Anda di halaman 1dari 33

KATA PENGANTAR

Puji syukur kehadirat Tuhan Yang Maha Kuasa atas segala limpahan Rahmat,
dan Karunia-NYA sehingga kami dapat menyelesaikan penyusunan makalah ini
dalam bentuk maupun isinya yang sangat sederhana.
Semoga makalah yang berjudul “Asuhan Keperawatan pada lansia dengan
depresi” ini selain untuk memenuhi tugas mata kuliah Keperawatan Gerontik juga
dapat dipergunakan sebagai salah satu acuan, petunjuk maupun pedoman bagi
pembaca dalam pendidikan maupun profesi keperawatan.
Pada penyusunan makalah ini kami menyadari masih banyak kekurangan,
baik mengenai isi maupun cara penulisannya. Oleh karena itu kami mengharapkan
kepada para pembaca untuk dapat memberikan masukan-masukan baik kritik maupun
saran yang bersifat membangun demi terciptanya makalah yang sempurna pada tugas
yang akan datang.

Palu , Desembar 2018

Penulis

i
DAFTAR ISI

KATA PENGANTAR ......................................................................................... i


DAFTAR ISI ........................................................................................................ ii
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang ................................................................................................ 1
1.2 Rumusan Masalah ........................................................................................... 2
1.3 Tujuan Masalah ............................................................................................... 2
BAB II PEMBAHASAN
2.1 Pengertian Depresi .......................................................................................... 4
2.2 Aspek Depresi ................................................................................................. 5
2.3 Etilogi Depresi ................................................................................................ 7
2.4 Patofisiologi Depresi ....................................................................................... 10
2.4 Tanda Dan Gejala Depresi .............................................................................. 10
2.5 Faktor Resiko untuk Perkembangan Terjadinya Depresi pada Lanjut Usia ... 14
2.7 Tingkatan Depresi Pada Lansia ....................................................................... 15
2.8 Dampak Depresi .............................................................................................. 15
2.9 Manajemen Terapi .......................................................................................... 15
BAB III ASUHAN KEPERAWATAN DEPRESI PADA LANSIA
3.1 Pengkajian ....................................................................................................... 18
3.2 Klasifikasi Data ............................................................................................... 21
3.3 Diagnosa Keperawatan.................................................................................... 22
3.4 Intervensi Keperawatn .................................................................................... 22
3.5 Evaluasi ........................................................................................................... 28
BAB IV PENUTUP
4.1 Kesimpulan ..................................................................................................... 30
4.2 Saran ................................................................................................................ 30
DAFTAR PUSTAKA .......................................................................................... 31

ii
BAB I
PENDAHULUAN

1.1 Latar Belakang


Menurut perkiraan dari United States Bureau of Census 1993, populasi
usia lanjut di Indonesia diproyeksikan pada tahun 1990 – 2023 akan naik 414 %,
suatu angka tertinggi di seluruh dunia dan pada tahun 2020, Indonesia akan
menempati urutan keempat jumlah usia lanjut paling banyak sesudah Cina, India,
dan Amerika (Depkes RI, 2001). Fenomena ini akan berdampak pada semakin
tingginya masalah yang akan dihadapi baik secara biologis, psikologis dan
sosiokultural. Organisasi Kesehatan Dunia (WHO) telah mengidentifikasi lansia
sebagai kelompok masyarakat yang mudah terserang kemunduran fisik dan
mental. Dilihat dari perspektif keperawatan dikatakan ada empat besar
penderitaan geriatrik yaitu immobilisasi, ketidakstabilan, inkontinensia, dan
gangguan intelektual.
Sifat umum dari empat besar tersebut adalah 1) mempunyai masalah yang
kompleks, 2) tidak ada pengobatan yang sederhana, 3) hancurnya kemandirian,
dan 4) membutuhkan bantuan orang lain yang berkaitan erat dengan keperawatan
(Isaac, 1981).
Pada lanjut usia (lansia) yang kurang mempersiapkan diri dalam
menghadapi kematian serta perubahan fisik, psikologis, dan sosial sebagai akibat
masa tuanya, sangat mungkin timbul gangguan jiwa yaitu depresi. Hal ini bisa
dikarenakan kurangnya pemahaman agama dalam kehidupan.
Gangguan depresif merupakan suasana alam perasaan yang utama bagi
orang usia lanjut dengan penyakit fisik kronik dan kerusakan fungsi kognitif
yang disebabkan oleh adanya penderitaan, disabilitas, perhatian keluarga yang
kurang serta bertambah buruknya penyakit fisik yang banyak dialaminya.
Selain itu proses-proses sehubungan dengan ketuaan dan penyakit fisik
yang dialaminya akan mempengaruhi jalur frontostriatal, amygdala serta

1
hypocampus, dan meningkatkan kerentanan untuk terjadinya gangguan depresif.
Begitu pula faktor herediter bisa juga berperan sebagian.
Adanya musibah yang bersifat psikososial seperti kemiskinan, isolasi
sosial, dan lain-lain akan mengundang untuk suatu perubahan fisiologis yang
selanjutnya akan meningkatkan kerentanan untuk mengalami depresi atau untuk
mencetuskan kondisi depresi pada orang usia lanjut yang rentan akan hal
tersebut.

1.2 Rumusan Masalah


1) Apa yang dimaksud dengan Depresi ?
2) Apa saja aspek Depresi ?
3) Apa saja etiologi dari Depresi ?
4) Bagaimana patofisiologi Depresi ?
5) Apa saja gambaran klinik dari Depresi ?
6) Apa saja factor resiko untuk perkembangan terjadinya depresi pada Lansia?
7) Apa tingkatan Depresi ?
8) Apa saja dampak dari Depresi ?
9) Bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada Lansia dengan
Depresi ?

