Anda di halaman 1dari 30

REFLEKSI KASUS

Seorang Anak Laki Laki Berusia 12 Bulan dengan Disentri dan


Dehidrasi Sedang
Diajukan untuk
Memenuhi Tugas Kepaniteraan Klinik dan Melengkapi Salah Satu Syarat
Menempuh Program Pendidikan Profesi Dokter Bagian Ilmu Kesehatan Anak
Di RSUD K.R.M.T WongsonegoroKota Semarang

Disusun oleh:
Muhamad Faishal Rizki
30101307001

Pembimbing:
dr. Harancang Pandih, Sp. A

KEPANITERAAN KLINIK ILMU KESEHATAN ANAK


RSUD KOTA SEMARANG
FAKULTAS KEDOKTERAN
UNIVERSITAS ISLAM SULTAN AGUNG SEMARANG
2018
HALAMAN PENGESAHAN

Nama : Muhamad Faishal Rizki

NIM : 30101307001

Universitas : Universitas Islam Sultan Agung ( UNISSULA )

Tingkat : Program Pendidikan Profesi Dokter

Bagian : Ilmu Kesehatan Anak

Judul : Seorang Anak Laki Laki 12 bulan dengan disentri

Pembimbing : dr. Harancang Pandih, Sp.A

Semarang, 25 Mei 2018


Mengetahui dan Menyetujui
Pembimbing Kepaniteraan Klinik
Bagian Ilmu Kesehatan Anak RSUD Kota Semarang

Pembimbing

dr. Harancang Pandih, Sp.A


BAB I

LAPORAN KASUS

I. IDENTITAS PENDERITA
Nama : An. S
Umur : 12 bulan
Jenis Kelamin : Laki Laki
Agama : Islam
Suku : Jawa
Alamat : Karang Lo 53 Pedurungan Kota Semarang

Nama Ayah : Tn. H


Umur : 26 tahun
Pekerjaan : Wiraswasta
Pendidikan : SMA

Nama Ibu : Ny.


Umur : 24 tahun
Pekerjaan : Ibu Rumah Tangga
Pendidikan : SMA

Bangsal : Bima
No. CM : 437xxx
Masuk RS : 6 Mei 2018

II. DATA DASAR

1. ANAMNESIS ( ALLOANAMNESIS )
Alloanamnesis dengan ibu kandung penderita pada tanggal 8 Mei 2018 di
ruang Bima 4.2
a. Keluhan Utama
Diare sejak 5 hari SMRS

b. Keluhan tambahan
Demam naik turun , mula , muntah.
c. Riwayat Penyakit Sekarang
Pasien datang ke IGD RSUD KRMT Wongsonegoro hari kamis 6
mei 2018. Ibu pasien mengeluhkan pasien mengalami diare sejak 5
hari SMRS, dalam sehari pasien bisa diare 3-4 kali. Diare cair,
berampas dan berlendir, darah disangkal. Selain itu,pasien juga
mengeluhkan mual disertai muntah kurang lebih 4 kali dalam sehari,
muntahan berisi makanan (ASI), demam semlenget sejak 4 hari SMRS,
demam naik turun semakin tinggi saat menjelang pagi hari. Batuk pilek
disangkal , nyeri perut positif dan ketika perutnya dipegang pasien
menangis, ibu pasien juga mengatakan bahwa pasien menangis
kesakitan setia kali BAB. Pasien masih bisa minum dan masih bisa
buang air kecil namun sedikit.

4 hari SMRS pasien masih mengeluh diare bertambah sering 5-6x/


hari . muntah 2x/hari namun demam sudah turun.

1 hari SMRS pasien mengalami diare lebih sering samapi 8x/hari


dengan konsistensi sama seperti sebelumnya. Anak masih dapat minum
dan tampak kehausan, buang air kecil masih normal, dan menangis
setiap kali BAB.

d. Riwayat Penyakit Dahulu


 Pasien belum pernah dirawat.
 Pasien tidak pernah menderita diare
 Riwayat alergi disangkal
e. Riwayat Penyakit Keluarga
 Tidak ada anggota keluarga yang sakit seperti ini

f. Riwayat Sosial Ekonomi


Pasien tinggal bersama kedua orang tua dan merupakan anak
pertama. Ayah bekerja sebagai wirasawasta dan ibu sebagai ibu rumah
tangga. Sehari-hari pasien diasuh oleh ibu. Keadaan rumah pasien
cukup luas dan memiliki ventilasi yang cukup. Biaya pengobatan
ditanggung oleh BPJS ( PBI ).
Kesan : Sosial ekonomi cukup
g. Riwayat Persalinan dan Kehamilan :
Saat hamil, ibu pasien rutin memeriksakan kehamilannya ke
puskesmas. Pasien merupakan anak laki laki yang lahir dari ibu P 1A0,
Usia 24 tahun, hamil 39 minggu, lahir secara Spontan ditolong oleh
dokter. Lahir langsung menangis, ketuban pecah saat persalinan, air
ketuban jernih. BBL 2900 gram, panjang badan 47 cm, lingkar kepala
dan lingkar dada saat lahir ibu tidak ingat, tidak ada kelainan bawaan.
Pasien tidak dirawat di ruang bayi resiko tinggi.
Kesan : neonatus aterm, vigorous baby, lahir spontan pervaginam
h. Riwayat Pemeliharaan Prenatal :
Ibu memeriksakan kandungannya secara teratur ke bidan. Mulai
saat mengetahui kehamilan hingga usia kehamilan 7 minggu
pemeriksaan dilakukan 1x/bulan. Saat usia kehamilan memasuki usia
kandungan ke-8 bulan, pemeriksaan rutin dilakukan 2x/bulan hingga
lahir. Selama hamil ibu telah mendapat suntikan TT 2x Ibu mengaku
tidak pernah menderita penyakit selama kehamilan. Riwayat
perdarahan dan trauma saat hamil diakui. Riwayat minum obat tanpa
resep dokter ataupun minum jamu disangkal.
Kesan : riwayat pemeliharaan prenatal dengan trauma
i. Riwayat pemeilharaan Postnatal :
Pemeliharaan postnatal rutin dilakukan di bidan.
Kesan : riwayat pemeliharaan postnatal cukup.
j. Riwayat Perkembangan dan Pertumbuhan Anak :
Pertumbuhan :
a. Pertumbuhan :
BB Lahir : 2900 gram
BB sekarang : 8,1 kg
PB lahir : cm
PB : 75cm

