta pankreas telah dihancurkan oleh proses
autoimun. Hiperglikemia puasa terjadi akibat produksi glukosa yang tidak
terukur oleh hati. Disamping itu, glukosa yang berasal dari makanan tidak
dapat disimpan dalam hati meskipun tetap berada dalam darah dan
menimbulkan hiperglikemia postprandial (sesudah makan). Jika
konsentrasi glukosa dalam darah cukup tinggi, ginjal tidak dapat menyerap
kembali semua glukosa yang tersaring keluar, akibatnya glukosa tersebut
muncul dalam urin (Glukosuria). Ketika glukosa yang berlebih
dieksresikan dalam urin, ekskresi ini akan disertai pengeluaran cairan dan
elektrolit yang berlebihan. Keadaan ini dinamakan diuresis osmotik.
Sebagai akibat dari kehilangan cairan yang berlebihan, pasien akan
mengalami peningkatan dalam berkemih (poliuria) dan rasa haus
(polidipsia). Defisiensi insulin juga mengganggu metabolisme protein dan
lemak yang menyebabkan penurunan berat badan. Pasien dapat mengalami
peningkatan selera makan (polifagia) akibat menurunnya simpanan kalori.
Gejala lainnya mencakup kelelahan dan kelemahan.Proses ini akan terjadi
tanpa hambatan dan lebih lanjut turut menimbulkan hiperglikemia.
Disamping itu akan terjadi pemecahan lemak yang mengakibatkan
peningkatan produksi badan keton yang merupakan produk samping
pemecahan lemak. Badan keton merupakan asam yang mengganggu
keseimbangan asam basa tubuh apabila jumlahnya berlebihan.
Ketoasidosis diabetik yang diakibatkannya dapat menyebabkan tandatanda
dan gejala seperti nyeri abdominal, mual, muntah, hiperventilasi, napas
berbau aseton dan bila tidak ditangani akan menimbulkan perubahan
kesadaran, koma bahkan kematian.
2. Diabetes tipe II
Pada Diabetes tipe II terdapat dua masalah yang berhubungan
dengan insulin, yaitu resistensi insulin dan gangguan sekresi insulin.
Normalnya insulin akan terikat dengan reseptor khusus pada permukaan
sel. Sebagai akibat terikatnya insulin dengan reseptor tersebut, terjadi
suatu rangkaian reaksi dalam metabolisme glukosa didalam sel. Resistensi
insulin pada diabetes tipe II disertai dengan penurunan reaksi intrasel ini.
Dengan demikian insulin menjadi tidak efektif untuk menstimulasi
pengambilan glukosa oleh jaringan. Akibat intoleransi glukosa yang
berlangsung lambat dan progresif maka awitan diabetes tipe II dapat
berjalan tanpa terdeteksi. Jika gejalanya dialami pasien, gejala tersebut
sering bersifat ringan dan dapat mencakup kelelahan, iritabilitas, poliuria,
polidipsia, luka yang lama sembuh, infeksi vagina atau pandangan yang
kabur ( jika kadar glukosanya sangat tinggi).
Penyakit Diabetes membuat gangguan/ komplikasi melalui
kerusakan pada pembuluh darah di seluruh tubuh, disebut angiopati
diabetik. Penyakit ini berjalan kronis dan terbagi dua yaitu gangguan pada
pembuluh darah besar (makrovaskular) disebut makroangiopati, dan pada
pembuluh darah halus (mikrovaskular) disebut mikroangiopati. Ulkus
Diabetikum terdiri dari kavitas sentral biasanya lebih besar disbanding
pintu masuknya, dikelilingi kalus keras dan tebal. Awalnya proses
pembentukan ulkus berhubungan dengan hiperglikemia yang berefek
terhadap saraf perifer, kolagen, keratin dan suplai vaskuler. Dengan
adanya tekanan mekanik terbentuk keratin keras pada daerah kaki yang
mengalami beban terbesar. Neuropati sensoris perifer memungkinkan
terjadinya trauma berulang mengakibatkan terjadinya kerusakan jaringan
dibawah area kalus. Selanjutnya terbentuk kavitas yang membesar dan
akhirnya ruptur sampai permukaan kulit menimbulkan ulkus. Adanya
iskemia dan penyembuhan luka abnormal manghalangi resolusi.
Mikroorganisme yang masuk mengadakan kolonisasi didaerah ini.
Drainase yang inadekuat menimbulkan closed space infection. Akhirnya
sebagai konsekuensi sistem imun yang abnormal, bakteria sulit
dibersihkan dan infeksi menyebar ke jaringan sekitarnya, (Anonim 2009).
E. MANIFESTASI KLINIS
1. Diabetes Tipe I
a. hiperglikemia berpuasa
b. glukosuria, diuresis osmotik, poliuria, polidipsia, polifagia
c. keletihan dan kelemahan
d. ketoasidosis diabetik (mual, nyeri abdomen, muntah, hiperventilasi,
nafas bau buah, ada perubahan tingkat kesadaran, koma, kematian)
2. Diabetes Tipe II
a. lambat (selama tahunan), intoleransi glukosa progresif
b. gejala seringkali ringan mencakup keletihan, mudah tersinggung,
poliuria, polidipsia, luka pada kulit yang sembuhnya lama, infeksi
vaginal, penglihatan kabur
c. komplikaasi jangka panjang (retinopati, neuropati, penyakit vaskular
perifer)
3. Ulkus Diabetikum
Ulkus Diabetikum akibat mikriangiopatik disebut juga ulkus panas
walaupun nekrosis, daerah akral itu tampak merah dan terasa hangat oleh
peradangan dan biasanya teraba pulsasi arteri dibagian distal . Proses
mikroangipati menyebabkan sumbatan pembuluh darah, sedangkan secara
akut emboli memberikan gejala klinis 5 P yaitu :
a. Pain (nyeri)
b. Paleness (kepucatan)
c. Paresthesia (kesemutan)
d. Pulselessness (denyut nadi hilang)
e. Paralysis (lumpuh).
Bila terjadi sumbatan kronik, akan timbul gambaran klinis menurut
pola dari fontaine:
a. Stadium I : asimptomatis atau gejala tidak khas (kesemutan).
b. Stadium II : terjadi klaudikasio intermiten
c. Stadium III : timbul nyeri saat istitrahat.
d. Stadium IV : terjadinya kerusakan jaringan karena anoksia (ulkus).
F. KLASIFIKASI :
Gangren kaki diabetik menjadi enam tingkatan,yaitu:
1. Derajat 0 :Tidak ada lesi terbuka, kulit masih utuh dengan
kemungkinan disertai kelainan bentuk kaki seperti “ claw,callus “.
2. Derajat I : Ulkus superfisial terbatas pada kulit.
3. Derajat II :Ulkus dalam menembus tendon dan tulang
4. Derajat III : Abses dalam, dengan atau tanpa osteomielitis.
5. Derajat IV : Gangren jari kaki atau bagian distal kaki dengan atau
tanpa selulitis
6. Derajat V : Gangren seluruh kaki atau sebagian tungkai.