1.3 Tujuan
1.3.1 Tujuan Umum
Tujuan umum dari penulisan makalah ini adalah untuk :
1) Mengetahui apa yang dimaksud dengan Depresi
2) Mengetahui apa saja aspek Depresi
3) Mengetahui apa saja etiologi dari Depresi
4) Memahami bagaimana patofisiologi Depresi
5) Mengetahui apa saja gambaran klinik dari Depresi

2
6) Memahami apa saja factor resiko untuk perkembangan terjadinya depresi
pada Lansia
7) Mengetahui apa tingkatan Depresi
8) Memahami apa saja dampak dari Depresi
9) Memahami bagaimana asuhan keperawatan yang dapat dilakukan pada
Lansia dengan Depresi

1.3.2 Tujuan Khusus


Tujuan khusus dari penulisan makalah ini adalah untuk memenuhi tugas
kelompok pada mata kuliah Keperawatan Gerontik

3
BAB II
PEMBAHASAN

2.1 Pengertian
Depresi adalah suatu jenis alam perasaan atau emosi yang disertai
komponen psikologik : rasa susah, murung, sedih, putus asa dan tidak bahagia,
serta komponen somatik: anoreksia, konstipasi, kulit lembab (rasa dingin),
tekanan darah dan denyut nadi sedikit menurun.
Depresi adalah gangguan alam perasaan (mood) yang ditandai dengan
kemurungan dan kesedihan yang mendalam dan berkelanjutan sehingga
hilangnya kegairahan hidup, tidak mengalami gangguan dalam menilai realitas
(Reality Testing Ability, masih baik), kepribadian tetap utuh atau tidak
mengalami keretakan kepribadian (Splitting of personality), prilaku dapat
terganggu tetapi dalam batas-batas normal (Hawari Dadang, 2001)
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan
komponen psikologis seperti rasa sedih, susah, merasa tidak berguna, gagal,
putus asa dan penyesalan atau berbentuk penarikan diri, kegelisahan atau agitasi
(Wahyulingsih dan Sukamto).
Depresi dapat diartikan sebagai salah satu bentuk gangguan kejiwaan
pada alam perasaan (afektif mood), yang ditandai dengan kemurungan, kelesuan,
ketidakgairahan hidup, perasaan tidak berguna, putus asa dan lain sebagainya.
Depresi merupakan reaksi yang normal bila berlangsung dalam waktu
yang pendek dengan adanya faktor pencetus yang jelas, lama dan dalamnya
depresi sesuai dengan faktor pencetusnya. Depresi merupakan gejala psikotik
bila keluhan yang bersangkutan tidak sesuai lagi dengan realitas, tidak dapat
menilai realitas dan tidak dapat dimengerti oleh orang lain.
Depresi biasanya dicetuskan oleh trauma fisik seperti penyakit infeksi,
pembedahan, kecelakaan, persalinan dan sebagainya, serta faktor psikik seperti
kehilangan kasih sayang atau harga diri dan akibat kerja keras.

4
Beberapa ahli mengemukakan pendapatnya tentang depresi :
· Menurut Suryantha Chandra (2002 : 8),
Depresi adalah suatu bentuk gangguan suasana hati yang
mempengaruhi kepribadian seseorang. Depresi juga merupakan perasaan
sinonim dengan perasaan sedih, murung, kesal, tidak bahagia dan menderita.
Individu umumnya menggunakan istilah depresi untuk merujuk pada keadaan
atau suasana yang melibatkan kesedihan, rasa kesal, tidak mempunyai harga
diri, dan tidak bertenaga.
· Menurut Maramis (2001 : 107)
Depresi adalah suatu jenis keadaan perasaan atau emosi dengan
komponen psikologis seperti rasa sedih, rasa tidak berguna, gagal, kehilangan,
putus asa, dan penyesalan yang patologis. Depresi juga disertai dengan
komponen somatik seperti anorexia, konstipasi, tekanan darah dan nadi
menurun. Dengan kondisi yang demikian, depresi dapat menyebabkan
individu tidak mampu lagi berfungsi secara wajar dalam hidupnya.

2.2 Aspek Depresi


Beck (dalam Nanik Afida dkk, 2000 :181) menjelaskan depresi memiliki
beberapa aspek emosional, kognitif, motivasional, dan fisik.
2.2.1 Aspek yang dimanifestasikan secara emosional
1) Perasaan kesal atau patah hati (dejected mood) ;
Perasaan ini menggambarkan keadaan sedih, bosan dan kesepian yang
dialami individu. Keadaan ini bervariasi dari kesedihan sesaat hingga
kesedihan yang terus - menerus.
2) Perasaan negatif terhadap diri sendiri ;
Perasaan ini mungkin berhubungan dengan perasaan sedih yang
dijelaskan di atas, hanya bedanya perasaan ini khusus ditujukan kepada
diri sendiri.

5
3) Hilangnya rasa puas ; maksudnya ialah kehilangan kepuasan atas apa
yang dilakukan. Perasaan ini dapat terjadi pada setiap kegiatan yang
dilakukan termasuk hubungan psikososial, seperti aktivitas yang
menuntut adanya suatu tanggung jawab.
4) Hilangnya keterlibatan emosional dalam melakukan pekerjaan atau
hubungan dengan orang lain ; keadaan ini biasanya disertai dengan
hilangnya kepuasan diatas. Hal ini dimanifestasikan dalam aktivitas
tertentu, kurangnya perhatian atau rasa keterlibatan emosi terhadap
orang lain.
5) Kecenderungan untuk menangis diluar kemauan ; gejala ini banyak
dialami oleh penderita depresi, khususnya wanita. Bahkan mereka
yang tidak pernah menangis selama bertahun-tahun dapat bercucuran
air mata atau merasa ingin menangis tetapi tidak dapat menangis.
6) Hilangnya respon terhadap humor ; dalam hal ini penderita tidak
kehilangan kemampuan untuk mempersepsi lelucon, namun
kesulitannya terletak pada kemampuan penderita untuk merespon
humor tersebut dengan cara yang wajar. Penderita tidak terhibur,
tertawa atau puas apabila mendengar lelucon.
2.2.2 Aspek depresi yang dimanifestasikan secara kognitif
1) Rendahnya evaluasi diri ; hal ini tampak dari bagaimana penderita
memandang dirinya. Biasanya mereka menganggap rendah ciri - ciri
yang sebenarnya penting, seperti kemampuan prestasi, intelegensi,
kesehatan, kekuatan, daya tarik, popularitas, dan sumber keuangannya.
2) Citra tubuh yang terdistorsi ; hal ini lebih sering terjadi pada wanita.
Mereka merasa dirinya jelek dan tidak menarik.
3) Harapan yang negatif ; penderita mengharapkan hal - hal yang
terburuk dan menolak uasaha terapi yang dilakukan.

