Anda di halaman 1dari 8

INTERVENSI IRIGASI MATA

A. Definisi
Irigasi mata adalah suatu cara untuk membersihkan dan atau mengeluarkan benda asing
dari mata. Irigasi mata diberikan untuk mengaluarkan sekret atau kotoran dan benda asing dan zat
kimia dari mata. Larutan garam fisiologis atau RL biasa dipergunakan karena merupakan larutan
isotonik yang tidak merubah komposisi elektrolit yang diperlukan mata. Bila hanya memerlukan
sedikit cairan, kapas steril dapat dipergunakan untuk meneteskan cairan kedalam mata.
B. Indikasi
Irigasi okuler diindikasikan untuk menangani berbagai inflamasi konjungtiva,
mempersiapkan pasien untuk pembedahan mata, dan untuk mengangkat sekresi inflamasi. Juga
dipergunakan untuk efak antiseptiknya. Irigan yang dipakai bergantung pada kondisi pasien.
 Indikasinya yaitu:
1. Cidera kimiawi pada mata
2. Benda asing dalam mata
3. Implamasi mata
 Kontraindikasi
1. Luka karna tusukan pada mata
C. Prinsip Kerja
1. Pesiapan Pasien
 beri tahu informasi tentang rencana tindakan dengan komunoikasi teurapetik
 atur posisi pasien sesuai kebutuhan dengan memperhatikan kenyamanan dan privacy
klien.
2. Alat irigasi terdiri atas:
 botol irigasi berisi larutan oftalmik steril (Blinx, Dacrios)
 mangkuk lengkung kecil
 sarung tangan
 kapas untuk menyerap cairan dan eksresi
 dispenser plastik dengan penutup dan label untuk tempat larutan
3. Prosedur kerja:
I. Tahap Pra Interaksi
a. Melakukan verifikasi data sebelumnya bila ada
b. Mencuci tangan
c. Meletakan alat – alat di dekat pasien dengan benar
II. Tahap Orientasi
a. Memberikan salam sebagai pendekatan terapeutik
b. Menjelaskan tujuan dan prosedur tindakanpada keluarga / klien
c. Menanyakan kesiapan pasien sebelum kegiatan dilakukan
III. Tahap Kerja
a. menjaga privacy
b. posisikan pasien telentang (supinasi) atau duduk dengan kepala dicondongkan ke
belakang dan sedikit miring ke samping
c. bila pasien diduduk, mangkuk dapat dipegang oleh pasien. Bila pasien berbaring,
letakkan mangkuk di dekat pasien sehingga dapat menampung cairan dan sekret.
d. Perawat berdiri di depan pasien.
e. Bersihkan kelopak mata dengan teliti untuk mengangkat debu, sekresi, dan
keropeng (memegang kelopak dengan ibu jari dan satu jari tangan).
f. Bilas mata dengan lembut, mengarahkan cairan menjauhi hidung dan kornea.
g. Keringkan pipi dan mata dengan kapas.
IV. Tahap Terminasi
a. Melakukan evaluasi tindakan
b. Melakukan kontrak untuk kegiatan selanjutnya
c. Berpamitan dengan klien
d. Membereskan alat – alat dan mencuci tangan
e. Mencatat kegiatan dalam lembar catatan keperawatan
D. Komplikasi
a. Kemungkinan terjadi cidera perforasi pada mata bila irigasi dilakukan dengan tidak hati-hati
b. Kontaminasi silang pada mata yang sehat bila terdapat infeksi konjungtiva
IRIGASI TELINGAPADA PASIEN DENGAN IMPAKSI SERUMEN
A. Konsep Dasar Penyakit
a. Pengertian
Impaksi serumen adalah gangguan pendengaran yang timbul akibat penumpukan
serumen di liang telinga dan menyebabkan rasa tertekan yang mengganggu
b. Etiologi
Adapun faktor penyebab dari impaksi serumen, antara lain:
− Dermatitis kronik pada telinga luar
− Liang telinga sempit
− Produksi serumen terlalu banyak dan kental
− Terdorongnya serumen ke lubang lebih dalam (karena kebiasaan mengorek telinga).
c. Gejala Klinis

Gejala klinis yang umumnya dirasakan oleh penderita penyakit impaksi serumen, antara
lain :
 Pendengaran berkurang.
 Nyeri di telinga karena serumen yang mengeras merasakan lingkungan di sekitarnya
berputar (vertigo)
 Telinga berdengung (tinutitis)
d. Pemeriksaan Fisik

Pemeriksaan Telinga .Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi lang-sung
sementara membran timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi
tak langsung dengan menggunakan otoskop pneumatic Pengkajian Fisik.
Inspeksi telinga luar merupakan prosedur yang paling sederhana tapi sering terlewat.
Aurikulus dan jaringan sekitarnya diinspeksi adanyadeformitas, lesi, cairan begitu pula
ukuran, simetris dan sudut penempelan ke kepala.

Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa nyeri,
harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi di daerah mastoid
dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-kula posterior. Terkadang,
kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan) terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada
atau di belakang aurikulus biasanya menunjuk¬kan adanya dermatitis sebore dan dapat
terdapat pula di kulit kepala dan struktur wajah. Untuk memeriksa kanalis auditorius
eksternus dan membrana timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksa.
E. Pemeriksaan Penunjang
1. Ketajaman Auditorius.
Perkiraan umum pendengaran pasien dapat disaring secara efektif dengan mengkaji
kemampuan pasien mendengarkan bisikan kata atau detakan jam tangan. Bisikan lembut
dilakukan oleh pemeriksa, yang sebelumnya telah§ melakukan ekshalasi penuh. Masing-
masing telinga diperiksa bergantian. Agar telinga yang satunya tak mendengar,
Penggunaan uji Weber dan Rinne
memungkinkan kita membedakan kehilangan akibat konduktif dengan kehi-langan
sensorineura
2. Uji Weber
Memanfaatkan konduksi tulang untuk menguji adanya lateralisasi suara. Sebuah garpu
tala dipegang erat pada gagangnya dan pukulkan pada lutut atau pergelangan tangan
pemeriksa. Kemudian diletakkan pada dahi atau gigi pasien. Pasien ditanya apakah suara
terdengar di tengah kepala, di telinga kanan atau telinga kiri. Individu dengan pendengaran
normal akan mende¬ngar suara seimbang pada kedua telinga atau menjelaskan bahwa suara
terpusat di tengah kepala. Bila ada kehilang¬an pendengaran konduktif (otosklerosis, otitis
media), suara akan lebih jelas terdengar pada sisi yang sakit. Ini disebabkan karena obstruksi
akan menghambat ruang suara, sehingga akan terjadi peningkatan konduksi tulang. Bila
terjadi kehilangan sensorineural, suara akan meng-alami lateralisasi ke telinga yang
pendengarannya lebih baik. Uji Weber berguna untuk kasus kehilangan pende¬ngaran
unilateral.

3. Uji Rinne

Gagang garpu tala yang bergetar ditempatkan di belakang aurikula pada tulang mastoid
(kon¬duksi tulang) sampai pasien tak mampu lagi mendengar suara. Kemudian garpu tala
dipindahkan pada jarak 1 inci dari meatus kanalis auditorius eksternus (konduksi uda-ra).
Pada keadaan normal pasien dapat terus mendengar¬kan suara, menunjukkan bahwa
konduksi udara berlang-sung lebih lama dari konduksi tulang. Pada kehilangan pendengaran
konduktif, konduksi tulang akan melebihi konduksi udara begitu konduksi tulang melalui
tulang temporal telah menghilang, pasien sudah tak mampu lagi mendengar garpu tala
melalui mekanisme konduktif yang biasa. Sebaliknya kehilangan pendengaran sensorineural
memungkinkan suara yang dihantarkan melalui udara lebih baik dari tulang, meskipun
keduanya merupakan konduktor, yang buruk dan segala suara diterima seperti sangat jauh
dan lemah.
F. Prosedur Diagnostik Auditorius dan Vestibuler

Dalam mendeteksi kehilangan pendengaran, audiome¬ter adalah satu-satunya instrumen


diagnostik yang paling penting. Uji audiometri ada dua macam:

1. audiometri nada-murni, di mana stimulus suara terdiri atas nada murni atau musik (semakin
keras nada sebelum pasien bisa mendengar berarti semakin besar kehilangan
pende¬ngarannya), dan
2. audiometri wicara di mana kata yang diucapkan digunakan untuk menentukan kemampuan
mendengar dan membedakan suara. Ahli audiologi melakukan uji dan pasien mengenakan
earphone dan sinyal mengenai nada yang didengarkan. Ketika nada dipakai secara
langsung pada meatus kanalis auditorius eksiernus, kita mengukur konduksi udara. Bila
stimulus diberikan pada tulang mastoid, melintas mekanisme konduksi (osikulus), langsung
menguji konduksi saraf. Agar hasilnya akurat, evaluasi audiometri dilakukan di ruangan
yang kedap suara. Respons yang dihasil-kan diplot pada grafik yang dinamakan audiogram.

G. Penatalaksanaan

Kotoran telinga (serumen) bisa menyumbat saluran telinga dan menyebabkan gatal-gatal,
nyeri serta tuli yang bersifat sementara dan dokter akan membuang serumen tersebut dengan cara
menyemburnya secara perlahan dengan menggunakan air hangat (irigasi). Tetapi jika dari telinga
keluar nanah, terjadi perforasi gendang telinga atau terdapat infeksi telinga yang berulang, maka
irigasi tidak dapat dilakukan karena air bisa masuk ke telinga tengah dan kemungkinan akan
memperburuk infeksi. Pada keadaan ini, serumen dibuang dengan menggunakan alat yang tumpul
atau dengan alat penghisap. Biasanya tidak digunakan pelarut serumen karena bisa menimbulkan
iritasi atau reaksi alergi pada kulit saluran telinga dan tidak mampu melarutkan serumen secara
adekuat.

