Anda di halaman 1dari 16

BAB I

PENDAHULUAN

A. Latar Belakang
Menurut UUD 1945 pasal 1 berbunyi “tiap-tiap warga Negara berhak
mendapatkan pengajaran”. Berdasarkan pasal ini jelas bahwa semua warga
negara tanpa terkecuali berhak mendapatkan pendidikan. Tujuan utamanya
agar generasi muda penerus bangsa dapat memajukan negara Indonesia ini.
Berkaitan dengan itu, visi Menteri Pendidikan Nasional, Bambang
Sudibyo memandang bahwa pendidikan pendidikan sebagai proses
pembentukan manusia seutuhnya. Untuk mewujudkan visi ini dibutuhkan
dana memadai(aspek kuantitatif) dan tenaga pendidik yang profesional (aspek
kualitatif).
Ditinjau dari aspek kuantitatif, Mendiknas lebih lanjut mewacanakan
guru akan makin dimanusiawikan dengan menaikkan gaji untuk memperbaiki
mutu pendidikan nasional. Dengan kesejahteraan yang terjamin, para guru
akan bangga dengan profesinya, mampu membeli buku, dan mempunyai
waktu luang untuk belajar. Pada prinsipnya, menaikkan anggaran pendidikan
selalu disebut sebagai conditio sine qua non (syarat mutlak).
Namun, pembangunan dalam pendidikan seharusnya tidak dipahami dari
aspek kuantitatif saja, akan tetapi aspek kualitatif juga perlu diperhatikan.
Dalam konteks ini guru adalah jantungnya. Tanpa guru yang profesional
meskipun kebijakan pembaharuan secanggih apapun akan berakhir sia-sia.
Berdasarkan uraian di atas, makalah ini akan membahas bagaimana etika
guru profesional dalam rangka meningkatkan mutu pendidikan sesuai denga
visi yang telah ditetapkan. Uraian dalam makalah ini di mulai bagaimana
etika guru profesional terhadap peraturan perundang-undangan, etika guru
profesional terhadap peserta didik, etika guru profesional terhadap pekerjaan,
dan diakhiri dengan menguraikan etika guru profesional terhadap tempat
kerjanya.

B. Rumusan Masalah

1
Berdasarkan latar belakang tersebut, maka rumusan masalah sebagai berikut.
1. Bagaimana pengembangan kode etik profesi keguruan ?
2. Bagaimana dasar-dasar kode etik profesi keguruan?

C. Tujuan
Berdasarkan rumusan masalah tersebut, maka dapat ditarik tujuan
1. Untuk menjelaskan pengembangan kode etik profesi.
2. Untuk mengetahui dasar-dasar kode etik profesi keguruan.

2
BAB II
PEMBAHASAN

A. Pengertian Kode Etik Keguruan


Kode etik adalah norma dan asas yang disepakati dan diterima oleh
guru-guru, sebagai pedoman sikap dan perilaku dalam melaksanakan tugas
profesi sebagai pendidik , anggota masyarakat dan warga negara setiap
profesi memiliki kode etik profesi. Etika berasal dari bahasa yunani yaitu
kata “ethos” yang berarti suatu kehendak atau kebiasaan baik yang tetap.
Yang pertama kali menggunakan kata-kata itu adalah seorang filosof
Yunani yang bernama Aris Toteles ( 384 – 322 SM ). Menurut Kamus Besar
Bahasa Indonesia Etika / moral adalah ajaran tentang baik dan buruk
mengenai perbuatan, sikap, kewajiban dan sebagainya.Menurut K. Bertenes,
Etika adalah nilai-nilai atau norma-norma yang menjadi pegangan bagi
seseorang dalam mengatur tingkah lakunya. Sedangkan Profesional adalah
merupakan yang ahli dibidangnya, yang telah memperoleh pendidikan atau
pelatihan khusus untuk pekerjaannya tersebut. Profesional merupakan suatu
profesi yang mengandalkan keterampilan atau keahlian khusus yang
menuntut pengemban profesi tersebut untuk terus memperbaharui
keterampilannya sesuai dengan perkembangan teknologi.
Untuk menjadi seseorang yang profesional, seseorang yang
melakukan pekerjaan dituntut untuk memiliki beberapa sikap sebagai
berikut.
1. Komitmen Tinggi
Seorang profesional harus mempunyai komitmen yang kuat pada
pekerjaan yang sedang dilakukannya.
2. Tanggung Jawab
Seorang profesional harus bertanggung jawab penuh terhadap pekerjaan
yang dilakukannya sendiri.
3. Berpikir Sistematis
Seorang yang profesional harus mampu berpikir sitematis tentang apa
yang dilakukannya dan belajar dari pengalamannya.

