Latar Belakang: Penyakit tuberkulosis (TB) disebabkan oleh bakteri yang bernama
Mycobacterium tuberculosis dan merupakan salah satu penyakit infeksi yang menyebabkan
kematian terbesar. Pemakaian obat-obatan anti tuberkulosis sering ditemukan efek samping yang
mempersulit sasaran pengobatan. Tujuan: Penelitian ini bertujuan untuk melihat kejadian efek
samping obat anti tuberkulosis (OAT) kategori 1 dalam 1 bulan pada pasien TB paru di UP4.
Metode: Penelitian ini merupakan penelitian observasional dengan menggunakan rancangan
penelitian adalah potong lintang (Cross Sectional) yang bersifat deskriptif. Pengumpulan data
dilakukan secara Prospektif melalui wawancara kepada pasien. Selama penelitian diperoleh 11
subyek penelitian yang memenuhi kriteria inklusi penelitian. Hasil: Penelitian ini menunjukkan
bahwa penderita TB sebagian besar wanita sebanyak 63,64%, pada kisaran usia 17-35 tahun
(27,27%), dengan berat badan berkisar 38-54 kg (72,73%), dan terjadi pada pengobatan tahap
intensif 63,64%. Efek samping OAT yang timbul akan menganggu aktifitas pasien sebesar
81,82%. Kejadian efek samping OAT yang timbul paling sering adalah urin berwarna kemerahan
100% dan yang paling rendah efek sampingnya yaitu kesemutan dan mengantuk yaitu sebesar
9,09%. Kesimpulan: Kejadian efek samping OAT kategori 1 pada pasien TB paru di UP4 provinsi
Kalimantan barat sebesar 100 % dengan jumlah responden 11 pasien. Adapun efek samping OAT
kategori 1 yang di alami yaitu warna urin kemerahan, mual, lemas, muntah, gangguan pencernaan,
nyeri sendi, pusing, gatal pada kulit, mengantuk, dan kesemutan.
NO Karakteristik Pasien N = 11
Jumlah Persentase %
1. Jenis kelamin
a. Laki-laki 4 36,36
b. Perempuan 7 63,64
2. Umur
a. 17-25 (masa remaja akhir) 3 27,27
b. 26-35 (masa dewasa awal) 3 27,27
c. 36-45 (masa dewasa akhir) 2 18,18
d. 46-55 (masa lansia awal) 2 18,18
e. 56-65 (masa lansia akhir) 1 9,09
3. Berat Badan
a. 30-37 kg 0 0
b. 38-54 kg 8 72,73
c. 55-70 kg 3 27,23
d. > 70 kg 0 0
5
pada masa lansia akhir (9,09%). Hasil penularan lebih tinggi pada usia produktif
penelitian ini di dukung oleh hasil karena lebih sering berinteraksi dengan
(11)
penelitian Ratnasari yang menyatakan lingkungan sekitar, serta umunya
frekuensi penderita TB paru yang mempunyai aktifitas cukup tinggi dalam
menjalani program pengobatan rawat jalan kegiatan sehari-hari sehingga sering
di BP4 Yogyakarta Unit Minggiran melupakan untuk kunjungan berobat dan
terbanyak adalah usia produktif, antara 21- minum obat secara teratur.
30 tahun sebanyak 26 orang (52%). Usia
Karakteristik selanjutnya yaitu
31-40 tahun dan usia 41-50 tahun masing-
berat badan pasien. Berat padan ini di
masing 8 orang (16%) dan 7 orang (14%).
kelompokkan menjadi 4 kelompok
Insiden tertinggi TB paru biasanya
menurut Depkes RI(5) yaitu : 30-37 kg, 38-
mengenai usia dewasa muda, antara 15-44
54 kg, 55-70 kg, >71 kg. Adapun hasil
tahun. Sekitar 95% penderita TB paru
penelitian karakteristik berat badan pasien
berada di negara berkembang, dimana 75%
yang menderita TB paru dapat dilihat pada
diantaranya adalah usia produktif.
tabel 4.1. Hasil dari karakteristik berat
Kedua usia ini termasuk rentang badan pada penelitian ini menyatakan
usia produktif dengan di dukung oleh pasien TB paru terbanyak di dapatkan
(7)
penelitian Naga bahwa usia produktif dengan berat badan 38-54 kg sebanyak
lebih beresiko terjadinya TB paru. 72,73% sedangkan untuk berat badan 30-
Sebagian besar penderita TB paru adalah 37 kg dan >71 kg di dapatkan hasil 0%.
berusia produktif antara 15-55 tahun. Pada Berat bedan 55-70 Kg di dapatkan hasil
zaman sekarang ini dengan terjadinya 27,23%. Hal ini menggambarkan pasien
transisi demografi, menyebabkan usia TB paru cenderung memiliki berat badan
harapan hidup lansia menjadi lebih tinggi, rendah atau kurus. Hasil penelitian ini di
pada usia lanjut lebih dari 55 tahun sistem dukung oleh penelitian Danastri(13)
imunologi seseorang menurun yang menyatakan pada penelitiannya sebanyak
menyebabkan rentannya terhadap 40 orang (53,3%) mengalami malnutrisi.
