Anda di halaman 1dari 9

PPOK

Robbins et al. 2010. Pathologic Basis of Disaese.Eight edition. Saunders Elsevier. Philadepia.
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PDPI). 2011. Pedoman Diagnosis & Penatalaksanaan di
Indonesia. Jakarta. Balai Penerbit FKUI.
Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. Pedoman Diagnosis dan Tatalaksana Penyakit Paru
Obstruktif Kronik di Indonesia. Jakarta : Perhimpunan Dokter Paru Indonesia. 2011.
Sudoyo AW, Setiyohadi B, Alwi I, Simadibrata M, Setiati S. Buku ajar ilmu penyakit dalam jilid
3. Edisi ke-5. Jakarta: Interna Publishing; 2009
Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease. The global strategy for the diagnosis,
management and prevention of chronic obstructive pulmonary disease [internet]. USA: Global
Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease
Price, S.A., dan Wilson, L.M., 2006, Patofisiologi, Konsep Klinis ProsesProses Penyakit,Edisi 6,
hal. 1271; Huriawati H, Natalia S, Pita Wulansari, Dewi Asih (eds), Penerbit Buku Kedokteran,
EGC, Jakarta.
Guyton AC, Hall JE. Buku Ajar Fisiologi Kedokteran. Edisi 11. Penterjemah: Irawati, Ramadani
D, Indriyani F. Jakarta: Penerbit Buku Kedokteran EGC, 2006.
Kamangar, N., 2010. Buku Ajar Penyakit Dalam edisi 4. Jakarta : EGC.
Djojodibroto, R.D., 2009, Respirologi (Respiratory Medicine), Cetakan I, Hal 120, Penerbit Buku
Kedokteran EGC, Jakarta.
Price, SA, Wilson, LM. Patofisiologi : Konsep Klinis Proses-Proses Penyakit. Volume 2 Ed/6.
Hartanto H, Susi N, Wulansari P, Mahanani DA, editor. Jakarta: EGC; 2005
Arief Mansjoer (2010), Kapita Selekta Kedokteran, edisi 4, Jakarta : Media Aesculapius.
Definisi PPOK
Penyakit Paru Obstruktif Kronik (PPOK) adalah penyakit yang ditandai dengan hambatan aliran
udara disaluran nafas yang tidak sepenuhnya reversible. Hambatan aliran udara ini bersifat
progresif dan berhubungan dengan respons inflamasi paru terhadap partikel atau gas racun yang
berbahaya. Bronchitis kronik dan emfisema tidak dimasukkan ke definisi PPOK karena bronchitis
kronis merupakan diagnosis klinis, sedangkan emfisema merupakan diagnosis patologi.
Dalam menilai gambaran klinis PPOK harus memperhatikan hal-hal sebagai berikut.
a. Onset (Awal terjadinya penyakit) biasanya pada usia pertengahan
b. Perkembangan gejala bersifat progresif lambat
c. Riwayat pajanan, seperti merokok, polusi udara (didalam ruangan, luar ruangan dan tempat
kerja)
d. Sesak pada saat melakukan aktivitas
e. Hambatan udara bersifat ireversible (tidak bisa kembali normal)
Patofisiologi PPOk
Inflamasi saluran napas pasien PPOK merupakan amplifikasi dari respon inflamasi normal akibat
iritasi kronis seperti asap rokok. Mekanisme untuk amplifikasi ini belum dimengerti, kemungkinan
disebabkan faktor genetik.Beberapa pasien menderita PPOK tanpa merokok, respon inflamasi
pada pasien ini belum diketahui.Inflamasi paru diperberat oleh stres oksidatif dan kelebihan
proteinase.Semua mekanisme ini mengarah pada karakteristik perubahan patologis PPOK. Sel
inflamasi PPOK ditandai dengan pola tertentu peradangan yang melibatkan neutrofil, makrofag,
dan limfosit.Sel-sel ini melepaskan mediator inflamasi dan berinteraksi dengan sel-sel struktural
dalam saluran napas dan parenkim paru-paru. Stres oksidatif dapat menjadi mekanisme penguatan