6
4) Menyalahkan dan mengkritik diri sendiri ; hal ini muncul dalam bentuk
anggapan penderita bahwa dirinya sebagai penyebab segala kesalahan
dan cenderung mengkritik dirinya untuk segala kekurangannya.
5) Keragu-raguan dalam mengambil keputusan ; ini merupakan
karakteristik depresi yang biasanya menjengkelkan orang lain ataupun
diri penderita. Penderita sulit untuk mengambil keputusan, memilih
alternatif yang ada, dan mengubah keputusan.
2.2.3 Aspek yang dimanifestasikan secara motivasional
Meliputi pengalaman yang disadari penderita, yaitu tentang usaha,
dorongan, dan keinginan. Ciri utamanya adalah sifat regresif motivasi
penderita, penderita tampaknya menarik diri dari aktifitas yang menuntut
adanya suatu tanggung jawab, inisiatif bertindak atau adanya energi yang
kuat.
2.2.4 Aspek depresi yang muncul sebagai gangguan fisik
Kehilangan nafsu makan, gangguan tidur, kehilangan libido, dan kelelahan
yang sangat.

2.3 Etiologi
Faktor penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut bisa
berupa:
2.3.1 Faktor Biologis
Hal ini bisa berupa faktor genetis, gangguan pada otak terutama sistem
cerebrovaskular, gangguan neurotransmitter terutama aktivitas serotonin,
perubahan endokrin dll.
a) Faktor Genetis:
Dari segi aspek faktor genetis, menurut suatu penelitian dinyatakan
bahwa gen-gen yang berhubungan dengan risiko yang meningkatkan
untuk lesi kardiovaskular dapat meningkatkan kerentanan untuk
timbulnya gangguan depresif.

7
Penelitian lain melaporkan bahwa predisposisi genetis untuk gangguan
depresif mayor pada orang usia lanjut dapat dimediasi oleh adanya lesi
vaskular.
b) Gangguan pada Otak:
Antara lain yang termasuk dalam gangguan pada otak sebagai salah
satu penyebab timbulnya gangguan depresif pada orang usia lanjut
adalah penyakit cerebrovaskular, yang mana gangguan ini dapat
sebagai faktor predisposisi, presipitasi atau mempertahankan gejala-
gejala gangguan depresif pada orang usia lanjut.
c) Gangguan Neurotransmitter:
Pada suatu penelitian yang dilakukan oleh Robinson, dkk.,
mendapatkan bahwa konsentrasi norepinephrin dan serotonin
berkurang sesuai dengan bertambahnya usia, tetapi metabolit 5-HIAA
dan enzim monoamineoksidase meningkat sesuai pertambahan usia.
d) Perubahan Endokrin:
Dalam hal ini terutama adalah keterlibatan penurunan kadar hormon
estrogen pada wanita, testosteron pada pria, dan hormon pertumbuhan
pada pria dan wanita.
Penurunan kadar hormon tersebut sejalan dengan perubahan fisiologis
karena pertambahan usia. Sehingga dengan bertambahnya usia, proses
degenerasi sel-sel dari organ tubuh makin meningkat, termasuk di
antaranya meningkatnya proses degenerasi sel-sel organ tubuh yang
memproduksi hormon tersebut makin berkurang. Dengan penurunan
kadar hormon tersebut, hal ini akan mempengaruhi produksi
neurotransmitter terutama serotonin dan norepinephrin.

8
2.3.2 Faktor Psikologis
Ini bisa berupa penyimpangan perilaku, psikodinamik, dan kognitif.
a) Teori Perilaku:
Dari konsep teori perilaku terjadinya gangguan depresif pada individu
usia lanjut oleh karena orang-orang usia lanjut cukup banyak
mengalami peristiwa-peristiwa kehidupan yang tidak menyenangkan
atau yang cukup berat sehingga terjadinya gangguan depresif tersebut
sebagai respons perilaku terhadap stressor-stressor kehidupan yang
dialaminya tersebut. Penelitian lain melaporkan bahwa ada kaitan
terjadinya gangguan depresif pada orang usia lanjut dengan sejumlah
peristiwa kehidupan yang negatif yang dialami individu usia lanjut.
b) Teori Psikodinamis:
Berdasarkan teori psikodinamis, terjadinya gangguan depresif pada
orang usia lanjut, oleh karena pada orang usia lanjut sering terjadi
ketidaksanggupan untuk menyelesaikan pencarian pemulihan sekunder
dari peristiwa-peristiwa kehilangan yang tak terelakkan oleh individu
tersebut.
c) Teori Kognitif:
Salah satu teori psikologis tentang terjadinya gangguan depresif adalah
terjadinya distorsi kognitif. Dalam hal ini berkaitan dengan bagaimana
interpretasi seseorang terhadap peristiwa-peristiwa kehidupan yang
dialaminya.
Terjadinya distorsi kognitif pada orang usia lanjut oleh karena pada
individu usia lanjut tersebut memiliki harapan-harapan yang tidak
realistis dan membuat generalisasi yang berlebih-lebihan terhadap
peristiwa kehidupan tertentu yang tidak menyenangkan individu
tersebut.

9
2.3.3 Faktor Sosial
Hal ini bisa berupa hilangnya status peranan sosialnya atau
hilangnya sokongan sosial yang selama ini dimilikinya.

