Anda di halaman 1dari 29

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

A. Sectio Caesarea

1. Pengertian
Pelahiran sesarea juga dikenal dengan istilah sectio caesarea
adalah pelahiran janin melalui insisi yang dibuat pada dinding abdomen
dan uterus ( reeder dkk, 2011 ). Sectio caesarea adalah suatu cara
melahirkan janin dengan membuat sayatan pada dinding uterus melalui
dinding depan perut atau vagina atau seksio sesaria adalah suatu
histerotomia untuk melahirkan janin dari dalam rahim (Mochtar, 2012).
Sectio Caesarea (SC) terus meningkat di seluruh dunia, khususnya
di negara-negara berpenghasilan menengah dan tinggi, serta telah menjadi
masalah kesehatan masyarakat yang utama dan kontroversial (Torloni, et
al, 2014).

2. Klasifikasi
Klasifikasi Sectio Caesarea terbagi menjadi dua tipe secara umum
yaitu, sectio caesarea melintang (Segmen-Bawah) dan Sectio Caesarea
klasik ( Reeder dkk, 2011 ).
a. Sectio Caesarea Melintang (Segmen-Bawah)
Persalinan sesarea melintang,atau segmen-bawah, merupakan
kelahiran sesarea dengan insisi awal (membuka rongga abdomen)
dibuat secara melintang melalui daerah peritonium uterus, yang
menempel dengan kendur tepat diatas kandung kemih. Lipatan
peritonium bawah dan kandung kemih dipisahkan dari uterus diinsisi
secara tegak lurus ataupun melintang Selaput ketuban dipecahkan dan
janin dilahirkan.

10
11

b. Sectio Caesarea Klasik


Sebuah insisi tegak lurus dibuat langsung pada dinding korpus
uterus. Janin dan plasenta dikeluarkan, dan insisi ditutup dengan tiga
lapisan jahitan menggunakan benang yang dapat diserap. Tindakan ini
dilakukan dengan menembus lapisan uterus yang paling tebal pada
korpus uterus. Hal ini terutama bermanfaat ketika kandung kemih dan
segmen bawah mengalami perlekatan yang ekstensif akibat Sectio
Caesarea sebelumnya. Kadang kala, tindakan ini dipilih saat janin
dalam posisi melintang atau pada kasus plasenta previa anterior.

3. Indikasi Persalinan Sectio Caesarea


Indikasi Sectio Caesarea terbagi menjadi tiga tipe yaitu, indikasi mutlak,
indikasi relatif dan indikasi sosial (Reeder, dkk 2011).
a. Indikasi Mutlak
Faktor mutlak untuk dilakukan Sectio Caesarea dapat dibagi
menjadi dua indikasi, yang pertama adalah indikasi ibu, antara lain
panggul sempit absolut, kegagalan melahirkan secara normal karena
kurang kuatnya stimulasi, adanya tumor jalan lahir, stenosis serviks,
plasenta previa, disproporsi sefalopelvik dan ruptur uteri. Indikasi
yang kedua adalah indikasi janin, antara lain: kelainan otak, gawat
janin, prolapsus plasenta, perkembangan bayi yang terhambat, dan
mencegah hipoksia janin karena preeklamasi.
b. Indikasi Relatif
Yang termasuk faktor dilakukan persalinan Sectio Caesarea
secara relatif, antara lain : riwayat Sectio Caesarea sebelumnya,
presentasi bokong, distosia fetal distress, preeklamsi berat, ibu dengan
HIV positif sebelum inpartu atau gemel.
12

c. Indikasi Sosial
Permintaaan ibu untuk melakukan Sectio Caesarea
sebenarnya bukanlah suatu indikasi untuk dilakukan Sectio Caesarea.
Alasan yang spesifik dan rasional harus dieksplorasi dan didiskusikan.
Beberapa tindakan di indikasikan secara medis. Ketika pasien tertentu
sudah memiliki suatu “kepercayaan” anti intervensi hal ini
menyebabkan peningkatan Sectio Caesarea dan hasil akhir yang
tragis.

4. Kontra Indikasi Sectio Caesarea


Kontra indikasi dilakukan Sectio Caesarea adalah tidak adanya
indikasi yang tepat untuk melakukan Sectio Caesarea. Resiko jangka
panjang yang dapat terjadi adalah terjadinya plasenta previa, solusio
plasenta akrata dan ruptur uteri. Sectio Caesarea merupakan operasi
besar dengan banyak keuntungan tetapi juga dengan banyak resiko yang
mungkin terjadi pada ibu dan janin. Resiko dapat diperkecil dengan
menghindari Sectio Caesarea yang tidak memiliki indikasi tepat dan
memperhatikan dengan sungguh-sungguh pendekatan anasthesi dan
tehnik operasi yang digunakan. Penurunan komplikasi ibu dan janin pada
Sectio Caesarea dimulai dengan pengertian serta tanggung jawab yang
benar tentang bahaya dari tindakan yang dilakukan dan seleksi ketat pasien
yang minta dilakukan persalinan Sectio Caesarea. Setiap tindakan medis
memerlukan persetujuan atas penjelasan baik secara lisan maupun tulisan,
untuk itu tindakan darurat yang bertujuan menyelamatkan jiwa pasien
tidak perlu dibuat terlebih dahulu (Rasjidi, 2009).

5. Komplikasi Sectio Caesarea


Kelahiran Sectio Caesarea bukan tanpa komplikasi, baik bagi ibu
maupun janinnya. Morbiditas pada Sectio Caesarea lebih besar jika di
bandingakan dengan persalinan pervagina. Ancaman utama bagi wanita
yang menjalani Sectio Caesarea berasal dari tindakan anastesi, keadaan
sepsis yang berat, serangan tromboemboli dan perlukaan pada traktus
13

urinarius, infeksi pada luka. Perdarahan massa nifas post Sectio Caesarea
didefinisikan sebagai kehilangan darah lebih dari 1000 ml. Dalam hal ini
perdarahan terjadi akibat kegagalan mencapai homeostatis di tempat insisi
uterus maupun pada placental bed akibat atoni uteri. Komplikasi pada bayi
dapat menyebabkan hipoksia, depresi pernapasan, sindrom gawat
pernapasan dan trauma persalinan (Mochtar, 2011).