penting dalam PPOK.Biomarker stres oksidatif (misalnya, peroksida hidrogen, 8-isoprostan)
meningkat dalam dahak, kondensat hembusan napas dan sirkulasi sistemik pada pasien
PPOK.Stres oksidatif lebih lanjut meningkat pada eksaserbasi. Oksidan yang dihasilkan oleh asap
rokok dan partikulat yang dihirup lainnya yang dilepaskan dari sel-sel inflamasi ( seperti makrofag
dan neutrophil ) diaktifkan. Mungkin juga ada penurunan antioksidan endogen pada pasien
PPOK.Stres oksidatif memiliki beberapa konsekuensi yang merugikan di paru, termasuk aktivasi
gen inflamasi, inaktivasi antiproteases, stimulasi sekresi lendir, dan stimulasi eksudasi plasma
meningkat. Perubahan patologis karakteristik PPOK ditemukan di saluran napas proksimal,
saluran napas perifer, parenkim dan vascular paru.Perubahan patologis akibat inflamasi kronis
terjadi karena peningkatan sel inflamasi kronis di berbagai bagian paru yang menimbulkan
kerusakan dan perubahan struktural akibat cedera dan perbaikan berulang. Secara umum,
perubahan inflamasi dan struktural saluran napas akan tetap berlangsung sesuai dengan beratnya
penyakit walaupun sudah berhenti merokok.
Tingkat peradangan, fibrosis, dan eksudat luminal dalam saluran udara kecil berkorelasi dengan
penurunan FEV 1 dan rasio FEV 1 /FVC.Penurunan FEV 1 merupakan gejala yang khas pada
PPOK, obstruksi jalan napas perifer ini menyebabkan udara terperangkap dan mengakibatkan
hiperinflasi.Hiperinflasi mengurangi kapasitas inspirasi seperti peningkatan kapasitas residual
fungsional, khususnya selama latihan (kelainan ini dikenal sebagai hiperinflasi dinamis), yang
terlihat sebagai dyspnea dan keterbatasan kapasitas latihan.Hiperinflasi yang berkembang pada
awal penyakit merupakan mekanisme utama timbulnya dyspnea pada aktivitas. Tingkat keparahan
emfisema berkorelasi dengan PO 2 arteri dan tanda lain dari ketidakseimbangan ventilasi-perfusi
(VA/Q). Obstruksi jalan napas perifer juga menghasilkan ketidakseimbangan VA/Q, dan
penggabungan dengan gangguan fungsi otot ventilasi pada penyakit yang sudah parah akan
mengurangi ventilasi, yang menyebabkan retensi karbon dioksida. Kelainan pada ventilasi alveolar
dan berkurangnya pembuluh darah paru akan lebih memperburuk kelainan VA/Q. Hipersekresi
lender, yang mengakibatkan batuk produktif kronis, adalah gambaran dari bronkitis kronis tidak
selalu dikaitkan dengan keterbatasan aliran udara.Sebaliknya, tidak semua pasien dengan PPOK
memiliki gejala hipersekresi lendir. Hal ini disebabkan karena metaplasia mukosa yang
meningkatkan jumlah sel goblet dan membesarnya kelenjar submukosa sebagai respons terhadap
iritasi kronis saluran napas oleh asap rokok atau agen berbahaya lainnya. Beberapa mediator dan
protease merangsang hipersekresi lendir melalui aktivasi reseptor faktor EGFR. Kakeksia
umumnya terlihat pada pasien dengan PPOK berat. Disebabkan karena hilangnya massa otot
rangka dan kelemahan sebagai akibat dari apoptosisyang meningkat dan / atau tidak digunakannya
otot-otot tersebut.Pasien dengan PPOK juga mengalami peningkatan proses osteoporosis, depresi
dan anemia kronis. Peningkatan konsentrasi mediator inflamasi, termasuk TNF-α, IL-6, dan
radikal bebas oksigen dengan keturunannya, dapat beberapa efek sistemik. Peningkatan risiko
penyakit kardiovaskuler, berkorelasi dengan peningkatan protein C-reaktif (CRP).

