AYUTI BULAAN
AYUTI BULAAN
1602511132
Terima kasih penulis panjatkan pada Tuhan Yang Maha Esa sehingga
karya yang berjudul Hubungan Antara Peningkatan Nafsu Makan Sebagai Salah
Satu Gejala Pre-Menstruasi Syndrom Dengan Kenaikan Berat Badan Mahasiswi
Fakultas Kedokteran Universitas Udayana dapat selesai tepat pada waktunya.
Tulisan ini dibuat untuk memenuhi tugas dalam blok “Elective Study” pada
semester II. Selain itu, pembuatan karya ini juga bertujuan menambah
pengalaman dan pengetahuan penulis mengenai hubungan antara gejala PMS
dengan kenaikan berat badan. Untuk itu, pada kesempatan kali ini, penulis juga
tidak lupa untuk mengucapkan terima kasih atas bantuan serta dukungan yang
telah diberikan, yaitu kepada:
1. dr. Putu AyuAsri Damayanti, M.Kes selaku ketua blok.
2. Prof. dr. I Dewa Putu Sutjana, M.Erg, PFK, Sp.Erg, AIFO selaku dosen
pembimbing 1.
3. dr. I Made Krisna Dinata, M.Erg selaku dosen pembimbing 2.
4. dr. I Dewa Ayu Inten Dwi Primayanti, M.Biomed. selaku dosen penguji.
5. Pihak-pihak lain yang telah memberikan bantuan maupun dukungan secara
moriil dan materiil.
Penulis menyadari bahwa tulisan ini jauh dari sempurna. Oleh karenaitu,
penulis mengharapkan adanya kritik dan saran yang sifatnya membangun guna
membenahi karya berikutnya. Akhir kata, penulis mengharapkan semoga tulisan
ini dapat berguna bagi pembaca dan dapat dipergunakan sebaik-baiknya oleh
pembaca.
Penulis
ii
DAFTAR ISI
Halaman
KATA PENGANTAR...................................................................................... ii
DAFTAR TABEL.......................................................................................... iv
DAFTAR GAMBAR......................................................................................... v
BAB I PENDAHULUAN................................................................................. 1
2.1 Menstruasi............................................................................................ 6
2.1.1 Siklus Mens................................................................................ 6
2.1.2 Premenstruasi Sindrom (PMS) .................................................. 8
2.1.3 Gejalah PMS............................................................................. 9
2.2 Mekanisme PMS dalam Peningkatan Nafsu Makan............................ 9
2.3 Peningkatan Nafsu Makan Memicu Kenaikan Berat Badan............... 12
2.3.1 Kenaikan Berat Badan.............................................................. 13
2.3.2 Dampak Kelebihan Berat Badan.............................................. 15
3.1 Kesimpulan.......................................................................................... 17
DAFTAR PUSTAKA....................................................................................... 19
iii
DAFTAR TABEL
Tabel 2.2 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Pada Orang Dewasa
Berdasarkan IMT dan Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia
Pasifik.....................................................................................................................14
iv
DAFTAR GAMBAR
Gambar 2.1 Fase folikular, fase luteal, dan menstruasi pada setiap siklus bulanan
perempuan...........................................................................................................(08)
Gambar 2.2 Sintesis hormone-hormon utama perempuan.................................(11)
Gambar 2.3 Grafik indeks massa tubuh CDC 2000...........................................(13)
v
BAB I
PENDAHULUAN
Dewasa ini banyak orang mengeluh akibat kenaikan berat badan yang
perempuan baik yang masih remaja maupun yang sudah dewasa dan tentu saja
berkuliah di Fakultas Kedokteran pada saat pre-klinik tentu saja memiliki jadwal