B. Proses-Proses Penyembuhan Luka

1. Pengertian
Kulit adalah bagian tubuh paling luar yang berguna melindungi diri
dari trauma luar serta masuknya benda asing. Apabila kulit terkena trauma,
dapat akan menyebabkan luka. Jadi luka adalah suatu keadaan terputusnya
kontiunitas jaringan tubuh, yang dapat meyebabkan terganggunya fungsi
jaringan pada tubuh sehingga dapat menggangu aktivitas sehari-hari.
Penyembuhan luka adalah salah satu proses yang kompleks dan umunya
terjadi secara teratur yang melibatkan regenerasi epitel dan pembentukan
parut jaringan ikat ( A.Aziz Alimul Hidayat, 2012 ).

2. Klasifikasi Luka
Jenis luka operasi Menurut Ekaputra (2013), luka operasi dapat dibagi
sebagai berikut :
a. Luka operasi bersih
Pembuatan luka atau operasi dilakukan pada daerah kulit tanpa
peradangan dengan tidak membuka traktus respiratorius, traktus
gastrointestinal, traktus orofaring, traktus urinarius, atau traktus bilier.
Operasi dilakukan dengan penutupan kulit primer atau pemakaian
drain tertutup, misalnya luka pada daerah wajah, kepala, ekstermitas
atas atau bawah.
14

b. Luka bersih terkontaminasi


Pembuatan luka atau operasi dengan membuka traktus
digestive, traktus urinarius, traktus respiratorius sampai dengan
orofaring, traktus reproduksi kecuali ovarium. Misalnya operasi pada
traktus bilier, apendiks, vagina atau orofaring, laparatomi,
trakeotommi, neprostomi.
c. Luka kotor atau kronik
Operasi yang melewati daerah purulent, inflamasi memanjang
dan hasil klinis menunjukkan adanya infeksi.

Menurut Septiari (2012) pembedahan dibagi menjadi 4 klasifikasi yaitu :

a. Operasi Bersih
Operasi pada keadaan prabedah tanpa adanya luka atau operasi
yang melibatkan luka steril, dan dilakukan dengan memperhatikan
prosedur aseptik dan antiaseptik. Operasi bersih saluran pencernaan
maupun saluran pernapasan serta saluran perkemihan tidak dibuka.
Contohnya hernia, tumor payudara, tumor kulit.
b. Operasi bersih terkontaminasi
Operasi seperti keadaan di atas dengan daerah-daerah yang
terlibat pembedahan seperti saluran napas, saluran kemih, atau
pemasangan drain. Contohnya prostatektomi, apendiktomi tanpa
radang berat, kolesistektomi elektif.
c. Operasi terkontaminasi
Operasi yang dikerjakan pada daerah dengan luka yang terjadi
6-10 jam dengan atau tanpa benda asing. Tanda-tanda infeksi tidak
ada namun kontaminasi jelas karena saluran pernafasan, pencernaan
atau perkemihan dibuka. Tindakan darurat yang mengabaikan
prosedur aseptik dan antiaseptik contohnya operasi usus besar, operasi
kulit (luka kulit akibat trauma).
15

d. Operasi kotor
Operasi ini yang melibatkan daerah dengan luka yang telah
terjadi lebih dari 10 jam. Tanda-tanda klinis infeksi luka contohnya
luka trauma yang lama, perforasi usus. Operasi dilakukan apabila ada
keadaan darurat saja.

Menurut Tietjen, Bossemeyer & Noel (2011), klasifikasi luka bedah terdiri
dari empat kategori sebagai berikut :

a. Kelas I – Bersih
Luka Operasi yang tidak terinfeksi serta tanpa peradangan dan
tidak masuk saluran pernapasan, gastrointestinal dan perkemihan.
Contohnya hernia repair, biopsi mammae.
b. Kelas II - Bersih Terkontaminasi
Luka yang masuk saluran napas, gastrointestinal, genital atau
saluran perkemihan di bawah kondisi terkontrol tetapi tanpa
kontaminasi luar biasa. Contohnya cholecystectomy, operasi saluran
pencernaan elektif.
c. Kelas III – Terkontaminasi
Luka terbuka luka baru atau suatu pembedahan dalam teknik
aseptic dan termasuk suatu insisi dimana ditemukan peradangan akut
tidak bernanah. Contohnya trauma, luka jaringan yang luas,
enterotomy saat obstrusi usus.
d. Kelas IV – Kotor
Luka lama dengan jaringan mati dan luka yang melibatkan
infeksi klinis yang telah ada atau perforasi usus, yang menyebabkan
infeksi pasca pembedahan yang terdapat luka sebelum pembedahan.
Contoh : Perforasi diverculitis, infeksi nekrotik jaringan lunak.
16

3. Tahap proses penyembuhan luka


Proses penyembuhan luka melalui 4 tahap yaitu :
a. Tahap Respon Inflamasi Akut Terhadap Cedera
Tahap ini di mulai saat terjadinya luka. Pada tahap ini terjadi proses
hemostatis yang di tandai dengan pelepasan histamin dan mediator lain
lebih dari sel-sel yang rusak, di sertai proses peradangan dan migrasi
sel darah putih ke daerah yang rusak
b. Tahap Destruktif
Pada tahap ini terjadi pembersihan jaringan yang mati oleh leukosit
polimorfonuklear dan makrofag.
c. Tahap Poliferatif
Pada tahap ini pembuluh darah baru di perkuat oleh jaringan ikat dan
menginfiltrasi luka
d. Tahap Maturasi
Pada tahap ini terjadi reepitelisasi, kontraksi luka dan organisasi
jaringan ikat.

4. Faktor-faktor yang mempengaruhi penyembuhan luka


Menurut (A.Aziz Alimul Hidayat, 2012) proses penyembuhan luka di
pengaruhi oleh berbagai faktor, yaitu :
a. Vaskularisasi
Mempengaruhi luka karena luka membutuhkan peredaran darah yang
baik untuk pertumbuhan atau perbaikan sel.
b. Anemia
Memperlambat proses penyembuhan luka meningkat perbaikan sel
membutuhkan kadar protein yang cukup. Oleh sebeb itu, orang yang
mengalami kekurangan kadar hemoglobin dalam darah akan
mengalami proses penyembuhan yang lebih lama.
c. Usia
Kecepatan perbaikan sel berlangsung sejalan dengan pertumbuhan
atau kematangan usia seseorang. Namun selanjutnya, proses penuaan
17