G. KOMPLIKASI
Komplikasi sering terjadi pada luka dekubitus derajat III dan IV,
walaupun dapat terjadi pada luka yang superfisial. Menurut subandar (2008)
komplikasi yang dapat terjadi antara lain:
1. Infeksi, umumnya bersifat multibakterial baik aerobik maupun anaerobik.
2. Keterlibatan jaringan tulang dan sendi seperti periostitis, osteotitis,
osteomielitis, dan arthritis septik.
3. Septikimia
4. Animea
5. Hipoalbuminea
6. Kematian

H. PEMERIKSAAN PENUNJANG

1. Kultur dan analisis urin


Kultur ini dibutuhakan pada keadaan inkontinensia untuk melihat apakah
ada masalah pada ginjal atau infeksi saluran kencing, terutama pada
trauma medula spinalis.

2. Kultur Tinja
Pemeriksaan ini perlu pada keadaan inkontinesia alvi untuk melihat
leukosit dan toksin Clostridium difficile ketika terjadi pseudomembranous
colitis.
3. Biopsi
Biopsi penting pada keadaan luka yang tidak mengalami perbaikan dengan
pengobatan yang intensif atau pada ulkus dekubitus kronik untuk melihat
apakah terjadi proses yang mengarah pada keganasan. Selain itu, biopsi
bertujuan untuk melihat jenis bakteri yang menginfeksi ulkus dekubitus.
Biopsi tulang perlu dilakukan bila terjadi osteomyelitis.
4. Pemeriksaan Darah
Untuk melihat reaksi inflamasi yang terjadi perlu diperiksa sel darah putih
dan laju endap darah. Kultur darah dibutuhkan jika terjadi bakteremia dan
sepsis.
5. Keadaan Nutrisi
Pemeriksaan keadaan nutrisi pada penderita penting untuk proses
penyembuhan ulkus dekubitus. Hal yang perlu diperiksa adalah albumin
level, prealbumin level, transferrin level, dan serum protein level.
6. Radiologis: Pemeriksaan radiologi untuk melihat adanya kerusakan tulang
akibat osteomyelitis. Pemeriksaan dapat dilakukan dengan sinar-X,scan
tulang atau MRI.