WAZ : 8,1 – 11,5 = -2.8 (berat badan rendah)

1,2
HAZ : 75– 82.4 = -2,4 (pendek)

3.00

WHZ : 8,1 – 9.8 = -0.2 (normal)

0.8

Kesan : berat badan kurang , perawakan tubuh pendek, kesan gizi


normal.

k. Riwayat Imunisasi :
Hepatitis B : 4 kali, usia 0,2,3,4 bulan
Polio : 4 kali, usia 0,2,3,4 bulan
BCG : 1 kali, usia 0 bulan
DTP : 3 kali, usia 2,3,4 bulan
Kesan : Imunisasi dasar lengkap dilakukan di puskesmas,
hanya berdasarkan aloanamnesa dengan ibu pasien. Buku KMS tidak
dibawa.
l. Riwayat Makan dan Minum Anak :
ASI diberikan sejak lahir sampai usia sekarang berdampingan
dengan susu formula. Setelah usia bulan, selain ASI anak juga
mendapat susu formula. Frekuensi minum susu setiap 2-3 jam sekali
per hari. Beberapa hari sejak sakit nafsu makan pasien menurun.
Kesan : kualitas dan kuantitas makanan cukup.

2. PEMERIKSAAN FISIK
Pemeriksaan fisik dilakukan tanggal 8 Mei 2018, di ruang bima RSUD
KRMT Wongsonegoro, Semarang.
Keadaan Umum : kompos mentis, tampak sakit sedang, rewel

a. Tanda Vital
i. Nadi : 90 x/menit, reguler, isi tegangan cukup
ii. Pernapasan : 22 x/menit
iii. Suhu : 36° celcius
b. Status Gizi
Anak laki laki usia 18 bulan
Berat Badan : 8,1 kg
Panjang Badan : 75 cm

WAZ : 8,1 – 11,5 = -2.8 (berat badan rendah)

1,2

HAZ : 75– 82.4 = -2,4 (pendek)

3.00

WHZ : 8,1 – 9.8 = -0.2 (normal)

0.8

c. Status Internus
 Kepala : Mesocephale, ubun-ubun besar tidak menonjol, kulit
kepala tidak ada kelainan, rambut hitam dan distribusi merata, tidak
ada kaku kuduk
 Kulit : Tidak sianosis, turgor agak melambat, petechie (-)
 Mata : Cekung (+), Pupil bulat, isokor, refleks cahaya (+/+)
normal, konjungtiva bulbi anemis (-/-),injeksi konjungtiva (-/-)
 Hidung : Bentuk normal, sekret (-/-), nafas cuping hidung (-)
 Telinga : Bentuk normal, serumen (-/-), discharge (-/-), nyeri (-/-)
 Mulut : Bibir kering (+) berdarah (-), sianosis (-), pendarahan gusi
(-), lidah kotor (-), tidak tremor
 Tenggorok: tonsil ukuran T1-T1, permukaan rata, kripte tonsil tidak
melebar, hiperemis (-)
 Leher : simetris, pembesaran kelenjar limfe mandibula (-).
 Thorax
1. Paru
 Inspeksi: Hemithoraks dextra et sinistra simetris dalam
keadaan statis maupun dinamis, retraksi suprasternal,
intercostal dan epigastrial (-).
 Palpasi : sterm fremitus dextra et sinistra simetris
 Perkusi : sonor di seluruh lapang paru
 Auskultasi :suara dasar vesikuler suara tambahan : ronki
(-/-), wheezing (-/-)

2. Jantung
 Inspeksi: pulsasiIctus cordis tidak tampak
 Palpasi: Ictus cordis teraba di ICS V, 2 cm medial linea
mid clavicula sinistra, tidak melebar,tidak kuat angkat
 Perkusi batas jantung: Tidak dilakukan pemeriksaan
 Auskultasi: BJ I-II normal, murmur (-), gallop (-), bising
(-)
 Abdomen :
 Inspeksi : datar
 Auskultasi : BU (+) meningkat
 Perkusi : timpani (+)
 Palpasi : supel, defense muscular (-), nyeri tekan
(+) tidak terlokalisir ,turgor menurun.
 Genitalia: laki-laki, tidak ada kelainan
 Ekstremitas :
Superior Inferior

Akral Dingin -/- -/-

Akral Sianosis -/- -/-

Petechie -/- -/-

Capillary Refill Time <2" <2"

3. PEMERIKSAAN PENUNJANG

Pemeriksaan 6/5/18 30/4/18 Satuan Nilai Normal

Hematologi

 Hemoglobin 10,2 g/dL 11-15


 Hematokrit 33.80 % 35-47

 Jumlah Leukosit 13.800 /uL 3.6-11.0


535.000
 Jumlah trombosit /uL 150-400

Feses rutin

 Makroskopis

Warna Coklat

Konsistensi Lembek

Bau Khas

Lendir Positif Negative

Darah Negative Negative

 Mikroskopis

Protein feses Negative Negative

Karbohidrat Negative Negative

Lemak Positif Negative

Eritrosit 2-3/lpb

Amoeba Negative Negative

Telur cacing Negative Negative

Leukosit 15-20/lpb

Bakteri Positif +1

Jamur Negatif

Lain –lain NEG

 Serologi

S typhi O Negative Negative


S thypi H Negative Negative

III. RESUME
Seorang anak laki laki usia 18 bulan datang ke IGD RSUD K.R.M.T
Wongsonegoro Semarang dengan keluhan utama diare dan keluhan tambahan
demam naik turun (+); mual (+); muntah (+), masih bisa minum dan BAK tapi
sedikit. Pada pemeriksaan fisik didapatkan nadi 90x/menit, pernapasan
0
22x/menit, dan suhu 36 C (Axilla). Pada pemeriksaan status internus
didapatkan anak tampak rewel, tampak sakit sedang, mata cekung (+), turgor
kulit melambat, bibir kering , nyeri tekan pada abdomen yang tidak bisa
dilokalisir.