dapat menurunkan sistem perbaikan sel sehingga dapat


memperlambat proses penyembuhan luka.
d. Penyakit Lain
Mempengaruhi proses penyembuhan luka. Adanya penyakit seperti
diabetes melitus dan ginjal dapat memperlambat proses
penyembuhan.
e. Nutrisi
Merupakan unsur utama dalam membantu perbaikan sel, terutama
karena terdapat kandungan zat gizi di dalamnya. Sebagai contoh,
vitamin A di perlukan untuk membantu proses epitelisasi atau
penutupan luka dan sintesis kolagen; vitamin B komplek sebagai
kofaktor pada system enzim yang mengatur metabolisme protein,
karbohidrat, dan lemak; vitamin C dapat sebagai fibroblas, mencegah
timbulnya infeksi, dan membentuk kapiler-kapiler darah; Vintamn K
membantu sintesis protombin dan berfungsi sebagai zat pembeku
darah.
f. Kegemukan, Obat-obatan, Merokok dan stess
Mempengaruhi proses penyembuhan luka. Orang yang terlalu gemuk,
banyak mengkomsumsi obat-obatan, merokok atau stress, akan
mangalami proses penyembuhan luka yang lebih lama.
g. Hipovolamia
Kurangnya volume darah akan mengakibatkan vasokontriksi dan
menurunnya ketersediaan oksigen dan nutrisi untuk penyembuhan
luka.
h. Hematoma
Hematoma merupakan bekuan darah, seringkali darah pada luka
secara bertahap diabsorbsi oleh tubuh masuk kedalam sirkulasi. Tetapi
jika terdapat bekuan yang besar hal tersebut memerlukan waktu untuk
dapat diabsorbsi tubuh, sehingga menghambat proses penyembuhan
luka.
18

i. Perawatan Jaringan
Cedera dan lambatnya penyembuhan dapat terjadi karena perawatan
jaringan yang kasar.
1) Edema
Adanya edema mengakibatkan penurunan suplai oksigen karena
adanya gerakan peningkatan tekanan interstisial pada pembuluh.
2) Teknik pembalut tidak tepat
Pembalut yang terlalu kecil dapat memungkinkan terjadinya
invasi mokrooganisme. Sedangkan pembalutan yang terlalu ketat
akan mengakibatkan pengurangan suplai oksigen dan nutrisi ke
jaringan.
3) Benda asing
Benda asing seperti pasir atau makroorganisme akan
menyebabkan terbentuknya suatu abses sebelum benda tersebut
di angkat. Abses ini timbul dari serum, fibrin, jaringan sel mati
dan leukosit atau sel darah merah, yang membentuk suatu cairan
yang kentalyang di sebut dengan nanah (“push”)
4) Medikasi Steroid
Medikasi streroid dapat menyemarkan adanya infeksi dengan
mengganggu proses inflamasi normal.
5) Overaktivitas Pasien
Aktivitas pasien yang terlalu berlebihan akan menghambat
perapatan tepi luka sehingga mengganggu penyembuhan.
6) Stressor pada Luka
Seperti adanya valsave maneuver, batuk dan mengejan
menghasilkan tegangan kuat.
19

5. Tanda-tanda Infeksi
Tanda-tanda Infeksi Menurut Septiari (2012) tanda-tanda infeksi adalah
sebagai berikut :
a. Rubor (Kemerahan)
Rubor adalah kemerahan, ini terjadi pada area yang mengalami infeksi
karena peningkatan aliran darah ke area tersebut sehingga
menimbulkan warna kemerahan.
b. Calor (Panas)
Kalor adalah rasa panas pada daerah yang mengalami infeksi akan
terasa panas, ini terjadi karena tubuh mengkompensasi aliran darah
lebih banyak ke area yang mengalami infeksi untuk mengirim lebih
banyak antibody dalam memerangi antigen atau penyebab infeksi.
c. Tumor (Bengkak)
Tumor dalam konteks gejala infeksi bukan sel kanker seperti yang
umum dibicarakan akan tetapi pembengkakan yang terjadi pada area
yang mengalami infeksi karena meningkatnya permeabilitas sel dan
meningkatnya aliran darah.
d. Dolor (Nyeri)
Dolor adalah rasa nyeri yang dialami pada area yang mengalami
infeksi, ini terjadi karena sel yang mengalami infeksi bereaksi
mengeluarkan zat tertentu sehingga menimbulkan nyeri. Rasa nyeri
mengisyaratkan bahwa terjadi gangguan atau sesuatu yang tidak
normal jadi jangan abaikan nyeri karena mungkin saja ada sesuatu
yang berbahaya.

6. Fase penyembuhan luka


Proses penyembuhan luka dapat di perkirakan dan berbagai hal
terjadi bersamaan fase penyembuhan dapat di jabarkan menjadi 4 tahap
yaitu :
a. Respon vaskuler
Dalam beberapa detik setelah terjadinya luka, apa pun jenisnya
pembuluh darah mengecil untuk menghentikan perdarahan dan
20

mengurangi pajanan terhadap bakteri. Patelet menggumpal dan


menghentikan perdarahan. Pada saat yang bersamaan sistem plasma
protein mulai membentuk jaringan fibrosa. Sewaktu platelet bertemu
dengan jaringan fibrin di atas pembuluh darah yang terbuka, mereka
akan menempel dengan serat fibris dan membentuk sebuah sumbatan.
Gabungan dari bekuan darah dan semua menutupi luka selagi luka
mengalami proses penyembuhan dan mencegah hilangnya darah dan
plasma lebih lanjut. Platelet juga melepaskan berbagai macam protein
untuk merangsang penyembuhan. Pembuluh darah kapiler melebar
10-30 menit setelah luka dan tetap melebar selama beberapa saat
karena serotonin yang di lepaskan oleh platelet. Plasma mengalir pada
area luka untuk mengencerkan racun yang di seksresi oleh organisme,
membawa oksigen dan nutrisi yang di perlukan untuk perbaikan
jaringan dan membawa fagosit ke daerah luka. Daerah yang terluka
menjadi hangat dan merah. Perubahan-perubahan ini adalah
manifestasi klinis
b. Fase Inflamasi/Peradangan
Inflamasi sebagai fase kedua dari proses penyembuhan luka
merupakan hal yang paling penting. Inflamasi terjadi saat sel
mengalami luka. Luka pada sel dapat terjadi karena trauma, kurang
oksigen dan nutrisi, zat kimia, invasi mikrooganisme, suhu yang
ekstrem, atau radiasi ion. Inflamasi juga dapat terjadi karena adanya
sel yang mati. Inflamasi dimulai sejak saat terjadinya luka. Proses
berlangsung hingga 4-6 hari, tergantung berat ringannya luka. Proses
inflamasi sangat diperlukan dalam proses penyembuhan. Tujuan dari
inflamasi adalah untuk membatasi efek berbahaya dari bakteri atau
luka dengan menghancurkan atau menetralisasi organisme, dan
membatasi penyebarannya ke seluruh tubuh. Oleh karena itu, respons
inflamasi menyediakan kondisi yang sesuai untuk memicu perbaikan
jaringan. Tidak seperti respon imun yang menggunakan antibodi
21

