Anda di halaman 1dari 74

Open Reduction Internal Fixation (ORIF)

a. Definisi ORIF

ORIF merupakan salah satu bedah ortopedi yang digunakan pada pasien fraktur. ORIF

diindikasikan untuk fraktur dengan kesejajaran yang tidak diterima setelah dilakukannya

reduksi tertutup dan imobilisasi, ketidakselarasan anggota tubuh pada ekstremitas bawah dan

ketidakcocokan artikular. Dalam beberapa kasus ORIF memungkinkan dengan segera

terjadinya pembebanan berat badan, atau karena hasil pasien akan lebih baik dari

pengobatan non peratif. Reduksi terbuka biasanya dikombinasikan dengan manipulasi

langsung dari beberapa fragmen, tetapi juga dapat meliputi teknik tidak langsung seperti

penggunaan distraktor penghubung tulang pada fraktur artikular.

Indikasi untuk reduksi terbuka adalah:

1) Menggantikan fraktur artikular dengan impaksi dari permukaan sendi

2) Fraktur yang membutuhkan keselarasan aksial yang tepat (mis patah pada lengan, patah tulang

metaphyseal sederhana)

3) Kegagalan reduksi terbuka karena interposisi jaringan lunak

4) Tertundanya operasi di mana jaringan granulasi atau awal kalus harus dipindah

5) Terdapat resiko tinggi kerusakan struktur neurovascular

6) Pada kasus tidak adanya atau terbatasnya akses untuk pencitraan perioperatif untuk memeriksa

reduksi.
Keuntungan ORIF

Keuntungan dari fiksasi internal ini yaitu akan tercapai reposisi yang sempurna dan

fiksasi yang kokoh sehingga pada pasien paska ORIF tidak perlu lagi dipasang gips dan

mobilisasi dapat segera dilakukan. Selain itu, pada pasien yang menjalani ORIF penyatuan

sendinya lebih cepat, memiliki reduksi yang akurat dan stabilitas reduksi yang tinggi,

serta pemeriksaan struktur neurovascular dapat dilakukan lebih mudah.

Tujuan bedah ORIF

Tujuan dari bedah ORIF yaitu digunakan untuk stabilitas fraktur atau mengoreksi masalah

disfungsi muskuloskeletal serta memperbaiki fungsi dengan mengembalikan gerakan serta

stabilitas dan mengurangi nyeri serta stabilitas. Selain itu, tujuan lain dari tindakan ORIF

yaitu untuk menimbulkan reaksi reduksi yang akurat, stabilitas reduksi yang tinggi, untuk

pemeriksaan struktur- struktur neurovaskuler, untuk mengurangi kebutuhan akan alat

immobilisasi eksternal, mengurangi lamanya rawat inap di rumah sakit serta pasien lebih cepat

kembali ke pola kehidupan yang normal seperti sebelum mengalami cedera.

Masalah Pasca Bedah ORIF

Masalah yang sering kali ditimbulkan pada pasien pasca bedah ORIF meliputi:

1) Nyeri merupakan keluhan yang paling sering terjadi setelah bedah ORIF. Nyeri yang dapat

dirasakan seperti tertusuk dan terbakar pada tujuh hari pertama dan nyeri yang sangat

hebat akan dirasakan pada beberapa hari pertama.

2) Gangguan mobilitas pada pasien pasca bedah ORIF juga akan terjadi akibat proses

pembedahan.
3) Kelelahan sering kali terjadi pada pasien post ORIF yaitu kelelahan sebagai suatu

sensasi. Gejala nyeri otot, nyeri sendi, sakit kepala, dan kelemahan dapat terjadi akibat

kelelahan sistem muskuloskeletal dan gejala ini merupakan tanda klinis yang seringkali terlihat

pada pasien paska ORIF.

4) Perubahan ukuran, bentuk dan fungsi tubuh yang dapat mengubah sistem tubuh,

keterbatasan gerak, kegiatan, dan penampilan juga sering kali dirasakan oleh pasien paska

bedah ORIF.

Nyeri akut adalah nyeri yang terjadi setelah cedera akut, penyakit, atau intervensi bedah dan

memiliki proses yang cepat dengan intensitas yang bervariasi (ringan sampai berat), dan

berlangsung untuk waktu yang singkat (Andarmoyo, 2013).

Nyeri akut berdurasi singkat (kurang lebih 6 bulan) dan akan menghilang tanpa pengobatan

setalh area yang rusak pulih kembali (Prasetyo, 2010).

Nyeri Kronis adalah nyeri yang berlangsung lebih lama dibandingkan nyeri akut (Hariyanto &

Sulistyowati, 2015).

Berbeda dengan nyeri akut, nyeri kronis memiliki neurofisiologis dan tujuan yang lebih

kompleks dan sulit dipahami (Lemone, 2015).

Nyeri kronis merupakan nyeri yang timbul secara perlahan-lahan dan berlangsung dalam waktu

yang cukup lama yaitu lebih dari 6 bulan (Hidayat, 2009)


Nyeri Nosiseptif merupakan nyeri yang diakibatkan oleh aktivitas atau sensivitas nosiseptor

perifer yang merupakan respetor khusus yang mengantarkan stimulus naxious (Andarmoyo,

2013).

Nyeri Nosiseptor ini dapat terjadi karna adanya adanya stimulus yang mengenai kulit, tulang,

sendi, otot, jaringan ikat, dan lain-lain (Andarmoyo, 2013).

Nyeri neuropatik merupakan hasil suatu cedera atau abnormalitas yang di dapat pada struktur

saraf perifer maupun sentral , nyeri ini lebih sulit diobati (Andarmoyo, 2013).

Nyeri supervisial adalah nyeri yang disebabkan stimulus kulit. Karakteristik dari nyeri

berlangsung sebentar dan berlokalisasi. Nyeri biasanya terasa sebagai sensasi yang tajam (Potter

dan Perry, 2006 dalam Sulistyo, 2013). Contohnya tertusuk jarum suntik dan luka potong kecil

atau laserasi.

Nyeri viseral adalah nyeri yang terjadi akibat stimulasi organ-organ internal (Potter dan Perry,

2006 dalam Sulistyo, 2013). Nyeri ini bersifat difusi dan dapat menyebar kebeberapa arah.

Contohnya sensasi pukul (crushing)seperti angina pectoris dan sensasi terbakar seperti pada

ulkus lambung.

Nyeri alih merupakan fenomena umum dalam nyeri viseral karna banyak organ tidak memiliki

reseptor nyeri. Karakteristik nyeri dapat terasa di bagian tubuh yang terpisah dari sumber nyeri

dan dapat terasa dengan berbagai karakteristik (Potter dan Perry, 2006 dalam Sulistyo, 2013).

Contohnya nyeri yang terjadi pada infark miokard, yang menyebabkan nyeri alih ke rahang,

lengan kiri, batu empedu, yang mengalihkan nyeri ke selangkangan.

Radiasi merupakan sensi nyeri yang meluas dari tempat awal cedera ke bagian tubuh yang lain

(Potter dan Perry, 2006 dalam Sulistyo, 2013). Karakteristik nyeri terasaseakan menyebar ke
bagian tubuh bawah atau sepanjang kebagian tubuh. Contoh nyeri punggung bagian bawah

akibat diskusi interavertebral yang ruptur disertai nyeri yang meradiasi sepanjang tungkai dari

iritasi saraf skiatik.

15

Beberapa skala intensitas nyeri :

a. Skala Intensitas Nyeri Deskriftif Sederhana

Gambar 1.1 Skala Intensitas Ny

Skala pendeskripsi verbal (Verbal Descriptor scale, VDS)merupakan alat pengukuran tingkat

keparahan nyeri yang lebih objekti. Pendeskripsian VDS diranking dari ” tidak nyeri” sampai ”

nyeri yang tidak tertahankan” (Andarmoyo, 2013).

Perawat menunjukkan klien skala tersebut dan meminta klien untuk memilih intensitas nyeri

terbaru yang ia rasakan. Alat ini memungkinkan klien memilih sebuah ketegori untuk

mendeskripsikan nyeri (Andarmoyo, 2013).

Skala penilaian numerik (Numerical rating scale, NRS) lebih digunakan sebagai pengganti alat

pendeskripsian kata. Dalam hal ini, klien menilai nyeri dengan menggunakan skala 0-10. Skala

paling efektif digunakan saat mengkaji intensitas nyeri sebelum dan setelah intervensi

(Andarmoyo, 2013)
(Visual Analog Scale)merupakan suatu garis lurus, yang mewakili intensitas nyeri yang terus

menerus dan memiliki alat pendeskripsian verbal pada setiap ujungnya (Andarmoyo, 2013)

Skala FLACC merupakan alat pengkajian nyeri yang dapat digunakan pada pasien yang secra

non verbal yang tidak dapat melaporkan nyerinya (Judha, 2012). Intensitas nyeri dibedakan

menjadi lima dengan menggunakan skala numerik yaitu:

1. 0 : Tidak Nyeri

2. 1-2 : Nyeri Ringan

3. 3-5 : Nyeri Sedang

4. 6-7 : Nyeri Berat

5. 8-10 : Nyeri Yang Tidak Tertahankan (Judha, 2012).

Manajemen penatalaksanaan nyeri

a. Manajemen Non Farmakologi

Mana

jemen nyeri non farmakologi merupakan tidakan menurunkan respon

nyeri tanpa menggunakan agen farmakolgi. Dalam melakukan intervensi

keperawatan/kebidanan, manajemen non farmakologi merupakan tindakan


dalam mengatasi respon nyeri klien (Sulistyo, 2013).

Manajemen Farmakologi

Manajemen nyeri farmakologi merupakan metode yang mengunakan obat-

obatan dalam praktik penanganannya. Cara dan metode ini memerlukan

instruksi dari medis. Ada beberapa strategi menggunakan pendekatan

farmakologis dengan manajemen nyeri persalinan dengan penggunaan

analgesia maupun anastesi (Sulistyo, 2013).


Penatalaksanaan

Penatalaksanaan medis menurut Chaeruddin Rosjad, 1998. Sebelum menggambil keputusan

untuk melakukan penatalaksanaan definitive

. Prinsip penatalaksanaan fraktur ada 4 R yaitu :

1.Recognition: diagnosa dan penilaian fraktur

Prinsip pertama adalah mengetahui dan menilai keadaan fraktur dengan anannesis, pemeriksaan

klinis dan radiologi. Pada awal pengobatan perlu diperhatikan : lokasi fraktur, bentuk fraktur,

menentukan tehnik yang sesuai untuk pengobatan, komplikasi yang mungkin terjadi selama

pengobatan.

2.Reduction

: tujuannya untuk mengembalikan panjang & kesegarisan tulang. Dapat dicapai yang manipulasi

tertutup/reduksi terbuka progresi. Reduksi tertutup terdiri dari penggunaan traksimoval untuk

menarik fraktur kemudian memanupulasi untuk mengembalikan kesegarisan normal/dengan

traksi mekanis.12Reduksi terbuka diindikasikan jika reduksi tertutup gagal/tidak memuaskan.

