Anda di halaman 1dari 14

1.1.

KONSEP MEDIS CKD (Chronic Kidney Disease)


1.1.1. DEFINISI
Chronic kidney disease (CKD) atau penyakit ginjal kronis didefinisikan sebagai
kerusakan ginjal untuk sedikitnya 3 bulan dengan atau tanpa penurunan
glomerulus filtration rate (GFR) (Nahas & Levin,2010). CKD atau gagal ginjal
kronis (GGK) didefinisikan sebagai kondisi dimana ginjal mengalami penurunan
fungsi secara lambat, progresif, irreversibel, dan samar (insidius) dimana
kemampuan tubuh gagal dalam mempertahankan metabolisme, cairan, dan
keseimbangan elektrolit, sehingga terjadi uremia atau azotemia (Smeltzer, 2009).
Gagal ginjal kronik merupakan gangguan fungsi ginjal yang progresif dan
irreversible, yang menyebabkan kemampuan tubuh gagal untuk mempertahankan
metabolisme dan keseimbangan cairan maupun elektrolit, sehingga timbul gejala
uremia (retensi urea dan sampah nitrogen lain dalam darah).
Secara definisi, gagal ginjal kronis disebut juga sebagai Chronic Kidney
Disease (CKD). Perbedaan kata kronis disini disbanding dengan akut adalah
kronologis waktu dan tingkat fisiologis filtrasi.Dijelaskan bahwa gagal ginjal
kronis merupakan kondisi penyakit pada ginjal yang persisten (keberlangsungan
≥ 3 bulan) dengan:
1. Kerusakan ginjal; dan
2. Kerusakan Glomerular Filtration Rae (GFR) dengan angka ≤ 60
ml/menit/1,73 m2
Berdasarkan analisa definisi diatas, jelas bahwa gagal ginjal yang kronis
merupakan gagal ginjal akut yang sudah berlangsung lama, sehingga
mengakibatkan gangguan yang persisten dan dampak yang bersifat kontinyu.
Sedangkan National Kidney Foundation (NKF) mendefinisikan dampak dari
kerusakan ginjal adalah sebagai kondisi mikroalbuminurial over proteinuria,
abnormalitas sedimentasi, dan abnormalitas gambaran ginjal. Oleh karena itu,
perlu diketahui klasifikasi dari derajat gagal ginjal kronis untuk mengetahui
tingkat prognosanya.
a. Stadium pertama (ke-1) fungsi ginjal terlihat normal tetapi di temukan
dalam urine bahwa abnormalitas struktur atau ciri genetic menunjukkan
adanya penyakit ginjal dan GFR ≥ 90 ml/menit/1,73m2
b. Stadium ke-2 terjadi penurunan fungsi ginjal dan terdapat temuan lain
seperti pada stadium awal yang menunjukka adanya penyakit ginjal,
penurunan fungsi nefron progresif (peningkatan urea dan kreatinin serum),
Sedangkan GFR menunjukkan pada angka 60-89 ml/menit/1,73m2
c. Stadium ke-3 terjadi penurunan sedang pada fungsi ginjal dan GFR pada
angka 30-59 ml/menit/1,73m 2 , terdapat keluhan nokturia, lemah, mual,
nafsu makan turun, BB turun 5
d. Stadium ke-4 penurunan fungsi ginjal secara berat dan nilai GFR pada
angka 15-29 ml/menit/1,73m2 gejala dan tanda uremia nyata : anemia,
peningkatan TD, gangguan metabolisme Fosfor&kalsium, pruritus, mual,
muntah, mudah terkena infeksi, gangguan keseimbangan air
(hipo/hipervolemia), gangguan keseimbangan elektrolit (natrium& kalium)
e. Stadium ke-5 fungsi ginjal mengalami gagal ginjal dan nilai GFR pada
angaka < 15% gejala komplikasi serius, perlu terapi pengganti ginjal (
dialisis atau transplantasi ginjal). (The Renal Association, 2013)

1.1.2. KLASIFIKASI
Klasifikasi gagal ginjal kronis berdasarkan derajat (stage) LFG (Laju Filtration
Glomerulus) dimana nilai normalnya adalah 125 ml/min/1,73m2 dengan rumus
Kockroft – Gault sebagai berikut :

Derajat Penjelasan LFG (ml/mn/1.73m2)