tertentu untuk sebuah respons yang pelan dan terencana, inflamasi


memiliki efek yang segera.
c. Fase Poliferasi
Fase ketiga dari penyembuhan luka adalah fase poliferasi atau
resolusi, yang terdiri atas beberapa proses yang saling beririsan, yaitu
deposisi kolagen, angiongenesis / pembentukan pembuluh darah baru,
pertumbuhan jaringan granulasi, dan kontraksi luka. Fase ini berakhir
2 minggu setelah luka. Fibroblas adalah sel yang paling penting dalam
fase ini. Fibroblas menyintesis kolagen dan jaringan granulasi.
Makrogfag di jaringan terus mengontrol benda asing di jaringan yang
terluka. Luka dapat sembuh tanpa leukosit, tetapi penyembuhan luka
akan terganggu secara signifikan tanpa adanya makrofag. Mifibroblas
pada luka menyebabkan luka berkonraksi. Kontraksi luka sangtlah
penting untuk bertahan hidup. Jika luka pada cedera akut tidak
berkontraksi, akan terjadi infeksi. Sebagai komplikasi yang
mematikan pada semua cedera akut. Kontraksi tidak diinginkan pada
beberapa luka karena kecacatan kosmetik yang timbul.
d. Fase Maturasi
Fase terakhir dari penyembuhan luka maturasi atau
rekontruksi, di tandai dengan remodeling jaringan parut. Fase ini
timbul setahun atau lebih setelah luka menutup. Selama fase maturasi,
jaringan parut mengalami remodeling kapiler menghilang, jaringan
parut memperoleh dari kekuatan aslinya. Remodeling memberikan
kekuatan tegangan pada luka. Jaringan parut tidak pernah sekuat atau
bertahan lama seperti jaringan normal. Kekuatan tegangan tidak
pernah mencapai 80 persen pada jaringan parut. Setelah 12 bulan
setelah cedera, jaringan parut menjadi matang dan tipis dan putih,
bukannya merah dan menonjol seperti pada jaringan granulasi. Parut
adalah bagian yang normal dari penyembuhan luka. Beberapa parut
sulit di lihat, sedangkan lainnya tampak jelas seumur hidup klien.
22

Gambar 2.1 Fase Penyembuhan Luka


23

C. Budaya Pantangan Makanan Tertentu Post Sectio Caesarea

1. Pengertian
Perilaku adalah semua kegiatan atau aktivitas manusia, baik
yang dapat diamati langsung maupun yang tidak dapat diamati
oleh pihak luar. Skiner seorang ahli psikologi merumuskan definisi
perilaku dari segi stimulus dan respon, yaitu merupakan proses
respons atau reaksi seseorang terhadap stimulus (rangsangan dari
luar) (Notoatmodjo, 2007).
Kebudayaan adalah kompleks yang mencakup pengetahuan,
kepercayaan, kesenian, moral, hokum, dan adat istiadat. Semua hasil
karya, rasa dan cipta masyarakat yang berfungsi sebagai tempat
berlindung, kebutuhan makan dan minum, pakaian dan perhiasan, serta
mempunyai kepribadian yaitu organisasi faktor-faktor biologis,
psikologis dan sosialisasi yang mendasari perilaku individu.
Masyarakat di Indonesia merupakan masyarakat yang majemuk,
beribu-ribu suku bangsa ada di dalamnya dengan latar belakang
kebudayaan yang berbeda-beda Keanekaragaman budaya ini
merupakan kekayaan bangsa yang tiada ternilai tingginya. Kekayaan
tersebut harus dipahami terus dari generasi ke generasi (Syafrudin,
2009).
Tetapi masih banyak sekali anggapan masyarakat serta pasien
yang mengalami pembedahan kalau makan makanan yang
mengandung protein seperti telur, ikan, daging luka jahitan akan
menjadi gatal dan luka lama sembuhnya. Pemberian nutrisi itu terkait
dengan jenis makanan yang dimakan, frekuensi, dan jadwal pemberian
makanan (Tarwoto & Wartonah, 2015).
Pantang makanan adalah kebiasaan, budaya atau anjuran yang
tidak diperbolehkan untuk mengkonsumsi jenis makanan
tertentu misalnya sayuran, buah, ikan dan biasanya berkaitan dengan
proses pemulihan kondisi fisik misalnya yang dapat mempengaruhi
24

produksi ASI, ada pula makanan tertentu yang dilarang karena


dianggap dapat mempengaruhi kesehatan bayi (Supariyanto, 2014).
Pantang atau tabu ialah suatu larangan untuk
mengkonsumsi jenis makanan tertentu karena terdapat ancaman
bahaya terhadap barang siapa yang melanggarnya. Dalam ancaman
bahaya ini terdapat kesan magis, yaitu adanya kekuatan superpower
yang berbau mistik yang akan menghukum orang-orang yang
melanggar pantangan tersebut. Pada kenyataannya hukuman ini
tidak selalu terjadi. Pantangan merupakan sesuatu yang diwariskan
dari leluhur melalui orangtua, terus ke generasi-generasi di
bawahnya. Hal ini menyebabkan orang tidak tau lagi kapan suatu
pantangan atau tabu makanan dimulai dan apa sebabnya. Seringkali
nilai sosial ini tidak sesuai dengan nilai gizi makanan (Baumali
dan Nurhikmah, 2009).
Suatu kelompok masyarakat yang mempunyai seperangkat
pengetahuan, nilai, gagasan, norma dan aturan sebagai konsep dasar
dari kebudayaanya, akan mewujudkan bentuk-bentuk perilaku dalam
kehidupan sosial. Perilaku itu akan mewujudkan perbedaan persepsi
masyarakat terhadap konsep makanan dan gizi, demikian halnya
pada kasus tentang makanan dan gizi pada periode kehamilan,
persalinan dan nifas (Nurhikmah, 2009). Dipandang dari aspek
budaya, ada 7 hal pengaruh budaya terhadap perilaku kesehatan, yaitu
tradisi, sikap fanatisme, etnosentris, perasaan bangga pada statusnya,
norma, nilai dan unsur budaya yang dipelajari pada tingkat awal
proses sosialisasi (Foster dan Anderson, 2009). Masalah gizi yang
masih banyak terjadi ternyata bukan saja diakibatkan oleh keadaan
sosial ekonomi suatu negara tetapi juga dipengaruhi adanya
kepercayaan-kepercayaan yang keliru mengenai hubungan antara
makanan dan kesehatan, pantangan-pantangan yang mencegah orang
memanfaatkan sebaik-baiknya makanan yang tersedia bagi mereka.
25