kuliah yang sangat padat dengan tuntutan kompetensi yang sangat tinggi. Oleh
kemungkinan peningkatan berat badan apalagi jika mahasiswi tidak menjaga pola
makan yang baik. Peningkatan berat badan yang secara terus menerus dan tidak
terkontrol dapat menjadi masalah besar yang bisa mengakibatkan kegemukan atau
masalah medis tapi juga masalah filosofis, ekologis, ekonomi, sosiokultural, dan
psikologis sebagai konsekuensi yang besar dari definisi nilai modern masyarakat
untuk 'menerima lebih banyak dan lebih banyak' (Maurer,2016). Dapat di artikan
bahwa masyarakat saat ini memiliki tingkat kepuasan yang tidak terbatas dengan
1
2
asupan makanan lebih dan lebih lagi sehingga mengakibatkan obesitas. Dalam
Prevalensi obesitas didunia telah meningkat hampir dua kali lipat antara
tahun 1980 dan 2008. Menurut data World Health Organization (WHO) , pada
tahun 2014 terdapat lebih dari 1,9 milyar orang dewasa diatas 18 tahun
mengalami kelebihan berat badan dan lebih dari 600 juta orang mengalami
obesitas. Pada tahun yang sama di dapatkan data sekitar 39% laki-laki and 40%
kg/m2) and 11% dari laki-laki dan 15% dari perempuan mengalami obesitas
(BMI ≥30 kg/m2). Pada penelitian yang dilakukan di SMA Kristen Tumou Tou
kota Bitung di dapatkan juga prevalensi obesitas pada remaja adalah sebesar
12,40% yang terdiri dari 2,91% remaja laki-laki dan 9,5% remaja perempuan
(Tuerah dan manampiring, 2014). Pada penelitian nugroho dan rekannya pada
tahun 2016 juga menyebutkan bahwa Angka kelebihan berat badan di Indonesia
pada perempuan lebih tinggi dibanding laki-laki yaitu 26,9% pada perempuan dan
yang lebih tinggi terhadap kenaikan berat badan dibanding laki-laki. Salah satu
penyebab kenaikan berat badan yang tidak terhindarkan yaitu peningkatan nafsu
kenaikan berat badan yang lebih tinggi pada wanita para peneliti mengungkapkan
bahwa peningkatan nafsu makan pada wanita merupakan salah satu gejala dari
menstruasi wanita, ditandai dengan gejala fisik, emosional, dan perilaku yang
terjadi beberapa hari sampai kurang lebih satu minggu sebelum menstruasi dan
Prevalensi kejadian PMS cukup tinggi yaitu hampir 75% wanita usia subur
Swedia sekitar 61-85%, Maroko 51,2%, Australia 85%, Taiwan 73%, dan Jepang
hubungan yang erat dengan kenaikan berat badan dikarenakan pada penelitian
adanya perubahan estrogen dan progesteron dalam tubuh (Klump et al, 2008;
Edler et al, 2007). Pada sampel wanita terbesar yang diteliti hingga saat ini,
Klump dan rekan pada tahun 2013 menemukan interaksi yang signifikan antara
estrogen dan progesteron, di mana emotional eating paling tinggi terjadi bila
fase midluteal dan estrogen juga menunjukkan puncak sekunder (Klump et al,
2013).
Semua wanita yang telah memasuki masa aktif reproduksi normalnya akan
mengalami silkus bulanan yang disebut dengan menstruasi. Oleh karena itu
lainnya.
Bagaimana hubungan antara peningkatan nafsu makan sebagai salah satu gejala
Hasil penelitian dapat menambah ilmu pengetahuan khususnya dalam bidang faal
wanita yang telah aktif reproduksi tentang gejala PMS dan hubungannya dengan
PMS dengan kebiasaan makan yang dapat meningkatkan berat badan pada seluruh
2.1. Menstruasi
Menstruasi merupakan hasil perpaduan yang sangat rapi dan baku dari
luteinizing-hormone (LH). Pada awal masa pubertas, kadar hormon FSH ( follicle-
reproduksi wanita. Menurut Hutami, A.P. 2010, siklus menstruasi adalah proses
dengan perdarahan dan terjadi secara berulang setiap bulan kecuali pada saat
kehamilan. Menstruasi yang berulang setiap bulan tersebut pada akhirnya akan
6
7
berkisarantara 21-35 hari dan hanya 10-15% yang memiliki siklus peremenstruasi
28 hari dengan lama menstruasi 3-5 hari, ada yang 7-8 hari (Setiawati, 2015).