1 Kerusakan ginjal dengan LFG normal atau ↑ ≥ 90
2 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau ringan 60-89
3 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau sedang 30-59
4 Kerusakan ginjal dengan LFG ↓ atau berat 15-29
5 Gagal ginjal < 15 atau dialisis
Sumber : Sudoyo,2006 Buku Ajar Ilmu penyakit Dalam. Jakarta : FKUI

1.1.3. ETIOLOGI
Gagal ginjal kronis sering kali menjadi penyakit komplikasi dari penyakit
lainnya, sehingga merupakan penyakit sekunder (secondary illness). Penyebab
yang sering adalah diabetes mellitus dan hipertensi. Selain itu, ada beberapa
penyebab lainnya dari gagal ginjal kronis, yaitu (Robinson,2013) :
a. Penyakit Glomerular kronis (glomerulonetritis)
b. Infeksi kronis (pyelonephritis kronis, tuberculosis)
c. Kelainan kongenital (polikistik ginjal)
d. Penyakir vaskuler (renal nephrosclerosis)
e. Obstruksi saluran kemih (nephrolithisis)
f. Penyakit kolagen (Systemic Lupus Erythernatosus)
g. Obat-obatan nefrotoksik (aminoglikosida)

Menurut (Haryono, 2012) :


a) Infeksi saluran kemih (pielonefritis kronis)
b) Penyakit peradangan (glomerulonefritis) primer dan sekunder.
Glomerulonefritis adalah peradanganginjal bilateral, biasanya timbul
pascainfeksi streptococcus.Untuk glomerulus akut, gangguan fisiologis
utamanya dapat mengakibatkan ekskresi air, natrium dan zat-zat nitrogen
berkurang sehingga timbul edema dan azotemia,peningkatan aldosteron
menyebabkan retensi air dan natrium.Untuk glomerulonefritis kronik,
ditandai dengan kerusakan glomerulus secara progresif lambat, akan
tampak ginjal mengkerut, berat lebih kurang dengan permukaan
bergranula.Ini disebabkan jumlah nefron berkurang karena iskemia,
karena tubulus mengalami atropi, fibrosis intestisial dan penebalan
dinding arteri.
c) Penyakit vaskuler hipertensif (nefrosklerosis, stenosis arteri renalis).
Merupakan penyakit primer dan menyebabkan kerusakan pada
ginjal.Sebaliknya, GGK dapat menyebabkan hipertensi melalui
mekanisme.Retensi Na dan H2O, pengaruh vasopresor dari system rennin,
angiotensi dan defisiensi prostaglandin;keadaan ini merupakan salah satu
penyebab utama GGK, terutama pada populasi bukan orang kulit putih.
d) Penyakit kongenital dan herediter (penyakit ginjal polikistik, asidosis
tubulas ginjal).Penyakit ginjal polikistik yang ditandai dengan kista
multiple,bilateral yang mengadakan ekspansi dan lambat laun
mengganggu dan menghancurkan parenkim ginjal normal akibat
penekanan.Asidosis tubulus ginjal merupakan gangguan ekskresi H+ dari
tubulus ginjal/kehilangan HCO3 dalam kemih walaupun GFR yang
memadai tetap dipertahankan, akibatnya timbul asidosis metabolic. 6.
Penyakit metabolik (DM, gout, hiperparatiroidisme).
e) Nefropati toksik.
f) Nefropati obstruktif (batu saluran kemih).

1.1.4. PATOFISIOLOGI
Pada waktu terjadi kegagalan ginjal sebagian nefron (termasuk glomerulus
dan tubulus) diduga utuh sedangkan yang lain rusak (hipotesa nefron utuh).
Nefron-nefron yang utuh hipertrofi dan memproduksi volume filtrasi yang
meningkat disertai reabsorpsi walaupun dalam keadaan penurunan GFR / daya
saring. Metode adaptif ini memungkinkan ginjal untuk berfungsi sampai ¾ dari
nefron–nefron rusak. Beban bahan yang harus dilarut menjadi lebih besar
daripada yang bisa direabsorpsi berakibat diuresis osmotik disertai poliuri dan
haus. Selanjutnya karena jumlah nefron yang rusak bertambah banyak oliguri
timbul disertai retensi produk sisa. Titik dimana timbulnya gejala-gejala pada
pasien menjadi lebih jelas dan muncul gejala-gejala khas kegagalan ginjal bila
kira-kira fungsi ginjal telah hilang 80% - 90%. Pada tingkat ini fungsi renal
yang demikian nilai kreatinin clearance turun sampai 15 ml/menit atau lebih
rendah itu. ( Barbara C Long, 2006, 368).
Fungsi renal menurun, produk akhir metabolisme protein (yang normalnya
diekskresikan ke dalam urin) tertimbun dalam darah. Terjadi uremia dan
mempengaruhi setiap sistem tubuh. Semakin banyak timbunan produk sampah
maka gejala akan semakin berat. Banyak gejala uremia membaik setelah
dialisis. (Brunner & Suddarth, 2001 : 1448).