3
4. Penguasaan Materi
Seorang profesional harus menguasai secara mendalam bahan / materi
pekerjaan yang sedang dilakukannya.
5. Menjadi bagian masyarakat professional
Seyogyanya seorang profesional harus menjadi bagian dari masyarakat
dalam lingkungan profesinya.
Setiap profesi harus mempunyai kode etik profesi. Dengan demikian,
jabatan dokter, notaris, arsitek, guru, dan lain-lain yang merupakan bidang
pekerjaan profesi mempunyai kode etik. Sama halnya dengan kata profesi
sendiri, penafsiran tentang kode etik juga belum memiliki pengertian yang
sama. Menurut Undang-undang Nomor 8 Tahun 1974 tentang Pokok-pokok
Kepegawaian jelas menyatakan bahwa “Pegawai Negeri/Sipil mempunyai
Kode Etik sebagai pedoman sikap, tingkah laku dan perbuatan di dalam dan
di luar kedinasan.” Dalam penjelasan Undang-undang tersebut dinyatakan
bahwa dengan adanya Kode Etik ini, pegawai negeri sispil sebagai aparatur
Negara, abdi negara, dan abdi masyarakat mempunyai pedoman sikap,
tingkah laku, dan perbuatan dalam melaksanakan tugasnya dan dalam
pergaulan hidup sehari-hari. Selanjutnya, dalam Kode Etik Pegawai Negeri
Sipil itu digariskan pula prinsip-prinsip pokok tentang pelaksanaan tugas
dan tanggung jawab pegawai negeri.Dari urai ini dapat kita simpulkan,
bahwa kode etik merupakan pedoman sikap, tingkah laku, dan perbuatan di
dalam melaksanakan tugas dan dalam hidup sehari-hari.

B. Tujuan dan Fungsi Kode Etik Guru


Pada dasarnya tujuan merumuskan kode etik dalam suatu profesi
adalah untuk kepentingan anggota dan kepentingan organisasi profesi itu
sendiri. Secara umum tujuan mengadakan kode etik adalah sebagai berikut.
Untuk menjunjung tinggi martabat profesi. Dalam hal ini kode etik dapat
menjaga pandangan dan kesan dari pihak luar atau masyarakat, agar mereka
jangan sampai memandang rendah atau remes terhadap profesi akan
melarang. Oleh karenya, setiap kode etik suatu profesi akan melarang
berbagai bentuk tindak-tanduk atauk kelakuan anggota profesi yang dapat

