A. Definisi
Pneumonia adalah salah satu penyakit peradangan akut parenkim paru
yang biasanya dari suatu infeksi saluran pernafasan bawah akut (ISNBA)
(NANDA, 2015).
Pneumonia adalah proses infeksi akut yang mengenai jaringan paru-paru
(alveoli). Juga bisa didefinisikan peradangan yang mengenai parenkim paru
distal dari bronkiolus terminalis yang mencakup bronkiolus respiratonius dan
alveoli, serta menimbulkan konsolidasi jaringan paru dan gangguan
pertukaran gas setempat, dan menimbulkan angka kesakitan yang tinggi,
dengan gejala batuk, demam, dan sesak nafas (Qauliyah, 2010).
Pneumonia merupakan penyakit infeksi saluran napas bawah akut
padaparenkim paru. Pneumonia disebabkan oleh mikroorganisme seperti
bakteri, virus, kamur dan bakteri (Djojodibroto, 2009).
Berdasarkan penjelasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa
pneumonia adalah suatu infeksi saluran pernafasan akut bagian bawah yang
mengenai parenkim paru yang disebabkan oleh mikroorganisme (bakteri,
virus, jamur, parasit) maupun benda asing.
B. Anatomi Fisiologi
1. Anatomi
Organ pernafasan berguna bagi transgportasi gas-gas dimana organ-organ
pernafasan tersebut dibedakan menjadi bagian dimana udara mengalir
yaitu rongga hidung, pharynx, larynx, trakhea, dan bagian paru-paru yang
berfungsi melakukan pertukaran gas-gas antara udara dan darah.
a. Saluran nafas bagian atas, terdiri dari:
1) Hidung yang menghubungkan lubang-lubang sinus udara
paraanalis yang masuk kedalam rongga hidung dan juga lubang-
lubang naso lakrimal yang menyalurkan air mata kedalam bagian
bawah rongga nasalis kedalam hidung.
2) Parynx (tekak) adalah pipa berotot yang berjalan dari dasar
tenggorokan sampai persambungannya dengan esophagus pada
ketinggian tulang rawan krikid maka letaknya di belakang hidung
(naso farynx), dibelakang mulut(oro larynx), dan dibelakang farinx
(farinx laryngeal).
b. Saluran pernafasan bagian bawah terdiri dari:
1) Larynx (Tenggorokan) terletak di depan bagian terendah pharnyx
yang memisahkan dari kolumna vertebra, berjalan dari farine-
farine sampai ketinggian vertebra servikalis dan masuk ke dalam
trakhea di bawahnya.
2) Trachea (Batang tenggorokan) yang kurang lebih 9 cm panjangnya
trachea berjalan dari larynx sampai kira-kira ketinggian vertebra
torakalis ke lima dan ditempat ini bercabang menjadi dua bronchus
(bronchi).
3) Bronchus yang terbentuk dari belahan dua trachea pada ketinggian
kira-kira vertebralis torakalis kelima, mempunyai struktur serupa
dengan trachea yang dilapisi oleh jenis sel yang sama. Cabang
utama bronchus kanan dan kiri tidak simetris. Bronchus kanan
lebih pendek, lebih besar dan merupakan lanjutan trachea dengan
sudut lancip. Keanehan anatomis ini mempunyai makna klinis
yang penting.Tabung endotrachea terletak sedemikian rupa
sehingga terbentuk saluran udara paten yang mudah masuk
kedalam cabang bronchus kanan. Kalau udara salah jalan, maka
tidak dapat masuk kedalam paru-paru akan kolaps (atelektasis).
Tapi arah bronchus kanan yang hampir vertical maka lebih mudah
memasukkan kateter untuk melakukan penghisapan yang dalam.
Juga benda asing yang terhirup lebih mudah tersangkut dalam
percabangan bronchus kanan ke arahnya vertikal. Cabang utama
bronchus kanan dan kiri bercabang-cabang lagi menjadi segmen
lobus, kemudian menjadi segmen bronchus. Percabangan ini
terusmenerus sampai cabang terkecil yang dinamakan bronchioles
terminalis yang merupakan cabang saluran udara terkecil yang
tidak mengandung alveolus. Bronchiolus terminal kurang lebih
bergaris tengah 1 mm. bronchiolus tidak diperkuat oleh cincin
tulang rawan, tetapi di kelilingi oleh otot polos sehingga
ukurannya dapat berubah, semua saluran udara dibawah
bronchiolus terminalis disebut saluran pengantar udara karena
fungsi utamanya dalah sebagai pengantar udara ke tempat
pertukaran gas paru-paru. Diluar bronchiolus terminalis
terdapatasinus yang merupakan unit fungsional paru-paru, tempat
pertukaran gas. Asinus terdiri bronchiolus respiratorius, yang
kadang- kadang memiliki kantung udara kecil atau alveoli yang
bersal dari dinding mereka. Duktus alveolaris yang seluruhnya
dibatasi oleh alveolus dan sakus alveolaris terminalis merupakan
struktur akhir paru-paru.