Pada pemeriksaan penunjang didapatkan leukositosis, trombositosis,


pemeriksaan feses makroskopis di temukan lendir (+), mikroskopis di temukan
adanya lemak (+), eritrosit 2-3lbp, leukosit 15-20/lbp, amoeba (-), bakteri +1.

IV. DIAGNOSIS BANDING


1. Diare
 Berdasarkan Durasi
o Diare Akut
o Diare Persisten
o Diare Kronis
 Berdasarkan Dehidrasi
o Diare dehidrasi tidak berat
o Diare dehidrasi berat
o Diare tanpa dehidrasi
 Berdasarkan Etiologi
o Bakterial
E. Coli
V. Cholera
Shigella
o Viral
Rotavirus
o Jamur
o Parasit
Amoeba
2. Status Gizi
o Gizi lebih
o Gizi normal
o Gizi Buruk

V. DIAGNOSIS KERJA
1. Diagnosis utama : Disentri basiler
2. Diagnosis komorbid : Dehidrasi sedang
3. Diagnosis komplikasi :-
4. Diagnosis gizi : gizi kurang
5. Diagnosis social ekonomi : Cukup
6. Diagnosis Imunisasi : Imunisasi dasar lengkap
7. Diagnosis Tumbuh Kembang : Pertumbuhan dan perkembangan baik, sesuai
umur

VI. INITIAL PLAN


Initial Plan Diagnosis :
 Subyektif: -

 Obyektif : Px Hematologi, feses rutin,

Initial Plan Terapi :


 Rehidrasi
 Infus RL  3cc/kgbb/jam  24 jam
 PCT syrup 3 x ¾ cth
 Promoba 3x4 2 cth
 PO Zink 1x20 mg selama 10 hari
 Oralit 3 sch/3jam dan ½ sch setiap kali BAB
 Ceftriaxon inj 2x300mg

Initial Plan Monitoring


 Awasi KU dan tanda vital dan tanda dehidrasi
Initial Plan Edukasi
 Pemberian oralit
 Diberikan satu sendok teh tiap 1-2 menit, jika anak muntah
diberikan lebih lambat 2-3 menit.
 Tetap memberikan ASI kapanpun anak mau
 Memberikan makanan dan susu yang bergizi
 Biasakan mencuci tangan sebelum menyiapkan makanan dan minuman
dan setelah BAB dan BAK
 Jaga kebersihan lingkungan
 Jika anak panas berikan obat turun panas sesuai anjuran dokter.
 Menjelaskan kepada ibu agar anak tidak bermain ditempat yang kotor dan
tanah yang basah.
 Selalu menjaga kebersihan alat masak dan makan.
 Berikan makanan sesuai dengan kelompok umur anak

VII. PROGNOSIS
Qua ad vitam = ad bonam
Qua ad sanam = ad bonam
Qua ad fungsional = ad bonam

BAB II

TINJAUAN PUSTAKA

II.1 Definisi

Disentri berasal dari bahasa Yunani, yaitu dys (gangguan) dan enteron (usus),

yang berarti radang usus yang menimbulkan gejala meluas dengan gejala buang air

besar dengan tinja berdarah, diare encer dengan volume sedikit, buang air besar

dengan tinja bercampur lender (mucus) dan nyeri saat buang air besar (tenesmus). (2)

Disentri merupakan peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit

perut dan buang air besar yang encer secara terus menerus (diare) yang bercampur

lendir dan darah. (3)


Disentri merupakan suatu infeksi yang menimbulkan luka yang menyebabkan

tukak terbatas di colon yang ditandai dengan gejala khas yang disebut sebagai

sindroma disentri, yakni: 1) sakit di perut yang sering disertai dengan tenesmus, 2)

berak-berak, dan 3) tinja mengandung darah dan lendir. (4)

II.2 Epidemiologi

Di Amerika Serikat, insidensi penyakit ini rendah. Setiap tahunnya kurang dari

500.000 kasus yang dilaporkan ke Centers for Disease Control (CDC). Di Bagian

Penyakit Dalam RSUP Palembang selama 3 tahun (1990-1992) tercatat di catatan

medis, dari 748 kasus yang dirawat karena diare ada 16 kasus yang disebabkan oleh

disentri basiler. Sedangkan hasil penelitian yang dilakukan di beberapa rumah sakit di

Indonesia dari Juni 1998 sampai dengan Nopember 1999, dari 3848 orang penderita

diare berat, ditemukan 5% shigella.

Prevalensi amebiasis sangat bervariasi, diperkirakan 10 persen populasi

terinfeksi. Prevalensi tertinggi di daerah tropis (50-80%). Manusia merupakan host

dan reservoir utama. Penularannya lewat kontaminasi tinja ke makanan dan minuman,

dengan perantara lalat, kecoak, kontak interpersonal, atau lewat hubungan seksual

anal-oral. Sanitasi lingkungan yang jelek, penduduk yang padat dan kurangnya

sanitasi individual mempermudah penularannya.

II.3 Etiologi

Etiologi dari disentri ada 2, yaitu : (2)

1. Disentri basiler, disebabkan oleh Shigella,sp.

Shigella adalah basil non motil, gram negatif, famili

enterobacteriaceae. Ada 4 spesies Shigella, yaitu S.dysentriae, S.flexneri,


S.bondii dan S.sonnei. Terdapat 43 serotipe O dari shigella. S.sonnei adalah

satu-satunya yang mempunyai serotipe tunggal. Karena kekebalan tubuh yang

didapat bersifat serotipe spesifik, maka seseorang dapat terinfeksi beberapa

kali oleh tipe yang berbeda. Genus ini memiliki kemampuan menginvasi sel

epitel intestinal dan menyebabkan infeksi dalam jumlah 102-103 organisme.

Penyakit ini kadang-kadang bersifat ringan dan kadang-kadang berat. Suatu

keadaan lingkungan yang jelek akan menyebabkan mudahnya penularan

penyakit. Secara klinis mempunyai tanda-tanda berupa diare, adanya lendir

dan darah dalam tinja, perut terasa sakit dan tenesmus.