Masyarakat Indonesia terdiri dari berbagai suku dengan latar


belakang budaya berbeda yang sangat mempengaruhi tingkah laku
kehidupan masyarakat termasuk perilaku kesehatan. Banyak
praktek-praktek budaya yang berpengaruh secara negatif terhadap
perilaku kesehatan masyarakat, seperti kepercayaan untuk pantang
terhadap suatu makanan tertentu (Suprabowo, 2006).
Sehubungan dengan pangan yang biasanya dipandang
pantas untuk dimakan, dijumpai banyak pola pantangan,
takhayul dan larangan pada beragam kebudayaan dan daerah yang
berlainan di dunia (Baumali, 2009). Klasifikasi makanan yang
berkaitan dengan kesehatan yaitu “panas-dingin”. Seseorang yang
sehat dianggap memiliki keseimbangan antara panas dan dingin.
Bila faktor panas menguasai tubuh diatas faktor dingin, maka
akan timbul penyakit dengan gejala panas badan, sedangkan jika
faktor dingin yang menguasai maka penyakit itu berbentuk
perasaan dingin. Faktor panas dan dingin dapat masuk ke dalam
tubuh melalui makanan. Si sakit perlu diberi makanan yang bersifat
berlawanan dengan sifat jenis sakitnya agar membantu mencapai
kondisi keseimbangan antara faktor panas dan dingin dalam tubuhnya
(Nurhikmah, 2009).
Pada beberapa suku bangsa, kondisi tubuh ibu yang sedang
menyusui dipandang dalam keadaan "dingin" sehingga ia harus
memakan makanan yang "panas" dan menghindari makanan yang
"dingin" dan sebaliknya harus dilakukan oleh ibu yang sedang
hamil (Mass, 2004). Suatu budaya dengan budaya yang lain
memiliki jenis makanan ”panas-dingin” yang berbeda. Di sebuah
desa di India jenis makanan panas diantaranya kacang polong
yang sudah dikupas, gula kasar, susu kerbau, telur dan ikan. Jenis
makanan dingin diantaranya daun wortel dan dadih. Berbeda di
pantai timur Malaysia, jenis makanan ”dingin” yang dilarang
dikonsumsi ibu nifas yaitu hampir semua sayuran, semua buah-
26

buahan mentah kecuali durian, semua makanan asam, semua


makanan mentah, gorengan, berbagai jenis ikan, kare, bumbu dan
kopi. Sedangkan yang dianggap sebagai makanan ”panas” yaitu
durian, telur, madu, gandum, tapioka, pisang yang dimasak, ikan
panggang, lada hitam serta kopi (Foster, 2009).
Banyak masyarakat dari berbagai budaya percaya akan
hubungan asosiatif antara suatu bahan makanan menurut bentuk dan
sifatnya dengan akibat buruk yang ditimbulkannya. Makanan
panas diberikan untuk menghilangkan perdarahan setelah
melahirkan. Menyusui juga dipengaruhi oleh panas dan dingin,
panas dipercaya meningkatkan ASI dan dingin menguranginya
(Baumali, 2009).
Berdasar penelitian yang dilakukan Baumali (2009)
menggambarkan bahwa semua ibu nifas di suku Timor pantang
terhadap makanan terutama sumber protein hewani seperti daging
dan ikan selama 40 hari dengan alasan luka akan lama sembuhnya.
Alasan lain yaitu bahwa ada pihak-pihak yang akan menentukan apa
yang harus dilakukan atau tidak boleh dilakukan oleh ibu nifas,
pihak tersebut adalah orang tua dan suami maupun orang yang
memiliki kemampuan seperti dukun.
Kepercayaan masyarakat suku Dayak tentang pantangan
makanan pada ibu nifas yaitu ibu yang baru melahirkan pantang
makan daging, telur, ikan, sayuran yang bersifat dingin seperti
labu air, timun, perenggi (waluh), dan sayuran berbumbu. Lamanya
pantangan tergantung dari jenis makanannya. Makanan yang
dianjurkan yaitu nasi putih dengan garam dan daun bungkal selama
3 hari (Suprabowo, 2006).
Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang
makan telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang
makan daging karena akan menyebabkan perdarahan yang banyak
(Mass, 2004). Selain telur masih ada beberapa bahan makanan yang
27

dipantangkan bagi ibu menyusui, yaitu 14 jenis sayuran, 14 jenis


buah, 10 jenis ikan, 5 jenis daging, 3 jenis makanan fermentasi
dan berbagai jenis gula. Beberapa alasannya yaitu karena makanan
tersebut dianggap berdampak negatif bagi kesehatan ibu dan
janin, karena nasihat orang tua atau mertua, serta menghormati
orang-orang sekitarnya yang dianggap peduli pada mereka
(Nurhikmah, 2009). Sedangkan penelitian cit Nurhikmah (2009)
di wilayah kerja Puskesmas Turak Kabupaten Hulu sungai utara
propinsi Kalimantan Selatan, masyarakat setempat memiliki
keyakinan berkaitan dengan pantang pada masa nifas yaitu ibu nifas
pantang makan ikan (ikan bersisik, ikan tauman) karena diyakini ikan
membuat daerah genetalia gatal dan berbau, pantang makanan
pedas dan asam karena bisa menyebabkan bayi diare, pantang
makan buah tertentu karena bisa menyebabkan air susu terasa
asam dan bayi tidak mau menyusu. Di masyarakat Betawi berlaku
pantangan makan ikan asin, ikan laut, udang dan kepiting karena
dapat menyebabkan ASI menjadi asin (Mass, 2006).
Masyarakat Kalimantan Barat juga mempunyai pandangan dan
budaya tentang makanan secara spesifik. Ada pantangan tertentu yang
tidak bisa diberikan kepada ibu hamil dan menyusui karena berbagai
keyakinan. Padahal jika ditinjau dari segi kebutuhan gizi, makanan
tersebut diperlukan untuk menunjang pertumbuhan janin dan balita.
Selain itu ada jenis yang diajurkan untuk dikonsumsi secara terus
menerus dalam jumlah banyak. Namun dari segi kandungan gizi
tidaklah mencukupi (George, 2007).
Foster dan Anderson (2009) menilai ada 2 hal yang
menyebabkan kepatuhan pada mitos berpantang makanan, yaitu
kegagalan menghubungkan makanan dengan kesehatan dan
kegagalan mengenali kebutuhan gizi. Susunan makanan yang cukup
cenderung ditafsirkan dalam rangka kuantitas, bukan kualitasnya.
28