Faktor risiko
Terdapat beberapa faktor-faktor yang dapat memicu terjadi PPOK ini, yaitu:
a. Kebiasaan merokok Universitas Sumatera Utara Pada perokok berat kemungkinan untuk
mendapatkan PPOK menjadi lebih tinggi. WHO menyatakan hampir 75% kasus bronkitis kronik
dan emfisema diakibatkan oleh rokok. Dilaporkan perokok adalah 45% lebih beresiko untuk
terkena PPOK dibanding yang bukan perokok (WHO, 2010). Menurut Guyton (2006), secara
umum telah diketahui bahwa merokok dapat menyebabkan gangguan pernapasan. Terdapat
beberapa alasan yang mendasari pernyataan ini. Pertama, salah satu efek dari penggunaan nikotin
akan menyebabkan konstriksi bronkiolus terminal paru, yang meningkatkan resistensi aliran udara
ke dalam dan keluar paru. Kedua, efek iritasi asap rokok menyebabkan peningkatan sekresi cairan
ke dalam cabang-cabang bronkus serta pembengkakan lapisan epitel. Ketiga, nikotin dapat
melumpuhkan silia pada permukaan sel epitel pernapasan yang secara normal terus bergerak untuk
memindahkan kelebihan cairan dan partikel asing dari saluran pernapasan. Akibatnya lebih banyak
debris berakumulasi dalam jalan napas dan kesukaran bernapas menjadi semakin bertambah.
Hasilnya, semua perokok baik berat maupun ringan akan merasakan adanya tahanan pernapasan
dan kualitas hidup berkurang.
b. Polusi udara Polutan adalah bahan-bahan yang ada di udara yang dapat membahayakan
kehidupan manusia. Polutan dibagi menjadi tiga kelompok, yaitu senyawa-senyawa di dalam udara
murni (pure air) yang kadarnya dia atas normal, molekul-molekul (gas-gas) selain yang terkandung
dalam udara murni tanpa memperhitungkan kadarnya dan partikel.
c. Pekerjaan Pekerja tambang yang bekerja di lingkungan yang berdebu akan lebih mudah terkena
PPOK. Perjalanan debu yang masuk ke saluran pernapasan dipengaruhi oleh ukuran partikel
tersebut. Partikel yang berukuran 5 µm atau lebih akan mengendap di hidung, nasofaring, trakea
dan percabangan bronkus. Partikel yang berukuran kurang dari 2 µm akan berhenti di bronkiolus
respiratorius dan alveolus. Partikel yang berukuran kurang dari 0,5 µm biasanya tidak sampai
mengendap di saluran pernapasan akan tetapi akan dikeluarkan lagi. Apabila terdapat debu yang
masuk ke sakkus alveolus, makrofag yang ada di dinding alveolus akan memfagositosis debu
tersebut. Akan tetapi kemampuan fagositik Universitas Sumatera Utara makrofag terbatas,
sehingga tidak semua debu dapat difagositosis. Debu yang ada di dalam makrofag sebagian akan
di bawa ke bulu getar yang selanjutnya akan dibatukkan dan sebagian lagi tetap tertinggal di
interstisium bersama debu yang tidak sempat di fagositosis. Debu organik dapat menimbulkan
fibrosis sedangkan debu mineral (inorganik) tidak selalu menimbulkan akibat fibrosis jaringan.
Reaksi tersebut dipengaruhi juga oleh jumlah dan lamanya pemaparan serta kepekaan individu
untuk menghadapi rangsangan yang diterima. Makrofag yang sedang aktif akan mempengaruhi
keseimbangan protease-antiprotease melalui beberapa mekanisme, yaitu meningkatkan jumlah
elastase, mengeluarkan faktor kemotaktik yang dapat menarik neutrofil dan mengeluarkan oksidan
yang dapat menghambat aktivitas AAT. Pekerja yang pada pekerjaannya terpapar aluminium,
selama bekerja 30 tahun dengan terpaparnya partikel tersebut sama saja dengan perokok yang
merokok 75 gram/minggu.
d. Jenis kelamin, dimana pasien pria lebih banyak daripada wanita. Ini dikarenakan perokok pria
lebih banyak 2 kali lipat daripada wanita.