2.4 Patofisiologi
Struktur neocortical dorsal mengalami hipometabolis dan struktur limbic
ventral mengalami hipermetabolis selama dalam keadaan gangguan depresif.
Selain itu jalur fronto-striatal pada otak memediasi antisipasi yang mengarah ke
afek (alam perasaan) yang positif, dan abnormalitasnya bisa menghasilkan satu
ketidaksanggupan untuk mendorong antisipasi yang mana ini akan
mempredisposisikan keadaan depresif.
Terjadinya kerusakan pada sirkuit fronto-orbital dapat menimbulkan
iritabilitas, dan pengurangan sensitifitas pada isyarat-isyarat sosial. Begitu pula
kerusakan cingulata anterior dapat menyebabkan apatis dan menurunnya inisiatif.
Kerusakan sirkuit dorsolateral dapat menyebabkan kesulitan dalam merubah
tempat, dalam belajar dan generasi daftar kata. Abnormalitas perilaku-perilaku
ini menyerupai gejala-gejala pada gangguan depresif. Begitu pula hipoaktivitas
korteks prefrontodorsolateral dan gyrus angularis telah dihubungkan pula dengan
gangguan psikomotor dan gangguan depresif.

2.5 Gambaran Klinik


Pada orang usia lanjut, gambaran klinik dari gangguan depresifnya bisa dijumpai
sebagai berikut:
a) Depresi dan dysphoria
Walaupun demikian kadang-kadang mood depresif bisa tidak dijumpai pada
pasien tersebut, oleh karena ada juga pasien yang menyangkal (denial)
terhadap perasaan yang demikian.
b) Menangis ( Tapi pada pasien pria agak jarang )

10
c) Ansietas ( kecemasan ) dan agitasi
Pada pasien ini bisa dijumpai: pasien menjadi gugup waktu berkomunikasi
dengan seseorang, mudah tersinggung atau tingkah laku yang mengganggu
bersama-sama dengan gejala-gejala ansietasnya. Dan hal ini bisa dijumpai
pada sekitar 80% dari pasien usia lanjut yang mengalami gangguan depresif.
d) Menurunnya energi dan kelelahan (fatigue)
e) Anhedoni
Di sini pasien tersebut kehilangan interest terhadap sesuatu yang dulu
disenanginya.
f) Retardasi fisik
Kondisi ini dapat menjurus pada meningkatnya kesukaran dalam aktivitas
kehidupan sehari-hari, diet yang buruk, tak mau makan, dan lain-lain.
g) Defisit kognitif
Hal ini sering terlihat pada orang usia lanjut yang mengalami
gangguan depresif dan kadang-kadang bisa mencapai suatu level yang parah
sehingga diduga sedang mengalami pseudodementia. Bahkan dari suatu
penelitian yang pernah dilakukan oleh Kral & Emery pada tahun 1999, dari
pasien sampel penelitiannya tersebut berkembang menjadi penyakit
Alzheimer.
Gangguan kognitif yang berkaitan dengan suasana alam perasaan
depresif pada orang usia lanjut dalam bentuk gangguan fungsi eksekutif,
kecepatan psikomotor, atensi dan inhibisi, serta kemampuan visiospasial.
Timbulnya gangguan defisit kognitif ini diduga disebabkan oleh penurunan
fungsi dari lobus frontalis.
h) Somatisa
i) Hypokhondriasis
j) Insight
Gejala gangguan insight ini tingkat keparahannya bervariasi, tergantung
pada keparahan penyakitnya.

11
k) Suicide (bunuh diri)
Menurut suatu penelitian telah dinyatakan bahwa bunuh diri
lebih sering terjadi pada usia lanjut dibandingkan dengan populasi umur
lainnya. Dan dari segi jenis kelamin didapati bahwa pria usia lanjut lebih
sering melakukan tindakan bunuh diri dibandingkan dengan wanita yang
usia lanjut.
Berkaitan dengan suicide ini, selain oleh adanya mood yang
depresif, gejala suicide pada orang usia lanjut bisa terkait dengan beberapa
hal antara lain: belum kawin, kesehatan fisik yang memburuk yang bersifat
subyektif, disabilitas, rasa sakit, gangguan sensory, tinggal di rumah
perawatan atau panti. Walaupun demikian ide suicide berhubungan erat
dengan keparahan depresi yang dideritanya
l) Gejala-gejala psikoti
Ini bisa dalam bentuk gejala waham atau halusinasi. Isi wahamnya bisa
berupa rasa bersalah, cemburu atau persekutorik.
m) Gangguan Perilaku
Hal ini bisa dalam bentuk gejala-gejala sebagai berikut yaitu:
penolakan untuk makan, buang air besar dan buang air kecil yang tak
terkontrol, menjerit-jerit, dan jatuh teatrikalitas, tingkah laku merusak,
menggigit, menggaruk-garuk atau bertengkar dengan orang lain atau pasien-
pasien lainnya.
n) Gangguan tidur, terutama late insomnia
Selain gejala-gejala yang saya sebutkan di atas tadi dapat
dikatakan bahwa pasien gangguan depresif usia lanjut sering dijumpai co-
morbiditas dengan penyakit-penyakit lain, yaitu:
• Co-morbiditas dengan gangguan psikiatri lainnya antara lain gangguan
cemas (ansietas) dan lain-lain.

12
• Co-morbiditas dengan penyakit-penyakit fisik, antara lain: penyakit
Alzheimer, penyakit Parkinson, stroke, penyakit kardiovaskular, dan
lain-lain.