2. Amoeba (Disentri amoeba), disebabkan Entamoeba hystolitica.

E.histolytica merupakan protozoa usus, sering hidup sebagai

mikroorganisme komensal (apatogen) di usus besar manusia. Apabila kondisi

mengijinkan dapat berubah menjadi patogen dengan cara membentuk koloni

di dinding usus dan menembus dinding usus sehingga menimbulkan ulserasi.

Siklus hidup amoeba ada 2 bentuk, yaitu bentuk trofozoit yang dapat bergerak

dan bentuk kista.

Bentuk trofozoit ada 2 macam, yaitu trofozoit komensal (berukuran <

10 mm) dan trofozoit patogen (berukuran > 10 mm). Trofozoit komensal dapat

dijumpai di lumen usus tanpa menyebabkan gejala penyakit. Bila pasien

mengalami diare, maka trofozoit akan keluar bersama tinja. Sementara

trofozoit patogen yang dapat dijumpai di lumen dan dinding usus

(intraintestinal) maupun luar usus (ekstraintestinal) dapat mengakibatkan

gejala disentri. Diameternya lebih besar dari trofozoit komensal (dapat sampai

50 mm) dan mengandung beberapa eritrosit di dalamnya. Hal ini dikarenakan

trofozoit patogen sering menelan eritrosit (haematophagous trophozoite).


Bentuk trofozoit ini bertanggung jawab terhadap terjadinya gejala penyakit

namun cepat mati apabila berada di luar tubuh manusia.


Bentuk kista juga ada 2 macam, yaitu kista muda dan kista dewasa.

Bentuk kista hanya dijumpai di lumen usus. Bentuk kista bertanggung jawab

terhadap terjadinya penularan penyakit dan dapat hidup lama di luar tubuh

manusia serta tahan terhadap asam lambung dan kadar klor standard di dalam

sistem air minum. Diduga kekeringan akibat penyerapan air di sepanjang usus

besar menyebabkan trofozoit berubah menjadi kista. (6)

II.4 Patogenesis dan Patofisiologi

a. Disentri basiler

Semua strain kuman Shigella menyebabkan disentri, yaitu suatu keadaan yang

ditandai dengan diare, dengan konsistensi tinja biasanya lunak, disertai eksudat

inflamasi yang mengandung leukosit polymorfonuclear (PMN) dan darah.

Kuman Shigella secara genetik bertahan terhadap pH yang rendah, maka dapat

melewati barrier asam lambung. Ditularkan secara oral melalui air, makanan, dan lalat

yang tercemar oleh ekskreta pasien. Setelah melewati lambung dan usus halus, kuman

ini menginvasi sel epitel mukosa kolon dan berkembang biak didalamnya. (2)

Kolon merupakan tempat utama yang diserang Shigella namun ileum

terminalis dapat juga terserang. Kelainan yang terberat biasanya di daerah sigmoid,

sedang pada ilium hanya hiperemik saja. Pada keadaan akut dan fatal ditemukan

mukosa usus hiperemik, lebam dan tebal, nekrosis superfisial, tapi biasanya tanpa

ulkus. Pada keadaan subakut terbentuk ulkus pada daerah folikel limfoid, dan pada

selaput lendir lipatan transversum didapatkan ulkus yang dangkal dan kecil, tepi ulkus

menebal dan infiltrat tetapi tidak berbentuk ulkus bergaung.


S.dysentriae, S.flexeneri, dan S.sonei menghasilkan eksotoksin antara lain

ShET1, ShET2, dan toksin Shiga, yang mempunyai sifat enterotoksik, sitotoksik, dan

neurotoksik. Enterotoksin tersebut merupakan salah satu faktor virulen sehingga

kuman lebih mampu menginvasi sel eptitel mukosa kolon dan menyebabkan kelainan

pada selaput lendir yang mempunyai warna hijau yang khas. Pada infeksi yang

menahun akan terbentuk selaput yang tebalnya sampai 1,5 cm sehingga dinding usus

menjadi kaku, tidak rata dan lumen usus mengecil. Dapat terjadi perlekatan dengan

peritoneum. (6)

b. Disentri Amuba

Trofozoit yang mula-mula hidup sebagai komensal di lumen usus besar dapat

berubah menjadi patogen sehingga dapat menembus mukosa usus dan menimbulkan

ulkus. Akan tetapi faktor yang menyebabkan perubahan ini sampai saat ini belum

diketahui secara pasti. Diduga baik faktor kerentanan tubuh pasien, sifat keganasan

(virulensi) amoeba, maupun lingkungannya mempunyai peran.

Amoeba yang ganas dapat memproduksi enzim fosfoglukomutase dan lisozim

yang dapat mengakibatkan kerusakan dan nekrosis jaringan dinding usus. Bentuk

ulkus amoeba sangat khas yaitu di lapisan mukosa berbentuk kecil, tetapi di lapisan

submukosa dan muskularis melebar (menggaung). Akibatnya terjadi ulkus di

permukaan mukosa usus menonjol dan hanya terjadi reaksi radang yang minimal.

Mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. Ulkus dapat terjadi di semua bagian

usus besar, tetapi berdasarkan frekuensi dan urut-urutan tempatnya adalah sekum,

kolon asenden, rektum, sigmoid, apendiks dan ileum terminalis.(2)

II.5 Gejala Klinis

a. Disentri Basiler
Masa tunas berkisar antara 7 jam sampai 7 hari. Lama gejala rerata 7 hari

sampai 4 minggu. Pada fase awal pasien mengeluh nyeri perut bawah, diare disertai

demam yang mencapai 400C. Selanjutnya diare berkurang tetapi tinja masih

mengandung darah dan lendir, tenesmus, dan nafsu makan menurun. (6)

Bentuk klinis dapat bermacam-macam dari yang ringan, sedang sampai yang

berat. Sakit perut terutama di bagian sebelah kiri, terasa melilit diikuti pengeluaran

tinja sehingga mengakibatkan perut menjadi cekung. Bentuk yang berat (fulminating

cases) biasanya disebabkan oleh S. dysentriae. Gejalanya timbul mendadak dan berat,

berjangkitnya cepat, berak-berak seperti air dengan lendir dan darah, muntah-muntah,

suhu badan subnormal, cepat terjadi dehidrasi, renjatan septik dan dapat meninggal

bila tidak cepat ditolong. Akibatnya timbul rasa haus, kulit kering dan dingin, turgor

kulit berkurang karena dehidrasi. Muka menjadi berwarna kebiruan, ekstremitas

dingin dan viskositas darah meningkat (hemokonsentrasi). Kadang-kadang gejalanya

tidak khas, dapat berupa seperti gejala kolera atau keracunan makanan.