4
mencemarkan nama baik profesi terhadap dunia luar. Dari segin ini, kode
etik juga sering kali disebut kode kehormatan.
Menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya tersebut
dimaksud adalah kesejahteraan di sini meliputi baik kesejahteraan lahir
(atau material) maupun kesejahteraan batin (spiritual atau mental).Dalam
hal kesejahteraan lahir para anggota profesi, kode etik umumnya memuat
larangan-larangan kepada para anggotanya untuk melakukan perbuatan-
perbuatan yang merupakan kesejahteraan para anggotanya. Misalnya dengan
menetapkan tarif-tarif minimum bagi honorium anggota profesi dalam
melaksanakan tugasnya, sehingga siapa-siapa yang mengadakan tarif di
bawah minimum akan dianggap tercela dan merugikan rekan-rekan
seprofesi. Dalam hal kesejahteraan batin para anggota profesi, kode etik
umumnya memberi petunjuk-petunjuk para anggotanya untuk melaksanakan
profesinya. Kode etik juga sering mengandung peraturan-peraturan yang
bertujuan membatasi tingkah laku yang tidak pantas atau tidak jujur bagi
para anggota profesi dalam berinteraksi dengan sesama rekan anggota
profesi.
Meningkatkan pengabadian para anggota profesi ialah tujuan lain
kode etik dapat juga berkaitan dengan peningkatan kegiatan pengabian
profesi, sehingga bagi anggota profesi daapat dengan mudah megnetahui
tugas dan tanggung jawab pengabdian dalam melaksanakan tugasnya. Oleh
karena itu, kode etik merumuskan ketentuan-ketentuan yang perlu dilakukan
para anggota profesi dalam menjalankan tugasnya. Untuk meningkatkan
mutu profesi. Untuk meningkatkan mutu profesi kode etik juga memuat
norma-norma dan anjuran agar para anggota profesi selalu berusaha untuk
meningkatkan mutu pengabdian para anggotanya. Untuk meningkatkan
mutu organisasi profesi. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi, maka
diwajibkan kepada setiap anggota untuk secara aktif berpartispasi dalam
membina organisasi profesi dan kegiatan-kegiatan yang dirancang
organisasi.
Dari uraian tersebut dapat ditarik kesimpulan bahwa tujuan suatu
profesi menyusun kode etik adalah untuk menjunjung tinggi martabat

5
profesi, menjaga dan memelihara kesejateraan para anggota, meningkatkan
pengabdian anggota profesi, dan meningkatkan mutu profesi dan mutu
organisasi profesi. (Supriadi, 1998)
Adapun fungsi dari kode etik profesi yaitu sebagai berikut.
1. Memberikan pedoman bagi setiap anggota profesi tentang prinsip
profesionalitas yang digariskan.
2. Sebagai sarana kontrol sosial bagi masyarakat atas profesi yang
bersangkutan.
3. Mencegah campur tangan pihak di luar organisasi profesi tentang
hubungan etika dalam keanggotaan profesi. Etika profesi sangatlah
dibutuhkan dalam berbagai bidang.
Menurut basumi (ketua umum PGRI, 1973), kode etik guru di
iondonesia adalah landasan moral dan pedoman tingkah laku bguru warga
PGRI dalam melaksanakan panggilan pengabdiannya bekerja sebagai guru.
Dari pendapat tersebut dapat di tarik kesimpilan bahwa dalam kode etik
guru di indonesia terdapat dua unsur pokok yakni sebagai landasan moral
dan sebagai pedoman tingkah laku.
Menurut R. Hermawan S (1979) tujuan umum kode etik profesi guru
adalah untuk kepentingan anggota dan organisasi profesi itu sendiri, yaitu :
1. Untuki menjunjung tinggi martabat profesi
2. Untuk menjaga dan memelihara kesejahteraan para anggotanya
3. Untuk meningkatkan pengabdian para anggota profesi
4. Untuk meningkatkan mutu profesi
5. Untuk meningkatkan mutu organisasi profesi
Kode etik ditetapkan oloeh anggota profesi. Kode etik ditetapkan oleh
anggota profesi guru yang bergabung dalam wadah PGRI. Kode etik ini di
jadikan sebagai pedoman bertindak bagi seluruh anggota organisasi atau
profesi tersebut. Sanksi t5erhadap pelanggaran kode etik di berlakukan bagi
anggota yang menggunakan sanksi organisasi profesi, misalnya dilarang
mengajar, atau melakukan aktivitas di dunia pendidikan, atau bahkan diberi
tindakan pidana atau perdata jika secara lebih jauh melanggar undang-
undang tertentu.