Klasifikasi
Gagal ginjal kronik dibagi 3 stadium :

- Stadium 1 : penurunan cadangan ginjal, pada stadium kadar kreatinin serum


normal dan penderita asimptomatik.
- Stadium 2 : insufisiensi ginjal, dimana lebihb dari 75 % jaringan telah rusak,
Blood Urea Nitrogen ( BUN ) meningkat, dan kreatinin serum meningkat.
- Stadium 3 : gagal ginjal stadium akhir atau uremia.
1.1.5. MANIFESTASI KLINIS
Tanda dan gejala klinis pada gagal ginjal kronis dikarenakan gangguan yang
bersifat sistemik. Ginjal sebagai organ koordinasi dalam peran sirkulasi memiliki
fungsi yang banyak (organs multifunction), sehingga kerusakan kronis secara
fisiologis ginjal akan mengakibatkan gangguan keseimbangan sirkulasi dan
vasomotor. Berikut ini adalah tanda dan gejala yang ditunjukkan oleh gagal ginjal
kronis (Robinson, 2013):
a. Ginjal dan Gastrointestinal
Sebagai akibat dari hiponatremi maka timbul hipotensi, mulut kering,
penurunan turgor kulit, kelemahan, fatique, dan mual. Kemudian terjadi
penurunan kesadaran (somnolen) dan nyeri kepala yang hebat. Dampak dari
peningkatan kalium adalah peningkatan iritabilitas otot dan akhirnya otot
mengalami kelemahan. Kelebihan cairan yang tidak terkmpensasi akan
mengakibatkan asidosis metabolic. Tanda paling khas adalah terjadinya
penurunan urine output dengan sedimentasi yang tinggi.
b. Kardiovaskuler
Biasanya terjadi hipertensi, aritmia, kardornyopati, utteric percaditis, effuse
pericardial (kemungkinan bisa terjadi tamponade jantung), gagal jantung,
edema periobital dan edema perifer.
c. Respiratory System
Biasanya terjadi edema pulmonal, nyeri pleura, friction rub dan efusi pleura,
crackles, sputum yang kental, uremic pluritis dan uremic lung, dan sesak
napas.
d. Gastrointestinal
Biasanya menunjukkan adanya inflamasi dan ulserasi pada mukosa
gastrointestinal karena stomatitis, ulserasi dan perdarahan gusi, dan
kemungkinan juga disertai parotitis, esophagitis, gastritis, ulseratif duodenal,
lesi pada usus halus/ usus besar, colitis, dan pankreatitis. Kejadian sekunder
biasanya mengikuti seperti anoreksia, nausea dan vorniting.
e. Integument
Kulit pucat, kekuning-kuningan, kecoklatan, kering da nada scalp. Selain itu,
biasanya juga menunjukkan adanya purpura, ekimosis, petechiae, dan
timbunan urea pada kulit.
f. Neurologis
Biasanya ditunjukkan dengan adanya neuropathy parifer, nyeri, gatal pada
lengan dan kaki. Selain itu, juga adanya kram pada otot dan reflex kedutan,
daya memori menurun, apatis, rasa kantuk meningkat, iritabilitas, pusing,
koma, dan kejang. Dari hasil EEG menunjukkan adanya perubahan metabolic
encephalophaty.
g. Hematopoitiec
Terjadi anemia, penurunan waktu hidup sel darah merah, trombositopenia
(dampak dari dialysis), dan kerusakan platelet. Biasanya masalah yang serius
pada system hermatologi ditunjukkan denganadanya pedarahan (purpura,
ekimosis, dan petechiae)
h. Musculoskeletal
Nyeri pada sendi dan tulang, demineralisasi tulang, fraktur pathologis, dan
klasifikasi (otak, mata, gusi, sendi, miokard)