Tanda dan Gejala yang mudah dijumpai :


Penurunan energi dan konsentrasi, gangguan tidur terutama terbangun dini
hari dan sering terbangun malam hari, penurunan nafsu makan, penurunan berat
badan dan keluhan somatik.
1. Suasana Hati
a. Sedih
b. Kecewa
c. Murung
d. Putus Asa
e. Rasa cemas dan tegang
f. Menangis
g. Perubahan suasana hati
h. Mudah tersinggung

2. Fisik
a. Merasa kondisi menurun, lelah
b. Pegal-pegal
c. Sakit
d. Kehilangan nafsu makan
e. Kehilangan berat badan
f. Gangguan tidur
g. Tidak bisa bersantai
h. Berdebar-debar dan berkeringat
i. Agitasi
j. Konstipasi

13
2.6 Faktor Resiko untuk Perkembangan Terjadinya Depresi pada Lanjut Usia
Hal-hal berikut ini harus dipertimbangkan untuk dikaitkan dengan
perkembangan terjadinya suatu gangguan depresif dan dapat dipakai sebagai satu
cara pengenalan dan mentargetkan kelompok risiko tinggi, yaitu:
a) Penyakit fisik, terutama yang menimbulkan rasa sakit atau
ketidaksanggupan, kondisi kesehatan menurun dan tubuh lemah
b) Merasa kesepian, atau anggota keluarga terlalu sibuk, perhaulan kurang dan
rekreasi terbatas
c) Ada duka cita saat ini, atau peristiwa kehidupan buruk yang lain.
d) Gangguan pendengaran.
e) Adanya riwayat keluarga dengan gangguan depresif.
f) Dementia dini.
g) Penghasilan menurun
h) Ada penggunaan obat-obat tertentu seperti: steroid, mayor transquilizer, dan
lain-lain.
Selain itu, dari penelitian yang telah dilakukan didapati bahwa:
penyebab yang paling sering terjadinya kematian pada pasien gangguan
depresif usia lanjut adalah oleh karena kondisi kardiovaskular yang bisa
berupa: stroke, myocard infarct, dan sebagainya. Kemudian kanker
merupakan penyebab kedua yang paling sering sebagai penyebab kematian
pada penderita gangguan depresif pada usia lanjut.
Faktor lain yang memberikan kontribusi timbulnya depresi
tersebut berdasarkan hasil angket dan observasi adalah strategi coping pada
lansia itu sendiri yang kurang baik. Strategi coping adalah suatu bentuk
usaha yang dilakukan seseorang untuk mengurangi atau menghilangkan
tekanan-tekanan psikologis atau stres dengan tujuan untuk menyelesaikan
masalah atau tugas.

14
2.7 Tingkatan Depresi pada Lansia
Menurut Depkes RI 2001
1) Depresi ringan : Suasana perasaan yang depresif, Kehilangan minat,
kesenangan dan mudah lelah, konsentrasi dan perhatian kurang, harga diri
dan kepercayaan diri kurang, perasaan salah dan tidak berguna, pandangan
masa depan yang suram, gagasan dan perbuatan yang membahayakan diri,
tidak terganggu dan nafsu makan kurang
2) Episode Depresi Sedang : Kesulitan nyata mengikuti kegiatan sosial,
pekerjaan dan urusan rumah tangga
3) Depresi berat tanpa gejala manik. Biasanya Gelisah, kehilangan harga diri
dan perasaan tidak berguna, keinginan bunuh diri

2.8 Dampak Depresi


1) Tekanan darah tinggi

2) Gastritis

3) Vertigo

4) Migrain

5) Kanker

6) Stroke

7) Penyakit Jantung

8) Dimensia

9) Reumatik

2.9 Manajemen Terapi


Tujuan pengobatan adalah untuk mengurangi gejala-gejala gangguan
depresif, mencegah ide suicide, mencegah relapse atau recurrent dari gejala-
gejalanya, untuk memperbaiki status fungsional dan kognitif serta untuk
membantu pasien dalam mengembangkan keterampilannya.

15
Tindakan terapinya dapat berupa :
a) Pengobatan terhadap penyakit yang mendasarinya.
b) Pemberian obat anti depressant dan psikoterapi (cognitive behavior therapy,
psychodynamic psychotherapy, dsb.).
Selain itu Electro Convulsive Therapy (ECT) harus dipertimbangkan
bila pasien tidak menunjukkan respons terhadap obat antidepressant, atau
memiliki depresi berat, dengan risiko suicide, dan lain-lain.
Obat antidepressant golongan S.S.R.I. dan S.N.R.I. adalah obat
antidepressant pilihan, diikuti dengan Bupropion dan Mirtazapine.
Sedangkan beberapa jenis obat antidepressant seperti: Amitriptyline,
Maprotyline, dan lain-lain harus dihindari.
Selain itu pada fase rehabilitasi, maka penatalaksanaan rehabilitasi
perilaku sebaiknya dikombinasikan dengan pengobatan antidepressant untuk
memperbaiki status fungsionalnya setelah gejala-gejala depresinya hilang.

Penanganan depresi dapat dilakukan pada lansia itu sendiri, keluarga lansia
dan masyarakat, yaitu :
1. Diri Sendiri ( Lansia)
a) Berfikir positif
b) Terbuka bila ada masalah
c) Menerima kondiri apa adanya
d) Ikut Kegiatan pengajian
e) Tidur yang cukup
f) Olah raga teratur
g) Optimis
h) Rajin beribadah
i) Latihan relaksasi
j) Ikut beraktivitas dan bekerja sesuai kemampuan

16
2. Keluarga
a) Dukung lansia tetap berkomunikasi
b) Ajak lansia berdiskuasi setiap minggu sekali
c) Mendengarkan keluahan lansia
d) Berikan bantuan ekonomi
e) Dukung kegiatan lansia
f) Ikut serta anak dan cucu merawat lansia
g) Memberikan kesempatan lansia beraktivitas sesuai dengan kemampuan

3. Masyarakat
a) Sediakan sarana posbindu untuk pelayanan kesehatan lansia
b) Siapkan tempat dan waktu latihan aktivitas lansia
c) Support group

17
BAB III
ASUHAN KEPERAWATAN LANSIA DENGAN DEPRESI

3.1 Pengkajian
1. Identitas diri klien
2. Struktur keluarga : Genoogram
3. Riwayat Keluarga
4. Riwayat Penyakit Klien
Kaji ulang riwayat klien dan pemeriksaan fisik untuk adanya tanda
dan gejala karakteristik yang berkaitan dengan gangguan tertentu yang
didiagnosis.
a. Kaji adanya depresi.
b. Singkirkan kemungkinan adanya depresi dengan scrining yang tepat,
seperti geriatric depresion scale.
c. Ajukan pertanyaan-pertanyaan pengkajian keperawatan
d. Wawancarai klien, pemberi asuhan atau keluarga.
Lakukan observasi langsung terhadap :
1. Perilaku
a. Bagaimana kemampuan klien mengurus diri sendiri dan melakukan
aktivitas hidup sehari-hari?
b. Apakah klien menunjukkan perilaku yang tidak dapat diterima secara
sosial?
c. Apakah klien sering mengluyur danmondar - mandir?
d. Apakah ia menunjukkan sundown sindrom atau
perseveration phenomena?