4) Paru merupakan organ elastik berbentuk kerucut yang terletak
dalam rongga toraks atau dada. Kedua paru-paru saling terpisah
oleh mediastinum central yang mengandung jantung dan
pembuluh-pembuluh darah besar. Setiap paru mempunyai apeks
(bagian atas paru) dan dasar.Pembuluh darah paru dan bronchial,
bronkus, saraf dan pembuluh limfe memasuki tiap paru pada
bagian hilus dan membentuk akar paru. Paru kanan lebih daripada
kiri,paru kanan dibagi menjadi tiga lobus dan paru kiri dibagi
menjadi dua lobus. Lobus-lobus tersebut dibagi lagi menjadi
beberapa segmen sesuai dengan segmen bronchusnya. Paru kanan
dibagi menjadi 10 segmen sedangkan paru dibagi 10 segmen.Paru
kanan mempunyai 3 buah segmen pada lobus inferior, 2 buah
segmen pada lobus medialis, 5 buah pada lobus superior kiri. Paru
kiri mempunyai 5 buah segmen pada lobus inferior dan 5 buah
segmen pada lobus superior. Tiap-tiap segmen masih terbagi lagi
menjadi belahan-belahan yang bernama lobules. Didalam lobolus,
bronkhiolus ini bercabang- cabang banyak sekali, cabang ini
disebut duktus alveolus.Tiap duktus alveolus berakhir pada
alveolus yang diameternya antara 0,2- 0,3mm. Letak paru dirongga
dada di bungkus oleh selaputtipis yang bernama selaput pleura.
Pleura dibagi menjadi dua: 1.) pleura visceral (selaput dada
pembungkus) yaitu selaput paru yang langsung membungkus paru.
2.) pleura parietal yaitu selaput yang melapisi rongga dada sebelah
luar. Antara kedua pleura ini terdapat rongga (kavum) yang disebut
kavum pleura. Pada keadaan normal, kavum pleura ini vakum
(hampa udara) sehingga paru dapat berkembang kempis dan juga
terdapat sedikit cairan (eksudat) yang berguna untuk meminyaki
permukaannya (pleura), menghindarkan gesekan antara paru dan
dinding sewaktu ada gerakan bernafas. Tekanan dalam rongga
pleura lebih rendah dari tekanan atmosfir, sehingga mencegah
kolpas paru kalau terserang penyakit, pleura mengalami
peradangan, atau udara atau cairan masuk ke dalam rongga pleura,
menyebabkan paru tertekan atau kolaps.
2. Fisiologi
a. Pernafasan paru (pernafasan pulmoner)
Fungsi paru adalah pertukaran gas oksigen dan karbondioksida
pada pernafasan melalui paru/pernafasan eksternal, oksigen di pungut
melalui hidung dan mulut, pada waktu bernafas oksigen masuk
melalui trachea dan pipa bronchial ke alveoli, dan erat hubungan
dengan darah di dalam kapiler pulmonaris. Didalam paru,
karbondioksida salah satu buangan metabolisme menembus membrane
kapiler dan kapiler darah ke alveoli dan setelah melalui pipa bronchial
dan trachea di lepaskan keluar melalui hidung dan mulut.
Empat proses yang berhubungan dengan pernafasan pulmoner
pernafasan eksterna:
1) Ventilasi pulmoner, gerakan pernafasan yang menukar udara
dalam alveoli dengan udara luar.
2) Arus darah melaui paru, darah mengandung oksigen masuk
keseluruh tubuh, karbondioksida dari seluruh tubuh masuk paru.
3) Distribusi arus udara dan arus darah sedemikian sehingga
jumlahnya yang bisa dicapai untuk semua bagian.