penyakit, termasuk lah salah satunya Malnutrisi dan TB adalah dua masalah
(12)
penyakit TB paru. Penelitian Pertiwi yang cenderung berinteraksi satu sama
menyimpulkan hal yang sama bahwa lain. Malnutrisi meningatkan kerentanan
penderita TB paru mempunyai tingkat host infeksi terutama dalam kasus anak-
7
anak. Antara malnutrisi protein-energi dan melihat pada tahapan mana pasien
kekurangan mikronutrien akan melakukan pengobatan. Menurut Depkes
(5)
meningkatkan risiko TB. Hubungan antara RI pada Pada tahap awal atau intensif
malnutrisi dengan infeksi TB terjadi secara pasien mendapat obat setiap hari, bila
tidak langsung yaitu keadaan malnutrisi pengobatan tahap intesif tersebut diberikan
mempengaruhi penurunan sistem imun. secara tepat, maka pasien TB yang menular
Secara tidak langsung akan menyebabkan menjadi tidak menular dalam kurun waktu
daya tahan tubuh orang yang mengalami 2 minggu. Sebagian besar pasien BTA
malnutrisi lebih rentan dalam menghadapi positif akan menjadi BTA negatif
infeksi TB dibandingkan dengan orang (konversi) dalam waktu 2 bulan.
sehat. Sedangkan pada tahap lanjutan pasien
mendapat obat yang lebih sedikit. Pada
Karakteristik yang terakhir yaitu
tahap lanjutan berguna untuk membunuh
lama pengobatan kategori 1 pada pasien
kuman persister sehingga mencegah
TB paru. Lama pengobatan pada pasien TB
terjadinya kekambuhan.
paru kategori 1 terdapat 2 tahapan
pengobatan yaitu Tahap intensif yang di Kejadian Efek samping akibat
lakukan selama 2 bulan dan Tahap lanjutan Penggunaan OAT berdasarkan
yang di lakukan selama 4 bulan. Adapun hasil wawancara
hasil penelitian karakteristik lama
Penelitian mengenai kejadian efek
pengobatan pasien yang menderita TB paru
samping obat ini dilakukan dengan cara
dapat dilihat pada tabel 4.1. Hasil dari
mewawancarai pasien, dengan tujuan
karakteristik lama pengobatan ini dapat di
untuk mengetahui ada atau tidaknya efek
simpulkan bahwa pasien yang sedang
samping obat yang terjadi selama pasien
melakukan tahapan intensif di UP4
tersebut menjalani pengobatan dengan
sebanyak 63,64% sedangkan pasien yang
OAT. Wawancara ini di lakukan pada 11
menjalani tahapan lanjutan sebanyak
pasien yang sudah memenuhi kriteria
36,36%.
inklusi dan bersedia untuk di wawancarai.
Pentingnya mengetahui Hasil yang di dapat pada penelitian efek
karakteristik pasien berada dalam tahapan samping OAT ini dimulai dari intensitas
mana untuk penelitian ini adalah untuk ringan hingga berat. Diantara 11 responden
8
yang di wawancarai 9 orang mengaku 18,18%. Efek samping yang dirasakn oleh
mengalami efek samping obat yang reponden ini hanyalah urin berwarna
menggangguaktifitas mereka dengan nilai kemerahan selain itu responden tidak
persentase sebesar 81,82% sedangkan 2 mengalami adanya efek samping yang
orang responden mengaku efek samping berarti. Adapun hasil penelitian ini dapat
obat yang terjadi tidak menganggu aktifitas dilihat di gambar 4.1 yaitu sebagai
mereka dengan nilai persentase sebesar berikut :
100
81.82
80
persentase % 60
40
20
18.18
0
ESO OAT yang mengganggu ESO OAT yang tidak mengganggu
Kejadian Efek Samping OAT
Gambar 4.1. Kejadian efek samping OAT yang dialami oleh seluruh Responden
Kejadian efek samping OAT yang ini lebih sering timbul pada pasien yang
sering dikeluhkan oleh pasien diantaranya menjalani terapi lini kedua, namun jenis
mual, lemas, muntah, gangguan obat lini pertama yang paling sering
pencernaan (maag, sakit perut, susah buang menimbulkan efek samping adalah
air besar), nyeri sendi, pusing, gatal pada Pirazinamid, umumnya terjadi pada lebih
kulit, ngantuk, kesemutan. Mual dari 1 orang dari 6 responden. Isoniazid:
merupakan efek samping kedua yang efek sampingnya terjadi pada 5 orang (kulit
terbanyak di rasakan pasien yaitu sebanyak kemerahan 3 orang, hepatitis 1 orang dan
72,73%, dimana efek samping ini akan gangguan syaraf 1 orang). Etambutol:
langsung di rasakan oleh pasien ketika gangguan visual 9 orang. Pirazinamid:
pasien selesai meminum obat. Adapun obat nyeri otot sendi 22 orang dan gangguan
yang di curigai menyebabkan efek samping pencernaan 2 orang (mual, muntah, diare
mual ini yaitu rifampisin dan isoniazid. dan nyeri perut) serta hepatitis 2 orang.
(15)
Efek samping berikutnya yang di alami Selain itu pada penelitian Sari
pasien yaitu Lemas 54,54%, muntah dan menyatakan bahwa efek samping OAT
gangguan pencernaan 36,36%, nyeri sendi yang sering timbul pada bulan pertama
dan pusing 27,27%, serta gatal pada kulit, pengobatan yaitu 30 orang merasakan
ngantuk dan kesemutan 9,09%. Penelitian mual, diukuti pusing 18 orang, gatal-gatal
(14)
ini di dukung oleh penelitian Caroll pada kulit 15 orang, nyeri sendi 13 orang,
yang melibatkan 655 responden, diperoleh dan penglihatan terganggu 1 orang.
hasil bahwa efek samping utama yang
Panduan Wawancara Efek Samping
paling sering timbul adalah gangguan
OAT Pada Pasien
pencernaan (53 orang), gangguan nyeri
otot sendi (22 orang), gangguan psikis (10 Penelitian ini menggunakan 7
gangguan syaraf (8 orang). Efek samping pasien yang sedang menjalani pengobatan
10