18
2. Afek
a. Apakah kilen menunjukkan ansietas?
b. Labilitas emosi?
c. Depresi atauapatis?
d. lritabilitas?
e. Curiga?
f. Tidak berdaya?
g. Frustasi?
3. Respon kognitif
a. Bagaimana tingakat orientasi klien?
b. Apakah klien mengalamikehilangan ingatan tentang hal¬hal yang baru
saja atau yang sudah lamaterjadi?
c. Sulit mengatasi masalah, mengorganisasikan atau mengabstrakan?
d. Kurang mampu membuat penilaian?
e. Terbukti mengalami afasia, agnosia, atau,apraksia?
Luangkan waktu bersama pemberi asuhan atau keluarga
1. Identifikasi pemberian asuhan primer dan tentukan berapa lama ia sudah
menjadi pemberi asuhan dikeluarga tersebut.
2. ldentifikasi sistem pendukung yang ada bagi pemberi asuhan dan anggota
keluarga yang lain.
3. Identifikasi pengetahuan dasar tentang perawatan klien dan sumber daya
komunitas (catat hal-hal yang perlu diajarkan).
4. Identifikasi sistem pendukung spiritual bagi keluarga.
5. Identilikasi kekhawatiran tertentu tentang klien dan kekhawatiran
pemberiasuhan tentang dirinya sendiri.

19
Mengkaji Klien Lansia Dengan Depresi
a) Membina hubungan saling percaya dengan klien lansia
Untuk melakukan pengkajian pada lansiadengan depresi, pertama-tama saudara
harus membina hubungan saling percaya dengan pasien lansia.
Untuk dapat membina hubngan saling percaya, dapat dilakukan hal-hal sebagai
berikut:
1) Selalu mengucapkan salam kepada pasien seperti: selamat pagi / siang / sore /
malam atau sesuai dengan konteks agama pasien.
2) Perkenalkan nama saudara (nama panggilan) saudara, termasuk
menyampaikan bahwa saudara adalah perawat yang akan merawat pasien.
3) Tanyakan pula nama pasien dan nama panggilan kesukaannya.
4) Jelaskan tujuan saudara merawat pasien dan aktivitas yang akan dilakukan.
5) Jelaskan pula kapan aktivitas akan dilaksanakan dan berapa lama aktivitas
tersebut.
6) Bersikap empati dengan cara:
a. Duduk bersama klien, melakukan kontak mata, beri sentuhan dan
menunjukkan perhatian
b. Bicara lambat, sederhana dan beri waktu klien untuk berpikir dan
menjawab
c. Perawat mempunyai harapan bahwa klien akan lebih baik
d. Bersikap hangat, sederhana akan mengekspresikan pengharapan pada
klien.
e. Mengkaji pasien lansia dengan depresi
Untuk mengkaji pasien lansia dengan depresi, saudara dapat
menggunakan tehnik mengobservasi prilaku pasien dan wawancara langsung
kepada pasien dan keluarganya. Observasi yang saudara lakukan terutama untuk
mengkaji data objective depresi. Ketika mengobservasi prilaku pasien untuk
tanda-tanda seperti:

20
a. Penampilan tidak rapi, kusut dan dandanan tidak rapi, kulit kotor (kebersihan
diri kurang)
b. Interaksi selama wawancara: kontak mata kurang, tampak sedih, murung,
lesu, lemah, komunikasi lambat/tidak mau berkomunikasi.
Berikut ini adalah aspek psikososial yang perlu dikaji oleh perawat :
apakah lansia mengalami kebingungan, kecemasan, menunjukkan afek yang
labil, datar atau tidak sesuai, apakah lansia mempunyai ide untuk bunuh diri.
Bila data tersebut saudara peroleh, data subjective didapatkan melalui wawancara
dengan menggunakan skala depresi pada lansia (Depresion Geriatric Scale)

3.2 Klasifikasi Data


a. Data Subyektif
1) Lansia Tidak mampu mengutarakan pendapat dan malas berbicara.
2) Sering mengemukakan keluhan somatic seperti ; nyeri abdomen dan dada,
anoreksia, sakit punggung,pusing.
3) Merasa dirinya sudah tidak berguna lagi, tidak berarti, tidak ada tujuan
hidup, merasa putus asa dan cenderung bunuh diri.
4) Pasien mudah tersinggung dan ketidakmampuan untuk konsentrasi.

b. Data Obyektif
1) Gerakan tubuh yang terhambat, tubuh yang melengkung dan bila duduk
dengan sikap yang merosot.
2) Ekspresi wajah murung, gaya jalan yang lambat dengan langkah yang
diseret.
3) Kadang-kadang dapat terjadi stupor.
4) Pasien tampak malas, lelah, tidak ada nafsu makan, sukar tidur dan sering
menangis.

21
5) Proses berpikir terlambat, seolah-olah pikirannya kosong, konsentrasi
terganggu, tidak mempunyai minat, tidak dapat berpikir, tidak
mempunyai daya khayal.
Pada pasien psikosa depresif terdapat perasaan bersalah yang
mendalam, tidak masuk akal (irasional), waham dosa, depersonalisasi dan
halusinasi. Kadang-kadang pasien suka menunjukkan sikap bermusuhan
(hostility), mudah tersinggung (irritable) dan tidak suka diganggu. Pada pasien
depresi juga mengalami kebersihan diri kurang dan keterbelakangan
psikomotor.