e. Usia Ini berhubungan dengan lamanya seseorang merokok, berapa banyak bungkus rokok yang
telah dihabiskan. Semakin dewasa usia seseorang maka semakin banyak rokok yang telah dihisap.
f. Infeksi saluran pernapasan Infeksi saluran pernapasan adalah faktor resiko yang berpotensi untuk
perkembangan dan progresi PPOK pada orang dewasa. Infeksi saluran pernapasan pada anak-anak
juga dipercaya berpotensi sebagai faktor predisposisi perkembangan PPOK. Walaupun infeksi
saluran pernapasan adalah salah satu penyebab penting terjadinya eksaserbasi PPOK, hubungan
infeksi saluran pernapasan dewasa dan anak-anak dengan perkembangan PPOK masih belum bisa
dibuktikan.
g. Hiperresponsif saluran pernapasan Universitas Sumatera Utara Ini bisa menjurus kepada
remodelling saluran pernapasan yang menyebabkan terjadinya lebih banyak obstruksi pada
penderita PPOK
h. Faktor genetik, dimana terdapat protease inhibitor yang rendah. Inhibitor adalah sekelompok
protein atau peptida yang menunjukkan sifat menghalangi kerja enzim proteolitik. Fungsi inhibitor
protease adalah untuk mengontrol protease yang selalu berperan dalam berbagai proses biologis.
Keenam antiprotease tersebut adalah alfa-1-antitripsin (AAT), alfa-1- antikimotripsin (A1X),
antitrombin III (AT III), CI inaktivator (CI Ina) dan alfa-2- makroglobulin (A2M). Dari keenam
inhibitor protease (IP) tersebut yang berhubungan langsung dengan jaringan paru adalah AAT dan
A2M. Akan tetapi peran AAT lebih besar daripada A2M. AAT sangat penting sebagai
perlindungan terhadap protease yang terbentuk secara alami, dan kekurangan antiprotease ini
memiliki peranan penting dalam patogenesis emfisema. Protease dihasilkan oleh bakteri, PMN,
monosit, dan makrofag, sewaktu proses fagositosis berlangsung dan mampu memecahkan elastin
dan makromolekul lain pada jaringan paru. Pada orang yang sehat, kerusakan jaringan paru
dicegah oleh kerja antiprotease, yang menghambat aktivitas protease. Pada orang yang merokok,
dapat mengakibatkan respons peradangan sehingga menyebabkan pelepasan enzim proteolitik
(protease), sementara bersamaan dengan itu oksidan pada asap menghambat AAT.

Manifestasi Klinis
Manifestasi klinis COPD terutama berkaitan dengan keluhan respirasi yaitu:
a. Batuk kronik, batuk kronik selama 3 bulan yang hilang timbul disertai dengan produksi dahak
yang kehijauan dengan konsistensi kental.
b. Sesak napas, terutama pada saat melakukan aktivitas dan seringkali pasien sudah mengalami
adaptasi dengan sesak napas yang bersifat progressif lambat sehingga sesak ini tidak dikeluhkan.
c. Dada berbentuk tong dengan peningkatan diameter anteroposterior karena paru mengalami
hiperinflasi dan terperangkapnya udara.
d. Ekspirasi memanjang dan mengerang sebagai upaya untuk mempertahankan jalan napas tetap
terbuka.
Etiologi
Faktor-faktor yang menyebabkan timbulnya Penyakit Paru Obstruksi Kronik (PPOK) adalah :
1. Kebiasaan merokok
2. Polusi udara
3. Paparan debu,asap,dan gas-gas kimiawi akibat kerja
4. Bersifat genetik yaitu difisiensi α-1 antitripsin merupakan predisposisi untuk berkembangnya
Penyakit Paru Obstruksi Kronik dini
Pemeriksaan penunjang
Pemeriksaan Penunjang
a. Spirometri (VEP1, VEP1 prediksi, KVP, VEP1/KVP) Obstruksi ditentukan oleh nilai VEP1
prediksi (%) dan atau VEP1/KVP (%). VEP1 merupakan parameter yang paling umum dipakai
untuk menilai beratnya PPOK dan memantau perjalanan penyakit. Apabila spirometri tidak
tersedia atau tidak mungkin dilakukan, APE meter walaupun kurang tepat, dapat dipakai sebagai
alternatif dengan memantau variabilitas harian pagi dan sore, tidak lebih dari 20%.