6
Kode guru etik di indonesia ditetapkan dalam kongres PGRI pada
1973 dalam kongres XIII di jakarta. Kemudian di sempurnakan pada
kongres XVI tahun 1989 di jakarta (Rochman Natawijaya, 1989:28).
Adapun rumusan kode etik guru di indonesia itu adalah sebagai berikut.
Guru di indonesia menyadari bahwa pendidikan adalah bidang pengabdian
terhadap Tuhan Yang Maha Esa, bangsa dan Negara, sertakemanusiaan
pada umumnya. Guru di indonesia yang berjiwa pancasila dan setia pada
undang-undang Dasar 1945 turut bertanggung jawab atas terwujudnya cita-
cita proklamasi kemerdekaan 17 agustus 1945. Oleh sebab itu, guru
indonesia terpanggil untuk menunaikan karya nya dengan memedomani
dasar-dasar sebagai berikut.
1. Guru berbakti membimbing peserta didik untuk membentuk manusia
seutuhnya yang berjiwa pancasila.
2. Guru memiliki dan melaksanakan kejujuran profesional.
3. Guru berusaha memperoleh informasi tetntang peserta didik sebagai
bahan melakukan bimbingan pembinaan.
4. Guru menciptakan sesuasana sekolah sebaik-baiknya yang menujang
berhasilnya proses belajar-mengajar.
5. Guru memelihara hubungan baik dengan orang tua murid dan
masyarakat sekitar maupun untuk membina peran serta dan rasa
tanggung jawab bersama terhadap pendidikan.
6. Guru secara pribadi dan bersama-sama mengembangkan dan
meningkatkan mutu dan martabat profesinya.
7. Guru memelihara hubungan seprofesi, semangat kekeluargaan, dan
kesetiakawanan sosial.
8. Guru secara bersama-sama memelihara atau meningkatkan mutu
organisasi PGRI sebagai sarana perjuangan dan pengabdian.
9. Guru melaksanakan segala kebijaksanaan pemerintah dalam bidang
pendidikan.
Ciri keprofesian dalam bidang kependidikan sebagaimana
dikemukakan oleh D. Westby – Gibson dan dikutip oleh T. Raka Joni
adalah sebagai berikut.

7
Pertama, dilakukannya dan juga diakuinya oleh masyarakat bahwa
layanan itu hanya dapat dilakukan oleh kelompok pekerja profesional.
Ketentuan layanan bidang kependidikan memang sudah tidak dipersoalkan
lagi, akan tetapi keunikan kualifikasi pemangku – pemangku jabatannya
mulai dari taman kanak – kanak sampai dengan perguruan tinggi dapat
ditemukan tenaga – tenaga kependidikan yang belum menunjukkan
keunikan kualifikasi sebagai tenaga kependidikan.
Kedua, dimilikinya sekumpulan bidang ilmu pengetahuan yang
menjadi landasan sejumlah teknik dan prosedur yang unik. Profesi
kedokteran misalnya yang sudah mapan sejak berabad – abad memiliki
sejumlah bidang ilmu pengetahuan yang mendasari teknik serta prosedur
kerja kedokteran seperti antara lain anatomi, bakteorologi, biokimia,
patologi, farmakologi. Namun untuk profesi kependidikan atau lebih khusus
lagi keguruan belum secara jelas ditentukan bidang – bidang ilmu
pengetahuan yang menyangganya. Bahkan sementara pihak ada yang
berpendapat siapa saja bisa menjadi guru asal menguasai materi yang akan
diajarkan. Itulah sebabnya dapat terjadi adanya guru yang sebetulnya belum
memenuhi persyaratan sebagai guru yang profesional. Ada juga yang
menyatakan bahwa menggurukan ahli adalah jauh lebih baik dan mudah
dibandingkan dengan mengahlikan guru. Dalam hubungan ini perlu
dipertanyakan: haruskah seorang guru secara sengaja belajar teknik dan
prosedur mengajar; bidang – bidang ilmu pengetahuan apa sajakah yang
menjadi landasan untuk memperoleh teknik dan prosedur mengajar tersebut.
Ketiga, diperlukannya persiapan yang dirancang secara sengaja dan
sistematis sebelum orang dapat melaksanakan pekerjaan profesional. Ini
berarti, pendidikan tenaga kependidikan khususnya keguruan adalah
pendidikan yang bersifat pre-service (bukan pendidikan dalam jabatan
semata – mata tetapi pendidikan prajabatan). Dengan perkataan lain praktisi
keguruan tanpa melalui pendidikan keguruan atau pengadaan guru secara
darurat hendaknya tidak terjadi lagi.
Keempat, dimilikinya mekanisme untuk menyaring anggota
sehingga hanya mereka yang mempunyai kompetensi saja yang