I. PENATALAKSANAAN
1. Medis
a. Obat hiperglikemik oral (OHO). Berdasarkan cara kerjanya OHO
dibagi menjadi 4 golongan :
1) Pemicu sekresi insulin.
2) Penambah sensitivitas terhadap insulin.
3) Penghambat glukoneogenesis.
4) Penghambat glukosidase alfa.
b. Insulin. Insulin diperlukan pada keadaan :
1) Penurunan berat badan yang cepat.
2) Hiperglikemia berat yang disertai ketoasidosis.
3) Ketoasidosis diabetik.
4) Gangguan fungsi ginjal atau hati yang berat.
c. Terapi Kombinasi
Pemberian OHO maupun insulin selalu dimulai dengan dosis
rendah, untuk kemudian dinaikkan secara bertahap sesuai dengan
respon kadar glukosa darah.
2. Keperawatanan
a. Memperbaiki keadaan umum penderita dengan nutrisi yang memadai
b. Pemberian anti agregasi trombosit jika diperlukan, hipolipidemik dan
anti hopertensi
c. Bila dicurigai suatu gangren, segera diberikan antibiotik spektrum luas,
meskipun untuk menghancurkan klostridia hanya diperlukan penisilin.
d. Dilakukan pengangkatan jaringan yang rusak. Kadang-kadang jika
sirkulasi sangat jelek, sebagian atau seluruh anggota tubuh harus
diamputasi untuk mencegah penyebaran infeksi.
e. Terapi oksigen bertekanan tinggi (oksigen hiperbarik) bisa juga
digunakan untuk mengobati gangren kulit yang luas. Penderita
ditempatkan dalam ruangan yang mengandung oksigen bertekanan
tinggi, yang akan membantu membunuh klostridia.
f. Bersihkan luka di kulit dengan seksama.
g. Waspada akan tanda-tanda terjadinya infeksi (kemerahan, nyeri,
keluarnya cairan, pembengkakan)

J. DIAGNOSA KEPERAWATAN YANG MUNGKIN MUNCUL


1. Kerusakan integritas jaringan kulit berhubungan dengan destruksi mekanis
jaringan sekunder terhadap tekanan, gesekan dan fraksi.
2. Resiko tinggi terhadap infeksi berhubungan dengan pemajanan dasar
dekubitus, penekanan respons inflamasi.
3. Nyeri berhubungan dengan proses peradangan di area dekubitus.
4. Kurang pengetahuan
5. Defisit perawatan diri
6. Gangguan citra tubuh
7. Gangguan mobilitas fisik
K. INTERVENSI