1.1.6. KOMPLIKASI
Seperti penyakit kronis dan lama lainnya, penderita CKD akan mengalami
beberapa komplikasi. Komplikasi dari CKD menurut Smeltzer dan Bare (2001)
serta Suwitra (2006) antara lain adalah :
1. Hiperkalemi akibat penurunan sekresi asidosis metabolik, katabolisme, dan
masukan diit berlebih.
2. Perikarditis, efusi perikardial, dan tamponad jantung akibat retensi produk
sampah uremik dan dialisis yang tidak adekuat.
3. Hipertensi akibat retensi cairan dan natrium serta malfungsi sistem renin
angiotensin aldosteron.
4. Anemia akibat penurunan eritropoitin.
5. Penyakit tulang serta klasifikasi metabolik akibat retensi fosfat, kadar kalsium
serum yang rendah, metabolisme vitamin D yang abnormal dan peningkatan
kadar alumunium akibat peningkatan nitrogen dan ion anorganik.
6. Uremia akibat peningkatan kadar uream dalam tubuh.
7. Gagal jantung akibat peningkatan kerja jantung yang berlebihan.
8. Malnutrisi karena anoreksia, mual, dan muntah.
9. Hiperparatiroid, Hiperkalemia, dan Hiperfosfatemia.
1.1.7. PEMERIKSAAN PENUNJANG
Didalam memberikan pelayanan keperawatan terutama intervensi maka perlu
pemeriksaan penunjang yang dibutuhkan baik secara medis ataupun kolaborasi
antara lain :
a. Biokimiawi Pemeriksaan utama dari analisa fungsi ginjal adalah ureum dari
kreatinin plasma. Untuk hasilnya yang lebih akurat untuk mngetahui fungsi
ginjal adalah dengan analisa creatine clearance (klirens kreatinin). Selain
pemeriksaan fungsi ginjal (Renal Function Test), pemeriksaan kadar elektrolit
juga harus dilakkukan untuk mengetahui status keseimbangan elektrolit
dalam tubuh sebagai bentuk kinerja ginjal.
b. Urinalisis Urinalisis dilakukan untuk menapis ada atau tidaknya infeksi pada
ginjal atau perdarahan aktif akibat inflamasi pada jaringan parenkim ginjal.
c. Ultrasonografi ginjal Imaging (gambaran) dari ultrasonografi akan
memberikan informasi yang mendukung untuk menegakkan diagnosis gagal
ginjal. Pada klien gagal ginjal biasanya menunjukkan adanya obstruksi atau
jringan parut pada ginjal. Selain itu, ukuran dari ginjal pun akan terlihat

1.1.8. PENATALAKSANAAN
Mengingat fungsi ginjal yang rusak sangat sulit untuk dilakukan
pengembalian, maka tujuan dari penatalaksanaan klien gagal ginjal kronis
adalah untuk mengoptimalkan fungsi ginjal yang ada dan mempertahankan
keseimbangan secara maksimal untuk memperpanjang harapan hidup klien.
Sebagai penyakit yang kompleks, gagal ginjal kronis membutuhkan
penatalaksanaan terpadu dan serius, sehingga akan meminimalisi komplikasi
dan meningkatkan harapan hidup klien. Oleh karena itu, beberapa hal yang
harus diperhatikan dalam melakukan penatalaksanaan pada gagal ginjal kronik
(Robinson, 2013):
1. Perawatan kulit yang baik Perhatikan hygiene kulit pasien dengan baik
melalui personal hygiene (mandi/seka) secara rutin. Gunakan sabun yang
mengandung lemak dan lotion tanpa alcohol untuk mengurangi rasa gatal.
Jangan menggunakan gliserin/ sabun yang mengandung gliserin karena
akan mengakibatkan kulit semakin kering.
2. Jaga kebersihan oral Lakukan perawatan oral hygiene melalui sikat gigi
dengan bulu sikat yang lembut/spon. Kurango konsumsi gula (bahan
makanan yang manis) untuk mengurang rasa tidak nyaman di mulut.
3. Beri dukungan nutrisi Kolaborasi dengan nutritionist untuk menyediakan
menu makanan favorit sesuai dengan anjuran diet. Beri dukungan intake
tinggi kalori, rendah natrium dan kalium
4. Pantau adanya hyperkalemia Hiperkalemia biasanya ditunjukkan dengan
adanya kejang/kram pada lengan dan abdomen, dan diarea. Selain itu
pemantauan hyperkalemia dengan hasil ECG. Hyperkalemia bisa diatasi
dengan dialysis.
5. Kontrol tekanan darah Tekanan diupayakan dalam kondisi normal.
Hipertensi di cegah dengan mengontrol volume intravaskuler dan obat-
obatan antihipertensi.
6. Jaga kondisi septik dan aseptic setiap prosedur perawatan (pada
perawatan luka operasi)
7. Observasi adanya gejala neurologis Laporkan segera jika dijumpai
kedutan, sakit kepala, kesadaran delirium, dan kejang otot. Berikan
diazepam/fenitoin jika dijumpai kejang.
8. Tata laksana dialysis/ Transplantasi ginjal Untuk membantu
mengoptimalkan fungsi ginjal maka dilakukan dialysis. Jika
memungkinkan koordinasikan untuk dilakukan transplantasi ginjal.