Kematian biasanya terjadi karena gangguan sirkulasi perifer, anuria dan koma

uremik. Angka kematian bergantung pada keadaan dan tindakan pengobatan. Angka

ini bertambah pada keadaan malnutrisi dan keadaan darurat misalnya kelaparan.

Perkembangan penyakit ini selanjutnya dapat membaik secara perlahan-lahan tetapi

memerlukan waktu penyembuhan yang lama.

Pada kasus yang sedang keluhan dan gejalanya bervariasi, tinja biasanya lebih

berbentuk, mungkin dapat mengandung sedikit darah/lendir. Sedangkan pada kasus

yang ringan, keluhan/gejala tersebut di atas lebih ringan. Berbeda dengan kasus yang

menahun, terdapat serangan seperti kasus akut secara menahun. Kejadian ini jarang

sekali bila mendapat pengobatan yang baik. (2)

b. Disentri Amuba
Carrier (Cyst Passer)

Pasien ini tidak menunjukkan gejala klinis sama sekali. Hal ini disebabkan

karena amoeba yang berada dalam lumen usus besar tidak mengadakan invasi ke

dinding usus.

Disentri amoeba ringan

Timbulnya penyakit (onset penyakit) perlahan-lahan. Penderita biasanya

mengeluh perut kembung, kadang nyeri perut ringan yang bersifat kejang. Dapat

timbul diare ringan, 4-5 kali sehari, dengan tinja berbau busuk. Kadang juga tinja

bercampur darah dan lendir. Terdapat sedikit nyeri tekan di daerah sigmoid, jarang

nyeri di daerah epigastrium. Keadaan tersebut bergantung pada lokasi ulkusnya.

Keadaan umum pasien biasanya baik, tanpa atau sedikit demam ringan (subfebris).

Kadang dijumpai hepatomegali yang tidak atau sedikit nyeri tekan.

Disentri amoeba sedang

Keluhan pasien dan gejala klinis lebih berta dibanding disentri ringan, tetapi

pasien masih mampu melakukan aktivitas sehari-hari. Tinja biasanya disertai lendir

dan darah. Pasien mengeluh perut kram, demam dan lemah badan disertai

hepatomegali yang nyeri ringan.

Disentri amoeba berat

Keluhan dan gejala klinis lebih berta lagi. Penderita mengalami diare disertai

darah yang banyak, lebih dari 15 kali sehari. Demam tinggi (40 0C-40,50C) disertai

mual dan anemia.

Disentri amoeba kronik

Gejalanya menyerupai disentri amoeba ringan, serangan-serangan diare

diselingi dengan periode normal atau tanpa gejala. Keadaan ini dapat berjalan

berbulan-bulan hingga bertahun-tahun. Pasien biasanya menunjukkan gejala


neurastenia. Serangan diare yang terjadi biasanya dikarenakan kelelahan, demam atau

makanan yang sulit dicerna. (6)

II.6 Pemeriksaan Penunjang

a. Disentri amoeba
1. Pemeriksaan tinja

Pemeriksaan tinja ini merupakan pemeriksaan laboratorium yang sangat

penting. Biasanya tinja berbau busuk, bercampur darah dan lendir. Untuk pemeriksaan

mikroskopik diperlukan tinja yang segar. Kadang diperlukan pemeriksaan berulang-

ulang, minimal 3 kali seminggu dan sebaiknya dilakukan sebelum pasien mendapat

pengobatan.

Pada pemeriksaan tinja yang berbentuk (pasien tidak diare), perlu dicari

bentuk kista karena bentuk trofozoit tidak akan dapat ditemukan. Dengan sediaan

langsung tampak kista berbentuk bulat dan berkilau seperti mutiara. Di dalamnya

terdapat badan-badan kromatoid yang berbentuk batang dengan ujung tumpul,

sedangkan inti tidak tampak. Untuk dapat melihat intinya, dapat digunakan larutan

lugol. Akan tetapi dengan larutan lugol ini badan-badan kromatoid tidak tampak. Bila

jumlah kista sedikit, dapat dilakukan pemeriksaan menggunakan metode konsentrasi

dengan larutan seng sulfat dan eterformalin. Dengan larutan seng sulfat kista akan

terapung di permukaan sedangkan dengan larutan eterformalin kista akan mengendap.

Dalam tinja pasien juga dapat ditemukan trofozoit. Untuk itu diperlukan tinja

yang masih segar dan sebaiknya diambil bahan dari bagian tinja yang mengandung

darah dan lendir. Pada sediaan langsung dapat dilihat trofozoit yang masih bergerak

aktif seperti keong dengan menggunakan pseudopodinya yang seperti kaca. Jika tinja

berdarah, akan tampak amoeba dengan eritrosit di dalamnya. Bentik inti akan nampak

jelas bila dibuat sediaan dengan larutan eosin.(2)


2. Pemeriksaan sigmoidoskopi dan kolonoskopi

Pemeriksaan ini berguna untuk membantu diagnosis penderita dengan gejala

disentri, terutama apabila pada pemeriksaan tinja tidak ditemukan amoeba. Akan

tetapi pemeriksaan ini tidak berguna untuk carrier. Pada pemeriksaan ini akan

didapatkan ulkus yang khas dengan tepi menonjol, tertutup eksudat kekuningan,

mukosa usus antara ulkus-ulkus tampak normal. (2)

3. Foto rontgen kolon

Pemeriksaan rontgen kolon tidak banyak membantu karena seringkali ulkus

tidak tampak. Kadang pada kasus amoebiasis kronis, foto rontgen kolon dengan

barium enema tampak ulkus disertai spasme otot. Pada ameboma nampak filling

defect yang mirip karsinoma. (2)

4. Pemeriksaan uji serologi

Uji serologi banyak digunakan sebagai uji bantu diagnosis abses hati amebik

dan epidemiologis. Uji serologis positif bila amoeba menembus jaringan (invasif).