Reduksi terbuka merupakan alat frusasi internal yang digunakan itu mempertahankan dalam

posisinya sampai penyembuhan tulang yang solid seperti pen, kawat, skrup dan plat. Reduction

internafixation (orif) yaitu dengan pembedahan terbuka kan mengimobilisasi fraktur yang

berfungsi pembedahan untuk memasukkan skrup/pen kedalam fraktur yangberfungsi untuk

menfiksasi bagian-bagian tulang yang fraktur secara bersamaan.

3.Retention,imobilisasi fraktur tujuannya mencegah pengeseran fregmen dan mencegah

pergerakan yang dapat mengancam union. Untuk mempertahankan reduksi (ektrimitas yang

mengalamifraktur) adalah dengan traksi.traksi merupakan salah satu pengobatan dengan cara

menarik/tarikan pada bagian tulang-tulang sebagai kekuatan dngan kontrol dan tahanan beban
keduanya untuk menyokong tulang dengan tujuan mencegah reposisi deformitas, mengurangi

fraktur dan dislokasi, mempertahankan ligamen tubuh/mengurangi spasme otot, mengurangi

nyeri, mempertahankan anatomi tubuh dan mengimobilisasi area spesifik tubuh. Ada 2

pemasangan traksi yaitu : skin traksi dan skeletal traksi.

4.Rehabilitation, mengembalikan aktiftas fungsional seoptimal mungkin Penatalaksanaan fraktur

mengacu kepada empat tujuan utama yaitu:

1.Mengurangi rasa nyeri, Trauma pada jaringan disekitar fraktur menimbulkan rasa nyeri yang

hebat bahkan sampai menimbulkan syok. Untuk menguranginyeri dapat diberi obat penghilang

rasa nyeri, serta dengan teknik imobilisasi, yaitu pemasangan bidai / spalk, maupun memasang

gips.

2.Mempertahankan posisi yang ideal dari fraktur. Seperti pemasangan traksi kontinyu, fiksasi

eksternal, fiksasi internal, sedangkan bidai maupun gips hanya dapat digunakan untuk fiksasi

yang bersifat sementara saja.

3.Membuat tulang kembali menyatu Tulang yang fraktur akan mulai menyatu dalam waktu 4

minggu dan akan menyatu dengan sempurna dalam waktu 6 bulan.

4.Mengembalikan fungsi seperti semula Imobilisasi dalam jangka waktu yang lama dapat

menyebabkan atrofi otot dan kekakuan pada sendi. Maka untuk mencegah hal tersebut

diperlukan upaya mobilisas

Komplikasi

Berikut merupakan beberapa komplikasi yang dapat terjadi pada

penderita Fraktur :
1 .Malunion, adalah suatu keadaan dimana tulang yang patah telah sembuh dalam posisi yang

tidak pada seharusnya, membentuk sudut atau miringDelayed unionadalah proses penyembuhan

yang berjalan terus tetapi dengan kecepatan yang lebih lambat dari keadaan normal.

3.Nonunion, patah tulang yang tidak menyambung kembali.

4.Compartment syndromaadalah suatu keadaan peningkatan takanan yang berlebihan di dalam

satu ruangan yang disebabkan perdarahan masif pada suatu tempat.

5.Shockterjadi karena kehilanganbanyak darah dan meningkatnya permeabilitas kapiler yang

bisa menyebabkan menurunnya oksigenasi. Ini biasanya terjadi pada fraktur.

6.Fat embolism syndroma, tetesan lemak masuk ke dalam pembuluh darah. Faktor resiko

terjadinya emboli lemak ada fraktur meningkat pada laki-laki usia 20-40 tahun, usia 70 sam pai

80 fraktur tahun.

7.Tromboembolic complicastion, trombo vena dalam sering terjadi pada individu yang imobiil

dalam waktu yang lama karena trauma atau ketidak mampuan lazimnya komplikasi pada

perbedaan ekstremitas bawah atau trauma komplikasi paling fatal bila terjadi pada bedah

ortopedil

8.Infeksi, Sistem pertahanan tubuh rusak bila ada trauma pada jaringan. Pada trauma orthopedic

infeksi dimulai pada kulit (superficial) dan masuk ke dalam. Ini biasanya terjadi pada kasus

fraktur terbuka, tapi bisa juga karena penggunaan bahan lain dalam pembedahan seperti pin dan

plat.

Avascular necrosis pada umumnya berkaitan dengan aseptika atau necrosis iskemia.

10.Refleks symphathethic dysthropy, hal ini disebabkan oleh hiperaktif sistem saraf simpatik

abnormal syndroma ini belum banyak dimengerti. Mungkin karena nyeri, perubahan tropik dan

vasomotor instability
indakan Terhadap Fraktur

(Brunner & Suddarth,2001 dalam wijaya & puti,2013 : 241) menyatakan bahwa tindakan yang

dilakukan terhadap fraktur adalah sebagai berikut :

1. Metode untuk mencapai reduksi fraktur :

a.Reduksi terbuka

b.Reduksi tertutup

2. Metode mempertahankan Imobilisasi :

A.Alat Eksterna

a.Bebat

b.Brace

c.Case

d.Pin dalam gips

e.Fiksator eksterna

f.Traksi

g.Balutan

B.Alat Interna

a.Nail

b.Plat

c.Sekrup

d.Kawat

e.Batang
3. Mempertahankan dan mengembalikan fungsi

a.Mempertahankan reduksi dan imobilisasi

b.Meninggikan untuk meminimalkan pembengkakan

c.Memamtau status neurovaskuler

d.Mengontrol kecemasan dan nyeri

e.Berpartisipasi dalam aktivitas hidup sehari-hari

f.Kembali ke aktivitas secara bertah

PENATALAKSANAAN FRAKTUR

Prinsip penanganan fraktur adalah mengembalikan posisi patahan tulang ke

posisi semula (reposisi) dan mempertahankan posisi itu selama masa penyembuhan

patah tulang (imobilisasi). Pada anak-anak reposisi yang dilakukan tidak harus

mencapai keadaan sempurna seperti semula karena tulang mempunyai kemampuan

remodeling.

Agar penanganannya baik, perlu diketahui kerusakan apa saja yang terjadi, baik

pada jaringan lunaknya maupun tulangnya. Mekanisme trauma juga harus diketahui,

apakah akibat trauma tumpul atau tajam, langsung atau tak langsung.

Reduksi berarti mengembalikan jaringan atau fragmen ke posisi semula (reposisi).

Dengan kembali ke bentuk semula, diharapkan bagian yang sakit dapat berfungsi kembali

dengan maksimal. Retaining adalah tindakan mempertahankan hasil reposisi dengan

fiksasi (imobilisasi). Hal ini akan menghilangkan spasme otot pada ekstremitas yang sakit

sehingga terasa lebih nyaman dan sembuh lebih cepat. Rehabilitasi berarti

mengembalikan kemampuan anggota gerak yang sakit agar dapat berfungsi kembali.
Pengelolaan fraktur secara umum mengikuti prinsip pengobatan kedokteran

pada umumnya, yaitu jangan mencederai pasien, pengobatan didasari atas

diagnosis yang tepat, pemilihan pengobatan dengan tujuan tertentu, mengikuti “law

of nature”, pengobatan yang realistis dan praktis, dan memperhatikan setiap pasien

secara individu. Penatalaksanaan fraktur sendiri terdiri dari dua, yaitu konservatif

dan operasi.

A. PENATALAKSANAAN KONSERVATIF

1. PEMBALUTAN

Proteksi tanpa reposisi dan imobilisasi digunakan pada penanganan fraktur

dengan dislokasi fragmen patahan yang minimal atau dengan dislokasi yang tidak

akan menyebabkan kecacatan dikemudian hari. Contoh adalah pada fraktur kosta,

fraktur klavikula pada anak-anak, fraktur vertebrae dengan kompresi minimal.

Istilah pembalut merujuk pada aplikasi secara luas maupun secara sempit

pembalutan untuk tujuan terapeutik. Apapun alasannya, perlu diingat bahwa jika

tidak diterapkan dengan benar, membalut dapat lebih cepat dan mudah

menyebabkan injury. Tekanan pembalutan harus tidak melebihi tekanan

hidrostatik intravaskuler, jika membalut bertujuan untuk mengurangi

pembentukan edema tanpa meningkatkan tahanan vaskuler yang dapat merusak

aliran darah.

Tujuan:

 Menahan bagian tubuh supaya tidak bergeser dari tempatnya.

 Menahan pembengkakan yang dapat terjadi pada luka .


 Menyokong bagian tubuh yang cedera dan mencegah agar bagian itu tid

ak bergeser Menutup bagian tubuh agar tidak terkontaminasi .

 Melindungi atau mempertahankan dressing lain pada tempatnya .

Macam – macam pembalutan

 Mitella adalah pembalut berbentuk segitiga

 Dasi adalah mitella yang berlipat-lipat sehingga berbentuk seperti dasi

 Pita adalah pembalut gulung

1. Mitella:

 Bahan pembalut terbuat dari kain yang berbentuk segitiga sama kaki deng

an berbagai ukuran. Pnjang kaki antara 50-100cm

 Pembalut ini dipergunakan pada bagian kaki yang tebentuk bulat atau unt

uk menggantung bagian anggota badan yang cedera .

 Pembalut ini biasa dipakai pada cedera di kepala, bahu, dada, siku, telapa

k tangan, pinggul, telapak kaki, dan untuk menggantung lengan.

2. Dasi:

 Pembalut ini adalah mitella yang dilipat-lipat dari salah satu sisi segitiga

agar beberapa lapis dan berbentukseperti pita dengan kedua ujung-ujungn

ya lancip dan lebamya antara 5-10cm.

 Pembalut ini biasa dipergunakan untuk membalut mata, dahi (atau bagian

kepala yang lain), rahang, ketiak, lengan, siku, paha, lutut, betis dan kaki

terkilir.

3. Pita/Elastic Bandage ( Gulung ):

 Pembalut ini dapat dibuat dari kain katun, kain kassa, flanel atau bahan el
astis.

 Yang paling sering adalah dari kassa, hal ini karena kassa mudah menyer

ap air, darah dan tidak mudah bergeser ( Kendor).

 Macam-macam pembalut dan penggunaannya :

⁻ Lebar 2,5 cm - Biasa untuk jari-jari

⁻ Lebar 5cm - Biasa untuk leher dan pergelangan tangan

⁻ Lebar 7,5 cm - Biasa untuk kepala, lengan atas, lengan bawah, betis

dan kaki

⁻ Lebar 10 cm - Biasa untuk paha dan sendi pinggul

⁻ Lebar >10-15cm - Biasa untuk dada, perut, dan punggung

Prosedur pembalutan

1) Perhatikan tempat atau letak yang akan dibalut dengan menjawab

pertanyaan,

a. Bagian dari tubuh yang mana ?

b. Apakah ada luka terbuka atau tidak ?

c. Bagaimana luas luka tersebut ?

d. Apakah perlu membatasi gerak bagian tubuh tertentu atau tidak?

2) Pilih jenis pembalut yang akan dipergunakan, dapat salah satu atau

kombinanasi.

3) Sebelum dibalut, jika luka terbuka perlu diberi desinfektan atau dibalut

dengan pembalut yang mengandung desinfektan. Jika terjadi

disposisi/dislokasi perlu direposisi. Urut-urutan tindakan desinfeksi luka

terbuka:
 Letakkan sepotong kasa steril di tengah luka (tidak usah ditekan) unt

uk melindungi luka selama didesinfeksi.