4) Difusi gas yang membrane alveoli dan kapiler, karbondioksida
lebih mudah berdifusi daripada oksigen.
b. Pernafasan jaringan (pernafasan interna)
Darah yang menjenuhkan hemoglobinnya dengan oksigen
(oksihemoglobin) mengitari seluruh tubuh dan mencapai kapiler,
dimana darah bergerak sangat lambat. Sel jaringan memungut oksigen
dari hemoglobin untuk memungkinkan oksigen berlangsung dan darah
menerima sebagai gantinya hasil buangan oksidasi yaitu
karbondioksida.
Perubahan – perubahan berikut terjadi dalam komposisi udara
dalam alveoli, yang disebabkan pernafasan eksterna dan pernafasan
interna atau pernafasan jaringan.
Udara (atmosfer) yang dihirup:
Oksigen : 20%
Karbondioksida : 0-0,4%
Udara yang masuk alveoli mempunyai suhu dan kelembaban atmosfer.
Udara yang dihembuskan:
Nitrogen : 79%
Oksigen : 16%
Karbondioksida : 4-0,4%
Udara yang dihembuskan jenuh dengan uap air dan mempunyai
suhunyang sama dengan badan (20 persen panas badan hilang untuk
pemanasan uadra yang dikeluarkan).
C. Etiologi/ Predisposisi
Penyebaran infeksi terjadi melalui droplet dan sering disebabkan oleh
streptoccus pneumonia, melalui slang infuse oleh staphyloccus aureus
sedangkan pada pemakaian ventilator oleh p. Aeruginosa dan enterobacter.
Dan masa kini terjadi karena perubahan keadaan pasien seperti kekebalan
tubuh dan penyakit kronis, polusi lingkungan, penggunaan antibiotic yang
tidak tepat.
Setelah masuk keparu-paru organism bermultiplikasi dan, jika telah
berhasil mengalahkan mekanisme pertahanan paru, terjadi pneumonia. Selain
diatas penyebab terjadinya pneumonia sesuai penggolongannya yaitu:
(NANDA, 2015)
1. Bacteria: diplococcus pneumonia, pneumococcus, streptokokus
hemolyticus, streptococcus aureus, hemophilus influinzae,
mycobacterium tuberkolusis, bacillus friedlander.
2. Virus: respiratory syncytial virus, adeno virus, v.sitomegalitik, v.
Influenza.
3. Mycoplasma pneumonia.
4. Jamur: histoplasma capsuatum, cryptoccus neuroformans, blastomyces
dermatitides, coccicodies immitis, aspergilus species, candida albicans.
5. Aspirasi: makanan, kerosene (bensin, minyak tanah), cairan amnion,
benda asing.
6. Pneumonia hipostatik
7. Sindrom loeffler
E. Patofisiologi
Adanya etiologi seperti jamur dan intalasi mikroba ke dalam tubuh
manusia melalui udara aspirasi, hematogen dapat menyebabkan reaksi
inflamasi hebat sehingga membrane paru-paru meradang dan berlubang dari
reaksi inflamasi akan muncul panas, anoreksia, mual, muntah, serta nyeri
pleuritis. Selanjutnya RBC, WBC dan cairan keluar masuk alveoli sehingga
terjadi sekresi, edema dan bronkuspasme yang menimbul manifestasi klinis
yang akan membuat daerah paru menjadi padat (kosolidasi). Konsolidasi paru
nyebabkan meluasnya permukaan membran respirasi dan penurunan rasio
ventilasi. Kedua hal ini dapat menyebabkan kapasitas difusi menurun dan
selanjutnya terjadi hipoksemia (Setiadi, 2007).
F. Pathway
G. Pemeriksaan Penunjang/ Diagnostik
Menurut NANDA (2015), pemeriksaan penunjang pneumonia yaitu:
1. Sinar x: mengidentifikasikan distribusi struktural (misal: lobar, bronchial
dapat juga menyatakan abses).
2. Biopsi paru: untuk menetapkan diagnosa
3. Pemeriksaan gram/kultur, sputum dan darah: untuk dapat mengidentifikasi
semua organisme yang ada.
4. Pemeriksaan serologi: membantu dalam membedakan diagnosis
organisme khusus.
5. Pemeriksaan fungsi paru: untuk mengetahui paru-paru menetapkan luas
berat penyakit dan membantu diagnosis keadaan.