8
diperbolehkan bekerja sebagai tenaga profesional keguruan. Hal ini
tampaknya merupakan titik yang paling lemah dalam profesi keguruan di
negara kita dan kelima, dimilikinya organisasi profesional yang berfungsi
untuk melindungi kepentingan anggotanya dari saingan luar kelompok dan
untuk meningkatkan mutu layanan kepada pihak pengguna jasanya,
termasuk kode etik profesional bagi profesinya. Ciri ini juga menunjukkan
kelemahan yang sangat menonjol di negara kita karena organisasi profesi
keguruan yang ada belum sepenuhnya melaksanakan fungsi tersebut
(Rindjin,2007: Vol 426).

C. Dasar-Dasar Kode Etik Guru

BAGIAN SATU
Pengertian, Tujuan, dan Fungsi
Pasal 1

Kode Etik Guru Indonesia adalah norma dan asas yang telah di
sepakati dan diterima oleh guru-guru Indonesia. Sebagai pedoman sikap dan
perilaku dalam melaksanakan tugas profesi sabagai pendidik, anggota
masyarakat, dan warga negara.
Pedoman sikap atau perilaku sebagaimana yang dimaksudkan pada
ayat (1) pasal ini dalah nilai-nilai moral yang membedakan perilaku guru
yang baik dan buruk, yang boleh dan tidak boleh dilaksanakan selama
menunaikan tugas-tugas profesionalnya untuk mendidik, mengajar,
membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan mengevaluasi peserta
didik, serta sikap pergaulan sehari-hari di dalam dan diluar sekolah.

Pasal 2
Kode Etik Guru di indonesia merupakan pedoman sikap dan perilaku
bertujuan menempatkan guru sebagai profesi terhormat, mulia dan
bermartabat yang di lindungi oleh Undang-undang.

9
Kode Etik Guru di indonesia berfungsi sebagai seperangkat prinsip
dan norma moral yang melandasi pelaksanaan tugas dan kayanan
profesional guru dalam hubungannya dengan peserta didik, orang tua/wali
siswa, sekolah dan rekan seprofesi, organisasi profesi, dan perintah sesuai
dengan nilai-nilai agama, pendidikan, sosial, etika, dan kemanusiaan.

BAGIAN DUA
Sumpah/janji Guru Indonesia

Pasal 3

1. Setiap guru mengucapkan sumpah dan/ janji guru Indonesia sebagai


wujud pemahaman, penerimaan, penghormatan, dan kesediaan untuk
mematuhi nilai-nilai moral yang memuai di dalam Kode Etik Guru
Indonesia sebagai pedoman bersikap dan perilaku, baik di sekolah
maupun di lingkungan Masyarakat.
2. Sumpah/janji guru Indonesia diucapkan di hadapan pengurus
organisasi profesi guru dan pejabat yang berwenang di wilayah kerja
masing-masing.
3. Setiap pengambilan sumpah atau janji guru Indonesia dihadiri oleh
penyelanggara satuan pendidikan.

Pasal 4

1. Naskah sumpah/ janji guru Indonesia dilampirkan sebagai bagian yang


tidak terpisahkan dari Kode Etik Guru Indonesia.
2. Pengambilan sumpah/ janji guru Indonesia dapat dilaksanakan secara
perorangan atau kelompok sebelumnya melaksanakan tugas.
BAGIAN TIGA
Nilai-nilai Dasar dan Nilai-nilai Operasional

Pasal 5

10
Kode etik guru bersumber dari:
1. Nilai-nilai agama dan pancasila.
2. Nilai-nilai kompetensi pedagogik, kompetensi kepribadian,
kompetensi sosial, dan kompetensi profesional.
3. Nilai-nilai jati diri, harkat, dan martabat manusia yang
meliputiperkembangan kesehatan jasmaniah, emosional, intelektual,
sosial, dan spritual.