Umumnya siklus menstruasi mencakup tiga fase yaitu fase folikular, fase
luteal, dan fase menstruasi. Fase folikular terjadi setelah pelepasan endometrium,
ovarium dan akan di hasilkan satu folikel yang matang yang disebut folikel de
graaf . Dalam folikel de graaf, oosit primer akan dimatangkan dan kemudian
bersifat basa. Lendir itu akan menetralkan sifat asam dalam serviks sehingga
sperma mampu hidup di dalamnya. Fase luteal di tandai dengan pelepasan oosit
yang berperan dalam ovulasi. Fase ini biasanya terjadi pada hari ke-14 dihitung
sejak hari pertama menstruasi. Pada fase ini kemungkinan terjadinya kehamilan
sangat tinggi (Hapsari, 2010). Setelah ovulasi terjadi, progesteron dan estrogen
bersama-sama disekresi dalam jumlah yang besar oleh korpus luteum. Kelenjar
sel epitel kelenjar. Selain itu, sitoplasma sel-sel stroma meningkat, simpanan lipid
dan glikogen sangat meningkat dalam sel stroma, dan suplai darah kedalam
berbagai perubahan yang terjadi pada endometrium ini yaitu untuk menghasilkan
nutrien untuk menyiapkan kondisi yang cocok untuk implantasi ovum jika terjadi
pembuahan. Setelah fase luteal berakhir dan tidak terjadi pembuahan maka akan
terjadi pelepasan endometrium yang ditandai dengan keluarnya darah atau yang di
sebut fase menstruasi (Guyton dan hall, 2016). Perhatikan gambar 2.1.
Gambar 2.1 Fase folikular, fase luteal, dan menstruasi pada setiap siklus bulanan
perempuan
PMS merupakan sindrom yang terjadi secara khas pada periode antara
kelainan psikologik dan somatik dengan penyebab yang tidak diketahui. Penyebab
pada sistem saraf pusat seperti serotonin, karena pada wanita yang mengalami
seksual, dan kontrol suhu) dan juga berdampak pada suasana hati/mood.
1) Tipe A (Anxiety)
perubahan mood.
2) Tipe C (Craving)
3) Tipe D (Depression)
dan bingung.
4) Tipe H (Hydration)
5) Tipe O (Other)
Klump et al, 2013; Edler, 2007; Davidsen et al. 2007). Hormon memiliki peran
10
termasuk sangat kompleks dalam mengatur siklus menstruasi seperti yang telah
dengan fase siklus menstruasi pada perempuan, sebelumnya telah diamati bahwa
asupan energi menurun selama fase folikel dan ovulasi akhir siklus menstruasi
yang ditandai dengan tingkat estradiol yang lebih tinggi, namun peningkatan
asupan nutrisi cenderung meningkat selama fase luteal, fase dimana kadar plasma
yang menjukkan bahwa kadar estradiol yang rendah dan kadar progresteron yang
tinggi berperan dalam peningkatan asupan makan yang berlebih dan emotional
eating, namun studi baru-baru ini menunjukkan bahwa interaksi antara estradiol
dan progesteron saat keduanya mengalami peningkatan pada fase midluteal juga
berperan dalam peningkatan asupan makan yang berlebih (Klump et al, 2013).
Beberapa penelitian mencatat bahwa wanita yang melaporkan gejala PMS yang
berat mengkonsumsi kalori lebih banyak dari biasanya dan memiliki peningkatan
nafsu makan berlebihan dan hasrat yang lebih sering untuk makanan berlemak
dapat dikaitkan dengan pelepasan ovum pasca ovulasi. Berbagai perubahan terjadi
kondisi yang cocok untuk implantasi ovum jika terjadi pembuahan. Perubahan
11
yang terjadi seperti sitoplasma sel-sel stroma akan meningkat, simpanan lipid dan
glikogen sangat meningkat dalam sel stroma, dan suplai darah kedalam
dengan pembuluh darah yang semakin berkelok-kelok (Guyton dan Hall, 2016).
Berbagi perubahan tersebut tentu saja akan mendapatkan respon dari tubuh
sebagai bahan baku pembuatan hormon golongan steroid, termasuk estrogen dan
luteal mengakibatkan jumlah bahan baku kolestrol yang diperlukan juga akan
12
hormon yang disekresikan oleh sel-sel lemak. Jika jaringan lemak berkurang
maka produksi leptin sebagai hormon yang menstimulus pusat kenyang di nuklei
untuk makan tidak terkontrol akan terjadi. Penurunan kadar leptin juga
yang akan menghambat pusat kenyang sehingga muncul perasaan lapar atau
keinginan untuk makan (Guyton dan Hall, 2016). Hal ini di pertegas pada studi
pada fase luteal akhir yang berhubungan dengan makan berlebih (Ko et al., 2015).