6. Spirometrick static: untuk mengkaji jumlah udara yang diaspirasi.
7. Bronkostopi: untuk menetapkan diagnosis dan mengangkat benda asing.
H. Penatalaksanaan
Kepada penderita yang penyakitnya tidak terlalu berat, bisa diberikan
antibiotik per-oral dan tetap tinggal dirumah. Penderita yang lebih tua dan
penderita dengan sesak nafas atau dengan penyakit jantung atau penyakit paru
lainnya, harus dirawat dan antibiotik diberikan melalui infus. Mungkin perlu
diberikan oksigen tambahan, cairan intravena dan alat bantu napas mekanik.
Kebanyakan penderita akan memberikan respon terhadap pengobatan dan
keadaannya membaik dalam waktu 2 minggu. Penatalaksanaan umum yang
dapat diberikan antara lain:
1. Oksigen 1-2L/menit
2. IVFD dekstrose 10% NaCl 0,9% = 3:1 + KCl 10 mEq/ 500 ml cairan.
Jumlah cairan sesuai berat badan, kenaikan suhu, dan status hidrasi.
3. Jika sesak terlalu berat, dapat dimulai makanan enteral bertahap melalui
selang nasogastrik dengan feeding drip.
4. Jika sekresi lendir berlebihan dapat diberikan inhalasi dengan salin normal
dan beta agonis untuk memperbaiki transport mukosilier. Koreksi
gangguan keseimbangan asam basa dan elektrolit.
Penatalaksanaan untuk pneumonia bergantung pada penyebab, antibiotic
diberikan sesuai hasil kultur.
Untuk kasus pneumonia community based:
1. Ampisilin 100mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
2. Kloramfenikol 75mg/kgBB/hari dalam 4 kali pemberian
Untuk kasus pneumonia hospital based:
1. Sefatoksim 100mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian
2. Amikasin 10-15mg/kgBB/hari dalam 2 kali pemberian.
Asuhan Keperawatan Secara Teoritis
A. Pengkajian
Menurut Randy (2012):
1. Aktivitas/Istirahat
Gejala : kelemahan, kelelahan, insomnia
Tanda : letargi, penurunan toleransi terhadap aktivitas
2. Sirkulasi
Gejala : riwayat gagal jantung kronis
Tanda : takikardi, penampilan pucat
3. Integritas Ego
Gejala : banyak stressor, masalah financial
4. Makanan/Cairan
Gejala : kehilangan nafsu makan, mual/muntah, riwayat DM
Tanda : distensi abdomen, hiperaktif bunyi usus, kulit kering dengan
turgor buruk
5. Neurosensory
Gejala : sakit kepala dengan frontal
Tanda : perubahan mental
6. Nyeri/Kenyamanan
Gejala : sakit kepala, nyeri dada meningkat dan batuk, myalgia,
atralgia
7. Pernapasan
Gejala : riwayat PPOM, takipnea, dipsnea, pernapasan dangkal,
penggunaan otot aksesori, pelebaran nasal
Tanda : sputum merah muda, berkara atau purulen (perkusi; pekak
diatas area konsolidasi, fiksi pleural), bunyi napas; menurun
atau tidak ada di atas area yang terlibat atau napas bronchial
fremitus;taktil dan vocal meningkat dengan konsolidasi warna;
pucat atau sianosis.
8. Keamanan
Gejala : riwayat gangguan system imun, demam
Tanda :berkeringat, menggigil berulang, gemetar, kemerahan
9. Penyuluhan
Gejala :riwayat mengalami pembedahan, penggunaan alkohol kronis
TUJUAN &
DIAGNOSA KEPERAWATAN INTERVENSI
KRITERIA HASIL
NOC NIC
Ketidakefektifan bersihan jalan a. Respiratory status: ventilation Airway suction
napas b. Respiratory status: airway patency 1. Pastikan kebutuhan oral/ tracheal
Definisi: ketidakmampuan untuk suctioning.
