Anak
Anak
Bagi seorang anak, gereja dapat merupakan suatu tempat yang menarik sekaligus misterius.
Gereja senantiasa dikaitkan dengan Allah. Dari ungkapan seperti "rumah Tuhan," anak
menyimpulkan bahwa gereja merupakan tempat kediaman Allah secara fisik. Namun, tatkala
ia juga diberitahu bahwa Allah berada di surga, ia menjadi bingung. Meskipun
kesalahpahaman semacam ini biasanya dapat dijelaskan sebatas si anak merasa puas,
pemahaman anak-anak tentang gereja, khususnya di bawah usia enam tahun, masih sangat
terbatas.
Proses berpikir anak tentang pengertian gereja adalah sama dengan proses berpikirnya
tentang masalah-masalah lain. Sudut pandang anak sering didominasi oleh kesan dari faktor-
faktor yang seringkali tidak relevan. Anak-anak kecil sering mengungkapkan keunikan gereja
dipandang dari ciri-ciri fisik, seperti menara yang menjulang tinggi, jendela-jendela dengan
warna-warni, deretan bangku atau pintu-pintu yang besar.
Jennie yang berusia empat tahun memprotes bahwa dengan mengikuti kebaktian padang (di
luar gedung gereja) "Saya tidak sungguh-sungguh pergi ke gereja, karena saya tidak memakai
sepatu putih yang biasa saya pakai ke gereja."
Anak kecil cenderung memusatkan perhatian pada beberapa faktor yang tidak penting. Dan ia
yakin bahwa seperti itulah gereja.
Anak kecil memiliki wawasan yang amat sempit mengenai tujuan pergi ke gereja. Tindakan-
tindakan spesifik seperti mendengarkan cerita, menyanyikan lagu-lagu, membawa Alkitab,
menggambar, dan makan kue- kue merupakan beberapa ungkapan yang menyatakan tujuan
pergi ke gereja.
Bahkan anak yang dapat memberi jawaban yang benar sekalipun, seperti "Untuk belajar
tentang Allah"; "Untuk menyembah Allah"; atau "Untuk mempelajari Alkitab" biasanya tidak
memiliki konsep yang memadai tentang apa sebenarnya makna kata-kata itu. Jika ditanya
lebih jauh, akan tampak bahwa jawaban-jawaban itu seringkali hanyalah hafalan atau
pengulangan pernyataan-pernyataan yang mereka dengar dari orang dewasa. Bahkan para
murid Sekolah Dasar belum begitu jelas apa tujuan ke gereja, meski orangtua dan guru
berusaha keras untuk menjelaskannya.
Di balik jawaban yang diutarakannya, anak masih memiliki pandangan yang kabur bahwa
pergi gereja merupakan semacam transaksi dagang dengan Allah, yakni memenuhi kewajiban
pada Allah agar ia diberkati. Atau, dari sisi negatif, menghadiri gereja dimaksudkan supaya
Allah tidak marah. Pada umumnya hal ini disebabkan karena bagi mereka pergi ke gereja
bukanlah sesuatu yang penting.
Meskipun anak mungkin memiliki perasaan positif atau negatif tentang apa yang dialaminya
di gereja, menghadiri atau tidak menghadiri kebaktian bukanlah keputusan yang benar-benar
diambilnya. Orang- orang dewasa dalam kehidupannyalah yang biasanya memutuskan agar ia
pergi ke gereja. Mereka memberitahu kapan harus berangkat. Kemudian orangtua mengantar
dan menjemputnya kembali. Si anak bisa senang, bisa juga tidak senang dengan keputusan
itu; tetapi tujuan ke gereja bukanlah masalah yang harus dipecahkan anak itu. Dalam berbagai
situasi yang memberi kesempatan bagi anak untuk mengambil keputusan, alasan untuk ke
gereja lebih berkaitan dengan keinginan untuk bersama dengan teman-teman, menyukai
gurunya atau demi kesenangan, daripada memahami makna rohani yang sebenarnya.
Pengertian yang kabur tentang alasan ke gereja ini juga tampak dalam kesadaran identitas
agama si anak. Meskipun banyak anak usia lima sampai tujuh tahun yang dapat menyatakan
bahwa mereka anggota gereja Baptis, Katolik atau Nazarene, nama-nama denominasi gereja
itu tidak benar-benar mereka pahami. Mereka sering bingung antara pengertian denominasi
dengan perbedaan-perbedaan etnis (misalnya, "Saya bukanlah seorang Baptis. Saya orang
Amerika!") Pada tahun-tahun awal di Sekolah Dasar, anak-anak biasanya mulai mengerti,
paling tidak ciri-ciri utama yang membedakan denominasi mereka dari kelompok lain.