2.3 Peningkatan nafsu makan memicu kenaikan berat badan dan obesitas
akhirnya membentuk suatu karakter. Sama halnya dengan kebiasaan makan, pola
makan terbentuk dari kebiasaan makan yang setiap hari rutin dijalankan. Namun,
banyak hal yang dapat merusak pola makan sehingga tidak berjalan dengan teratur
dan menghasilkan pola makan yang tidak menentu bahkan kebiasaan makan
menjadi tidak terpola. Salah satu hal yang dapat mengganggu perilaku makan
yiatu PMS (Chung et al, 2010). Seperti yang telah di bahas sebelumnya bahwa
salah satu gejala PMS yaitu adanya peningkatan nafsu makan. Jika gejala PMS
al, 2013), maka kebiasaan makan berlebih pada perempuan yang mengalami PMS
13
Kenaikan berat badan merupakan salah satu hal yang normal terjadi dalam
badan yang terjadi secara terus menerus dan tidak terkontrol dapat mengarah pada
kelebihan berat badan (Overweight) dan obesitas yang tentu saja berdampak
buruk bagi kesehatan jasmani. Menurut WHO 2014, overweight dan obesitas di
menggunakan indeks massa tubuh (IMT)/ Body Mass Index (BMI), yaitu
perbandingan berat badan (dalam kilogram) dengan kuadrat tinggi badan (dalam
meter). Pada usia 0-20 tahun, indeks massa tubuh ditentukan dengan memplot
Tabel 2.1 Keterangan garfik indeks massa tubuh CDC 2000. Digunakan untuk
menggolongkan massa tubuh berdasarkan persentil yang dihasilakan dari
perhitungan.
Terminology Percentile
(CDC, 2000)
Gambar 2.3 Grafik indeks massa tubuh CDC 2000. Digunakan sebagai parameter dalam
menghitung massa tubuh dari rentang umur 0-20 tahun. (CDC, 2000)
Sedangkan pada usia lebih dari 20 tahun, menurut kriteria WHO untuk kawasan
Tabel 2.2 Klasifikasi Berat Badan Lebih dan Obesitas Pada Orang Dewasa
Berdasarkan IMT dan Lingkar Perut Menurut Kriteria Asia Pasifik
Klasifikasi IMT (kg/m2)
Normal 18,5-22,9
Obesitas I 25,0-29,9
(Sidhartawan, 2006)
makan, pola hidup, aktivitas fisik, faktor lingkungan, genetik, faktor kesehatan,
15
secara tidak terkontrol sehingga menyebabkan kelebihan berat badan atau obesitas
dapat memberikan dampak dalam berbagai aspek seperti dalam aspek kesehatan
Sindrom metabolik , kanker dan masih banyak lagi. (Bischoff et al, 2016).
eksekutif. Penelitian yang dilakukan dikelompok umur 4-18 dan 19-45 tahun
Temuan yang paling konsisten adalah hasil buruk dalam tes fungsi eksekutif
(Richard, 2015).
16
memalukan dan tidak jarang menjadi bahan celaan dari lingkungan sosial
3.1 Simpulan
Menstruasi merupakan hasil perpaduan yang sangat rapi dan baku dari
siklus yang merupakan salah satu tanda kematangan organ reproduksi wanita.
Umumnya siklus menstruasi mencakup tiga fase yaitu fase folikular, fase luteal,
dan fase menstruasi. Pre Menstruasi Syndrom (PMS) merupakan sindrom yang
terjadi secara khas pada periode antara ovulasi dan awal menstruasi. Gejala PMS
di klasifiikasikan menjadi lima tipe yaitu Tipe A (Anxiety), tipe C (Craving), tipe
akan meningkat sehingga dapat mengurangi persentase lemak tubuh. Jika jaringan
lemak berkurang maka leptin sebagai hormon yang menstimulus pusat kenyang di
perasaan lapar atau keinginan untuk makan. Selain pengaruh hormon, berbagai
perubahan yang terjadi dalam ovarium pasca ovulasi dengan tujuan untuk
17
18
besar cadangan nutrien untuk menyiapkan kondisi yang cocok untuk implantasi
ovum jika terjadi pembuahan turut serta mengambil peran dalam peningkatan
nafsu makan.
Peningkatan nafsu makan yang terjadi selama kurang lebih tujuh hari PMS
yang berlebih yang kemudian berimplikasi pada kenaikan berat badan dan
tubuh (IMT)/ Body Mass Index (BMI). Kelebihan berat badan memberikan
dampak yang buruk dalam berbagai aspek tidak hanya pada kesehatan jasmani
3.2 Saran
Pada penelitian ini, peneliti memiliki beberapa saran kepada peneliti lain dan
yang jelas dan molekuler tentang hubungan antara peningkatan nafsu makan
2. Kepada masyarakat khususnya para wanita yang telah aktif secara reproduktif
agar lebih berhati-hati dan mengontrol kebiasaan makan yang berlebih saat
DAFTAR PUSTAKA
Bischoff, S.C., Boirie, Y., Cederholm, T., Chourdakis, M., Cuerda, C., Delzenne,
N.M., Deutz, N.E., Fouque, D., Genton, L., Gil, C. and Koletzko, B., 2016.