Kriteria Hasil: 2. Auskultasi suara napas sebelum dan
membersihkan sekresi atau bstruksi
a. Mendemonstrasikan batuk efektif dan suara sesudah suctioning
dari saluran pernafasan untuk
napas yang bersih, tidak ada sianosis dan 3. Informasikan pada klien dan keluarga
mempertahankan kebersihan jalan
dyspneu (mampu mengeluarkan sputum, tentang suctioning
napas
mampu bernapas dengan mudah, tidak ada 4. Minta pasien napas dalam sebelum
Batasan karakteristik: pursed lips). suctioning dilakukan
1. Tidak ada batuk b. Menunjukan jalan napas yang paten (klien tidak 5. Berikan O2 dengan menggunakan
2. Suara napas tambahan merasa tercekik, irama napas, frekuensi nasal untuk memfasilitasi suction
3. Perubahan frekuensi napas pernapasan dalam rentang normal, tidak ada nasotrakeal
4. Perubahan irama napas suara napas abnormal). 6. Gunakan alat yang steril setiap
5. Sianosis c. Mampu mengidentifikasikan dan mencegah melakukan tindakan
6. Kesulitan berbicara atau factor yang dapat menghambat jalan napas. 7. Anjurkan pasien untuk istirahat dan
mengeluarkan suara pas dalam setelah kateter di
7. Penurunan bunyi napas keluarkan dari nasotrakeal
8. Dipsneu 8. Monitor status oksigen pasien
9. Sputum dalam jumlah yang 9. Ajarkan keluarga bagaimana cara
berlebihan melakukan suction
10. Batuk yang tidak efektif 10. Hentikan suction dan berikan oksigen
11. Orthopneu apabila pasien menunjukkan
12. Gelisah bradikardi, peningkatan saturasi O2,
13. Mata terbuka lebar dll.
Airway management
Faktor yang berhubungan: 1. Buka jalan naps, gunakan teknik chin
1. Lingkungan: lift atau jaw thrust bila perlu
- Perokok pasif 2. Posisikan pasien untuk
- Mengisap asap memaksimalkan ventilasi
- Merokok 3. Identifikasi pasien perlunya
2. Obstruksi jalan napas: pemasangan alat jalan napas buatan
- Spasme jalan napas 4. Pasang mayo bila perlu
- Mukus dalam jumlah 5. Lakukan fisioterapi dada jika perlu
berlebihan 6. Keluarkan secret dengan batuk atau
- Eksudat dalam jalan alveoli suction
- Materi asing dalam jalan 7. Auskultasi suara napas, catat adanya
napas suara napas tambahan
- Adanya jalan napas buatan 8. Lakukan suction pada mayo
- Sekresi bertahan / sisa sekresi 9. Berikan bronkodilator bila perlu
- Sekresi dalam bronki 10. Berikan pelembab udara kassa basah
3. Fisiologi: Nacl lembab
- Jalan napas alergik 11. Atur intake untuk cairan
- Asma 12. Monitor respirasi dan status O2
- Penyakit paru obstruktif
kronik
- Hiperplasi dinding bronkial
- Infeksi
- Disfungsi neuromuskular
Hypovolemia management:
1. Monitor status cairan termasuk
Faktor yang berhubungan: intake dan output cairan
1. Kehilangan cairan aktif 2. Pelihara IV line
2. Kegagalan mekanisme regulasi 3. Monitor tingkat Hb dan Ht
4. Monitor tanda vital
5. Monitor respon pasien terhadap
penambahan cairan
6. Monitor BB
7. Dorong pasien untuk menambah
intake oral
8. Pemberian cairan IV monitor adanya
tanda dan gejala kelebihan volume
cairan
9. Monitor adanya tanda gagal ginjal
Amin, huda S.Kep.,Ns. dkk. 2015. Buku asuhan keperawatan berdasarkan diagnose
medis & NANDA NIC-NOC. Edisi revisi jilid 3. Jogjakarta: Penerbit
Mediaction Jogja.
Djojodibroto, D., 2009. Respirologi (Respiratory Medicine). Jakarta: EGC.
Evelyn C. Pearce. 2008. Anatomi dan fisiologi untuk para medis. Jakarta: PT
Gramedia.
Huda Nuarif, Amin, dkk. 2015. Aplikasi Asuhan Keperawatan Berdasarkan
Diagnosa Medis NANDA NIC NOC. Medication Publishing: Yogyakarta.
Qauliyah, A. 2008. Imunisasi: Pengertian, Jenis dan Ruang Lingkup. Available
online: http://www.astaqauliyah.com. Diakses pada tanggal 3 September
2018.
Rendy, M. Clevo & Margareth. 2012. Asuhan Keperawatan Medikal Bedah Penyakit
Dalam. Yogyakarta: NuhaMedika.
Setiadi. 2007. Anatomi fisiologi manusia. Yogyakarta: Graha Ilmu