2. Kebutuhan nutrisi
Pemenuhan kebutuhan akan gizi pada pasien post operasi dan
trauma dimulai dari pemenuhan farmakologisnya hingga dietnya.
Pasien yang mengalami persalinan dengan caraoperasi sesarea perlu
diperhatikan tentang nutrisi diet tinggi kalori tinggi proteinnya untuk
menunjang proses penyembuhan. Nutrisi yang baik sangat penting
untuk mencapai keberhasilan penyembuhan luka.Namun, nutrisi di
sini harus mematuhi rekomendasi diet seimbang dan bergizi tinggi.
Bahan makanan yang terdiri dari empat golongan utama, yaitu protein,
lemak, karbohidrat, dan mikronutrien (vitamin dan mineral) penting
untuk proses biokimia normal.
Asupan nutrisi berupa protein dan vitamin A dan C, tembaga,
zinkum, dan zat besi yang adekuat. Protein mensuplai asam amino
yang dibutuhkan untuk perbaikan jaringan dan regenerasi.Vitamin A
dan zinkum dibutuhkan untuk epitelialisasi, dan vitamin C serta
zinkum diperlukan untuk sistesis kolagen dan integrasi kapiler.Zat besi
digunakan untuk sintesis hemoglobin yang bersama oksigen
diperlukan untuk menghantarkan oksigen keseluruh tubuh. Nutrisi
sendiri juga dapat membantu tubuh dalam meningkatkan mekanisme
pertahanan tubuh (sistem imun), dan pada akhirnya akan membantu
proses penyembuhan luka.Zat – zat yang mengandung berbagai gizi
yang sangat dibutuhkan oleh tubuh ini biasanya terkandung pada ikan,
telur, daging dan sebagainya (Hanifah, 2009, Puspitasari, et al, 2011).
Ibu nifas memerlukan nutrisi dan cairan untuk pemulihan
kondisi kesehatan setelahmelahirkan, cadangan tenaga serta untuk
memenuhi produksi air susu. Ibu nifas dianjurkan untuk memenuhi
kebutuhan akangizi sebagai berikut :
a. Mengkonsumsi tambahan 500 kalori tiap hari
b. Makan dengan dieet berimbang untuk mendapatkan protein, mineral
dan vitamin yang cukup
29

c. Minum sedikitnya 3 liter air setiap hari (anjurkan ibu untuk minum
setiap kali menyusui)
d. Pil zat besi harus diminum untuk menambah zat gizi setidaknya
selama 40 hari pasca persalinan
e. Minum kapsul Vitamin A (200.000 unit) agar bisa memberikan
Vitamin A kepada bayi melalui ASI-nya (Damayanti, 2013).

Masa nifas atau puerperium adalah masa dari kelahiran plasenta


dan selaput janin hingga kembalinya traktus reproduksi wanita pada
kondisi tidak hamil, biasanya berlangsung sekitar 6 minggu (Varney,
2008). Namun, kondisi tersebut tidak kembali ke keadaan fisiologis
dan anatomis yang sama seperti sebelum hamil. Perubahan fisiologi
pada masa nifas yaitu involusi uterus, lokia, perubahan hormon,
perubahan sistem hematologis dan kardiovaskular, sistem pernafasan,
sistem perkemihan, sistem pencernaan dan defekasi, perubahan berat
badan, perubahan struktur lain, psikologis, pemulihan fertilitas, serta
perbaikan jaringan lunak.
Pada masa nifas, ibu memerlukan tambahan nutrisi 3 kali lipat
dari kondisi biasanya untuk pemulihan tenaga atau aktivitas ibu,
metabolisme, cadangan dalam tubuh, penyembuhan luka jalan lahir, serta
untuk memenuhi kebutuhan bayi berupa produksi ASI. Diet yang
diberikan harus bermutu tinggi dengan cukup kalori, cukup protein,
cairan, serta banyak buah-buahan karena ibu nifas mengalami
hemokonsentrasi (Wiknjosastro, 2005). Beberapa zat gizi yang
dibutuhkan ibu nifas yaitu :
a. Kalori
Ibu nifas harus mengkonsumsi tambahan 500 kkal
tiap hari (Saifudin, 2004 dan Paath, 2005). Zat nutrisi yang
termasuk sumber energi adalah karbohidrat dan lemak.
Karbohidrat berasal dari padi- padian, kentang, umbi, jagung,
sagu, tepung roti, mie, dan lain-lain.
30

b. Lemak
Lemak bisa diambil dari hewani dan nabati. Lemak hewani
yaitu mentega dan keju. Lemak nabati berasal dari minyak
kelapa sawit, minyak sayur dan margarin. Ibu nifas juga
dianjurkan makan makanan yang mengandung asam lemak omega
3 yang banyak terdapat pada ikan laut seperti kakap, tongkol dan
lemuru. Zat tersebut penting untuk perkembangan otak yang
optimal bagi bayi (Larnkjaer, dkk, 2006).
c. Protein
Ibu nifas membutuhkan tambahan protein sebanyak 16
gram/hari pada 6 bulan pertama, 12 gram/hari pada 6 bulan kedua
dan 11 gram/hari pada tahun kedua (Suradi dan Tobing, 2004).
Protein diperlukan untuk menghasilkan ASI dan untuk
membangun kembali berbagai jaringan tubuh yang mengalami
perubahan saat melahirkan (Baumali, 2009). Sumber protein dapat
diperoleh dari protein hewani dan protein nabati. Protein hewani
merupakan protein yang sempurna yaitu protein yang mengandung
asam amino esensial lengkap. Sedangkan protein nabati merupakan
jenis protein tidak sempurna karena tidak mengandung asam amin
esensial atau kandungan asan amino esensialnya sangat rendah
(hanya 1 atau 2 macam saja) sehingga dinilai tidak dapat
menjamin berbagai keperluan pertumbuhan dan
mempertahankan kehidupan berbagai jaringan pada tubuh.
Protein hewani antara lain terdapat pada telur, daging, ikan,
udang, kerang, susu dan keju. Sedangkan protein nabati banyak
terkandung dalam tahu, tempe, kacang-kacangan, jagung dan lain-
lain.
31

d. Sumber pengatur dan pelindung (mineral, air dan vitamin)