Towards a multidisciplinary approach to understand and manage obesity
and related diseases. Clinical Nutrition.
Cheikh Ismail, L.I., Al-Hourani, H., Lightowler, H.J., Aldhaheri, A.S., & Henry,
C.J. ( 2009). Energy and nutrient intakes during different phases of the
menstrual cycle in females in the United Arab Emirates. Annals of
Nutrition and Metabolism, 54, 124-128.
Chung, S.C., Bond, E.F. and Jarrett, M.E., 2010. Food intake changes across the
menstrual cycle in Taiwanese women. Biological research for nursing,
12(1), pp.37-46.
Dorland, W.A.N. 2002. Kamus Kedokteran Dorland. 29th ed. Jakarta : Penerbit
Buku Kedokteran EGC, hal: 1051, 2147.
Edler C, Lipson SF, Keel PK. (2007).Ovarian hormones and binge eating in
bulimia nervosa. Psychol Med 37:131–141.
Guyton A.C., Hall J.E. 2016. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. 12st ed. Jakarta :
Penerbit Buku Kedokteran EGC, hal :945-61.
Isbayuputra Marsen, 2009. Prevalensi Obesitas pada Anak TK dan Faktor yang
Memengaruhinya, FK UI, Jakarta
Kammoun, I., Saâda, W.B., Sifaou, A., Haouat, E., Kandara, H., Salem, L.B. and
Slama, C.B., 2017, February. Change in women's eating habits during the
menstrual cycle. In Annales d'endocrinologie (Vol. 78, No. 1, pp. 33-37).
Elsevier Masson.
Klump KL, Culbert KM, Edler C, Keel PK. (2008). Ovarian hormones and binge
eating: Exploring associations in community samples. Psychol Med
38:1749–1757.
Klump, K.L., Keel, P.K., Burt, S.A., Racine, S.E., Neale, M.C., Sisk, C.L. and
Boker, S., 2013. Ovarian hormones and emotional eating associations
across the menstrual cycle: an examination of the potential moderating
effects of body mass index and dietary restraint. International Journal of
Eating Disorders, 46(3), pp.256-263
KO CH, YEN CF, LONG CY, KUO YT, CHEN CS, YEN JY. (2015).The late-
luteal leptin level, caloric intake and eating behaviors among women with
premenstrual dysphoric disorder. Psychoneuroendocrinology 56: 52-61
Li ET, Tsang LB, Lui SS. (1999).Menstrual cycle and voluntary food intake in
young Chinese women. Appetite, 33:109–18.
Martini MC, Lampe JW, Slavin JL, Kurzer MS.(1994). Effect of the menstrual
cycle on energy and nutrient intake. Am J Clin Nutr, 60:895–9.
Mather AA, Cox BJ, Enns MW, Sareen J. (2009). Associations of obesity with
psychiatric disorders and suicidal behaviors in a nationally representative
sample. J Psychosom Res, 66:277-85
Nugroho, K., Mulyadi dan Masi, G.N. M. ( 2016). Hubungan aktivitas fisik dan
pola makan dengan perubahan indeks massa tubuh pada mahasiswa
Semester 2 programstudi ilmu keperawatan Fakultas kedokteran. e-journal
Keperawatan(e-Kp) Volume 4 Nomor 2
Putri, Rosa Pratita Dwi Pratiwi, and Ani Margawati. (2013). Hubungan antara
Derajat Sindrom Pramenstruasi dan Aktivitas Fisik dengan Perilaku
Makan pada Remaja Putri. Diss. Diponegoro University
Setiawati, S.E., 2015. Pengaruh Stres terhadap Siklus Menstruasi pada Remaja.
Majority, 4(01).
Sherwood L. (2013). Fisiologi Manusia dari Sel ke Sistem. Edisi 8. Jakarta: EGC,
Hal 795-09
Stolberg M., Greene R., Dalton K. 2003. Tackling premenstrual syndrome. MeRec
Buletin. 13 : 9-12
Wahyuningsih, Ayu Dwi. (2016). "Hubungan Status Gizi Dengan Pre Menstruasi
Syndrome (Pms) Pada Remaja Putri Di Sma Negeri 7 Kota Malang."
Kendedes Midwifery Journal 2.1 .