b. Radiologi (foto toraks) Hasil pemeriksaan radiologis dapat ditemukan kelainan paru berupa
hiperinflasi atau hiperlusen, diafragma mendatar, corakan bronkovaskuler Universitas Sumatera
Utara meningkat, jantung pendulum, dan ruang retrosternal melebar. Meskipun kadang-kadang
hasil pemeriksaan radiologis masih normal pada PPOK ringan tetapi pemeriksaan radiologis ini
berfungsi juga untuk menyingkirkan diagnosis penyakit paru lainnya atau menyingkirkan
diagnosis banding dari keluhan pasien.
c. Laboratorium darah rutin
- Hemoglobin(Hb) Nilai Hb pada penderita COPD dapat bervariasi tergantung pada beratnya
penyakit dan riwayat hipoksia yang lama akibat adanya hipoventilasi. Riwayat hipoksia yang lama
menyebabkan terjadinya peningkatan kadar hemoglobin diatas nilai normal.
- Hematokrit (Hm) Nilai Hm dapat mengalami peningkatan diatas nilai normal seiring dengan
peningkatan kadar Hb, yang menunjukkan tandatanda polisitemia sekunder akibat hipoksia yang
kronis.
-Leukosit Nilai Leukosit pada COPD dapat bervariasi mulai normal sampai terjadinya leukositosis
ringan sampai berat.
d. Analisa gas darah
Menilai terjadinya gagal napas kronik stabil dan gagal napas akut. Pada Kasus COPD analisa gas
darah sangat penting untuk menilai status respiratorik pasien. Analisa gas darah dapat digunakan
untuk mendiagnosis, terapi dan monitoring terutama pada kasus yang disertai kegagalan
pernapasan. Tiga komponen yang berperan yaitu PaO2 untuk menentukan derajat hipoksemia,
PaCO2 untuk menilai kemampuan ventilasi paru, dan pH untuk menentukan status metabolik atau
respiratorik.
e.Mikrobiologi sputum
Pemeriksaan bakteriologi sputum dapat dilakukan dengan pewarnaan gram dan kultur resistensi
yang diperlukan untuk mengetahui pola kuman dan untuk memlih antibiotik yang tepat.
Derajat PPOK
Berdasarkan Global Initiative for Chronic Obstructive Lung Disease (GOLD) tahun 2017, PPOK
diklasifikasikan berdasarkan derajat, yaitu: 1. Derajat 0 (berisiko) Gejala klinis: memiliki satu atau
lebih gejala batuk kronis, produksi sputum, dan dispnea, terdapat paparan terhadap faktor resiko,
spirometri : normal. 2. Derajat I (PPOK ringan) Gejala klinis: dengan atau tanpa batuk, dengan
atau tanpa produksi sputum, sesak napas derajat sesak 0 sampai derajat sesak 1, spirometri :
FEV1/FVC < 70%, FEV1 ≥ 80%. 3. Derajat II (PPOK sedang) Gejala klinis: dengan atau tanpa
batuk, dengan atau tanpa produksi sputum, sesak napas derajat sesak 2 (sesak timbul pada saat
aktivitas). Spirometri: FEV1 < 70%; 50% < FEV1 < 80%. 4. Derajat III (PPOK berat) Gejala
klinis: sesak napas derajat sesak 3 dan 4, eksaserbasi lebih sering terjadi, spirometri: FEV1 < 70%;
30% < FEV1 < 50%. 5. Derajat IV (PPOK sangat berat) Gejala klinis: pasien derajat III dengan
gagal napas kronik, disertai komplikasi kor pulmonale atau gagal jantung kanan, spirometri:
FEV1/FVC < 70%; FEV1 < 30%. Skala sesak berdasarkan GOLD tahun 2017: - 0 = Tidak ada
sesak kecuali dengan aktivitas berat. - 1 = Sesak mulai timbul bila berjalan cepat atau naik tangga
1 tingkat. - 2 = Berjalan lebih lambat karena merasa sesak. - 3 = Sesak timbul bila berjalan 100 m
atau setelah beberapa menit. - 4 = Sesak bila mandi atau berpakaian. Pada pasien ini menderita
PPOK derajat ringan, hal ini dikarenakan walaupun tidak dilakukan pemeriksaan spirometri yang
disebabkan ketidaktersediaan alat di puskesmas, namun dapat di tegakkan bedasarkan gejala yang
diderita oleh pasien.