Oleh karena itu uji ini akan positif pada pasien abses hati dan disentri amoeba dan

negatif pada carrier. Hasil uji serologis positif belum tentu menderita amebiasis aktif,

tetapi bila negatif pasti bukan amebiasis.(2)

b. Disentri basiler
1. Pemeriksaan tinja. Pemeriksaan tinja secara langsung terhadap kuman

penyebab serta biakan hapusan (rectal swab). Untuk menemukan carrier

diperlukan pemeriksaan biakan tinja yang seksama dan teliti karena basil

shigela mudah mati . Untuk itu diperlukan tinja yang baru.

2. Polymerase Chain Reaction (PCR). Pemeriksaan ini spesifik dan sensitif,

tetapi belum dipakai secara luas.


3. Enzim immunoassay. Hal ini dapat mendeteksi toksin di tinja pada sebagian

besar penderita yang terinfeksi S.dysentriae tipe 1 atau toksin yang dihasilkan

E.coli.

4. Sigmoidoskopi. Sebelum pemeriksaan sitologi ini, dilakukan pengerokan

daerah sigmoid. Pemeriksaan ini biasanya dilakukan pada stadium lanjut.

5. Aglutinasi. Hal ini terjadi karena aglutinin terbentuk pada hari kedua,

maksimum pada hari keenam. Pada S.dysentriae aglutinasi dinyatakan positif

pada pengenceran 1/50 dan pada S.flexneri aglutinasi antibodi sangat

kompleks, dan oleh karena adanya banyak strain maka jarang dipakai.

6. Gambaran endoskopi memperlihatkan mukosa hemoragik yang terlepas dan

ulserasi. Kadang-kadang tertutup dengan eksudat. Sebagian besar lesi berada

di bagian distal kolon dan secara progresif berkurang di segmen proksimal

usus besar. (2)

II.7 Diagnosis Banding

Diagnosis banding untuk disre darah adalah :

1. Disentri amuba
Timbulnya penyakit biasanya perlahan-lahan, diare awal tidak

ada/jarang. Toksemia ringan dapat terjadi, tenesmus jarang dan sakit

berbatas. Tinja biasanya besar, terus menerus, asam, berdarah, bila

berbentuk biasanya tercampur lendir. Lokasi tersering daerah sekum dan

kolon asendens, jarang mengenai ileum. Ulkus yang ditimbulkan dengan

gaung yang khas seperti botol.


2. Disentri basiler
Penyakit ini biasanya timbul secara akut, sering disertai adanya

toksemia, tenesmus akan tetapi sakit biasanya sifatnya umum. Tinja

biasanya kecil-kecil, banyak, tak berbau, alkalis, berlendir, nanah dan


berdarah, bila tinja berbentuk dilapisi lendir. Daerah yang terserang

biasanya sigmoid dan dapat juga menyerang ileum. Biasanya daerah yang

terserang akan mengalami hiperemia superfisial ulseratif dan selaput lendir

akan menebal.
3. Eschericiae coli

a. Escherichia coli Enteroinvasive (EIEC)


Patogenesisnya seperti Shigelosis yaitu melekat dan
menginvasi epitel usus sehingga menyebabkan kematian sel dan
respon radang cepat (secara klinis dikenal sebagai kolitis).
Serogroup ini menyebabkan lesi seperti disentri basiller, ulserasi
atau perdarahan dan infiltrasi leukosit polimorfonuklear dengan
khas edem mukosa dan submukosa. Manifestasi klinis berupa
demam, toksisitas sistemik, nyeri kejang abdomen, tenesmus, dan
diare cair atau darah.
b. Escherichia coli Enterohemoragik (EHEC)

Manifestasi klinis dari EHEC dapat menyebabkan penyakit


diare sendiri atau dengan nyeri abdomen. Diare pada mulanya cair
tapi beberapa hari menjadi berdarah (kolitis hemoragik). Meskipun
gambarannya sama dengan Shigelosis yang membedakan adalah
terjadinya demam yang merupakan manifestasi yang tidak lazim.
Beberapa infeksi disertai dengan sindrom hemolitik uremik.

II.8 Diagnosis

a. Disentri basiler
Perlu dicurigai adanya Shigellosis pada pasien yang datang dengan

keluhan nyeri abdomen bawah, dan diare. Pemeriksaan mikroskopik tinja

menunjukkan adanya eritrosit dan leukosit PMN. Untuk memastikan diagnosis

dilakukan kultur dari bahan tinja segar atau hapus rektal. Pada fase akut

infeksi Shigella, tes serologi tidak bermanfaat.


Pada disentri subakut gejala klinisnya serupa dengan kolitis ulserosa.

Perbedaan utama adalah kultur Shigella yang positif dan perbaikan klinis yang

bermakna setelah pengobatan dengan antibiotik yang adekuat. (6)


b. Disentri amuba

Pemeriksaan tinja sangat penting di mana tinja penderita amebiasis

tidak banyak mengandung leukosit tetapi banyak mengandung bakteri.

Diagnosis pasti baru dapat ditegakkan bila ditemukan amoeba (trofozoit).

Akan tetapi ditemukannya amoeba bukan berarti meyingkirkan kemungkinan

penyakit lain karena amebiasis dapat terjadi bersamaan dengan penyakit lain.

Oleh karena itu, apabila penderita amebiasis yang telah menjalani pengobatan

spesifik masih tetap mengeluh nyeri perut, perlu dilakukan pemeriksaan lain,

misalnya endoskopi, foto kolon dengan barium enema atau biakan tinja.