 Kulit sekitar luka dibasuh dengan air, disabun dan dicuci dengan zat

antiseptik.

 Kasa penutup luka diambil kembali. Luka disiram dengan air steril u

ntuk membasuh bekuan darah dan kotoran yang terdapat di dalamn

ya.

 Dengan menggunakan pinset steril (dibakar atau direbus lebih dahul

u) kotoran yang tidak hanyut ketika disiram dibersihkan.

 Tutup lukanya dengan sehelai sofratulle atau kasa steril biasa. Kemu

dian di atasnya dilapisi dengan kasa yang agak tebal dan lembut.

 Kemudian berikan balutan yang menekan.

Apabila terjadi pendarahan, tindakan penghentian pendarahan

dapat dilakukan dengan cara:

 Pembalut tekan, dipertahankan sampai pendarahan berhenti atau sa

mpai pertolongan yang lebih mantap dapat diberikan.

 Penekanan dengan jari tangan di pangkal arteri yang terluka. Penek

anan paling lama 15 menit.

 Pengikatan dengantourniquet.

 Digunakan bila pendarahan sangat sulit dihentikan dengan cara

biasa.

 Lokasi pemasangan: lima jari di bawah ketiak (untuk pendaraha

n di lengan) dan lima jari di bawah lipat paha (untuk pendaraha


n di kaki)

 Cara: lilitkan torniket di tempat yang dikehendaki, sebelumnya

dialasi dengan kain atau kasa untuk mencegah lecet di kulit yang

terkena torniket. Untuk torniket kain, perlu dikencangkan deng

an sepotong kayu. Tanda torniket sudah kencang ialah menghila

ngnya denyut nadi di distal dan kulit menjadi pucat kekuningan.

 Setiap 10 menit torniket dikendorkan selama 30 detik, sementara

luka ditekan dengan kasa steril.

 Elevasi bagian yang terluka

4) Tentukan posisi balutan dengan mempertimbangkan :

 Dapat membatasi pergeseran atau gerak bagian tubuh yang memang

perlu difiksasi

 Sesedikit mungkin membatasi gerak bagian tubuh yang lain

 Usahakan posisi balutan yang paling nyaman untuk kegiatan pokok p

enderita

 Tidak mengganggu peredaran darah, misalnya pada balutan beriapis

, lapis yang paling bawah letaknya disebelah distal

 Tidak mudah kendor atau lepas

1. Cara membalut dengan mitella

a. Salah satu sisi mitella dilipat 3 - 4 cm sebanyak 1 - 3 kali

b. Pertengahan sisi yang telah terlipat diletakkan diluar bagian yang

akan dibalut, lalu ditarik secukupnya dan kedua ujung sisi itu

diikatkan
c. Salah satu ujung yang bebas lainnya ditarik dan dapat diikatkan

pada ikatan b, atau diikatkan pada tempat lain maupun dapat

dibiarkan bebas, hal ini tergantung pada tempat dan kepentingannya

2. Cara pembalutan dengan dasi

a. Pembalut mitella dilipat-lipat dari salah satu sisi sehingga berbentuk

pita dengan masing-masing ujung lancip

b. Bebatkan pada tempat yangakan dibalut sampai kedua ujungnya

dapat diikatkan

c. Diusahakan agar balutan tidak mudah kendor dengan cara sebelum

diikat arahnya saling menarik

d. Kedua ujungnya diikatkan secukupnya

3. Cara membalut dengan pita

a. Berdasar besar bagian tubuh yang akan dibalut maka dipilih

pembalutan pita ukuran lebar yang sesuai

b. Balutan pita biasanya beberapa lapis, dimulai dari salaah satu ujung

yang diletakkan dari proksimal ke distal menutup sepanjang bagian

tubuh , yang akan dibalut kemudian dari distal ke proksimal

dibebatkan dengan. arah bebatan saling menyilang dan tumpang

tindih antara bebatan yang satu dengan bebatan berikutnya

c. Kemudian ujung yang dalam tadi (b) diikat dengan ujung yang lain

secukupnya

Prinsip-prinsip pembalutan
1) Balutan harus rapat rapi jangan terialu erat karena dapat mengganggu s

irkulasi.

2) Jangan terialu kendor sehingga mudah bergeser atau lepas.

3) Ujung-ujung jari dibiarkan terbuka untuk merigetahui adanya ganggua

n sirkulasi.

4) Bila ada keluhan balutan terialu erat hendaknya sedikit dilonggarkan ta

pi tetap rapat, kemudian evaluasi keadaan sirkulasi.

2. BIDAI

Bidai atau spalk adalah alat dari kayu, anyaman kawat atau bahan

lain yang kuat tetapi ringan yang digunakan untuk menahan atau menjaga

agar bagian tulang yang patah tidak bergerak (immobilisasi).

Tujuan Pembidaian

1. Mencegah pergerakan / pergeseran dari ujung tulang yang patah

2. Mengurangi terjadinya cedera baru disekitar bagian tulang yang patah

3. Memberi istirahat pada anggota badan yang patah

4. Mengurangi rasa nyeri

5. Mempercepat penyembuhan

Macam-macam Bidai

1. Bidai keras
Umumnya terbuat dari kayu, alumunium, karton, plastik atau bahan lain

yang kuat dan ringan. Pada dasarnya merupakan bidai yang paling baik dan

sempurna dalam keadaan darurat. Kesulitannya adalah mendapatkan bahan

yang memenuhi syarat di lapangan.

2. Bidai improvisasi

Bidai yang dibuat dengan bahan yang cukup kuat dan ringan untuk

penopang. Pembuatannya sangat tergantung dari bahan yang tersedia dan

kemampuan improvisasi si penolong. Contoh : majalah, koran, karton dan

lain-lain.

Prinsip Pembidaian

1. Lakukan pembidaian pada tempat dimana anggota badan mengalami

cidera ( korban yang dipindahkan)

2. Lakukan juga pembidaian pada persangkaan patah tulang, jadi tidak

perlu harus dipastikan dulu ada tidaknya patah tulang

3. Melewati minimal dua sendi yang berbatasan

Indikasi Pembidaian

1. Adanya fraktur, baik terbuka maupun tertutup

2. Adanya kecurigaan terjadinya fraktur

3. Dislokasi persendian
Persiapan Alat

1. Bidai sesuai kebutuhan (untuk ekstremitas atas 2 bidai, untuk

ekstremitas bawah 3 bidai)

2. Kassa gulung atau elastis bandage

3. Gunting

4. Kassa steril

5. Plester

6. Sarung tangan

7. Bantalan

Pelaksanaan

1. Perkenalan, identifikasi pasien, penjelasan prosedur dan inform

consent

2. Jaga privasi dan keamanan klien

3. Dekatkan alat ke pasien

4. Cuci tangan

5. Pakai sarung tangan

6. Bagian ekstremitas yang cedera harus terlihat seluruhnya, pakaian

harus dilepas, jika perlu digunting dan lakukan pengkajian area

cedera

7. Periksa nadi, fungsi motorik, dan sensorik (PMS) ekstremitas bagian

distal dari tempat cedera sebelum pemasangan bidai


8. Jika ekstremitas tampak pucat dan nadi tidak teraba, coba luruskan

dengan tarikan perlahan secukupnya, hingga nadi teraba, tetapi bila

terasa ada tahanan jangan diteruskan

9. Bila curiga adanya dislokasi pasang bantalan atas bawah (lokasi

dislokasi) jangan mencoba untuk diluruskan

10. Bila ada patah tulang terbuka, tutup bagian tulang yang keluar

dengan kasa steril dan jangan memasukkan tulang yang keluar ke

dalam

11. Pasang balut bidai dalam posisi tersebut dengan melewati 2 sendi,

jangan terlalu ketat dan terlalu kendor

12. Periksa nadi, fungsi motoric, dan sensorik (PMS) ekstremitas bagian

distal dari tempat cedera setelah pemasangan bidai

13. Bereskan alat dan cuci tangan

Evaluasi pasca pembidaian

1. Periksa sirkulasi daerah ujung pembidaian. Misalnya jika membidai

lengan maka periksa sirkulasi dengan memencet kuku ibu jari selama

kurang lebih 5 detik. Kuku akan berwarna putih kemudian kembali

merah dalam waktu kurang dari 2 detik setelah dilepaskan.

2. Pemeriksaan denyut nadi dan raba seharusnya diperiksa di bagian

bawah bidai paling tidak satu jam sekali. Jika pasien mengeluh terlalu

ketat,atau kesemutan, maka pembalut harus dilepas seluruhnya. Dan

kemudian bidai di pasang kembali dengan lebih longgar. Tekan


sebagian kuku hingga putih, kemudian lepaskan.Kalau 1-2 detik

berubah menjadi merah, berarti balutan bagus. Kalau lebihdari 1-2

detik tidak berubah warna menjadi merah, maka longgarkan lagi

balutan, itu artinya terlalu keras. Meraba denyut arteri dorsalis pedis

pada kaki (untuk kasus di kaki).Bila tidak teraba, maka balutan kita

buka dan longgarkan. Meraba denyut arteri radialis pada tangan

untuk kasus di tangan. Bila tidak teraba, maka balutan kita buka dan

longgarkan.

3. PEMASANGAN GIPS

Gips dalam bahasaa latin disebut kalkulus, dalam bahasa ingris disebut

plaster of paris, dan dalam belanda disebut gips powder. Gips merupakan

mineral yang terdapat di alam berupa batu putih yang mengandung unsur

kalsium sulfat dan air. Gips adalah alat imobilisasi eksternal yang kaku yang

di cetak sesuai dengan kontur tubuh tempat gips di pasang.Gips adalah

balutan ketat yang digunakan untuk imobilisasi bagian tubuh dengan mengunakan

bahan gips tipe plester atau fiberglass. Jadi gips adalah alat imobilisasi eksternal

yang terbuat dari bahan mineral yang terdapat di alam dengan formula khusus

dengan tipe plester atau fiberglass.

Tujuan
Untuk mengimobilisasi bagian tubuh dalam posisi tertentu dan memberikan

tekanan yang merata pada jaringan lunak yang terletak didalamnya.

Tujuan pemasangan gips antara lain:

 Imobilisasi kasus dislokasi sendi

 Fiksasi fraktur yang telah di reduksi

 Koreksi cacat tulang

 Imobilisasi padakasus penyakit tulang setelah dilakukan operasi

 Mengoreksi deformitas

Jenis-jenis Gips

Kondisi yang ditangani dengan gips menentukan jenis dan ketebalan gips

yang dipasang. Jenis-jenis gips sebagai berikut:

1) Gips lengan pendek Gips ini dipasang memanjang dari bawah siku sampa

i lipatan telapak tangan, dan melingkar erat didasar ibu jari.

2) Gips lengan panjang Gips ini dipasang memanjang. Dari setinggi lipat ke

tiak sampai disebelah prosimal lipatan telapak tangan. Siku biasanya di im

obilisasi dalam posisi tegak lurus.

3) Gips tungkai pendek Gips ini dipasang memanjang dibawah lutut sampai

dasar jari kaki, kaki dalam sudut tegak lurus pada posisi netral,

4) Gips tungkai panjang, gips ini memanjang dari perbatasan sepertiga atas

dan tengah paha sampai dasar jari kaki, lutut harus sedikit fleksi.