3.3 Diagnosa Keperawatan


1. Mencederai diri berhubungan dengan depresi.
2. Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping maladaptif.
3. Ketidak berdayaan
4. Risiko bunuh diri
5. Gangguan pola tidur

3.4 Rencana Tindakan Keperawatan


1. Dx 1 : Mencederai diri berhubungan dengan depresi.
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia tidak
mencederai diri.
Kriteria Hasil:
a. Lansia dapat mengungkapkan perasaanya
b. Lansia tampak lebih bahagia.
c. Lansia sudah bisa tersenyum ikhlas

22
No Intervensi Rasional
1 Bina hubungan saling percaya dengan lansia. hubungan saling percaya
dapat mempermudah
dalam mencari data-data
tentang lansia.
2 Lakukan interaksi dengan pasien sesering mungkin Dengan sikap sabar dan
dengan sikap empati dan Dengarkan pemyataan empati lansia akan merasa
pasien dengan sikap sabar empati dan lebih banyak lebih diperhatikan dan
memakai bahasa non verbal. Misalnya: berguna.
memberikan sentuhan, anggukan.
3 Pantau dengan seksama resiko bunuh diri/melukai Meminimalkan terjadinya
diri sendiri. Jauhkan dan simpan alat-alat yang perilaku mencederai diri
dapat digunakan olch pasien untuk mencederai
dirinya/orang lain, ditempat yang aman dan
terkunci

2. Dx 2 : Gangguan alam perasaan: depresi berhubungan dengan koping


maladaptif
Tujuan : Setelah dilakukan tindakan keperawatan selama 1X24 jam lansia merasa
tidak stres dan depresi.
Kriteria Hasil :
a. Klien dapat meningkatkan harga diri
b. Klien dapat menggunakan dukungan social
c. Klien dapat menggunakan obat dengan benar dan tepat

No Intervensi Rasional
1 Bantu untuk memahami bahwa klien dapat Membangun motivasi pada
mengatasi keputusasaannya. lansia

23
2 Kaji dan kerahkan sumber-sumber internal Individu lebih percaya diri
individu
3 Bantu mengidentifikasi sumber-sumber harapan Menumbuhkan semangat
(misal: hubungan antar sesama, keyakinan, hal-hal hidup lansia
untuk diselesaikan). Klien dapat menggunakan
dukungan social
4 Kaji dan manfaatkan sumber-sumber ekstemal Lansia tidak merasa sendiri
individu (orang-orang terdekat, tim pelayanan
kesehatan, kelompok pendukung, agama yang
dianut).
5 Kaji sistem pendukung keyakinan (nilai, Meningkatkan nilai
pengalaman masa lalu, aktivitas keagamaan, spiritual lansia
kepercayaan agama).
6 Lakukan rujukan sesuai indikasi (misal : Untuk menangani klien
konseling pemuka agama). secara cepat dan tepat
7 Diskusikan tentang obat (nama, dosis, frekuensi, Klien dapat menggunakan
efek dan efek samping minum obat). obat dengan benar dan
tepat
Untuk memberi
pemahaman kepada lansia
tentang obat
8 Bantu menggunakan obat dengan prinsip 5 benar Prinsip 5 benar dapat
(benar pasien, obat, dosis, cara, waktu). memaksimalkan fungsi
obat secara efektif
9 Anjurkan membicarakan efek dan efek samping Menambah pengetahuan
yang dirasakan. lansia tentang efek – efek
samping obat.

24
10 Beri reinforcement positif bila menggunakan obat Lansia merasa dirinya
dengan benar. lebih berharga

3. Dx 3 : Ketidakberdayaan
Tujuan nya agar pasian mampu :
a. Berpartisipasi dalam memutuskan perawatan dirinya
b. Melakukan kegiatan dalam menyelesaikan masalahnya.

Tindakan pada lansia :


a. Beri kesempatan bagi pasien untuk bertanggungjawab terhadap perawatan
dirinya
b. Beri kesempatan memilih tujuan perawatan dirinya
c. Beri kesempatan untuk menetapkan aktifitas perawatan diri untuk mencapai
Tujuan :
a) Membantu pasien untuk melakukan aktivitas yang telah ditetapkan.
b) Berikan pujian jika pasien dapat melakukan kegiatannya
c) Tanyakan perasaan pasien jika mampu melakukan kegiatannya.
d) Sepakati jadwal pelaksanaan kegiatan tersebut secara teratur.
Tindakan untuk keluarga
a. Diskusikan dengan keluarga kemampuan yang pernah dimiliki pasien
b. Bersama keluarga memilih kemampuan yang bisa dilakukan pasien saat ini
c. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap kemampuan yang
masih dimiliki pasien
d. Anjurkan keluarga untuk membantu pasien melakukan kegiatan sesuai
kemampuan yang dimiliki
e. Anjurkan keluarga memberikan pujian jika pasien melakukan kegiatan
sesuai dengan jadwal kegiatan yang sudah dibuat.

25
Tujuan :
a) Keluarga mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien.
b) Keluarga mampu membantu pasien mengoptimalkan kemampuannya.

4. Dx 4 : Resiko Bunuh Diri


Tujuan :
a. Klien tidak membahayakan dirinya sendiri
b. Pasien mempunyai alternatif penyelesaian masalah yang konstruktif.

Tindakan pada Lansia


a. Diskusikan dengan pasien tentang ide-ide bunuh diri
b. Buat kontrak dengan pasien untuk tidak melakukan bunuh diri
c. Bantu pasien mengenali perasaan yang menjadi penyebab timbulnya ide
bunuh diri
d. Ajarkan beberapa alternatif cara penyelesaian masalah yang konstruktif
e. Bantu pasien untuk memilih cara yang palin tepat untuk menyelesaikan
masalah secara konstruktif.
f. Beri pujian terhadap pilihan yang telah dibuat pasien dengan tepat.
Tindakan pada Keluarga
Tujuan nya agar keluarga mampu:
a. Mengidentifikasi tanda-tanda perilaku bunuh diri pasien
b.Menciptakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku bunuh
diri
b. Membantu pasien menggunakan cara penyelesaian masalah yang
konstruktif
Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda-tanda perilaku klien saat muncul
ide bunuh diri
b. Diskusikan tentang cara mencegah perilaku bunuh diri pada pasien

26
1) Ciptakan lingkungan yang aman untuk pasien, singkirkan semua benda-
benda yang memiliki potensi untuk membahayakan klien (benda tajam,
tali pengikat, ikat pinggang, dan benda-benda lain yang terbuat dari kaca)
2) Antisipasi penyebab yang dapat membuat pasien bunuh diri
3) Lakukan pengawasan secara terus menerus
c. Anjurkan keluarga meluangkan waktu bersama klien
d. Mendiskusikan dengan keluarga koping positif yang pernah dimiliki klien
dalam menyelesaikan masalah
d. Anjurkan keluarga untuk membantu klien untuk menggunakan koping
positif dalam menyelesaikan masalah
e. Anjurkan keluarga untuk memberikan pujian terhadap penggunaan koping
positif yang telah digunakan oleh klien.