Pasal 6
1. Hubungan guru dengan peserta didik :
a) Guru berperilaku secara profesional dalam melaksanakan tugas
didi, mengajar, membimbing, mengarahkan, melatih, menilai, dan
mengevaluasi proses dan hasil pembelajaran.
b) Guru membimbing peserta didik untuk memahami, menghayati,
dan mengamalkan hak-hak dan kewajiban sebagai individu, warga
sekolah, dan anggota masyarakat.
c) Guru mengetahui bahwa peserta didik memiliki karakteristik secara
individual dan masing-masingnya berhak atas layanan
pembelajaran.
d) Guru menghimpun inforamsi tentang peserta didik dan
mengguanakannya untuk kepentiangan proses kependidikan.
e) Guru secara perseorangan atau bersama-sama secara terus menerus
berusaha menciptakan, memelihara, dan mengembangkan suasana
sekolah yang menyenangkan sebagai lingkungan belajar yang
efektif dan efisien bagi peserta didik.
f) Guru menjalin hubungan dengan peserta didik yang di landasi
dengan rasa kasih sayang yang menghindarkan diri dari tindak
kekerasan fisik yang diluar bataskaidah pendidikan.
g) Guru berusaha secara manusiawi untuk mencegah setiap gangguan
yang dapat mempengaruhi perkembangan negatif bagi peserta
didik.

11
h) Guru secara langsung mencurahkan usaha-uisaha prefesionalnya
untuk membantu peserta didik dalam mengembangkan keseluruhan
kepribadiannya, termasuk kemampuannya untuk berkarya.
i) Guru menjunjung tinggi harga diri, integritas, dan tidak sekali-kali
merendahkan martabat peserta didiknya.
j) Guru bertindak dan memandang semua tindakan peserta didiknya
secara adil.
2. Hubungan guru dengan orang tua
a) Guru berusaha membina hubungan kerja sama yang efektif dan
efiesien dengan orang tua/wali siswa dalam melaksanakan proses
pendidikan.
b) Guru membeikan informasi kepada orang tua/ wali secara jujur dan
objektif mengenai perkembangan peserta didik.
c) Guru merahasiakan informasi setiap peserta didik kepada orang
lain yang bukan orang tua/walinya.
d) Guru memotivasi orang tua/wali siswa untuk beradaptasi dan
berpartisipasi dalam mamajukan dan meningkatkan kualitas
pendidikan.
e) Guru berkomunikasi secra baik dengan orang tua/wali siswa
mengenai kondisi dan kemajuan peserta didik dan proses
kependidikan pada umumnya.
f) Guru menjunjung tinggi hak orang tua/wali siswa untuk
berkonsultasi dengannya berkaitan denbgan kesejahteraan
kemajuan dan cita-cita anak atau anak-anak akan pendidikan.
g) Guru tidak boleh melakukan hubungan dan tindakan profesional
dengan orang tua/wali siswa untuk memperoleh keuntungan-
keuntungan pribadi.
3. Hubungan Guru dengan masyarakat
a) Guru mrnjalin komunikasi dan kerja sama yang harmonis, efektif,
dan efisien dengan masyarakat untuk memajukan dan
mengembangkan pendidikan.

12
b) Guru mengakomodasikan aspirasi masyarakat bdalam
mengembangkan dan meningkatkan kualitas pendidikan dan
pembelajaran.
c) Guru prka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi dalam
masyarakat.
d) Guru bekerja sama secara arif dengan masyarakat untuk
meningkatkan prestise dan martabat profesinya.
D. Kondisi Penerapan Kode Etik Keguruan
Suatu perkembangan yang menggembirakan muncul menyusul
keluarnya Undang-undang Rep. Indonesia No. 20 tahun 2003 tentang sistem
pendidikan nasional dalam UU tersebut, tenaga kependidikan mendapat
perhatian yang amat besar, melebihi bidang-bidang lain. Ada 6 pasal (pasal
39 s/d 44) terdiri atas 17 ayat, yang secara khusus menyangkut tenaga
kependidikan. Ini menunjukan bahwa kedudukan tenaga kependidikan
begitu penting dalam rangka upaya memajukan pendidikan secara
keseluruhan.
Bagi profesi kependidikan, UU tentang SPN mempunyai arti yang
sangat penting, karena dalam undang-undang ini profesi kependidikan telah
jelas dasar hukumnya, bahkan pekerjaan guru secara tegas telah dilindungi
keberadaannya. Gagasan yang mendasar yang terkandung UU tentang SPN
dalam kaitannya dengan tenaga kependidikan ialah perlindungan dan
pengakuan yang lebih pasti terhadap jabatan guru khususnya dan tenaga
kependidikan umumnya. Profesi-profesi ini secara tegas akan dilindungi,
dihargai, diakui, dan dijamin keberadaannya secara hukum. Perlindungan itu
secara eksplisit dikemukakan dalam pasal 42 yang menyatakan bahwa
pendidikan harus memiliki kualifikasi minimum dan sertifikasi sesuai
dengan jenjang kewenangan mengajar.
Profesionalisasi berhubungan dengan profil guru, walaupun protet guru
yang ideal memang sulit didapat namun kita boleh menerka profilnya. Guru
idaman merupakan produk dari keseimbangan antara penguasaan aspek
keguruan dan disiplin ilmu. Keduanya tidak perlu dipertentangkn melainkan