5) Gips berjalan. Gips tungkai panjang atau pendek yang dibuat lebih kuat d
an dapat disertai telapak untuk berjalan

6) Gips tubuh Gips ini melingkar di batang tubuh

7) Gips spika gips ini melibatkan sebagian batang tubuh dan satu atau dua ek

stremitas (gips spika tunggal atau ganda)

8) Gips spika bahu Jaket tubuh yang melingkari batang tubuh, bahu dan sik

9) Gips spika pinggul Gips ini melingkari batang tubuh dan satu ekstremitas

bawah (gips spika tunggal atau ganda).

Indikasi Pemasangan Gips

1) Untuk pertolongan pertama pada faktur (berfungsi sebagai bidal).

2) Imobilisasi sementara untuk mengistirahatkan dan mengurangi nyeri

misalnya gips korset pada tuberkulosis tulang belakang atau pasca op

erasi seperti operasi pada skoliosis tulang belakang.

3) Sebagai pengobatan definitif untuk imobilisasi fraktur terutama pada

anak-anak dan fraktur tertentu pada orang dewasa.

4) Mengoreksi deformitas pada kelainan bawaan misalnya pada talipes e

kuinovarus kongenital atau pada deformitas sendi lutut oleh karena b

erbagai sebab.

5) Imobilisasi untuk mencegah fraktur patologis.

6) Imobilisasi untuk memberikan kesempatan bagi tulang untuk menyat

u setelah suatu operasi misalnya pada artrodesis.

7) Imobilisas setelah operasi pada tendo-tendo tertentu misalnya setelah


operasi tendo Achilles.

8) Dapat dimanfaatkan sebagai cetakan untuk pembuatan bidai atau pr

otesa.

Bahan-bahan Gips

a) Plester.

Gips pembalut dapat mengikuti kontur tubuh secara halus. Gulung

an krinolin diimregasi dengan serbuk kalsium sulfat anhidrus ( Kristal gyp

sum ). Jika basah terjadi reaksi kristalisasi dan mengeluarkan panas. Krista

lisasi menghasilkan pembalut yang kaku . kekuatan penuh baru tercapai se

telah kering , memerlukan waktu 24-72 jam untuk mongering. Gips yang k

ering bewarna mengkilap , berdenting, tidak berbau,dan kaku, sedangkan

gips yang basah berwarna abu-abu dan kusam, perkusinya pekak, terba le

mbab, dan berbau lembab.

b) Nonplester.

Secara umum berarti gips fiberglass, bahan poliuretan yang di aktif

asi air ini mempunyai sifat yang sama dengan gips dan mempunyai kelebi

han karna lebih ringan dan lebih kuat, tahan air dan tidak mudah pecah.di

buat dari bahan rajuutan terbuka, tidak menyerap, diimpregnasi dengan ba

han pengeras yang dapat mencapai kekuatan kaku penuhnya hanya dalam

beberapa menit.

c) Nonplester berpori-pori,

Dengan pemasangan gips ini masalah kulit dapat di hindari. Gips i


ni tidak menjadi lunak jika terkena air,sehingga memungkinkan hidro tera

pi. Jika basah dapat dikeringkan dengan pengering rambut.

Persiapan

Persiapan alat –alat untuk pemasangan gips :

 Bahan gips dengan ukuran sesuai ekstremitas tubuh yang akan di gips

 Baskom berisi air hangat

 Gunting perban

 Bengkok

 Perlak dan alasnya

 Waslap/duk

 Pemotong gips

 Kasa dalam tempatnya

 Alat cukur

 Sabun dalam tempatnya

 Handuk

 Krim kulit

 Spons rubs ( terbuat dari bahan yang menyerap keringat)

 Padding (pembalut terbuat dari bahan kapas sintetis)

Persiapan pasien

Pasien dikaji secara umum sebelum pemasangan gips terhadap gejala dan

tanda, status emosional, pemahaman tujuan pemasangan gips, dan kondisi bagian
tubuh yang akan di pasang gips, termasuk status neurovaskuler, lokasi

pembengkakan, memar, dan adanya abrasi. Data yang harus terpenuhi antara lain

adanya rasa gatal atau nyeri ,keterbatasan gerak, rasa panas pada daerah yang di

pasang gips dan apakah ada luka di bagian yang akan digips. Misalnya luka

operasi, luka akibat patah tulang; apakah ada sianosis : apakah ada pendarahan;

apakah ada iritasi kulit; apakah ada bau atau cairan yang keluar dari bagian dari

bagian tubuh yang di akan di gips.Bila ada luka dirawat dan ditutup kassa, ukur

TD, nadi dan RR.

Persiapan lingkungan

 Memposisikan klien sesuai kebutuhan daerah pemasangan/pelepasan gips.

 Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan.

 Menyiapkan lingkungan aman dan nyaman

Prosedur

Prosedur Rasional

A. Siapkan klien dan jelaskan ·Membuat pasien mengerti akan

pada prosedur yang akan d prosedur tindakan yang akan

ikerjakan. dilakukan sehingga dapat

mengurangi cemas.

B. Siapkan alat-alat yang aka ·Membantu agar tindkana berjalan

n digunakan untuk pemasa dengan mudah.


ngan gips

C. Daerah yang akan di pasan


·Membuat permukaan yang akan
g gips dicukur, dibersihkan
dipasang gips lembab, bersih,
,dan di cuci dengan sabun,
sehingga pemasangan gips tidak
kemudian dikeringkan den
akan merusak integritas kulit klien.
gan handuk dan di beri kri
·Meminimalkan gerakan,
m kulit (bila perlu).
mempertahankan reduksi dan
D. Sokong ekstremitas atau ba
kesegarisan, meningkatkan
gian tubuh yang akan di gi
kenyamanan.
ps.

·Memungkinkan pemasangan gips

yang baik, mengurangi insidensi


E. Posisikan dan pertahankan
komplikasi (mis : malunion,
bagian yang akan di gips d
nonunion, kontraktur)
alam posisi yang di tentuka

n dokter selama prosedur. ·Menghindari pajanan yang tidak

perlu, melindungi bagian badan

lain terhadap kontak dengan bahan

F. Pasang duk pada klien. gips.

·Melindungi kulit dari bahan gips,


G. Pasang spongs rubs (bahan melindingi dari tekanan, lipatan

yang menyerap keringat) p diatas tepi gips; menciptakan tepi

ada bagian tubuh yang aka bantalan lembut, melindungi kulit

n di pasang gips, pasang de dari abrasi.

ngan cara yang halus dan ti


·Melindungi kulit dari tekanan
dak mengikat.
gips, melindungi kulit pada
H. Balutkan gulungan bantala
tonjolan tulang, dan melindungi
n tanpa rajutan dengan rat
saraf superfissial.
a dan halus sepanjang bagi

an yang di gips. Tambahka

n bantalan didaerah tonjol ·Membuat gips menjadi lembut,

an tulang dan pada jalur sa solid dengan kontur yang baik,

raf (mis: caput fibula) memungkinkan pemasangan yang

I. Pasang gips secara merata lembut. Membuat gips yang

pada bagian tubuh. Pembal lembut, solid, dan

utan gips secara melingkar mengimobilisasi. Serta membuat

mulai dari distal ke proksi gips sedemikian rupa sehingga

mal tidak terlalu kendor at dapat memberi dukungan yang

au ketat. Pada waktu mem adekuat serta dapat memperkuat

balut, lakukan dengan gera gips.

kan bersinambungan agar t

erjaga ketumpangtidihan la

pisan gips. Lakukan denga


n gerakan yang bersinamb

ungan agar terjaga kontak


·Melindungi kulit dari abrasi.
yang konstan dengan bagia
Menjamin kisaran gerakan sendi
n tubuh.
disekitarnya.
J. Setelah pemasangan, halus
·Menjaga agar partikel tidak lepas
kan tepinya, potong serta b
dan masuk kebawah gips.
entuk dengan pemotong gip

s. ·Bahan gips mengeras dalam

K. Bersihkan Partikel bahan g beberapa menit. Kekerasan

ips dari kulit yang terpasan maksimal gips sintesis terjadi

g gips. dalam beberapa menit. Kekerasan

L. Sokong gips selama pergese maksimal pada gips terjadi

ran dan pengeringan denga bersama pengeringan (24-72 jam)

n telapak tangan. Jangan di bergantung pada tebalnya gips dan

letakkan pada permukaan lingkungan. Mencegah lekukan

keras atau pada tepi yang t dan daerah tekanan.

ajam dan hindari tekanan


·Mengobservasi adakah efek yang
pada gips.
ditimbulkan gips pada pasien yang

mengganggu kenyamanan pasien,

sehingga dapat melakukan

intervensi.
·Sebagai catatan/pegangan untuk

perawat.
M. Tanyakan pada klien jika h

al ini menyebabkan ketidak

nyamanan atau nyeri.

N. Mendokumentasikan prose

dur dan respons klien pada

catatan klien.

Yang diperhatikan dalam Pemasangan Gips, yaitu :

 Gips yang pas tidak akan menimbulkan perlukaan.

 Gips patah tidak bisa digunakan.

 Gips yang terlalu kecil atau terlalu longgar sangat membahayakan klien.

 Jangan merusak / menekan gips.

 Jangan pernah memasukkan benda asing ke dalam gips / menggaruk

 Jangan meletakkan gips lebih rendah dari tubuh terlalu lama.

Evaluasi

a.Melaporkan berkurangnya nyeri

 meninggikan ekstremitas yang di gips

 melakukan teknik manajemen nyeri

 menggunakan analgetik oral


b. Memperlihatkan peningkatan kemampuan mobilitas

 mempergunakan alat bantu yang aman

 berlatih untuk meningkatkan kekuatan

 Mengubah posisi sesering mungkin

 melakukan latihan sesuai kisaran gerakan sendi yang tidak tertutup gips

c. Terjaganya peredaran darah yang adekuat pada ekstremitas

 Memperlihatkan warna kulit yang normal

 Mengalami pembengkakan minimal

 Mampu memperlihatkan pengisian kapiler yang adekuat

 Memperlihatkan gerakan aktif jari tangan dan kaki

 Melaporkan sensasi normal pada bagian yang digips.

d. Klien secara aktif berpartisipasi dalam program terapi

 meninggikan eksterimitas yang terkena.

 berlatih sesuai intruksi

 Menjaga gips tetap kering.

 Melaporkan setiap masalah yg timbul.

 Tetap melakukan tindak lanjut atau mengadakan perjanjian dengan dokte

 Tidak memperlihatkan adanya komplikasi

e. Memperlihatkan penyembuhan abrasi dan laserasi

 Tidak memperlihatkan tanda dan gejala infeksi

 Memperlihatkan kulit yang utuh saat gips dibuka


Kelebihan dan Kekurangan

Kelebihan pemasangan Gips :

 Mudah didapatkan.

 Murah dan mudah dipergunakan oleh setiap dokter.

 Dapat diganti setiap saat.

 Dapat dipasang dan dibuat cetakan sesuai bentuk anggota gerak.

 Dapat dibuat jendela/lubang pada gips untuk membuka jahitan atau peraw

atan luka selam imobiliasi.

 Koreksi secara bertahap jaringan lunak dapat dilakukan membuat sudut te

rtentu.