Penatalaksanaan keperawatan pada pasien dengan CKD dibagi tiga yaitu :

a. Konservatif
1. Dilakukan pemeriksaan lab.darah dan urin
2. Observasi balance cairan
3. Observasi adanya odema
4. Batasi cairan yang masuk
b. Dialysis
1. peritoneal dialysis biasanya dilakukan pada kasus – kasus emergency.
Sedangkan dialysis yang bisa dilakukan dimana saja yang tidak bersifat
akut adalah CAPD ( Continues Ambulatori Peritonial Dialysis )
2. Hemodialisis
Yaitu dialisis yang dilakukan melalui tindakan infasif di vena dengan
menggunakan mesin. Pada awalnya hemodiliasis dilakukan melalui daerah
femoralis namun untuk mempermudah maka dilakukan :

3. AV fistule : menggabungkan vena dan arteri


Double lumen : langsung pada daerah jantung ( vaskularisasi ke jantung )
4. Operasi
a) Pengambilan batu
b) transplantasi ginjal

1.2. KONSEP ASUHAN KEPERAWATAN


1.2.1. PENGKAJIAN
Pengkajian pada klien gagal ginjal kronis sebenarnya hampir sama dengan klien
gagal ginjal akut, namun disini pengkajian lebih menekankan pada support system
untuk mempertahankan kondisi keseimbangan dalam tubuh (hemodynamically
process). Dengan tidak optimalnya/gagalnya fungsi ginjal, maka tubuh akan
melakukan upaya kompensasi selagi dalam batas ambang kewajaran. Tetapi jika
kondisi ini berlanut (kronis), maka akan menimbulkan berbagai manifestasi klinis
yang menandakan gangguan system tersebut. Berikut ini adalah pengkajian
keperawatan pada klien dengan gagal ginjal kronis :
a. Biodata
Tidak ada spesifikasi khusus untuk kejadian gagal ginjal, namun laki-laki sering
memiliki resiko lebih tinggi terkait dengan pekerjaan dan pola hidup sehat.
Gaggal ginjal kronis merupakan periode lanjut dari insidensi gagal ginjal akut,
sehingga tidak berdiri sendiri.
b. Keluhan utama
Keluhan sangat bervariasi, terlebih jika terdapat penyakit sekunder yang
mnyertai. Keluhan bisa berupa urine output yang menurun (oliguria) sampai
pada anuria, penurunan kesadaran karena komplikasi pada system sirkulasi-
ventilsi, anoreksia, mual dan muntah, diaphoresis, fatigue, napas berbau urea,
dan pruritus. Kondisi ini dipicu oleh karena penumpukan (akumulasi) zat sisa
metabolisme atau toksin dalam tubuh karena ginjal mengalami kegagalan
filtrasi.
c. Riwayat penyakit sekarang
Pada klien dengan gagal ginjal kronis biasanya terjadi penurunan urine output,
penurunan kesadaran, perubahan pola napas karena komplikasi dari gangguan
system ventilsi, fatigue, perubahan fisiologis kulit, bau urea pada napas. Selain
itu karena berdampak pada proses metabolism (sekunder karena intoksikasi),
maka akan terjadi anoreksia, nausea dan vomit sehingga beresiko untuk
terjadinya gangguan nutrisi.
d. Riwayat penyakit dahulu
Gagal ginjal kronis dimulai dengan periode gagal ginjal akut dengan berbagai
penyebab (multiklausa). Oleh karena itu, informasi penyakit terdahulu akan
menegaskan untuk penegakan masalah. Kaji riwayat penyakit ISK, payah
jantung, penggunaan obat berlebihan (overdosis) khususnya obat yang bersifat
nefrotoksik, BPH dan lain sebagainya yang mampu mempengaruhi kerja ginjal.
Selain itu, ada beberapa penyakit yang langsung mempengaruhi atau
menyebabkan gagal ginjal yaitu diabetes mellitus, hipertensi, batu saluran
kemih (urolithiasis)
e. Riwayat kesehatan keluarga
Gagal ginjal kronis bukan penyakit menular dan menurun, sehingga silsilah
keluarga tidak terlalu berdampak pada penyakit ini. Namun, pencetus sekunder
seperti DM dan Hipertensi memiliki pengaruh terhadap kejadian penyakit gagal
ginjal kronis, karena penyakit tersebut bersifat herediter. Kaji pola kesehatan
keluarga yang diterapkan jika ada anggota keluarga yang sakit, misalnya minum
jamu saat sakit.

