Anda di halaman 1dari 4

Resume Jurnal Penyakit Sistem Pencernaan Pada Lanjut Usia

Dikutip dari Jurnal


1. Konsep diri dan gaya hidup lansia yang mengalami penyakit kronis di Panti Sosial
Tresna Werdha (PSTW) khusnul Khotimah Pekanbaru. (Jumal Ners Indonesia, Vol. 1,
No. 2, Maret 2011)
2. Pengaruh pola makan dan merokok terhadap kejadian gastritis pada lansia. ( Jurnal
Keperawatan 136 Vol. IX No 3 Desember 2016)
3. Kejadian reaksi obat yang tidak dikehendaki yang menyebabkan pasien lanjut usia
dirawat di ruang perawatan penyakit dalam instalasi rawat inap B rumah sakit DR.
Cipto Mangunkusumo. (Majalah Ilmu Kefarmasian, Vol. V, No. 3, Desember 2008,
138 – 149)
4. Hematemesis melena et causa gastritis erosif dengan riwayat penggunaan obat
NSAID pada pasien laki-laki lanjut usia. (Medula, Volum 1, Nomor 1, September
2013)
5. Hubungan Aktivitas fisik dengan kejadian konstipasi pada lansia di kota Madiun.
(Media Gizi Indonesia, Vol. 11, No. 1 Januari–Juni 2016: hlm. 40–47)
6. Hubungan asupan serat, lemak, dan posisi buang air besar dengan kejadian konstipasi
pada lansia. (JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 3,
Nomor 3, April 2015),

A. Penyakit kronis ( Gastritis)


Di Indonesia, jumlah penduduk lanjut usia (lansia) mengalami peningkatan secara
cepat setiap tahunnya, sehingga Indonesia telah memasuki era penduduk berstruktur
lanjut usia {aging structured population). Peningkatan jumlah lansia tersebut,
berdampak pada munculnya masalah kesehatan, yang terjadi pada lansia berupa
masalah fisik, biologi, maupun psikososial (Watson, 2003; Hutapea, 2005). Roach
(2001) menyatakan bahwa lansia cenderung untuk menderita penyakit kronis dan
sekitar 80% lansia di dimia menderita sedikitnya satu jenis penyakit kronis seperti
hipertensi, arthritis, diabetes meUitus, dan Iain-lain.
Berdasarkan studi pendahuluan yang dilakukan di UPT PSTW Khusnul Khotimah
Pekanbaru bulan Mei 2010, didapatkan data jumlah lansia yang tinggal di panti
sebanyak 70 orang, 33 orang diantaranya lansia laki-laki dan 37 orang perempuan.
Dari data sekunder pada bulan Desember 2010, diketahui bahwa semua lansia yang
tinggal di Panti mengalami minimal 1 masaleJi kesehatan yang bersifat kronis, seperti:
Rematik, Asam urat, Hipertensi, Hipotensi,Penyakit Paru, Asma, Gastritis (Penyakit
Maag), Katarak, dermatitis. (Jumal Ners Indonesia, Vol. 1, No. 2, Maret 2011).

Pola makan pada lansia sering tidak teratur dikarenakan kemampuan daya ingat
terhadap waktu makan sangat terbatas dan biasanya juga dalam kondisi terlalu lapar
namun kadang-kadang terlalu kenyang, Sehingga kondisi lambung dan pencernaan
menjadi terganggu (Muhith, Siyoto, 2016).
Gastritis merupakan gangguan kesehatan terkait dengan proses pencernaan terutama
lambung. Lambung bisa mengalami kerusakan karena proses peremasan yang terjadi
terus menerus selama hidup. Selain itu, lambung bisa mengalami kerusakan jika sering
kosong karena lambung meremas hingga dinding lambung lecet atau luka.
a. Penyebab
1) Pola makan dan merokok
Faktor-faktor yang mempengaruhi terjadinya gastritis antara lain pola
makan, merokok, stres, kopi, dan salah satu faktor yang menyebabkan
gasttritis yaitu merokok. Hasil pengamatan menunjukan bahwa
merokok ≥10 batang per hari berisiko 3,69 kali menderita gastritis
(Yuliarti, 2009). (Jurnal Keperawatan 136 Vol. IX No 3 Desember
2016).
2) NSAID
NSAID merupakan obat yang sering terkait dengan kejadian ROTD (
Reaksi obat yang tidak diinginkan) yang menyebabkan pasien usia
lanjut dirawat di rumah sakit dengan manifestasi klinik terbesar berupa
gejala saluran pencernaan seperti perdarahan saluran cerna, nyeri perut
serta mual dan muntah (3,16,17). Sebanyak 30% ROTD yang
menyebabkan pasien usia lanjut dirawat di rumah sakit disebabkan oleh
NSAID (16). Penggunaan NSAID dapat meningkatkan insiden
terjadinya perdarahan dan perforasi pada saluran pencernaan bagian
atas. Faktor risiko terjadinya perdarahan saluran cerna pada penggunaan
NSAID adalah usia lanjut, riwayat tukak lambung dan perdarahan
saluran cerna, serta penggunaan bersama kortikosteroid. (Majalah Ilmu
Kefarmasian, Vol. V, No. 3, Desember 2008, 138 – 149).