Gambaran Klinis
a. Anamnesis
- Riwayat merokok atau bekas perokok dengan atau tanpa gejala pernapasan
- Riwayat terpajan zat iritan yang bermakna di tempat kerja
- Riwayat penyakit emfisema pada keluarga
- Terdapat faktor predisposisi pada masa bayi/anak, mis berat badan lahir rendah (BBLR), infeksi
saluran napas berulang, lingkungan asap rokok dan polusi udara - Batuk berulang dengan atau
tanpa dahak
- Sesak dengan atau tanpa bunyi mengi
b. Pemeriksaan fisis PPOK dini umumnya tidak ada kelainan
• Inspeksi
- Pursed
- lips breathing (mulut setengah terkatup mencucu)
- Barrel chest (diameter antero - posterior dan transversal sebanding)
- Penggunaan otot bantu napas
- Hipertropi otot bantu napas
- Pelebaran sela iga
- Bila telah terjadi gagal jantung kanan terlihat denyut vena jugularis i leher dan edema tungkai
- Penampilan pink puffer atau blue bloater
• Palpasi Pada emfisema fremitus melemah, sela iga melebar
• Perkusi Pada emfisema hipersonor dan batas jantung mengecil, letak diafragma rendah, hepar
terdorong ke bawah
• Auskultasi
- suara napas vesikuler normal, atau melemah
- terdapat ronki dan atau mengi pada waktu bernapas biasa atau pada ekspirasi paksa
- ekspirasi memanjang
- bunyi jantung terdengar jauh Pink puffer Gambaran yang khas pada emfisema, penderita kurus,
kulit kemerahan dan pernapasan pursed
- lips breathing Blue bloater Gambaran khas pada bronkitis kronik, penderita gemuk sianosis,
terdapat edema tungkai dan ronki basah di basal paru, sianosis sentral dan perifer Pursed
- lips breathing Adalah sikap seseorang yang bernapas dengan mulut mencucu dan ekspirasi yang
memanjang. Sikap ini terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang
terjadi sebagai mekanisme tubuh untuk mengeluarkan retensi CO2 yang terjadi pada gagal napas
kronik.

Keluhan Utama: Sesak Nafas Riwayat Penyakit Sekarang Pasien datang ke RSUP Sanglah diantar
keluarga pada tanggal 7 Maret 2016. Pasien mengeluh sesak nafas memberat sejak 7 hari SMRS
(Sebelum masuk rumah sakit). Pasien merasakan nafasnya semakin pendek dan dadanya seperti
diikat dengan tali. Sesak nafas dirasakan sepanjang hari dan semakin hari semakin memberat.