 Gips bersifat rediolusen sehingga pemeriksaan foto rontgen tetap dapat di

lakukan walaupun gips terpasang.

 Merupakan terapi konservatif pilihan untuk menghindari operasi.

Kekurangan pemasangan Gips :

 Pemasangan gips yang ketat akan memberikan gangguan atau tekanan pad

a pembuluh darah, saraf atau tulang itu sendiri.

 Pemasangan yang lama dapat menyebabkan kekakuan pada sendi dan mun

gkin dapat terjadi.

 Alergi dan gatal-gatal akibat gips.

 Berat dan tidak nyaman dipakai oleh penderita.

Perawatan
 Gips tidak boleh basah oleh air atau bahan lain yang mengakibatkan kerus

akan gips.

 Setelah pemasangan gips harus dilakukan pemantauan yang teratur, tergan

tung dari lokasi pemasangan.

 Gips yang mengalami kerusakan atau lembek pada beberapa tempat, harus

diperbaiki.

4. TRAKSI

Ada 2 cara :

1) Traksi kulit

Skin traksi merupakan penarikan bagian tulang yang mengalami fraktur

dengan menempelkan plaster dengan teknik pembebatan secara langsung pada

kulit untuk mempertahankan bentuk, dalam jangka waktu pendek antara 48

jam sampai 72 jam. Contoh pada fraktur suprakondelier pada anak-anak,

fraktur femur, HNP dan kontraktur sendi.

Traksi kulit digunakan untuk mengontrol spasme kulit dan

memberikan imobilisasi. Bila dibutuhkan beban traksi yang berat dan dalam

waktu yang lama, sebaiknya gunakan traksi skelet. Traksi kulit terjadi akibat

beban menarik tali, spon karet atau bahan kanvas yang diletakkan kekulit.

Traksi pada kulit meneruskan traksi kestruktur muskulosketal. Beratnya beban

yang dapat dipasang sangat terbatas, tidak boleh melebihi toleransi kulit, tidak

lebih dari 2-3 kg. Traksi pelvis umumnya 4,5-9 kg, tergantung berat badan

klien.
Beban tarikan pada traksi kulit tidak boleh melebihi 5 kg, karena bila

beban berlebih kulit dapat mengalami nekrosis akibat tarikan yang terjadi

karena iskemia kulit. Pada kulit yang tipis, beban yang diberikan bahkan lebih

kecil lagi dan pada orang tua tidak boleh dilakukan traksi kulit. Traksi kulit

banyak dipasang pada anak-anak karena traksi skelet pada anak dapat merusak

cakram episifis. Jadi beratnya beban traksi kulit antara 2-5 kg.

Traksikulitdapatmengakibatkaniritasikulit. Kulit yang

sensitivedanrapuhpadalansiaharusdiidentifikasipadalansiaharusdiidentifikasipa

dapengkajianawal. Reaksikulit yang

berhubunganlangsungdenganplesterdansponharusdipantauketat.

Traksikulitharusdipasangdengankuat agar

kontakdenganplesterdanspontetaperat. Gaya geseranpadakulitharusdicegah.

Plestertraksiharusdipalpasisetiaphariuntukmengetahuiadanyanyeritekan.Padae

kstremitasbawah, tumit, dantendo Achilles harusdiinspeksibeberapasekali.

Boot sponharusdiangkatuntukmelakukaninspeksitiga kali

sehariperlubantuanperawat lain untukmenyanggaekstremitasselamainspeks.

Lakukanperawatanpunggung minimal tiapdua jam

untukmencegahulkusdekubitus. Gunakankasurudara,

busadensitaspadauntukmeminimalkanterjadinyaulkuskulit.

Lama traksi,

baiktraksikulitmaupuntraksiskeletbergantungpadatujuantraksi.

Traksisementarauntukimobilisasibiasanyahanyabeberapahari,

sedangkantraksiuntukreposisibesertaimobilisasilamanyasesuaidengan lama
terjadinyakolusfibrosa. Setelahterjadikolusfibrosa,

ekstremitasimobilitasdengangips. Traksikulitapendikuler(

hanyapadaekstremitas ) digunakanpada orang dewasa, termasuktraksiekstensi

Buck, traksiRussel, dantraksi Dunlop.

2) Traksi skeletal (skeletal traction)

Traksi skeletal merupakan traksi yang digunakan untuk meluruskan

tulang yang cedera pada sendi panjang untuk mempertahankan bendek

dengan memasukan pins atau kawat kedalam tulang.

Metodeiniseringdigunakanuntukmenanganifrakturfemur, tibia,

humerus,dantulangleher.

Traksidipasanglangsungketulangdenganmenggunakan pin metal ataukawat

(misal Steinman’s pin, Kirchner wire)

yangdimasukkankedalamtulangdisebelah distal garisfraktur,

menghindarisaraf, pembuluhdarah, otot, tendon, dansendi. Tong yang

dipasangdikepala(missal Gardner Wells tong )

difiksasidikepalauntukmemberikantraksi yang mengibolisasifrakturleher.

Traksiskeletbiasanyamenggunakanbeban 7-12 kg

untukmencapaiefekterapi.Beban yang

dipasangbiasanyaharusdapatmelawandayapemendekanakibatspasmeotot yang

cedera. Ketikaototrileks,

bebantraksidapatdikurangiuntukmencegahterjadinyadislokasigarisfraktur dan

untuk mencapai penyembuhan fraktur. Mengutip pendapat Sjamsuhidajat (


1997 ), bahwa beban traksi untuk reposisi tulang femur dewasa biasanya 5-7

kg,pada dislokasi lama panggul bisa 15-20 kg.

Kadang-kadang traksi skelet bersifat seimbang, yang menyokong

ekstremitas terkena, memungkinkan klien dapat bergerak sampai batas-batas

tertentu, memungkinkan klien dapat bergerak sampai batas-batas tertentu, dan

memungkinkan kemandirian klien maupun asuhan keperawatan sementara

traksi yang efektif tetap dipertahankan. Bebat Thomas dengan pengait Pearson

sering digunakan bersama traksi skelet pada fraktur femur. Dapat pula

digunakan dengan traksi kulit dan aparatus suspensi seimbang lainnya.

Untuk mempertahankan traksi tetap efektif, pastikan tali tetap terletak

dalam alur roda pada katrol, tali tidak rusak, pemberat tetap tergantung

dengan bebas, dan simpul pada tali terikat erat. Evaluasi posisi klien, karena

klien yang merosot ke bawah dapat menyebabkan traksi tidak efekif. Beban

tidak boleh diambil dari traksi skelet kecuali jika terjadi keadaan yang

membahayakan jiwa. Bila beban diambil, tujuan penggunaannya akan hilang

dan dapat terjadi cidera.

Kesajajaran tubuh klien harus dijaga agar garis tarikannya efektif. Kaki

diposisikan sedemikian rupa sehingga dapat dicegah terjadinya Footdrop (

plantar fleksi ), rotasi kedalam ( inversi ). Kaki klien harus disangga dalam

posisi netral dengan alat ortopedi.

Perlu dipasang pegangan diatas tempat tidur, agar klien mudah untuk

berpegangan. Alat itu sangat berguna untuk membantu klien bergerak dan

defekasi ditempat tidur, serta menaikkan pingguldari tempat tidur untuk


memudahkan perawatan punggung. Lindungi tumit untuk dilakukan inspeksi,

karena klien sering menggunakan sebagai penyangga, sehingga dapat

menyebabkan cedera pada jaringan tersebut. Tempat penusukan pin (luka)

perlu dikaji. Lakukan inspeksi paling sedikit tiap delapan jam dari adanya

tanda inflamasi dan bukti adanya infeksi.

Pada klien terpasang traksi perlu melakukan latihan, berguna untuk

menjaga kekuatan dan tonus otot, serta memperbaiki peredaran darah. Latihan

dilakukan sesuai kemampuan. Latihan aktif meliputi menarik pegangan diatas

tempat tidur., fleksi dan ekstensi kaki, latihan rentang gerak, dan menahan

beban bagi sendi yang sehat. Pada ekstremitas yang diimobilisasi, lakukan

latihan kuadrisepdan pengesetan gluteal.

Dorong klien untuk melakukan latihan fleksi dan ekstensi pergelangan

kaki dan kontraksi isometrik otot-otot betis, sebanyak 10 kali setiap jam saat

klien terjaga, dapat mengurangi risiko trombosis vena dalam. Dapat juga

diberikan stoking elastis, alat kompresi dan terapi antikoagulan untuk

mencegah terbentuknya trombus.

Pengankatan pin dapat dilakukan setelah sinar-X menunjukkan

terbentuknya kalus. Pin dipotong sedekat mungkin dengan kulit dan diangkat

oleh dokter kemudian dipasang gips atau bidai untuk melindungi tulang yang

sedang proses penyembuhan.

Kontraindikasi

 Hipermobilitas : Hipermobilitas pada sendi tidak boleh diberikan teknik

ini kecuali dengan pertimbangan bahwa fisioterapis dapat menjaga dalam


batasan gerak yang normal pada sendi tersebut. Selain itu tidak boleh

diaplikasikan pada pasien yang mempunyai potensial nekrose pada

ligament dan kapsul sendi.

 Efusi Sendi : Efusi sendi tidak boleh dilakukan mobilisasi. Hal ini

dikarenakan pada kapsul yang ditraksi akan mengalami

penggelembungan karena menampung cairan dari luar. Keterbatasan ini

berasal dari perubahan yang terjadi dari laur dsan respon otot terhadap

nyeri bukan karena pemendekan otot.

 Inflamasi : Pada tahap ini tidak boleh dilakukan traksi karena

menimbulkan nyeri serta memperberat kerusakan pada jaringan.

 Fraktur humeri dan osteoporosis

 Keseleo akut, strain, dan peradangan

 Ketidakstabilan tulang belakang

 Kehamilan

 Hernia hiatus

 Claustrophobia

Prinsip Traksi Efektif

Pada pemasangan traksi, harus dipikirkan adanya kontraksi, yaitu

gaya yang bekerja dengan arah yang berlawanan. Umumnya berat badan
pasien dan pengaturan posisi tempat tidur mmnpu memberi kontraksi. Yang

harus diperhatikan dalam hal pemasangan traksi ini, antara lain:

 Kontraksi harus dipertahankan agar traksi tetap efektif.

 Traksi harus bersinambungan atau tidak boleh putus agar reeduksi dan

imobilisasi bteratur efektif, terutama traksi skelet

 Pemberat tidak boleh diambil, kecuali jika traksi nuntuk tujuan intermiten.

 Setiap factor yang dapat mengurangi tarikan atau mengubah garis

resultan tarikan harus dihilangkan.

 Tubuh pasien harus dalam keadaan sejajar dengan pusat tempat tidur

ketika traksi dipasang

 tali tidak boleh macet

 pemberat harus tergantung bebas dan tidak boleh terletak pada tempat

yidur atau lantai

 simpul pada tali atau telapak kaki tidak boleh menyentuh

 katrol atau kaki tempat tidur

Prinsip Prawatan Traksi

1. Berikan tindakan kenyamanan ( contoh: sering ubah posisi, pijatan punggu

ng ) dan aktivitas terapeutik.