B. Hematemesis melena et causa gastritis erosif


Hematemesis adalah dimuntahkannya darah dari mulut, darah bisa dalam bentuk segar
(bekuan/ gumpalan/ cairan warna merah cerah) atau berubah karena enzim dan asam
lambung menjadi kecoklatan dan berbentuk seperti butiran kopi.
Melena yaitu keluarnya tinja yang lengket dan hitam seperti aspal (ter) dengan bau
khas, yang menunjukkan perdarahan SCBA serta dicernanya darah pada usus halus.
(Medula, Volum 1, Nomor 1, September 2013)

a. Penyebab
Dimana penyebab kelainan diatas dapat berasal dari kelainan esofagus,
kelainan lambung, dan kelainan duodenum.Pada kasus ini mengarah pada
kelainan di lambung yaitu adanya gastritis erosif atas dasar riwayat kebiasaan
pasien meminum obat-obat sakit kepala sejak 30 tahun yang lalu sampai
sekarang. Dimana penyebab dari gastritis erosif yang terbanyak adalah akibat
obat-obatan yang mengiritasi mukosa lambung atau obat yang merangsang
timbulnya tukak (ulcerogenic drugs). Misalnya obat-obat golongan salisilat
seperti aspirin, ibuprofen, dan lainnya. Obat-obatan lain yang juga dapat
menimbulkan hematemesis yaitu : golongan kortikosteroid, butazolidin,
reserpin, spironolakton dan lain-lain. Golongan obat-obat tersebut
menimbulkan hiperasiditas. Gastritis erosif hemoragika merupakan urutan
kedua penyebab perdarahan saluran cerna atas.( Medula, Volum 1, Nomor 1,
September 2013)
b. Gender
Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir seluruhnya (96%) lansia berjenis
kelamin laki – laki; hampir setengahnya (39%) berumur antara 55-61 tahun;
sebagaian besar (57%) tingkat pendidikan SD; dan sebagian besar (65%)
mempunyai pekerjaan petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa hampir
seluruhnya (86%) lansia mempunyai lama merokok >10 tahun dan pada
katagori perokok berat (86%); sebagian besar (72%) mempunyai pola makan
tidak teratur dan hampir seluruhnya (80%) mengalami kejadian gastritis kronik.
(Jurnal Keperawatan 136 Vol. IX No 3 Desember 2016).

C. Konstipasi
Konstipasi adalah kondisi di mana feses mengeras sehingga susah dikeluarkan melalui
anus, dan menimbulkan rasa terganggu atau tidak nyaman pada rektum (Brown, 2011).
Konstipasi dapat terjadi pada semua lapisan usia, yang pada umumnya ditandai dengan
frekuensi buang air besar yang rendah (kurang dari 3 kali dalam satu minggu). (Media
Gizi Indonesia, Vol. 11, No. 1 Januari–Juni 2016: hlm. 40–47).