Sesak nafas dikatakan menjadi berat apabila pasien melakukan aktivitas hairan dan sesak dirasakan
berkurang apabila pasien beristirahat. Sesak nafas yang pasien rasakan tidak membaik dengan
perubahan posisi. Pasien juga mengeluhkan batuk, demam, penurunan nafsu makan. 23 Pasien
juga mengeluh batuk sejak 7 hari SMRS. Batuk disertai dengan dahak yang berwarna bening dan
kental. Dahak dikatakan keluar setiap kali batuk dengan kira-kira 2-3 senduk teh. Tidak ada hal
yang memperberat atau memperingan keluhan ini. Pada awalnya pasien mengalami batuk tanpa
adanya dahak. Batuk kemudian dirasakan semakin hari semakin memberat sehingga dahak muncul
7 hari yang lalu. Pasien juga mengeluhkan demam sejak 2 hari sebelum MRS. Demam dikatakan
naik turun namun pasien merasakan demamnya tidak sebegitu tinggi. Pasien tidak sempat
mengukur suhunya sebelum ke RSUP. Pasien juga mengatakan demamnya berkurang dengan obat
penurun panas namun demamnya kembali lagi. Keluarga pasien mengeluhkan nafsu makan pasien
menurun sejak satu minggu yang lalu. Penurunan berat badan dan keringat malam disangkal oleh
pasien. Keluhan mual muntah juga disangkal oleh pasien. BAK dan BAB pasien dikatakan seperti
biasa. Riwayat Penyakit Dahulu Pasien memiliki riwayat diabetes mellitus tipe 2 sejak kurang
lebih 18 tahun yang lalu. Pasien mengatakan pasien mempunyai riwayat sesak dan batuk yang
hilang timbul sejak pasien berusia 40 tahun namun keluhan membaik apabila pasien ke bidan dan
mengambil obat. Pasien menyangkal memiliki riwayat penyakit jantung, stroke dan penyakit
sistemik lainnya. Riwayat Pengobatan Pasien sempat mengambil paracetamol untuk demamnya
yang dibeli sendiri di apotek. Pasien sering kontrol ke dokter umum untuk keluhan diabetes
mellitusnya. Pasien dikatakan diberikan insulin oleh dokter umum. Riwayat Penyakit Keluarga
Tidak ada dalam keluarga pasien yang memiliki keluhan yang sama dengan pasien. Riwayat
penyakit jantung, kolesterol tinggi, asma, ginjal dan diabetes mellitus dalam keluarga disangkal.
24 Riwayat Sosial Ekonomi Pasien mempunyai kebiasaan merokok sejak umur 18 tahun. Pasien
dikatakan awalnya 3 kotak sehari kemudian berkurang menjadi 1 kotak sehari. Sekarang pasien
merokok 2 batang rokok sehari. Pasien menyangkal kebiasaan minum alkohol. Pasien sebelum ini
bekerja sebagai petani. Terkait dengan pekerjaannya ini, pasien menjadi sering terpapar dengan
debu dan obat-obatan pembasmi hama. Pasien tidak pernah memakai masker saat bekerja serta
tidak selalu menutupi hidung dan mulutnya dengan kain saat menyemprotkan insektisida selama
bekerja. Sejak sakit pasien tinggal di rumah anaknya di Sesetan, Denpasar dan tidak bekerja. Di
dalam lingkungan rumah anak laki-laki pasien yang memiliki kebiasaan merokok, dengan jumlah
rokok yang dikonsumsi dalam sehari berkisar 3-5 batang. Di rumah pasien juga terpapar dengan
asap kerana kadang-kadang isteri pasien memasak menggunakan dapur arang. III.
PEMERIKSAAN FISIK Status Present : Keadaan umum : tampak sakit sedang Kesadaran :
compos mentis(GCS : E4V5M6 ) Tekanan darah : 120/80 mmHg Nadi : 80 x/ menit RR : 20x/mnt
Suhu badan : 37,4º C Tinggi badan : 160 cm Berat badan : 60kg BMI : 23,4 kg/m2 Status general
: Mata : Anemis-/- , ikterus -/- , refleks pupil +/+ isokor THT : Tonsil T1/T1, hiperemi (-), lidah
normal, sianosis (-) 25 Leher : pembesaran kelenjar (-), JVP PR + 0 cmH2O Thoraks Pulmo
Inspeksi : Simetris, retraksi (+) Palpasi :Vocal Fremitus menurun/menurun Perkusi : Sonor/ Sonor
Auskultasi : vesikuler +/+, Ronkhi -/- wheezing +/+ Cor Inspeksi : Iktus kordis tak tampak Palpasi
: Iktus kordis tidak teraba Perkusi : batas atas : ICS II, batas kiri : MCL S, batas kanan : PSL D
Auskultasi : S1, S2 tunggal, regular, murmur (-)

Anda mungkin juga menyukai