Abses hati ameba sukar dibedakan dengan abses piogenik dan

neoplasma. Pemeriksaan ultrasonografi dapat membedakannya dengan

neoplasma, sedang ditemukannya echinococcus dapat membedakannya

dengan abses piogenik. Salah satu caranya yaitu dengan dilakukannya pungsi

abses. (2)

II.9 Komplikasi

a. Disentri amoeba

Beberapa penyulit dapat terjadi pada disentri amoeba, baik berat maupun

ringan. Berdasarkan lokasinya, komplikasi tersebut dapat dibagi menjadi : (2)

Komplikasi intestinal

Perdarahan usus. Terjadi apabila amoeba mengadakan invasi ke dinding usus besar

dan merusak pembuluh darah.


Perforasi usus. Hal ini dapat terjadi bila abses menembus lapisan muskular dinding

usus besar. Sering mengakibatkan peritonitis yang mortalitasnya tinggi. Peritonitis

juga dapat disebabkan akibat pecahnya abses hati amoeba.

Ameboma. Peristiwa ini terjadi akibat infeksi kronis yang mengakibatkan reaksi

terbentuknya massa jaringan granulasi. Biasanya terjadi di daerah sekum dan

rektosigmoid. Sering mengakibatkan ileus obstruktif atau penyempitan usus.

Intususepsi. Sering terjadi di daerah sekum (caeca-colic) yang memerlukan tindakan

operasi segera.

Penyempitan usus (striktura). Dapat terjadi pada disentri kronik akibat terbentuknya

jaringan ikat atau akibat ameboma.

Komplikasi ekstraintestinal

Amebiasis hati. Abses hati merupakan komplikasi ekstraintestinal yang paling sering

terjadi. Abses dapat timbul dari beberapa minggu, bulan atau tahun sesudah infeksi

amoeba sebelumnya. Infeksi di hati terjadi akibat embolisasi ameba dan dinding usus

besar lewat vena porta, jarang lewat pembuluh getah bening.

Mula-mula terjadi hepatitis ameba yang merupakan stadium dini abses hati

kemudian timbul nekrosis fokal kecil-kecil (mikro abses), yang akan bergabung

menjadi satu, membentuk abses tunggal yang besar. Sesuai dengan aliran darah vena

porta, maka abses hati ameba terutama banyak terdapat di lobus kanan. Abses berisi

nanah kental yang steril, tidak berbau, berwarna kecoklatan (chocolate paste) yang

terdiri atas jaringan sel hati yang rusak bercampur darah. Kadang-kadang dapat

berwarna kuning kehijauan karena bercampur dengan cairan empedu.

Abses pleuropulmonal. Abses ini dapat terjadi akibat ekspansi langsung abses hati.

Kurang lebih 10-20% abses hati ameba dapat mengakibatkan penyulit ini. Abses paru

juga dapat terjadi akibat embolisasi ameba langsung dari dinding usus besar. Dapat
pula terjadi hiliran (fistel) hepatobronkhial sehingga penderita batuk-batuk dengan

sputum berwarna kecoklatan yang rasanya seperti hati.

Abses otak, limpa dan organ lain. Keadaan ini dapat terjadi akibat embolisasi ameba

langsung dari dinding usus besar maupun dari abses hati walaupun sangat jarang

terjadi.

Amebiasis kulit. Terjadi akibat invasi ameba langsung dari dinding usus besar dengan

membentuk hiliran (fistel). Sering terjadi di daerah perianal atau dinding perut. Dapat

pula terjadi di daerah vulvovaginal akibat invasi ameba yang berasal dari anus.

b. Disentri basiler

Beberapa komplikasi ekstra intestinal disentri basiler terjadi pada pasien yang

berada di negara yang masih berkembang dan seringnya kejadian ini dihubungkan

dengan infeksi S.dysentriae tipe 1 dan S.flexneri pada pasien dengan status gizi buruk.

Komplikasi lain akibat infeksi S.dysentriae tipe 1 adalah haemolytic uremic syndrome

(HUS). SHU diduga akibat adanya penyerapan enterotoksin yang diproduksi oleh

Shigella. Biasanya HUS ini timbul pada akhir minggu pertama disentri basiler, yaitu

pada saat disentri basiler mulai membaik. Tanda-tanda HUS dapat berupa oliguria,

penurunan hematokrit (sampai 10% dalam 24 jam) dan secara progresif timbul anuria

dan gagal ginjal atau anemia berat dengan gagal jantung. Dapat pula terjadi reaksi

leukemoid (leukosit lebih dari 50.000/mikro liter), trombositopenia (30.000-

100.000/mikro liter), hiponatremia, hipoglikemia berat bahkan gejala susunan saraf

pusat seperti ensefalopati, perubahan kesadaran dan sikap yang aneh.

Artritis juga dapat terjadi akibat infeksi S.flexneri yang biasanya muncul pada

masa penyembuhan dan mengenai sendi-sendi besar terutama lutut. Hal ini dapat

terjadi pada kasus yang ringan dimana cairan sinovial sendi mengandung leukosit

polimorfonuklear. Penyembuhan dapat sempurna, akan tetapi keluhan artsitis dapat


berlangsung selama berbulan-bulan. Bersamaan dengan artritis dapat pula terjadi iritis

atau iridosiklitis. Sedangkan stenosis terjadi bila ulkus sirkular pada usus

menyembuh, bahkan dapat pula terjadi obstruksi usus, walaupun hal ini jarang terjadi.

Neuritis perifer dapat terjadi setelah serangan S.dysentriae yang toksik namun hal ini

jarang sekali terjadi.

Komplikasi intestinal seperti toksik megakolon, prolaps rectal dan perforasi juga

dapat muncul. Akan tetapi peritonitis karena perforasi jarang terjadi. Kalaupun terjadi

biasanya pada stadium akhir atau setelah serangan berat. Peritonitis dengan perlekatan

yang terbatas mungkin pula terjadi pada beberapa tempat yang mempunyai angka

kematian tinggi. Komplikasi lain yang dapat timbul adalah bisul dan hemoroid. (2)

II.10 Pengobatan

a. Disentri basiler
Prinsip dalam melakukan tindakan pengobatan adalah istirahat,

mencegah atau memperbaiki dehidrasi dan pada kasus yang berat diberikan

antibiotika.
Cairan dan elektrolit
Dehidrasi ringan sampai sedang dapat dikoreksi dengan cairan

rehidrasi oral. Jika frekuensi buang air besar terlalu sering, dehidrasi akan

terjadi dan berat badan penderita turun. Dalam keadaan ini perlu diberikan

cairan melalui infus untuk menggantikan cairan yang hilang. Akan tetapi jika

penderita tidak muntah, cairan dapat diberikan melalui minuman atau

pemberian air kaldu atau oralit. Bila penderita berangsur sembuh, susu tanpa

gula mulai dapat diberikan.