2. Berikan obat sesuai indikasi contoh analgesik relaksan otot.

3. Berikan pemanasan lokal sesuai indikasi.

4. Beri penguatan pada balutan awal/ pengganti sesuai dengan indikasi, gunak
an teknik aseptic dengan tepat.

5. Pertahankan linen klien tetap kering, bebas keriput.

6. Anjurkan klien menggunakan pakaian katun longgar.

7. Dorong klien untuk menggunakan manajemen stress, contoh: bimbingan i

majinasi, nafas dalam.

8. Kaji derajat imobilisasi yang dihasilkan

9. Identifikasi tanda atau gejala yang memerlukan evaluasi medik, contoh: e

dema, eritema.

Persiapan alat

 Skin traksi kit

 k/p pisu cukur

 k/p balsam perekat

 k/p alat rawat luka

 katrol dan pulley

 beban

 K/p Bantalan conter traksi

 k/p bantal kasur

 gunting

 bolpoint untuk penanda/ marker

Traksi kulit

 Bantal keras (bantal pasir )

 Bedak kulit
 Kom berisi air putih

 Handuk

 Sarung tangan bersih

Traksi skeletal

 Zat pembersih untuk perawatan pin

 Set ganti balut

 Salep anti bakteri (k/p)

 Kantung sampah infeksius

 Sarung tangan steril

 Lidi kapas

 Povidone Iodine (k/p)

 Kassa steril

 Piala ginjal

Persiapan pasien

 Mengatur posisi tidur pasien supinasi

 Bila ada luka dirawat dan ditutup kassa

 Bila banyak rambut k/p di cukur

 Anestesi

 Ukur TD, nadi dan RR

Persiapan lingkungan

 Memberitahu dan menjelaskan tujuan tindakan.

 Menyiapkan posisi pasien sesuai kebutuhan.


 Menyiapkan lingkungan aman dan nyaman

Langkah-langkah prosedur

 Mencuci tangan

 Memakai handscone

 Beri tanda batas pemasangan plester gips menggunakan bolpoint

 k/p beri balsam perekat

 Ambil skintraksi kit lalu rekatkan plester gips pada bagian medial dan

lateral kaki secara simetris dengan tetap menjaga immobilisasi fraktur

 Pasang katrol lurus dengan kaki bagian fraktur

 Masukkan tali pada pulley katrol

 Sambungkan tali pada beban ( 1/7 BB = maksimal 5 kg

 k/p pasang bantalan contertraksi atau bantal penyangga kaki

 Atur posisi pasien nyaman dan rapikan

 Beritahu pasien bahwa tindakan sudah selesai dan pesankan untuk

manggil perawat bila ada keluhan

 Buka tirai/ pintu

 Alat dikembalikan, dibersihkan dan dirapikan

 Sarung tangan dilepas

 Mencuci tangan

Traksi Kulit

 Cuci tangan dan pasang sarung tangan

 Cuci, keringkan dan beri bedak kulit sebelum traksi dipasang kembali
 Lepas sarung tangan

 Anjurkan klien untuk menggerakkan ekstremitas distal yang terpasang

traksi

 Berikan bantalan dibawah akstremitas yang tertekan

 Berikan penyokong kaku (foot plates) dan lepaskan setiap 2 jam lalu

anjurkan klien latihan ekstremitas bawah untuk fleksi, ekstensi dan

rotasi

 Lepas traksi setiap 8 jam atau sesuai instruksi

Traksi Skeletal

 Cuci tangan

 Atur posisi klien dalam posisi lurus di tempat tidur untuk

mempertahankan tarikan traksi yang optimal

 Buka set ganti balut, cairan pembersih dan gunakan sarung tangan steril

 Bersihkan pin serta area kulit sekitar pin, menggunakan lidi kapas

dengan teknik menjauh dari pin (dari dalam ke luar)

 Beri salep anti bakteri jika diperlukan sesuai protokol RS

 Tutup kassa di lokasi penusukan pin

 Lepas sarung tangan

 Buang alat – alat yang telah dipakai ke dalam plastik khusus infeksius

 Cuci tangan

 Anjurkan klien menggunakan trapeze untuk membantu dalam

pergerakan di tempat tidur selama ganti alat dan membersihkan area

punggung/ bokong
 Berikan posisi yang tepat di tempat tidur

Keuntungan Pemakaian Traksi

a. Menurunkan nyeri prasme

b. Mengoreksi dan mencegah deformitas

c. Mengobilisasi sendi yang sakit

Kerugian Pemakaian Traksi

a. Perawatan rumah sakit lebih lama

b. Mobilisasi terbatas

c. Penggunaan alat-alat lebih banyak

Evaluasi

a) Menunjukan tidak ada tanda iritasi kulit, ekstremitas warna normal, da

n hangat, tidak bengkak, dan nadi teraba.

b) Menunjukan tidak terdapat tanda infeksi: suhu dibawah 37oC, jumlah se

l darah putih 5000-10.000/mm3, tidak ada nyeri pada luka, tidak ada tan

da kemerahan dan drainase pada sisi pin.

c) Menggunakan mekanisme koping efektif

d) Menyebutkan peningkatan kenyamanan:

e) Kadang-kadang meminta analgesia oral

f) Melakukan aktivitas perawatan diri, memerlukan sedikit bantuan pada s

aat memenuhi kebutuhan sehari-hari.

g) Pola eliminasi defekasi teratur, dan perut lemas.


h) Klien mengerti dengan program terapi, klien menunjukkan pemahaman

terhadap program terapi (menjelaskan tujuan traksi, berpartisipasi dala

m rencana perawatan).

i) Klien mengekspresikan perasaan dengan aktif, dan tingkat ansietas klien

menurun.

j) Nyeri berkurang, klien mampu mengubah posisi sendiri sesering mungki

n sesuai kemampuan traksi, klien dapat beristirahat nyenyak.

k) Mobilitas klien meningkat, klien melakukan latihan yang dianjurkan, me

nggunakan alat bantu yang aman.

l) Tidak ditemukan adanya dekubitus dan nyeri tekan. Kulit tetap utuh, at

au tidak terjadi luka tekan lebih luas.

B. PENATALAKSANAAN OPERASI

1. ORIF

ORIF adalah suatu bentuk pembedahan dengan pemasangan internal

fiksasi pada tulang yang mengalami fraktur. ORIF (Open Reduksi Internal

Fiksasi), open reduksi merupakan suatu tindakan pembedahan untuk

memanipulasi fragmen-fragmen tulang yang patah / fraktur sedapat

mungkin kembali seperti letak asalnya. Internal fiksasi biasanya melibatkan

penggunaan plat, sekrup, paku maupun suatu intramedulary (IM) untuk

mempertahan kan fragmen tulang dalam posisinya sampai penyembuhan

tulang yang solid terjadi.

Keuntungan cara ini adalah :


⁻ Reposisi anatomis.

⁻ Mobilisasi dini tanpa fiksasi luar.

⁻ Ketelitian reposisi fragmen-fragmen fraktur.

⁻ Kesempatan untuk memeriksa pembuluh darah dan saraf di sekitarnya.

⁻ Stabilitas fiksasi yang cukup memadai dapat dicapai.

⁻ Perawatan di RS yang relatif singkat pada kasus tanpa komplikasi.

⁻ Potensi untuk mempertahankan fungsi sendi yang mendekati normal

serta kekuatan otot selama perawatan fraktur.

Kerugian yang potensial juga dapat terjadi antara lain :

⁻ Setiap anastesi dan operasi mempunyai resiko komplikasi bahkan

kematian akibat dari tindakan tersebut.

⁻ Penanganan operatif memperbesar kemungkinan infeksi dibandingkan

pemasangan gips atau traksi.

⁻ Penggunaan stabilisasi logam interna memungkinkan kegagalan alat

itu sendiri.

⁻ Pembedahan itu sendiri merupakan trauma pada jaringan lunak, dan

struktur yang sebelumnya tak mengalami cedera mungkin akan

terpotong atau mengalami kerusakan selama tindakan operasi.

Indikasi ORIF :

a. Fraktur yang tidak bisa sembuh atau bahaya avasculair necrosis

tinggi. Misalnya :

⁻ Fraktur talus
⁻ Fraktur collum femur.

b. Fraktur yang tidak bisa di reposisi tertutup. Misalnya :

⁻ Fraktur avulsi

⁻ Fraktur dislokasi.

c. Fraktur yang dapat di reposisi tetapi sulit dipertahankan. Misalnya :

- Fraktur Monteggia.

- Fraktur Galeazzi

- Fraktur antebrachii

- Fraktur pergelangan kaki

d. Fraktur yang berdasarkan pengalaman member hasil yang lebih baik

dengan operasi, misalnya ; fraktur femur.

Persiapan dan Prosedur ORIF

a. Persiapan alat dan Ruangan

- Alat tidak steril : Lampu operasi, Cuter unit, Meja operasi, Suction,

Hepafik, Gunting

- Alat Steril : Duk besar 3, Baju operasi 4, Selang suction steril, Selang

cuter Steril,side 2/0, palain 2/0,berbagai macam ukuran jarum

- Set Orif :

1) Koker panjang 2

2) Klem bengkok 6

3) Bengkok panjang 1

4) Pinset cirugis 2
5) Gunting jaringan 1

6) Kom 2

7) Pisturi 1

8) Hand mest

9) Platina 1 set

10) Kassa steril

11) Gunting benang 2

12) Penjepit kasa 1

13) Bor 1

14) Hak Pacul 1

15) Hak Sedang 1

16) Hak Duk 3

b. Prosedur Operasi :

- Pasien sudah teranastesi GA

- Tim bedah melakukan cuci tangan (Scrub)

- Tim bedah telah memakai baju operasi (Gloving)

- Lakukan disinfeksi pada area yang akan dilakukan sayatan dengan

arah dari dalam keluar, alkohol 2x, betadine 2x

- Pasang duk pada area yang telah di disinfeksi (Drapping)

- Hidupkan cuter unit

- Lakukan sayatan dengan hand mest dengan arah paramedian


- Robek subkutis dengan menggunakan cuter hingga terlihat tulang yang

fraktur

- Lakukan pengeboran pada tulang

- Pasang platina

- Lakukan pembersihan bagian yang kotor dengan cairan NaCl

- Jahit subkutis dengan plain 2/0

- Jahit bagian kulit dengan side 2/0

- Tutup luka dengan kassa betadine, setelah itu diberi hepafik

Aktivitas Post Operasi ORIF

Tahapan pelaksanaan ambulasi dini yang dilakukan pada pasien

pasca operasi yaitu:

 Sebelum pasien berdiri dan berjalan, nadi, pernafasan dan tekanan

darah pasien harus diperiksa terlebih dahulu.

 Jika pasien merasakan nyeri, perawat harus memberikan medikasi

pereda nyeri 20 menit sebelum berjalan, karena penggunaan otot untuk

berjalan akan menyebabkan nyeri.

 Pasien diajarkan duduk di tepi tempat tidur, menggantungkan kakinya

beberapa menit dan melakukan nafas dalam sebelum berdiri. Tindakan

ini bertujuan untuk menghindari rasa pusing pada pasien.

 Selanjutnya, pasien berdiri di samping tempat tidur selama beberapa

menit sampai pasien stabil. Pada awalnya pasien mungkin hanya

mampu berdiri dalam waktu yang singkat akibat hipotensi ortostatik.