No. Diagnosa NOC NIC


1. Kerusakan Pressure ulcer prevention
integritas Wound care
jaringan 1. Tissue integrity : 1. Anjurkan pasien untuk
kulit skin and mucous menggunakan pakaian yang
berhubungan membranes longgar
dengan 2. Wound healing : 2. Jaga kulit agar tetap bersih
destruksi primary and dan kering
mekanis secondary intention 3. Mobilisasi pasien (ubah
jaringan Setelah dilakukan posisi pasien) setiap dua jam
sekunder tindakan keperawatan sekali
terhadap selama …. kerusakan 4. Monitor kulit akan adanya
tekanan, integritas jaringan kemerahan
gesekan dan pasien teratasi dengan 5. Oleskan lotion atau
fraksi. kriteria hasil: minyak/baby oil pada daerah
1. Perfusi jaringan yang tertekan
normal 6. Monitor aktivitas dan
2. Tidak ada tanda- mobilisasi pasien
tanda infeksi 7. Monitor status nutrisi pasien
3. Ketebalan dan 8. Memandikan pasien dengan
tekstur jaringan sabun dan air hangat
normal 9. Kaji lingkungan dan
4. Menunjukkan peralatan yang menyebabkan
pemahaman dalam tekanan
proses perbaikan 10. Observasi luka : lokasi,
kulit dan mencegah dimensi, kedalaman luka,
terjadinya cidera karakteristik,warna cairan,
berulang granulasi, jaringan nekrotik,
5. Menunjukkan tanda-tanda infeksi lokal,
terjadinya proses formasi traktus
penyembuhan luka 11. Ajarkan pada keluarga
tentang luka dan perawatan
luka
12. Kolaborasi ahli gizi
pemberian diet TKTP,
vitamin
13. Cegah kontaminasi feses dan
urin
14. Lakukan tehnik perawatan
luka dengan steril
15. Berikan posisi yang
mengurangi tekanan pada
luka
16. Hindari kerutan pada tempat
tidur
2. Resiko
tinggi 1. Immune Status 1. Pertahankan teknik aseptif
terhadap 2. Knowledge : 2. Batasi pengunjung bila
infeksi Infection perlu
berhubungan control 3. Cuci tangan setiap
dengan 3. Risk control sebelum dan sesudah
pemajanan Setelah dilakukan tindakan keperawatan
dasar tindakan keperawatan 4. Gunakan baju, sarung
dekubitus, selama…… pasien tangan sebagai alat
penekanan tidak mengalami pelindung
respons infeksi dengan kriteria 5. Ganti letak IV perifer dan
inflamasi. hasil: dressing sesuai dengan
1. Klien bebas dari petunjuk umum
tanda dan gejala 6. Gunakan kateter
infeksi intermiten untuk
2. Menunjukkan menurunkan infeksi
kemampuan untuk kandung kencing
mencegah 7. Tingkatkan intake nutrisi
timbulnya infeksi 8. Berikan terapi
3. Jumlah leukosit antibiotik:...........................
dalam batas ......
normal 9. Monitor tanda dan gejala
4. Menunjukkan infeksi sistemik dan lokal
perilaku hidup 10. Pertahankan teknik isolasi
sehat k/p
5. Status imun, 11. Inspeksi kulit dan
gastrointestinal, membran mukosa terhadap
genitourinaria kemerahan, panas,
dalam batas drainase
normal 12. Monitor adanya luka
13. Dorong masukan cairan
14. Dorong istirahat
15. Ajarkan pasien dan
keluarga tanda dan gejala
infeksi
16. Kaji suhu badan pada
pasien neutropenia setiap 4
jam

3. Nyeri
berhubungan 1. Pain Level, 1. Lakukan pengkajian nyeri
dengan 2. pain control, secara komprehensif
proses 3. comfort level termasuk lokasi,
peradangan Setelah dilakukan karakteristik, durasi,
di area tinfakan keperawatan frekuensi, kualitas dan
dekubitus. selama …. Pasien tidak faktor presipitasi
mengalami nyeri, 2. Observasi reaksi nonverbal
dengan kriteria hasil: dari ketidaknyamanan
1. Mampu 3. Bantu pasien dan keluarga
mengontrol nyeri untuk mencari dan
(tahu penyebab menemukan dukungan
nyeri, mampu 4. Kontrol lingkungan yang
menggunakan dapat mempengaruhi nyeri
tehnik seperti suhu ruangan,
nonfarmakologi pencahayaan dan kebisingan
untuk mengurangi 5. Kurangi faktor presipitasi
nyeri, mencari nyeri
bantuan) 6. Kaji tipe dan sumber nyeri
2. Melaporkan untuk menentukan
bahwa nyeri intervensi
berkurang dengan 7. Ajarkan tentang teknik non
menggunakan farmakologi: napas dala,
manajemen nyeri relaksasi, distraksi, kompres
3. Mampu mengenali hangat/ dingin
nyeri (skala, 8. Berikan analgetik untuk
intensitas, mengurangi nyeri: ……...
frekuensi dan 9. Tingkatkan istirahat
tanda nyeri) 10. Berikan informasi tentang
4. Menyatakan rasa nyeri seperti penyebab
nyaman setelah nyeri, berapa lama nyeri
nyeri berkurang akan berkurang dan
5. Tanda vital dalam antisipasi ketidaknyamanan
rentang normal dari prosedur
6. Tidak mengalami 11. Monitor vital sign sebelum
gangguan tidur dan sesudah pemberian
analgesik pertama kali