13
bagaimana guru tertempa kepribadiannya dan terasah aspek penguasaan
materinya.
Kepribadian guru yang utuh dan berkualitas sangat penting karena dari
sinilah muncul tanggung jawab profesional sekaligus menjadi inti kekutan
professional dan kesiapan untuk selalu mengembangkan diri. Tugas guru
adalah potensi peserta didik dan mengajarnya supaya belajar. Guru
memberikan peluang agar potensi itu ditemukan dan dikembangkan.
Kejelian itulah yang merupakan ciri kepribadian profesional. (Mulyasa,
2007)

14
BAB III
PENUTUP

A. Kesimpulan
Berdasarkan uraian makalah diatas maka dapat ditarik beberapa kesimpulan,
yaitu:

1. Kode Etik Guru merupakan aturan tata-susila keguruan yang mengatur


asas dan sikap profesionalisme seorang guru.
2. Tujuan dibentuknya kode etik guru adalah sebagai pelindung dan
pengwasan terhadap kinerja guru diIndonesia.
3. Isi kode etik guru terkait dengan bagaimana seorang guru bertindak dan
berperilaku didalam kelas.
4. Aturan yang terdapat dalam Kode Etik Guru dirumuskan oleh PGRI dan
para guru di Indonesia
5. Kode etik sangatlah penting bagi para guru di Indonesia karena dengan
kode etik perkembangan profesi keguruan akan semakin terarah dan
sistematis. Sebagaimana profesi lain yang sudah dilandasi oleh kekuatan
lembaganya masing-masing.
B. Saran
1. Sebaiknya seorang guru yang memiliki keprofesionalan dalam profesinya
harus mematuhi kode etik keguruan yang telah ditetapkan.
2. Sebaiknya organisasi keguruan seperti PGRI dan lainnya lebih
memasyarakatkan kode etik keguruan terutama pada daerah-daerah
tertinggal dan kurang akan informasi.
3. Dengan adanya kode etik, diharapkan perbaikan sistem pendidikan dan
perlindungan profesi lebih ditingkatkan oleh pemerintah sebagai pusat
dar segala pengesahan kebijakan.

15
DAFTAR PUSTAKA

Hermawan, S. 1979. Etika Keguruan. Bandung: Trigendrakarya


Sudjana, Nana. 2005. Dasar-Dasar Proses Belajar Mengajar. Bandung: Sinar
Baru Algesindo
Surya, M.dkk. 2010. Menjadi Guru yang Baik. Bogor: Ghalia Indonesia
Suteja, Jaja. 2013. Etika profesi keguruan. Yogyakarta: Budi Utama
Rindjin, Ketut. 2007. Peningkatan Profesionalisme Guru. Jurnal Pendidikan
dan Pengajaran UNDIKSHA
Mulyasa, E. 2007. Menjadi Guru Profesional Menciptakan Pembelajaran
Kreatif dan Menyenangkan. Bandung: Remaja Rosdakarya
Supriadi, Dedi. 1998. Mengangkat Citra dan Martabat Guru. Yogyakarta:
Adicita Karya Nusa

16

Anda mungkin juga menyukai