Konstipasi adalah persepsi gangguan buang air besar berupa berkurangnya frekuensi
buang air besar kurang dari 3 kali seminggu atau 3 hari tidak buang air besar atau
buang air besar diperlukan mengejan secara berlebihan. Hal ini terjadi pada semua
kelompok umur tetapi lebih sering terjadi pada mereka yang berusia lebih dari 65
tahun dan umur dibawah 4 tahun. Konstipasi merupakan keluhan saluran cerna yang
terbanyak pada usia lanjut. (JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015).

a. Penyebab
1) Konstipasi dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti kurangnya
asupan serat, kurang asupan air, pengaruh obat yang dikonsumsi,
pengaruh dari penyakit yang diderita, hingga akibat kurang aktivitas fi
sik (Brown, 2011). Banyak penelitian yang telah dilakukan untuk
mengetahui penyebab terjadinya konstipasi, terutama asupan serat dan
asupan air. Akan tetapi belum banyak penelitian yang meneliti
hubungan aktivitas fi sik dengan kejadian konstipasi. (Media Gizi
Indonesia, Vol. 11, No. 1 Januari–Juni 2016: hlm. 40–47.

2) Penyebab konstipasi pada lansia bukan hanya dari penurunan fungsi


organ tubuh seperti sistem gastrointestinal tetapi dapat disebabkan oleh
beberapa faktor antara lain diet rendah serat, kurang minum, kebiasaan
buang air besar yang tidak teratur, kurang olahraga, dan penggunaan
obat-obatan. Selain itu konstipasi juga dapat disebabkan oleh asupan
serat, asupan cairan, aktivitas fisik, stres, konsumsi kopi, konsumsi
minuman probiotik, dan posisi saat buang air besar. (JURNAL
KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal) Volume 3, Nomor 3, April
2015)

3) Asupan serat yang kurang dapat menimbulkan konstipasi. Semakin


tercukupi asupan serat maka frekuensi defekasi semakin normal yaitu
diatas 3 kali dalam seminggu dan sebaliknya semakin tidak tercukupi
asupan serat maka frekuensi defekasi akan semakin berkurang yaitu
dibawah 3 kali / minggu. (JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT
(e-Journal) Volume 3, Nomor 3, April 2015)

4) Kebiasaan mengkonsumsi makanan tinggi lemak seperti fast food dan


gorengan dapat mengakibatkan terjadinya konstipasi.16 Sebab makanan
tersebut banyak mengandung sumber lemak, kolestrol yang tinggi dan
rendah serat. (JURNAL KESEHATAN MASYARAKAT (e-Journal)
Volume 3, Nomor 3, April 2015)

5) Posisi yang salah saat buang air besar dapat menyebabkan buang air
besar menjadi sulit, rasa tidak tuntas, dan membutuhkan usaha
mengejan untuk mengeluarkan feses dimana jika hal tersebut tidak
diatasi dapat menyebabkan konstipasi. Posisi jongkok saat buang air
besar merupakan cara yang paling baik dibandingkan dengan posisi
duduk. Ketika keinginan buang air besar muncul, diafragma akan
memberikan tekanan yang kuat pada sisa-sisa pencernaan agar sampai
pada rektum.18 Hasil penelitian pada mahasiswi gizi menunjukkan
bahwa konstipasi fungsional lebih banyak terjadi pada responden yang
memiliki posisi kurang baik atau posisi duduk pada saat buang air besar
65,9% dibandingkan dengan responden yang memiliki posisi baik atau
posisi jongkok saat buang air besar 43,1%. (JURNAL KESEHATAN
MASYARAKAT (e-Journal) Volume 3, Nomor 3, April 2015)

b. Gender
Dari semua responden dalam penelitian terdapat 30,9% responden laki-laki dan
69,1% responden perempuan. Berdasarkan penelitian, responden perempuan
cenderung memiliki variasi kegiatan sehari-hari yang lebih tinggi, meskipun
aktivitas fisik yang dilakukan sebagian besar diketahui bahwa lebih banyak
responden yang tidak mengalami konstipasi (60,0 %) dibandingkan responden
yang mengalami konstipasi (40,0 %). (Media Gizi Indonesia, Vol. 11, No. 1
Januari–Juni 2016: hlm. 40–47).

Kelompok 3 :
- Agung Sutanto
- Catur Septianing
- Fajar Sudrajat
- Lusy Purnamasari
- Rika Mustika W
- Trisna Dinasari
- Yuni Hulianti

Anda mungkin juga menyukai