f. Riwayat psikososial
Kondisi ini tidak selalu ada gangguan jika klien memiliki koping adaptif yang
baik. Pada klien gagal ginjal kronis, biasanya perubahan psikososial terjadi pada
waktu klian mengalami perubahan struktur fungsi tubuh dan menjalani proses
dialisa. Klien akan mengurung diri dan lebih banyak berdiam diri (murung).
Selain itu, kondisi ini juga dipicu oleh biaya yang dikeluarkan selama proses
pengobatan, sehingga klien mengalami kecemasan
g. Keadaan umum dan tanda-tanda vital
Kondisi klien gagal ginjal kronis biasanya lemah (fatigue), tingkat kesadaran
bergantung pada tingkat toksisitas. Pada pemeriksaan TTV sering didapatkan
RR meningkat (tachypnea), hipertensi/hipotensi sesuai dengan kondisi
fluktuatif
h. Sistem Perkemihan
Dengan gangguan/ kegagalan fungsi ginjal secara kompleks (filtrasi sekresi,
reabsorbsi dan ekskresi), maka manifestasi yang paling menonjol adalah
penurunan urine output < 400 ml/hari bahkan sampai pada anuria (tidak adanya
urine output)
i. System Endokrin Berhubungan dengan pola seksualitas, klien dengan gagal
ginjal kronis akan mengalami disfungsi seksualitas karena penurunan hormone
reproduksi. Selain itu, jika konsisi gagal ginjal kronis berhubungan dengan
penyakit diabetes mellitus, maka aka nada gangguan pada sekresi insulin yang
akan berdampak pada proses metabolisme.
j. System Pencernaan
Gangguan system pencernaan lebih dikarenakan efek dan penyakit (stress
effect). Sering ditemukan anoreksia, nausea, vomit, dan diare.
k. System Muskuloskeletal
Dengan penurunan/ kegagalan fungsi sekresi pada gagal ginjal maka berdampak
pada proses demineralisasi tulang, sehingga resiko terjadinya osteoporosis
tinggi.
l. System Kardiovaskuler
Penyakit yang berhubungan langsung dengan kejadian gagal ginjal kronis salah
satunya adalah hipertensi. Tekanan darah yang tinggi diatas ambang kewajaran
akan mempengaruhi volume vaskuler. Stagnansi ini akan memicu retensi
natrium dan air sehingga akanmeningkatkan beban jantung.