Mineral, air dan vitamin digunakan untuk melindungi tubuh
dari serangan penyakit dan mengatur kelancaran metabolisme
di dalam tubuh. Sumber zat pengatur bisa diperoleh dari semua
jenis sayur dan buah-buahan segar.
1) Mineral
Beberapa mineral yang penting yaitu zat kapur, zat besi,
fosfor, yodium, dan kalsium. Sumber zat kapur berasal dari
susu, keju, kacang-kacangan dan sayur-sayuran berdaun hijau.
Ibu menyusui memerlukan zat besi 30-60 mg per hari yang
bermanfaat untuk menambah sel darah merah, sumbernya
dari kuning telur, hati, daging, kerang, kacang-kacangan dan
sayuran. Fosfor bermanfaat untuk pembentukan tulang dan
gigi, sumbernya dari susu, keju dan daging. Yodium
bermanfaat untuk mencegah timbulnya kelemahan mental,
sumbernya dari ikan, ikan laut dan garam beryodium.
Kalsium merupakan salah satu bahan mineral ASI dan juga
untuk pertumbuhan gigi anak, sumbernya dari susu, keju dan
lain-lain. Ibu nifas membutuhkan kalsium 0,5-1 gram per hari.
2) Air
Ibu menyusui dianjurkan minum 2-3 liter/hari. Lebih
baik dalam bentuk air putih, susu dan jus buah.
3) Vitamin
Beberapa vitamin yang penting bagi ibu nifas yaitu
vitamin A, vitamin B1, vitamin B2, vitamin B3, vitamin B6,
vitamin B12, vitamin C, vitamin D dan vitamin K. Ibu nifas
membutuhkan asupan kapsul Vitamin A 200.000 Iu per hari.
Vitamin B1 bermanfaat untuk nafsu makan, berasal dari hati,
kuning telur, tomat, jeruk dan nanas. Vitamin B2 bermanfaat
untuk pertumbuhan dan pencernaan, berasal dari hati, kuning
telur, susu, keju, sayuran hijau. Vitamin B3 bermanfaat
32

untuk proses pencernaan, kesehatan kulit, jaringan saraf dan


pertumbuhan. Vitamin B6 bermanfaat untuk pembentukan
sel darah merah serta kesehatan gigi dan gusi. Sumbernya
antara lain gandum, jagung, hati dan daging. Vitamin B12
bermanfaat untuk pembentukan sel darah merah dan
kesehatan jaringan saraf.
Sumbernya antara lain telur, daging, hati, keju, ikan laut
dan kerang laut. Ibu nifas membutuhkan vitamin C 100 mg per
hari. Vitamin C bermanfaat untuk pembentukan jaringan
ikat dan bahan semua jaringan ikat (untuk penyembuhan
luka), pertumbuhan tulang, gigi dan gusi, daya tahan terhadap
infeksi dan memberikan kekuatan pada pembuluh darah.
Sumbernya berasal dari jeruk, tomat, melon, mangga,
pepaya dan sayuran. Vitamin D bermanfaat untuk pertumbuhan
dan pembentukan tulang dan gigi serta penyerapan kalsium
dan fosfor. Vitamin K bermanfaat untuk mencegah
perdarahan (paath, 2005).
4) Zinc (Seng)
Berfungsi untuk kekebalan tubuh, penyembuhan luka
dan pertumbuhan. Kebutuhan zine didapat dalam daging, telur
dan gandum. Enzim dalam pencernaan dan metabolisme
memerlukan seng. Kebutuhan seng setiap hari sekitar 12 mg.
Sumber seng terdapat pada sefood,hati dan daging.
5) DHA
DHA penting untuk perkembangan daya lihat dan
mental bayi. Asupan DHA berpengaruh langsung pada
kandungan salam ASI. Sumber DHA ada pada telur,otak,hati
dan ikan.
33

3. Kerugian Melakukan Pantangan Makanan


Salah satu hambatan yang sering terjadi pada ibu pasca operasi
Caesar adalah adanya pantang makanan setelah melahirkan. Padahal
setelah melahirkan seorang ibu memerlukan nutrisi yang cukup untuk
memulihkan penyembuhan luka, apabila ibu tidak mengkonsumsi nutrisi
yang cukup akan mengakibatkan luka tidak cepat kering sehingga
penyembuhan luka menjadi lama. Mereka tidak menyadari bahwa
tindakannya berpengaruh terhadap lambatnya pemulihan kesehatan
kembali, juga dapat terhambat pertumbuhan 5 bayi (Kardinan, 2008),
dikarenakan kurangnya perilaku ibu dalam pemulihan pasca operasi
caesar.
Cara pemulihan pasca operasi caesar ini terkait dengan mobilisasi,
stress aktifitas, dan kebersihan diri, dalam hal ini diperlukan informasi
yang lebih mendalam kepada ibu pasca operasi caesar serta keluarga
tentang cara pemulihan pasca operasi caesar. Dengan melihat fenomena
tersebut maka tenaga kesehatan perlu memberikan pendidikan kesehatan
tentang perilaku ibu dalam pemulihan pasca operasi Caesar. Sehingga
pasien dan keluarga setidaknya tahu tentang perilaku pemulihan pasca
operasi caesar.