Diet
Diberikan makanan lunak sampai frekuensi berak kurang dari 5

kali/hari, kemudian diberikan makanan ringan biasa bila ada kemajuan.


Pengobatan spesifik
Menurut pedoman WHO, bila telah terdiagnosis shigelosis pasien

diobati dengan antibiotika. Jika setelah 2 hari pengobatan menunjukkan

perbaikan, terapi diteruskan selama 5 hari. Bila tidak ada perbaikan,

antibiotika diganti dengan jenis yang lain.


Resistensi terhadap sulfonamid, streptomisin, kloramfenikol dan

tetrasiklin hampir universal terjadi. Kuman Shigella biasanya resisten terhadap

ampisilin, namun apabila ternyata dalam uji resistensi kuman terhadap

ampisilin masih peka, maka masih dapat digunakan dengan dosis 4 x 500

mg/hari selama 5 hari. Begitu pula dengan trimetoprim-sulfametoksazol, dosis

yang diberikan 2 x 960 mg/hari selama 3-5 hari. Amoksisilin tidak dianjurkan

dalam pengobatan disentri basiler karena tidak efektif.


Pemakaian jangka pendek dengan dosis tunggal fluorokuinolon seperti

siprofloksasin atau makrolide azithromisin ternyata berhasil baik untuk

pengobatan disentri basiler. Dosis siprofloksasin yang dipakai adalah 2 x 500

mg/hari selama 3 hari sedangkan azithromisin diberikan 1 gram dosis tunggal

dan sefiksim 400 mg/hari selama 5 hari. Pemberian siprofloksasin merupakan

kontraindikasi terhadap anak-anak dan wanita hamil.


Di negara-negara berkembang di mana terdapat kuman S.dysentriae

tipe 1 yang multiresisten terhadap obat-obat, diberikan asam nalidiksik dengan

dosis 3 x 1 gram/hari selama 5 hari. Tidak ada antibiotika yang dianjurkan

dalam pengobatan stadium carrier disentri basiler.

b. Disentri amuba
1. Asimtomatik atau carrier : Iodoquinol (diidohydroxiquin) 650 mg tiga kali

perhari selama 20 hari.


2. Amebiasis intestinal ringan atau sedang : tetrasiklin 500 mg empat kali

selama 5 hari.
3. Amebiasis intestinal berat, menggunakan 3 obat : Metronidazol 750 mg

tiga kali sehari selama 5-10 hari, tetrasiklin 500 mg empat kali selama 5

hari, dan emetin 1 mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari.


4. Amebiasis ektraintestinal, menggunakan 3 obat : Metonidazol 750 mg

tiga kali sehari selama 5-10 hari, kloroquin fosfat 1 gram perhari selama 2

hari dilanjutkan 500 mg/hari selama 4 minggu, dan emetin 1

mg/kgBB/hari/IM selama 10 hari. (6)

II.11 Prognosis

Prognosis ditentukan dari berat ringannya penyakit, diagnosis dan pengobatan

dini yang tepat serta kepekaan ameba terhadap obat yang diberikan. Pada umumnya

prognosis amebiasis adalah baik terutama pada kasus tanpa komplikasi. Prognosis

yang kurang baik adalah abses otak ameba.

Pada bentuk yang berat, angka kematian tinggi kecuali bila mendapatkan

pengobatan dini. Tetapi pada bentuk yang sedang, biasanya angka kematian rendah;

bentuk dysentriae biasanya berat dan masa penyembuhan lama meskipun dalam

bentuk yang ringan. Bentuk flexneri mempunyai angka kematian yang rendah. (2)

II.12 Pencegahan

a. Disentri amoeba

Makanan, minuman dan keadaan lingkungan hidup yang memenuhi syarat

kesehatan merupakan sarana pencegahan penyakit yang sangat penting. Air minum

sebaiknya dimasak dahulu karena kista akan binasa bila air dipanaskan 50 0C selama 5

menit.

Penting sekali adanya jamban keluarga, isolasi dan pengobatan carrier. Carrier

dilarang bekerja sebagai juru masak atau segala pekerjaan yang berhubungan dengan

makanan. Sampai saat ini belum ada vaksin khusus untuk pencegahan. Pemberian
kemoprofilaksis bagi wisatawan yang akan mengunjungi daerah endemis tidak

dianjurkan. (2)

b. Disentri basiler

Belum ada rekomendasi pemakaian vaksin untuk Shigella. Penularan disentri

basiler dapat dicegah dan dikurangi dengan kondisi lingkungan dan diri yang bersih

seperti membersihkan tangan dengan sabun, suplai air yang tidak terkontaminasi,

penggunaan jamban yang bersih. (2)


BAB III

KESIMPULAN

1. Disentri merupaka peradangan pada usus besar yang ditandai dengan sakit perut

dan buang air besar encer yang bercampur lendir dan darah.
2. Etiologi dari disentri ada 2, yaitu disenstri basiler yang disebabkan oleh

Shigella,sp. Dan disentri amuba yang disebabkan oleh Entamoeba hystolitica.


3. Manifestasi klinis disentri basiler berupa diare berlendir, alkalis, tinja kecil-kecil

dan banyak, darah dan tenesmus serta bila tinja berbentuk dilapisi lendir.
4. Manifestasi klinis disentri amuba berupa tinja biasanya besar, asam, berdarah dan

tenesmus jarang.
5. Diagnosis dari disentri dapat ditegakkan melalui anamnesa, pemeriksaan fisik dan

pemeriksaan lanjutan.

Anda mungkin juga menyukai