4. Kurang Teaching : Dissease Process


pengetahuan Setelah dilakukan
1. Kaji tingkat pengetahuan klien
asuhankeperawatan, dan keluarga tentang proses
pengetahuan klien penyakit
meningkat. 1. Jelaskan tentang patofisiologi
Knowledge : Illness penyakit, tanda dan gejala serta
Care dg kriteria hasil : penyebab yang mungkin
1 Tahu Diitnya 2. Sediakan informasi tentang
1. Proses penyakit kondisi klien
2. Konservasi 3. Siapkan keluarga atau orang-
energi orang yang berarti dengan
3. Kontrol infeksi informasi tentang
4. Pengobatan perkembangan klien
5. Aktivitas yang 4. Sediakan informasi tentang
dianjurkan diagnosa klien
6. Prosedur 5. Diskusikan perubahan gaya
pengobatan hidup yang mungkin
7. Regimen/aturan diperlukan untuk mencegah
pengobatan komplikasi di masa yang akan
8. Sumber-sumber datang dan atau kontrol proses
kesehatan penyakit
9. Manajemen 6. Diskusikan tentang pilihan
penyakit tentang terapi atau pengobatan
7. Jelaskan alasan
dilaksanakannya tindakan atau
terapi
8. Dorong klien untuk menggali
pilihan-pilihan atau
memperoleh alternatif pilihan
9. Gambarkan komplikasi yang
mungkin terjadi
10. Anjurkan klien untuk
mencegah efek samping dari
penyakit
11. Gali sumber-sumber atau
dukungan yang ada
12. Anjurkan klien untuk
melaporkan tanda dan gejala
yang muncul pada petugas
kesehatan
13. kolaborasi dg tim yang lain.

5. Defisit Bantuan perawatan diri


perawatan Setelah dilakukan 1. Monitor kemampuan pasien
diri asuhan keperawatan, terhadap perawatan diri
klien mampu 2. Monitor kebutuhan akan
Perawatan diri personal hygiene, berpakaian,
Self care :Activity toileting dan makan
Daly Living (ADL) 3. Beri bantuan sampai klien
dengan indicator : mempunyai kemapuan untuk
1. Pasien dapat merawat diri
melakukan 4. Bantu klien dalam memenuhi
aktivitas sehari- kebutuhannya.
hari (makan, 5. Anjurkan klien untuk
berpakaian, melakukan aktivitas sehari-
kebersihan, hari sesuai kemampuannya
toileting, 6. Pertahankan aktivitas
ambulasi) perawatan diri secara rutin
2. Kebersihan diri 7. Evaluasi kemampuan klien
pasien terpenuhi dalam memenuhi kebutuhan
sehari-hari.
8. Berikan reinforcement atas
usaha yang dilakukan dalam
melakukan perawatan diri
sehari hari.
9.
6. Gangguan  Body image
citra tubuh  Self esteem Nutrion Management
Kriteria Hasil : 1. Kaji secara verbal dan non
1. Body image verbal respon klien
positif terhadap tubuhnya
2. Mampu 2. Jelaskan tentang
mengidentifikas pengobatan, perawatan,
i kekuatan kemajuan dan prognosis
personal penyakit
3. Tidak terjadi 3. Dorong klien
pengurangan mengungkapkan
berat badan perasaannya
yang berarti
7. Gangguan Setelah diberikan 1. Anjurkan keluarga
mobilitas asuhan keperawatan membantu klien mobilisasi.
fisik selama 3 x 24 jam, 2. Atur posisi klien tiap 2 jam.
diharapkan kerusakan 3. Bantu klien untuk latihan
mobilitas fisik pasien rentang gerak secara
teratasi dengan KH : konsisten yang diawalai
1. Klien mampu dengan pasif kemudian
beraktivitas, miring aktif.
kanan miring kiri 4. Dorong partisipasi klien
dengan dibantu dalam semua aktivitas
oleh keluarga sesuai kemampuannya.
2. Keadaan luka 5. Buat jadwal latihan secara
membaik teratur.
6. Tingkatkan latihan ADL
melalui fisioterapi,
hidroterapi, dan perawatan.
7. Kolaborasi dengan
fisioterapi

Anda mungkin juga menyukai