 Jika pasien dapat berjalan sendiri, perawat harus berjalan dekat pasien

sehingga dapat membantu jika pasien tergelincir atau merasa pusing.

 Perawat dapat menggandeng lengan bawah pasien dan berjalan

bersama. Jika pasien tampak tidak mantap, tempatkan satu lengan

merangkul pinggul pasien untuk menyokong dan memegang lengan

paling dekat dengan perawat, dengan menyokong pasien pada siku.

 Setiap penolong harus memegang punggung lengan atas pasien

dengan satu tangan dan memegang lengan bawah dengan tangan yang

lain.

 Bila pasien mengalami pusing dan mulai jatuh, perawat menggenggam

lengan bawah dan membantupasienduduk di ataslantaiatau di

kursiterdekat.

 Pasien diperkenankan berjalan dengan walker atau tongkat biasanya

dalam satu atau dua hari setelah pembedahan. Sasarannya adalah

berjalan secara mandiri.

 Pasien yang mampu mentoleransi aktivitas yang lebihberat, dapat

dipindahkan ke kursi beberapa kali sehari selama waktu yang singkat.

2. OREF

OREF adalah reduksi terbuka dengan fiksasi internal di mana

prinsipnya tulang ditransfiksasikan di atas dan di bawah fraktur , sekrup

atau kawat ditransfiksi di bagian proksimal dan distal kemudian

dihubungkan satu sama lain dengan suatu batang lain.


Fiksasi eksternal digunakan untuk mengobati fraktur terbuka dengan

kerusakan jaringan lunak . Alat ini memberikan dukungan yang stabil untuk

fraktur kominutif (hancur atau remuk). Pin yang telah terpasang dijaga agar tetap

terjaga posisinya , kemudian dikaitkan pada kerangkanya. Fiksasi ini memberikan

rasa nyaman bagi pasien yang mengalami kerusakan fragmen tulang.

Indikasi

- Fraktur terbuka grade II dan III

- Fraktur terbuka yang disertai hilangnya jaringan atau tulang yang parah.

- Fraktur yang sangat kominutif ( remuk ) dan tidak stabil.

- Fraktur yang disertai dengan kerusakan pembuluh darah dan saraf.

- Fraktur pelvis yang tidak bisa diatasi dengan cara lain.

- Fraktur yang terinfeksi di mana fiksasi internal mungkin tidak cocok.

Misal : infeksi pseudoartrosis ( sendi palsu ).

- Kadang – kadang pada fraktur tungkai bawah diabetes melitus.

Keuntungan dan Komplikasi

Keuntungan eksternal fiksasi adalah :

Fiksator ini memberikan kenyamanan bagi pasien, mobilisasi awal dan

latihan awal untuk sendi di sekitarnya sehingga komplikasi karena imobilisasi

dapat diminimalkan.

Sedangkan komplikasinya adalah :.

- Infeksi di tempat pen ( osteomyelitis ).


- Kekakuan pembuluh darah dan saraf.

- Kerusakan periostium yang parah sehingga terjadi delayed union atau

non union .

- Emboli lemak.

- Overdistraksi fragmen.

Persiapan OREF

- Persiapan psikologis

Penting sekali mempersiapkan pasien secara psikologis sebelum dipasang

fiksator eksternal Alat ini sangat mengerikan dan terlihat asing bagi pasien.

Harus diyakinkan bahwa ketidaknyamanan karena alat ini sangat ringan dan

bahwa mobilisasi awal dapat diantisipasi untuk menambah penerimaan alat ini,

begitu juga keterlibatan pasien pada perawatan terhadap perawatan fiksator ini.

- Pemantauan terhadap kulit, darah, atau pembuluh saraf.

Setelah pemasangan fiksator eksternal , bagian tajam dari fiksator atau pin

harus ditutupi untuk mencegah adanya cedera akibat alat ini. Tiap tempat

pemasangan pin dikaji mengenai adanya kemerahan , keluarnya cairan, nyeri

tekan, nyeri dan longgarnya pin.Perawat harus waspada terhadap potensial

masalah karena tekanan terhadap alat ini terhadap kulit, saraf, atau pembuluh

darah.

- Pencegahan infeksi
Perawatan pin untuk mencegah infeksi lubang pin harus dilakukan secara

rutin. Tidak boleh ada kerak pada tempat penusukan pin, fiksator harus dijaga

kebersihannya. Bila pin atau klem mengalami pelonggaran , dokter harus

diberitahu. Klem pada fiksator eksternal tidak boleh diubah posisi dan

ukurannya.

- Latihan isometrik

Latihan isometrik dan aktif dianjurkan dalam batas kerusakan jaringan bisa

menahan. Bila bengkak sudah hilang, pasien dapat dimobilisasi sampai batas

cedera di tempat lain. Pembatasan pembebanan berat badan diberikan untuk

meminimalkan pelonggaran puin ketika terjadi tekanan antara interface pin dan

tulang.

Aktivitas Post Operasi OREF

 Static Contraction: Static contraction merupakan kontraksi otot secara

isometric untuk mempertahankan kestabilan tanpa disertai gerakan. Dengan

gerakan ini maka akan merangsang otot-otot untuk melakukan pumping

action sehingga aliran darah balik vena akan lebih cepat. Apabila system

peredaran darah baik maka oedema dan nyeri dapat berkurang. Contoh yang

bias diberikan yakni memberi arahan kepada pasien dengan cara mendorong

tembok, dan mengangkat barbel.

 Latihan Pasif: Merupakan gerakan yang ditimbulkan oleh adanya kekuatan

dari luar sedangkan otot penderita rileks.Disini gerakan pasif dilakukan

dengan bantuan terapis. Contohnya dengan memandu pasien melakukan

range of motion (ROM) tapi dengan bantuan perawat.


 Latihan Aktif: Latihan aktif merupakan gerakan murni yang dilakukan oleh

otot-otot anggota tubuh pasien itu sendiri. Tujuan latihan aktif meningkatkan

kekuatan otot. Gerak aktif tersebut akan meningkatkan tonus otot sehingga

pengiriman oksigen dan nutrisi makanan akan diedarkan oleh darah. Dengan

adanya oksigen dan nutrisi dalam darah, maka kebutuhan regenerasi pada

tempat yang mengalami perpatahan akan terpenuhi dengan baik dan dapat

mencegah adanya fibrotik. Contohnya sama dengan latihan pasif tapi

bedanya tidak dengan bantuan perawat.

 Latihan Jalan: Salah satu kemampuan fungsional yang sangat penting adalah

berjalan. Latihan jalan dilakukan apabila pasien telah mampu untuk berdiri

dan keseimbangan sudah baik. Latihan ini dilakukan secara bertahap dan bila

perlu dapat menggunakan walker. Selain itu dapat menggunakan kruk

tergantung dari kemampuan pasien. Pada waktu pertama kali latihan biasanya

menggunakan teknik non weight bearing (NWB ) atau tanpa menumpu berat

badan. Bila keseimbangan sudah bagus dapat ditingkatkan secara bertahap

menggunakan partial weight bearing (PWB) dan full weight bearing

(FWB).Tujuan latihan ini agar pasien dapat melakukan ambulasi secara

mandiri walaupun masih dengan alat bantu.

C. Kebutuhan Nutrisi

Kebutuhan nutrisi yang baik untuk pasien fraktur adalah dengan melakukan diet

TKTP ( Tinggi Kalori Tinggi Protein ).

1. Pengertian Diet TKTP


Diet TKTP adalah pengaturan jumlah protein dan kalori serta jenis zat

makanan yang dimakan disetiap hari agar tubuh tetap sehat.

2. Tujuan diet TKTP

Diet TKTP bertujuan untuk :

1) Memberikan makanan secukupnya atau lebih dari pada biasa untuk memenuhi

kebutuhan protein dan kalori. Maksudnya, jumlah makanan khusus kebutuhan

protein dan kalori dibutuhkan dalam jumlah lebih dari pada kebutuhan biasa.

2) Menambah berat badan hingga mencapai normal.

Penambahan berat badan hingga mencapai normal menunjukkan

kecukupan energi. Untuk mengetahui berat badan yang normal, seseorag

dapat menggunakan kartu menuju sehat (KMS), untuk anak balita, anak

sekolah, remaja, ibu hamil dan kelompok usia lanjut. Bagi orang dewasa

digunakan Indek Masa Ttubuh (IMT).

3) Mencegah dan mengurangi kerusakan jaringan.

Artinya, dengan terpenuhinya kebutuhan energi/kalori dan protein di

dalam tubuh, sehingga menjamin terbentuknya sel-sel baru di dalam jaringan

tubuh.

 Syarat Diet TKTP

1. Tinggi Energi

2. Tinggi Protein

3. Cukup mineral dan Vitamin

4. Mudah dicerna
5. Diberikan secara bertahap bila penyakit dalam keadaan darurat

6. Makanan yang dapat mengurangi nafsu makan dihindari.

 Macam-macam Diet TKTP

1. TKTP I : Kalori : 2600 kal/kg BB

Protein : 100 g (2 g/kgBB)

2. TKTP II : Kalori : 3000 kal / kg BB

Protein : 125 g (2½ g / kg BB)

Kebutuhan kalori dan protein pada setiap orang berbeda-beda tergantung

pada umur dan berat badan masing-masing orang.

Sumber makanan yang berprotein tinggi (per 100gram)

Protein adalah kelompok makronutrisi berupa senyawa asam amino yang

berfungsi sebagai zat pembangun dan pendorong metabolisme. Zat ini tidak bisa

dihasilkan sendiri oleh manusia kecuali lewat makanan.

Bahan Makanan Nilai Protein

Kacang Kedelai 34,9

Kacang Merah 29,1

Kacang tanah 25,3


Keju 22,8

Kacang Hijau 22,2

Mete 21,2

Udang Segar 21,0

Daging Sapi 18,8

Tempe kacang kedelai murni 18,3

Ayam 18,2

Krupuk Udang 17,2

Ikan Segar 16,0

Telur Bebek 13,1

Telur Ayam 12,0

Jagung Kuning 9,2

Roti putih 8,0

Mie Kering 7,9

Tahu 7,8

beras setengah giling 7,6

Daun singkong 6,8

Bayam 3,5

Kangkung 3,0

Kentang 2,0

Singkong 1,2
Sumber makanan yang tinggi Kalori

Kalori adalah satuan energi. Dalam nutrisi danbahasa sehari-

hari, kalori mengacu pada konsumsi energi melalui

makan dan minum danpenggunaan energi melalui aktivitas fisik.

Bahan Makanan Nilai kalori

Minyak sawit (216 g) 1910

Bawang Bombay (160 g) 64

Wortel (126 g) 52

Nasi (186 g) 242

Terigu (28 g) 102

Tuna (196 g) 204

Susu cair (244 g) 146

Telur (243 g) 347


Makanan yang dianjurkan dan dihindari oleh pasien fraktur

1. Makanan yang dihindari

Makanan yang harus dihindari adalah makanan yang terlalu manis dan

gurih yang dapat mengurangi nafsu makan, seperti gula-gula, dodol, cake, tarcis

dan sebagainya.