Akibat tidak terpenuhinya nutrisi yang adekuat antara lain :


a. Penyembuhan luka operasi menjadi lebih lambat
b. Jumlah dan kualitas ASI menurun
c. Pemulihan kondisi kesehatan ibu menjadi lambat
d. Ibu rentan terkena infeksi masa nifas

4. Penyebab terjadinya pantangan makanan


Pandangan Masyarakat Mengenai Makanan Pantangan yang Justru
adalah Makanan Bergizi. Dalam pengaruh budaya masyarakat, sikap
terhadap makanan perlu diperhatikan. Dalam hal sikap terhadap makanan,
masih banyak terdapat pantangan, tahayaul, tabu dalam masyarakat yang
menyebabkan konsumsi makanan menjadi rendah. Masyarakat sulit untuk
34

menghindarinya, karena menurut pandangan mereka, hal – hal tersebut


telah menjadi budaya yang telah menjamur di kehidupan mereka.
Masyarakat Indonesia umumnya percaya pada cerita dan
pemahaman dalam bentuk mitos yang diturunkan dari orang tua ke anak,
dari omongan seseorang ke orang lain. Banyak masyarakat yang
mempercayai mitos – mitos seputar makanan pantangan tanpa mencari
faktanya. Hanya segelintir mitos yang bisa dipertanggung jawabkan secara
ilmiah. Akibatnya, tidak sedikit makanan tertentu yang bergizi justru
dipercaya sebagai makanan pantangan bagi mereka, misalnya makanan
seafood membuat gatal pada luka. Tidak semua mitos tersebut benar,
banyak dari kepercayaan itu yang secara ilmu kesehatan ilmiah dapat
dibuktikan tidak benar. Tapi, masyarakat mempercayai hal – hal tersebut,
apalagi jika telah turun temurun dari nenek moyang terdahulu. Biasanya
mayarakat lebih memilih untuk menghindari makanan bergizi tersebut
daripada terkena efek buruk menurut kepercayaan yang mereka dapat.

5. Jenis- Jenis Pantangan Makanan


Di pedesaan masyarakat jawa, ibu nifas tidak boleh makan yang
amis-amis (misalnya: Ikan) karena menurut kepercayaan akan membuat
jahitan perineum sulit sembuh dan darah nifas tidak berhenti. Menurut
ilmu gizi hal tersebut tidak dibenarkan karena justru ikan harus dikonsumsi
karena mengandung protein sehingga mempercepat pemulihan ibu nifas.
Ada juga kebudayaan yang menganjurkan ibu menyusui untuk makan
jagung goreng (di Jawa disebut “marning”) untuk melancarkan air susu.
Hal ini tidak bertentangan dengan kesehatan. Bila ibu makan jagung
goring maka dia akan mudah haus. Karena haus dia akan minum banyak,
banyak minum inilah yang dapat melancarkan air susu.
Di Jawa Tengah, ada kepercayaan bahwa ibu hamil pantang makan
telur karena akan mempersulit persalinan dan pantang makan daging
karena akan menyebabkan pendarahan yang banyak. Hal ini sebenarnya
tidak perlu dilakukan karena berbahaya bagi kesehatan ibu dan dapat
mengakibatkan ibu kekurangan asupan gizi akan protein.
35

Golongan makanan yang harus dijauhi adalah pepaya, durian,


pisang, dan terung. Karena konon ragam makanan tadi bisa dikhawatirkan
bikin benyek organ vital kaum Hawa. Termasuk makanan bersantan dan
pedas karena pencernaannya bakal terganggu yang bisa berpengaruh pada
bayinya. Begitu juga ikan dan telur asin serta makanan lain yang berbau
amis karena dikhawatirkan bisa menyebabkan bau anyir pada ASI yang
membuat bayi muntah saat disusui. Selain juga, proses penyembuhan luka-
luka di jalan lahir akan lebih lambat.
Secara medis, menurut Chairulsjah, tak benar anggapan untuk
pantang pepaya dan pisang yang justru amat dianjurkan karena tergolong
sumber makanan yang banyak mengandung serat untuk memudahkan
BAB. Ikan dan telur juga merupakan salah satu sumber protein hewani
yang baik dan amat dibutuhkan tubuh. Sedangkan durian memang tak
dianjurkan karena kandungan kolesterolnya tinggi, selain memicu
pembentukan gas yang bisa mengganggu pencernaan.

6. Peran tenaga kesehatan


Sebagai tenaga kesehatan kita harus memberi saran kepada ibu pasca
operasi agar bisa lebih bertambah pengetahuan dengan cara :
a. KIE prilaku positif dan negatif
b. Memberikan penyuluhan tentang pantangan makanan selama nifas
dan menyusui sebenarnya tidak menguntungkan ibu dan bayi karena
justru ibu membutuhkan makanan yang kaya akan nutrisi dan sehat
c. Memberikan pendidikan tentang perwatan bayi baru lahir yang benar
dan tepat meliputi pemotongan tali pusat, memandikan/
membersihkan, menyusukan dan menjaga kehangatan
d. Memberikan penyuluhan pentingnya pemenuhan gizi selama masa
pasca persalinan, bayi dan balita dan keuntungan serta kerugian dari
beragam pantangan makan yang diadopsi masyarakat
e. Memberikan pengertian dengan menggunakan pendekatan logis
bahwa budaya-budaya yang dilakukan semata-mata tidak ada
36

hubungannya dengan yang berbau mistik. Akan tetapi memilkiki


alasan lain yang lebih logis untuk dijadikan dasar yang kuat.
37

D. Kerangka Teori

Gambar 2.2 Kerangka Teori

Faktor yang mempengaruhi


penyembuhan luka :
1. Vaskularisasi Penyebab :
Faktor : 2. Anemia 1. Mekanik
1. Perilaku 3. Usia 2. Kimia
2. Kebiasaan 4. Penyakit lain 3. Fisik
3. Kebudayaan 5. Nutrisi
4. Kurang 6. Kegemukan
pengetahuan 7. Hipovolomia
8. Hematoma
9. Perawatan jaringan edema
10. Teknik pembalut tidak tepat
11. Benda asing
12. Overaktivitas pasien

BUDAYA PANTANGAN SECTIO CAESAREA


LUKA
MAKANAN

Masalah yang terjadi : Masalah yang terjadi 1. Tipe


pada luka : 2. Etiologi
1. Lamanya proses 3. Patofisiologi
penyembuhan luka 1. Perdarahan 4. Indikasi
2. Jumlah dan kualitas ASI 2. Infeksi 5. Kontraindikasi
menurun 3. Dehiscene 6. Komplikasi
3. Pemulihan kondisi 4. evicerationy
kesehatan ibu menjadi
lambat
4. Ibu rentan terkena infeksi
masa nifas

( Mochtar 2012, Reeder 2011, A.Aziz Alimul Hidayat 2012, Puspitasari 2011,
Damayanti 2013 )
38

Anda mungkin juga menyukai