5. Dx 5 : Gangguan Pola Tidur


Tindakan untuk Pasien Lansia
Tujuan :
a. Klien mampu mengidentifikasi penyebab gangguan pola tidur
b. Klien mampu memenuhi kebutuhan istirahat dan tidur
Tindakan
a. Bersama klien mengidentifikasi gangguan pola tidur
b. Diskusikan cara-cara utuk memenuhi kebutuhan tidur ( Kurangi tidur pada
siang hari, Minum air hangat/susu hangat sebelum tidur
Hindarkan minum yang mengandung kafein dan coca cola, Mandi air hangat
sebelum tidur, Dengarkan musik yang lembut sebelum tidur )
c. Anjurkan pasien untuk memilih cara yang sesuai dengan kebutuhannya
d. Berikan pujian jika pasien memilih cara yang tepat untuk memenuhi
kebutuhan tidurnya.

27
Tindakan untuk Keluarga
Tujuan
a. Keluarga mampu mengidentifikasi tanda dan gejala gangguan pola tidur
b. Keluarga dapat membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur
Tindakan
a. Diskusikan dengan keluarga tentang tanda dan gejala gangguan pola tidur
pada pasien
b. Anjurkan keluarga untuk menciptakan lingkungan yang tenang untuk
memfasilitasi agar pasien dapat tidur.

3.5 Evaluasi
Untuk mengukur keberhasilan asuhan keperawatan yang saudara lakukan,
dapat dilakukan dengan menilai kemampuan klien dan keluarga:
1. Ketidakberdayaan,
Kemampuan pasien:
a. Berpartisipasi dalam menentukan perawatan diri
b. Melakukan kegiatan positif dalam menyelesaikan masalah
Kemampuan keluarga
a. mampu mengidentifikasi kemampuan yang dimiliki pasien
b. Membantu pasien melakukan kegiatan sesuai kemampuan yang dimiliki
2. Risiko bunuh diri
Kemampuan pasien:
a. Mampu mengungkapkan ide bunuh diri
b. Mengenali cara-cara untuk mencegah bunuh diri
c. Mendemonstrasikan cara menyelesaikan masalah yang konstruktif
Kemampuan keluarga:
a. Keluarga dapat mengenali tanda dan gejala awal perilaku bunuh diri
b. Keluarga menyediakan lingkungan yang aman untuk mencegah perilaku
bunuh diri

28
c. Keluarga mampu membantu pasien dalam menetapkan cara-cara yang
positif untuk mengatasi masalah
3. Gangguan pola tidur
Kemampuan klien:
a. Klien mampu mengungkapkan penyebab gangguan tidur
b. Klien mampu menetapkan cara yang tepat untuk memenuhi kebutuhan
tidur
Kemampuan keluarga:
a. Keluarga mampu mengidentifikasi penyebab gangguan tidur yang dialami
pasien
b. Keluarga mampu menyediakan lingkungan yang nyaman untuk
memfasilitasi pemenuhan kebutuhan tidur pasien
c. Keluarga mampu membantu pasien untuk memenuhi kebutuhan tidur

29
BAB IV
PENUTUP

4.1 Kesimpulan
Gangguan depresif merupakan salah satu gangguan mental-emosional
yang cukup sering dijumpai pada orang usia lanjut. Hal ini dapat disebabkan oleh
karena faktor penyebab dari gangguan depresif begitu besar kemungkinan akan
dialami oleh orang usia lanjut. Di lain pihak, walaupun terapi untuk gangguan
depresif tersebut bisa dilaksanakan namun hasilnya tidaklah dapat mencapai hasil
yang maksimal, mengingat kekurangan secara fisik dan psikososial pada orang
usia lanjut tidaklah dapat dikembalikan seperti semula.

4.2 Saran
Asuhan keperawatan pada lansia haruslah diakukan secara profesional
dan komprehensip, yaitu dengan memandang pada aspek boi-psiko-sosial-
spiritual pada lansia. Aspek psikologis pada lansia merupakan aspek yang tak
kala penting dari aspek yang lain, olehnya itu pelaksanaan asuhan keperawataan
lansia dengan gangguan psikososial harus dilakukan dengan sebaik-baiknya demi
terciptanya lansia yang sehat jasmani dan rohani.

30
DAFTAR PUSTAKA

Isaac. 2003. Buku Pedoman Kesehatan Jiwa, Jakarta : tp.


Watson R. 2003. Perawatan Pada Lansia, Jakarta : EGC
Dadang Hawari D. 2002. Manajemen Depresi, Jakarta : Gaya Baru
Martono Hadi dan Kris Pranaka. 2010. Buku Ajar Boedhi-Darmojo GERIATRI.
Jakarta: Fakultas Kedokteran UNIVERSITAS INDONESIA

Depkes R.I. 1999. Kesehatan keluarga, Bahagia di Usia Senja. Jakarta: Medi Media

Nugroho Wahyudi. 1995. Perawatan Usia Lanjut. Jakarta: EGC

Muhibbinsyah. 2001. Psikologi Pendidikan dengan Pendekatan Baru. Bandung: PT.


Remaja Rosdakarya.

31

Anda mungkin juga menyukai