Adapun cara-cara untuk mengeluarkan serumen yang menumpuk di liang telinga, antara
lain:
1. Serumen yang lembek dibersihkan dengan kapas yang dililitkan pada aplikator (pelilit).
2. Serumen yang keras dikeluarkan dengan pengait atau kuret.
3. Serumen yang sangat keras (membatu), dilembekkan terlebih dahulu dengan karbogliserin
10%, 3 x 5 tetes sehari, selama 3 – 5 hari, setelah itu dikeluarkan dengan pengait atau kuret
dan bila perlu dilakukan irigasi telinga dengan air yang suhunya sesuai dengan suhu tubuh.
4. Serumen yang terlalu dalam dan mendekati membran timpani dikeluarkan dengan cara
mengirigasi liang telinga dengan menggunakan air hangat bersuhu 37 oC agar tidak
menimbulkan vertigo karena terangsangnya vestibuler.

Konsep Dasar Asuhan Keperawatan

A. Pengkajian

1. Biodata pasien dan penanggung jawab

2. Riwayat kesehatan

− Keluhan utama saat MRS


Penderita biasanya mengeluhkan pendengarannya mulai menurun, nyeri,
telinga berdengung, dan pusing dimana pasien merasakan lingkungan di
sekitarnya berputar (vertigo).
− Riwayat kesehatan masa lalu
Riwayat kesehtan masa lalu yang berhubungan dengan penyakit impaksi
serumen adalah kebiasaan membersihkan telinga yang tidak benar, penyakit-
penyakit yang dapat menimbulkan dermatitis pada kulit, seperti herpes zooster,
3. Pola kebutuhan dasar manusia
a. Pola napas
b. Pola makan dan minum
c. Pola eliminasi (BAB dan BAK)
d. Pola istirahat dan tidur
e. Pola kebersihan diri
f. Pola rasa aman
g. Pola komunikasi
4. Pemeriksaan fisik

a. Telinga luar diperiksa dengan inspeksi dan palpasi lang-sung


b. membrana timpani diinspeksi, seperti telinga tengah dengan otoskop dan palpasi
tak langsung dengan menggunakan otoskop pneumatic Pengkajian Fisik.
c. Gerakan aurikulus normalnya tak menimbulkan nyeri. Bila manuver ini terasa
nyeri, harus dicurigai adanya otitis eksterna akut. Nyeri tekan pada saat palpasi
di daerah mastoid dapat menunjukkan mastoiditis akut atau inflamasi nodus auri-
kula posterior. Terkadang, kista sebaseus dan tofus (de-posit mineral subkutan)
terdapat pada pinna. Kulit bersisik pada atau di belakang aurikulus biasanya
menunjuk¬kan adanya dermatitis sebore dan dapat terdapat pula di kulit kepala
dan struktur wajah. Untuk memeriksa kanalis auditorius eksternus dan
membrana timpani, kepala pasien sedikit dijauhkan dari pemeriksaan.
B. Diagnosa Keperawatan

1) Nyeri akut b.d. agen cedera biologi, ditandai dengan (domain 12, kelas 1:00132)

NO DIAGNOSA KEPERAWATAN NOC NIC


1. Nyeri akut b.d. agen cedera biologi, Kontrol nyeri (1605) Manajemen nyeri (1400)
(domain 12, kelas 1:00132) 1. Menggambarkan faktor 1. Lakukan pengkajian nyeri
penyebab yang komprehensif yang
2. Mwnggunakan tindakan meliputi lokasi,
pengurangan nyeri tanpa karakteristik, durasi,
analgesik frekuensi, kualitas,
3. Mrnggunakan analgesik intensitas atau beratnya
yang direkomendasikan nyeri dan faktor pencetus
4. Mengenali apa yang terkait 2. Observasi adannya
dengan nyeri petunjuk nonverbal
5. Melaporkan nyeri yang mengenai
terkontrol ketidaknyamanan terutama
pada mereka yang tidak
dapat berkomunikasi
secara aktiv
3. Gambarkan strategi
komunikasi terapeutik
untyk mengetahui
pengalam nyeri dan
sampaikan penerimaan
pasien pada nyeri
4. Berikan informasi
mengenai nyeri, seperti
penyebab nyeri berapa
lama nyeri akan dirasakan
dan antisipasi dari ketidak
nyamanan akibat prosedur
5. Ajarkan prinsip
manajemen nyeri
6. Kolaborasi dengn pasien,
orang terdekat dan tim
kesehatan lainnya untuk
memilih dan
menginplementasikan
tindakan penurunan nyeri
nonfarmokologi sesuai
kebutuhan.

Anda mungkin juga menyukai