2. Makanan yang dianjurkan

Makanan yang harus diberikan meliputi :

a) Sumber Kalori : Nasi,Kentang,Roti,Gandum, Jangung dan lain-lain

b) Sumber Protein hewani : ayam,daging,hati,telur,susu dan keju.

c) Sumber protein nabati : kacang-kacangan ,tahu,tempe, dan oncom

d) Sumber Protein Vitamin D : Ikan lele, sarden, ikan salmon, minyak ikan, telur

ayam, hati sapi.

Zat-zat gizi yang di butuhkan pada fraktur

 Kalsium berperan dalam pembentukan tulang dan mempertahankan

kepadatan tulang

 Vitamin D mendorong penyerapan kalsium dan membantu membentuk dan

mempertahankan tulang yang kuat

 Fosfor bergabung dengan kalsium untuk membentuk kalsium fosfat, yaitu zat

yang memberikan kekerasan tulang

 Magnesium kira-kira 50% dari seluruh magnesium tubuh ditemukan di dalam

tulang dan berkontribusi pada kerangka fisik tulang


Contoh menu sehari pada nutrisi fraktur

Pagi Siang Malam

Nasi Nasi Nasi

Telur dadar Ikan goreng Daging empal

Daging semur Ayam goreng Telur balado

Ketimun dengan
Tempe bacem Sup sayuran
tomat iris

Susu Sayur asam Pisang

Pepaya

Pukul 10.00 Pukul 16.00 Pukul 20,00

Bubur kacang hijau Susu Roti panggang

Susu Teh
Daftar Pustaka

1) Almatsier,Sunita.2009. Prinsip dasar Ilmu Gizi.Jakarta.Gramedia Pustaka Utama.

2) Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR Dunn DL, Huter JG, Pollock RE. Orthopaedics.

Dalam: Brunicardi FC, Anderson DK, Billiar TR Dunn DL, Huter JG, Pollock RE.

Schwartz's Principle of Surgery. The McGraw-Hill Companies: USA. 2004.

3) Departemen Kesehatan RI. Penanggulangan Penderita Gawat Darurat Jakarta

Departemen Kesehatan. 2003.

4) Gangguan System Moskuloskeletal. Jakarta : Selemba Medika.

5) Kholid MN,S.Kep,Ns. 2013. Muskuloskeletal, Jakarta

6) Klingensmith ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers, TA, Melby SJ. Dalam: Klingensmith

ME, Chen LE, Glasgow SC, Goers, TA, Melby SJ. Washington Manual of Surgery, The

5th Edition. USA: Lippincott Williams & Wilkins. 2008.

7) Nayagam S. Principles of Fractures. Dalam: Solomon L, Warwick D, Nayagam S.

Apley’s System of Orthopaedics and Fractures Ninth Edition. London: Hodder

Education. 2010.

8) Perry, Peterson, Potter; Buku Saku Keterampilan dan Prosedur Dasar Azis Alimul

Hidayat, S.Kp; Buku Saku Praktikum KDM

9) Salter RB. Textbook Disorders and Injuries of The Muskuloskeletal System Third

Edition. USA: Lippincott Williams and Wilkins. 1999.

10) Schwartz. Principle of Surgery. Mc Graw Hill. Eight edition. 20054.

11) Sjamsuhidayat, de Jong. BUKU AJAR ILMU BEDAH EDISI 3. Jakarta: Penerbit Buku

Kedokteran ECG. 2011.

12) Stone,Keith. Current Diagnosisi & Treatment: Emergency Medicine. 6th Ed. Lange.2008.
Penatalaksanaan

Menurut Muttaqin (2008) konsep dasar yang harus dipertimbangkan pada waktu menangani

fraktur yaitu : rekognisi, reduksi, retensi, dan rehabilitasi.

1. Rekognisi (Pengenalan )

Riwayat kecelakaan, derajat keparahan, harus jelas untuk menentukan diagnose dan tindakan

selanjutnya. Contoh, pada tempat fraktur tungkai akan terasa nyeri sekali dan bengkak. Kelainan

bentuk yang nyata dapat menentukan diskontinuitas integritas rangka.

2. Reduksi (manipulasi/ reposisi)Reduksi adalah usaha dan tindakan untuk memanipulasi

fragmen fragmen tulang yang patah sedapat mungkin kembali lagi seperti letak asalnya. Upaya

untuk memanipulasi fragmen tulang sehingga kembali seperti semula secara optimal.

Reduksi fraktur dapat dilakukan dengan reduksi tertutup, traksi, atau reduksi terbuka.

Reduksi fraktur dilakukan sesegera mungkin untuk mencegah jaringan lunak kehilangan

elastisitasnya akibat infiltrasi karena edema dan perdarahan. Pada kebanyakan kasus, reduksi

fraktur menjadi semakin sulit bila cedera sudah mulai mengalam penyembuhan.

3.Retensi(Immobilisasi)

Upaya yang dilakukan untuk menahan fragmen tulang sehingga kembali seperti semula

secara optimal. Setelah fraktur direduksi, fragmen tulang harus diimobilisasi, atau di pertahankan

dalam posisi kesejajaran yang benar sampai terjadi penyatuan. Imobilisasi dapat dilakukan

dengan fiksasi eksterna atau interna. Metode fiksasi eksterna meliputi pembalutan, gips, bidai,

traksi kontinu, pin, dan teknik gips, atau fiksator eksterna. Implan logam dapat digunakan untuk

fiksasi intrerna yang brperan sebagai bidai interna untuk mengimobilisasi fraktur. Fiksasi

eksterna adalah alat yang diletakkan diluar kulit untuk menstabilisasikan fragmen tulang dengan

memasukkan dua atau tiga pin metal perkutaneus menembus tulang pada bagian proksimal dan
distal dari tempat fraktur dan pin tersebut dihubungkan satu sama lain dengan menggunakan

eksternalbars. Teknik ini terutama atau kebanyakan digunakan untuk fraktur pada tulang tibia,

tetapi juga dapat dilakukan pada tulang femur, humerus dan pelvis.

Prinsip dasar dari teknik ini adalah dengan menggunakan pin yang diletakkan pada bagian

proksimal dan distal terhadap daerah atau zona trauma, kemudian pin-pin tersebut dihubungkan

satu sama lain dengan rangka luar atau eksternal frame atau rigid bars yang berfungsi untuk

menstabilisasikan fraktur. Alat ini dapat digunakan sebagai temporary treatment untuk trauma

muskuloskeletal atau sebagai definitive treatment berdasarkan lokasi dan tipe trauma yang terjadi

pada tulang dan jaringan lunak (Muttaqin, 2008)

4. Rehabilitasi Mengembalikan aktifitas fungsional semaksimal mungkin untuk menghindari

atropi atau kontraktur. Bila keadaan mmeungkinkan, harus segera dimulai melakukan latihan-

latihan untuk mempertahankan kekuatan anggota tubuh dan mobilisasi

VRS adalah alat ukur yang menggunakan kata sifat untuk menggambarkan level intensitas nyeri

yang berbeda, range dari “no pain” sampai “nyeri hebat” (extreme pain). VRS merupakan alat

pemeriksaan yang efektif untuk memeriksa intensitas nyeri. VRS biasanya diskore dengan

memberikan angka pada setiap kata sifat sesuai dengan tingkat intensitas nyerinya. Sebagai

contoh, dengan menggunakan skala 5-point yaitu none (tidak ada nyeri) dengan skore “0”, mild

(kurang nyeri) dengan skore “1”, moderate (nyeri yang sedang) dengan skore “2”, severe (nyeri

keras) dengan skor “3”, very severe (nyeri yang sangat keras) dengan skore “4”. Angka tersebut

berkaitan dengan kata sifat dalam VRS, kemudian digunakan untuk memberikan skore untuk

intensitas nyeri pasien. VRS ini mempunyai keterbatasan didalam mengaplikasikannya.

Beberapa keterbatasan VRS adalah adanya ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata
sifat yang cocok untuk level intensitas nyerinya, dan ketidakmampuan pasien yang buta huruf

untuk memahami kata sifat yang digunakan

Verbal Rating Score (VRS)

ymenggunakan kata sifat untuk menggambarkan level intensitas nyeri yang berbeda,range dari

³no pain´ sampai ³nyeri hebat´ (extreme pain).yalat pemeriksaan yang efektif untuk memeriksa

intensitas nyeri.diskore dengan memberikan angka pada setiap kata sifat sesuai dengan

tingkatintensitas nyerinya.

contoh: dengan menggunakan skala 5-point yaitu none (tidak ada nyeri) dengan skore³0´, mild (kurang nyeri) dengan

skore ³1´, moderate (nyeri yang sedang) denganskore ³2´, severe (nyeri keras) dengan skor ³3´, very

severe (nyeri yang sangat keras)dengan skore ³4´. Angka tersebut berkaitan dengan kata sifat

dalamVRS, kemudiandigunakan untuk memberikan skore untuk intensitas nyeri pasien.

keterbatasan: adanya ketidakmampuan pasien untuk menghubungkan kata sifat yangcocok untuk

level intensitas nyerinya, dan ketidakmampuan pasien yang buta huruf untuk memahami kata sifat

yang digunakan
AROMATERAPI LEMON

Tanggal pelaksanaan Hari: Tanggal: Pukul:

1. Pengertian Aromaterapi merupakan terapi inhalasi untuk menciptakan rasa


nyaman pasien
2. Tujuan 1. Pasien mampu mengenali aromaterapi
2. Pasien mampu menikmati aromaterapi
3. Pasien mampu menceritakan perasaan setelah pemberian
aromaterapi
3. Indikasi Pasien merasakan kecemasan, nyeri pasca bedah
4. Kontraindikasi Pasien dengan gangguan pernafasan
5. Persiapan Pasien 1. Pastikan identitas pasien yang akan dilakukan tindakan.
2. Kaji kondisi pasien.
3. Jelaskan kepada pasien dan keluarga pasien mengenai
tindakan yang akan dilakukan.
6. Persiapan Alat 1. Minyak esesnsial lemon
2. Korek api
3. Air
4. Lilin
5. Tungku aromaterapi
7. Tahap Kerja 1. Mengucapkan salam terapeutik
2. Menanyakan perasaan pasien hari ini
3. Menjelaskan tujuan kegiatan
4. Beri kesempatan pada pasien untuk bertanya sebelum
kegiatan dimulai.
5. Pertahankan privasi pasien selama tindakan dilakukan
6. Bawa peralatan ke dekat pasien
7. Tuangkan air ke dalam mangkok secukupnya
8. Hidupkan lilin dengan korek api
9. Taruh lilin yang menyala di bawah mangkok, usahakan
jarak antara lilin dan mangkok sekitar 2 inchi
10. Tuangkan minyak lemon ke dalam tungku sebanyak 3 tetes
11. Anjurkan pasien untuk menghirup uap minyak lemon
pada mangkok selama 3 menit
12. Setelah terapi selesai bersihkan alat dan atur posisi nyaman
untuk klien
8. Hasil 1. Evaluasi respon pasien.
2. Simpulkan hasil kegiatan.
3. Berikan reinforcement positif.
4. Ucapkan salam
5. Cuci tangan.
9. Dokumentasi 1. Catat kegiatan yang telah dilakukan dalam catatan
pelaksanaan.
2. Catat respon pasien terhadap tindakan.
3. Dokumentasikan evaluasi tindakan
4. Nama dan paraf perawat.

Anda mungkin juga menyukai