1.2.2. DIAGNOSA KPERAWATAN


Diagnosa keperawatan yang mungkin muncul pada CKD adalah sebagai berikut:
1. Resiko kekurangan volume cairan
2. Ketidakseimbangan nutrisi kurang dari kebutuhan tubuh berhubungan dengan
anoreksia mual muntah.
3. Gangguan pertukaran gas berhubungan dengan perubahan membran alveolar-
kapiler
1.2.3 INTERVENSI KEPERAWATAN

No. Diagnosa keperawatan NOC NIC

Resiko
1. kekurangan volume NOC : Keseimbangan NIC : Manajemen
cairan cairan elektrolit

Kriteria hasil : Aktivitas-aktivitas :

1. Tekanan darah 1. Monitor nilai serum


2. Turgor kulit elektrolit abnormal
3. Kelembaban membrane 2. Monitor manifestasi
mukosa ketidakseimbangan
4. Denyut nadi radial elektrolit
3. Berikan cairan sesuai
resep,jika diperlukan

Ketidakseimbangan
2. nutrisi NOC : Status nutrisi NIC : Manajemen
kurang dari kebutuhan tubuh gangguan makan
Kriteria hasil :
berhubungan dengan
Aktivitas-aktivitas :
anoreksia mual muntah. 1. Asupan makanan
2. Asupan cairan 1. Ajarkan dan dukung
3. Energy konsep nutrisi yang baik
4. Rasio berat badan/tinggi dengan klien (dan orang
badan terdekat klien dengan
tepat)
2. Monitor tanda-tanda
fisiologis ( tanda-tanda
vital,elektrolit), jika
diperlukan
3. Kolaborasi dengan tim
kesehatan lain untuk
mengembangkan rencana
perawatan dengan
melibatkan klien dan
orang-orang terdekatnya
dengan tepat

3. Gangguan pertukaran gas NOC : Status pernafasan NIC :


berhubungan dengan
Kriteria hasil : Aktivitas-aktivas :
perubahan membran
alveolar-kapiler 1. Frekuensi pernapasan 1. Monitor kecepatan, irama
2. Irama pernapasan kedalaman nafas
3. Kedalaman inspirasi 2. Catat pergerakan dada
4. Suara auskultasi nafas 3. Monitor suara nafas
tambahan
4. Monitor pola nafas

1.2.4 IMPLEMENTASI
1. Mengjarkan dan dukung konsep nutrisi yang baik dengan klien (dan orang
terdekat klien dengan tepat)
2. Memonitor tanda-tanda fisiologis ( tanda-tanda vital,elektrolit), jika diperlukan
3. Berkolaborasi dengan tim kesehatan lain untuk mengembangkan rencana
perawatan dengan melibatkan klien dan orang-orang terdekatnya dengan tepat
4. Monitor kecepatan, irama kedalaman nafas
5. Catat pergerakan dada
6. Monitor suara nafas tambahan
7. Monitor pola nafas
8. Memberikan cairan sesuai resep,jika diperlukan

1.2.5 EVALUASI
Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 3x24 jam di harapkan
kondisi klien dapat membaik dengan kriteria hasil keseimbangan cairan, status
nutrisi, dan status pernafasan.
DAFT AR PUSTAKA

Anonim. Dialisis Pada Diabetes Melitus. http://internis.files.wordpress.com/2011/01/dialisis-


pada-diabetes-melitus.pdf diakses pada tanggal 16 Agustus 2018

Bakta, I Made & I Ketut Suastika,. Gawat Darurat di Bidang Penyakit Dalam. Jakarta : EGC.
2002

Bulecheck M, Gloria. DKK. 2013.Nursing Interventions Classification (NIC) edisi keenam.


Elsevier Singapore Pe Ltd

Black, Joyce M. & Jane Hokanson Hawks. Medical Surgical Nursing Clinical Management
for Positive Outcome Seventh Edition. China : Elsevier inc. 2005

Herman, T Heather. 2015.NANDA Internastional Inc. Diagnosis Keperawatan: Definisi &


Klasifikasi 2015-2017, edisi 10. Jakarta : buku kedokteran EGC

Moorhead, Sue DKK. 2013.Nursing Outcomes Classification (NOC) edisi kelima.Elsevier


Singapore Pte Ltd

Nahas, Meguid El & Adeera Levin. Chronic Kidney Disease: A Practical Guide to
Understanding and Management. USA : Oxford University Press. 2010

Price, Sylvia A. & Lorraine M. Wilson. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit
Edisi 6 Volume 2. Jakarta : EGC. 2002

Smeltzer, S. Buku Ajar Keperawatan Medikal Bedah Brunner dan Suddarth. Volume 2 Edisi
8. Jakarta : EGC. 2001

Sudoyo. Buku Ajar Ilmu Penyakit Dalam. Jakarta : Balai Penerbit FKUI. 2006

Anda mungkin juga menyukai